Simona Ventures’ Debut, to Raise Funding Worth 140 Billion

Simona Ventures starts its debut as a VC focused on startups encouraging business and initiative to bring out social mission related to gender gap. Currently, the company is having fundraising up to $5-10 million (around Rp71 billion-Rp142 billion).

Simona Ventures Managing Partner, Putri Izzati said, the early stage startups will be in Indonesia, to penetrate Southeast Asia to Asia Pacific. The number is around $50 thousand (711 million Rupiah) up to $200 thousand (2.48 billion Rupiah) per startup, including co-investing with the other investors. The fundraising is expected to be finalized by early semester II/2019.

“We’re still in the process to find potential LP, either local or overseas. In fact, to invest in this segment, there will be trust issue, to invest in women empowering will have broad impact. Not only profit, but also social,” she explained (3/19).

Simona’s commitment in this segment is quite challenging, moreover, there’s not enough investors specifically care for gender gap and female empowerment, either Indonesia or global. Also, it’s lack of female founders.

As we take the shortest example from unicorn startups in Southeast Asia, female founders or those having role at decision maker level aren’t so many. In fact, he continued, decision maker that comes from various background should provide better solution for a startup. Thus, the company will gain benefit in terms of business.

“In fact, any industry would have this kind of issue, we want to support the mindset, on why should we have diversity, why should we have female as decision maker. Should the level consists of diversity, not only in gender, there will be better solutions delivered, it’ll make the company more profitable.”

In addition, since Putri started her first career in the IT industry in 2011, this issue isn’t really significant. Although, Indonesia is now have different condition.

Simona will discover startups with enough diversity in team, product with solution to challenge related to gender gap, and not only technology. Moreover, they’re expected to have business and receive funding.

Simona Accelerator’s first batch

In its debut, Simona Ventures collaborates with Digitaraya to hold the APAC Women Founders Accelerator Program. The company has selected 11 startups led by female from countries in Asia Pacific region.

They are from various background and vertical industry, such as AI, resources, retail, insurance, fintech, and e-commerce. These are the participant list:

1. Avana (Malaysia): handling micro business using transaction in social media, through automatic tools and business intelligence. The business player can sell products online on various channel, and transform the social media which was only for promotion to transaction platform.

2. Fuse (China): a platform that integrates O2O and optimizes offline retail solution with e-commerce. Through Fuse, business can identify consumer’s habit offline to increase store sales conversion.

3. Gadjian (Indonesia): a cloud-based app for management and employees payroll. Gadjian provides an accurate data to optimize HR division, particularly for tax and payroll.

4. Glazziq (Thailand): an e-commerce platform selling glasses products online at two to three times under the usual price.

5. Kono (South Korea): AI based assistant to help company create meeting schedule to save time and help employees to meet more customers, merchants, and partners.

6. PolicyPal (Singapore): an insurance app that offers one-stop solution for distribution, management, and insurance claim through AI and blockchain technology. This startup graduated from MAS Fintech Sandbox in Singapore and acquire insurance broker license.

7. Roshni Rides (Pakistan): a woman-friendly carpooling platform for those routinely in need of comfortable vehicle.

8. Seekmi (Indonesia): app and web solution that connects local provider with customers from blue collar.

9. Snooper (Australia): a crowsourcing app that provide incentives for buyers by collecting data from various stores to be analyzed. The data is accessible through dashboard and real time.

10. Stylegenie (Philippines): a private stylist to help customers mix and match using the data providee by retail brand.

11. ViralWorks (Vietnam): a space connecting brand and marketers to the influencers bn for potential monetizing, for social media users with dozens of followers. Supported by the algorithm to create an effective target market.

All participants will join the accelerator program for five days, starts from bootcamp and immersion from 25-27 March 2019. Demo day starts on the next day. In March 29th, 2019 will be a time for 1-1 meeting with mentors or potential investors.

Speakers and Mentors come from experts and industry players, among those are McKinsey & Company Indoonesia, Danone Indonesia, Google, Blue Bird Group, Sintesa Group, Go-Jek, Patamar Capital, UBS, and Kominfo (Communication and Informaticsh Ministry) representative.

“As a startup accelerator in Indonesia, we’re aware of the challenge of female in startups. To date, only 10% startups in our program with female co-founder or C-level executives,” Digitaraya’s VP strategy, Nicole Yap said.

He continued, “We’re sure to create an environment that supports females and help them to be the leader in the next generation is very important. That is why we collaborate with Simona to celebrate the female founders from Asia Pacific and support gender equity in technology industry.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Simona Ventures Mulai Debut, Galang Dana Hingga 140 Miliar

Simona Ventures memulai debutnya sebagai VC yang fokus untuk startup yang memberdayakan bisnis dan inisiatif membawa misi sosial terkait tantangan kesenjangan gender. Saat ini perusahaan tengah mengumpulkan penggalangan dana investasi dengan target $5-10 juta (sekitar Rp71 miliar-Rp142 miliar).

Managing Partner Simona Ventures Putri Izzati menjelaskan, startup yang dibidik pada tahap awal akan berada di Indonesia, perlahan merambah ke Asia Tenggara sampai akhirnya mencakup Asia Pasifik. Adapun nominalnya berkisar $50 ribu (711 juta Rupiah) sampai $200 ribu (2,84 miliar Rupiah) per startup, termasuk co-investing bersama investor lain. Diharapkan, proses penggalangan dana investasi kelar pada awal semester II/2019 mendatang.

“Sekarang kami masih dalam proses mencari potensial LP dari luar negeri dan lokal. Sebab untuk berinvestasi ke segmen ini ada tantangan bahwa mereka harus percaya, berinvestasi di segmen women empowering ini akan berdampak luas. Tidak hanya secara profit, tapi ada dampak sosial pula,” terangnya, kemarin (19/3).

Komitmen Simona terhadap segmen ini sendiri sebenarnya cukup menantang, terlebih belum banyak investor yang spesifik peduli terhadap isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, baik di Indonesia maupun global. Pun demikian, jumlah founder yang datang dari kalangan perempuan juga sedikit.

Ambil contoh tersingkat dari jumlah startup unicorn di level Asia Tenggara, di sana founder yang bertindak sebagai level decision maker dari kalangan perempuan juga sangat minim. Padahal, lanjutnya, ketika di level decision maker itu datang dari berbagai latar belakang, maka akan memberikan solusi yang jauh lebih baik buat suatu startup. Sehingga pada akhirnya perusahaan akan untung dari segi bisnis.

“Sebenarnya isu ini di industri manapun sama, yang ingin kami dukung adalah mindset-nya, kenapa harus diverse, kenapa harus ada perempuannya di level decision maker. Karena kalau di level itu ada ada diversity, enggak hanya dari segi gender saja maka akan beri suatu solusi yang jauh lebih baik, ujung-ujungnya perusahaan akan lebih profitable.”

Ditambah lagi, sejak pertama kali Putri memulai kariernya di dunia IT di 2011, isu ini belum memiliki perkembangan yang signifikan. Kendati, secara industri, kondisi Indonesia sudah jauh berbeda.

Simona akan mencari startup dengan memiliki tim yang cukup diversity, produk yang memberikan solusi tantangan mengenai gender gap, dan tidak harus bergerak di startup teknologi saja. Di samping itu, secara bisnis mereka diharapkan sudah memiliki bisnis dan pernah mendapatkan investasi.

Batch pertama program akselerator Simona

Dalam memulai debut perdananya, Simona Ventures menggandeng Digitaraya untuk menggelar program APAC Women Founders Accelerator. Perusahaan sudah memilih 11 startup yang dipimpin oleh perempuan dari negara-negara di wilayah Asia Pasifik.

Mereka datang dari berbagai latar belakang dan vertikal industri, seperti AI, sumber daya manusia, ritel, asuransi, fintech, hingga e-commerce. Berikut nama-nama peserta:

1. Avana (Malaysia): melayani usaha mikro melalui transaksi di media sosial, melalui alat otomatisasi dan business intelligence. Pemilik usaha dapat menjual produk secara online di berbagai channel, dan mengubah akun media sosial yang awalnya hanya media promosi jadi platform transaksional.

2. Fuse (Tiongkok): platform yang mengintegrasikan O2O dan mengoptimalkan solusi ritel offline dengan e-commerce. Melalui Fuse, bisnis dapat mengidentifikasi perilaku pelanggan secara offline untuk meningkatkan konversi penjualan toko.

3. Gadjian (Indonesia): adalah aplikasi untuk manajemen dan penggajian SDM berbasis cloud. Gadjian menyediakan data secara akurat untuk mengoptimatisasi peranan divisi HR terutama saat perhitungan gaji dan pajak.

4. Glazziq (Thailand): platform e-commerce yang menjual produk kacamata secara online dengan harga dua sampai tiga kali lebih murah dibandingkan toko biasa.

5. Kono (Korea Selatan): asisten berbasis AI untuk bantu perusahaan membuat jadwal rapat hingga dapat menghemat waktu dan membantu karyawan bertemu lebih banyak pelanggan, rekan, dan mitra kerja.

6. PolicyPal (Singapura): aplikasi asuansi yang menawarkan solusi menyeluruh dalam hal distribusi, manajemen, dan klaim asurasi lewat teknologi AI dan blockchain. Startup ini lulus dari MAS Fintech Sandbox di Singapura dan mendapat lisensi broker asuransi.

7. Roshni Rides (Pakistan): platform carpooling yang ramah bagi wanita yang secara rutin butuh transportasi yang nyaman.

8. Seekmi (Indonesia): solusi web dan aplikasi yang menghubungkan penyedia layanan lokal dengan pelanggan dari kalangan pekerja kerah biru.

9. Snooper (Australia): aplikasi crowdsourcing yang memberikan insentif bagi pembeli untuk mengumpulkan data dari berbagai toko yang mereka miliki untuk dianalisis oleh brand. Data ini dapat diakses melalui dashboard dan real time.

10. Stylegenie (Filipina): layanan penata busana pribadi yang membantu pelanggan mencocokkan gaya berpakaian mereka dengan data yang disediakan oleh brand ritel.

11. ViralWorks (Vietnam): wadah yang menghubungkan brand dan pemasar ke jaringan influencer sehingga memberikan peluang monetisasi bagi pengguna media sosial yang memiliki banyak followers. Dibantu juga dengan algoritma yang dapat menargetkan khalayak secara lebih efektif.

Seluruh peserta di atas akan mengikuti program akselerator selama lima hari yang dimulai dari bootcamp dan immersion berlangsung dari tanggal 25-27 Maret 2019. Esok harinya mulai demo day. Lalu, di tanggal 29 Maret 2019 akan berlangsung 1-1 meeting dengan para mentor atau calon investor.

Pembicara dan mentor datang dari para pakar dan pelaku industri, di antaranya dari McKinsey & Company Indonesia, Danone Indonesia, Google, Blue Bird Group, Sintesa Group, Go-Jek, Patamar Capital, UBS, hingga perwakilan dari Kementerian Kominfo.

“Sebagai akselerator startup di Indonesia, kami sangat sadar akan tantangan yang dihadapi para perempuan pendiri startup. Hingga saat ini, hanya 10% startup di program kami yang memiliki co-founder atau eksekutif di C-level adalah perempuan,” kata VP Strategy Digitaraya Nicole Yap.

Dia melanjutkan, “Kami yakin menciptakan lingkungan yang mendukung para perempuan dan membantu mereka jadi panutan bagi generasi berikutnya sangatlah penting. Itulah sebabnya kami bekerja sama dengan Simona untuk merayakan para founder perempuan dari Asia Pasifik dan mendukung keseimbangan gender dalam industri teknologi.”

Golden Gate Ventures Announces Partnership with Hanhwa Asset Management to Invest for Series B Funding

Golden Gate Ventures announces strategic partnership with Hanhwa Asset Management for series B funding to Southeast Asia’s startups. They targeting startup focused on consumer based platform, such as marketplace, fintech, health-tech, and logistics-as-a-service.

In the official release, they believe this segment can create opportunity from the rapid growth of middle class. Supported by internet penetration, smartphones, and other technology.

A consumer based startup focused on mobility, trading, or logistics; will discover unique data from consumers and micro consumers. It becomes the initial step for in-depth financial inclusion, health services, and the latest technologies throughout Southeast Asia.

Golden Gate representative said, Southeast Asia’s startups have quite long gap to reach series B. In terms of investors, it’s hard to find the willing one.

Therefore, startups raising for this stage of funding might find it difficult. They raise syndicate round of many investors in series A or offer some alternative sources, resulting incompatibility with characteristic as family company or global private equity (PE).

According to SVCA (Singapore Venture Capital & Private Equity Association), 50% startup in US and Europe at series A has reached series B. In Southeast Asia, it happens otherwise, where less than one third have reached series B.

“The downgrade is caused mostly because the lack of funding in the region.”

The Singapore based VC has scored more than 215 series A within two years. Based on the historical trend, both companies expecting 80-110 potential series B investment in the next two years. This number should doubled up in the next four years.

The announcement of investment partnership also strengthen the connection of both since five years ago, in 2014. Then, startup ecosystem in Southeast Asia is only started.

Both companies will use each other’s resources to develop further initiation. Start from global corporate partners network and investors, asset management experience, providing professional talents, and many more.

In addition, Golden Gate Ventures is a VC focused on early stage funding, established since 2011. Some of its portfolios are Carousell, Alodokter, Carro, Funding Societies, Omise, Ruma, and others. Meanwhile, Hanhwa Asset Management portfolio consists of Zymergen, N26, Yanolja, and Grab.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Golden Gate Ventures dan Hanwha Asset Management Umumkan Kongsi, Siap Berinvestasi untuk Pendanaan Seri B

Golden Gate Ventures dan Hanwha Asset Management mengumumkan kemitraan strategis untuk berinvestasi ke startup di Asia Tenggara pada tahap seri B. Segmen yang dibidik adalah startup yang fokus ke platform berbasis konsumer seperti marketplace, fintech, health-tech, dan logistic-as-a-service.

Dalam keterangan resminya, mereka percaya berinvestasi di segmen tersebut dapat mengambil kesempatan dari pertumbuha kelas menengah yang tengah tumbuh pesat. Di tambah dukungan penetrasi internet, smartphone, dan teknologi lainnya.

Startup yang fokus di bisnis konsumer, baik dalam mobilitas, perdagangan, atau logistik; akan menangkap data unik dari konsumen dan konsumer mikro. Data tersebut menjadi titik awal untuk pendalaman inklusi keuangan, layanan kesehatan, dan teknologi baru lainnya di seluruh Asia Tenggara.

Perwakilan Golden Gate menyebut, startup di Asia Tenggara mengalami kesenjangan pendanaan yang cukup jauh untuk bisa sampai ke seri B. Bahkan dari sisi investor, sulit ditemukan yang bersedia.

Alhasil, startup yang mencari pendanaan pada tahap ini seringkali berada di posisi sulit. Mereka melakukan putaran sindikasi dari banyak investor seri A atau mengajukan banding ke sumber alternatif, sehingga pada akhirnya tidak sesuai dengan karakteristik seperti dari perusahaan keluarga atau private equity (PE) global.

Mengacu pada data SVCA (Singapore Venture Capital & Private Equity Association), sebanyak 50% startup di AS dan Eropa yang sudah di tahap seri A sudah sampai ke seri B. Kondisi sebaliknya terjadi di Asia Tenggara, di mana kurang dari sepertiganya yang sudah sampai ke seri B.

“Penurunan yang dalam ini sebagian besar disebabkan oleh kurangnya sumber dana di wilayah tersebut.”

VC asal Singapura ini juga mencatat lebih dari 215 pendanaan seri A yang terjadi dalam kurun waktu dua tahun. Berdasarkan tren historis tersebut, kedua perusahaan mengharapkan setidaknya ada 80-110 peluang investasi seri B yang tersedia dalam dua tahun ke depan. Diyakini angka ini akan berlipat ganda dalam empat tahun mendatang.

Pengumuman kongsi investasi ini, sekaligus memperkuat hubungan kedua perusahaan yang sudah dijalin selama lima tahun lalu, tepatnya pada 2014. Pada waktu itu, ekosistem startup di Asia Tenggara masih awal terbentuk.

Kedua perusahaan akan memanfaatkan sumber daya satu sama lain untuk mengembangkan inisiasi berikutnya. Mulai dari jaringan global mitra korporat dan mitra investor, pengalaman mengelola aset, menyediakan tenaga profesional, dan lainnya.

Perlu diketahui, Golden Gate Ventures adalah VC yang fokus pada pendanaan tahap awal sejak diresmikan pada 2011. Beberapa portofolio-nya adalah Carousell, Alodokter, Carro, Funding Societies, Omise, Ruma, dan lainnya. Sementara, portofolio dari Hanwha Asset Management yang terkenal adalah Zymergen, N26, Yanolja, dan Grab.

Aplikasi Raiz Invest Mudahkan Investasi Reksa Dana dari Sisa Uang Belanja

Menurut data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), sampai Juli 2018 jumlah investor reksa dana di Indonesia baru mencapai 820 ribu orang. Minimnya angka ini sekaligus menjadi peluang untuk digarap pemain fintech, salah satunya adalah Raiz Invest.

Raiz Invest, sebelumnya bernama Acorns, adalah perusahaan fintech dari Australia, sudah hadir sejak Februari 2016. Kemudian berganti nama jadi Raiz Invest pada April 2018. Ekspansi ke Indonesia adalah bagian dari rencana perusahaan pasca IPO di bursa Australia tahun lalu.

CEO Raiz Invest George Lucas mengatakan kehadiran perusahaan dalam rangka ekspansi ke luar Australia. Indonesia dipilih menjadi negara pertama yang disasar karena banyak faktor pendukungnya, selain kondisi geografisnya yang berdekatan.

Indonesia adalah pasar yang bagus untuk mengembangkan ekonomi. Raiz ingin membantu masyarakat Indonesia yang ingin belajar tentang literasi keuangan dan inklusi keuangan lewat smartphone.

“Di Australia, Raiz telah menjadi game changer khususnya bagi kaum milennial dalam menciptakan kebiasaan berinvestasi. Aplikasi Raiz cocok untuk siapapun yang belum memahami investasi atau tidak tahu bagaimana caranya untuk berinvestasi,” katanya, Rabu (6/3).

Tim lokal Raiz disebutkan ada lima orang. Sepenuhnya sistem Raiz di sini akan mengikuti negara asalnya yang menganut open system dan terhubung antar satu pihak dengan API.

Model bisnis Raiz Invest

CMO Raiz Invest Indonesia Fahmi Arya menjelaskan, seluruh transaksi di Raiz nantinya akan berbasis aplikasi. Raiz bekerja dengan mengumpulkan uang pengguna yang diambil dari selisih pembelanjaan. Dana tersebut diambil dari kartu debit atau dompet elektronik yang mereka sambungkan ke aplikasi Raiz.

Nantinya setiap pengguna belanja dengan metode pembayaran tersebut, Raiz akan melakukan pembulatan ke atas untuk setiap transaksi kelipatan Rp5 ribu ke atas. Ketika pembulatan mencapai Rp10 ribu, maka dana tersebut akan diinvestasikan secara otomatis ke produk reksa dana.

Ambil contoh, apabila pengguna belanja sebesar Rp23 ribu, akan dibulatkan menjadi Rp25 ribu sehingga dana yang diambil untuk membeli produk reksa dana adalah Rp2 ribu. Fitur ini disebut cicilan investasi (recurring investment).

Fahmi memastikan dana tidak akan langsung dibelikan satu unit reksa dana apabila belum sampai Rp10 ribu, melainkan baru sekadar dicatatkan saja. Fitur lainnya adalah pembelian secara seketika (lump sum).

Tersedia tiga jenis produk reksa dana yang sudah disesuaikan dengan profil risiko, yakni agresif (reksa dana saham), moderat (reksa dana pendapatan tetap), dan konservatif (reksa dana pasar uang).

Raiz sedang mempersiapkan diri dengan satu bank yang memiliki mobile banking dan dua pemain e-wallet. Apabila tidak ada aral melintang, aplikasinya direncanakan meluncur paling lambat kuartal III/2019.

“Kami ingin pas meluncur nanti aplikasinya sudah benar-benar siap agar pengguna tidak kecewa karena semua transaksi dalam aplikasi ini pakai API, jadinya serba otomatis tidak ada yang manual,” kata Fahmi.

Selain menjadi aplikasi investasi, ke depannya pengguna dapat menjadikan Raiz sebagai media untuk memantau tingkat belanjanya sehingga dapat dievaluasi lebih jauh. Antar pengguna bisa saling berdiskusi mengenai pilihan investasi, atau kebiasaannya itu sudah lebih baik atau belum.

Rencana jangka panjang

Fahmi melanjutkan fokus Raiz Invest adalah menjangkau orang-orang yang belum pernah belum pernah berinvestasi ke reksa dana. Setelah aplikasi dirilis, ditargetkan nilai transaksi (AUM) dapat tembus Rp400 juta setiap harinya sampai akhir tahun ini.

Perkiraan ini diambil dari target pengguna Raiz sebanyak 40 ribu orang. Sedangkan dana yang terkumpul per harinya dari satu pengguna diperkirakan sebesar Rp10 ribu. Secara jangka panjang, Raiz menargetkan dapat menjangkau 400 ribu pengguna pada 2020.

“Bisnis model kami bukan di-drive oleh penerimaan AUM karena minimal investasi di Raiz itu Rp10 ribu saja. Jadi kami bidik target pengguna sebanyak-banyaknya.”

Sembari menunggu aplikasi dirilis, Raiz menyediakan pendaftaran e-mail untuk siapapun yang ingin mendapat info terbaru dari perusahaan. Raiz telah mengantongi izin usaha sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD) dari OJK per 10 Desember 2018.

Di Australia saja, Raiz melayani 30 juta transaksi dengan nilai per transaksi AUD $1. Hingga Januari 2019, aplikasinya sudah diunduh lebih dari satu juta kali dan memiliki lebih dari 175 ribu pengguna aktif, 75% diantaranya adalah milenial.

 

Bobobox Receives Pra-Series A Funding, to Expand Service in Indonesia

Bandung-based smart accommodation startup, Bobobox, today (3/5), announces Pra-Series A funding from Alpha JWC Ventures, Genesia Ventures, and three hidden investors with undisclosed value. It’s to be used for service expansion in all over Indonesia within the next two years.

Founded in 2017, Bobobox provides pods, bed capsules that offers convenience and calming atmosphere for customers at affordable price. The pods are including an app to control gate access, lamp adjusting, safety feature, bluetooth speaker, and air conditioner.

Bobobox presents as a game changer that focuses on millennials/ travelers market in need for convenience and easy at affordable price. Using the technology in pods, Bobobox answered the needs of space, safety, and accommodation of affordable hostel.

“We aim to be the biggest chain accommodation in Indonesia by 2020 with more than 200 locations. Properties are owned or managed by Bobobox. We’re now planning to build new property around Jakarta, Bogor, Bali, and Yogyakarta,” Bobobox’s Co-Founder, Antonius Bong said.

Previously, Alpha JWC Ventures and Ganesha Ventures are involved in Bobobox funding in mid-2018. Bobobox is expected to continue developing, particularly in hospitality industry revolution in Indonesia.

“Bobobox’s growth and traction has gone exponential since our first investment in team, no wonder we’re supporting them with our best, in terms of funding and business support. We believe within the next two years, Bobobox will achieve their target to be the fastest growing pods service in Indonesia supported by technology which going to create hospitality industry revolution,” Alpha JWC Ventures’ Co-Founder and Managing Partner, Chandra Tjan said.

Bobobox’s Co-founder, Indra Gunawan explained that Bobobox started to offer single bed pods this year. Previously, they just offered king size bed. In addition, they will form some new partnerships, and create opportunity for frenchise.

“”We also renovate the current hotels. Unlike the other hospitality SaaS which only provides branding, we also help independent hotels with pods, system, even marketing. Trial project has done and we’re to expand with this model,” he added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Bobobox Terima Pendanaan Pra-Seri A, Segera Perluas Layanan di Indonesia

Startup smart accommodation asal Bandung, Bobobox, hari ini, (5/3), mengumumkan telah menerima pendanaan Pra-Seri A dari Alpha JWC Ventures, Genesia Ventures, dan tiga investor yang tidak disebutkan dengan nilai yang tidak disebutkan. Pendanaan kali ini akan dimanfaatkan untuk memperluas layanan di seluruh Indonesia dalam kurun waktu dua tahun mendatang.

Didirikan pada tahun 2017, Bobobox menghadirkan pods, kapsul ruang tidur, yang menawarkan kebutuhan yang membuat para pengguna tenang dan nyaman dengan biaya yang terjangkau. Pods tersebut dilengkapi dengan aplikasi yang mampu mengendalikan akses pintu, nyala lampu yang bisa disesuaikan, fitur keamanan, bluetooth speaker, hingga pendingin ruangan.

Bobobox dihadirkan sebagai game changer yang fokus pada pasar milenial/traveler yang membutuhkan kenyamanan dan kemudahan yang terjangkau. Dengan teknologi yang ada di pods, Bobobox juga menjawab kebutuhan akan ruang, keamanan, dan akomodasi tempat istirahat yang terjangkau.

“Kami bertujuan untuk menjadi biggest chain accommodation di Indonesia pada tahun 2020 dengan operasi di lebih dari 200 lokasi. Properti dimiliki oleh atau dioperasikan oleh Bobobox. Kami sekarang menggulirkan rencana untuk membangun tempat baru di sekitar Jakarta, Bogor, Bali, dan Yogyakarta,” terang Co-Founder Bobobox Antonius Bong.

Sebelumnya, Alpha JWC Ventures dan Genesia Ventures juga terlibat dalam pendanaan Bobobox para pertengahan tahun 2018. Bobobox diharapkan bisa terus berkembang, terutama dalam merevolusi industri hospitality di Indonesia.

“Pertumbuhan dan traksi Bobobox telah eksponensial sejak kami pertama kami berinvestasi di tim, jadi wajar kami terus mendukung mereka dengan cara terbaik yang kami bisa, dalam hal pendanaan dan dukungan bisnis. Kami percaya dalam dua tahun ke depan Bobobox akan mencapai target mereka untuk menjadi pods dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia dengan fitur yang didukung teknologi yang akan merevolusi industri hospitality,” terang Co-Founder dan Managing Partner Alpha JWC Ventures Chandra Tjan.

Co-founder Bobobox Indra Gunawan menjelaskan Bobobox mulai menawarkan pods dengan single bed tahun ini. Sebelumnya mereka hanya menawarkan tempat tidur king size. Indra juga menjelaskan tahun ini mereka akan lebih banyak menjalin kerja sama, karena juga membuka peluang untuk frenchise.

“Kami juga memperbaiki hotel yang sudah ada. Tidak seperti banyak SaaS perhotelan yang hanya menyediakan branding, kami membantu hotel independen dengan menyediakan pods, sistem, dan bahkan pemasaran. Proyek percontohan telah berhasil dan kami menantikan memperluas model ini,” pungkas Indra.  

Application Information Will Show Up Here

Fokus Simona Ventures Dukung “Female Founders” di Asia Pasifik

Berangkat dari pengalamannya berkecimpung di dunia teknologi sejak tahun 2011, Putri Izzati kemudian berinisiatif untuk mendirikan sebuah wadah yang bisa menampung entrepreneur perempuan di Indonesia. Bernama Simona Ventures, misi dari Putri dan tim adalah membantu pendiri startup perempuan mendapatkan dukungan menyeluruh agar bisa membangun bisnis mereka, dan tidak kalah saing dengan pendiri startup yang saat ini masih didominasi laki-laki.

Indonesia menjadi negara di Asia Tenggara yang mengalami peningkatan cukup signifikan dalam hal pertumbuhan startup, juga pasar yang paling banyak dilirik oleh perusahaan venture capital asing. Namun demikian Putri mencatat, masih sedikit jumlah pendiri startup perempuan yang mendapatkan dukungan dalam bentuk investasi hingga kesempatan lainnya dari venture capital dan pihak terkait.

“Hal tersebut yang kemudian menjadi fokus kami di Simona Ventures, yaitu memberikan dukungan dalam bentuk networking dan edukasi sehingga pada akhirnya investasi kepada mereka pendiri startup perempuan atau startup yang memiliki perempuan di jajaran C-Level,” kata Putri.

Putri menambahkan, dengan demikian nantinya bisa muncul role model perempuan yang berkecimpung dalam dunia teknologi untuk bisa menjadi panutan bagi generasi muda khususnya perempuan. Hal tersebut yang saat ini masih sangat sedikit jumlahnya bukan hanya di Indonesia namun juga secara global.

“Kalau kita lihat saat ini negara seperti Amerika Serikat sudah mulai menempatkan perempuan di jajaran C-Level mereka sehingga meminimalisir gender gap di perusahaan. Di Indonesia sendiri masih sangat belum maksimal dilakukan,” kata Putri.

Meluncurkan Simona Accelerator APAC Women Founders

Salah satu kegiatan rutin yang baru saja diumumkan oleh Simona Ventures bulan Febuari lalu untuk batch pertama dan nantinya akan menjadi kegiatan rutin yang digelar dua kali dalam satu tahun adalah APAC Women Founders. Acara yang diinisiasi oleh Simona Accelerator ini akan memilih 12 startup terbaik yang memiliki pendiri perempuan atau memiliki perempuan di jajaran C-Level atau di manajemen perusahaan.

Nantinya startup terpilih dari Asia Pasifik akan mendapatkan bantuan, dukungan hingga investasi untuk kemudian melakukan ekspansi di Indonesia. Selain itu pemenang dari kegiatan tersebut juga berhak mendapatkan mentorship dari Google dan berhak mengikuti program khusus di Korea Selatan.

“Meskipun fokus kita adalah mengundang startup Asia Pasifik untuk masuk ke Indonesia, namun bagi startup dari Indonesia yang beruntung juga bisa mendapatkan kesempatan mentoring hingga perluasan bisnis secara regional,” kata Putri.

Kategori startup yang dipilih tentu saja yang mendukung “closing the gender gap” dan memiliki pendiri perempuan. Dengan demikian bisa lebih fokus lagi bagi Simona Ventures dan partner untuk meraih tujuan akhir yaitu memberikan kesempatan lebih kepada female founders untuk mengembangkan bisnis mereka.

“Kami juga ingin memberikan dukungan setelah kegiatan tersebut berakhir. Salah satu rencana kami adalah mengembangkan program alumni, sehingga peserta baru dan lama bisa saling bertemu dan menjalin networking setelah program berakhir,” kata Putri.

Astra and Gojek Formed a “Joint Venture” to Extend Investment

PT Astra International Tbk (Astra) and Gojek, today (3/4) announced a joint venture to develop four-wheeler ride hailing. They also involved in the first round of Gojek’s series F funding with $100 million investment or equivalent to Rp1.4 trillion. In total, Astra has poured around 3.5 trillion rupiah for Gojek.

Prijono Sugiarto, President Director of PT Astra International Tbk said, the development of joint venture and Astra’s participation in the series F funding has showed their trust to Gojek, also, a realization of partnership exploration to create Astra automotive business synergy.

“We expect this partnership can help public to enter the formal economy sector, therefore, it can increase public welfare and have positive impact to the economic development in Indonesia. It goes along with Astra’s dreams to get prosper with the nation,” he added.

Gojek’s CEO and Founder, Nadiem Makarim mentioned, Southeast Asia’s digital economic potential, Indonesia in particular, should be optimized by business players with collaboration of each industry.

“Astra’s arms collaboration in the automotive sector with Gojek in the technology field is expected to open up more source of income for people, to be able to improve welfare,” he said.

A strategic partnership between Astra and Gojek is planned to optimize Indonesia’s potential to be the leading digital economy pioneer in Southeast Asia. As the automotive company holding, Astra is currently working on some digital initiatives in this sector, including Astra Digital.

A joint venture by Astra and Gojek is planned to provide dozens of fleet units with automotive management system that supported by Astra FMS (Fleet Management system) and Gojek’s ride hailing technology, particularly Go-Car.

Gojek is currently one of the biggest on-demand companies with 130 million users and 2 million driver partners.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Tambah Investasi, Astra dan Gojek Dirikan “Joint Venture”

PT Astra Internasional Tbk (Astra) dan Gojek hari ini (4/3) mengumumkan kesepakatan membentuk perusahaan patungan (joint venture) untuk pengembangan bisnis ride hailing roda empat. Pihak Astra juga mengumumkan keterlibatannya di  tahap pertama putaran pendanaan Seri F Gojek dengan nilai investasi $100 juta atau setara dengan Rp1,4 triliun. Secara total Astra telah menyuntikkan dana sekitar 3,5 triliun Rupiah untuk Gojek.

Presiden Direktur PT Astra Internasional Tbk Prijono Sugiarto mengungkapkan, pembentukan perusahaan patungan dan partisipasi Astra dalam pendanaan Seri F ini menunjukkan kepercayaan pihaknya kepada Gojek, sekaligus wujud nyata eksplorasi kerja sama untuk menciptakan sinergi bisnis otomotif Astra.

“Kami berharap kerja sama ini dapat membantu masyarakat luas masuk ke sektor ekonomi formal, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini sejalan dengan cita-cita Astra untuk sejahtera bersama bangsa,” terang Prijono.

CEO dan Founder Gojek Nadiem Makarim menambahkan, potensi perekonomian digital di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, harus bisa dimaksimalkan para pelaku bisnis dengan menggabungkan kekuatan di masing-masing industri.

“Gabungan kekuatan Astra di bidang otomotif dan Gojek di bidang teknologi melalui kerja sama ini diharapkan akan membuka lebih banyak peluang bagi masyarakat untuk memiliki sumber penghasilan, sehingga mampu untuk meningkatkan kesejahteraan,” terangnya.

Kemitraan strategis yang terjalin antara Astra dan GOJEK diharapkan dapat memaksimalkan potensi Indonesia untuk terus menjadi pelopor ekonomi digital terdepan di kawasan Asia Tenggara. Sebagai holding perusahaan otomotif, Astra saat ini terus mengusahakan sejumlah inisiatif digital di bidang ini, termasuk pendirian Astra Digital.

Perusahaan patungan yang digagas Astra dan Gojek ini direncanakan akan menyediakan ribuan unit armada dengan sistem pengelolaan kendaraan yang didukung Astra FMS (Fleet Management System) dan teknologi “ride hailing” Gojek, khususnya layanan Go-Car.

Gojek saat ini telah menjadi salah satu perusahaan layanan transportasi on-demand terbesar dengan 130 juta pengguna dan 2 juta mitra pengemudi.

Application Information Will Show Up Here