iSeller Secures 120 Billion Rupiah Funding, to Expand Business Coverage

POS developer startup iSeller announced a pre-series B funding worth of IDR 120 billion led by AppWorks and Openspace Ventures. Previous investors, Mandiri Capital Indonesia (MCI) and Indogen Capital, also participated in this round.

The fresh money will be used for business expansion to 50 cities in Indonesia, accelerate merchant acquisitions, and strengthen collaboration with important players, such as Grab. It is expected to boost the company’s performance up to 500% from the previous achievement.

iSeller‘s Founder and CEO, Jimmy Petrus said, compared to the Series A round last year, the company managed to achieve impressive growth this year, which is more than 300% year-on-year of merchant acquisitions and annual revenue.

“[..] Through the latest round, we are committed to continuously creating new innovations and updating products, technology, and infrastructure to be ready to reach millions of MSMEs in the process of accelerating digital transformation in Indonesia. We believe that the iSeller solution and ecosystem holistically will be able to take MSMEs to the next level,” Jimmy said in an official statement, Wednesday (13/10).

AppWorks’ Founder and Chairman, Jamie Lin said, “In just a few years, iSeller has been able to drastically improve MSME business efficiency and establish an excellent reputation. He assessed that iSeller has enormous potential to become the market leader for omnichannel-based business POS platforms.

Apart from iSeller, other AppWorks’ portfolios in Indonesia include HarukaEdu, Fabelio, and InfraDigital.

“[..] The dedication of iSeller’s founders make them incredibly powerful in the SaaS business, where continuous product innovation is required. We expect strong growth in the Point Of Sales sector and omnichannel-based business platform and this is already reflected in iSeller’s growth and performance,” Lin said.

Was founded in 2017, iSeller provides an easy-to-use and comprehensive POS system solution for merchants to sell on any platform – online, offline, marketplace. The company has ambitions to become a super app merchant in Indonesia, the same spirit with GoBiz, Gojek’s service unit.

“Using this funding, we are targeting 10x growth in 2022 by expanding our reach in Indonesia. As well as sharpening focus to provide solutions for retail, F&B, service, and lifestyle business lines, especially those that rely on the e-commerce market as their main source of income,” iSeller’s CCO, Kevin Ventura added.

The company recently launched a new product, iSeller Go for small-scale MSMEs to sell through online stores or combine offline sales through POS by utilizing existing technology like smartphones. Next, Marketplace Integration is a solution for business people who want to sell on various marketplace platforms without any hassle because sellers can manage all of their marketplace accounts through one iSeller web-admin.

It is said that there are hundreds of merchants have taken advantage of and implemented this feature in their business. Previously, the company was selected to be the official WhatsApp Business Partner in Indonesia to enter the social and chat commerce segment, the next generation of e-commerce services. “In the near future, iSeller will soon launch several new innovations in collaboration with Facebook,” Kevin said.

Currently, iSeller has been available in 10 cities outside Jabodetabek, such as Bandung, Bali, Medan, Surabaya, and Batam. The company claims to have proceed over a million transactions per month across all channels. The solution has been utilized by more than 60 thousand business players, including several premium businesses such as SOGO, OMNILUXE, MOI, Damn! I love Indonesia, IT Gallery, United Bike, Sinarmas Insurance, MOVI, HMNS, ASHTA, Lemonilo, and Peripera.

Omnichannel solution

This omnichannel-based solution is actually quite relevant. The research entitled “2020 Ecommerce Fulfillment Trends Report” revealed that 86% of the respondents, who are e-commerce merchants, sell their products on more than one channel. Some of them also sell through social media. In the future, 69% of merchants plan to continue to increase online sales channels.

In addition to iSeller, there have been several startups offered similar solutions, two of which are Clodeo and Jubelio.

According to a report by DSResearch with Mandiri Capital Indonesia, it was stated that there are three main problems often faced by SMEs in Indonesia related to Financial, Operational, and Expansion. SaaS service models like the one offered by iSeller have proven to contribute to business improvement, resolving these issues in an agile way.

Indonesian SaaS startups for business


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

iSeller Raih Pendanaan Pra-Seri B 120 Miliar Rupiah, Siap Ekspansif Perluas Bisnis

Startup pengembang POS iSeller mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri B sebesar 120 miliar Rupiah yang dipimpin oleh AppWorks dan Openspace Ventures. Investor sebelumnya, Mandiri Capital Indonesia (MCI) dan Indogen Capital, turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Suntikan dana ini akan dimanfaatkan untuk melancarkan ekspansi bisnis hingga ke 50 kota di Indonesia, akselerasi akuisisi merchant, serta perkuat kolaborasi dengan pemain penting, seperti Grab. Langkah ini diharapkan dapat mendongkrak kinerja perusahaan hingga 500% dari pencapaian sebelumnya.

Founder dan CEO iSeller Jimmy Petrus mengatakan, dibandingkan saat putaran Seri A di tahun lalu, pada tahun ini perusahaan berhasil mencapai pertumbuhan yang impresif, yakni lebih dari 300% secara year-on-year pada jumlah akuisisi merchant dan annual revenue.

“[..] Melalui seri pendanaan terbaru ini, kami berkomitmen untuk terus menciptakan inovasi baru dan memperbaharui produk, teknologi, serta infrastruktur untuk siap menjangkau jutaan UMKM dalam proses akselerasi transformasi digital di Indonesia. Kami percaya solusi dan ekosistem iSeller secara holistik akan mampu membawa UMKM naik ke level berikutnya,” ucap Jimmy dalam keterangan resmi, Rabu (13/10).

Founder dan Chairman AppWorks Jamie Lin mengatakan, hanya dalam beberapa tahun, iSeller bisa dengan drastis meningkatkan efisiensi bisnis UMKM serta membentuk reputasi yang sangat baik. Ia menilai iSeller memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi pemimpin pasar untuk platform POS bisnis berbasis omnichannel.

Selain iSeller, portofolio AppWorks lainnya di Indonesia meliputi HarukaEdu, Fabelio, dan InfraDigital.

“[..] Dedikasi yang diberikan membuat founder iSeller ini sangat luar biasa hebat di dunia SaaS bisnis, di mana inovasi baru berkelanjutan dalam sebuah produk sangat dibutuhkan. Kami memperkirakan akan adanya pertumbuhan yang kuat dalam sektor Point Of Sales serta platform bisnis berbasis omnichannel dan hal ini sudah tercermin dalam pertumbuhan dan kinerja iSeller,” ujar Lin.

Didirikan sejak 2017, iSeller menghadirkan solusi sistem POS yang mudah digunakan dan komprehensif untuk para merchant dapat berjualan di platform mana saja –online, offline, marketplace. Perusahaan berambisi menjadi merchant super app di Indonesia, ambisi yang sama digaungkan oleh GoBiz, unit layanan dari Gojek.

“Dengan adanya pendanaan ini, kami menargetkan pertumbuhan 10x di tahun 2022 dengan memperluas jangkauan kami di Indonesia. Serta meningkatkan fokus solusi pada lini bisnis retail, F&B, service, dan lifestyle, terutama mereka yang mengandalkan pasar e-commerce sebagai sumber pendapatan utama,” tambah Kevin Ventura selaku CCO iSeller.

Perusahaan baru-baru ini meluncurkan produk baru, yaitu iSeller Go untuk UMKM berskala kecil dapat berjualan melalui toko online atau menggabungkan penjualan offline melalui POS dengan memanfaatkan teknologi yang ada seperti smartphone. Berikutnya, Integrasi Marketplace sebagai solusi untuk para pebisnis yang ingin berjualan di berbagai platform marketplace tanpa repot karena seller bisa mengelola semua akun marketplace mereka melalui satu web-admin iSeller saja.

Diklaim ada ratusan merchant yang telah memanfaatkan dan menerapkan fitur ini pada bisnisnya. Sebelumnya, perusahaan terpilih menjadi WhatsApp Business Partner resmi di Indonesia untuk masuk ke segmen social dan chat commerce, generasi berikutnya dari layanan e-commerce. “Dalam waktu dekat, iSeller juga akan segera meluncurkan beberapa inovasi baru yang berkolaborasi dengan Facebook,” tandas Kevin.

Saat ini iSeller telah hadir di 10 kota, di luar Jabodetabek, seperti Bandung, Bali, Medan, Surabaya, dan Batam. Perusahaan mengklaim telah memroses lebih dari satu juta transaksi per bulan di semua saluran. Solusinya telah dimanfaatkan oleh lebih dari 60 ribu pelaku usaha, termasuk di antaranya beberapa bisnis premium seperti SOGO, OMNILUXE, MOI, Damn! I love Indonesia, IT Gallery, United Bike, Asuransi Sinarmas, MOVI, HMNS, ASHTA, Lemonilo, dan Peripera.

Solusi omnichannel

Solusi berbasis omnichannel ini saat ini memang cukup relevan. Riset bertajuk “2020 Ecommerce Fulfillment Trends Report” mengemukakan sebanyak 86% respondennya, yang merupakan merchant e-commerce, menjual dagangannya di lebih dari satu kanal. Tidak sedikit juga yang menjual melalui media sosial. Di waktu mendatang, 69% merchant berencana terus meningkatkan kanal-kanal penjualan online.

Selain iSeller, di Indonesia sejauh ini sudah ada beberapa startup yang coba jajakan solusi serupa, dua di antaranya Clodeo dan Jubelio.

Menurut laporan yang dilakukan DSResearch bersama Mandiri Capital Indonesia, disampaikan ada tiga permasalahan utama yang kerap dihadapi UKM di Indonesia, yakni terkait Financial, Operational, dan Expansion. Model layanan SaaS seperti yang dirilis iSeller telah terbukti memberikan sumbangsih pada peningkatan bisnis, menyelesaikan isu-isu tersebut secara gesit.

Layanan SaaS Startup Indonesia untuk Bisnis

[Video] Menilik Kategori Startup yang Jadi Pilihan Openspace Ventures

Bagi perusahaan venture capital, mengetahui fundamental dan tren startup yang berkembang dalam ekosistem di kawasannya menjadi dasar dalam keputusan pendanaan.

DailySocial bersama Tania Shanny Lestari dari Openspace Ventures membahas tentang bagaimana strategi, fokus, dan seperti apa kategori perusahaannya dalam memilih startup yang cocok untuk investasi.

Untuk video menarik lainnya seputar startup dan teknologi, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV.

Pluang Announces 499 Billion Rupiah Follow-on Funding

Pluang today (13/9) announced that it has secured further funding of $35 million or equivalent to 499.3 billion Rupiah. This investment round was led by Square Peg with the involvement of SIG, UOB Venture Management, and several previous investors including Go-Ventures and Openspace Ventures.

This acquisition continues the pre-Series B investment received in March 2021 of $20 million. In total, the company has posted $55 million in this year’s round. Fresh funds will be focused on accelerating the launch of new products to meet the investment needs of users. In addition, strengthening the internal team will also be the next focus.

Investment diversification for consumers

Starting with providing access to gold investments, Pluang has expanded to several other instruments on its platform, including stocks, mutual funds, and cryptocurrencies. This makes them one of the most comprehensive investment applications and makes it easy for users to diversify assets in one dashboard.

Pluang allows its users to save and invest starting from IDR 10,000, this will be an interesting opportunity to open new markets, especially for young generations who are still learning to invest.

The company has typical collaboration strategy between digital players. In order to present a variety of investment instruments, they cooperate with several entities. In terms of crypto, Pluang is working with Zipmex and Tokocrypto to process transactions through the application backend. Even for service distribution, Pluang is currently integrated in several consumer applications, such as Gojek, Dana, and Bukalapak.

Wealthtech gets more attractive

Founded in 2019 by Claudia Kolonas and Richard Chua, Pluang has reached around 3 million registered users. The potential is still huge, as to the first half of 2021, only 2% of the total productive age population in Indonesia has access to investment products in the capital market – a total of 4.5 million people. For crypto investors alone has higher number, there are currently more than 6.5 million people.

“We are very fortunate to contue adding to our investment in Pluang with each funding series, making Pluang one of our main portfolios. We are always amazed by the product innovation, growth of Pluang’s business and the best-in-class economy unit. We look forward to continuing to work closely with the team. Prosperity in the years to come,” Go-Ventures’ Partner, Aditya Kamath said.

During the year, several investment applications received equity funding from investors. Aside from Pluang, there are Bibit, Ajaib, and FUNDtastic wwith follow on funding round. This is a separate validation regarding the market potential validity worked on by players in the vertical.

Application Google Play Rank (Finance) Latest Fund
Ajaib 20 Seri A, $90 juta
Bibit 16 Pre-Series B, $65 juta
Stockbit Series C, $35 juta
Pluang 26 Pre-Series B, $55 juta
FUNDtastic Series A, $7,7 juta
Bareksa 193 Series B

Apart from those mentioned above, there are many applications users can use to make investments, such as Tanamduit, Raiz Invest, E-mas, Lakuemas, Treasury, Tamasia, Indogold, Tokocrypto, Indodax, Luno, Pintu, etc.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pluang Umumkan Pendanaan Lanjutan 499 Miliar Rupiah

Pluang hari ini (13/9) mengumumkan telah mendapatkan pendanaan lanjutan senilai $35 juta atau setara 499,3 miliar Rupiah. Putaran investasi ini dipimpin oleh Square Peg dengan keterlibatan SIG, UOB Venture Management, dan beberapa investor sebelumnya termasuk Go-Ventures dan Openspace Ventures.

Perolehan ini melanjutkan investasi pra-seri B yang diterima pada Maret 2021 lalu senilai $20 juta. Jika ditotal, perusahaan telah membukukan dana $55 juta di putaran tahun ini. Dana segar akan difokuskan untuk percepatan peluncuran produk baru untuk memenuhi kebutuhan investasi penggunanya. Selain itu penguatan tim internal juga akan menjadi fokus berikutnya.

Mudahkan konsumen diversifikasi investasi

Dimulai dengan menyediakan akses ke investasi emas, kini Pluang telah memiliki beberapa instrumen lain di platformnya, termasuk saham, reksa dana, dan kripto. Ini menjadikan mereka menjadi salah satu aplikasi investasi yang cukup lengkap dan memudahkan pengguna untuk melakukan diversifikasi aset di satu dasbor.

Pluang memungkinkan penggunanya untuk menabung dan berinvestasi mulai dari Rp10.000, tentu ini menjadi menarik untuk membuka pasar baru, khususnya bagi kalangan gen Z dan milenial yang masih belajar berinvestasi.

Strategi kolaborasi antarpemain digital juga khas dilakukan Pluang. Untuk menghadirkan varian instrumen investasi, mereka juga menggandeng banyak pihak. Misalnya kripto, saat ini Pluang bekerja sama dengan Zipmex dan Tokocrypto untuk memproses transaksi melalui backend aplikasi. Pun untuk distribusi layanan, Pluang saat ini terintegrasi di beberapa aplikasi konsumer, seperti Gojek, Dana, dan Bukalapak.

Wealthtech makin memikat

Didirikan sejak tahun 2019 oleh Claudia Kolonas dan Richard Chua, Pluang saat ini telah memiliki sekitar 3 juta pengguna terdaftar. Potensinya juga masih besar, karena hingga H1 2021 ini baru 2% dari total penduduk usia produktif di Indonesia yang mengakses produk investasi di pasar modal – secara total ada 4,5 juta orang. Untuk investor kripto sendiri, saat ini memiliki jumlah lebih banyak yakni 6,5 juta orang.

“Kami beruntung terus menambah investasi kami di Pluang pada setiap seri pendanaannya, menjadikan Pluang sebagai salah satu portofolio utama kami. Kami selalu kagum atas inovasi produk, pertumbuhan bisnis Pluang, dan unit ekonomi yang terbaik di kelasnya. Kami berharap untuk terus bekerja sama dengan tim Pluang dalam tahun-tahun mendatang,” ujar Partner Go-Ventures Aditya Kamath.

Sepanjang tahun ini, beberapa aplikasi investasi mendapatkan pendanaan ekuitas dari investor. Selain Pluang, ada Bibit, Ajaib, dan FUNDtastic yang juga mendapatkan pendanaan lanjutan. Ini menjadi validasi tersendiri terkait keabsahan potensi pasar yang dapat digarap oleh para pemain di vertikal tersebut.

Aplikasi Peringkat Google Play (Finance) Pendanaan Terakhir
Ajaib 20 Seri A, $90 juta
Bibit 16 Pre-Seri B, $65 juta
Stockbit Seri C, $35 juta
Pluang 26 Pra-Seri B, $55 juta
FUNDtastic Seri A, $7,7 juta
Bareksa 193 Seri B

Selain yang disebutkan di atas, masih banyak aplikasi yang dapat digunakan oleh pengguna untuk melakukan investasi, seperti Tanamduit, Raiz Invest, E-mas, Lakuemas, Treasury, Tamasia, Indogold, Tokocrypto, Indodax, Luno, Pintu, dll.

Application Information Will Show Up Here

Pluang Secures Pre-Series B Funding, to Expand Partnerships and Product Development

Investment app Pluang announced to finalize pre-series B fundraising of $20 million or 288.8 billion Rupiah. The funding consortium was led by Openspace Ventures backed by investors who have been involved in the previous rounds, including Go-Ventures.

The company is to use the fresh fund to develop and launch new financial products, expand product offerings among business partners. The company also plans to build a team and develop automation features.

“Previously, these investment assets were only available to the well-off. However, we believe that everyone should have the same opportunity to enhance their savings. Therefore, our new products will later accommodate this goal,” Pluang’s Co-Founder, Claudia Kolonas said.

Pluang has received Series A funding worth $3 million in March 2019. The team claims to reach more than one million active users on the application. The biggest growth is up to 20 times in 2020. Pandemic is said to be a factor triggering this growth that encourages the public to start investing.

“Pluang has successfully demonstrated tremendous business growth in the last 12 months. We are very enthusiastic to support Pluang, along with the company’s ambition to continue to facilitate Indonesians to invest,” Openspace Ventures’ Founding Partner, Shance Chesson said.

Business focus

Pluang’s current focus on product is to utilize government bonds as a means of saving and investing for communities. Feature updates with automation will also help users put saving as a daily routine.

“We plan to expand our product coverage in 2021 by focusing on new products. Therefore, our users can access various investment assets easily and comfortably,” Claudia said.

Currently, Pluang has been selected to provide mini-app features in other applications such as Gojek (GoInvestment), DANA (DANA eMAS), and Bukalapak (BukaEmas). Claudia also said that her team had managed to book efficient user acquisition costs (CAC). To date, gold has proven to be the best choice of its products.

At the end of 2020, Pluang released a new investment product on its platform, allowing users to invest in crypto assets. In collaboration with Zipmex as a partner in transactions, crypto assets offered are starting from Bitcoin and Ethereum as digital currencies with the largest capitalization value today.

Gold investment app

Gold investment is considered to be a good starting point for increasing the penetration of digital investment services to a wider audience – we call it gold as a digital investment catalyst. Apart from having less risk, many Indonesians have done the activity of turning gold into an investment, only by manual method (buying and selling directly at the store.

Based on this information, investment applications have continued to emerge in the past decade, including gold instruments. Our data shows there are at least 9 application providers that offer investment products.

Platform Minimal Investasi
e-mas Rp100
Indogold Rp500
Lakuemas Rp50.000
Pegadaian Rp5.000
Pluang Rp10.000
Sehatigold Rp20.000
Tamasia Rp10.000
Tanamduit Rp10.000
Treasury Rp5.000


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Pluang Kantongi Pendanaan Pra-Seri B, Fokus Perluas Kemitraan dan Produk

Pengembang aplikasi investasi Pluang mengumumkan telah merampungkan penggalangan dana pra-seri B sebesar $20 juta atau 288,8 miliar Rupiah. Konsorsium pendanaan tersebut dipimpin oleh Openspace Ventures didukung investor yang telah terlibat di putaran sebelumnya, termasuk Go-Ventures.

Dana segar akan digunakan perusahaan untuk mengembangkan dan meluncurkan produk finansial baru, memperluas penawaran produk di mitra-mitra bisnis. Perusahaan juga memiliki rencana untuk membangun tim dan mengembangkan fitur automasi.

“Sebelumnya, aset-aset investasi tersebut hanya tersedia bagi kalangan yang mampu. Namun kami percaya bahwa setiap orang seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan nilai tabungannya. Oleh karenanya, produk-produk baru kami nantinya akan mengakomodasi tujuan tersebut,” kata Co-Founder Pluang Claudia Kolonas.

Sebelumnya Pluang telah mendapatkan pendanaan Seri A senilai $3 juta pada Maret 2019. Pluang mengklaim telah berhasil merangkul lebih dari satu juta pengguna aktif di aplikasi. Pertumbuhan paling besar berada pada tahun 2020, sampai 20x lipat. Salah satu faktor pemicu pertumbuhan tersebut adalah pandemi yang membuat semakin besar minat masyarakat untuk berinvestasi.

“Pluang berhasil menunjukkan pertumbuhan bisnis yang luar biasa dalam 12 bulan terakhir. Kami sangat antusias untuk mendukung Pluang, seiring ambisi perusahaan untuk terus memfasilitasi masyarakat Indonesia untuk menabung,” ujar Founding Partner Openspace Ventures Shance Chesson.

Fokus bisnis Pluang

Salah satu fokus pengembangan produk Pluang saat ini adalah memanfaatkan obligasi pemerintah sebagai sarana menabung sekaligus berinvestasi masyarakat. Pembaruan fitur dengan atuomasi juga akan membantu pengguna dalam menjadikan menabung sebagai rutinitas sehari-hari.

“Kami berencana untuk memperluas cakupan produk kami di 2021 dengan berfokus pada produk-produk baru. Sehingga, pengguna kami dapat mengakses beragam aset investasi secara mudah dan nyaman,” ujar Claudia.

Saat ini, Pluang sudah terpilih untuk menyediakan fitur mini-apps di dalam aplikasi lain seperti Gojek (GoInvestasi), DANA (DANA eMAS), dan Bukalapak (BukaEmas). Claudia juga menyampaikan pihaknya telah berhasil membukukan biaya akuisisi pengguna (Customer Acquisition Cost/CAC) yang efisien. Dan sejauh ini tercatat produk yang menjadi pilihan utama pengguna adalah emas.

Pada akhir tahun 2020 lalu, Pluang merilis produk investasi baru di platformnya, memungkinkan pengguna untuk berinvestasi di aset kripto. Menggandeng Zipmex sebagai mitra dalam pemrosesan transaksi, aset kripto yang diperdagangkan mulai dari Bitcoin dan Ethereum selaku mata uang digital dengan nilai kapitalisasi terbesar saat ini.

Aplikasi investasi emas

Investasi emas dinilai menjadi awalan yang baik untuk meningkatkan penetrasi layanan investasi digital ke kalangan yang lebih luas — kami menyebutnya sebagai emas sebagai katalisator investasi digital. Selain risikonya lebih minim, sebenarnya kegiatan menjadikan emas sebagai investasi sudah banyak dilakukan masyarakat Indonesia, hanya saja dengan cara manual (jual-beli secara langsung di toko.

Atas dasar tersebut, di Indonesia dalam satu dekade terakhir terus bermunculan aplikasi investasi yang mencakup instrumen emas. Dari data kami, setidaknya ada 9 penyedia aplikasi yang saat ini bisa digunakan untuk berinvestasi.

Platform Minimal Investasi
e-mas Rp100
Indogold Rp500
Lakuemas Rp50.000
Pegadaian Rp5.000
Pluang Rp10.000
Sehatigold Rp20.000
Tamasia Rp10.000
Tanamduit Rp10.000
Treasury Rp5.000
Application Information Will Show Up Here

Openspace Ventures’ Strategy Post Third Managed Fund Worth $200 Million

In the middle of March 2021, Openspace Ventures announced to complete its third managed fund worth $20 million. This fund has marked a total commitment of $425 million.

Openspace Ventures‘ Director, Ian Sikora revealed to DailySocial that Indonesia is a very important market. In the future, they will continue to focus on enhancing the company’s presence in Indonesia.

“Nearly one-third of our portfolio located in Indonesia and we expect this trend to continue with the third fund. Recently, we welcome Aristo Setiawidjaja as Senior Advisor and Jocelyn Susilo as Senior Analyst, both are based in Jakarta. We will continue to develop our local Indonesian team in the coming months. ”

Openspace Ventures’ first and second fund were launched in 2014 and 2017. Regarding the investment value for Indonesian startups, Ian avoids revealing further detail. However, according to itscommitment, they will continue to actively seek out potential startups in the country.

“Openspace remains agnostic and explores opportunities in each sector. The third fund will target more than 15 investments in Southeast Asia,” Openspace Ventures’ Associate, Tania Shanny Lestari said.

Founded in 2014, the Singapore-based company has a total portfolio of 33 investments across key sectors including logistics, fintech, agritech, edtech, healthtech, cleantech, and B2B SaaS. Indonesia is claimed to be their key country with several investments, including Gojek, FinAccel, Halodoc, TaniHub Group, and the recent ones, iSeller, Zenius, and Pluang.

The Openspace team consists of 25 people from 12 countries. The company held offices in Bangkok, Jakarta, and Manila; also in the process of setting up an office in Ho Chi Minh City.

Supporting woman entrepreneurs

They are currently held activities focused on supporting women entrepreneurs in Southeast Asia by launching special mentoring activities for female entrepreneurs or aspiring entrepreneurs. Apart from celebrating International Women’s Day, Openspace Ventures expects to expand women’s participation in the venture capital ecosystem through this activity in Southeast Asia, including in Indonesia.

To date, there have been around 42 participants registered for this activity, all of which will be directly supported by the Openspace Ventures team. Some of the information or education that will be given to participants includes investment, technology, HR, data science, Emotional and Spiritual Quotient (ESQ) & impact.

“For those who intend to join, the opportunity is still open until the end of March. There will be a mentoring session to be scheduled according to the skill set request. And the mentors will spend around 1-2 sessions with the participants.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Rencana Openspace Ventures Usai Bukukan Dana Kelolaan Ketiga Senilai $200 Juta

Pertengahan bulan Maret 2021 lalu, Openspace Ventures mengumumkan telah berhasil merampungkan pengumpulan dana kelolaan ketiga dengan nilai mencapai $20 juta. Pendanaan ini juga menjadikan total komitmen kapital yang mereka kelola menjadi $425 juta.

Kepada DailySocial, Director Openspace Ventures Ian Sikora mengungkapkan, Indonesia adalah pasar yang penting bagi mereka. Ke depannya mereka akan terus fokus untuk mengembangkan kehadiran perusahaan di Indonesia.

“Hampir sepertiga dari portofolio kami berada di Indonesia dan berharap tren ini akan berlanjut dengan pendanaan ketiga. Baru-baru ini kami juga menghadirkan Aristo Setiawidjaja sebagai Senior Advisor dan Jocelyn Susilo sebagai Senior Analyst yang keduanya berbasis di Jakarta. Kami akan terus mengembangkan tim lokal Indonesia dalam beberapa bulan mendatang.”

Dana pertama dan kedua yang diterima oleh Openspace Ventures diluncurkan pada tahun 2014 dan 2017 lalu. Disinggung berapa nilai investasi yang bakal dikeluarkan khusus untuk startup asal Indonesia, Ian enggan menyebutkan lebih lanjut. Namun sesuai komitmen yang disampaikan, mereka akan terus aktif mencari startup potensial di tanah air.

“Openspace tetap sektor agnostik dan menjajaki berbagai oportunitas di setiap sektor. Pendanaan ketiga akan menargetkan lebih dari 15 investasi di Asia Tenggara,” kata Associate Openspace Ventures Tania Shanny Lestari.

Didirikan pada tahun 2014, perusahaan yang berbasis di Singapura ini secara keseluruhan telah memiliki portofolio 33 investasi di seluruh sektor utama termasuk logistik, fintech, agritech, edtech, healthtech, cleantech, dan B2B SaaS. Indonesia diklaim menjadi negara kunci mereka dengan beberapa investasi yang telah digelontorkan kepada startup asal Indonesia sebelumnya, seperti Gojek, FinAccel, Halodoc, TaniHub Group. Yang terbaru termasuk iSeller, Zenius dan Pluang.

Tim Openspace terdiri dari 25 orang yang berasal dari 12 negara. Perusahaan memiliki kantor di Bangkok, Jakarta, dan Manila; sedang dalam proses mendirikan kantor di Kota Ho Chi Minh.

Mendukung pengusaha perempuan

Salah satu kegiatan yang saat ini tengah mereka lancarkan untuk mendukung pengusaha perempuan di Asia Tenggara adalah, dengan meluncurkan kegiatan mentoring khusus untuk entrepreneur atau calon entrepreneur perempuan. Selain merayakan Hari Perempuan International, melalui kegiatan ini Openspace Ventures berharap bisa memperluas partisipasi perempuan di ekosistem venture capital di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.

Tercatat hingga saat ini sudah ada sekitar 42 peserta yang telah mendaftar kegiatan ini, yang secara keseluruhan akan didukung langsung oleh tim Openspace Ventures. Beberapa informasi atau edukasi yang bakal diberikan kepada peserta di antaranya adalah investasi, teknologi, HR, data science, Emotional and Spiritual Quotient (ESQ) & impact.

“Untuk mereka yang ingin mendaftar masih terbuka kesempatan tersebut hingga akhir bulan Maret ini. Dari situ nantinya akan di jadwalkan mentoring session sesuai permintaan skill set. Dan para mentor akan menghabiskan waktu sekitar 1-2 sesi dengan peserta.”

Potensi “Exit” di Tahun 2021 di Mata Pendiri Startup dan Investor

Di Indonesia, strategi exit yang memungkinkan investor dan founder untuk mencairkan kapitalnya cenderung belum umum menjadi pemikiran sentral. Meskipun demikian, untuk mendorong iklim bisnis yang lebih sehat, setiap startup yang sudah matang sebaiknya memikirkan strategi yang memungkinkan kapital dari dana ventura diputar kembali di ekosistem.

Strategi exit yang efektif idealnya harus direncanakan untuk setiap kemungkinan positif dan negatif. Positif jika bisnis berjalan sesuai dengan yang direncanakan, sementara negatif jika bisnis tidak sesuai dengan harapan.

CEO Prasetia Dwidharma dan Venture Partner MDI Ventures Arya Setiadharma mengatakan, “Ketika Anda memulai sebuah startup, Anda sudah harus memiliki exit strategy, baik melalui IPO atau trade sale. Inilah yang dibutuhkan perusahaan modal ventura. Anda harus dapat mengkomunikasikannya dengan baik, karena dana perusahaan modal ventura harus keluar pada akhirnya.”

DailySocial mencoba memahami kapan dan bagaimana seharusnya startup melakukan exit, baik melalui go public atau melalui merger dan akuisisi (M&A), dengan berdiskusi dengan beberapa pendiri dan investor.

Kesiapan startup

Belum banyak startup Indonesia yang exit melalui IPO. Masih bisa dihitung dengan jari. Kebanyakan exit terjadi melalui kendaraan M&A. BEI sendiri telah memberikan opsi papan akselerasi dan papan pengembangan untuk mendorong lebih banyak startup mencari kapital di pasar modal.

Tahun 2020 lalu, startup fintech Cashlez melantai di Bursa Efek Indonesia dan tercatat di papan akselerasi.

Reynold Wijaya, CEO Modalku, salah satu startup p2p lending terdepan di Indonesia, mengungkapkan, mereka belum memiliki rencana dan enggan membicarakan lebih jauh tentang strategi exit.

“Menurut kami, IPO belum memiliki urgensi untuk saat ini. IPO merupakan satu hal yang tidak kita pikirkan secara konstan karena dinamika industri startup bergerak sangat cepat. Prioritas utama adalah fokus terhadap perkembangan perusahaan itu sendiri dan menjaga agar bisnis tetap stabil.”

Ditambahkan Reynold, waktu ideal IPO untuk setiap perusahaan pasti berbeda. Tidak ada satu opsi yang mutlak, karena harus disesuaikan dengan kondisi bisnis dan pertumbuhan startup bersangkutan. Tantangan yang mungkin ditemui adalah pemenuhan persyaratan regulator.

“Bagi saya, fokus utama ketika menjalankan sebuah startup harus selalu untuk mengembangkan fundamental dan bisnis. Exit maupun IPO merupakan byproduct dari hal tersebut. Di Modalku sendiri, kami selalu fokus untuk terus berinovasi dan mengembangkan produk layanan kami agar bisa memberikan akses pendanaan dan menjangkau lebih banyak UKM yang berpotensi,” kata Reynold.

Hal senada diungkapkan CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin. Ia mengatakan perusahaan belum akan merealisasikan IPO dalam waktu dekat. Dengan target bisnis yang dimiliki tahun ini, pihaknya masih berkomitmen untuk tumbuh dan mengejar profitabilitas.

“Kami masih ingin berdikari dan menjalankan Bukalapak sebagai standalone company,” paparnya.

Kendati demikian, Rachmat menyebut bahwa pihaknya terbuka terhadap opsi IPO. “IPO adalah salah satu opsi untuk bisa mendapatkan dana dan memang perusahaan teknologi di masa tertentu ingin IPO. Kami terbuka dengan opsi itu dan sekarang sedang siapkan infrastrukturnya.”

Dukungan perusahaan modal ventura

Sebagai corporate venture capital (CVC) kelolaan Bank Mandiri yang fokus berinvestasi ke startup fintech dan pendukungnya, Mandiri Capital Indonesia (MCI) memiliki total kelolaan Rp1 triliun sejak berdiri pada tahun 2015.

CEO MCI Eddi Danusaputro menuturkan, pihaknya sudah beberapa kali melakukan exit. Di tahun 2020 lalu, mereka exit melalui IPO di Cashlez dan melalui M&A untuk Moka (yang diakuisisi Gojek). Exit di Moka berbentuk tunai dan saham minoritas di Gojek.

“Menurut saya, waktu terbaik bagi startup untuk mulai [memikirkan] exit strategy adalah [sejak awal] [..]. Startup sudah harus segera memikirkan rencana roadmap mereka, terutama jalan untuk menuju profitabilitas,” kata Eddi.

Menurut Eddi, IPO tidak selalu menjadi pilihan utama bagi startup. Jalur lain yang bisa dipilih adalah melalui penjualan perusahaan. Setiap perusahaan modal ventura memiliki pilihan waktu yang beragam, bisa 5 hingga 8 tahun ke depan.

“Pada akhirnya ketika IPO, M&A, atau jalur lainnya yang telah dipilih, akan terjadi perubahan dinamika dalam manajemen di perusahaan. Startup yang dibeli oleh perusahaan besar atau unicorn akan fokus ke integrasi. Sedangkan startup yang memilih jalur IPO akan menambah fokus ke short term results, karena ada tujuan agar harga saham bisa terus naik,” ujar Eddi.

Sementara menurut Kevin Wijaya dari CyberAgent Capital, Inc, waktu yang tepat bagi startup untuk bisa melantai di bursa adalah, ketika startup berhasil meraih pertumbuhan year-on-year (YoY) yang positif dalam waktu 5 tahun terakhir dan telah memperoleh pendapatan hingga $50 juta.

Sebagai perusahaan modal ventura, CyberAgent berupaya mendorong startup yang tergabung dalam portofolio mereka untuk berada pada pertumbuhan yang stabil dan sustainable. Portofolio CyberAgent yang santer diberitakan melantai di bursa saham dalam waktu dekat adalah Tokopedia.

“Hal tersebut karena IPO merupakan jalur yang paling ideal untuk bisa menjadi perusahaan yang besar hingga 3 atau 4 kali lipat dari ukuran perusahaan sebelumnya. Oleh karena itu, kami selalu mendorong perusahaan portofolio kami untuk memahami sepenuhnya game plan mereka, tidak hanya untuk 1 atau 2 tahun ke depan tetapi juga untuk 10 tahun ke depan,” kata Kevin.

SPAC sebagai jalur go public alternatif

Selain IPO secara konvensional, jalur go public yang setahun terakhir sangat populer di kalangan startup adalah Special Purpose Acquisition Company (SPAC). Proses IPO konvensional yang terbilang rumit, mahal, dan memakan waktu membuat SPAC menjadi jalur alternatif ideal, termasuk startup Asia Tenggara. Lebih dari 200 SPAC telah go public dan mengumpulkan dana sekitar $70 miliar. Tentu saja SPAC bukan tanpa risiko.

“SPAC pada dasarnya adalah blank check vehicle. Meskipun ini dapat menjadi cara mudah bagi investor untuk mencari likuiditas, hal ini dapat menyebabkan perilaku yang tidak baik yang berpotensi menyebabkan persoalan lebih lanjut ke depannya. Di sisi lain, IPO membutuhkan persyaratan yang lebih ketat. Ini adalah cara yang telah teruji selama beberapa dekade, untuk membawa perusahaan ke publik,” kata Tania Shanny Lestari dari OpenSpace Ventures.

SPAC menawarkan rute yang lebih cepat bagi perusahaan agar bisa tumbuh untuk bisa memasuki pasar lebih cepat dan memiliki transparansi harga yang lebih baik. Namun, hal tersebut sangat bergantung pada siapa orang/sponsor yang menjalankan SPAC.

“Sebagai perusahaan modal ventura yang berfokus pada startup tahap awal, SPAC tentunya akan menjadi pilihan yang lebih disukai bagi kami, karena dapat memberikan potensi exit yang jauh lebih cepat tetapi dengan harga yang masih cukup baik.”

Menurut Managing Partner IndoGen Capital Chandra Firmanto, jalur exit mandiri adalah yang terbaik. Namun jika mereka tidak bisa melakukan proses tersebut, jalur SPAC yang dilakukan secara bersama dengan perusahaan lain, lebih memungkinkan untuk dilakukan.

“[..] Pada akhirnya menciptakan sinergi dan ekosistem baru untuk bisa bertahan dan bersaing dengan perusahaan yang jauh lebih besar,” kata Chandra.