Setelah Moka, Mandiri Capital Siap Berinvestasi di Startup P2P Lending

Setelah mengumumkan investasi baru untuk Moka, Mandiri Capital Indonesia (MCI), anak usaha pembiayaan modal ventura dari PT Bank Mandiri, bakal mengumumkan satu investasi terbaru untuk perusahaan fintech yang bergerak di P2P lending.

Rencana ini akan diumumkan pada tiga minggu ke depan, identitas perusahaan pun juga masih dirahasiakan. Pendanaan tersebut nantinya akan dilakukan berbentuk sindikasi bersama dengan perusahaan modal ventura lainnya.

Selain itu hingga pertengahan tahun ini, MCI juga akan mengincar satu perusahaan dari sistem pembayaran, satu lagi dari SME solution. Ditargetkan sampai semester I 2017, MCI akan menyuntikkan dana segar untuk tiga hingga empat perusahaan fintech baru untuk masuk ke dalam portofolio investasi MCI.

Untuk semester II 2017, jumlah perusahaan yang akan mendapat investasi kurang lebih akan sama. Diharapkan total perusahaan baru yang mendapat investasi dari MCI sepanjang 2017 menjadi 8-10 perusaahaan.

Seluruh perusahaan fintech yang dibidik MCI bergerak di sistem pembayaran, lending, dan SME solution. Ketiga segmen ini diharapkan dapat menopang proses bisnis Bank Mandiri dan anggota Grup Bank Mandiri lainnya.

“Dalam waktu dekat kami akan umumkan investasi terbaru MCI yang bergerak di P2P lending. Semua perusahaan yang kami investasikan sebelumnya sudah melewati berbagai pertimbangan, yang terutama adalah bentuk sinerginya dengan Bank Mandiri maupun perusahaan di bawah Grup Bank Mandiri,” kata Direktur Keuangan MCI Hira Laksamana, Senin (20/2).

Untuk mendukung seluruh aktivitas MCI, Bank Mandiri sebagai induk usaha akan menyuntikkan dana segar sebesar Rp 200 miliar. Dari penambahan dana ini diharapkan total dana kelolaan MCI bisa menembus angka Rp 550 miliar. Saat ini dana kelolaannya sebesar Rp 350 miliar.

Mendukung bisnis Bank Mandiri

Alasan MCI menempatkan investasinya di Moka, lanjut Hira, dikarenakan segmen bisnis Moka yang bergerak untuk mendukung SME solution. Dengan jaringan nasabah UMKM Bank Mandiri yang mencapai 1,2 juta orang, diharapkan akan mendapatkan manfaat dari POS (point of sales) dan solusi pembayaran yang disediakan Moka.

Hira mengungkapkan setiap bulannya penambahan nasabah UMKM baru di Bank Mandiri sekitar 50 ribu orang. Diharapkan sekitar 5%-10% di antaranya dapat memanfaatkan produk Moka dalam membantu proses bisnis mereka.

Co-Founder dan CEO Moka Haryanto Tanjo menambahkan salah satu bentuk integrasi bisnis antara Moka dengan Bank Mandiri terlihat dari produk mPOS Card Reader. Lewat produk ini, memungkinkan pemilik usaha UMKM dapat menerima pembayaran lewat kartu debit dan kredit dari Bank Mandiri.

Saat ini jumlah pemilik usaha UMKM yang sudah menggunakan layanan Moka sudah lebih dari 2.500 toko sejak perusahaan ini diresmikan pada Februari 2015. Diharapkan sinergi dengan MCI bisa mendorong Moka tumbuh lebih agresif tahun ini.

“Masuknya MCI jadi investasi strategis untuk bantu visi Moka dalam membantu UMKM di Indonesia. Potensi UMKM di Indonesia mencapai 60 juta orang, kebanyakan masih mengelola inventarisnya secara manual,” kata Haryanto.

Alasan MDI Ventures Berinvestasi di Startup Layanan Kesehatan Singapura mClinica

Salah satu investor Indonesia yang turut berpartisipasi dalam putaran pendanaan Seri A sebesar $6.3 juta kepada mClinica, startup layanan kesehatan asal Singapura, adalah MDI Ventures. Investasi tersebut selanjutnya bakal digunakan oleh mClinica untuk ekspansi secara global.

Kepada DailySocial, CEO MDI Nicko Widjaja mengungkapkan, pendekatan yang dilakukan kepada mClinica sudah terjadi jauh sebelum rencana penggalangan dana dilancarkan.

“Karena mClinica berada di bisnis kesehatan dan data, vertikal ini membutuhkan tingkat kepatuhan tertinggi terkait dengan hal-hal yang bisa menjadi sangat sensitif. Selama proses pengujian (diligence process), kami ingin memastikan bahwa semua aspek bisnis mereka sepenuhnya mematuhi peraturan, terutama karena peranan Unitus Impact yang berpartisipasi dalam putaran ini. Kita membahas banyak tentang bagaimana mClinica akan berdampak kepada masyarakat. Mengingat semua ini, saya percaya sekarang mClinica adalah salah satu startup layanan kesehatan yang paling sesuai di wilayah tersebut,” kata Nicko.

Investasi MDI Ventures kepada mClinica selanjutnya akan diselaraskan dengan layanan yang sudah ada di tanah air, terutama yang dihadirkan Telkom Indonesia. Layanan kesehatan di Indonesia yang berbasis digital saat ini juga telah menunjukkan pertumbuhan yang positif, sesuai dengan rencana MDI untuk mClinica.

“Selama ini Telkom Indonesia melalui Admedika dan Telkomedika telah menciptakan relasi yang baik dengan pemerintah demikian juga dengan industri kesehatan di seluruh Indonesia. Saya melihat layanan dan produk yang ditawarkan oleh mClinica bisa menjadi solusi yang tepat saat ini,” kata Nicko.

Model bisnis mClinica berupaya menciptakan skenario win-win solution bagi pihak-pihak yang terlibat dan mampu menciptakan efek jaringan yang kuat sehingga membuatnya mampu bertahan. Jumlah data dan informasi yang dihasilkan menjadi sangat berharga untuk ekosistem kesehatan (perusahaan farmasi, pemerintah, perusahaan asuransi, dan konsumen).

“Bersama kita bisa memperkenalkan model bisnis yang inovatif yang dapat memungkinkan untuk kesehatan dengan kualitas yang lebih baik sekaligus mengurangi beban ekosistem pendukung. Kami sangat antusias untuk mendukung perluasan pasar mClinica ke Indonesia dengan inovasi yang kami ciptakan untuk layanan kesehatan  di Indonesia,” kata Nicko.

Selain MDI Ventures, investor lain yang turut berpartisipasi dalam putaran kali ini adalah Unitus Impact, Global Innovation Fund, dan Endeavor Catalyst dari Amerika Serikat. Investor terdahulu, yaitu 500 Startups, IMJ Investment Partners, dan Kickstart Ventures, juga berpartisipasi dalam pendanaan kali ini.

Kepada DailySocial, Managing Partner Unitus Impact Beau Seil mengatakan, “Kami melihat mClinica sebagai perusahaan yang “mampu mengubah sistem” yang dapat mengubah wajah layanan kesehatan di negara berkembang. […] Menggunakan platform berbasis mobile yang simpel tapi canggih, mClinica menciptakan skenario “win-win” untuk perusahaan privat dan organisasi sektor publik yang mengantarkan obat-obatan yang dibutuhkan untuk ratusan juta — jika bukan miliaran — orang yang menjadi target pasar mClinica.”

Pasar Asia Tenggara mClinica

Saat ini mClinica telah beroperasi di pasar Asia Tenggara, seperti Indonesia, Vietnam dan Filipina. Melalui platform yang ada, mClinica memungkinkan perusahaan farmasi terkemuka, pemerintah, LSM, dan lembaga akademis multinasional untuk mendapatkan data yang sebelumnya tidak dapat diakses dan kemudian menjalankan program pasien yang langsung menyentuh populasi di tingkat farmasi setempat.

mClinica menawarkan solusi kepada Pemerintah untuk bisa dengan cepat menghasilkan dan memvisualisasikan data kesehatan secara real time untuk pengambilan keputusan dan merumuskan kebijakan. Tim ini akan terlibat dengan pemerintah yang ingin memanfaatkan data-driven tools untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di pasar negara berkembang.

“Di mClinica, kami menghubungkan farmasi terfragmentasi pada platform yang sama, menyediakan satu set terpadu data kesehatan global yang telah pernah dilakukan sebelumnya. Tujuan kami adalah untuk secara cepat mengubah ketersediaan dan kualitas data kesehatan secara global dalam hitungan bulan bukanlah dekade,” kata Founder dan CEO mClinica Farouk Meralli.

Raksasa Teknologi Tiongkok Tencent Dikabarkan Berminat Berinvestasi di Go-Jek

The Information menuliskan [berbayar] bahwa raksasa teknologi Tiongkok Tencent berminat untuk berinvestasi di startup on-demand Indonesia Go-Jek. Go-Jek yang secara resmi menjadi unicorn ketika mendapatkan pendanaan $550 juta di bulan Agustus dan kini memiliki valuasi $1.3 miliar. Kawasan Asia Tenggara menjadi pertarungan keras antara para raksasa, yaitu Uber, Grab, dan Go-Jek.

Tencent sendiri tidak asing dengan bisnis ride hailing. Sebelumnya perusahaan yang berbasis di Shenzhen ini sudah berinvestasi di Didi Chuxing dan Lyft. Masuknya Tencent, jika investasi ini direalisasikan, bakal mendukung usaha Go-Jek meningkatkan jumlah engineer, terutama dari India, untuk memperkuat layanan pembayaran Go-Pay.

Tencent sendiri merupakan pemilik platform messaging populer WeChat yang juga memiliki layanan pembayaran sendiri yang digandrungi di Tiongkok. Meskipun belum memiliki tingkat popularitas serupa di Indonesia, expertise WeChat bisa menjadi acuan bagaimana Go-Pay dikembangkan.

Di Indonesia sendiri Go-Jek terus bersaing ketat dengan dua kompetitornya untuk merebut pasar. Persaingan ini membuat mereka tak segan-segan “membakar” uang dan ini yang membuat perusahaan terus mencari pendanaan dalam jumlah besar.

Go-Jek sendiri baru saja meresmikan layanan loyalitas Go-Points untuk mendorong konsumen menggunakan platform pembayaran Go-Pay. Kami berpendapat Go-Pay, yang secara reguler mulai sering digunakan masyarakat, bisa menjadi jawara mobile wallet di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Marketplace Pengembang Aplikasi Worktrees Dapatkan Pendanaan Awal

Software developer marketplace  Worktrees hari ini mengumumkan perolehan seed funding dari angel investor Grace Tahir yang didukung ANGIN (Angel Investment Network Indonesia). Nilai pendanaan yang diberikan tidak disebutkan. Pendanaan ini akan digunakan untuk pengembangan tim, khususnya tim developer dan pemasar, sehingga dapat menyempurnakan portofolio produk yang dimiliki dan mendorong Worktrees semakin dikenal di masyarakat luas.

Dalam pendanaan ini tidak ada kesepakatan khusus untuk memasukkan Grace Tahir ke board perusahaan. Kendati demikian, pihak Worktrees mengatakan kepada DailySocial pihaknya tetap berinisiatif memberikan wewenang kepada Grace dalam mendampingi, memantau, dan memberikan saran kepada bisnisnya.

“Kami bersedia menerima pendanaan yang diberikan oleh Ibu Grace, karena dengan melalui background yang dimiliki Ibu Grace dalam bidang IT serta pengalaman yang ia miliki di dalam bidang startup, tentunya merupakan suatu hal yang baik dan berharga bagi startup kami. Sehingga Worktrees dapat berkembang dan dapat memberikan layanan terbaik kepada para pengguna kami.”

Worktrees sendiri didirikan oleh Michael Tjoeng, Denindra Resky, dan Kenny Djoni tahun lalu. Startup ini fokus pada pengembangan marketplace untuk produk dan layanan berbasis web, mobile app, desain hingga pengembangan game. Sebelumnya startup tersebut juga berpartisipasi dalam program akselerasi Startup Weekend dan MaGIC.

Sementara Grace Tahir selain aktif berinvestasi sebagai angel investor juga menjadi bagian dari startup di bidang kesehatan, yakni Medico dan Dokter.id. Melalui kanalnya, baik Mayapada Group ataupun ANGIN, Grace juga kerap memberikan investasi kepada startup, termasuk Talenta.

Moka Umumkan Perolehan Pendanaan Baru Senilai 26 Miliar Rupiah

Moka, startup SaaS penyedia layanan POS/kasir berbasis aplikasi, mengumumkan perolehan pendanaan senilai $2 juta (lebih dari 26 miliar Rupiah) yang dipimpin investor baru Mandiri Capital. Turut berpartisipasi dalam putaran pendanaan kali ini adalah investor terdahulu, yaitu Convergence Ventures, East Ventures, Fenox, dan Northstar Group.

Kepada DailySocial, Co-Founder dan CEO Moka Haryanto Tanjo mengungkapkan investasi kali ini adalah investasi strategis dan mereka akan bekerja sama dengan Bank Mandiri (sebagai induk Mandiri Capital) untuk meningkatkan jaringan merchant dan distribusi penjualan.

Mandiri memiliki banyak mitra UKM dan urusan pencatatan penjualan, inventaris, dan timbal balik dari konsumen merupakan suatu pekerjaan rumah bagi mereka.

CEO Mandiri Capital Eddi Danusaputro dalam rilisnya mengatakan, “Salah satu kesulitan yang kami lihat dari konsumen UKM kami adalah pencatatan penjualan dan kebanyakan pemilik bisnis masih melakukannya secara manual. Kami pikir Moka adalah mitra yang tepat dari jajaran startup yang tersedia untuk menyediakan layanan ini ke [mitra] UKM.”

Moka bulan Juni tahun lalu mengumumkan perolehan dana Seri A senilai $1,9 juta (lebih dari 25 miliar Rupiah) dan kini telah memiliki lebih dari 2500 merchant berbayar yang menggunakan produknya. Tahun ini mereka berharap lebih agresif menjaring konsumen.

SaaS merupakan salah satu sektor yang diprediksikan DailySocial sebagai sektor yang bakal menarik perhatian banyak startup dan investor tahun ini. Secara bisnis, SaaS memiliki model bisnis yang jelas, konsumen yang ingin membayar (korporasi), dan memberikan solusi terjangkau (khususnya untuk konsumen UKM) dibandingkan paket solusi on-premise yang membutuhkan biaya investasi besar di awal.

Pendanaan ini disebutkan akan menjadi katalis untuk menarik talenta terbaik yang dapat mendukung Moka mengembangkan produknya. Selain di kawasan Jabodetabek, Moka juga disebutkan telah dan akan memperluas tim penjualan di berbagai kawasan, seperti Bandung, Bali, dan Surabaya.

Co-Founder dan CTO Moka Grady Laksmono menambahkan, “Kami membedakan diri kami [dengan kompetitor] dengan membangun kumpulan produk untuk bisnis yang paling user friendly dan komplet. Kami berencana menggunakan dana ini untuk menarik talenta terbaik.”

Application Information Will Show Up Here

Empat Alasan Memperlakukan Venture Capital sebagai “Frenemies”

Sebelum Anda berencana untuk melakukan penggalangan dana tahap awal atau tahap lanjutan, baiknya cermati terlebih dahulu relasi atau hubungan yang bakal tercipta antara Anda dengan Venture Capital (VC) yang akan memberikan investasi kepada startup. Jika di awal Anda menilai hubungan baik yang telah tercipta adalah atas dasar pertemanan, ternyata tidak demikian.

Artikel berikut ini akan mengupas hubungan yang bersifat frenemies antara Anda dengan VC.

Siapkan agenda pertemuan

Hubungan baik dengan VC terkadang membuat Anda pemilik startup dengan mudah menerima tawaran makan siang bersama atau pertemuan mendadak dengan VC. Cara tersebut dinilai salah, karena ketika Anda sudah merasa nyaman dan memperlakukan VC layaknya teman baik, akan mempengaruhi hubungan jangka panjang. Idealnya tanyakan dengan jelas pertemuan apa yang telah ditawarkan oleh VC baik secara formal atau informal, pastikan pertemuan tersebut memiliki agenda yang jelas.

Startup Anda harus berkompetisi dengan startup lainnya

Faktanya setiap VC biasanya telah mengantongi beberapa startup yang telah di danai, hal tersebut tentunya wajib Anda ketahui terutama jika startup Anda saat ini mengalami pertumbuhan yang lambat dan masih mencoba mencari formula yang tepat untuk mendapatkan profit. Pada dasarnya VC akan mendukung bisnis dari startup yang ternyata mengalami pertumbuhan yang positif dan cepat. Untuk startup yang terbilang berjalan lambat dan tidak mengalami pertumbuhan yang positif, bisa dipastikan bakal ditinggalkan oleh VC, dengan kata lain pendanaan lanjutan tidak diberikan dan kerja sama akan segera dihentikan.

Jangan samakan bisnis Anda dengan bisnis dari VC

Idealnya adalah Anda bisa menemukan VC yang memiliki latar belakang yang sama dengan produk yang Anda miliki, dengan demikian kesepakatan hingga visi dan misi yang sama bisa diwujudkan dengan lancar. Namun ketika bisnis sudah berjalan dan produk sudah siap untuk diluncurkan, fokuslah kepada ide produk, rencana yang telah Anda miliki, dan jangan menjadi “bias” dengan keinginan atau gangguan dari VC.

Tujuan akhir dari VC adalah keuntungan atau jalan menuju likuiditas

Pada umumnya kerja sama yang terjalin antara startup dengan VC bisa mempercepat pertumbuhan, dengan bantuan berupa mentoring, strategi perekrutan, koneksi dan lainnya. Jika startup memiliki produk yang baik dan mampu menunjukkan peluang untuk melakukan monetisasi yang cepat dan lancar, VC pun akan terus mendukung pertumbuhan startup, sesuai dengan tujuan akhir dari VC yaitu likuiditas.

Untuk itu pelaku startup wajib untuk mencermati bahwa VC adalah investor finansial yang juga dituntut untuk memberikan hasil terbaik kepada investor mereka. Jika startup Anda sukses, VC yang tepat akan membantu startup lebih sukses lagi.

Menjalin Hubungan dengan Investor Tidak Bisa Dilakukan Secara Instan

Pendekatan kepada investor, baik itu Venture Capital atau Angel Investor, biasanya dilakukan mendadak dan sporadis oleh startup menjelang kebutuhan untuk mendapatkan pendanaan. Kegiatan pitching diikuti dari berbagai kesempatan. Jika startup tidak memiliki hubungan yang kuat dengan investor tersebut atau memiliki rencana investasi yang kuat, maka itu bukan menjadi pendekatan yang baik.

Ada beberapa hal yang dapat menjadi pertimbangan startup ketika membangun hubungan dengan investor. Karena selain kesiapan materi, strategi yang bersifat soft-skill juga dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Yang sering terjadi pada pendekatan startup terhadap investor

Venture Capital ternama akan selalu dibanjiri dengan pitching-deck dari banyak startup. Diibaratkan jika seminggu ada 3-5 startup baru, maka selama satu tahun mereka akan bertatap muka dengan lebih dari 150 startup. Artinya akan sedikit kemungkinan mereka mengingat secara detail tentang nuansa ketika pertama kali bertemu, mereka mengingatnya sebagai sebuah pitching.

Pada kasus kebanyakan startup, pertemuan untuk membangun hubungan dalam dua atau tiga bulan sebelum penggalangan dana justru berubah menjadi pematangan produk atau pitch-deck.

Lima menit pertama adalah waktu krusial untuk memberikan kesan dalam presentasi, namun seringkali justru banyak masukan yang diberikan, bahkan startup jadi menemukan improvisasi mayor yang harus menjadi agenda pembenahan. Akibatnya justru akan menjadi bumerang karena kurang matangnya persiapan tersebut.

Tentu startup mengharapkan jika mereka senang dengan apa yang dipresentasikan, di lain waktu investor tersebut akan memberikan kesempatan lebih intend dalam memperdalam pemahaman tentang bisnis startup tersebut. Jika pun ada masukan yang harus menjadi pembenahan, diharapkan dalam selang waktu menuju kesempatan berikutnya para investor masih bergairah menerima dan mendengarkan improvisasi dari perbaikan yang disarankan.

Waktu ideal pendekatan adalah 6-12 bulan sebelum penggalangan dana

Menjalin hubungan sejak jauh-jauh hari bukan berarti startup harus menemui semua investor. Pilihlah calon investor yang sekiranya cocok dan bisa menerima proses bisnis yang dimiliki. Biasanya investor memiliki sebuah sistem manajemen relasi (bisa melalui investment partner) yang dapat memberikan intro kepada startup terkait ketertarikan mereka. Idealnya maksimal 5 investor yang dijalin hubungannya dalam kerangka waktu tersebut.

Elad Gil mengatakan dalam pengelamannya ketika startup sudah memiliki hubungan terlalu dekat dengan investor, misalnya sudah sampai pada pertemanan yang akrab, justru tidak akan memberikan investasi dalam jumlah besar. Karena pada dasarnya apa yang ingin dibangun investor adalah bisnis, bukan sebuah hal yang berkaitan dengan pribadi. Jadi kesimpulannya menjalin hubungan juga secukupnya, untuk meyakinkan kesamaan visi dan memberikan pemahaman produk secara mendetail.

IDC Prediksi Konsumsi IoT Pemerintah Indonesia Capai 20 Persen di Tahun 2019

International Data Corporation (IDC) Indonesia memprediksikan pada 2019 pemerintah Indonesia akan mulai gencar mengimplementasikan teknologi Internet of Things (IoT) untuk infrastruktur publik, seperti jalan raya, lampu jalan, dan rambu lalu lintas.

Kondisi tahun tersebut cukup kontradiktif dengan hasil prediksi IDC untuk tahun 2017 ini, IDC menyebut sebanyak 90% kota di Indonesia akan gagal mengimplementasikan secara penuh konsep kota pintar (smart city) dan aset digital lainnya. Hal ini disebabkan kurangnya proses pemahaman, manajemen proyek, dan keterampilan diri.

Seperti diketahui, pemerintah kota dan regional Indonesia saat ini giat menerapkan konsep kota pintar ke berbagai kota. Di antaranya DKI Jakarta, Balikpapan, Makassar, Surabaya, Bandung, Malang, Yogyakarta, serta kota-kota lapis kedua/ketiga lainnya seperti Boyolali, Berau, Pandeglang, Palopo, Tanjungbalai dan lain-lain.

Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan aplikasi Qlue untuk pelaporan keluhan yang ditemukan di lapangan lewat media sosial. Tak hanya itu, yang terbaru pemprov bekerja sama dengan aplikasi penyedia informasi transportasi umum Trafi untuk mendukung TransJakarta.

“Di Indonesia, transformasi digital belum diimplementasikan secara penuh dalam perusahaan. Hal ini berdampak pada perbedaan gaya kepemimpinan, di mana kecepatan pengambilan keputusan jadi lambat, sehingga ada efek negatif yang timbul. Timing itu penting dan cara berpikir yang kuno tidak relevan lagi dengan gaya kepemimpinan saat ini,” kata Country Manager IDC Indonesia Sudev Bangah saat Briefing IDC FutureScape Media.

IDC menyoroti bahwa transformasi digital akan mencapai skala ekonomi makro Indonesia selama dua hingga tahun depan mendatang, mulai dari mengubah cara perusahaan beroperasi dan membentuk kembali ekonomi global. IDC menyebutnya dengan “Ekonomi DX.”

Menurut IDC, agar implementasi teknologi bisa dilakukan secara penuh pemilik perusahaan harus mulai memikirkan relevansi bisnis mereka dalam 10 tahun mendatang. Serta bagaimana harus bereaksi saat menghadapi teknologi yang sifatnya disruptive.

Selain membahas prediksi IoT, IDC juga memprediksi hal lainnya di sektor usaha. Misalnya, pada 2019 sebanyak 50% dari perusahaan TI di Indonesia akan menciptakan layanan consumer-facing dan ecosystem-facing memenuhi kebutuhan DX.

Kemudian, di 2020, perusahaan lokal akan mulai memanfaatkan inovasi terbuka untuk mengalokasikan keahlian untuk 15% proyek baru. Tujuannya untuk meningkatkan persentase tingkat kesuksesan pengenalan produk hingga lebih dari 50%.

IDC juga memprediksi di 2018 online brand ambassador dan social media influencer akan memiliki kekuasaan pemasaran dari iklan digital tradisional. Akan tetapi di tahun berikutnya akan situasi akan mereda dan tahun seterusnya.

Selain itu, di 2019 IDC memprediksi hanya 30% produsen manufaktur yang berinvestasi untuk dukung transformasi digital dan memaksimalkan pendapatannya, sementara sisanya masih memakai model bisnis dan teknologi yang masih konvensional.

Prediksi belanja ICT Indonesia

Secara terpisah, IDC juga memprediksikan belanja ICT (Information, Communication, and Technology) Indonesia sepanjang tahun ini menembus angka Rp339 triliun. Jumlahnya naik dari realisasi belanja ICT di tahun lalu sebesar Rp320 triliun.

Sementara itu, belanja IT diprediksi tembus Rp293 triliun. Adapun komposisinya terdiri atas perangkat (device) sebesar Rp92 triliun, IT services Rp18 triliun, software Rp9 triliun, mobile data Rp112 triliun, dan mobile voice Rp62 triliun.

“2017 akan menjadi momentum di beberapa industri, mulai dari hardware hingga services. Services akan terus tumbuh, bahkan menjadi kunci pendorong untuk belanja IT,” terang Head of Consulting Department IDC Indonesia Mevina Munindra.

Sementara, belanja ICT di 2020 diprediksi menjadi Rp394 triliun. Adapun komponen belanjanya, devices Rp106 triliun, IT services Rp29 triliun, software Rp12 triliun, mobile data Rp137 triliun, dan mobile devices Rp59 triliun.

“Dengan pertumbuhan ini, industri dituntut untuk terus berinovasi menjadi perusahaan berbasis teknologi seperti otomatisasi proses bisnis. Tapi infrastruktur TI yang ada harus tetap dijalankan kalau memang itu baik bagi perusahaan,” pungkas Mevina.

Toge Productions dan Impiannya Mempopulerkan Pengembang Game Lokal ke Mancanegara

Setelah menjalankan bisnisnya selama 7 tahun dengan cara bootsrapping, awal tahun 2017 ini indie game developer lokal, Toge Productions akhirnya membuka pintu untuk investor berinvestasi. Kepada DailySocial, CEO Kris Antoni mengungkapkan investasi ini merupakan yang pertama kalinya diperoleh oleh Toge Productions, setelah menjalankan bisnis dengan menggunakan profit dari hasil penjualan games selama 7 tahun terakhir.

Dikenal enggan untuk menerima investasi dari investor lokal hingga asing, kini Toge Productions mendapatkan dana segar early stage funding (undisclosed amount) dari Discovery Nusantara Capital (DNC), dana ventura yang pada bulan Desember 2016 lalu juga memberikan funding kepada studio game lokal lainnya, Touchten.

“Kami di Toge Productions sebenarnya selama ini cukup mampu untuk bertahan dan menjalankan bisnis yang ada dengan perputaran profit yang kami dapatkan. Kami melihat funding saat ini bisa membantu kami untuk melakukan scale up sekaligus apply kemampuan kami,” kata Kris.

Sebelumnya Toge Productions yang sudah menelurkan karya seperti Infectonator, Relic of War, Days 2 Die, dan Necronator kerap dilirik oleh investor lokal hingga asing. Perbedaan visi dan misi serta kesulitan untuk menyamakan rencana yang ada membuat Toge Production memutuskan untuk tidak menerima investasi hingga menemukan investor yang tepat.

“Kami cukup terkejut dengan kesediaan DNC yang ternyata menerima dengan baik keputusan dari kami untuk tetap memfokuskan pasar games premium,” kata Kris.

Fokus terhadap target dan komitmen sejak awal

Di awal perjalanan bisnis Toge Productions telah membuat permainan untuk berbagai platform. Salah satu yang cukup menguntungkan adalah Free Online Games, permainan populer di media sosial seperti Facebook. Meskipun Toge Productions telah menghentikan pembuatan game tersebut sejak tahun 2012, namun untuk awal karier mereka permainan tersebut cukup membantu Toge Productions menjalankan bisnis.

“Saat ini kami ingin fokus membuat permainan yang bukan hanya menyenangkan dan adiktif namun juga permainan yang memiliki arti mendalam,” kata Kris.

Toge Productions selama ini dikenal sebagai studio yang menghasilkan permainan di berbagai platform, mulai dari web games hingga mobile dan desktop (PC dan Mac) games.

Sepanjang tahun 2016 lalu diklaim sebagai tahun terbaik untuk Toge Production. Berbeda dengan kebanyakan startup yang mengalami kesulitan selama 2 tahun terakhir, Toge Poductions justru awal tahun ini memberikan investasi kepada Mojiken Studio asal Surabaya.

“Investasi tersebut merupakan rencana yang telah kami miliki sebelumnya. Dengan adanya funding ini diharapkan bisa mempercepat dan melancarkan proses tersebut,” kata COO Toge Productions Jonathan Manuel Gunawan.

Kesuksesan Toge Production dengan game Infectonator 2 dan game lainnya menjadikan salah satu studio indie game Indonesia ini mampu menjalankan bisnisnya dengan profit yang ada. Salah satu rencana Toge Productions memanfaatkan funding yang baru adalah meningkatkan produksi secara internal dengan membuat produk lebih banyak lagi.

“Bagi kami investasi dari DNC bukan hanya dalam bentuk uang, namun juga aspek strategis lainnya terutama memperluas jaringan internasional,” kata Kris.

Konsistensi Toge Productions untuk tetap pada jalur permainan premium disambut baik DNC selaku investor. DNC memiliki rencana untuk mendukung industri game di Indonesia dan Asia Tenggara.

“Para pendiri Toge Productions, yaitu Kris Antoni selaku CEO dan Jonathan Manuel Gunawan selaku COO, memiliki semangat dan kecintaan yang cukup besar serta kemampuan untuk menjalankan dan mempertahankan bisnis dengan kualitas terbaik,” kata Managing Partner DNC Irene Umar.

Ingin membawa game buatan Indonesia popular secara global

Koalisi Kemakmuran sebagai wadah perkumpulan studio, artis, dan programmer pengembang game lokal
Koalisi Kemakmuran sebagai wadah perkumpulan studio, artis, dan programmer pengembang game lokal

Selain menambah jumlah produk secara internal, investasi yang didapatkan kali ini nantinya akan digunakan untuk mempercepat pertumbuhan dan pengembangan agar dapat menciptakan game lokal yang berkualitas.

Toge Productions juga ingin mendorong pertumbuhan developer game lokal dengan menginisiasi Koalisi Kemakmuran, berupa kegiatan yang bertujuan untuk menjadi platform para artis dan programmer yang saling membutuhkan. Fungsi Toge Productions adalah mempertemukan pihak yang kebanyakan adalah indie developer tersebut berupa jaringan hingga pendanaan.

“Saat ini banyak developer indie game Indonesia yang memiliki talenta namun masih kesulitan untuk mengembangkan produk hingga menemukan tim yang ada. Dengan adanya Koalisi Kemakmuran ini kami harap bisa mempermudah jalan mereka untuk membuat produk games yang berkualitas,” kata Jonathan.

Sukses di tanah air ternyata belum cukup bagi Toge Productions untuk mengembangkan produk yang ada. Tahun 2017 ini berbekal dana segar dari DNC, harapan Kris dan tim bisa membawa nama Indonesia lebih popular secara global.

“Kami ingin mengubah adanya anggapan yang menyebutkan Indonesia hanya sebagai pasar, bukan negara yang mampu menciptakan produk berkualitas. Dalam hal ini kami dari Toge Productions akan membuktikan bahwa kami mampu menciptakan permainan sekelas dunia,” kata Kris.

Cermati Peroleh Dana Lanjutan dari Orange Growth Capital

Layanan e-commerce produk finansial Cermati mengumumkan perolehan dana tambahan (disebut Series A Extension) dari Orange Growth Capital senilai tujuh digit (lebih dari 1 juta dollar). Pendanaan disebutkan akan digunakan menambah jumlah pegawai, meningkatkan kualitas teknologi, dan memperbanyak jumlah produk yang ditawarkan Cermati. Secara jangka panjang Cermati ingin menjadi pemimpin pasar sektor ini di Indonesia.

Cermati sendiri baru saja mengumumkan pendanaan Seri A sebesar hampir 25 miliar Rupiah ($1,9 juta) dari East Ventures dan Beenos Plaza di bulan September lalu. Disebutkan pendanaan ini adalah yang pertama bagi Orange Growth Capital, yang fokus di pendanaan startup fintech, di Asia. Partner Orange Growth Capital Hans de Back akan bergabung sebagai anggota board Cermati.

Tentang alasannya berinvestasi di Cermati, Hans menyebutkan, “Bisnis ini memiliki potensi pertumbuhan yang besar karena pasar Indonesia adalah yang terbesar di Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri tingkat konsumsi terus meningkat dan regulator mendukung pertumbuhan industri jasa finansial, dengan hanya 36 persen penduduk yang menjadi konsumen institusi finansial.”

Co-Founder dan CEO Cermati Andhy Koesnandar dalam pernyataannya menyebutkan, “Investasi ini akan mengakselerasi perkembangan kami untuk mencapai misi membuat produk finansial lebih terjangkau bagi lebih banyak orang Indonesia.”

Co-Founder dan CTO Oby Sumampouw menambahkan, “Kami akan menggunakan pendanaan ini untuk meningkatkan teknologi state-of-the art, data science, dan analytical tool kami. Kami membuka peluang lebih banyak talenta teknologi untuk bergabung dengan tim teknologi berkelas kami tahun ini.

Seperti halnya kompetitornya di segmen ini, Cermati telah berkembang dari layanan pembanding harga menjadi layanan e-commerce finansial yang melayani berbagai produk di sektor konsumsi (kredit) dan penyimpanan (tabungan dan deposito).

Selain sesama layanan fintech, Cermati akan bersaing dengan layanan marketplace besar, seperti Bukalapak dan Tokopedia, yang mulai melirik fintech sebagai lahan ekspansinya. Laporan Startup Teknologi DailySocial sendiri memprediksikan fintech sebagai sektor yang paling mendapat perhatian tahun ini.

Bukalapak awal tahun ini meluncurkan produk reksa dana BukaReksa bersama Bareksa, sementara Tokopedia dalam wawancaranya dengan DailySocial menyebutkan berencana membuka akses berbagai produk keuangan seperti pinjaman, asuransi, tabungan, dan investasi. Tokopedia akhir tahun lalu telah membuka layanan pembanding produk kartu kredit dan menerima pembayaran tagihan bulanan kartu kredit melalui platform Tokopedia.