Mandiri Capital Pimpin Pendanaan Pra Seri A untuk Crowde

Mandiri Capital Indonesia, CVC kelolaan Bank Mandiri, memimpin pendanaan Pra Seri A untuk startup p2p lending khusus agrikultur, Crowde, sebesar $1 juta (sekitar 14 miliar Rupiah). Di saat yang bersamaan, Bank Mandiri turut berpartisipasi sebagai lender institusi untuk penyaluran kredit melalui Crowde senilai 100 miliar Rupiah.

CEO MCI Eddi Danusaputro menjelaskan, perusahaan memilih Crowde lantaran sesuai dengan kebutuhan yang dicari Bank Mandiri dan sejalan dengan misi awal didirikannya MCI. Saat ini Bank Mandiri sedang berupaya untuk meningkatkan penyaluran kredit produktif di UMKM terutama mikro.

Crowde dianggap sebagai kandidat yang cocok karena bergerak di sektor produktif untuk pertanian, perikanan, dan perdagangan. Dalam waktu dekat, MCI akan segera mengumumkan pendanaan lain yang juga dipimpinnya di bidang manajemen keuangan.

“Biasanya appetite MCI untuk investasi di Seri A, tapi ini kali ini sedikit beda karena Crowde punya kapasitas yang baik untuk memenuhi kebutuhannya Bank Mandiri,” terang Eddi, Kamis (19/9).

CEO Crowde Yohanes Sugihtononugroho menerangkan, MCI adalah investor strategis yang secara langsung bisa membawa hubungan simbiosis mutualisme untuk perkembangan Crowde ke depannya dan Bank Mandiri secara grup.

Dana yang didapat dari putaran ini sepenuhnya akan dipakai untuk bangun teknologi yang bisa digunakan oleh petani di Indonesia. Menurutnya, ada banyak teknologi bertebaran, akan tetapi yang bisa digunakan dengan segmentasi petani Indonesia tidak banyak.

“Fokus kita tidak akan jauh-jauh dari jangkau lebih banyak petani, caranya dengan bangun teknologi yang bisa dipakai oleh petani Indonesia. Ini yang segmented banget sehingga jadi challenging,” kata Yohanes.

Putaran pra Seri A belum ditutup menurut Yohanes. Pihaknya masih mencari investor strategis lainnya untuk masuk. Sayang, dia belum bersedia membeberkan target dana yang dibidik dan kapan putaran akan ditutup.

Investor Crowde sebelumnya adalah Gree Ventures dengan nominal pendanaan yang tidak disebutkan tahun lalu.

Pinjaman kredit dari Bank Mandiri

Bank Mandiri kini menjadi lender institusi skala nasional pertama buat Crowde dengan nilai komitmen penyaluran kredit Rp100 miliar. Dalam kerja sama ini, Crowder akan mereferensikan calon debitur potensial untuk mengikuti proses seleksi berdasarkan kriteria calon debitur perseroan dan menentukan pinjaman untuk tiap calon debitur.

Berdasarkan proses seleksi tersebut, Bank Mandiri akan memroses pengajuan pinjaman tersebut. Plaform maksimal yang bisa diakses setiap pelaku mikro adalah Rp200 juta.

Direktur Retail Banking Bank Mandiri Donsuwan Simatupang menerangkan, skema antara kedua perusahaan ini sangat strategis karena dapat membantu bank menjaga kualitas pembiayaan yang disalurkan, serta meningkatkan nilai tambah yang bisa diberikan Crowde kepada pelaku usaha tersebut.

“Di samping itu, skema kerja sama ini juga dapat mempercepat proses persetujuan kredit sehingga debitur yang dibiayai dapat memanfaatkan momentum yang ada dalam mengembangkan usaha,” tutur Donsuwan.

Perseroan sendiri akan mendapat akses yang lebih luas terhadap segmen UMKM di sektor agrikultur sehingga dapat mengakomodasi kebutuhan para petani dan peternak terhadap akses permodalan perbankan.

Hingga Agustus 2019, Bank Mandiri telah menyalurkan pembiayaan kredit mikro produktif sebesar Rp23,51 triliun kepada pelaku usaha mikro di tanah air. Adapun Crowde telah menyalurkan pembiayaan hingga Rp90 miliar ke 17 ribu petani kecil dan menengah yang berlokasi di Jawa, Sumatera, dan Indonesia bagian Timur.

Application Information Will Show Up Here

Mandiri Capital Siap Pimpin Pendanaan untuk Startup Agritech dan Manajemen Keuangan

Mandiri Capital Indonesia (MCI) segera mengumumkan dua pendanaan terbaru untuk startup yang bergerak di bidang pertanian (agritech) dan manajemen keuangan (financial management). Kepada DailySocial, CEO MCI Eddi Danusaputro menjelaskan pihaknya akan menjadi lead investor untuk dua putaran pendanaan ini.

Eddi belum bisa banyak memberikan banyak informasi terkait hal ini, mengingat masih dalam proses uji tuntas (due dilligence). Diusahakan pengumuman akan dilakukan secara bersamaan pada akhir Agustus atau awal September 2019.

“Kami jadi lead investor di dua-duanya. Pengumuman bersamaan belum tahu [akan dilakukan bersamaan atau tidak], sedang kami usahakan,” ujarnya.

Sebelumnya, Eddi sempat menyebut keinginannya untuk menyasar startup yang bergerak di segmen insurtech, sayangnya belum sesuai dengan kriteria yang dicari.

Secara terpisah mengutip dari Kontan, Eddi menerangkan perusahaan menyiapkan dana sebesar Rp40 miliar untuk berinvestasi tahun ini. Dana tersebut terpisah dengan investasi yang dilakukan MCI untuk LinkAja dan juga pendanaan kembali untuk portofolio yang sudah ada.

MCI melalui mandat dari Bank Mandiri telah berinvestasi untuk LinkAja sebesar Rp300 miliar. Tujuannya agar perseroan bisa menggenggam saham Finarya sebagai pemegang izin dompet digital LinkAja.

Sejak berdiri pada 2016 lalu hingga sekarang, MCI telah berinvestasi sebesar Rp700 miliar di 10 startup fintech. Mereka ialah Jurnal, Cazhlez, Amartha, Yokke, Moka, Privyid, Pten, Investree, DAM, dan Koinworks.

Cashlez Receives Series A Funding from Sumitomo Corporation

PT Cashlez Worldwide Indonesia (Cashlez) known as mPOS (Mobile Point of Sales) service developer integrated with Indonesia’s payment solution has secured Series A Funding led by Sumitomo Corporation. The previous investor, Mandiri Capital Indonesia also involved in this round.

“We have certain pride to be the first startup in Indonesia that receives funding from Sumitomo Corporation. Along with this support, Cashlez will create more innovations to develop its products and services in order to realize our vision and mission to be the best non-cash payment agregator platform,” Teddy Tee, Cashlez’s CEO said in the funding release.

The latest fund is to expand network, product development and create new feature to facilitate users in running business and to add non-cash payment options in Indonesia.

Regarding the plan, Cashlez is soon to appoint a new management team to contribute in strategy monitoring and and corporate managemant. In addition, they’re expected to provide guidance to all executors for long term evaluation to all shareholders.

“”We’re glad to be Cashlez‘s shareholder. Indonesia is one of the most progressive country to reduce cash flow. We expect payment to take an important role in the future, such as MaaS (Mobility as a Service). Moreover, Cashlez provides mPOS terminal for customers and business players. We do hope Cashlez to be the first unicorn in the payment industry and we’re to keep looking for potential startup for investment,” Suitomo Corporate’s Assistant General Manager, Hajime Terazawa said.

Aside from Java, Cashlez has been expanding to Bali, in 2018. In total, they have 3000 merchants of various backgrounds, such as retails, restaurants, cafes, accommodation, salon, and insurance.

This year, Cashlez may keep making effort to add payment methods. The latest one is they’re reportedly to have partnered up with PT Visionet International to add Ovo’s as their payment options.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Cashlez Terima Pendanaan Seri A dari Sumitomo Corporation (UPDATED)

PT Cashlez Worldwide Indonesia (Cashlez) yang dikenal sebagai pengembang layanan mPOS (Mobile Point of Sales) terintegrasi dengan solusi pembayaran di Indonesia baru-baru ini mengumumkan telah mengamankan pendanaan Seri A yang dipimpim oleh Sumitomo Corporation. Investor sebelumnya Mandiri Capital Indonesia turut terlibat dalam pendanaan kali ini.

“Suatu kebanggan tersendiri bagi kami dapat menjadi startup pertama di Indonesia yang menerima pendanaan dari  Sumitomo Corporation. Melalui dukungan ini, Cashlez akan terus berinovasi dalam mengembangkan produk dan layananya guna mewujudkan visi dan misi kami menjadi platform agregatoor pembayaran non tunai bisnis terbaik,” terang CEO Cashlez Teddy Tee dalam rilis pendanaan yang kami dapatkan.

Pendanaan kali ini rencananya akan dimanfaatkan untuk memperluas jaringan, pengembangan produk dan menghadirkan layanan baru untuk memudahkan mitra usaha dalam berbisnis dan menambah pilihan pembayaran non tunai di Indonesia.

Dalam rangka mewujudkan rencana tersebut, pihak Cashlez juga akan menunjuk tim manajemen baru untuk bisa berkontribusi mengawasi arahan strategi dan tata kelola perusahaan. Selain itu harapannya manajemen baru juga dapat memberikan panduan menyeluruh kepada semua tim eksekutor untuk memberikan nilai berkelanjutan dalam jangka panjang kepada pemegang saham.

“Kami sangat senang dapat menjadi shareholder Cashlez. Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat progressive dalam mengurangi penggunaan uang tunai. Kami yakin pembayaran akan menjadi bagian penting di masa yang agan datang seperti MaaS (Mobility as a Service). Dalam hal ini Cashlez menyediakan terminal mPOS yang akan memberikan manfaat kepada pemilik usaha dan customer. Kami berharap Cashlez akan menjadi unicorn pertama di industri pembayaran dan kami akan terus mencari startup berpotensi lainnya untuk investasi,” ungkap Asisstant General Manager Suitomo Corporation Hajime Terazawa.

Selain melayani pengguna di wilayah Jawa, saat ini Cashlez sudah berekspansi ke Bali, tepatnya pada akhir 2018 silam. Secara total mereka sudah memiliki 3000 mitra merchant dari berbagai latar belakang usaha, mulai dari toko ritel, restoran, kafe, akomodasi, salon, hingga asuransi.

Tahun ini tampaknya Cashlez masih akan berupaya menambah pilihan pembayaran. Yang terbaru, mereka dikabarkan telah bekerja sama dengan PT Visionet Internasional untuk menambah layanan pembayaran Ovo ke dalam sistem.

Update : Kepada DailySocial pihak Cashlez menyatakan bahwa tahun ini mereka akan fokus pada ekspansi dan penetrasi pasar, utamanya ke kota-kota besar yang menjadi tujuan wisata. Tahun 2019 juga akan dilalui dengan membantun kolaborasi lebih banyak dnegan mitra pembayaran.

Cashlez juga akan mengoptimalkan digital marketing dan pengembangan “Cashlez Care” untuk meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan.

 

Application Information Will Show Up Here

Bidik Empat Startup Baru, Mandiri Capital Lirik InsurTech dan Manajemen Investasi

Mandiri Capital Indonesia (MCI), anak usaha dari Bank Mandiri Group, mengungkapkan akan menambah empat startup baru untuk masuk ke dalam portofolio perusahaan. Secara spesifik, MCI akan membidik startup yang bergerak di ranah insurtech dan manajemen investasi (wealth management).

CEO MCI Eddi Danusaputro menuturkan pihaknya sedang dalam tahap penjajakan dengan dua startup yang bergerak di kedua ranah tersebut sehingga belum bisa dijelaskan secara rinci. Yang pasti, ketika sudah resmi nantinya kedua startup akan membantu Bank Mandiri Group dengan teknologi yang mereka miliki.

“Sekarang masih penjajakan, kami siap masuk ke tahap Seri A. Minimal mereka sudah punya traction,” katanya di sela-sela acara Indonesia PE-VC Summit, kemarin (24/1).

Dia menyebut MCI menyiapkan dana sekitar Rp40 miliar sampai Rp50 miliar untuk berinvestasi pada tahun ini. Pihaknya juga menyiapkan alokasi dana dari kantong sendiri untuk berpartisipasi dalam follow up funding dari portofolio existing sebesar Rp50 miliar-Rp60 miliar.

“Kantong [sumber dana] kita bedakan, mana yang buat startup baru, mana yang buat existing portofolio. Kalau Amartha atau Privy butuh pendanaan, kami sudah siapkan dana dari kantong sendiri.”

Selain menyasar ke dua ranah startup baru, Eddi mengaku ke depannya MCI akan menyasar startup yang bermain di ranah keamanan siber. Ranah ini dianggap paling dibutuhkan oleh semua institusi keuangan, tidak terkecuali bank saja. Terlebih, semakin canggihnya perkembangan teknologi, selaras dengan tingkat ancamannya.

Cyber security itu dibutuhkan karena kebutuhan dasar bagi semua institusi keuangan. Kami belum menemukan startup yang cocok, meski belum jadi prioritas tahun ini tapi kami prediksi ini akan dibutuhkan.”

Saat ini MCI memiliki 10 portofolio yang bergerak di sektor lending, payment, dan enterprise solution. Mereka adalah Jurnal, Cashlez, Amartha, Yokke, Moka, PrivyID, PT Penyelesaian Transaksi Elektronik Nasional (PTEN), Investree, PT DAM, dan KoinWorks.

KoinWorks Nabbed 230 Billion Rupiah Series A Funding

P2p lending startup KoinWorks receives the Series A funding of IDR 230 billion led by Mandiri Capital Indonesia (MCI). It was also supported by Gunung Sewu and Convergence Venture.

Aside from the equity distribution and additional bonds, this also started the strategic partnership between KoinWorks and Mandiri Group. It’s focused on developing safe and relevant financial facilities for Indonesia’s digital SME market.

Mandiri Group will participate in supervising the development of safe and affordable financial products in KoinWorks. KoinWorks is hoping to strengthen its position as the market leader in p2p lending for SME.

Since officially registered in OJK by 2016, KoinWorks has been supporting digital SMEs development in five main verticals: fashion, electronics, cosmetics, gadget, and food & beverage industries. According to the data, most of the SMEs registered in KoinWorks are under five years operation.

“Most of the SMEs in Indonesia have gone digital, retails are getting decreased. The market potential becomes KoinWorks’ focus. This business goes along with our spirit in improving Indonesia’s financial inclusion,” Benedicto Haryono, KoinWorks’ Co-Founder and CEO, added.

In addition, he also revealed that this funding will be focused on developing technological innovations in each of KoinWorks financial product.

“With the presence of data showing positive prospect from digital SME market, it’s important for them to gain access to an easy and safe financial service. P2p lending concept is very suitable as a leading financial service for their business development,” Eddi Danusaputro, Mandiri Capital Indonesia’s CEO, said.

In terms of funding, Koinworks claims to have controlled most of the p2p retail investor market in Indonesia. Lenders in KoinWorks have access to the filtered investment products, complete with a transparent risk level, loan tenor, and investment interest. All features are there and lenders in Koinworks are expected to be able to make an investment based on data analysis.

“We believe that technology is the key differentiator. Our focus is on technology development and user satisfaction. Along with the increasing number of smartphone users and a combination of affordable investment, it’ll change the behavior. KoinWorks will change the way people invest digitally,” Willy Arifin, KoinWorks’ Co-Founder and Chairman, said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

KoinWorks Dapatkan Pendanaan Seri A Senilai 230 Miliar Rupiah

Startup p2p lending KoinWorks hari ini (22/8) mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai Rp230 miliar yang dipimpin oleh Mandiri Capital Indonesia (MCI). Pendanaan tersebut turut didukung oleh Gunung Sewu dan Convergence Venture.

Selain dalam bentuk pembagian ekuitas dan penambahan obligasi, prosesi ini turut memulai kerja sama strategis antara KoinWorks dengan Mandiri Group. Kerja sama difokuskan untuk mengembangkan sarana keuangan yang aman dan relevan bagi pasar UKM digital di Indonesia.

Nantinya Mandiri Group akan turut memberikan supervisi dalam pengembangan produk finansial yang terjangkau dan aman di KoinWorks. Sehingga diharapkan KoinWorks mampu menguatkan statusnya sebagai market leader dalam p2p lending di pasar UKM.

Semenjak resmi terdaftar di OJK pada tahun 2016, KoinWorks telah mendukung perkembangan UKM digital yang beroperasi di lima vertikal utama yaitu: industri fashion, elektronik, kosmetik, gadget dan food & beverage. Dari data yang ada terungkap, sebagian besar UKM digital yang terdaftar sebagai peminjam di KoinWorks berusia di bawah 5 tahun operasional.

“Sebagian besar UKM di Indonesia sudah go-digital, kehadiran toko fisik dari brand lokal pun mulai berkurang. Potensi pasar inilah yang menjadi fokus dari KoinWorks. Geliat bisnis ini selaras dengan semangat kami untuk meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia,” sambut Co-Founder & CEO KoinWorks, Benedicto Haryono.

Selain itu Benedicto juga mengungkapkan, pendanaan seri A ini akan difokuskan untuk mengembangkan inovasi teknologi di setiap produk finansial Koinworks.

“Dengan hadirnya data yang menunjukkan prospek positif dari pasar UKM digital, penting bagi mereka untuk mampu meraih akses terhadap jasa finansial yang aman dan mudah. Konsep p2p lending sangat cocok untuk menjadi jasa finansial unggulan bagi pengembangan bisnis mereka,” ujar CEO Mandiri Capital Indonesia, Eddi Danusaputro.

Dari segi pendana, hingga saat ini, KoinWorks mengklaim telah menguasai sebagian besar pasar investor ritel p2p di Indonesia. Pendana di KoinWorks memiliki akses terhadap produk investasi yang telah tersaring, lengkap dengan tingkat risiko yang transparan, tenor pinjaman dan bunga investasi. Seluruh fitur ini hadir dan diharapkan agar pendana di KoinWorks mampu melakukan investasi yang berlandaskan analisis data.

“Kami percaya bahwa teknologi merupakan the key differentiator. Fokus kami terletak di pengembangan teknologi serta kepuasan pengguna. Seiring dengan semakin banyaknya pengguna smartphone serta kombinasi investasi yang terjangkau, akan mengubah behaviour. KoinWorks akan mengubah cara orang berinvestasi secara digital,” ujar Co-Founder & Chairman KoinWorks, Willy Arifin.

Mandiri Capital Indonesia Tahun Ini Siapkan Dana Segar untuk Empat Startup

Mandiri Capital Indonesia (MCI) kembali mencari startup lokal untuk didanai. Kepada DailySocial, Presdir MCI Eddi Danusaputro mengungkapkan,  tahun ini akan dipilih empat startup lokal yang akan mendapatkan pendanaan, khususnya yang berkecimpung di industri pembayaran dan p2p lending (pembiayaan).

Tahun 2017 lalu, MCI berinvestasi ke delapan startup lokal, termasuk di dalamnya PrivyID, Moka, Amartha, dan Cashlez

“Fokus kami tahun ini masih seputar layanan financial technology, terutama mereka yang menyasar area pembayaran (payment), peer-to-peer lending (P2P) dan juga Enterprise Tech/SME Solutions.”

Eddi enggan menyebutkan berapa nilai investasi yang akan digelontorkan kepada masing-masing startup, tetapi dipastikan startup-startup yang dibidik adalah yang berada di tahapan pendanaan Seri A.

Mendukung startup binaan

Selain memberikan investasi, MCI juga senantiasa memberikan dukungan kepada startup binaannya. Salah satu yang dilakukan adalah sinergi yang akan dilakukan PrivyID dan Bank Mandiri Group dalam dua tahap. Pada tahap pertama, sinergi internal antar divisi grup dan anak usahanya. Kemudian tahap kedua akan masuk ke nasabah untuk keperluan pembukaan rekening baru.

“Tahun ini startup terpilih juga akan dibina ke dalam Mandiri Group, di mana akan dijajaki kolaborasi yang nantinya bisa membantu Mandiri Group sekaligus membantu traksi startup tersebut,” kata Eddi.

Selama tahun 2017, MCI telah menggelontorkan investasi sekitar Rp300 miliar untuk startup fintech. Sebagai perusahaan modal ventura yang berada di bawah naungan Mandiri Group, MCI berperan sebagai jembatan penghubung antara investor dan pelaku startup yang menyasar layanan fintech.

PrivyID Siap Sambangi Empat Negara, Pasarkan Tanda Tangan Digital

Startup penyedia jasa tanda tangan digital PrivyID tengah mempersiapkan ekspansi ke empat negara pada tahun depan seiring upaya memperluas penetrasi bisnis. Rencananya keempat negara yang akan dipilih adalah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Australia.

CEO PrivyID Marshall Pribadi menuturkan rencana tersebut akan diselenggarakan pasca perolehan dana segar untuk putaran Seri A. Belum direncanakan bentuk nyata ekspansi tersebut, apakah PrivyID akan membentuk badan hukum di sana, menggandeng mitra lokal, atau sekadar berdagang lewat iklan digital saja.

“Paling tidak kami bisa ekspansi ke Asia Tenggara, inginnya bisa ke sana. Sebab dari regulasi UU ITE, Indonesia tergolong sangat ketat dibandingkan negara persemakmuran Inggris, seperti India, Malaysia, dan Singapura. Sehingga bila aturan di sini [Indonesia] kami sudah comply, pasti secara otomatis juga akan comply dengan aturan di sana,” terang Marshall, akhir pekan lalu.

Atas keyakinannya tersebut, pihaknya yakin dapat bersaing dengan perusahaan sejenis di skala global yang diklaim jumlahnya telah mencapai lebih dari 100 perusahaan. Beberapa di antaranya DocuSign, HelloSign, dan masih banyak lagi.

Perusahaan diklaim sebagai startup pertama yang telah mengantongi sertifikat ISO 27001:2013 untuk menjamin keamanan dan kerahasiaan data pengguna pada akhir Januari 2017. Sertifikat tersebut umumnya hanya dimiliki oleh perusahaan besar seperti perbankan, operator telekomunikasi (XL Axiata), lembaga pemerintah (situs pelaporan Ditjen Pajak), dan perusahaan asing (Google for Business).

“Sekarang standar keamanan PrivyID sudah diakui lembaga internasional setara dengan standar keamanan Ditjen Pajak, bahkan perusahaan sekelas Google.”

Selain itu, perusahaan juga telah terdaftar di Kominfo sebagai otoritas untuk menerima pendaftaran, memverifikasi, serta menerbitkan sertifikat elektronik (CA) dan tanda tangan elektronik untuk masyarakat Indonesia.

Rampungkan dana segar baru

Sebelum rencana ekspansi mancanegara ini diwujudkan, Marshall menuturkan tahun ini pihaknya ingin menambah pengguna dari kalangan individu jadi sebanyak tiga juta orang dan 200 pengguna korporasi.

Agar target tersebut terwujud, perusahaan siap meluncurkan beberapa layanan baru agar semakin relevan dengan kesulitan yang biasa dihadapi perusahaan. Untuk itu, PrivyID disebut hampir merampungkan proses penggalangan dana Seri A senilai US$5 juta (lebih dari 71 miliar Rupiah) berbentuk convertible note.

Convertible note adalah surat utang yang dapat diterbitkan startup. Investor diberi opsi apakah ingin mengonversinya jadi bentuk saham atau dikembalikan saat jatuh tempo.

Marshall melanjutkan pada penggalangan dana ini hampir seluruh investor lama berpartisipasi dan ada tambahan investor baru dari perusahaan lokal dalam nilai yang lebih kecil dibandingkan investor lama. Kendati demikian, dia masih enggan menuturkan lebih detil mengenai investasi ini.

“US$5 juta itu sebagian besar telah terpenuhi. Satu investor lagi dalam jumlah lagi tahap finalisasi sehingga belum bisa diumumkan. Mungkin sekitar satu atau dua bulan lagi [bisa diumumkan].”

Saat ini PrivyID memiliki empat investor, yakni Mandiri Capital Indonesia, MDI Ventures, Gunung Sewu, dan Mahanusa Capital. MDI Ventures diklaim sebagai pemegang saham terbesar di antara ketiga lainnya dengan persentase kepemilikan hampir 20%. PrivyID memperoleh pendanaan Pra Deri A tahun lalu yang dipimpin MDI Ventures dengan nilai yang tidak disebutkan.

Kinerja bisnis

Sejak meluncur secara resmi pada awal 2016 lalu, hingga kini PrivyID telah digunakan perusahaan seperti Telkom, Bank Mandiri, BNI, Bussan Auto Finance, AwanTunai, KlikAcc, dan sebagainya. Secara total layanannya telah digunakan oleh 1,2 juta pengguna individu dan sekitar 70 korporasi.

Legal & Compliance Manager of Digital Service Division Telkom Indonesia Marlina mengatakan, sejak menjadi pengguna PrivyID sejak November 2016, perseroan telah menandatangani secara digital 112 perjanjian kerja sama dengan mitra atau mencapai 56% dari seluruh total perjanjian per Maret 2018.

Adapun kerja sama kemitraan dilakukan antara Telkom dengan anak usaha, mitra lokal dan global, startup lokal dan global, dan karyawan magang. Pada tahap berikutnya, Telkom akan memanfaatkan tanda tangan digital untuk diterapkan saat proses penagihan.

“Tanda tangan digital itu lebih fleksibel karena bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Ini masih inisiasi awal, berikutnya akan kami pakai layanan ini untuk proses penagihan. Kami sudah adakan workshop untuk proses edukasinya,” terang Malina.

Pengguna lainnya, startup p2p lending KlikACC mengungkapkan, implementasi layanan PrivyID dapat memotong proses registrasi dari 11 hari menjadi 2 jam. Alhasil nilai pinjaman meningkat dari ratusan juta menjadi miliaran dalam sebulannya.

“Kami sekarang sudah 100% pakai tanda tangan digital untuk pengisian dokumen. Dari hasil obrolan kami dengan peminjam, bagi mereka kecepatan [pencairan dana] itu yang utama, baru kemudian bunganya,” ucap Sales & Marketing Director KlikACC Iwan.

Pun demikian bagi startup fintech lainnya seperti AwanTunai. COO Awan Tunai Windy Natriavi menuturkan setelah memanfaatkan PrivyID, pihaknya dapat memproses sekitar 1.000 dokumen setiap bulannya.

“Kita jadi yang tercepat untuk lending offline karena dalam 15 menit bisa langsung cair. Kalau pakai manual bisa dua hari,” kata Windy.

Untuk model bisnis, perusahaan melakukan monetisasi dengan menyediakan paket bertarif mulai dari Rp35 ribu untuk 10 dokumen. Sebelum menggunakan tanda tangan digital dari PrivyID, pengguna harus mengunggah foto diri dan KTP, memasukkan data pribadi seperti alamat email, nomor telepon, tanda tangan, hingga informasi tempat kerja, hingga riwayat pendidikan.

Seluruh data tersebut akan diverifikasi PrivyID, salah satunya dengan memanfaatkan data dukcapil. Tersedia pula dashboard untuk memantau seluruh progress dokumen yang sudah diunggah, apakah sudah ditandatangani anggota atau belum.

“Dari model bisnis ini, peningkatan volume bisnis kami mencapai 30% dengan omzet hampir Rp1 miliar dalam sebulan. Kami akan coba tingkatkan fitur dalam dashboard sehingga pengguna bisa lebih optimal dalam memantau progres dokumen,” pungkas Marshall.

Investasi dan Ekosistem Berperan Krusial dalam Pertumbuhan Startup Indonesia

Tahun 2017 sudah mendekati titik akhir, umumnya akan dilakukan banyak refleksi berkaitan dengan perjalanan yang dilalui dalam satu tahun terakhir. Tak terkecuali bagi lanskap startup di Indonesia, mulai dari sisi capaian bisnis, inovasi teknologi, dan berbagai macam komponen pendukungnya mulai banyak didiskusikan perkembangannya. Dalam acara peresmian co-working space baru Kolega Primedge minggu lalu, sebuah acara talkshow digelar, menyoroti beberapa hal terkait perkembangan startup sampai akhir 2017 ini.

Dalam kesempatan tersebut dihadirkan beberapa pemateri, yakni Head Investment Mandiri Capital Aldi Adrian Hartanto, Director of Business Strategy MallSini Steven Yee, dan Co-Founder GDILab Jefri Dinomo. Ketiga pemateri tersebut membahas dua pembahasan utama, yakni tentang bagaimana investasi berpengaruh terhadap ekosistem startup nasional dan bagaimana kolaborasi di ekosistem seharunya berperan mendorong akselerasi bisnis startup.

Pendanaan masih menjadi salah satu tulang punggung kemantapan startup Indonesia

Para panelis menyoroti, setelah startup berhasil mendefinisikan dengan baik tahap awalnya –meliputi produk, strategi bisnis dan sebagainya—langkah selanjutnya yang diperlukan ialah mengakselerasi. Yakni mempercepat laju pertumbuhan dan traksi penggunaan produk dengan berbagai jenis pendekatan, misalnya growth hacking. Di fase ini umumnya startup akan membutuhkan modal yang lebih besar, bahkan sangat besar, sehingga investasi tahap lanjutan sangat dibutuhkan di sini.

“Dalam menjalankan bisnis tidak hanya memerlukan output yang baik, namun kerja sama yang solid, karena sejatinya investor mengutamakan kualitas setiap individu yang terdapat dalam menciptakan sebuah produk startup,” ujar Steven.

Di fase ini penting bagi startup untuk mulai menjalin komunikasi dan relasi dengan investor. Terkait dengan ini, panelis menekankan bahwa yang perlu dibawa kepada investor ialah sebuah value yang dimungkinkan untuk menjadi sebuah kolaborasi kedua pihak, antara startup dan pihak investor. Poin penting lainnya, pendanaan harus ditempatkan pada posisi untuk meningkatkan performa bisnis, jadi perlu bentuk ideal terlebih dulu dari sisi produk dan orientasi pasar sebelum memutuskan untuk fundraising dan “membakar uang”, tentu untuk tujuan pengembangan pangsa pasar.

Inilah yang biasa dipertimbangkan oleh Mandiri Capital ketika mempertimbangkan untuk memberikan pendanaan kepada startup, terutama di tahap awal. Tahun ini diakui, bahwa terjadi penurunan jumlah startup yang disuntik oleh Mandiri Capital, Aldi menjelaskan hal ini disebabkan perubahan mentalitas para pelakunya, sehingga membuat pertimbangan investor semakin kompleks.

“Investor cenderung menjadi lebih selektif ketika hendak berinvestasi, perlu memikirkan banyak hal seputar mengenai prospek ke depan. Mulai dari strategi profit perusahaan, laju pertumbuhan, dan pengujian startup agar bisa bertahan,” ujar Aldi.

Menumbuhkan startup melalui jaringan ekosistem yang ada

Selanjutnya Jefri dari GDILab menyampaikan, bahwa aspek penguatan produk (termasuk dari sisi teknologinya) adalah krusial. Karena biar bagaimanapun kualitas produk akan menjadi yang paling dominan bagi startup, termasuk ketika hendak mendapatkan pendanaan. Pasar yang semakin ketat memang membuat setiap pemain harus berpikir jeli dan inovatif melihat berbagai peluang yang ada. Produk harus mau dinamis, siap berkembang menyesuaikan permasalahan yang ada di target pasarnya.

Para pemateri juga meyakini, bahwa ekosistem yang sudah ada sebenarnya bisa dijadikan sarana bagi pelaku startup untuk bisa terhubung satu sama lain, antar pemain startup, investor, hingga sampai di level individu (berkaitan dengan talenta). Adanya perkembangan infrastruktur yang terus dikejar oleh berbagai pihak, setidaknya akan selalu menciptakan jalan baru bagi startup digital untuk bertumbuh pesat.