Facebook Kini Dapat Menyulap Foto Biasa Menjadi Foto 3D

Facebook meluncurkan fitur 3D Photos di tahun 2018. Memanfaatkan data kedalaman (depth) yang direkam oleh smartphone berkamera ganda, aplikasi Facebook dapat menciptakan foto dengan efek tiga dimensi, memberikan kesan seolah-olah kita sedang mengintip sesuatu dari balik jendela.

Sekarang, berkat kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI), Facebook mampu mewujudkan fitur 3D Photos tanpa mengandalkan data depth dari ponsel. Sederet teknik machine learning yang kompleks memungkinkan Facebook untuk mengestimasikan data depth dari suatu gambar 2D, lalu menyulapnya menjadi gambar 3D.

Ini berarti sekarang ponsel berkamera tunggal pun dapat dipakai untuk mengambil foto 3D, demikian pula selfie 3D. Kalau perlu, foto lawas yang Anda ambil beberapa tahun lalu pun juga dapat direkonstruksi menjadi foto 3D oleh aplikasi Facebook. Syaratnya cuma satu: perangkat yang digunakan minimal adalah iPhone 7 atau smartphone Android kelas menengah.

Lewat sebuah blog post, tim engineer Facebook menjelaskan tekniknya secara mendetail, namun yang pasti beberapa contoh yang diberikan terbilang mengesankan. Foto yang tadinya biasa saja jadi bisa bereaksi terhadap gesture seperti pan atau tilt. Bukan cuma foto, bahkan lukisan Monalisa pun juga berhasil mereka bubuhi efek 3D.

Facebook bilang mereka akan terus menyempurnakan algoritma depth estimation-nya. Namun yang lebih menarik adalah, mereka juga berniat menerapkan teknik yang sama pada konten video.

Sumber: Facebook via PetaPixel.

Snafu Records Gunakan AI untuk Temukan Musisi-Musisi Berbakat

Suka atau tidak, popularitas platform streaming seperti Spotify telah mengubah kondisi industri musik. Statistik dan data kini jadi semakin berarti, dan software macam Chartmetric eksis untuk membantu label rekaman menemukan artis-artis berbakat.

Masalahnya, kalau menurut Ankit Desai yang pernah bekerja di Universal Music Group, mayoritas label masih menganut cara lama. Cara lama yang dimaksud adalah mencari artis berdasarkan rekomendasi manusia, bukan rekomendasi mesin seperti yang ditawarkan Chartmetric.

Alhasil, seandainya ada musisi berbakat dari Indonesia, kecil kemungkinan dunia bisa mengenalnya karena ia tidak terikat dengan label manapun, demikian Ankit mencontohkan. Dari situ dia memutuskan untuk mendirikan labelnya sendiri, Snafu Records. Apa yang membuat Snafu Records berbeda? Mereka memadukan kecanggihan mesin dan sumber daya manusia sekaligus.

Senjata utama Snafu pada dasarnya merupakan algoritma berbasis AI. Setiap minggunya, algoritma tersebut menganalisis sekitar 150.000 lagu dari artis-artis tak berlabel di platform seperti SoundCloud, YouTube dan Instagram. Lagu-lagu tersebut kemudian dievaluasi berdasarkan engagement dan sentimen para pendengarnya, serta kemiripannya dengan lagu-lagu yang populer di Spotify.

Hasil analisisnya kemudian dikerucutkan lagi menjadi 15 – 20 lagu setiap minggunya. Di titik itu, giliran tim manusia yang turun tangan langsung. Artis-artis yang terpilih pada akhirnya akan dihubungi dan ditawari kontrak yang durasinya lebih singkat ketimbang kontrak label rekaman pada umumnya.

Snafu memang baru saja diresmikan, namun mereka sejauh ini sudah mengamankan total pendanaan sebesar $2,9 juta dari sejumlah investor. Snafu juga sudah menggaet 16 musisi; salah satunya Mishcatt, musisi jazz yang salah satu lagunya yang berjudul “Fades Away” telah di-stream sebanyak 5 juta kali hanya dalam kurun waktu lima minggu sejak dirilis.

Sumber: TechCrunch. Gambar header: Fixelgraphy via Unsplash.

Bagaimana Microsoft Membantu Penderita Gangguan Penglihatan Lewat Project Tokyo

Berdasarkan data WHO di bulan Oktober 2019, ada sekitar 2,2 miliar orang di dunia yang mengidap gangguan penglihatan, termasuk kebutaan. Bagi separuh dari angka tersebut (kurang lebih satu miliar jiwa), masalah penglihatan sebetulnya masih bisa diobati, sayangnya mereka belum mendapatkan penanganan yang tepat. Kabar baiknya, sejumlah raksasa teknologi menaruh perhatian besar pada kondisi ini, salah satunya ialah Microsoft.

Empat tahun silam, Microsoft memulai sebuah inisiatif bertajuk Project Tokyo. Dilakukan bersama tim ilmuwan dari Amerika Serikat, Inggris, Tiongkok dan Jepang, perusahaan asal Redmond itu bermaksud untuk mengkaji serta menemukan jalan keluar terbaik demi membantu kaum difabel berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya. Dan di bulan Januari ini, Microsoft akhirnya menyingkap buah dari proyek ambisius tersebut. Solusinya hadir lewat kombinasi hardware dan AI.

Project Tokyo 2

Basis dari Project Tokyo adalah headset mixed reality HoloLens. Microsoft dan para peneliti memodifikasi perangkat tersebut, melepas bagian lensa, menyambungkannya ke PC dengan unit proses grafis, kemudian pakar machine learning menanamkan algoritma istimewa di sana. Selanjutnya, tim Project Tokyo mengundang orang-orang yang menyandang masalah penglihatan dan kaum tunanetra buat mencobanya serta memberikan masukan.

Microsoft HoloLens versi Project Tokyo memiliki LED strip di bagian atas rangkaian kamera, berfungsi untuk melacak individu yang berada paling dekat dengan pengguna. LED akan menyala hijau ketika berhasil mengidentifikasi orang tersebut, sebagai tanda bahwa ia telah dikenali. Project Tokyo juga ditunjang sistem computer vision yang mampu membaca gerak-gerik orang-orang di sekitar, sehingga pengguna (secara kasar) bisa tahu di mana mereka berada dan seberapa jauh posisinya.

Project Tokyo 1

Seluruh informasi tersebut disampaikan ke user lewat suara. Misalnya, ketika HoloLens Project Tokyo mendeteksi seseorang di sebelah kiri dengan jarak satu meter, headset akan mengeluarkan bunyi klik yang seolah-olah muncul dari area kiri. Jika ia mengenal wajah orang itu, headset segera menghasilkan efek suara seperti benturan. Lalu seandainya individu itu terdaftar di sistem (seperti anggota keluarga atau sahabat), HoloLens akan menyebut namanya.

Tim juga tengah bereksperimen dengan sejumlah fitur notifikasi lain via bunyi-bunyian, contohnya saat seseorang melihat/menatap pengguna HoloLens Project Tokyo. Alasan mengapa fungsi ini cukup krusial ialah, mayoritas orang (yang tidak punya masalah penglihatan) biasanya akan melakukan kontak mata terlebih dahulu sebelum memulai percakapan. Selain itu, Project Tokyo memperkenankan pihak non-user memilih agar identitasnya tidak masuk ke dalam sistem.

Project Tokyo 3

Selain diracang untuk memudahkan interaksi bagi mereka yang memiliki gangguan penglihatan, Microsoft dan tim ilmuwan juga berharap Project Tokyo dapat membantu anak-anak dengan problem serupa mengembangkan kemampuan sosial dan komunikasinya. Sebanyak dua pertiga anak yang tak bisa melihat normal atau menderita kebutaan umumnya terlihat malu dan menahan diri saat berdialog.

Via VentureBeat.

LG Singkap Lini Soundbar Baru yang Dibekali Kecerdasan Buatan

Kecerdasan buatan merupakan salah satu istilah terpopuler di industri teknologi saat ini, meski banyak orang mungkin tak benar-benar memahami maksudnya. Di bayangan khalayak awam, AI memungkinkan perangkat/layanan berpikir layaknya manusia. Tapi secara teknis, ia hanyalah hasil dari pemrograman yang kompleks. AI kini jadi daya tarik utama di berbagai produk, termasuk sistem audio baru LG.

Di penghujung bulan Desember 2019 kemarin, LG sempat menyingkap lini soundbar anyar yang mengusung ‘AI Room Calibration’. Waktu itu, produsen belum menjelaskan secara rinci fitur tersebut, hanya bilang bahwa mereka berupaya menerapkan kemampuan machine learning dan sejumlah sistem terkait ke beragam produk audionya. Selain kecerdasan buatan, soundbar lagi-lagi turut menjagokan teknologi Dolby Atmos serta DTS:X.

Soundbar LG SN11RG.

Barulah di ajang CES 2020 LG mengungkap lebih detail apa itu AI Room Calibration. Sederhananya, AI Room Calibration ialah sistem yang mampu menyesuaikan karakteristik suara soundbar LG secara otomatis agar pas dengan tipe lingkungan ia berada. Berbekal kecerdasan buatan, soundbar bisa mengenal dan menganalisis nada, kemudian menilai dimensi ruangan dan melakukan penyesuaian secara akurat.

Melengkapi AI Room Calibration, LG tak lupa mencantumkan beragam kemampuan esensial, misalnya: Konektivitas dengan dukungan Dolby TrueHD dan audio beresolusi tinggi, Google Assistant yang memungkinkan kita melakukan perintah suara, dan kompatibilitas ke sistem rumah pintar serta produk-produk berkapabilitas LG ThinQ. LG juga menyediakan rangkaian speaker surround wireless opsional jika Anda menginginkan output suara lebih menyeluruh.

Soundbar LG 2

Dalam menggarap soundbar-soundbar premium ini, LG kembali berkolaborasi bersama Meridian Audio demi menghadirkan teknologi seperti Bass and Space – gunanya adalah mendongkrak suara-suara berfrekuensi rendah sembari memperlebar jangkauan audio (soundstage). Kemudian ada pula Image Elevation, yang diklaim dapat membuat output terdengar lebih nyata dengan cara ‘mengangkat’ suara vokal dan instrumen-instrumen utama.

LG soundbar juga menyimpan sistem onboard yang berfungsi untuk meningkatkan mutu audio terkompresi berkualitas rendah (via metode upscale) seperti MP3 atau dari layanan streaming dengan bit-rate rendah hingga ‘mendekati level studio’.

Soundbar LG 3

Perlu diketahui bahwa tak semua fitur di atas hadir di seluruh lini produk LG soundbar 2020. Meski demikian, dukungan Dolby Atmos and DTS:X bisa ditemukan di hampir seluruh model. Sejauh ini LG belum mengumumkan anggota keluarga soundbar 2020 secara lengkap, baru memperkenalkan SN11RG sebagai varian flagship serta SN9YG. Selain itu, belum ada pula konfirmasi soal waktu ketersediaan dan harga.

Via Digital Trends.

Samsung Akan Perkenalkan ‘Manusia Buatan’ Bernama Neon di CES 2020

Siap digelar pada tanggal 7 sampai 10 Januari besok, CES 2020 rencananya akan mengangkat sejumlah topik besar: 5G, perangkat-perangkat pendukungnya, kendaraan terkoneksi atau tanpa pengemudi, munculnya lebih banyak headset VR dan AR, dan persaingan layanan streaming yang semakin memanas. Seperti biasa, event ini kembali akan dimeriahkan oleh nama-nama raksasa di ranah teknologi.

Kurang dari dua minggu sebelum CES 2020 berlangsung, Samsung menyingkap agenda untuk memperkenalkan produk berbasis kecerdasan buatan baru bernama Neon. Pengumuman dilakukan lewat akun Twitter resmi Neon, dan hingga saat artikel ini ditulis, detail mengenainya masih sangat minim. Di Twitter, Samsung hanya menuliskan bahwa Neon adalah ‘manusia buatan’. Satu hal yang jelas, Neon akan sangat berbeda dari Bixby – asisten virtual yang Samsung luncurkan di tahun 2017.

Di tweet sebelumnya, Samsung beberapa kali mem-posting poster dengan kalimat tanya serupa dan diterjemahkan ke sejumlah bahasa: Pernahkah Anda bertemu dengan ‘artificial‘? Perusahaan mendeskripsikan Neon sebagai ‘makhluk kecerdasan buatan’ yang dapat menjadi ‘teman baik’ Anda. PC Mag mengungkapkan, kalimat di poster-poster tersebut menyerupai tagline dari serial televisi AMC berjudul Humans – yang mengangkat tema soal android.

Tapi apakah itu berarti Samsung akan memamerkan robot berwujud manusia di CES 2020? Sempat ada spekulasi yang menyebutkan bahwa Neon merupakan versi lebih canggih dari Bixby, namun Samsung segera menampiknya dan bilang Neon serta Bixby tak punya hubungan sama sekali. Ia diklaim berbeda dari apa yang pernah kita temui sebelumnya.

Neon dikembangkan oleh divisi Samsung Technology and Advanced Research Labs (disingkat STAR Labs). Unit ini dipimpin oleh Pranav Mistry selaku presiden sekaligus CEO yang sempat pula berpartisipasi dalam penggarapan teknologi augmented reality Sixth Sense dan smartwatch Galaxy Watch. Berdasarkan keterangan Mistry, pengerjaan Neon telah berlangsung selama beberapa tahun dan ia bahkan tidak menutupi rasa gembiranya terkait penyingkapan Neon minggu depan.

Sedikit membahas soal Bixby, berbeda dari Siri dan Google Assistant, asisten pribadi ini terdiri dari tiga pilar utama: Bixby Home, Bixby Vision serta Bixby Voice. Voice ialah metode menagktifkan Bixby lewat suara, Vision adalah fitur kamera augmented reality yang mampu mengidentifikasi objek secara real-time, sedangkan lewat Home, Bixby dipersilakan berinteraksi dengan aplikasi dan sejumlah informasi.

Pertanyaan terbesarnya kini adalah, apa yang membedakan Neon dengan Bixby? Selanjutnya, apakah ia bisa diakses di perangkat Samsung dalam waktu dekat atau Neon baru akan diperkenalkan di CES 2020 sebagai konsep saja? Lalu apakah Neon pada akhirnya akan menggantikan Bixby? Semuanya akan dijelaskan di tanggal 7 Januari nanti.

Sumber: Digital Trends.

Mengenal Lebih Dekat Lokadata, Wajah Anyar Situs Beritagar

Situs berita Beritagar mewarnai sejumlah pemberitaan pada pertengahan Oktober 2019 lalu. Kabar pemutusan hubungan kerja sejumlah karyawan, perubahan nama dan fokus bisnis menjadi topik utamanya.

Per 1 Desember kemarin, Beritagar yang berada di bawah naungan PT Cipta Lintas Media resmi rebranding menjadi Lokadata. Nama Lokadata sendiri sebelumnya digunakan sebagai merek dagang produk mereka terkait paparan data.

Mengutip apa yang tertera di situs mereka, kian besarnya derajat data sebagai dasar pengambilan keputusan dalam segala bidang kehidupan menjadi salah satu alasan kelahiran Lokadata ini.

Kendati demikian, Lokadata tetap mengidentifikasi dirinya sebagai perusahaan media. Hal ini ditekankan oleh Dwi Setyo Irawanto selaku Pemimpin Redaksi.

“Kita masih merasa sebagai perusahaan media karena kita bekerja dalam prinsip-prinsip jurnalistik, tidak meninggalkan etika jurnalistik, melakukan verifikasi terhadap fakta, tidak suuzan, mengonfirmasi kepada orang-orang yang disebut. Semua rambu-rambu jurnalistik itu tetap kita penuhi meskipun sebagian kerja kita dibantu mesin,” ujar Dwi kepada Dailysocial saat ditemui di kantornya.

Media dan robot

Lokadata adalah salah satu perusahaan media yang pertama di Indonesia –jika bukan satu-satunya– yang melibatkan mesin pintar ke dalam kerja jurnalistik. Di belahan dunia lain seperti Amerika Serikat, tren ini sudah dimulai sejak 2014 silam ketika Associated Press (AP) menggandeng perusahaan kecerdasan buatan/AI bernama Automated Insights.

AP memanfaatkan AI khusus untuk menyusun laporan mengenai bidang finansial, seperti laporan keuangan perusahaan. Sama seperti AP, Lokadata memanfaatkan AI secara penuh untuk laporan-laporan yang bersifat repetitif.

“Yang sudah full mesin itu sepak bola, saham, gempa bumi, dan indeks kualitas udara. Editor nanti mengerjakan barang-barang yang tidak repetitif, yang lebih analitis, bertemu orang wawancara, jadi lebih indepth lah,” ucap COO Lokadata Didi Nugrahadi.

Didi menjelaskan secara umum ada beberapa jenis laporan yang dihasilkan oleh Lokadata berdasarkan derajat keterlibatan robot. Jenis laporan repetitif yang sudah disebut sebelumnya seratus persen dibuat oleh robot. Jenis laporan bernama Sorotan Media melibatkan 10-15% kerja manusia dan sisanya oleh robot. Terakhir ada laporan yang 80% digarap oleh manusia dengan sisanya dibantu robot.

“Yang 100% manusia tanpa bantuan teknologi sepertinya enggak ada,” imbuh Didi.

Penggunaan robot dalam kerja jurnalistik menghindari awak redaksi dari laporan-laporan repetitif namun memakan waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Pemanfaatan robot juga mendongkrak produktivitas suatu media. Lokadata memang tidak membeberkan berapa jumlah artikel yang bisa mereka hasilkan semenjak “mempekerjakan” robot, namun pengalaman AP bisa jadi bayangan kasar.

Semenjak AP melibatkan AI ke dalam redaksinya, mereka bisa menerbitkan 3000 judul berita keuangan setiap kuartal. Angka itu bahkan bisa terus bertambah sesuai kebutuhan perusahaan.

Namun tak bisa dimungkiri bahwa ada yang dikorbankan untuk meraih efisiensi lewat adopsi teknologi ini. Redaksi mereka kini hanya diisi oleh 8 orang saja, termasuk pemimpin dan wakil pemimpin redaksi, jauh lebih sedikit dibanding punggawa mereka yang mengurusi data dan teknologi platform.

Model bisnis

“Pendapatan naik terus, tapi masih tidak mengejar beban biaya,” ujar Dwi pada media Oktober lalu kepada CNN Indonesia.

Dengan kondisi demikian, Lokadata akan lebih fokus terhadap jurnalisme data, serta riset dan analisis mengenai lanskap bisnis, ekonomi, dan politik. Dengan kata lain data tidak sekadar menjadi komponen produk jurnalistik, tapi sebagai produk itu sendiri.

Didi mengatakan sumber pemasukan Lokadata berasal dari iklan dan produk data tadi. Sebab mereka sadar pendapatan iklan di bisnis media sedang meredup di seluruh dunia, monetisasi produk data jadi jalan keluarnya. Dwi bahkan tak menutup kemungkinan pihaknya akan menerapkan paywall.

“Ada kemungkinan ke sana, tapi lihat nanti saja,” pungkas Dwi.

Australia Gunakan Kamera Berbasis AI untuk Mendeteksi Penggunaan Ponsel oleh Pengemudi

Di banyak negara, menggunakan smartphone selagi mengemudi dikategorikan sebagai tindakan yang ilegal. Saya yakin semua orang tahu apa alasannya, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak yang nekat melanggar. Kesulitan memantau yang dialami pihak berwajib juga semakin mendorong kebiasaan buruk ini terus berlanjut.

Menugaskan seseorang untuk berpatroli di jalanan jelas bukan solusi yang ideal, apalagi kalau cuacanya sedang tidak mendukung. Solusi yang lebih efektif, kalau menurut dinas perhubungan negara bagian New South Wales di Australia, adalah kamera canggih berbasis AI. AI adalah kata kuncinya, jadi jangan samakan kamera ini dengan yang biasa dipakai untuk menangkap basah para pelanggar lampu merah.

Sistem berbasis AI ini akan terus memantau sekaligus mendeteksi ketika ada pengemudi yang tengah menggunakan ponselnya selagi menyetir. Kendati demikian, tenaga manusia masih dibutuhkan di sini; gambar bukti pelanggar yang dideteksi secara otomatis oleh AI akan diverifikasi lebih lanjut oleh seorang operator.

Transport for NSW mengklaim kamera ini dapat beroperasi di cuaca apapun, bahkan saat jalanan sedang berkabut sekalipun. Di samping itu, AI-nya juga cukup terlatih untuk menangkap basah pelanggar secara akurat meski mobilnya sedang melaju dalam kecepatan tinggi.

Berdasarkan pengujian yang dilakukan selama sekitar enam bulan, sistem ini disebut berhasil memonitor sekitar 8,5 juta kendaraan yang lewat, sekaligus mendeteksi lebih dari 100.000 pelanggar. Kalau diestimasikan, sistem ini diyakini mampu mencegah sekitar 100 kecelakaan lalu lintas dalam tempo lima tahun.

Deretan kamera pendeteksi penggunaan ponsel di salah satu ruas jalan kota Sydney / Transport for NSW
Deretan kamera pendeteksi penggunaan ponsel di salah satu ruas jalan kota Sydney / Transport for NSW

Jaringan kamera canggih ini sudah dioperasikan secara resmi di sejumlah kota yang merupakan bagian dari provinsi New South Wales per 1 Desember kemarin. Pemerintah setempat sengaja tidak menyebutkan lokasi-lokasi yang dimonitor oleh kamera ini dengan alasan supaya para pengemudi sadar bahwa mereka bisa tertangkap basah di mana saja dan kapan saja.

Selama tiga bulan pertama sejak sistemnya diimplementasikan, para pelanggar hanya akan dikirimi surat peringatan. Setelahnya, barulah akan diterapkan sanksi berupa denda dan pengurangan poin mengemudi (demerit points). Dibuat kapok, demikian intinya.

Sumber: 1, 2, 3.

Lebih Jauh dengan VisionAIre, Platform AI Milik Nodeflux

Perusahaan teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) Nodeflux memiliki sebuah platform yang diberi nama VisionAIre. Platform ini disebut sebagai “otak” dari seluruh aktivitas implementasi AI yang dikembangkan selama bertahun-tahun, dikombinasikan dengan modul analitik, add-ons, dan pengembangan solusi yang dirancang khusus untuk kebutuhan bergam industri.

Pihak Nodeflux menjelaskan, VisionAIre dirancang untuk bisa memanfaatkan data yang didapat untuk meningkatkan kapabilitas pembelajarannnya secara otonom. Dengan kata lain, semakin sering VisionAIre digunakan, semakin handal pula kinerjanya.

Solusi ini cukup fleksibel dan dapat dikembangkan untuk berbagai sektor, seperti pemerintahan, pemasaran, periklanan, jasa keuangan dan pelayanan konsumen. Untuk sektor pelayanan konsumen, pihak Nodeflux membaginya menjadi dua, yakni Smart City Government dan Business Enterprise.

Untuk Smart City Government, VisionAIre memberikan tiga macam solusi. Pertama, pengawasan dan peningkatan keamanan lalu lintas melalui VisionAIre Traffic Management & Surveillance. Kedua, perlindungan individu, lembaga, dan masyarakat terhadap ancaman kejahatan yang melanggar hukum melalui melalui VisionAIre Public Safety, dan yang ketiga untuk mengoptimalkan manajemen kota melalui penegakan aturan dengan sistem otomasi tersedia solusi yang diberi nama VisionAIre Law Enforcement.

Sementara itu untuk kategori Business Enterprise ada empat solusi yang ditawarkan. Pertama adalah VisionAIre People & Facility Management yang ditujukan untuk otomatisasi proses registrasi saat pengunjung memasuki kawasan, proses absensi bagi karyawan, dan sekaligus sebagai solusi pemantau keamanan karyawan dalam sebuah gedung.

Yang kedua ada VisionAIre Know Your Customer, sebuah solusi yang ditujukan untuk mengimplementasikan AI dalam proses otomasi autentikasi. Solusi ini berusaha menghindari human error sekaligus berusaha untuk meningkatkan proses autentiasi dan mengurasi risiko fraud. Solusi ini ditujukan untuk industri keuangan atau perbankan dengan memanfaatkan teknologi pengenalan wajah.

Selanjutnya ada VisionAIre Store Analytics, didesain untuk memberikan analisa akurat terakit kepuasan dan ketertarikan konsumen. Dan yang terakhir ada VisionAIre Ads Analytics, solusi yang memberikan informasi mengenai efektivitas ads placement dan menambah wawasan terkait profil audiens untuk mempertam akurasi kampanye iklan sesuai target audiens.

Melihat VisionAIre bekerja

Sebagai sebuah platform, VisionAIre bekerja melalui proses optimasi teknologi kecerdasan buatan. Teknologi yang ditawarkan mampu mengubah unstructured data seperti gambar atau video menjadi data yang tersturktur yang nantinya bisa dimanfaatkan untuk pemberitahuan atau peringatan dini, analisa prediktif dan lainnya guna mendukung keputusan berbasis data secara langsung.

“VisionAIre dibangun mellaui metode deep learning dan computer vision yang diimplementasikan di atas teknologi virtualisasi dan distributed system. Deep learning sendiri merupakan salah satu teknik dari machine learning untuk mengajarkan komputer belajar melalui data berdasarkan jaringan syaraf buatan (Aritificial Neural Network).”

“Dalam machine learning tradisional, komputer belajar dengan menggunakan fitur yang telah sebelumnya dirancang oleh manusia. Sementara dalam deep learning, komputer akan berusaha untuk mempelajari fitur sendiri. Sedangkan computer vision merupakan metode untuk pemahaman interpretasi visual oleh komputer,” jelas Co-founder dan CEO Nodeflux Meidy Fitranto.

Meidy lebih lanjut jauh menyampaikan bahwa platform VisionAIre dikembangkan bertujuan untuk membuktikan bahwa Indonesia unggul dan mampu menjadi bagnsa mandiri dalam bidang teknologi, khususnya di bidang Artificial Intelligence.

Pencapaian Nodeflux untuk mendapat pengakuan dari instansi teknologi berskala global menjadi sebuah manifestasi bagi misi perusahaan untuk terus meningkatkan tingkat kepercayaan diri Indonesia dan kemandirian bangsa dalam meningkatkan teknologi mutakhir, dengan ini, harapannya ekosistem berbasis AI yang tercipta dapat mempercepat adanya disrupsi dari kecanggihan teknologi ini untuk lebih menyentuh kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia,” imbuhnya.

Mercedes-Benz Sambut Era Baru Berkendara Lewat Pematangan Konsep Mobil Elektrik dan AI

Fenomena menarik yang terjadi di segmen otomotif adalah, satu terobosan besar malah dicetus oleh sejumlah raksasa teknologi dan bukan pemain tradisional di ranah itu. Anda mungkin ingat, konsep mobil tanpa pengemudi telah dieksplorasi Google sejak tahun 2010 dan terdengar lebih lantang di tahun 2013 sesudah kabar soal partisipasi IBM di sana. Tak lama berselang, Google memamerkan penampakan kendaraan tersebut.

Tentu saja para perusahaan otomotif tidak tinggal diam melihat cepatnya gagasan driverless car melesat. Di tahun 2015, Mercedes-Benz mengeksekusi sejumlah langkah strategis buat menghadapi persaingan yang tak terduga itu. Mereka mengakusisi layanan peta digital HERE Maps, memerintahkan divisi R&D untuk menyeriusi pengembangan kecerdasan buatan, bahkan meluncurkan layanan car-sharing Car2go lewat perusahaan induk Daimler AG.

MB 1

Sebagai implementasi ekspansi teknologi di produk konsumen, Mercedes sudah lama mengintegrasikan sistem perintah suara buat mengakses fitur serta fungsi kendaraan. Lalu dalam merespons naik daunnya mobil hybrid dan listrik, sang produsen membuka enam pabrik baterai di tiga benua lalu meluncurkan brand EQ yang dispesialisasikan pada penyediaan mobil elektrik tulen. EQC SUV jadi model pertama seri itu dan kabarnya mulai diproduksi tahun ini.

 

Bukan sekadar elektrik

Terinspirasi dari gagasan ‘kecerdasan dan emosi’, EQ punya arti ‘electric intelligence‘ dan merupakan brand teknologi sekaligus lini mobil listrik Mercedes-Benz. Konsep EQ mencakup seluruh aspek elektrik/kelistrikan, melampaui produk otomotif dan nantinya akan diintegrasikan ke semua sub-brand Mercedes, dari mulai Benz, AMG sampai Maybach. EQ juga diusung sebagai ujung tombak transisi varian-varian hybrid yang sudah produsen miliki selama ini.

MB 14

Setelah diperkenalkan, Mercedes-Benz membagi EQ ke dalam empat tier. Tipe paling ‘dasar’ ialah EQ Boost, yaitu mobil-mobil yang menyimpan unit power supply on-board 48V dan Integrated Starter-Generator. Naik satu level ada mobil-mobil hybrid plug-in (PHEV) EQ Power, lalu di atasnya adalah EQ Power+, yaitu model-model Mercedes-AMG dan kelas sport. Satu kategori lagi ialah EQ, yakni jenis kendaraan bertenaga baterai sejati.

MB 12

Namun pengembangan ke arah elektrik hanyalah satu dari empat visi yang ingin direalisasikan oleh Mercedes. Mereka punya harapan agar kendaraan-kendaraan itu nanti dapat saling terkoneksi, didukung sistem otomatis, serta bisa dipakai beramai-ramai dan menjadi dasar dari layanan transportasi publik. Mercedes menyebutnya sebagai CASE, kependekatan dari connected, autonomous, shared & services dan electric.

MB 8

 

Kendaraan terkoneksi

Butuh beberapa tahun (atau dekade) lagi hingga mobil tanpa pengemudi bisa hadir di tengah-tengah kita. Dan untuk sampai di sana, produsen terlebih dulu perlu memikirkan aspek koneksi dari kendaraan tersebut. Alat transportasi perlu diorientasikan pada konsumen, dapat diakses langsung, kemudian mampu berkomunikasi dengan perangkat bergerak, sesama kendaraan serta infrastruktur internet of things pendukung. Dan kita tidak boleh melupakan faktor keselamatan.

MB 17

Buat menuju ke sana, Mercedes menggodok Me Connect, yaitu layanan online yang dirancang untuk menyambungkan kendaraan ke perangkat bergerak sehingga mobil bisa menjadi ekstensi fitur-fitur pintar yang selama ini kita nikmati via smartphone. Dengannya, Anda dipersilakan membuka berita dan memanfaatkan deretan layanan, serta mengakses fitur-fitur khusus kendaraan: mengirim navigasi ke layar mobil, mengecek bahan bakar, mengunci pintu, memudahkan kita mencarinya di parkiran, serta memerintahkannya parkir secara otomatis.

MB 7

Perlu diketahui bahwa Mercedes Me Connect saat ini masih belum tersedia di Indonesia. Namun jantung dari kapabilitas tersebut telah ditanamkan dalam sejumlah varian Mercedes-Benz anyar yang diedarkan di tanah air, misalnya A-Class, B-Class, CLS dan GLE (jika saya tidak salah dengar). Perusahaan menamainya MBUX, atau Mercedes Benz User Experience.

MB 16

 

MBUX

Ada beberapa faktor yang dihidangkan oleh MBUX. Pertama-tama, sistem ini menyimpan kecerdasan buatan sebagai basis kapabilitas untuk mempelajari kebiasaan pengendara. Lalu jika mobil dipakai oleh lebih dari satu individu, masing-masing orang dipersilakan menyimpan profil beserta personalisasi yang ia lakukan – seperti mode berkendara (eco, comfort, sport), ambient light, jenis lagu atau stasiun radio favorit, sampai posisi kursi dan tema dashboard.

MB 9

MBUX juga menyederhanakan proses diagnosis mobil: suhu oli, voltase aki, tekanan ban, output tenaga sampai torsi mesin. Dan tak kalah penting, Mercedes-Benz User Experience menyuguhkan UI intuitif melalui layar lebar seluas 10,25-inci 1920x720p yang menyimpan chip grafis Nvidia Reilly Parker 128. Untuk berinteraksi dengan fitur dan konten, Anda bisa langsung menyentuhkan jari di panel, lewat trackpad ala BlackBerry di setir, atau via touchpad haptic yang berada di antara dua jok depan.

MB 6

Pengendara diperkenankan untuk mengutak-atik sejumlah aspek pada panel sentuh Nvidia di Mercedes-Benz, mesti kustomisasinya tidak selengkap smartphone. Satu contohnya adalah mengubah tampilan speedometer dari standar jadi sporty atau mode ‘understated‘ jika Anda sedang menginginkan pengalaman berkendara yang bebas gangguan.

MB 10

Alternatifnya, sejumlah fungsi di mobil bisa diatur lewat perintah suara. Cukup dengan mengucapkan “Hi Mercedes!“, Anda dapat meminta mobil untuk menunjukkan arah ke lokasi tertentu atau menaik-turunkan suhu AC. Berbekal Mercedes Me Connect, sebetulnya pengguna dipersilakan menggunakan bahasa percakapan/kasual, misalnya “It’s too cold in here.” Kemudian sistem segera menaikkan suhu AC. Namun karena MMC belum hadir di Indonesia, permintaan kita harus lebih spesifik, seperti “Set temperature to 20 degree Celcius.” atau sejenisnya.

MB 5

 

MBUX dan perannya membangun masa depan berkendara

Mercedes-Benz User Experience juga membuka jalan bagi teknologi-teknologi yang dahulu cuma ada di kisah-kisah sci-fi. Salah satunya adalah integrasi antara augmented reality dan solusi navigasi. Dengan memanfaatkan rangkaian kamera dan mapping, MBUX dapat menampilkan panduan arah di tampilan live via layar, mirip seperti ketika Anda bermain Need for Speed. Sistem akan memperlihatkan pedoman berupa anak panah, nama jalan sampai nomor rumah. Lalu saat mengantre lampu merah, kamera secara otomatis diarahkan ke lampu dan zoom-in agar kita bisa jelas melihatnya.

MB 15

Pada akhirnya, Mercedes memang punya ambisi untuk mematangkan ide alat transportasi otonom. Menurut perusahaan, sistem mobil tanpa pengemudi terbagi menjadi beberapa tahapan. Saat ini kita telah melewati tingkatan adaptive cruise control dan steering assist, dan sedang memasuki level ‘automasi bersyarat’. Contohnya saat menghadapi kemacetan, beberapa model kendaraan anyar dapat pindah sendiri ke jalur yang lebih lancar.

MB 11

Namun seberapa pun canggihnya teknologi yang membuat pengalaman berkendara jadi lebih simpel dan menyenangkan, satu hal tetap menjadi prioritas Mercedes – ditegaskan oleh PR manager Dennis Kadaruskan pada saya di sela-sela acara BIOS 2019 di kampus Universitas Multimedia Nusantara: perusahaan tidak akan berkompromi dan mengambil jalan pintas jika sudah berkaitan dengan keselamatan.

MB 18

Implementasi kendaraan otonom secara umum sudah terlihat di cakrawala, namun untuk dapat sampai di sana, dibutuhkan kolaborasi menyeluruh antara para pemain besar di ranah otomotif, penyedia teknologi dan infrastruktur, serta pembuat kebijakan.

MB 19

AI di Esports: Coach Baru yang Lebih Efektif?

Pada April, AI buatan OpenAI, organisasi yang didukung oleh Elon Musk, berhasil mengalahkan OG, tim profesional yang memenangkan The International 2018, salah satu turnamen Dota 2 paling bergengsi.

Meskipun begitu, ini bukan berarti AI akan menggantikan atlet profesional. Ada banyak batasan yang ditetapkan dalam pertandingan yang mengadu AI dengan pemain manusia ini. Misalnya, di Dota 2, ada lebih dari 100 karakter. Namun, dalam pertandingan tersebut, kedua tim hanya bisa menggunakan 17 karakter.

Selain itu, OpenAI juga tidak berencana untuk mengembangkan AI yang dapat bermain Dota 2 ini lebih lanjut. Karena, pada akhirnya, tujuan utama OpenAI adalah untuk membuat AI yang bisa belajar tentang dunia nyata dan bukannya AI khusus untuk bermain game.

“OpenAI Five menggunakan metode deep reinforce learning, yang berarti kami tidak membuat kode tentang cara bermain Dota 2. Kami membuat AI itu agar bisa belajar,” kata Chairman dan Co-Founder OpenAI, Greg Brockman, lapor The Verge.

Anda bisa menonton video di bawah ini untuk tahu cara kerja AI yang dapat memainkan Dota 2 buatan OpenAI.

Esports kini menjadi industri dengan nilai US$1,1 miliar, menurut Newzoo. Seiring dengan semakin banyaknya perusahaan endemik dan non-endemik yang tertarik untuk mendukung industri esports, semakin banyak pula kompetisi esports yang diadakan.

Tidak hanya itu, besar hadiah yang ditawarkan juga semakin fantastis. Siapa yang tidak mau menjadi seperti Kyle “Bugha” Giersdorf, remaja 16 tahun yang memenangkan US$3 juta dari Fortnite World Cup?

Untuk bisa menjadi pemain profesional, selain bakat, seseorang juga harus berlatih. Falcon AI melihat ini sebagai kesempatan. Mereka mengembangkan AI, bernama SenpAI, yang dapat membantu seseorang untuk dapat bermain dengan lebih baik.

Pada awalnya, SenpAI hanya tersedia untuk game Dota 2. Namun, sekarang, SenpAI juga tersedia untuk pemain League of Legends. Menurut situs resminya, ada tiga hal yang SenpAI tawarkan: rekomendasi strategi, statistik pemain, dan pelacakan performa pengguna.

Co-founder dan CEO Falcon AI, Olcay Yilmazcoban mengatakan bahwa AI buatan mereka akan membantu para pemain untuk tahu kelemahan dan kekuatan mereka. Tidak berhenti sampai di situ, SenpAI juga akan memberitahukan cara bagi pemain untuk menang.

“Kami memberdayakan pemain agar mereka bisa bermain dengan lebih baik, terutama gamer kelas pemula dan menengah yang memang masih bisa berkembang,” kata co-founder Falcon AI, Berk Ozer pada Inc.com.

“Kami mengembangkan AI yang bisa membuat replika dari para pemain dan menyarankan tindakan yang bisa dilakukan pemain untuk meningkatkan performanya.”

Sumber: Team Liquid
Sumber: SAP

AI tidak hanya digunakan oleh pemain pemula, tapi juga profesional. Pada tahun lalu, SAP mengumumkan kerja samanya dengan Team Liquid.

Dalam situs resminya, SAP berkata bahwa kerja sama ini akan bertujuan untuk mengembangkan software yang dapat membantu tim esports tersebut untuk menganalisa permainan mereka. Tujuan akhirnya, tentu saja, adalah untuk meningkatkan performa mereka.

Selain membantu para pemain, AI juga bisa digunakan untuk membantu caster. Pada Maret lalu, IBM menunjukkan bagaimana AI mereka — bernama Watson — bisa membantu para caster dalam menyampaikan jalannya pertandingan.

IBM mengakui bahwa esports adalah industri yang besar dan masih bertumbuh. Selain itu, turnamen esports juga mengundang banyak penonton, baik penonton yang datang langsung ataupun menonton secara online.

“Para ahli dan developer di IBM mengembangkan cara bagi promotor acara untuk menarik fans menggunakan video cerdas, dan memberikan informasi penting pada komentator pertandingan,” kata IBM pada Variety.

IBM menggunakan teknologi yang sama dengan teknologi yang digunakan di turnamen tenis US Open.

Pada dasarnya, AI buatan IBM akan dapat menunjukkan momen penting dari sebuah pertandingan secara real-time berdasarkan ratusan jam konten yang ia konsumsi. Dengan begitu, sang caster akan bisa memastikan bahwa komentar mereka tetap relevan selama pertandingan berlangsung.

Selain itu, ada beberapa cara lain AI bisa digunakan di industri esports. Untuk lebih lengkapnya, Anda bisa membacanya di sini.

Sumber: The Verge, Inc.com, Variety, Forbes