Monetisasi Sejak Awal Mudahkan Paktor Rangkul Investor

Penyedia platform social dating dan lifestyle services Paktor mengumumkan baru saja menyelesaikan pendanaan sebesar $10 juta (atau setara dengan Rp 131 miliar). Pendanaan tersebut didapatkan dari YJ Capital (perusahaan veture capital besutan Yahoo Jepang) dan beberapa investor, termasuk Global Grand Leisure, Golden Equator Capital, dan Sebrina Hodings. Beberapa investor lama Paktor pun turut andil pada putaran investasi kali ini, termasuk Vertex, MNC, Majuven dan Convergence Ventures.

Pendaan Paktor kali ini ingin difokuskan untuk melancarkan ekspansi di pasar Asia Utara, khususnya di Jepang dan Korea. Selain itu dari sisi bisnis, Paktor juga berambisi untuk memperluas cakupan pengguna di pangsa pasar yang sudah terbentuk, termasuk di Indonesia. Perluasan pangsa pasar tersebut dilakukan salah satunya dengan menghadirkan layanan online-to-offline (O2O). Sebagai penyedia aplikasi kencan, Paktor juga ingin memberikan layanan intensif (offline) dengan membuka gerai konsultasi sebagai media pendukung.

Model bisnis tersebut menurut Paktor yang membuatnya unik dan beda dengan layanan lain, sebut saja jika dibandingkan dengan Tinder. Hal paling esensial yang ingin dibedakan adalah bahwa Paktor mencoba memahami kultur yang ada di Asia, mengingat Paktor dikembangkan oleh pengembang Asia dan untuk pangsa pasar Asia. Beberapa fitur yang ada, seperti disampaikan pihak Paktor, juga menunjukkan langkah tersebut. Sebut saja fitur Group Chat, layanan ini sengaja dihadirkan untuk mengilhami kultur orang Asia, lebih suka memulai obrolan bersama ketimbang sendiri-sendiri.

Sejak diluncurkan pada tahun 2013, Paktor telah berevolusi menjadi platform lifestyle yang memberikan solusi kepada para “jomblo” untuk menemukan pasangan. Dengan layanan mobile dan web, didukung penyelenggaraan event dan hadirnya gerai konsultasi, Paktor meyakini dapat mengakselerasi pertumbuhannya dan menyesuaikan kebutuhan pengguna di pangsa pasarnya. Di Indonesia sendiri Paktor masuk sejak awal 2015. Sampai saat ini masih terus fokus untuk memperbanyak pengguna, dan melakukan inovasi produk yang lebih mengakomodir kebutuhan pengguna.

Faktor yang menarik investor dan kegunaan investasinya

Berbicara tentang investasi ke Paktor, ini bukan yang pertama kalinya. Sebelumnya Paktor pernah menerima pendanaan Seri A senilai Rp 98 miliar dari Majuven, Convergence Ventures dan Vertex Ventures Holdings, tepatnya pada Juli 2015. Setelah itu belum lama ini MNC Media Group juga turut menyuntikkan investasi ke Paktor. Lalu apa sebenarnya yang membuat Paktor menarik sehingga para investor terlihat gencar mengucurkan dananya?

Dari sisi bisnis, Paktor memilih untuk menunjukkan monetisasinya sejak awal layanan tersebut diluncurkan. Saat ini monetisasi produk yang digencarkan yakni berupa premium membership, sistem O2O dating consultant dan juga penyelenggaraan event. Menurut pihak Paktor hal ini menjadi salah satu pendekatan yang dapat meyakinkan investor bahwa investasinya tak akan sia-sia. Paktor juga mengklaim selalu menekankan manajemen tim yang solid, sehingga mampu tercipta inovasi yang berkelanjutan.

Roadmap produk yang dimiliki Paktor juga menjadi komponen yang harus mampu didefinisikan secara jelas. Sebagai pemain di Asia, maka menyesuaikan dengan pengguna di Asia adalah harga mati bagi Paktor. Misalnya dari yang paling sederhana, jika layanan lain hanya memberikan sistem pencarian secara general, Paktor dalam memberikan opsi pencarian pasangan memberikan kemampuan untuk melakukan pencarian secara lebih mendalam, dengan mengetahui tinggi badan, pekerjaan, dan latar belakang lainnya, menyesuaikan kultur orang-orang di Asia yang selektif memilih pasangan.

Namun dari sisi business development, saat ini Paktor memang sedang mengaku membutuhkan banyak dukungan dari sisi pendanaan. Pihaknya berambisi kuat untuk menguasai pangsa pasar Jepang dan Korea dengan kultur pop yang sangat kental. Pendekatan yang lebih agresif diperlukan untuk dapat bertanggar kuat di pangsa pasar tersebut.

Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh Ryu Hirayama selaku CEO YH Capital yang turut mendukung ekspansinya ke Jepang, bahwa Paktor memiliki potensi tinggi untuk melakukan improvisasi dalam industri social dating, dan seiring dengan ekspansi dan kehadirannya di pangsa pasar baru, maka membutuhkan dukungan yang kuat.

Application Information Will Show Up Here

ANGIN Perkuat Jajaran Investor dan Suntikkan Investasi untuk Tiga Startup

Jaringan angel investor Angel Investment Network Indonesia (ANGIN) baru saja mengumumkan beberapa sosok investor dan advisor baru untuk organisasi mereka. Veronica Colondam (Founder YCAB Foundation), Victor Fungkong (Chairman Indonusa Group; investor pertama Tokopedia), Metta Murdaya, Edy S. Tan dan Julio Arias menjadi nama-nama yang bergabung di jajaran investor baru di jaringan ANGIN. Sedangkan Luke Roush (Sovereign Capital), Adrian Li (Convergence Ventures), Yansen Kamto (Kibar), dan Michael Goldberg (Case Western Reserve University) masuk ke dalam jajaran advisor.

Ini untuk kali sekian ANGIN memperbesar sayap tempurnya dengan penambahan anggota organisasi. Sebelumnya pada Oktober 2015 lalu, 11 nama investor baru juga diumumkan kepada publik. Misi ANGIN kala itu masih ingin membangun ekosistem bisnis startup digital di Indonesia. Salah satu langkah riilnya, selain melakukan suntikan dana, ialah dengan melakukan edukasi kepada pelaku startup dan melibatkan pengusaha yang pakar di bidangnya.

Di saat yang sama pengumuman suntikan pendanaan untuk 3 startup baru turut disampaikan. Yakni kepada Landmapp, Qontak dan Summit Healthcare. Terkait dengan besaran pendanaan yang diberikan kepada masing-masing startup tidak diungkapkan oleh pihak ANGIN.

Startup pertama yang mendapatkan pendanaan adalah Landmapp. Sebuah startup berbasis di Amsterdam yang membantu memberikan data kepemilikan lahan kepada petani. Startup ini mencoba memberikan ketenangan kepada petani dengan memastikan kepemilikan tanah mereka selalu mendapatkan dokumentasi yang rapi, sehingga memperciut celah atas perebutan tanah. Selain itu startup ini juga memfokuskan pada pelayanan edukasi teknis dan solusi keuangan bagi petani.

Startup kedua berbasis di Jakarta. Qontak adalah platform direktori bisnis yang mengumpulkan rincian data untuk tujuan pemasaran. Tujuannya untuk membantu pebisnis melakukan penjualan, pemasaran dan penelitian akan pangsa pasar mereka. Dana yang disampaikan oleh ANGIN dipimpin oleh Indonusa Dwitama akan difokuskan untuk pengembangan basis pengguna dan memperkuat penerapan teknologi di dalamnya.

Dan yang ketiga adalah startup di bidang kesehatan. Summit Healthcare memberikan pelatihan dan edukasi untuk para profesional kesehatan, khususnya perawat di Amerika. Mereka kini juga bekerja sama dengan American Heart Association. Sebelumnya startup ini sudah mendapatkan putaran pendanaan dari Sovereign Capital dan Maloekoe Ventures.

KlikTukang Jalin Kesepakatan Investasi dengan Reliance Modal Ventura

Anak perusahaan PT Reliance Capital Management (Reliance Group) yang bergerak di bidang investasi dalam bentuk pembiayaan ke dalam sebuah perusahaan swasta dalam jangka waktu tertentu PT Reliance Modal Ventura (RMV) dikabarkan telah menandatangani perjanjian kerja sama permodalan dengan PT Klik Beres Semua (KlikTukang). Belum ada informasi lebih lanjut mengenai bentuk kerja sama keduanya.

KlikTukang sendiri merupakan startup yang bergerak di bidang on-demand jasa. Sama seperti layanan serupa, KlikTukang membantu menyediakan jasa seperti jasa service AC, listrik, perpipaan, tukang kunci, perkakas dan lainnya. Untuk membantu mengoptimalkan layanannya ini KlikTukang juga menyediakan aplikasi mobile yang bisa diunduh baik di Google Play maupun di App Store.

CEO KlikTukang Astrid Wibisono menuturkan bahwa layanannya didesain untuk menjadi penghubung antara masyarakat yang memiliki kebutuhan dengan para tuan yang memiliki keahlian masing-masing.

“Para tukang telah kami verifikasi dan secara berkelanjutan kami juga memberikan pelatihan tentang pelayanan kepada para tukang ini sehingga kepuasan pelanggan tetap terjaga,” ujar Astrid.

Tidak ada info lebih lanjut mengenai bentuk kerja sama dan besaran modal yang diberikan RMV ke KlikTukang. KlikTukang selanjutnya akan bersaing dengan startup sejenis di bidang penyedia jasa seperti Seekmi, Tulungin, Tukang dan lainnya.

Sementara itu menanggapi kerja sama ini Direktur utama RMV Iman Pribadi dalam beberapa pemberitaan menyebutkan kerja sama yang dilakukan pihaknya merupakan salah satu bentuk dukungan Reliance Group dalam rangka mengembangkan startup sesuai dengan anjuran dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Merupakan komitmen Reliance untuk turut mengembangkan industri kreatif di Indonesia agar dapat lebih bersaing secara global,” jelas Iman.

Lebih lanjut Imam menjelaskan bahwa RMV juga berencana untuk menyalurkan investasi berupa permodalan ke perusahaan industri menengah yang dinilai prospektif. Sektor yang di sasar antara lain sektor teknologi informasi, ritel dan industri kreatif.

Application Information Will Show Up Here

Go-Jek Klarifikasi Pernyataan Sedang Mencari Pendanaan Baru

CEO Go-Jek Nadiem Makarim mengklarifikasi pemberitaan Reuters yang menyatakan Go-Jek sedang mencari pendanaan baru untuk menutupi pembiayaan operasional. Nadiem menyatakan kepada DailySocial bahwa startup dengan valuasi sebesar Go-Jek pasti memperoleh pendanaan dari investor, tetapi ia mengaku tidak menyatakan saat ini sedang mencari pendanaan baru.

Sebelumnya Reuters dalam artikelnya menyebutkan:

Go-Jek cannot afford to continue relying on subsidies as “you end up where you run out of money”, Go-Jek founder Nadiem Makarim told Reuters on the sidelines of an e-commerce industry conference in Jakarta.

Raising funds from investors to expand the business is part of the solution, the Harvard Business School graduate said, adding that several venture capital and private equity firms have expressed an interest in Go-Jek because of its size and potential.

Nadiem mengklarifikasi bahwa dia tidak menyebutkan hal tersebut kepada media. Ia mengatakan:

“Startups se-skala Go-Jek will always be fundraising.”

Kalimat klarifikasi Nadiem menyebutkan bahwa tidak mungkin sebuah startup bisa memiliki skala dan valuasi sebesar Go-Jek saat ini jika tanpa memperoleh pendanaan dari investor. Go-Jek telah mendapatkan suntikan pendanaan dari setidaknya tiga venture capital, yakni NSI Ventures, Sequoia Capital dan DST Global. Saat ini Go-Jek mengaku memiliki lebih dari 200 ribu mitra pengemudi seantero Indonesia dan kami memperkirakan valuasi Go-Jek berada di kisaran antara 200-400 juta dollar (lebih dari 2 triliun Rupiah).

Model bisnis Go-Jek yang berbasis subsidi memang menjadi tanda tanya banyak pihak karena bahan bakar operasional perusahaan akan bergantung pada pendanaan dari investor. Beberapa kali CEO Go-Jek Nadiem Makarim (termasuk dalam video yang dipublikasi melalui akun Go-Jek) menyatakan bahwa “perang harga” ini tidak akan menyehatkan kompetisi (dalam jangka panjang).

Application Information Will Show Up Here

Blibli Cari Suntikan Pendanaan Hingga 1 Triliun Rupiah untuk Perkuat Rantai Distribusi

Layanan marketplace Blibli tengah mencari pendanaan untuk meningkatkan rantai distribusi. Jumlahnya cukup besar, sekitar $75,7 juta atau setara dengan Rp 1 triliun. Hal ini dilakukan sebagai sebuah strategi defensif, mengingat para pemain lain, terutama pesaing langsungnya Lazada, juga terus memperkuat diri di pasar e-commerce Indonesia yang terus bertumbuh pasca akuisisi oleh raksasa Tiongkok Alibaba. Saat ini investor pendukung utama Blibli adalah GDP Venture.

Hal ini dikonfirmasi langsung oleh CEO Blibli Kusumo Martanto. Ia mengatakan bahwa telah ada komitmen dari pemegang saham yang ada untuk menyuntikkan dana. Praktiknya dana tersebut akan digunakan untuk membangun enam gudang distribusi dan 200 fulfillment center di luar Jakarta. Gudang dan pusat distribusi tersebut ditargetkan dapat tersebar di kota-kota penting konsumen seperti Surabaya, Bandung, Medan, Makassar, Semarang, Banjarmasin dan Balikpapan.

Penguatan logistik dan sistem distribusi menurut Martanto sangat penting bagi Blibli. Karena ini akan menjadi sebuah landasan fundamental sebuah perusahaan online marketplace. Martanto juga mengungkapkan bahwa penguatan ini akan dilaksanakan dalam rentang beberapa tahun. Dimulai dengan tiga gudang baru yang akan dibangun tahun ini.

Di tengah persaingan yang semakin ketat di lanskap e-commerce nasional, Blibli menargetkan tahun ini dapat meraup 10.000 transaksi atau meningkat lima kali lipat dari tahun lalu. Beberapa strategi dengan penyedia jasa logistik dan sistem pembayaran saat ini juga sedang terus ditingkatkan.

Dalam kebutuhan investasi pihak Blibli cukup terbuka dalam kaitannya dengan calon investor. Mereka siap bernegosiasi dengan berbagai investor, baru atau lama, lokal ataupun asing.


Disclosure: DailySocial, Blibli, dan GDP Venture berada di bawah naungan induk perusahaan yang sama

Laporan Accenture Indikasikan Investasi Fintech Meningkat di Eropa dan Asia di Q1 2016

Baru-baru ini Accenture mengeluarkan laporan mengenai investasi di sektor startup teknologi finansial (fintech). Laporan tersebut mengemukakan bahwa di kuartal pertama tahun 2016 ini nilai investasi di sektor fintech tumbuh 67 persen menjadi senilai $5,3 miliar dan 62 persen pendanaannya terdapat di wilayah Eropa dan Asia.

Asia Pasifik menjadi salah satu wilayah dengan pertumbuhan investasi fintech yang cukup besar. Dari laporan yang diunggah Accenture, Asia Pasifik disebutkan mengalami peningkatan mencapai empat kali lipat sepanjang tahun 2015, atau senilai $4,3 miliar. Hal ini menjadikan Asia Pasifik sebagai wilayah terbesar kedua untuk investasi finansial teknologi setelah Amerika Utara.

Tiongkok dan India merupakan dua negara dengan pertumbuhan yang paling mengambil perhatian. Keduanya merupakan negara dengan pertumbuhan investasi di sektor fintech yang cukup tinggi di kawasan Asia. Masing-masing mendapatkan investasi fintech sebesar $1,97 miliar dan $1,65 miliar di kuartal pertama tahun ini.

Dalam rilis pers yang dikeluarkan Accenture mengenai laporan ini, Chief Executive Accenture Richard Lumb mengungkapkan bahwa pertumbuhan inovasi fintech telah menyebar dengan baik di luar penghubung teknologi tradisional. Fenomena penyebaran inovasi fintech ini disebutkan Richard merupakan “Revolusi Industri Keempat”. Sebuah fenomena global yang membawa invoasi baru dan perusahaan digital yang bersaing dengan berkolaborasi dengan jasa finansial tradisional.

Dalam rilis tersebut juga menyoroti bagaimana perusahaan fintech kolaboratif, yang menargetkan lembaga keuangan sebagai pelanggan, mulai mengganggu pasar dengan bersaing dengan lembaga finansial yang sudah ada.

Pendanaan untuk perusahaan fintech kolaboratif disebutkan menyumbang hingga 38 persen dari seluruh investasi fintech pada 2010, kemudian mencapai angka 44 persen di tahun 2015. Pertumbuhan investasi seperti ini sudah cukup untuk mengantarkan para fintech kolaboratif “mengganggu” para lembaga keuangan.

“Proporsi usaha fintech kompetitif di Eropa dan Asia jauh lebih tinggi daripada di Amerika Utara, yang sebagian besar mencerminkan tahap awal kematangan pasar fintech,” ungkap Managing Directur Accenture Financial Service Julian Skan.

Di Indonesia, sektor fintech juga terus menunjukkan tren pertumbuhan. Dari para pemain dan regulator, fintech kami prediksikan menjadi salah sektor paling “hot” di tahun 2016.

“Cash Burn Rate” Startup di Indonesia Masih Dianggap dalam Taraf Wajar

Dalam presentasinya di Echelon Indonesia 2016 yang membedah perkembangan iklim investasi di wilayah Asia Tenggara, Managing Partner Venturra Capital, Stefan Jung menyebutkan bahwa investasi di kawasan ini masih dalam taraf sehat.

Faktor yang bisa menjadi sinyal positif adalah cash burn rate startup, yang biasanya digunakan untuk subsidi atau biaya akuisisi konsumen, masih sehat. Contohnya adalah pengeluaran untuk kantor tidak berlebih dibandingkan dengan pendapatan. Pengeluaran dari berbagai startup ini, menurut pantauan Stefan, juga masih bisa dibilang sehat.

Selain alasan cash burn rate yang masih di taraf normal, pandangan Stefan yang positif ini juga disokong oleh beberapa faktor, seperti dana yang ada memiliki masa komitmen yang cukup lama (hingga 8-10 tahun) dan jumlah startup yang gugur atau tidak berhasil masih dalam taraf normal dan tidak mengkhawatirkan.

stefan

Menggunakan data, salah satunya dari Golden Gate Ventures, Stefan menampilkan data bahwa level startup dalam mendapatkan funding di wilayah Asia Tenggara telah mencapai level baru. Ia menampilkan beberapa contoh funding yang belum lama ini terjadi dan banyak di antaranya yang bernilai besar berkaitan dengan startup Indonesia, antara lain Bukalapak, Grab, Lazada, Tokopedia, Traveloka, Gojek, dan MatahariMall.

Stefan juga menampilkan daftar singkat beberapa VC yang paling aktif di Asia Tenggara. Nama seperti East Ventures, 500 Startups, Golden Gate Ventures masuk di sana.

stefan 4

Meski pendapat Stefan ini bisa dibilang mengambil posisi positif dalam memandang iklim investasi startup, namun ia juga memberikan beberapa catatan untuk ekosistem startup yang ada di Asia Tenggara. Salah satunya adalah kualitas revenue yang kini harus menjadi pertimbangan startup dalam menjalankan perusahaan mereka. Tidak hanya fokus mencari growth saja, tetapi trennya kini harus pula memperhatikan revenue karena proses penggalangan dana di fase berikutnya (late stage) tak akan semudah saat awal.

Mitos tentang ekosistem startup

Ada beberapa mitos yang ingin dipatahkan Stefan tentang ekosistem startup di Asia Tenggara, salah satunya adalah tentang “keharusan” untuk ekspansi ke pasar internasional secepat mungkin. Stefan berpendapat bahwa startup harus menimbang secara tepat sebelum memutuskan untuk berekspansi. Memutuskan untuk melebarkan sayap ke luar negara haruslah memanfaatkan timing yang tepat dan sebelumnya sudah mengenal bisnis yang dijalani.

Ada tiga faktor utama yang harus diperhatikan saat melakukan ekspansi, yaitu nilai ekonomi, kemampuan organisasi (misal: leadership, mampukah mengelola tim lokal ketika berkembang dengan tim negara lain, pengetahuan tentang pasar yang akan disasar, kemampuan funding untuk menyokong pelebaran ke pasar yang baru), dan seberapa yakinkah ketika akan mengambil keputusan untuk melebarkan sayap ke negara lain.

stefan 13

Mitos yang lain adalah pendapat tentang belum siapnya ekosistem startup di Asia Teggara. Stefan menjelaskan bahwa ekosistem yang ada di kawasan saat ini telah berkembang pesat dan sudah siap mendukung pertumbuhan dan perkembangan startup. Beberapa acuan yang mendukung pendapat ini antara lain: kemampuan talenta di area ini terus berkembang, munculnya banyak co-working, hadirnya beragam akselerator dan inkubator serta yang terakhir cara yang berhubungan dengan ekosistem startup semakin banyak muncul.

Secara garis besar, Stefan memiliki pandangan yang positif dengan iklim investasi yang ada di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Dengan pertumbuhan seperti sekarang, VC sebagai pemberi dana juga harus ikut berkembang dan menaikkan batas mereka untuk membantu startup. Menurut Stefan, saat ini adalah waktu yang tepat untuk masuk dan terjun dalam iklim atau ekosistem startup, terutama bagi investor.

Layanan Mobile Money Asal Inggris Segera Berinvestasi di Indonesia

BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) kembali mengumumkan rencana penerimaan dana investasi. Kali ini Kepala BKPM Franky Sibarani mengungkapkan ada perusahaan asal Inggris, yang bergerak di bidang layanan mobile money, yang siap menggelontorkan dana $5 juta (atau senilai dengan Rp 65 miliar).

“Direktur perusahaan tersebut telah bertemu dengan perwakilan BKPM di London dan menyampaikan akan melakukan perluasan investasinya di bidang mobile money di Indonesia, sehingga dalam jangka waktu lima tahun ke depan, total nilai investasi akan mencapai sekitar $5 juta,” kata Franky.

Perusahaan tersebut, yang belum disebutkan namanya, kabarnya juga telah mendapatkan Izin Prinsip dari BKPM di awal tahun 2016 ini sebagai usaha telekomunikasi nirkabel dengan nilai investasi $1,14 juta (Rp 15 miliar).

Seperti harapan-harapan dari tiap investasi, dalam wacana ini Franky turut mengharapkan prospek yang positif untuk perkembangan bangsa terutama di sektor IT dan ekonomi digital yang tengah tumbuh. Berdasarkan pemberitaan Detik, kesempatan kali ini juga diusahakan menjadi pemicu untuk investasi-investasi lanjutan dari perusahaan Inggris.

Jika melihat tren yang berkembang, menggarap pasar Asia Tenggara terutama Indonesia merupakan hal yang menggiurkan di ranah digital dewasa ini. Franky sendiri melihat potensinya dan serta merta mendukung dalam aspek birokrasi yang disederhanakan. “Berinvestasi di Indonesia lebih mudah karena proses perizinan lebih cepat,” ungkapnya.

Pejabat Promosi Investasi kantor perwakilan BKPM London Nurul Ichwan ikut menyampaikan perannya yang mengiringi proses minat investasi dari pihak yang terlibat, “Saat ini kami menyediakan layanan end to end services kepada investor sehingga perusahaan telekomunikasi tersebut tentu kami harapkan dapat menggunakan services kami untuk mempercepat perluasan investasi mereka.”

Minggu lalu, BKPM turut mewartakan niatan dari perusahaan perakit ponsel asal Amerika Serikat dengan nilai $18 juta (Rp 240 Miliar), dan perusahaan penyedia konten hiburan asal Malaysia dengan nilai $10 juta (Rp 130 Miliar).

Ranah e-commerce Indonesia memang merupakan magnet bagi pelaku usaha yang berburu potongan kue dari market share tersebut. Tidak heran jika industri yang bersinggungan seperti vendor perangkat ponsel, dan solusi pembayaran online turut menaruh minat mengiringi roda bisnis nasional.

OJK Patok Suntikan Modal Minimum Angel Investor 1 Miliar Rupiah

Salah satu tren yang mengikuti pertumbuhan startup digital di Indonesia adalah hadirnya berbagai jenis investasi yang memberikan suntikan dana untuk pengembangan produk dan pangsa pasar. Salah satu model investasi yang sedang disorot oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah angel investor. Salah satu poin yang disoroti OJK seputar angel investor ialah modal minimal yang digelontorkan untuk startup, yakni Rp 1 miliar Rupiah, sementara jumlah startup yang boleh didanai oleh satu angel investor adalah 4 startup.

Diungkapkan Deputi Pengawas Komisioner Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Dumoly F. Pardede, seperti dikutip dalam koran Kontan (10/3), disebutkan bahwa rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang mengatur angel investor ditargetkan rampung pada Juni 2016 mendatang.

Misi OJK menerapkan rancangan ini ialah untuk memastikan seluruh aktivitas kegiatan usaha keuangan harus memiliki legalitas. Awalnya OJK menentukan minimal modal sebesar Rp 50 miliar, namun para investor keberatan dengan nominal tersebut.

[Baca juga: Umumkan Sebelas Investor Baru, ANGIN Fokuskan Bangun Ekosistem Startup]

Dengan ketentuan minimum suntikan dana oleh angel investor tersebut, nantinya setiap penambahan startup yang didanai, angel investor terkait wajib menambah modal sebesar Rp 1 miliar. Jika total perusahaan yang dibiayai mencapai 20 startup, maka angel investor tersebut harus menjadi venture capital.

Selain itu saat ini OJK juga sedang berembuk dengan Kementerian Keuangan unttuk merumuskan insentif pajak bagi angel investor. OJK hendak mengarahkan pungutan pajak bagi angel investor lebih kecil, dan mengacu pada ketentuan pajak bagi usaha kecil dan menengah (UKM). Hal ini dilandasi bahwa tren investasi oleh angel investor memang ditargetkan untuk kalangan UKM atau startup.

Dalam kesempatan bertemu dengan OJK, angel investor juga meminta untuk dibuatkan pasar modal khusus. Pembuatan pasar modal kedua (secondary board) bertujuan agar angel investor bisa memiliki wadah untuk melakukan divestasi ketika ingin menjual startup yang dikelola.

[Baca juga: Jaringan Investor Angel eQ Ingin Dorong Gairah Investor Indonesia Berinvestasi di Startup Teknologi]

Kendati OJK sudah berdialog dengan para angel investor dan mencapai kesepakatan nilai investasi, menurut Kamar Dagang dan Industri Indonesia, dalam hal ini disampaikan oleh Chris Kanter selaku Wakil Ketua, rencana OJK mengatur kegiatan angel investor sebenarnya belum mendesak. Menurut Chris yang juga menjabat sebagai Chairman Global Entrepreneurship Program Indonesia (GEPI) ini angel investor masih hal baru di Indonesia. Setidaknya saat ini ada dua asosiasi angel investor di Indonesia, pertama adalah ANGIN yang digagas GEPI, yang kedua adalah Angel eQ.

Pendiri dan Tim Menjadi Salah Satu Pertimbangan Investor Saat Memutuskan Berinvestasi

Bagi founder (pendiri) atau co-founder startup yang masih mencari dana dari para investor, selain harus menyiapkan diri sebaik mungkin, mengetahui apa yang ada di kepala investor adalah hal paling wajib lainnya. Para investor tidak hanya memandang dari keuntungan atau pasar dari startup baru yang akan mereka berikan suntikan dana, orang-orang yang menjalankan startup tersebut juga memberikan pengaruh atas keputusan jadi tidaknya investasi diberikan.

Dalam rangkuman percakapan Product Hunt Live Chat yang dirangkum oleh Founder Product Hunt Ryan Hoover dalam sebuah tulisan di akun LinkedIn pribadinya, disebutkan bahwa banyak investor melihat startup dari siapa-siapa yang ada di baliknya.

Team, team, team, market, team,” ujar General Partner Upfront Ventures ketika ditanya untuk menyebutkan secara singkat tentang pertimbangannya saat memberikan investasi.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Partner Venrock David Pakman. Menurutnya sebelum menentukan investasi di suatu startup ia berusaha keras untuk memastikan pendiri dan tim yang di belakangnya pantas dan berpotensi menjadi besar dalam beberapa tahun ke depan.

Beberapa karakteristik mendasar dari founder juga diperhitungkan oleh para investor. Seperti obsesinya, latar belakang pendidikan dan kemampuannya menyelesaikan masalah-masalah yang ada.

Soal latar belakang ini biasanya menjadi pertanyaan banyak orang. Seperti seberapa pentingnya founder memiliki latar belakang yang sama dengan solusi yang mereka tawarkan. Di jelaskan Partner First Round Capital, pengalaman founder di bidang yang sama dengan produk atau solusi yang ditawarkan tidak terlalu penting. Bahkan terkadang orang-orang yang berada di industri yang sama selama beberapa puluh tahun justru memiliki sudut pandang yang biasa dan cenderung tidak bisa mengambil peluang.

Berbeda dengan mereka yang berada di luar industri. Mereka punya sudut pandang sebagi orang awam dan tentu bisa mengidentifikasi kebutuhan yang pengguna lainnya inginkan. Amazon misalnya, tidak didirikan oleh orang yang berada di industri buku. Demikian juga AirBnB yang juga tidak didirikan oleh orang-orang dengan pengalaman di bidang hotel.

Pendiri yang tidak memiliki kemampuan teknis pun masih dipertimbangkan para investor. Founder 500 Startups Dave McClure menjelaskan tidak masalah jika founder startup tidak memiliki kemampuan teknis. Hanya saja mereka setidaknya memiliki satu atau lebih dari kemampuan dalam kategori membuat produk (desain visual atau kode), menjual produk, atau mengelola dan menumbuhkan tim. Dave juga melihat potensi pertumbuhan dan akuisisi pelanggan sebagai pertimbangan sebelum ia memutuskan untuk berinvestasi di salah satu startup.