Platform “Makmur” Tawarkan Kemudahan Berinvestasi Reksa Dana bagi Pemula

Pasar investasi online (wealthtech) di Indonesia kembali diramaikan pemain baru. PT Inovasi Finansial Teknologi resmi meluncurkan platform Makmur yang membidik segmen anak muda. Calon investor dapat mulai berinvestasi dengan nilai minimal Rp10.000.

Saat ini Makmur menyediakan delapan manajer investasi, yaitu BNI Asset Management, Bahana TCW Investment Management, Trimegah Asset Management, Avrist Asset Management, Capital Asset Management, RHB Asset Management, FWD Asset Management, dan Syailendra Asset Management.

Perusahaan telah mengantongi izin Agen Penjual Reksa Dana (APERD) dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 5 Februari 2021. Platform ini sudah tersedia untuk perangkat Android dan iOS.

Makmur menawarkan beberapa produk reksa dana, mulai dari reksa dana saham, campuran, pasar uang, hingga reksa dana dalam mata uang dolar AS. Platform ini menyeleksi kembali reksadana berdasarkan kinerja masa lalu, top holding, dan biaya manajemen.

“Kami menyediakan resep investasi untuk semua tipe investor di platform Makmur, mulai investasi dengan risiko sangat rendah hingga yang memiliki potensi keuntungan besar. Ada pula resep investasi yang memberikan pengguna dividen secara rutin bagi yang ingin mendapatkan penghasilan pasif,” tutur Founder dan CEO Makmur Sander Parawira dalam keterangan resminya.

Makmur juga menawarkan sejumlah fitur unggulan untuk memperkuat nilai tambah produknya. Pertama, human advisor berbasis teknologi dan Makmur Recipe untuk mempermudah investor pemula dalam membandingkan reksa dana yang tepat. Pengguna juga dapat menempatkan reksa dana pada kantong berbeda sesuai kebutuhan atau tujuan investasi (goal based investing).

Selain itu, Makmur dibekali Optical Character Recognition (OCR) yang memampukan sistem membaca tulisan di KTP sehingga calon investor tidak perlu memasukkan data satu per satu. Ada pula teknologi face recognition untuk mempermudah perbandingan wajah dengan foto KTP. Dengan teknologi ini, Makmur mengklaim dapat menyelesaikan proses pendaftaran dalam 5 menit.

Dari sisi keamanan, Makmur juga menyediakan otentikasi dua faktor (OTP dan PIN) dan biometrik (fingerprint dan face identification) untuk memastikan perlindungan data sehingga hanya pemilik rekening sah yang bisa mengakses aplikasi.

“Dalam waktu dekat, kami akan merilis metode pembayaran virtual account dan GoPay. Ke depannya, Makmur juga akan menambahkan opsi pembayaran lainnya, seperti OVO, DANA, dan Direct Debit dari bank investor untuk memudahkan transaksi,” tambahnya.

Pengalaman di industri keuangan dan teknologi

Makmur diperkuat deretan pengalaman kerja tim di perusahaan-perusahaan teknologi dan keuangan ternama di Silicon Valley dan Wall Street. Sander sebelumnya pernah magang sebagai Software Engineer Facebook yang bertanggung jawab atas algoritma pengurutan postingan di News Feed dan Software Engineer di Motorola Solutions.

Ia juga pernah menduduki berbagai posisi di industri keuangan, mulai dari KCG Holdings hingga menjadi Head of Quantitative Trading di Virtu Financial, salah satu perusahaan trading saham terbesar di Wall Street.

Dengan pengalaman ini, Sander berupaya meningkatkan awareness investasi di Indonesia dengan mengembangkan platform investasi yang mudah digunakan. Terutama bagi generasi muda yang selama ini berkontribusi besar terhadap peningkatan investor pasar modal dalam beberapa tahun terakhir.

Sebagaimana diketahui, fintech merupakan salah satu vertikal bisnis yang mengalami pertumbuhan pesat di Indonesia dalam beberapa terakhir. Berdasarkan Fintech Report 2020, investasi merupakan sub sektor fintech yang mengalami pertumbuhan tertinggi dibandingkan sub sektor lain, yakni 116%.

Total investor pasar modal di Indonesia tercatat mencapai 5,89 juta investor per 6 Agustus 2021 atau naik empat kali lipat dari 2017 berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Sebanyak 99% investor merupakan individu lokal, sedangkan 80% di antaranya berasal dari generasi muda.

Direktur Utama KSEI Uriep Budhi Prasetyo mengatakan, kehadiran teknologi Robo Advisor memberikan kontribusi signifikan dalam mendorong investor pemula. Robo Advisor memiliki kemampuan untuk menyesuaikan pola investasi berdasarkan umur, penghasilkan, level risiko, dan target tujuan hidup sang investor.

Robo Advisor banyak diimplementasikan pada layanan wealth management karena dapat membantu investor pemula yang minim pengetahuan atau kesulitan memahami investasi. Robo memberikan manfaat dalam merancang portofolio investasi atau mengelola keuangan mereka.

Application Information Will Show Up Here

Platform Wealthtech Roketkan Jumlah Investor Pemula

Tren peningkatan jumlah investor retail diprediksi terus berlanjut, mengingat baru 2% dari total penduduk usia produktif di Indonesia yang mengakses produk investasi di pasar modal. Momentum tersebut dimanfaatkan banyak pemain wealthtech, istilah yang kini digunakan untuk mendeskripsikan platform terkait investasi berbasis digital, untuk saling konsolidasi kemitraan agar semakin banyak investor baru yang bergabung.

Mengutip OJK, jumlah SID (Single Investor Identification / Identifikasi Investor Perorangan) mencapai 5,6 juta investor per Juni 2021, naik 44,2% secara year-to-date (YTD) sebesar 3,88 juta investor. Dirinci lebih jauh, SID saham sebanyak 2,5 juta investor (naik 48,32% YTD), SID reksa dana sebesar 4,9 juta (naik 55,27% YTD), dan SID SBN sebesar 538 ribu investor (naik 17,03% YTD).

Peningkatan di aset kripto jauh lebih fantastis. Kemendag mencatat investor di instrumen ini tembus ke angka 6,5 juta orang dengan nilai transaksi Rp370 triliun hingga Mei 2021. Dibandingkan sebulan sebelumnya, tercatat ada 4,8 juta orang dengan nilai transaksi sekitar Rp237,3 triliun.

Penambahan jumlah investor ini, selain didukung momentum, juga turut dipengaruhi inovasi yang dilakukan pemain wealthtech. Dalam catatan DailySocial, mayoritas pemain masih terfokus pada satu instrumen investasi saja, misalnya di reksa dana saja, atau emas saja.

Belakangan para pemain mulai berkolaborasi satu sama lain agar platform-nya semakin kaya dan dapat menjaring lebih banyak pengguna dari beragam profil risiko.

Tren tersebut, menurut Ekonom Indef Nailul Huda, akan terus berlanjut karena wealthtech di Indonesia termasuk masih sangat baru. Bila mengacu pada grafik non-linier, masih dalam masa akselerasi pertumbuhan bersama dengan industri fintech lainnya.

Pada industri fintech yang memasuki akselerasi pertumbuhan, investor-investor biasanya akan menaruh perhatian lebih besar karena nilai valuasinya semakin tinggi. “Kesempatan bagus bagi investor, dengan begitu biasanya semakin banyak pemain di wealthtech,” ujarnya kepada DailySocial.

Hal tersebut berdampak pada pasar yang akan terbentuk menuju persaingan monopolistik, yang mana tidak ada pemain yang dominan. Namun demikian, ia menyoroti kemungkinan platform-platform ini akan mengembangkan ekosistem sendiri.

Salah satu caranya adalah merger dengan sesama pemain wealthtech ataupun dengan platform fintech lainnya semacam fintech payment ataupun bank digital. Cara tersebut relatif lebih murah dibandingkan mengembangkan ekosistem sendiri. “Jika strategi ini dilakukan, maka lambat laun biasanya akan terbentuk pasar yang lebih oligopoli.”

Di sisi lain, bermitra dengan banyak lintas industri wealthtech sebenarnya adalah langkah dalam mengatasi berbedanya regulator yang berlaku di Indonesia. Ada yang diawasi oleh Bank Indonesia, OJK, maupun Bappebti, menimbulkan kesan sebagai hambatan bagi para pemain untuk bergerak lebih cepat.

Cost regulasi ini bisa disiasati dengan merger. Mungkin platform A sudah punya izin OJK, platform B punya izin Bappebti, bisa merger biar menghemat biaya.”

Berikut ini adalah jenis-jenis investasi yang disajikan oleh masing-masing platform wealthtech:

No

Aplikasi wealthtech Emas Reksa Dana Saham atau derivatif Aset kripto

Securities crowdfunding

1 Bareksa

2 Pluang

3 Tanamduit

4 Raiz Invest

5 E-mas

6 Lakuemas

7 Treasury

8 Indogold

9 Tamasia

10 Bibit

11 Ajaib

12 IPOT

13 Invisee

14 XDana

15 Stockbit

16 Halofina

17 Fundtastic

18 Santara

19 Bizhare

20 LandX

21 Crowddana

22 Indodax

23 Tokocrypto

24 Pintu

25 Luno

Aplikasi wealthtech satu pintu

Salah satu pemain wealthtech yang kini makin lengkap kelas asetnya adalah Pluang. Dari awalnya, saat masih menggunakan brand EmasDigi, perusahaan menyediakan produk investasi komoditas emas sebagai produk pertamanya kini sudah melengkapi diri, mulai dari indeks S&P 500, aset kripto, dan reksa dana.

Pengembangan tersebut berjalan relatif singkat sejak rebrand pada Juli 2019. Perusahaan bermitra dengan para pemain di industri terkait, hingga membentuk anak usaha untuk memperoleh lisensi APERD bernama Pluang Grow (PT Sarana Santosa Sejati) agar dapat bermitra dengan perusahaan manajer investasi.

Co-Founder Pluang Claudia Kolonas menyampaikan rebrand adalah langkah perusahaan untuk sampai pada cita-citanya yang ingin menyediakan sebuah platform yang memudahkan pengguna berinvestasi.

“Pengembangan ini sesuai dengan cita-cita kami untuk menyediakan sebuah platform yang memudahkan penggunanya untuk investasi. Melalui nama Pluang, menjadi semangat baru kami untuk terus mengembangkan produk-produk investasi lainnya pada platform kami,” ucapnya.

“Mulai dari perubahan nama, memberikan edukasi secara organik kepada masyarakat hingga akhirnya berbagai macam produk baru yang kami luncurkan, itu juga yang “melepaskan” branding dari hanya 1 aset jadi ke beragam aset investasi,” sambungnya.

Dengan posisi sebagai one stop investment app, Pluang ingin merangkul semua calon pengguna yang datang dari beragam profil risiko. “Untuk saat ini, mayoritas user kami memang masih memilih emas sebagai portofolio mereka, untuk S&P 500, aset kripto, dan reksa dana dapat dibilang kelas aset yang baru saja booming. Pluang sendiri baru meluncurkan untuk reksa dananya.”

Kondisi tersebut cukup terfleksi dengan profil risiko pengguna yang dicatat perusahaan saat KYC, yakni mayoritas berada di moderat. Meski tidak dirinci lebih jauh, Claudia menyebut pertumbuhan bisnis Pluang pada tahun lalu tumbuh 20 kali lipat. Ia berharap tren kinerja tersebut setidaknya dapat dipertahankan perusahaan pada tahun ini.

“Pluang tetap bermisi untuk memberikan nasabah: akses ke kelas aset yang beragam dengan harga yang terjangkau. Di setiap kelas aset kami akan/sudah menawarkan produk yang menarik dan distinctive di kelasnya masing-masing.”

Tren teknologi robo advisor

Sebelum pemain wealthtech hadir, industri wealth dikuasai pengguna yang datang kelompok tertentu, yakni High-Net-Worth-Individual (HNWI) dan Ultra-High-Net-Worth-Individual (UNHWI). Kelompok ini merasakan layanan portofolio yang dipersonalisasi secara eksklusif dari para wealth manager.

Tapi eksklusivitas tersebut kini dapat dirasakan pengguna dari semua latar belakang ekonomi berkat teknologi robo-advisor yang dikembangkan para wealthtech. Teknologi ini menganalisis data berdasarkan berdasarkan jawaban kuesioner klien, lalu merekomendasikan solusi investasi sesuai dengan tujuan dan kebutuhan klien.

Dibandingkan manusia, robo-advisor dapat menganalisis ribuan variabel secara bersamaan dan efisien. Beberapa variabel yang dipertimbangkan antara lain demografi, waktu, tren historis, analisis teknikal, analisis fundamental, sentimen pasar, dan lainnya.

Dan yang tak kalah penting, nilai jual yang menonjol dari robo-advisor adalah biaya yang rendah dibandingkan dengan penasihat tradisional yang mengenakan biaya manajemen 2% – 3% dari AUM, menurut laporan dari Bambu, startup penyedia teknologi robo-advisor dari Singapura.

Bukan berarti tenaga manusia tidak lagi dibutuhkan pada saat ini. Dengan data yang dikumpulkan oleh robo-advisor, wealth manager berada dalam posisi tepat untuk memahami klien mereka dengan lebih baik – Apa gaya hidup mereka; Ke mana arah tren; Apa kebutuhan dan tujuan mereka?. Lalu mereka kemudian dapat menyusun strategi dan menemukan cara untuk mengatur keputusan investasi, manajemen risiko, dan meningkatkan hubungan penasihat-klien mereka.

Para ahli memperkirakan aset AUM dari industri robo-advisor ini tembus pada angka $1,4 triliun pada 2020 kemarin, tumbuh 47% dan 70,5 juta pengguna baru secara global. Pemanfaatan robo-advisor sudah sampai tahap mature di negara maju, di Inggris misalnya, nilai pasarnya mencapai $24 miliar. Sementara itu, di Singapura dan Hong Kong, mencatat pertumbuhan AUM yang kuat sebesar 400% selama lima tahun terakhir.

Di Singapura, kompetisi wealthtech semakin sengit karena perusahaan keuangan petahana mulai memanfaatkan teknologi robo-advisor. Mengutip dari Fintechnews, persaingan ini hanya akan meningkat karena perusahaan non keuangan terus masuk ke industri wealth.

Salah satunya adalah UOB Asset Management (UOBMA) yang bermitra dengan perusahaan telekomunikasi Singtel untuk meluncurkan layanan robo-advisory di Singapura. Layanan tersebut akan diintegrasikan ke dalam dompet seluler Dash Singtel dan akan memungkinkan pelanggan Dash untuk berinvestasi dalam ETF, managed funds, atau kelas aset lainnya secara langsung melalui aplikasi.

Statista memperkirakan bahwa pada 2020, AUM di Singapura untuk segmen robo-advisor mencapai $1,06 miliar. Diproyeksikan pada 2024 menjadi $2,62 miliar tumbuh 25,3%. Pengguna di segmen ini diperkirakan akan meningkat lebih dari 83% menjadi 192.500 pada 2024 dari sebelumnya dari sekitar 104.900 pada 2020.

Di Indonesia sendiri, teknologi robo-advisor sudah mulai banyak diimplementasikan banyak pemain wealthtech. Bibit menjadi salah satu pengusungnya terutama saat mereka pertama kali berdiri.

CEO Bibit Sigit Kouwagam menjelaskan, teknologi robo-advisor yang mereka kembangkan terbukti secara ilmiah dapat memetakan profil risiko tiap pengguna. Kemudian, dilanjutkan dengan diversifikasi portofolio sehingga pengguna dapat berinvestasi pada berbagai kelas aset berdasarkan profil risiko, kondisi keuangan, dan tujuan finansialnya.

“Lebih dari 50% pengguna Bibit berinvestasi untuk jangka waktu lebih dari 24 bulan dan mereka terus meningkatkan investasinya,” ucap Sigit.

Disebutkan pengguna Bibit telah tembus lebih dari satu juta orang, sebanyak 91% di antaranya adalah investor pemula. Total AUM yang dikelola Bibit mencapai lebih dari Rp5 triliun. Sepanjang tahun lalu, pertumbuhan pengguna baru Bibit melonjak hingga 10 kali lipat.

Sigit menyebutkan tak hanya robo-advisor untuk menjaring lebih banyak investor baru, pihaknya juga melakukan banyak sejumlah penyesuaian, baik itu dari segi biaya transaksi yang lebih rendah, transparansi biaya dan informasi. “Biaya itu jadi enemy terbesar untuk mengajak orang-orang sebelum sukses berinvestasi jangka panjang.”

Tak menutup kemungkinan Bibit memperluas kelas asetnya di luar reksa dana. Sigit bilang, selain mendengarkan pengguna untuk menghadirkan pengalaman yang lebih baik, juga memiliki semangat kolaborasi untuk menghadirkan konektivitas di dalam ekosistem digital. Sister company Bibit, Stockbit, fokus pada kelas aset saham.

“Kami secara konsusten memantau produk-produk investasi tambahan untuk portofolio jangka panjang pengguna kami. Intinya produk-produk tersebut harus dipastikan agar sesuai dengan profil risiko pengguna, serta kejelasan regulasinya agar kami tetap dapat melindungi seluruh investor.”

Perjalanan edukasi masih panjang

Baik Claudia dan Sigit sama-sama menyadari bahwa edukasi adalah strategi yang harus terus dilakukan secara berkesinambungan dalam upaya mengembangkan wealthtech lebih jauh. Pluang aktif mengadakan program edukasi Pluang Talks dalam bentuk webinar melalui berbagai channel digital di Clubhouse, Instagram Live, dan Telegram Discussion.

“Selama program edukasi ini, memang terlihat antusiasme dari peserta yang hadir dengan banyaknya pertanyaan yang mereka lontarkan.”

Sigit menambahkan, pengetahuan mengenai investasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengalaman berinvestasi seorang pengguna. “Kami berkolaborasi dengan fund managers dan key opinion leaders untuk mengedukasi masyarakat lewat berbagai forum seperti webinar YouTube, Telegram audio chat, dan strategi konten di kanal-kanal media sosial. Ini kami lakukan secara cuma-cuma,” tutupnya.


Foto header: Depositphotos.com

Katalisator Tren Investasi di Platform Digital

Berdasarkan hasil survei nasional tentang literasi keuangan yang dilakukan OJK pada tahun 2019, indeks literasi keuangan dan inklusi keuangan semakin meningkat dibanding survei serupa tiga tahun yang lalu.

Diakui OJK, peningkatan tersebut disokong banyak faktor, termasuk hadirnya platform digital yang memudahkan masyarakat dalam mengakses layanan keuangan.

Salah satu yang menarik perhatian adalah peningkatan awareness layanan investasi, sesuatu yang kurang membumi jika dibandingkan dengan layanan pembayaran dan pembiayaan. Di konsep ini, masyarakat harus menyisihkan sebagian pendapatan untuk tujuan-tujuan finansial di kemudian hari.

Emas digital sebagai katalisator

Platform investasi digital sendiri sebenarnya sudah ada sejak awal dekade. Layanan komunitas dan jual beli saham Stockbit, misalnya, sudah hadir sejak tahun 2013. Meski demikian, konsep investasi saham masih cukup asing dibanding konsep investasi tradisional yang lebih dikenal masyarakat, seperti properti dan emas batangan.

Memasuki tahun 2017, beberapa startup menghadirkan aplikasi investasi emas yang dihadirkan secara digital. Konsumen tidak harus memiliki emas secara fisik dan memungkinkan investasi dengan nominal yang sangat kecil, dari 0,0001 gram. Situs jual-beli perhiasan Orori memperkenalkan aplikasi e-mas pada September 2017. Enam bulan kemudian, Tokopedia mengintegrasikan layanan investasi emas di platformnya.

Hadir di lokapasar populer sontak meningkatkan traksi penjualan emas digital. Beberapa layanan lain pun bondong-bondong adopsi model serupa sampai saat ini. Misalnya Bukalapak dan Koinworks menggandeng Indogold, Gojek dan Dana menggandeng Pluang, Grab menggandeng Tamasia, dan Tokopedia yang kini memilih bermitra dengan Pegadaian. Di luar layanan tersebut ada juga aplikasi seperti Treasury, Tanamduit,  Sehatigold, dan Lakuemas.

Bursa Berjangka Jakarta (Jakarta Futures Exchange/JFX) kemudian meresmikan komite khusus pemain emas digital.

Para founder melihat adanya potensi pasar yang menjanjikan, termasuk dalam kondisi pandemi saat ini. CEO Dana Vincent Iswara mengatakan, “Kami melihat masyarakat mulai mengurangi pengeluaran yang tidak perlu dan memilih untuk berinvestasi jangka panjang dengan membeli emas. Melalui fitur DANA eMAS, pengguna dapat memulai investasi emas secara online dengan praktis [..]  Kehadiran fitur ini juga merupakan upaya berkelanjutan untuk ikut mengedukasi masyarakat mengenai investasi dan mempercepat inklusi keuangan.”

Platform Minimal Investasi
e-mas Rp100
Indogold Rp500
Lakuemas Rp50.000
Pegadaian Rp5.000
Pluang Rp10.000
Sehatigold Rp20.000
Tamasia Rp10.000
Tanamduit Rp10.000
Treasury Rp5.000

Potensi pangsa pasar

Menurut data proyeksi yang dihimpun Statista, tahun ini setidaknya akan ada 191,6 juta pengguna ponsel pintar di Indonesia. Jelas itu menjadi target penting para pengembang platform investasi emas digital.

Sepanjang tahun 2019, menurut data yang dihimpun Treasury.id dan China Gold Association, permintaan emas mencapai 54 ton, yang berarti 0,2 gram permintaan per kapita dengan nilai $3,5 miliar. Masih jauh jika dibandingkan India dan Tiongkok. Namun berdasarkan tren yang ada, pasar cukup optimis terjadi peningkatan hingga 0,72 gram per kapita di tahun mendatang dengan potensi nilai $12,6 miliar.

Terkait potensi pasar ke depan, Co-Founder Pluang Claudia Kolonas saat meresmikan kerja sama strategisnya dengan Gojek berujar, “Kami melihat bahwa ada kesadaran dan minat masyarakat untuk mulai berinvestasi demi masa depan; dan emas dengan profil risiko yang minim dan menguntungkan masih menjadi pilihan favorit investasi masyarakat. Melalui GoInvestasi kami memberikan solusi finansial untuk semua masyarakat Indonesia. Kemitraan dengan GoPay membuka peluang semua orang kini dapat berinvestasi.”

Sebagai raksasa digital di Indonesia, decacorn Gojek bersemangat turut memperebutkan kue pasar emas digital. September lalu, melalui unit venturanya Go-Ventures, Gojek memimpin pendanaan Seri A Pluang senilai 42 miliar Rupiah. Selain integrasi yang diperdalam, pendanaan tersebut diharapkan dapat melahirkan instrumen investasi lain lewat platform Pluang.

Terlepas dari aspek kultural, emas dipilih karena dipandang sebagai instrumen yang memiliki stabilitas dan relatif lebih kecil risikonya. Hal itu juga yang menjadi pertimbangan Managing Director GoPay Budi Gandasoebrata dalam meluncurkan GoInvestasi. Data internal perusahaan juga menunjukkan tren potensial di sektor ini.

“Berdasarkan data GoPay, investasi adalah salah satu tren penggunaan yang meningkat saat ini. Oleh karena itu, kami yakin fitur investasi yang transparan dapat dilakukan kapan saja, di mana saja akan memenuhi kebutuhan pengguna.”

Tampilan fitur GoInvestasi yang dirilis Gopay dan Pluang / Pluang
Tampilan fitur GoInvestasi yang dirilis Gopay dan Pluang / Pluang

Mendorong investasi lainnya

Literasi finansial yang terus meningkat mendorong minat investasi. Masyarakat pun makin antusias mengeksplorasi berbagai instrumen lain. Juli 2020 lalu, DailySocial dan Populix mengadakan sebuah survei dengan responden pengguna aplikasi investasi, sebagian besar kalangan muda (22-38 tahun). Hasilnya reksa dana (67%) menjadi instrumen yang saat ini paling diminati. Di bawahnya ada emas (62,7%) dan saham (44,5%). Sebanyak 43,5% responden mengalokasikan 1-10% pendapatannya untuk investasi dan 35,9% sebanyak 10-20%.

Tren di platform reksa dana juga bisa dikatakan mirip dengan emas. Banyak platform yang hadir secara standalone, seperti Ajaib, Bareksa, Bibit, Moduit, Tanamduit, dan Raiz Invest. Para unicorn juga menghadirkan layanan reksa dana di platformnya dengan menggandeng beberapa mitra. Awalnya Bukalapak menggunakan mekanisme yang sama, tapi awal Oktober 2020 ini mereka menunjukkan keseriusan dengan mendirikan PT Buka Investasi Bersama yang udah mengantongi lisensi APERD.

“BukaReksa merupakan platform awal kami untuk memahami pendekatan terbaik dalam menghadirkan solusi investasi mikro berbasis teknologi. Dalam perjalanannya, ada beberapa aspek penting yang menjadi prioritas kami untuk terus berinovasi dan memperluas akses, yaitu independensi, peningkatan dari segi operasional, keamanan dan pengawasan regulator yang menjadi sangat penting untuk meningkatkan kepuasan dan kenyamanan investor,” jelas AVP Investment Solution and Financing Bukalapak Dhinda Arisyiya.

Reksa dana juga cenderung bisa dimulai siapa saja, karena minimal investasi yang lebih terjangkau. Hampir semua produk bisa diperoleh dengan investasi minimum Rp10.000. Proses pencairannya juga mudah, seperti menjual emas. Secara lebih teknis, reksa dana yang terdiri dari kumpulan banyak investor memungkinkan diversifikasi portofolio secara efektif, sehingga menghasilkan risiko yang cenderung lebih minim. Ini menjadi cara penjajakan bagi investor pemula untuk mengenal pasar modal.

Perbandingan reksa dana dengan instrumen investasi perbankan / Tanamduit
Perbandingan reksa dana dengan instrumen investasi perbankan / Tanamduit

Gelombang berikutnya

Rata-rata platform investasi yang bermunculan akhir-akhir ini memang menargetkan kalangan investor muda (pemula). Hal tersebut diakui Co-Founder & CEO Ajaib Group Anderson Sumarli. Selain reksa dana, mereka baru saja mematangkan layanan investasi saham. “Pada dua bulan pertama sejak diluncurkannya layanan saham di Ajaib, kami sudah mencatatkan puluhan ribu pengguna baru, yang kebanyakan di antaranya merupakan generasi milenial.”

Geliat investasi yang makin menguat di kalangan itu juga mendorong pemain lain menyuguhkan produk-produk baru. Pluang tergolong cukup berani dengan meluncurkan produk investasi berjangka Micro E-mini S&P 500 Index Futures untuk memperluas akses kaum milenial dalam menjangkau produk investasi di indeks saham perusahaan publik Amerika Serikat dengan terjangkau, praktis, dan aman.

Claudia menjelaskan, perusahaan melirik instrumen investasi ini karena ingin memberikan perluas kesempatan investor Indonesia untuk mendiversifikasi portofolio investasinya, mengingat alternatif ini masih awam buat sebagian besar orang Indonesia. ia dia mengaku belum memiliki gambaran secara industri berapa banyak investor yang berminat berinvestasi secara offshore (di luar negeri).

Produk indeks berjangka yang ditawarkan Pluang ini ditransaksikan di bursa derivatif terbesar di dunia, Chicago Mercantile Exchange. Perusahaan tertarik memilih Indeks S&P 500 karena indeks ini memiliki kinerja yang unggul dengan pertumbuhan 325,54% dalam 10 tahun terakhir per 31 Desember 2019.


Gambar Header: Depositphotos.com

Startup Perencana Keuangan FUNDtastic Akuisisi Penuh Invisee Senilai 95 Miliar Rupiah

FUNDtastic, startup perencana keuangan di Indonesia, hari ini (10/8) mengumumkan perampungan akuisisi penuh platform investasi reksa dana Invisee senilai $6,5 juta (lebih dari Rp95 miliar). Akuisisi ini adalah bagian jangka panjang perusahaan untuk menjadi platform wealth terbesar di Indonesia.

Dalam proses akuisisi ini, Invisee akan menjadi salah satu unit bisnis baru FUNDtastic, yakni FUNDtastic+ yang bertugas untuk menggaet kerja sama lebih banyak dengan mitra digital dan institusi keuangan lainnya, agar dapat menjangkau lebih banyak calon pengguna baru secara lebih luas. Unit bisnis tersebut akan dipimpin oleh Founder Invisee Eri Primaria.

Proses migrasi pengguna Invisee ditargetkan akan kelar pada akhir bulan ini. Adapun pengguna Invisee disebutkan mencapai 100 ribu orang dengan dana kelolaan sebesar Rp27,6 miliar atau 30% dari keseluruhan dana kelolaan di FUNDtastic sebanyak Rp92 miliar per Juni kemarin.

“Kami memastikan proses merge nasabah dari Invisee ke FUNDtastic yang seamless tanpa kendala apapun dan sesuai dengan regulasi. Mereka tidak perlu register ulang, tinggal login saja nantinya,” terang Co-Founder & CIO FUNDtastic Franky Chandra dalam konferensi pers secara online.

Dia menerangkan, misi FUNDtastic adalah menjadi platform wealth terdepan, maka dari itu dalam perjalanannya butuh ekosistem untuk mendukung misi tersebut. Perusahaan sendiri berdiri di bawah payung regulasi Inovasi Keuangan Digital (IKD) dan sudah terdaftar per Juli 2019.

Di dalam aturan tersebut, perusahaan bertugas untuk memberikan literasi keuangan kepada pengguna dan melakukan cross-selling produk keuangan yang seluruh prosesnya harus dilakukan sesuai regulasi. Artinya bila ingin menjual produk reksa dana harus dengan APERD, produk asuransi dengan insurtech dan sebagainya.

Pertimbangan untuk memilih akuisisi Invisee pun sebenarnya timbul saat keduanya berkolaborasi pada Agustus tahun lalu. Bertepatan pula dengan dimulainya operasional FUNDtastic secara resmi. Kedua perusahaan lalu melihat ada kesamaan visi dan misi yang akhirnya memperkuat alasan dibalik akuisisi.

Dengan memiliki lisensi APERD dan izin Mitra Distribusi Surat Hutang Negara melalui Invise, FUNDtastic akan lebih gencar menggaet lebih banyak kerja sama bisnis dengan perusahaan digital dan institusi keuangan lainnya untuk memperdalam produk wealth. Pasalnya, mengacu pada aturan OJK, rencana-rencana tersebut perusahaan harus memiliki izin APERD.

“Setiap kolaborasi itu masing-masing perusahaan pasti ada kepentingan untuk dapat gain. Invisee dan kami pun demikian. Namun yang rugi di sini adalah user karena proses yang berlapis. Akan jauh lebih baik bila APERD ada di bawah kita karena tiap perusahaan enggak perlu cari gain masing-masing lagi, tapi bisa berpikir bersama cara kasih keuntungan buat user sebesar-besarnya,” tambah Franky.

Fitur dan rencana ke depannya

Produk FUNDtastic+ akan melengkapi rangkaian platform wealth yang disiapkan FUNDtastic untuk mengakuisisi pengguna baru. Produk lainnya yang sudah dirilis perusahaan adalah FUNDtastic Direct untuk menyasar nasabah ritel; FUNDtastic for Advisor ditujukan untuk para perencana keuangan dan agensi untuk mengundang pengguna mereka dan memberikan rekomendasi produk.

Berikutnya FUNDtastic for Business untuk permudah karyawan dalam mempersiapkan dana pensiun lewat payroll yang dipotong setiap bulannya untuk diinvestasikan ke produk investasi.

Franky menerangkan, secara fitur pun ada banyak pengembangan baru yang dipadukan dengan unsur gamification. Salah satunya adalah fitur Misi Bersama untuk pertemanan yang berencana untuk melancong dan mempersiapkan kebutuhan dananya dengan berinvestasi di beragam instrumen.

“Orang Indonesia itu senang gotong royong dan sharing experience. Jadi di fitur ini kami create misi untuk dorong orang mempersiapkan rencananya dengan berinvestasi. Dengan invite teman-temannya, akan ada notifikasi yang masuk ke akun setiap orang untuk ikut menabung juga.”

Saat ini FUNDtastic memiliki 6 ribu pengguna aktif dengan total pengguna terdaftar sebanyak 16 ribu akun. Total dana kelolaannya mencapai Rp92 miliar sejak perusahaan pertama kali beroperasi pada Agustus tahun lalu. Bila dihitung per bulannya, setiap pengguna secara rata-rata telah mengalokasikan dana investasi sebesar Rp15 juta.

Franky menargetkan pada 2021 mendatang perusahaan dapat mengelola dana sebesar Rp500 miliar. Perusahaan telah bekerja sama dengan sembilan manajer investasi, beberapa di antaranya adalah Mandiri Investasi, BNI Asset Management, dan Trimegah Asset Management.

Produk jasa keuangan lainnya yang akan dirilis adalah asuransi pada September mendatang. Hanya saja dia belum bersedia mendetailkan lebih lanjut terkait ini. Franky memastikan produk asuransi yang dijual nantinya akan berkaitan dengan kebutuhan nasabahnya agar tepat sasaran.

Dia juga membuka wacana untuk kembali mengakuisisi perusahaan lainnya, apabila dibutuhkan untuk mendukung misi perusahaan. Akan tetapi ia memastikan akuisisi atau kolaborasi lebih dalam ini hanya akan terjadi melalui inisiasi kolaborasi terlebih dahulu.

“Kita akan lihat impact-nya seberapa jauh untuk pengguna. Apabila memang dibutukahkan akan ambil langkah strategis. Tapi yang pasti harus jalan dulu kolaborasinya,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Gandeng Pluang, Dana Tambah Fitur Investasi Emas di Aplikasi

Dana menjadi pemain uang elektronik berikutnya yang merilis fitur investasi emas digital di dalam aplikasinya dengan fitur Dana eMas. Pluang menjadi mitra penyedia untuk fitur tersebut — sebelumnya juga bermitra dengan Gojek untuk merilis GoInvestasi.

Dituliskan dalam keterangan resminya, pandemi telah menciptakan ketidakpastian di pasar modal dan keuangan yang menyebabkan aset-aset investasi bereksiko tinggi berguguran. Para investor kemudian menata ulang portofolio investasinya dengan menempatkan uangnya pada instrumen safe-haven, salah satunya emas.

Secara historikal pun, harga emas dunia terus menanjak dan terus mencetak rekor baru. Di pasar lokal, harga emas Antam sepanjang tahun ini (year-to-date) naik lebih dari 30%.

“Di tengah kondisi ketidakpastian akibat pandemi Covid-19, kami melihat masyarakat mulai mengurangi pengeluaran yang tidak perlu dan memilih untuk berinvestasi jangka panjang dengan membeli emas. Melalui fitur Dana eMas yang ada di aplikasi Dana, pengguna kini dapat memulai investasi emas secara online dengan praktis,” kata Co-Founder dan CEO Dana Vincent Iswara, Jumat (7/8).

Fitur ini, lanjut Vincent, diperuntukkan bagi pemilik akun Dana Premium. Untuk mulai membeli emas, pengguna dapat memilih mulai dari 0,01 gram atau kurang dari Rp10 ribu secara langsung tanpa biaya. Selain transaksi emas jual dan beli, pengguna bisa membeli emas dengan program cicilan dari 3-24 bulan.

Co-Founder Pluang Claudia Kolonas mengatakan bahwa kedua perusahaan percaya bahwa kunci pemberdayaan adalah menciptakan produk yang tidak terlalu mengintimidasi dan membangun keyakinan bahwa produk keuangan yang baik dapat dinikmati oleh siapa pun, bukan hanya segelintir orang saja.

“[..] Semua orang berhak untuk mempunyai tabungan demi masa depan yang lebih cerah. Kerja sama Pluang dengan Dana meluncurkan Dana eMas bertujuan untuk membantu kami memenuhi visi dan misi tersebut,” ucap Claudia.

Perlu dicatat, fitur ini belum menyediakan emas fisik saat penarikan atau penjualan dari portofolio pengguna Dana. Namun, pihak Pluang memastikan bahwa investasi ini aman karena perusahaan ada di bawah PT PG Berjangka yang sudah terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Emas nasabah sepenuhnya disimpan dan dijamin oleh Kliring Berjangka Indonesia (KBI). “Dengan begitu, semua transaksi yang terjadi tidak hanya tercatat dalam aplikasi, tapi juga tercatat di badan pemerintah yang berwenang dan fisik emas disimpan dan dijamin oleh KBI yang statusnya BUMN,” tandas Vincent.

Paling banyak pemain

Emas merupakan salah satu komoditas tertua di dunia dan investasi safe haven. Sejumlah kelebihan ini akhirnya membuat pamor investasi emas tergolong tinggi dan familiar di telinga orang Indonesia. Oleh karenanya, investasi emas sering kali menjadi gerbang awal untuk menjaring investor baru terjun ke instrumen investasi lainnya.

Adapun, aplikasi yang sejauh ini hanya menyediakan investasi emas selain Pluang, ada Tamasia, E-mas, Lakuemas, IndoGold, Treasury, dan Pegadaian. Semua pemain ini menawarkan kemudahan membeli dan menjual emas secara digital. Pemain tersebut akhirnya digaet oleh pemain digital lainnya. Misalnya ada Bareksa, Tanamduit, Tokopedia, Bukalapak, dan Gojek.

Berkat kemitraan tersebut, total kontribusi pembelian emas secara online mencapai 10% dari transaksi secara nasional. Kontribusinya turut dipicu oleh dampak pandemi, menurut laporan dari The Ken.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Survei DailySocial dan Populix: Investasi Reksa Dana Terpopuler di Indonesia

OJK melaporkan indeks literasi keuangan dan indeks inklusi keuangan di Indonesia mengalami kenaikan di tahun 2019. Kini nilainya mencapai 38,03% untuk indeks literasi keuangan, sementara indeks inklusi keuangan mencapai 76,19%.

Inklusi keuangan maksudnya adalah sesuatu yang berhubungan dengan jumlah pengguna jasa keuangan, sementara literasi berarti cara pengelolaan uang yang dimiliki. Keduanya saling berhubungan. Seseorang dengan literasi keuangan yang baik umumnya tahu cara memanfaatkan uang semaksimal mungkin.

Sementara itu, investasi adalah bentuk pengelolaan dana agar memberikan hasil yang maksimal. Ia termasuk bagian dari literasi keuangan. Berkat perkembangan teknologi digital yang pesat di industri finansial, beragam inovasi diciptakan agar semakin mempermudah orang untuk mulai berinvestasi. Implementasi digital berperan dalam mempercepat proses literasi dan inklusi keuangan.

Selama lima tahun terakhir, inovasi aplikasi investasi online semakin kencang bertebaran. Untuk melihat lebih jauh awareness orang Indonesia terhadap aplikasi investasi termasuk saat pandemi, DailySocial melakukan survei bersama Populix.

Survei dilaksanakan pada akhir Juni terhadap 209 responden, yang terdiri dari 131 laki-laki dan 78 perempuan. Domisilinya tersebar di Jabodetabek, Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, dan sejumlah kota lainnya. Seluruh responden ini kompak menjawab bahwa mereka semua telah memanfaatkan platform atau aplikasi digital untuk berinvestasi.

Dijabarkan lebih jauh, pilihan tertinggi untuk jenis investasi yang mereka pilih adalah reksa dana (67%) dan emas (62,7%). Persentase antara responden laki-laki dan perempuan yang memilih kedua jenis investasi ini tidak terpaut jauh.

Jenis investasi lainnya yang dipilih responden secara berurutan adalah saham (44,5%), P2P lending (16,3%), dan obligasi (11,5%). Mengenai pertimbangan memilih jenis investasi tersebut, responden kompak menjawab bahwa ini sudah sesuai dengan profil risiko (48,8%), baru belajar (24,4%), rekomendasi teman (10,4%), dan paling familiar (8,1%).

Aplikasi investasi terpopuler

Kami turut menanyakan aplikasi apa yang digunakan untuk permudah responden dalam berinvestasi. Satu per satu jenis investasi kami tanyakan untuk melihat bagaimana antusiasme responden.

Untuk investasi emas, pilihan tertinggi responden jatuh kepada Tokopedia Emas (43,5%). Berikutnya adalah Pegadaian (14,5%), BukaEmas milik Bukalapak (12,2%), dan Bareksa dan Tamasia (5,3%). Sementara untuk investasi reksa dana, pilihan terbanyak responden adalah Bibit (32,9%), Ajaib (26,4%), Tokopedia (19,3%), BukaReksa (11,4%), dan Xdana (3,6%).

Aplikasi p2p lending yang banyak dipilih responden adalah KoinWorks (44,1%), Akseleran (14,7%), Amartha dan Asetku (11,8%). Sementara untuk platform equity crowdfunding, pilihan responden tertinggi adalah Santara (50%) dan Crowddana (35,7%).

Untuk aplikasi investasi saham, pilihan tertinggi jatuh pada Stockbit (30,1%) dan MOST Mobile Mandiri (22,6%). Berikutnya aplikasi investasi properti yang mendapat pilihan tertinggi adalah PropertiLord (40,9%) dan LandX (27,3%).

Terakhir, untuk aplikasi pembelian obligasi yang dirilis pemerintah, seperti rangkaian seri ORI dan SBR, responden memilih membeli dari aplikasi mitra bank (54,2%) dan aplikasi mitra fintech (45,8%).

Survei Awareness Penggunaan Platform Digital Untuk Investasi / DailySocial
Survei Awareness Penggunaan Platform Digital Untuk Investasi / DailySocial

Profil pengguna

Pertanyaan berikutnya ke responden adalah pertimbangan saat memilih platform untuk berinvestasi. Jawaban tertingginya adalah sudah terdaftar di OJK (86,6%), banyak fitur yang memudahkan (57,9%), dan tampilan simpel / mudah (49,8%).

Responden mengaku aplikasi ini sudah dipakai antara 3-12 bulan (43,1%), antara 1-3 bulan (26,8%), dan lebih dari 12 bulan (23,9%).

Terkait kebiasaan berinvestasi, responden mengaku bahwa mereka mengalokasikan 1%-10% dari pendapatannya untuk berinvestasi (43,5%), 10%-20% dari pendapatan (35,9%), dan tergantung dari sisa dana di rekening (11%).

Mayoritas responden mengatakan bahwa mereka paham tiap investasi yang diambil sudah disesuaikan dengan tujuannya (63,6%). Meskipun demikian, ada juga yang mengatakan belum tahu tujuan karena masih coba-coba (36,4%). Tujuan investasi lain dari responden adalah untuk membeli rumah (36,8%) dan biaya pendidikan anak (19,5%).

Dalam mendapatkan informasi seputar investasi, responden mengaku mengandalkan sumber yang didapat dari media sosial (52,2%), aplikasi rekomendasi investasi (19,6%), dan kanal berita online (11%).

Kami turut menanyakan rekomendasi jenis investasi dari responden kepada investor yang baru terjun ke dunia investasi. Jawaban terbanyak adalah emas (43,5%) dan reksa dana (33,5%). Alasan mereka adalah jenis ini punya nominal dan risiko rendah (59,3%) dan punya imbal hasil menarik (19,1%).

Pengaruh pandemi

Pandemi yang berlangsung sejak Maret turut menjadi poin yang kami telaah lebih lanjut, apakah ada perubahan cara berinvestasi. Untuk itu kami menanyakan apakah responden melakukan rebalancing investasi.

Persentase perbandingan jawaban yang diberikan cukup tipis, antara mengurangi investasi (36,8%) dan meningkatkan investasi (34%). Alasan mereka rebalancing adalah risiko yang lebih aman sesuai kondisi terkini (40,8%), harga (saham) yang sedang murah (32,4%), dan prospek cerah di masa depan (19,7%).

Untuk mereka yang meningkatkan investasi, persentase dana yang disiapkan naik antara 1%-5% (46,5%), antara 5%-10% (32,4%), dan di atas 10% (21,1%). Jenis investasi yang ingin mereka tingkatkan adalah emas (33,8%), saham (31%), dan reksa dana (28,2%).

Untuk yang mengurangi investasi, persentase dana yang siap dialihkan antara 1%-5% (42,9%), antara 5%-10% (37,7%), dan di atas 10% (19,5%).


Disclosure: Artikel ini didukung oleh platform market research Populix.

Ovo Confirms Series B Investment to Bareksa Last Year

Bareksa mutual fund startup confirmed, Ovo becomes the sole investor in its Series B funding with an undisclosed amount. The round is said to be closed by the end of last year.

“Ovo is the sole investor for Bareksa in the Series B funding. The round was closed at the end of last year. We’re now focusing on synergy,” Bareksa’s Co-founder & CEO Karaniya Dharmasaputra told Dailysocial amidst the event of Ovo & Pegadaian collaboration announcement. (Wed 1/8)

On the same occasion, he emphasized on Ovo is yet to own Bareksa’s major shares. Post the corporate action, Dharmasaputra has elected as Ovo’s President Director through an announcement last September.

Since its debut five years ago, Bareksa only held external fundraising twice with only local players involved.

One of the to-do-list synergies with Ovo is to implant mutual fund products on Ovo’s platform, also to have it as a payment option on Bareksa. Dharmasaputra ensured the product development will soon to be announced.

Aside from that, Bareksa is to add up new innovation outside mutual funds, including online gold purchasing with some partners and entering the secondary market for ORI products. The ORI agents are to support the government with easy access for investment in stock market.

“We’re also developing robo advisor and re-framing the app. It is to be announced altogether around March or April 2020.”

Regarding the sale of corporate obligation, he explained that it’s yet to roll because they have to be registered first as a non-stock corporation. Previously, Bareksa has announced a collaboration with FIF to acquire retail investors.

“We can’t do it right now due to regulations are still in discussion with IFA and also not possible, therefore it’s still on progress. We have to apply for a new license as the non-stock corporation.”

Bareksa has claimed to record up to 400% managed funds growth last year. The total public’s fund invested in Bareksa since 2016 has reached Rp5 trillion. Meanwhile, as seen from the AUM per December 2019, it’s almost Rp2 billion. There are hundreds of mutual fund products provided by some investment managers sold through Bareksa.

Performance and partnership with Ovo and Pegadaian

Ovo becomes Pegadaian's new partner, being announced along with other companies / Ovo
Ovo becomes Pegadaian’s new partner, being announced along with other companies / Ovo

Karaniya, who is also the President Director of Ovo, disclosed that the company has been processing a million transactions in real-time last year, with transaction growth at over 70%.

The transaction value increased by 55% and monthly active users increased by over 40% at 11-12 million. From the total Ovo users, 28% of those are underbanked or having limited access to financial products.

In order to increase penetration to the rural area, the company partnered up with Pegadaian. In the early stage, there will be agents in the Pegadaian outlets to help with submission, registration, and Ovo upgrade. Later, it’ll be needed for disbursement from pledge assets, cash in, and cash out.

The soon-to-be product will be the Online Multi payment (MPO). This is a payment service for various kinds of bills, monthly subscriptions, balance top-up, ticket, health insurance, through Pegadaian outlets. The company has 4,148 outlets and 13.4 million customers throughout Indonesia.

“The partnership with Ovo is to increase Pegadaian customers’ access into the growing digital economy ecosystem. Pegadaian needs to make sure equal access to the integrated, safe, comfortable and accountable modern payment system,” Pegadaian’s President Director, Kuswiyoto said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Ovo Konfirmasi Investasi Seri B di Bareksa Tahun Lalu

Startup marketplace reksa dana Bareksa mengungkapkan, Ovo adalah investor tunggal yang masuk dalam putaran Seri B dengan nilai dirahasiakan. Putaran ini disebutkan telah ditutup pada akhir tahun lalu.

“Ovo adalah investor tunggal di Bareksa untuk pendanaan Seri B. Putaran ini sudah ditutup pada akhir tahun lalu. Sekarang kita fokus sinergi,” terang Co-Founder dan CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra kepada DailySocial, disela-sela pengumuman kemitraan Ovo dan Pegadaian, Rabu (8/1).

Di kesempatan yang sama, Karaniya menegaskan Ovo belum menjadi pemilik mayoritas Bareksa. Pasca aksi korporasi ini, Karaniya didapuk sebagai Presiden Direktur Ovo yang diumumkan pada September 2019.

Sejak beroperasi lima tahun lalu, Bareksa baru melakukan dua kali pendanaan eksternal dan seluruh investor yang masuk adalah perusahaan lokal.

Salah satu sinergi yang akan dilakukan Bareksa bersama Ovo adalah menyediakan produk reksa dana ke dalam aplikasi Ovo, juga menghadirkan Ovo sebagai salah satu opsi pembayaran transaksi reksa dana di aplikasi Bareksa. Karaniya memastikan pengembangan produk ini akan diumumkan dalam waktu dekat.

Di samping itu, Bareksa akan menambah inovasi baru di luar penjualan reksa dana, termasuk penjualan emas online dengan menggaet mitra dan merambah pasar sekunder untuk penjualan ORI. Agen penjualan ORI ini sebagai bentuk dukungan ke pemerintah terhadap kemudahan berinvestasi di pasar modal.

“Kami juga sedang develop robo advisor dan memperbarui tampilan aplikasi. Harapannya semua akan kami luncurkan secara bersamaan sekitar Maret atau April tahun ini.”

Terkait penjualan obligasi korporasi, Karaniya menjelaskan langkah belum dilaksanakan perusahaan karena mereka harus mendaftar sebagai perusahaan efek non anggota bursa. Sebelumnya, Bareksa mengumumkan kerja sama dengan FIF untuk menjaring investor dari kalangan ritel.

“Belum bisa kita lakukan karena regulasinya soal itu masih dibicarakan di OJK dan belum memungkinkan, sehingga kami masih diskusi. Kita harus apply izin baru sebagai perusahaan efek non anggota bursa.”

Diklaim Bareksa mencatat pertumbuhan dana kelolaan hingga 400% sepanjang tahun lalu. Total dana masyarakat yg diinvestasikan di Bareksa sejak 2016 berkisar Rp5 triliun. Sementara, bila dilihat dari AUM per Desember 2019 saja, mencapai hampir Rp2 triliun. Terdapat ratusan produk reksa dana yang disediakan puluhan manajer investasi dijual melalui Bareksa.

Kinerja dan kerja sama Ovo dan Pegadaian

Ovo menjadi salah satu mitra baru Pegadaian, bersama perusahaan lainnya yang serentak diumumkan / Ovo
Ovo menjadi salah satu mitra baru Pegadaian, bersama perusahaan lainnya yang serentak diumumkan / Ovo

Karaniya, yang juga Presiden Direktur Ovo, menerangkan sepanjang tahun lalu perusahaan telah memroses satu miliar transaksi secara real time, dengan peningkatan jumlah transaksi lebih dari 70%.

Nilai transaksi mengalami kenaikan hingga 55% dan jumlah pengguna aktif bulanan naik lebih dari 40% dengan angka sekitar 11-12 juta pengguna. Dari seluruh pengguna Ovo, sekitar 28% di antaranya adalah nasabah underbanked alias mereka yang sudah mendapat akses produk finansial tapi masih terbatas.

Dalam meningkatkan penetrasinya ke pelosok Indonesia, perusahaan bekerja sama dengan Pegadaian. Untuk tahap awal, di outlet Pegadaian tersedia agen untuk mempermudah proses pendaftaran, registrasi, dan upgrade Ovo. Nantinya dibutuhkan untuk pencairan (disbursement) dari hasil gadai, cash in, dan cash out.

Kerja sama berikutnya yang segera dikembangkan yaitu Multi Payment Online (MPO). Ini adalah layanan pembayaran berbagai tagihan bulanan, pembelian pulsa, tiket, premi BPJS, melalui outlet Pegadaian. Perseroan sendiri memiliki 4.148 outlet dan 13,4 juta nasabah tersebar di seluruh Indonesia.

“Kerja sama dengan Ovo akan meningkatkan akses nasabah Pegadaian ke dalam ekosistem keuangan digital nasional yang terus berkembang. Pegadaian perlu memastikan pemerataan akses terhadap sistem pembayaran modern yang terintegrasi, aman, nyaman, serta akuntabel,” ucap Direktur Utama Pegadaian Kuswiyoto.

Application Information Will Show Up Here

Sebulan Beroperasi, Platform Investasi Emas Masduit Pivot Strategi Bisnis

Platform investasi emas Masduit mengubah strategi pemasaran selang sebulan sejak peluncuran resmi dengan memanfaatkan jalur agen dan aplikasi messaging. Keputusan ini diambil lantaran perusahaan mendapati mayoritas pengguna ternyata orientasinya belum mengarah ke transaksi lewat aplikasi.

CEO Masduit Bony Hudi menerangkan, pada awalnya perusahaan sangat percaya diri bisa mendorong orang untuk beli emas lewat aplikasi. Aplikasi jadi satu-satunya jalur yang dibuka Masduit untuk jual beli emas. Tapi kenyataannya, baru sebulan diluncurkan, tingkat unduhannya belum sampai 1000 kali unduhan.

Angka ini meleset dari target yang awalnya dipasang perusahaan adalah 500 ribu kali unduhan sampai akhir tahun ini. Sekitar 30% di antaranya adalah pengguna aktif bulanan.

Meski target unduhan jauh dari realisasi, namun menariknya diklaim pengguna aktifnya mencapai 60%-70%. Sebanyak 70% dari pengguna aktif di Masduit adalah perempuan yang berlokasi di luar Jabodetabek. Bahkan ditemukan dari pelosok daerah seperti Kalimatan, Aceh, Maluku, dan sebagainya.

Kontribusi penjualan emas dari aplikasi terbilang kurang diminati. Sejak Masduit membuka jalur pemasaran di luar aplikasi, seperti di Instagram dan WhatsApp, mereka menjadi kontributor terbesar, masing-masing sebesar 30% dan 40%.

“Kita terlalu percaya diri pada awalnya, mau fokus di aplikasi saja. Tapi lihat dari angka di sebulan ini, memutuskan kita untuk pivot. Menunda fokus ke aplikasi, buka akses ke channel lain. Harapannya nanti masyarakat bisa pelan-pelan shifting,” terang Bony, pekan lalu.

Jalur keagenan sendiri baru diluncurkan, jumlahnya ada lima orang yang tersebar di Jakarta, Surabaya, Jambi, Medan, dan Bandung. Konsumen dapat membeli dan menjual emas lewat agen. Basis harga yang diberikan Masduit sudah dicantumkan di aplikasi dan terus diperbarui secara rutin.

Mekanisme keagenan pada tahap awal ini dibatasi untuk lapis pertama dan kedua dari lingukungan Masduit dan minimal sudah memiliki toko emas. Syarat lainnya adalah minimal deposit emas yang akan mereka jual.

Khusus untuk agen, Masduit akan mendorong mereka untuk menggunakan aplikasi. Selain permudah pencatatan secara digital, juga minimalisir risiko yang mungkin saja terjadi ke depannya.

“Di aplikasi, kami juga memberikan update harga buyback emas. Mereka bisa pakai nominal itu yang sebenarnya sudah mengandung komponen komisi. Atau bisa juga pakai harga di atas itu.”

Sebagai catatan, Masduit baru menjual logam emas dengan pecahan 0,1 gram, 0,25 gram, dan 0,5 gram. Emas ini sudah dicetak dan bisa langsung dikirimkan ke pengguna setelah membelinya. Pasokan emas diproduksi oleh induk Masduit, Hartadinata. Ada mitra logistik yang telah bekerja sama untuk pengiriman emas ke seluruh Indonesia.

Tidak hanya agen, Masduit akan menjual emas ke platform e-commerce. Yang sedikit berbeda, Masduit tidak bertindak sebagai merchant. Emas dari Masduit akan disalurkan melalui agregator e-commerce. Agregator tersebutlah yang akan mengelola distribusi penjualan emas ke situs e-commerce yang sesuai.

“Tidak masalah agregator itu mau jual ke situs e-commerce yang mana, mau marketplace atau tidak, bukan masalah. Sebab nanti ada API yang menghubungkan semuanya dan jadi terpantau langsung.”

Bony berharap melalui strategi ini lambat laun akan terjadi perpindahan cara transaksi pengguna ke aplikasi.

“Proyeksinya pada tiga tahun lagi kami bisa jual emas 3,5 kilo sebulan. Itu adalah titik Masduit akan untung,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Regarding Acquisition Rumor, Bareksa Confirms the Ongoing Process to Raise Series B Funding

DealStreetAsia, today, has reported Ovo’s potential acquisition over Bareksa. Acquiring an online based investment platform might be the logic step for emoney platform to gain users and increase managed funds. However, both companies avoid to mention any information regarding this rumor.

Karaniya Dharmasaputra, Bareksa’s Co-Founder and CEO said to DailySocial, “The thing we agreed on to date is Bareksa-OVO partnership [announced last March] to make new innovations through synergy of e-money and e-investing in Indonesia.”

“Regarding investment, Bareksa is in its second fundraising [Series B] and in an intensive discussion with some potential investors. It’ll be used to scale up and expand Bareksa’s business and penetration,” he said

We try to confirm with Ovo team and received similar answer. Although, a party revealed the acquisition process is already ongoing. Ovo is previously rumored to acquire Taralite financing platform.

Bareksa is currently in a strategic partnership with two popular marketplace platforms, Bukalapak and Tokopedia, to speed up the mutual fund access for public. According to the Indonesia’s Association of Investment and Mutual Fund Consumer (APRDI) per December 2018, there are 995 thousand mutual fund investors registered and to be reached 1.49 million this year with managed fund (AUM) up to Rp565-580 trillion.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here