Mengenai Peluang dan Tantangan Ekonomi Kreatif Indonesia di Tahun 2017

Bekraf secara khusus didirikan pemerintah untuk fokus memajukan ekonomi kreatif Indonesia. Pemerintah sadar betul akan potensi ekonomi kreatif yang diyakini akan perlahan-lahan mendominasi jadi sumber pendapatan negara. Agar dapat terus bergerak ke arah sana, maka dari itu perlu kerja sama nyata antara pemerintah, swasta dan pelakunya itu sendiri. Namun seperti apa langkahnya?

Dalam diskusi panel yang diadakan Plug and Play Indonesia bertajuk “Indonesia Creative Economy 2017”, menghadirkan berbagai pembicara dari ketiga pelaku. Mulai dari Ricky J Pesik selaku Wakil Kepala Bekraf, Mari Pangestu (Mantan Mendag), Gandi Sulistiyanto (Managing Director Sinarmas), Aloysius Budi (Chief Human Capital Dev Astra Intl), dan Dino Patti Djalal (Mantan Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat).

Dari sisi Bekraf, Ricky menegaskan bahwa saat ini Indonesia perlu meluruskan lagi pemahaman mengenai ekonomi kreatif. Dari ranah kementerian dan lembaga (K/L) rupanya ekonomi kreatif itu bersinggungan dengan 27 K/L, oleh karenanya perlu pemetaan tugas kembali agar tidak saling tumpang tindih.

Untuk mendukung hal tersebut, saat ini Bekraf bersama K/L lainnya sedang dalam tahap penyusunan regulasi yang menggantikan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif, terhitung sudah resmi tidak berlaku lagi sejak 2015.

Selain itu, Ricky mengungkapkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah pemerintah lainnya dalam rangka mendukung ekonomi kreatif lewat pengembangan startup. Misalnya mengevaluasi atau membuat regulasi baru yang mendukung aktivitas industri.

“Dari kacamata pemerintah untuk dukung ekonomi kreatif adalah mengevaluasi ulang sejumlah regulasi lama atau melahirkan regulasi baru yang lebih adaptif. Menurut saya startup itu sangat memerlukan dukungan regulasi yang jelas karena mereka lahir akibat perubahan yang cepat,” ucap Ricky, kemarin (8/3).

Sementara dari sisi swasta, Aloysius Budi mengatakan bahwa saat ini Astra mulai concern untuk bekerja sama dengan startup untuk bergabung dalam Astra Digitalization Program. Hal ini dimaksudkan agar terjadi akselerasi bisnis Astra lewat inovasi yang ditawarkan dari para startup.

Begitupula dengan Sinarmas, Gandi Sulistiyanto menambahkan perhatian Sinarmas kepada startup terlihat dari pendirian Sinarmas Digital Ventures (SMDV) dan bergabung menjadi anggota Plug and Play Indonesia. Menurutnya, dengan menjadi member dapat memberi akses kepada Sinarmas untuk menambah jaringan startup-startup yang berpotensi akan diincar Sinarmas untuk diinvestasikan.

Involvement dari swasta itu penting untuk keberhasilan startup. Pasalnya mereka juga membutuhkan mentor, sementara bagi kami perlu menghubungkan diri dengan startup untuk akselerasi bisnis. Ini jadi solusi win-win,” terang Gandi.

Sedangkan dari sisi Mari Pangestu dan Dino Patti, mereka hanya memberi masukan untuk startup agar dapat lebih kompetitif ke depannya. Mari bilang, bahwa startup diharuskan untuk dekat dengan industri. Tujuannya agar startup dapat memberikan solusi yang tepat terhadap permasalahan yang dihadapi industri.

Tak hanya itu, Mari juga menekankan pada pentingnya kemampuan untuk manajemen bisnis startup. Menurutnya, ide yang baik belum tentu akan berjalan sukses bila manajemennya tidak tepat.

Dino pun sepakat dengan ucapan Mari. Dino mengatakan bahwa startup tidak boleh memiliki pola pemikiran nasionalisme sempit. Hal ini, lanjutnya, masih ditemukan dalam kampus di Indonesia yang menganggap penggunaan bahasa asing sebagai kapitalisme.

“Jargon seperti ini tidak bisa membuat mereka bersaing setelah keluar dari kampus. Ekonomi kreatif itu mengenai bagaimana Anda bersikap nasionalisme terbuka, jangan tertutup. Penguasaan bahasa asing itu sangat diperlukan saat berbisnis,” pungkas dia.

Plug and Play Indonesia Buka Program Akselerator Batch Pertama

Sebagai perusahaan rintisan cara startup berkembang berbeda-beda satu sama lain. Masalah modal dan akses pasar sebagai salah satu alasan mendasar kecepatan startup tumbuh dan bekembang. Salah satu program akselerator yang ada di Indonesia adalah Plug and Play Indonesia.

Baru diluncurkan awal bulan ini program program akselerator dari Plug and Play Indonesia akan membantu startup untuk mengkselerasi binsisnya, membantu untuk lebih cepat menemukan pasar dan menaikkan penjualan. Rencananya tahun ini akan diadakan 2 batch dengan masing-masing batch terdiri dari 10 startup.

Accelerator Director Plug and Play Indonesia Nayoko Wicaksono bercerita bahwa program akselerator ini akan membantu dan bermanfaat bagi banyak pihak. Pihak pertama yang akan terbantu adalah para startup, dengan program dan workshop yang sudah dirancang Plug and Play Indonesia startup diharapkan bisa lebih bisa mengembangkan produk dan dengan dikenalkannya para peserta akselerator ini dengan mitra korporat dari Plug and Play bisa membantu mereka mendapatkan segmen pasar baru dan kredibilitas.

Untuk mitra korporat, dengan adanya startup-startup ini mereka diharapkan terbantu dari segi inovasi. Sesuatu yang selama ini susah mereka dapatkan karena keterbatasan sumber daya yang mereka miliki. Korporat yang sejauh ini bermitra dengan Plug and Play antara lain Astra, BNI, BTN, dan beberapa lainnya.

Nayoko menjelaskan saat ini untuk batch pertama mereka mencari 10 startup yang setidaknya sudah memiliki produk MVP dan sudah teruji di pelanggan pertama mereka. Dengan masuk ke dalam program akselerator ini diharapkan produk mereka dapat lebih bisa dikembangkan dan dimudahkan untuk masuk ke pasar-pasar.

“Kita sekarang ada lebih dari 50 mentor, ada mentor yang full time dan mentor-mentor yang mengajar dan mengisi kelas-kelas yang akan kita adakan selama program akselerator yang akan kita jalankan,” papar Nayoko.

Selain program mentoring dan pelatihan, para peserta akselerator ini juga dijanjikan investasi sebesar $50.000 hingga $100.000 tergantung berada di mana posisi startup saat ini. Pendaftaran mulai dibuka awal Februari dan akan berakhir di akhir bulan Maret.

Nayoko menjelaskan bahwa untuk kriteria yang mereka cari sebenarnya ada berbagai macam. Ini disesuaikan dengan kebutuhan para mitra korporasi atau yang memiliki prospek. Sektor teknologi finansial dan perdagangan komoditi online menjadi dua sektor yang mereka cari, namun tidak menutup kemungkinan sektor atau jenis layanan lain yang potensial. Untuk pemilihannya sendiri Nayoko menjelaskan Plug and Play juga akan mempertimbangkan rekam jejak pendiri atau tim dalam startup tersebut.

Hadirnya program akselerator ini, dijelaskan Nayoko, berupaya membantu startup untuk lebih cepat mendapatkan akses ke pasar. Ia mengatakan program ini bisa membantu para lulusan inkubator untuk lebih cepat mengakselerasi bisnisnya, dengan meningkatkan penjualan hingga mendapatkan pendanaan baru.

“Di 10 startup ini kita harap kita bisa invest dalam satu tahun itu sekitar $1 juta totalnya. kita ingin startup-startup yang kita invest bisa fundraising dan bisa mendapatkan dana untuk stage berikutnya. Tapi juga yang paling penting juga mereka bisa mendapatkan penjualan atau business development dari korporat (mitra) kita. Membantu mereka menemukan pasar-pasar baru. Itu objective kita untuk bisa membantu startup lebih cepat masuk ke pasar, itu mengapa di sebut akselerator,” imbuh Nayoko.

Menyelaraskan Dunia Startup dan Korporat

Ibarat minyak dan air, cara kerja startup sangat berbeda dengan korporat. Akan tetapi, di sisi lain, dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya kedua entitas ini saling membutuhkan satu sama lain. Terlebih perkembangan saat ini yang mulai mengarah ke digitalisasi. Sekarang pertanyaanya adalah mengapa keduanya membutuhkan sinergi dan bagaimana caranya?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Managing Partner SMDV Roderick Purwana menjelaskan sejatinya tidak ada korporat besar yang bisa mahir dalam segala hal. Dengan segala kelebihannya, korporat juga memiliki keterbatasan. Mereka tidak bisa bergerak ‘selincah’ startup, padahal mereka selalu membutuhkan inovasi agar bisnisnya terus berjalan dan sejalan dengan perkembangan zaman.

Akan tetapi, terkadang inovasi itu tidak selalu berasal dari dalam orang dalam perusahaan saja. Makanya korporat butuh para inovator dari pihak luar yang memiliki cara berpikir “out of the box”, tidak seperti karyawan korporat yang sudah terpatri dengan ketatnya aturan.

Sinar Mas Group mendirikan perusahaan modal ventura yang diberi nama SMDV (Sinar Mas Digital Venture). Modal ventura korporat ini memiliki tugas untuk menyinergikan seluruh lini pilar bisnis, yang bergerak di pulp & kertas, agribisnis & makanan, jasa keuangan, telekomunikasi, properti, energi & infrastruktur, media, dan lainnya, untuk mengarah ke digital.

SMDV sifatnya menjadi katalis, bertugas sebagai jembatan antara startup digital yang mereka danai dengan Sinar Mas Group. “Korporat itu ibarat kapal besar dengan navigasi yang rumit dan susah, sementara startup itu seperti speedboat yang fleksibel karena resource-nya tidak butuh banyak. Makanya mereka itu butuh digandeng,” terang Roderick.

Hal yang senada juga diungkapkan oleh Direktur Astra International Paulus Bambang. Dia mengatakan dalam korporat sebesar Astra pun sebenarnya butuh semangat kerja “startup” yang menyebabkan perusahaan bisa maju. Sementara ini, Astra baru membuka kesempatan “pitching” ide untuk kalangan karyawan Astra. Jadi, setiap karyawan yang memiliki ide dipersilahkan untuk menuangkannya dalam sehelai halaman berformat Power Point.

“Kami hanya fokus ke Indonesia saja [untuk ide], sebab kami paham orang Indonesia tahu persis Astra seperti apa. Makanya diharapkan bisa menciptakan inovasi yang tepat untuk Astra. Just one page PPT [format Power Point] berisi data untuk proof concept dan silahkan kirim. Tidak perlu yang kompleks. Bila terpilih, karyawan akan diajak untuk turun langsung [mewujudkan idenya],” kata Paulus.

Untuk mendukung ekosistem startup digital di Indonesia, sementara ini Astra baru menjadi mitra Plug and Play Indonesia. Astra International saat ini belum memiliki rencana mendirikan perusahaan modal ventura yang bergerak khusus menyuntik dana segar ke startup digital.

Astra International sudah memiliki modal ventura sendiri, yakni Astra Mitra Ventura (AMV). Hanya saja, AMV saat ini masih memfokuskan ke pendanaan untuk sektor UKM non digital, beberapa di antaranya merupakan mitra Astra yang bergerak di manufaktur, otomotif, perkebunan, dan lain sebagainya.

“AMV itu baru untuk UKM biasa. Kami belum tahu apakah nantinya mau pakai itu [AMV] atau bentuk khusus [untuk startup digital]. Belum ada pembicaraan. Kami kan sudah ada arm [modal ventura], belum tahu apakah akan digabung ke AMV atau bentuk lagi terpisah.”

Ambil porsi saham minoritas

Hubungan simbiosis mutualisme antara startup dengan korporat harus terus terjalin. Agar jiwa semangat startup tetap hidup, menurut Roderick, sebaiknya korporat harus menyuntik dana dengan penyertaan saham minoritas. Tujuannya agar startup yang didanai tidak terkekang dengan aturan korporat yang menjelimet dan semangat kerja startup tidak luntur.

“Makanya dalam SMDV, kami ambil porsi minoritas agar identitas startup dalam perusahaan yang kami danai tetap hidup. Kami bantu mereka agar inovasi bisa terus berkembang, maintain, dan support apa yang bisa kami berikan kepada mereka agar bisa sama-sama sukses,” sambung Roderick.

Selain itu, antara investor dengan startup harus memiliki batasan fungsi kontrol dan kepemilikan. Model bisnis SMDV sedari awal adalah fungsi kontrol dengan tidak mengambil saham mayoritas, sehingga manajemennya terpisah.

“Kami tidak ikut kontrol perusahaan startup karena kebanyakan setiap pendanaan baru kami tidak masuk sendiri, ada investor lainnya. Keuntungannya bagi startup, mereka masih memiliki identitas sendiri dan secara finansial independen karena manajemennya terpisah.”

Cara startup gaet konsumen korporat

Tak ketinggalan, dalam acara diskusi panel dihadiri oleh Founder dan CEO Bizzy Peter Goldsworthy. Bizzy merupakan salah satu pelopor e-commerce B2B untuk suplai perlengkapan kantor dan layanan bisnis. Meski tergolong perusahaan startup, Goldsworthy mengklaim pihaknya mampu melayani kebutuhan korporat sebagai target konsumen Bizzy.

Menurutnya, kunci utama agar bisa menarik korporat menjadi konsumen, sekaligus investor adalah membuat produk yang sesuai kebutuhan. Selain itu, startup harus bisa merekrut pekerja yang tepat untuk mendukung proses bisnis.

“Startup itu seperti yang dikatakan Roderick adalah speedboat. Oleh karena itu geraknya harus cepat dan tepat agar bisa mendapatkan perhatian dari korporat besar,” ujarnya.

Baru-baru ini, Bizzy mengeluarkan produk terbarunya Bizzy Travel dan Bizzy Guide. Kedua produk ini diklaim dapat membantu korporate untuk mengatur dan memonitor pemesanan hotel domestik, dan panduan pembelian perangkat TI yang tepat untuk UKM.

Seekmi Bukukan Pendanaan Seri A Jutaan Dolar

Hari ini (25/5) marketplace jasa Seekmi mengumumkan telah membukukan pendanaan seri A jutaan dolar dari enam investor. Pendanaan seri A Seekmi ini dipimpin oleh CyberAgent Ventures, diikuti oleh Ventek Ventures, Convergence Ventures, Kinara, Grupara, dan Balancop. Rencananya, dana segar yang baru diperoleh ini akan dialokasikan untuk pengembangan produk, merekrut talenta, dan perluasan wilayah operasional di luar Jabodetabek.

CEO Seekmi Nayoko Wicaksono mengatakan, “Marketplace jasa adalah bisnis lokal yang luar biasa.[…] Pendanaan baru ini memungkinkan kami memperkuat keunggulan di pasar Indonesia dan semakin meningkatkan product experience yang baik bagi pengguna dan vendor.”

“Sejumlah besar dana akan kami alokasikan untuk keunggulan teknologi melalui R&D (research and development). Kami akan mengembangkan tim IT kami dan merekrut para engineer terbaik untuk menjadikan Seekmi lebih intelligent, responsive, dan reliable,” ujar COO Seekmi Clarissa Leung menambahkan.

[Baca jugaSeekmi Siap Menangkan Persaingan Marketplace Jasa dengan “Matchmaking Engine”]

Seekmi adalah layanan marketplace jasa yang dirintis pada awal 2015 oleh Nayoko Wicaksono dan Clarissa Leung. Tak lama setelah meluncurkan situsnya pada Agustus 2015, Seekmi juga terpilih sebagai salah satu wakil Indonesia yang mengikuti program Google Launchpad Accelerator. Belum lama ini mereka juga telah meluncurkan aplikasi mobile untuk perangkat Android dan iOS..

Putaran pendanaan seri A Seekmi yang baru diperoleh ini memang sebagian besar akan dialokasikan untuk pengembangan produk dan merekrut talenta. Pun begitu, Seekmi juga berencana mengalokasikan dana untuk perluasan wilayah operasional di luar Jabodetabek. Kota-kota yang berada dalam radar Seekmi adalah Bandung, Surabaya, Semarang, Bali, Medan, dan Makassar.

[Baca jugaDaftar Startup Penyedia Aneka Jasa On Demand Asli Indonesia]

Terkait pendanaan seri A Seekmi ini Vice President CyberAgent Ventures Steven Vanada menyampaikan, “Seekmi memiliki potensi untuk men-disrupt industri jasa di Indonesia dengan membantu UKM dalam mendapatkan pelanggan baru, dan begitu juga sebaliknya. Untuk merealisasikan hal  tersebut diperlukan strategi dan pemikiran jangka panjang dan kami yakin Seekmi mempunyai pendekatan yang tepat dan memiliki tim terbaik untuk penerapan di market ini.”

Saat ini Seekmi mengklaim telah berhasil menyediakan lebih dari 500 jenis jasa, memiliki 5000 penyedia jasa profesional, dan telah mendapat lebih dari 250 ribu pencarian jasa dalam platform mereka. Misi besar yang ingin dicapainya adalah dapat memfasilitasi jasa di seluruh Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Seekmi Luncurkan Aplikasi Mobile Android dan iOS

Setelah berhasil mengumpulkan penyedia jasa dan mendapatkan sejumlah pengguna setia, Seekmi hari ini (11/05) secara resmi meluncurkan aplikasi mobile di platform Android dan iOS. Banyak hal menarik tentunya yang didapatkan oleh Seekmi selama 6 bulan berjalan, di antaranya adalah banyak para pengguna yang tinggal di apartemen menjadikan Seekmi situs yang bisa diandalkan untuk mencari penyedia jasa servis AC. Layanan lainnya yang menjadi favorit adalah tutor privat hingga belajar memasak.

Dengan makin banyaknya demand yang ada dari pengguna, Seekmi kemudian menghadirkan aplikasi mobile. Untuk memberikan kepuasan pelanggan dan mengantisipasi terjadinya error atau kesalahan dalam aplikasi, selama 1 tahun penuh aplikasi mobile Seekmi fokus dikerjakan dan diuji, dan baru hari ini siap diluncurkan. Acara peluncuran aplikasi Seekmi ini turut dihadiri oleh mantan Menteri Perdagangan dan Pariwisata RI Mari Elka Pangestu yang juga merupakan angel investor dari Seekmi dan juga COO Seekmi Clarissa Leung.

“Kini Seekmi telah go-mobile, dengan aplikasi mobile konsumen akan jauh lebih mudah mencari service yang dibutuhkan kapan pun, di mana pun hanya dalam satu genggaman. Kemudahan ini yang ingin dihadirkan oleh Seekmi untuk menunjang gaya hidup serba ‘instant’ di Jakarta,” kata CEO Seekmi Nayoko Wicaksono.

Fitur miChat dan rating penyedia jasa

Dalam aplikasi yang saat ini sudah bisa diunduh oleh pengguna smartphone terdapat beberapa fitur menarik yang bisa digunakan. Di antaranya adalah fitur chatting yang bernama miChat, dengan fitur ini baik penyedia jasa maupun pengguna bisa berinteraksi langsung melalui in-app messaging. Tentunya hal ini memberikan kenyamanan lebih kepada kedua belah pihak, karena tidak harus memberikan nomor ponsel pribadi ketika sedang melakukan transaksi.

Untuk pengguna baru yang masih belum mengetahui dengan baik rekomendasi penyedia jasa apa saja yang ideal, di halaman depan aplikasi akan muncul tampilan penyedia jasa favorit yang relevan dan tentunya sesuai dengan kebutuhan dari pengguna.

“Fitur rating kami sediakan agar pengguna dan juga penyedia jasa bisa memberikan rekomendasi kepada pengguna lainnya ketika hendak mencari penyedia jasa yang dibutuhkan,” kata Nayoko.

Saat ini Seekmi mengklaim telah memiliki sekitar 5000 penyedia jasa dan 520 macam layanan jasa yang ditawarkan, mengedepankan kemudahan serta kecepatan yang ada, aplikasi Seekmi juga dilengkapi dengan notifikasi yang berfungsi dengan baik untuk memberikan informasi dan konfirmasi kepada pengguna yang sedang membutuhkan penyedia jasa dalam waktu singkat.

Untuk ke depannya Seekmi menargetkan akan memperluas area layanan di luar Jabodetabek dan mengembangkan inovasi untuk fitur Nearby di aplikasi Seekmi.

“Tentunya kami berharap semua penyedia jasa yang selama ini kesulitan mendapatkan klien bisa terbantukan dengan kehadiran Seekmi, dengan demikian kehadiran aplikasi Seekmi bisa membantu pengguna yang membutuhkan penyedia jasa dalam waktu cepat, juga penyedia jasa mendapatkan klien lebih banyak lagi,” tuntas Nayoko.

Application Information Will Show Up Here

Menilik Persaingan Marketplace Jasa di Indonesia

Persaingan industri startup di Indonesia masih belum benar-benar stabil. Artinya semua pemain di dalamnya masih terbuka peluangnya untuk menjadi top leader di sektor masing-masing. Salah satu sektor yang potensial untuk terjadi persaingan sengit di dalamnya adalah layanan on-demand untuk jasa. Meski belum sepopuler layanan ojek atau pesan antar barang (atau makanan) layanan jasa ini berpotensi untuk menjadi besar. Alasannya sederhana, karena semua membutuhkan kemudahan.

Seperti kita tahu bersama di awal kemunculannya startup yang memberikan layanan on-demand masih belum begitu dipandang dan populer. Kini dengan inovasi berupa aplikasi mobile dan layanan yang semakin beragam layanan ojek ini tak lepas dari keseharian masyarakat. Demikian pula saya prediksikan untuk layanan jasa.

Di Indonesia setidaknya ada beberapa nama yang sudah mulai menunjukkan eksistensinya di sektor ini. Sebut saja Sejasa, Seekmi, dan juga Beres. Meski hanya Seekmi yang asli dari Indonesia tapi semuanya masih berpeluang menjadi penguasa di sektor ini.

Indonesia seperti di kebanyakan sektor merupakan pasar yang cukup seksi. Selain penduduknya yang mencapai ratusan juta penetrasi penggunaan teknologi dalam hal ini smartphone dan internet juga terbilang cukup tinggi. Sejasa, Seekmi, dan Beres harus segera mulai mendekat ke publik Indonesia, baik penyedia jasa maupun calon pelanggan mereka.

[Baca juga: Kiat Sukses Sejasa Utamakan Standardisasi Kualitas Produk dan Layanan]

Dua nama pertama kebetulan pernah diulas di DailySocial. Keduanya sepakat standarisasi atau lebih tepatnya memastikan kualitas penyedia jasa adalah menjadi yang utama. Kedua juga kebetulan menerapkan sistem rating dan review yang tentunya sesuai sehingga data yang terpampang adalah data sesungguhnya. Semua demi kenyamanan konsumen.

Kami sempat menanyakan tanggapan Country Manager Sejasa Indonesia Anthony Eka Wijaya mengenai persaingan ini. Menurutnya untuk saat ini pihak Sejasa tidak begitu khawatir dengan persaingan yang terjadi. Karena pasar di sektor masih baru sehingga proses edukasi akan lebih mudah jika dilakukan bersama.

“Untuk saat ini kami tidak begitu khawatir dengan persaingan, karena kami tidak menganggap marketplace jasa lainnya sebagai saingan. Hal ini dikarenakan marketplace jasa sebetulnya merupakan business model yang relatif baru. Kehadiran marketplace jasa lainnya justru akan membantu dalam mengedukasi market bahwa ada alternatif lain bagi customer untuk menemukan penyedia jasa terpercaya dan bagi penyedia jasa bahwa ada channel alternatif untuk mendapatkan akses ke customer baru,” jelasnya kepada DailySocial.

[Baca juga: Seekmi, Google Launchpad Accelerator, dan Fokusnya di Tahun 2016]

Hal senada juga diungkapkan CEO Seekmi Nayoko Wicaksono. Ia percaya jika di awal edukasi pengguna masih menjadi prioritas. Meyakinkan pengguna bahwa keberadaan marketplace jasa yang bisa membantu mereka akan menjadi masalah yang harus dipecahkan lebih dulu dibanding persaingan.

Selain pasar dan calon pengguna (baik itu penyedia jasa atau pemakai jasa) yang masih perlu edukasi, layanan ini juga membutuhkan model atau bentuk layanan yang mudah dan praktis. Berkaca pada keberhasilan layanan ojek aplikasi mobile tampaknya bisa menjadi model terbaik.

Selain itu, teknologi rating, review dan penyajian daftar penyedia jasa harus sesuai, atau mungkin ada unsur personalisasi. Teknologi matchmaking yang diusung Seekmi bisa menjadi terobosan tersendiri.

Untuk pasar yang baru mungkin terlalu dini untuk berbicara siapa juaranya. Yang jelas untuk saat ini siapa yang bisa bertahan, terus berinovasi dan bisa menjawab kebutuhan dan keinginan pengguna akan menjadi yang terdepan. Itulah mengapa menjamin kualitas penyedia jasa menjadi salah satu hal terpenting.

Seekmi, Google Launchpad Accelerator, dan Fokusnya di Tahun 2016

Google belum lama ini mengundang sejumlah perusahaan startup dari India, Indonesia, dan Brazil ke kantor pusatnya di Mountain View, California dalam rangka mengikuti program bootcamp Google Launchpad Accelerator (GLA). Dari Indonesia ada delapan startup yang terpilih, salah satunya adalah layanan marketplace jasa Seekmi. Kami berkesempatan berbincang dengan CEO Seekmi Nayoko Wicaksono tentang pengalamannya selama mengikuti bootcamp GLA dan juga menggali lebih jauh apa yang menjadi fokus Seekmi di tahun ini.

Seekmi dan Google Launchpad Accelerator

Bootcamp GLA gelombang pertama yang mengundang sejumlah startup berbasis teknologi dari India, Indonesia, dan Brazil telah berakhir. Dari Indonesia, ada delapan startup yang terpilih untuk mengikuti program ini dan Seekmi adalah satu di antaranya. Sebelumnya, kami juga telah berbincang dengan pihak Kurio dan Jojonomic terkait pengalamannya mengikuti bootcamp GLA yang berlangsung selama dua minggu di kantor pusat Google.

GLA sendiri menawarkan peluang funding non-ekuitas sebesar $50.000 dan akses khusus dalam menggunakan produk premium dari Google. Selain itu, setelah fase bootcamp yang berlangsung selama dua minggu, masih ada mentoring dan monitoring selama enam bulan ke depan.

Nayoko menceritakan bahwa awal mula ia tertarik untuk mengikuti program ini adalah ketika ia ditunjuk menjadi mentor dalam Launchpad Week Jakarta yang digelar empat bulan silam. Seekmi sendiri berangkat mengikuti program bootcamp GLA ini dengan tiga orang anggotanya.

“Kami di sana dua minggu, [kerjanya] dimulai dari jam delapan pagi sampai jam delapan malam. […] Kegiatannya lumayan intense, jadi setiap hari itu ada workshop pagi-pagi untuk sharing knowledge dan lainnya. Setelah itu, kick off mentorship, one-on-one. Mentornya ganti-ganti. Ini bagus, karena kami bisa dapat banyak insight baru. […] Setiap hari kami juga di-track terus, ada improvement apa saja yang ditunjukkan,” cerita Nayoko.

[Baca juga: Pengalaman Mereka Mengikuti Google Launchpad Accelerator Bootcamp]

Dari sekian banyak mentor yang ditemui, Nayoko banyak memetik pelajaran dari mentor asal India dan Israel  terkait dengan pengembangan engineering. Sedangkan dari sisi bisnis, Nayoko menyebutkan bahwa ia banyak mendapat masukan terkait dengan product market fit.

Nayoko mengatakan, “Di Indonesia itu sekarang [salah satu] problem-nya adalah engineering. Bagaimana develop skillset untuk [pengembangan] software atau [kemampuan] programing lebih tinggi lagi. […] Saya banyak bertanya kepada mereka [mentor] mengenai pelatihan apa saja yang diperlukan untuk [pengembangan skill ] tim engineering, project management-nya seperti apa, dan apakah ada support dari Google terkait engineering. Ternyata, mereka [siap] provide itu.”

In term of business, [masukan] lebih ke arah product market fit. […] Waktu kami ke sana, sampai di bulan Januari itu, kami masih lebih fokus ke supplier. Menambahkan jumlah dan meningkatkan kualitas mereka. Sekarang kami lebih masuk ke demand, mulai menaikkan pesanan. […] Kami itu baru mulai menganalisa habit pengguna bulan November dan setelah melihat hasilnya, kami bertanya pada mentor. Bagaimana menurut [pandangan] mereka, arah pengembangan harus ke mana. […] Sekarang, situs kami sudah berbeda dari yang dulu, look-nya, feel-nya juga,” lanjutnya.

Yang menarik dari perjalanan Seekmi adalah ketika mereka dapat bertemu dengan Sander Daniels, sosok di balik Thumbtack yang merupakan salah satu marketplace jasa terkemuka di Amerika. Selain itu Nayoko juga menyempatkan diri untuk bertemu Kevin Hale dan Justin Kan dari Y Combinator untuk bertukar pikiran.

“Ini diluar acara GLA, kami memang menyempatkan diri untuk bertemu Sander Daniels [untuk bertukar pikiran]. Mereka [Thumbtack] bercerita bahwa di awal itu mereka fokus dengan kualitas vendor. Di Indonesia, itu juga penting karena jasa servis [online] di Indonesia itu masih early. Kami seperti Tokopedia di jaman dulu. E-commerce kan sudah mulai matang, nah jasa servis itu berikutnya. [Urutan] Ekonominya kan, Material, Jasa, dan Experience. Kita sekarang ada di stage jasa,” ujarnya.

Nayoko menambahkan, “Kami juga bertanya rencana Thumbtack ke depannya apa, dan Sander bilang dia akan lebih fokus ke recording behavior orang-orang [pengguna] dan bagaimana caranya agar servis vendor dapat memberikan penawaran lebih akurat lagi dari data-data dia. […] Jadi kami ke depannya juga jalannya akan ke sana, mengimplementasikan big data.”

Seekmi dan fokus operasional di tahun 2016

Rencana jangka panjang Seekmi adalah dapat mengimplementasikan teknologi big data. Namun untuk jangka pendek,  dalam waktu dekat ini Seekmi berencana untuk meluncurkan aplikasi mobile yang dapat berjalan pada perangkat Android dan iOS. Melalui aplikasi tersebut, pengguna dijanjikan untuk dapat melakukan transaksi lebih cepat dan mudah.

Nayoko mengungkapkan, “Ekspektasi kami, dalam minggu tengah Maret ini ada launching untuk aplikasi mobile. […] Android dahulu baru setelahnya iOS.”

[Baca juga: Seekmi Siap Menangkan Persaingan Jasa Marketplace dengan “Matchmaking Engine”]

“Kelebihan [aplikasi] ini adalah pengguna jadi bisa lebih cepat transaksi [untuk mencapai kata sepakat dalam mencari jasa]. Jadi sekarang ini masalahnya adalah komunikasi masih lebih banyak terjadi lewat telepon, nah kami mau ini bisa dilakukan lewat chatting, agar respond time-nya lebih cepat. […] Ada juga fitur location based,” jelas Nayoko lebih jauh.

Nayoko menekankan bahwa tahun ini fokus utama Seekmi adalah pengembangan aplikasi mobile agar bisa diterima luas di masyarakat. Namun, pengembangan situs juga tidak akan dilupakan. Selain itu, Nayoko juga mengungkap bahwa kini Seekmi sedang berupaya untuk mencari talenta-talenta berbakat untuk mengembangkan timnya.

Operasional Seekmi sendiri saat ini baru menjangkau wilayah Jabodetabek dan Bandung. Untuk user yang bergabung, Nayoko mengklaim bahwa sekarang ada sekitar 4000-5000 pengguna yang bergabung dalam platform Seekmi.

Dua Puluh Lima Tim Ikuti Startup Sprint Surabaya

shutterstock_260572325

Program inkubasi Start Surabaya Bootcamp menghelat program Startup Sprint selama dua hari pada tanggal 26 dan 27 September 2015 kemarin. Gagasan ini turut didukung oleh PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTEK) guna mendorong berkembangnya kualitas serta daya saing startup di Kota Pahlawan tersebut.

Continue reading Dua Puluh Lima Tim Ikuti Startup Sprint Surabaya