RoboLending dari KoinWorks Otomasi Proses Investasi dan Estimasi Keuntungan

Penyedia layanan p2p lending KoinWorks mengumumkan kehadiran fitur baru di platformnya. Bernama RoboLending, fitur tersebut didesain untuk mampu memberikan informasi komprehensif bagi pemberi dana seputar potensi keuntungan yang sudah diestimasi dalam jangka waktu tertentu.

Fitur ini membuat otomatis seluruh proses investasi dan alokasi dana investasi yang ditentukan.  RoboLending dikembangkan dengan memanfaatkan kapabilitas machine learning, mempelajari model transaksi yang telah berjalan sepanjang tahun 2017.

Bagi KoinWorks, memiliki layanan yang dapat berjalan secara otomatis menjadi kebutuhan tersendiri di tengah peminat layanan yang makin banyak. Diinformasikan saat ini sudah ada lebih dari 40 ribu pendana di KoinWorks. Rata-rata untuk setiap pengajuan pinjaman yang dilakukan pengguna, ada 600 pendana yang turut andil meminjamkan investasinya. Melalui fitur RoboLending, misi lain KoinWorks ialah untuk memudahkan pendana pemula, khususnya bagi mereka yang ingin cepat mengetahui hasil yang didapat.

“RoboLending ini sebagai fitur yang kami ciptakan berdasarkan machine learning yang belajar dari aktivitas pendana kami selama 2017. Kami berharap fitur ini dapat membantu meningkatkan inklusi finansial, jadi bagi para investor muda yang ingin mencoba berinvestasi, dapat mengalokasikan dananya menggunakan fitur ini. RoboLending merupakan salah satu inovasi KoinWorks dalam sisi teknologi, karena kami yakin bahwa inovasi merupakan landasan dari perkembangan ekonomi,” sambut Co-Founder & CEO KoinWorks Benedicto Haryono.

Benedicto turut menerangkan, dengan menggunakan metode pengembalian lumpsum, setiap pendana yang menggunakan fitur RoboLending akan mendapatkan pengembalian sesuai bunga yang tertera pada akhir jangka waktunya. Hadirnya fitur ini juga dinilai menjadi terobosan baru dalam dunia p2p lending tanah air juga melengkapi komitmen KoinWorks dalam menghadirkan inovasi demi inovasi dalam kerangka layanan p2p lending yang disediakannya.

[Baca juga: Penerapan Teknologi Kecerdasan Buatan untuk Startup Fintech]

Sebelumnya KoinWorks juga menghadirkan layanan Dana Proteksi untuk meminimalkan kerugian modal lender setiap kali peminjam gagal bayar. Layanan lain, seperti KoinBisnis, KoinPintar, KoinSehat, hingga KoinInvoice, dihadirkan demi mencakup beragam kebutuhan pinjaman. Terakhir di tahun 2017 KoinWorks meluncurkan Multi Auto Purchase, memungkinkan pendana untuk mengotomasi pendistribusian dana investasinya ke berbagai produk investasi yang tersedia sesuai preferensi.

Sejauh ini KoinWorks sudah berhasil menyalurkan dana ke lebih dari 824 peminjam. Hadirnya fitur ini diharapkan akan menambah jumlah penyaluran dana investasi dan merekrut lebih banyak pendana dengan kemudahan berinvestasi yang dimilikinya.

Application Information Will Show Up Here

Online Pawn Service Pinjam to Launch Sharia Business

Pinjam, a startup in the online pawn industry, is soon to launch sharia business for its business diversification. It is to be available in market in Q3 of 2018.

“So, this year’s planning is to launch sharia-based product. It still needs to find a clear DNA product. Later, when it has been launched, it will be faster to apply [compared to conventional sharia business],” said Teguh B Ariwibowo, Pinjam’s CEO and Founder, as quoted by Digination.

For this new business development, the team has made a sharia committee to supervise and created opportunities for partnership with related parties, such as Maal Wat Tamwil Agency (BMT). The CEO also claimed partnership with an app that’s having nearly two million agents.

It must be done to make this fintech service comply with sharia principal and cover customer’s needs.

“We already have had sharia team to supervise, also partners with an app with two million agents. Furthermore, we talk to the community along with BMT.”

Pinjam currently has two main products called “gadai online” (online pawn) and “pinjaman mikro” (microloans). Gadai online’s target is individual, they can apply for loan starting from Rp2 million to Rp5 million. While microloans are specific for entrepreneurs with a maximum loan of Rp100 million.

Recently, p2p lending Investree has also launched its sharia business. The company’s research shows that this business line has disbursed Rp2,7 billion from 313 lenders for 1,340 borrowers.

Investree has become the first fintech company to receive a Recommendation Letter of Sharia Experts Team from National Sharia Council – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). It means Investree becomes a party in designing, providing inputs, and supervising sharia-based products as part of “Fatwa Fintech Syariah” in the near future.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Layanan Gadai Online Pinjam Segera Luncurkan Bisnis Syariah

Pinjam, startup yang bergerak di bisnis gadai online, mengungkapkan akan segera meluncurkan bisnis syariah sebagai langkah diversifikasi usaha. Rencananya bisnis ini akan hadir pada kuartal ketiga tahun ini.

“Jadi planning tahun ini kita insya Allah luncurin produk yang syariah based. PR-nya adalah masih cari DNA produk yang benar-benar syariah. Sehingga nanti kita launch itu apply-nya lebih cepat, bukan terkesan [bisnis] konvensional yang di-syariah-kan,” terang CEO dan Founder Pinjam Teguh B Ariwibowo seperti dikutip Digination.

Adapun untuk perkembangan bisnis barunya tersebut, pihaknya telah membentuk dewan pengawas syariah dan membuka kerja sama dengan berbagai pihak terkait seperti BMT (Badan Maal Wat Tamwil). Teguh juga mengungkapkan saat ini perusahaan telah bekerja sama dengan salah satu aplikasi yang sudah memiliki hampir dua juta agen.

Hal ini dilakukan agar saat diluncurkan nanti, layanan fintech ini sesuai dengan prinsip syariah dan mewadahi kebutuhan nasabah.

“Kita sudah punya dewan pengawas syariah, sudah kerja sama dengan salah satu aplikasi yang basisnya sudah sampai dua juta agen. Kemudian kita sudah ngobrol sama komunitasnya dan paralel ngobrol dengan BMT.”

Saat ini Pinjam memiliki dua produk utama, yaitu gadai online dan pinjaman mikro. Gadai online menyasar individu sebagai nasabah, nilai pinjaman yang bisa diajukan mulai Rp2 juta-Rp5 juta. Sementara pinjaman mikro khusus untuk pelaku UMKM dengan maksimal nilai pinjaman Rp100 juta.

Baru-baru ini, layanan p2p lending Investree telah meresmikan bisnis syariahnya. Dari hasil uji coba yang dilakukan perusahaan, lini bisnis ini telah menyalurkan dana pinjaman sebesar Rp2,7 miliar dengan 313 peminjam dan 1.340 penerima pinjaman.

Investree menjadi perusahaan fintech pertama yang mengantongi Surat Rekomendasi Penunjukkan Tim Ahli Syariah dari Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Dengan surat ini, Investree menjadi pihak yang turut merancang, memberi masukan, dan mengawasi berjalannya produk berbasis syariah sebagai bagian dari proses hadirnya Fatwa Fintech Syariah dalam waktu dekat.

Layanan P2P Lending Investree Luncurkan Investree Syariah

Layanan teknologi finansial peer-to-peer lending (P2P Lending) Investree (PT Investree Radhika Jaya) hari ini (30/01) meluncurkan layanan terbaru berupa layanan P2P lending Syariah. Kepada media, Co-Founder dan CEO Investree Adrian Gunadi mengutarakan, diluncurkannya layanan terbaru ini merupakan rencana dari Investree, usai terdaftar dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Kami juga melihat besarnya antusiasme dari masyarakat terhadap layanan fintech (Financial Technology) mendorong kami bersama dengan OJK dan Dewan Syariah Nasional (DSN) menggarap fatwa fintech financing  berbasis syariah yang akan dikeluarkan dalam waktu dekat,” kata Adrian.

Nantinya bagi peminjam (borrower) dan pemberi pinjaman (lender) bisa menerapkan prinsip syariah dalam hal pembiayaan yang dihadirkan oleh Investree syariah. Investree juga telah melakukan koordinasi dengan pihak regulator seperti OJK dan DSN MUI untuk meluncurkan layanan Investree Syariah yang uji coba layanannya sudah dilakukan sejak bulan November 2017 lalu.

Dari hasil uji coba yang telah dilakukan, hingga bulan Januari 2018 jumlah pembiayaan Investree syariah telah mencapai Rp 2,7 miliar dengan 313 jumlah borrower dan 1340 lender syariah.

“Kami harapkan skema yang kami miliki bisa menjadi acuan bagi pemain layanan P2P lending lainnya yang ingin mengembangkan layanan syariah. Bukan hanya itu, Investree juga ingin menjalin kolaborasi dengan bisnis syariah lainnya,” kata Adrian.

Investree merupakan layanan fintech syariah pertama yang mendapatkan Surat Rekomendasi Penunjukkan Tim Ahli Syariah dari Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk turut merancang, memberi masukan, dan mengawasi berjalannya produk yang berbasis syariah, sebagai bagian dari proses hadirnya Fatwa Fintech Syariah dalam waktu dekat. Surat rekomendasi tersebut juga menempatkan Profesor AH Azharuddin Lathif M.Ag M.H, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagai penasihat teknis syariah khusus untuk Investree.

Keuntungan bagi peminjam dan pemberi pinjaman mengusung prinsip syariah

Investree syariah merupakan layanan usaha syariah yang dijamin menggunakan tagihan atau invoice (invoice financing). Secara umum terdapat beberapa keuntungan yang diklaim akan didapat oleh peminjam dan pemberi pinjaman jika memanfaatkan pembiayaan bisnis dengan prinsip syariah. Bagi peminjam keuntungan di antaranya adalah fasilitas dan layanan sesuai dengan prinsip syariah, sehingga peminjam dapat mengajukan pembiayaan secara aman, menganut konsep tanpa riba dan dijamin pembiayaan bebas bunga dan biaya tambahan.

Sementara untuk pemberi pinjaman keuntungan yang bisa didapatkan adalah, pendanaan yang sesuai dengan prinsip syariah, peminjam akan langsung menerima pengembalian dana sekaligus pendapatan berupa imbah hasil atas jasa penagihan yang dibayarkan pemberi pinjaman tanpa bebas biaya apapun, pendanaan dengan resiko yang terukur dan dana pembiayaan yang ditawarkan mulai dari 5 juta Rupiah.

“Kami menjamin borrower akan dapat mengembangkan bisnisnya dengan pembiayaan usaha yang prosedurnya mudah, berdasarkan prinsip syariah dan credit scoring modern,” kata Adrian.

Layanan fintech membuka akses keuangan untuk masyarakat

Turut hadir dalam acara tersebut adalah Muliaman D Haddad, praktisi dan pengamat ekonomi syariah serta Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah. Dalam sambutannya Muliaman mengungkapkan, layanan terbaru yang dihadirkan oleh Investree bukan hanya memberikan akses terbuka kepada masyarakat, namun juga sebagai acuan bagi pemain lainnya.

“Investree sudah memanfaatkan peluang yang tidak bisa dilakukan oleh bank, yaitu memberikan layanan pembiayaan secara online yang mudah dengan prinsip syariah, yang sebentar lagi akan dikeluarkan fatwanya oleh DSN MUI. Dengan demikian selanjutnya layanan ini bisa menjadi nasional,” kata Muliaman.

Sementara itu Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengungkapkan, sebagai salah satu layanan fintech lokal, Investree memiliki track record yang baik dalam hal inovasi keuangan digital. Diharapkan ke depannya, Investree syariah bisa memberikan porsi yang besar dan tidak kalah dengan layanan pembiayaan konvensional lainnya.

“Saya melihat Investree dengan rencana dan inovasinya mampu menggerakan kami dari OJK hingga Kementrian Keuangan (Kemenkeu) untuk mengeluarkan peraturan terbaru, mulai dari pengembangan sistem penjualan Surat Berharga Negara (SBN) untuk investor ritel secara online hingga fintech syariah,” kata Hendrikus.

Application Information Will Show Up Here

BCA Partners with KlikACC P2P Lending Platform To Distribute SMEs Credit

BCA partners with KlikACC (PT Aman Cermat Cepat) p2p lending platform to fasten the realization of SMEs credit. By this means, BCA will act as a funding source by alocating Rp25 billion to distribute via KlikACC platform as channeling agent.

The contract’s signing is done by BCA’s Commercial Business & SME Executive Vice President Liston Nainggolan and KlikACC’s President Director Rusli Hidayat.

“As a company providing digital funding platform that bridging borrower and lender, KlikACC has prepared a platform to help potential borrowers get some funding.” he explained, quoted by Katadata.

To get the KUR facility, borrower can apply via KlikACC. Furthermore, they need to fill some required documents. KlikACC will perform credit analysis of the data obtained.

The result will be used for recommendation to BCA, whether to accept or reject the applications.

“The recommendation will become BCA’s consideration in accepting application based on prudent banking principle.”

Borrower can apply for credit limit minimum Rp20 million and maximum RP100 million. With maximum three-year tenor. For credit under Rp100 million, KlikACC does not require collateral.

It is currently claimed, KlikACC has distributed loan of Rp30 billion in 2017. Company’s client has reached more than 100 partners in total. This year is targeted to get Rp400 billion distribution by reaching 5000 partners.

KlikACC is one of the investees from BCA’s venture capital subsidiary, Central Capital Ventura (CCV). CCV is claimed to pour initial investment for companies other than KlikACC, it is Garasi.id.

Garasi.id is an automotive marketplace established by Kaskus. It is officially launch in August 17, 2017.

CCV Injection

Quoted from Bisnis, BCA prepares Rp2 trillion allocation funding for subsidiary development. BCA’s President Director Jahja Setiaatmadja has not given the detailed information related to each subsidiaries.

However, he ensures to allocate the funding one of which for CCV’s activity. In CCV establishment last year, BCA has allocated Rp200 million seed funding.

“We did not go into detail due to the difficulty in predicting what subsidiary needs. More importantly, whether there is a necessity (additional funding), should be in RBB,” he said.

BCA is currently had seven subsidiaries in supporting company’s business, such as BCA Finance, BCA Finance Ltd, BCA Syariah, BCA Sekuritas, BCA General Insurance, Central Sentosa Finance and CCV.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Mencermati Tantangan dan Regulasi Layanan Fintech

Berangkat dari pengalamannya bekerja di Lazada, MNC Group, dan Detik, Andry Huzain menjadi salah satu Co-Founder TunaiKita. Layanan peer-to-peer (P2P) lending yang merupakan bagian Wecash Global ini memberikan pinjaman modal kepada calon peminjam, dengan dana berasal dari orang umum yang memiliki uang lebih untuk dipinjamkan.

Skema P2P lending, yang saat ini makin populer di ranah financial technology, merupakan industri yang paling populer sepanjang tahun 2017.

Market cap [Market capitalization] untuk layanan fintech sudah jelas angkanya dan dijamin akan menguntungkan. Berbeda dengan layanan e-commerce yang masih tidak pasti. Alasan tersebut yang kemudian menjadikan fintech [sebagai] industri paling favorit dengan potensi yang cerah di Indonesia,” kata Andry.

Dalam sesi #SelasaStartup kali ini, Andry Huzain berbagi cerita dan pengalaman saat mulai membangun TunaiKita, layanan fintech yang memiliki prosedur dan peraturan yang cukup ketat. Dimonitor dan diatur OJK dan BI, layanan fintech cukup rumit dan sebaiknya dicermati calon pelaku startup yang ingin meluncurkan layanan fintech di Indonesia.

Terdapat empat tantangan yang kerap dihadapi oleh pelaku startup fintech di tanah air, dan berikut adalah rangkuman tersebut seperti yang disampaikan Andry.

Tidak ada pengguna yang loyal

Menurut survei yang telah dilakukan TunaiKita, kebanyakan pengguna layanan fintech adalah kalangan millennial. Dari hasil survei tersebut bisa disimpulkan, kebanyakan dari user tersebut tidak memiliki loyalitas terhadap brand dan cenderung untuk berpindah ke brand layanan fintech yang satu dan lainnya. Hal ini wajib dicermati calon pelaku startup.

“Hal lain yang juga wajib dicermati adalah kebanyakan pengguna kemudian mencoba untuk menggunakan layanan fintech yang dipilih, berasal dari rekomendasi teman, keluarga hingga kerabat terdekat. Menjadikan bisnis ini sarat dengan faktor kepercayaan dan tentunya ‘trust’,” kata Andry.

Tantangan verifikasi data

Faktor lain yang wajib dicermati calon pelaku startup jika ingin menghadirkan layana fintech adalah tidak adanya central database yang lengkap di Indonesia. Hal tersebut menyulitkan startup untuk melakukan verifikasi hingga konfirmasi data calon pengguna secara cepat. Hal tersebut juga berlaku kepada ketentuan virtual signature. Masih sulitnya startup melakukan verifikasi dengan memanfaatkan tanda tangan virtual diakui TunaiKita menjadi kendala tersendiri.

“Pastikan semua data center ada di Indonesia. Perhatikan juga soal sertifikasi ISO hingga SNI yang wajib diketahui dengan jelas oleh pelaku startup fintech,” kata Andry.

Payment gateway

Di Indonesia semua dana yang disalurkan, baik itu dari layanan e-commerce hingga P2P lending, harus diendapkan di akun escrow atau Virtual Account terlebih dahulu. Peraturan yang ditetapkan oleh regulator tersebut terkadang cukup menyulitkan penyaluran dana secara cepat kepada lender hingga borrower. Untuk itu pastikan dengan jelas batas waktu hingga ketentuan (limit date) untuk setiap transaksi yang diterapkan. Jangan sampai proses yang cukup memakan waktu tersebut merusak jalannya prosedur menjadi kacau hingga terhambat.

Pemilihan talenta yang tepat

Hal penting lainnya yang wajib dicermati oleh calon pelaku startup adalah pemilihan talenta yang cukup krusial. Andry menyebutkan terdapat empat skill yang wajib dimiliki pegawai startup. Mereka termasuk legal compliance, technical, business analyst, dan akuntansi perbankan.

“Idealnya lagi adalah rekrut pegawai yang memiliki dua kemampuan sekaligus. Dengan demikian Anda bisa mendapatkan talenta yang lengkap dan membantu startup menjalankan bisnis,” kata Andry.

Penerapan Teknologi Kecerdasan Buatan untuk Startup Fintech

Fintech (financial technology) pada dasarnya merupakan layanan finansial yang mencoba memberikan nilai lebih dalam penyampaian layanannya melalui pendekatan berbasis teknologi. Dari perkembangan yang ada saat ini di Indonesia, hampir semua jenis layanan finansial telah coba didigitalkan oleh para inovator. Salah satu yang paling populer adalah layanan pinjaman, atau kini dikemas dalam bentuk peer-to-peer lending.

Di balik operasional layanan berbasis fintech, berbagai varian teknologi masa kini diterapkan, untuk menghadirkan otomatisasi layanan. Kami mencoba berbincang dengan CTO KoinWorks Willy Wirawan untuk mengetahui gambaran bagaimana teknologi berperan dalam sebuah bisnis keuangan. Mengawali perbincangan, Willy memaparkan bahwa di balik platform aplikasi KoinWorks ada algoritma kecerdasan buatan yang telah diterapkan saat ini, mengusung konsep Computer Vision, Natural Language Processing, dan Modelling.

Ketika pendekatan teknologi tersebut sebenarnya sudah diinisiasi di kancah ilmuwan sejak lama, namun penerapannya dalam algoritma yang dimanfaatkan di sektor riil baru mulai terasa akhir-akhir ini. Pada dasarnya Computer Vision mencoba mengoptimalkan kinerja mesin (dalam hal ini sistem aplikasi) untuk mampu mengekstraksi informasi sehingga dapat menyelesaikan tugas tertentu secara mandiri. Sedangkan Natural Language Processing merupakan sebuah ilmu komputer untuk mengondisikan mesin dapat berinteraksi secara alamiah dengan bahasa manusia.

Melihat perkembangannya, pemanfaatannya harus segera digulirkan, karena bisa jadi ditemukan mekanisme optimasi kecerdasan buatan untuk ekonomi Indonesia.

KoinWorks sendiri memanfaatkan konsep kecerdasan buatan untuk dua skenario, yakni Automation dan Prediction. Willy menceritakan, skenario Automation diterapkan untuk mengurangi proses bisnis manual sehingga bisa semi-otomatis menangani operasional khususnya yang berulang. Sedangkan skenario Prediction digunakan untuk menebak informasi dengan memahami pola perilaku data yang terekam sistem.

“Salah satu contoh pemanfaatannya, kami menggunakan teknologi tersebut untuk memprediksi nasabah yang baik berdasarkan psikometri dari digital footprint yang dimiliki,” ujar Willy.

Ia turut menjelaskan, bahwa industri finansial seperti payment, lending dan sebagainya merupakan bagian dari risk mitigation, sehingga dibutuhkan sentuhan teknologi untuk dapat mendeteksi dan memprediksi kemungkinan terjadinya risiko tadi secara lebih cepat dan akurat. Proses ini mutlak dibutuhkan oleh perusahaan seperti KoinWorks, karena turut membantu pemangku kepentingan membuat keputusan secara lebih cepat dan baik.

“Cukup optimis dengan efektivitas penerapan kecerdasan buatan. Optimisme ini berbanding lurus dengan growth company in terms of user dan transaction karena teknologi kecerdasan buatan is all about data points yang digunakan untuk melatih teknologi yang diterapkan itu sendiri,” terang Willy.

Fitur terbaru dari KoinWorks menerapkan algoritma Machine Learning untuk layanan RoboLending, yakni untuk memudahkan pelanggannya (kini sudah mencapai lebih dari 34 ribu) untuk menambah pilihan lender dalam berinvestasi melalui peer to peer lending. Hadirnya fitur RoboLending ini diharapkan mempermudah dan memaksimalkan return investasi sesuai jangka waktu yang dikehendaki. Tidak hanya itu, RoboLending pun memberikan potensi keuntungan yang sudah diestimasi lengkap dengan jangka waktunya sehingga lender dapat dengan mudah memilih untuk menginvestasikan dana hingga potensi keuntungan tersebut tercapai.

“Untuk ke depannya, kami tetap berinovasi dengan landasan teknologi yang disertai pengembangan financial inclusion sebagai tujuannya. Tidak hanya itu, kami akan mencoba menciptakan lebih banyak awereness dan meningkatkan produk kami untuk lebih baik bagi para user KoinWorks,” pungkas Willy.

Application Information Will Show Up Here

BCA Gandeng Platform P2P Lending KlikACC Salurkan Kredit UMKM

BCA menggandeng platform p2p lending KlikACC (PT Aman Cermat Cepat) untuk mempercepat realisasi penyaluran kredit UMKM. Melalui kerja sama ini, BCA akan bertindak sebagai sumber dana dengan mengalokasikan sebesar Rp25 miliar untuk disalurkan lewat platform KlikACC, yang bertindak sebagai channeling agent.

Penandatanganan nota kesepahaman ini diteken Executive Vice President Bisnis Komersial & SME BCA Liston Nainggolan dan Direktur Utama KlikACC Rusli Hidayat.

“Sebagai sebuah perusahaan yang menyediakan platform pendanaan digital yang mempertemukan peminjam dengan pemberi pinjaman, tentunya KlikACC sudah menyediakan platform yang akan memudahkan para calon debitur untuk bisa mendapatkan pembiayaan,” terang Liston Nainggolan, dikutip dari Katadata.

Untuk mendapatkan fasilitas KUR, calon peminjam bisa mengajukan permohonannya lewat KlikACC. Setelah itu, mereka diharuskan mengisi persyaratan dengan menyediakan dokumen yang diperlukan. Dari data tersebut, KlikACC akan melakukan analisa kredit.

Hasil analisa akan dipakai sebagai rekomendasi kepada BCA untuk menolak atau menerima permohonan kredit yang masuk.

“Tentunya rekomendasi ini yang menjadi pertimbangan BCA dalam menyetujui kredit dengan tetap berazaskan pada prinsip kehati-hatian.”

Calon peminjam dapat mengajukan pinjaman kredit dengan plafon minimal Rp20 juta dan maksimal Rp100 juta. Tenornya maksimal selama tiga tahun. Untuk pinjaman di bawah Rp100 juta, KlikACC tidak mengharuskan debitur menyiapkan jaminan.

Saat ini diklaim, KlikACC telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp30 miliar di 2017. Total klien perusahaan lebih dari 1.000 mitra. Pada tahun ini, ditargetkan jumlah penyaluran dapat tembus sampai Rp400 miliar dengan menjangkau 5.000 mitra.

KlikACC merupakan salah satu investee dari anak usaha modal ventura BCA, Central Capital Ventura (CCV). CCV diklaim telah menyuntikkan investasi tahap awal ke dua perusahaan. Selain KlikACC, perusahaan lainnya adalah Garasi.id.

Garasi.id adalah marketplace jual beli otomotif yang didirikan Kaskus. Marketplace ini resmi hadir pada 17 Agustus 2017.

Suntik CCV

Dikutip dari Bisnis, BCA menyiapkan alokasi dana sebesar Rp2 triliun untuk pengembangan anak usaha. Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja tidak merinci alokasi yang akan diberikan untuk masing-masing anak usahanya.

Namun dia memastikan dana tersebut salah satunya untuk keperluan CCV. Tahun lalu pada pendirian CCV, BCA mengalokasikan modal awal senilai Rp200 miliar.

“Kami tidak memerinci karena sulit menebak kebutuhan anak perusahaan. Yang penting kalau ada kebutuhan [tambahan dana], kalau sudah ada dalam RBB,” tutur Jahja.

BCA saat ini memiliki tujuh entitas anak usaha yang mendukung layanan bisnis perusahaan, yakni BCA Finance, BCA Finance Ltd, BCA Syariah, BCA Sekuritas, Asuransi Umum BCA, Central Sentosa Finance, dan CCV.

Modalku Bidik Penyaluran Pembiayaan Hingga 3 Triliun Rupiah di Tahun 2018

Platform p2p lending Modalku menargetkan penyaluran pembiayaan secara regional mencapai Rp3 triliun, atau naik tiga kali lipat dari pencapaian di tahun lalu sebesar Rp1 triliun. Indonesia akan tetap menjadi negara kontributor utama Modalku, setelah Singapura dan Malaysia.

“Kami targetkan penyaluran pembiayaan tahun ini dapat tumbuh minimal dua atau tiga kali lipat dibanding tahun lalu. Kami semakin terdorong untuk menjadi lebih baik lagi di tahun 2018 agar dapat mendukung semakin banyak UMKM berpotensi, baik di Indonesia maupun Asia Tenggara,” terang Co-Founder dan CEO Modalku Reynold Wijaya kepada DailySocial, Rabu (10/1).

Reynold menerangkan, target pembiayaan ini akan digenjot lewat Indonesia sebagai pasar utama Modalku. Salah satu caranya dengan ekspansi daerah baru, Reynold memperkirakan setidaknya ada dua atau tiga daerah baru yang akan disasar. Sejauh ini bisnis Modalku di Indonesia, baru tersedia di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya.

Ia juga mengungkapkan bahwa tidak menutup kemungkinan untuk membuka produk lending baru yang bergerak di bidang syariah. Kendati demikian, belum dipastikan kapan produk tersebut akan diluncurkan.

“Syariah adalah produk yang bagus, di mana kita sedang pikirkan. Tapi belum tahu kapan akan ada, but definetely considering.”

Meski target yang dibidik Modalku tahun ini melonjak drastis, tidak serta merta membuat perusahaan berencana untuk mencari pendanaan baru. Pasalnya, menurut Reynold, investasi yang diperoleh perusahaan dari Sequioa India masih tersedia dan cukup untuk jangka waktu panjang.

Sebelumnya, induk usaha Modalku, Funding Societies, memperoleh investasi seri A sebesar Rp100 miliar dipimpin oleh Sequoia India di 2016. Selain Sequioa, turut pula partisipasi para pakar Universitas Harvard dan investor terdahulu, Alpha JWC Ventures.

Kinerja Modalku

Berdasarkan kinerja tahun lalu, Modalku telah menyalurkan Rp1 triliun secara regional. Indonesia berkontribusi lebih dari 50% dari total penyaluran atau sekitar Rp520 miliar untuk 1400 UMKM lokal.

Untuk para pendana di Modalku, investor akan ditawarkan imbal hasil hingga 35% per tahun. Besaran pinjaman dimulai dari Rp1 juta dengan minimum deposit Rp10 juta. Sedangkan untuk para peminjam dana dapat mengajukan pinjaman antara Rp50 juta sampai Rp2 miliar, disesuaikan dengan kebutuhan usaha. Bunga yang ditawarkan mulai dari 12-26% per tahunnya.

Di luar soal kinerja, Modalku juga mengumumkan kolaborasi dengan startup agriculture marketplace TaniHub untuk menghadirkan solusi cashflow untuk petani. Serta, menggandeng Biro Kredit Pefindo sebagai lembaga pengelola informasi kredit.

Application Information Will Show Up Here

Rangkuman Perkembangan Lanskap Fintech Indonesia Sepanjang Tahun 2017

Fintech tetap menjadi sektor primadona sepanjang tahun ini. Dalam pemberitaan DailySocial, tercatat ada 91 investasi yang diumumkan dengan rincian 32 startup mendapat investasi tahap awal (seed), 29 startup dapat seri A, dan 9 startup dapat seri B. Sektor startup yang paling banyak menerima investasi adalah fintech sebanyak 29 startup, 14 startup e-commerce, dan 9 startup media, sisanya adalah sektor lainnya.

Karena menjadi primadona, pergerakan isu seputar fintech pun sangat dinamis membuat pemahaman inovasi membelakangi regulasi sering terjadi. Mau tak mau, dua otoritas yang mengurusi sektor ini, seperti Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan melakukan banyak gebrakan untuk mengawal perkembangan fintech dengan meluncurkan kebijakan baru.

Ditambah setidaknya dalam seminggu selalu ada pemberitaan seputar fintech entah itu mengenai peluncuran startup fintech baru, penambahan fitur, kerja sama bisnis, akuisisi perusahaan, bahkan ada juga yang gulung tikar.

DailySocial mengompilasi rangkuman pemberitaan menarik seputar fintech yang terjadi sepanjang tahun ini. Berikut tulisannya:

Regulasi

Kendati teknologi berjalan sangat dinamis, akan tetapi selalu ada payung hukum di atasnya. Sepanjang tahun ini BI masih disibukkan dengan regulasi seputar sistem pembayaran, sementara OJK masih fokus membuat aturan turunan dari POJK No 77/2016 tentang p2p lending.

BI kian ketat dalam memberi izin lisensi uang elektronik, lantaran kini pengajuan tidak hanya dari perusahaan berbasis keuangan saja, tapi bisa dari perusahaan non keuangan seperti layanan e-commerce. Hal ini terjadi pada BukaDompet (Bukalapak), Tokopedia (TokoCash), ShopeePay (Shopee), dan PayTren yang sampai berita ini diturunkan belum menerima restu dari bank sentral sejak September 2017.

GrabPay (Grab) pun sempat terkena penangguhan, sampai akhirnya sembari menunggu izin keluar, mereka memanfaatkan lisensi yang sudah dimiliki OVO untuk melakukan kerja sama (Desember 2017).

Tidak hanya soal pemberian izin lisensi, BI juga mengeluarkan kebijakan baru bahwa seluruh pemain fintech yang bermain di ranah sistem pembayaran kini harus terdaftar di BI. Setidaknya ada empat kriteria jenis usaha yang wajib mendaftar, yakni uang elektronik, alat pembayaran menggunakan kartu (kartu ATM, debet, dan kredit), penyelenggara transfer dana, dan penyelenggara pemrosesan transaksi pembayaran (di dalamnya terdapat payment gateway, dompet elektronik, dan penyelenggara switching).

Soal bitcoin, BI makin matang melarangnya untuk digunakan sebagai alat transaksi di Indonesia. Tentunya, pelarangan ini belum berlaku untuk orang-orang yang memanfaatkan bitcoin sebagai produk investasi. Hanya saja, BI tidak ingin menanggung segala risikonya bila terjadi suatu masalah.

Meski terkesan melarang bitcoin, tapi BI mengaku tidak sepenuhnya anti terhadap teknologi bitcoin yang menjadi dasar beroperasinya cryptocurrency. BI malah sedang berencana untuk melakukan uji coba teknologi tersebut pada tahun depan (Oktober 2017).

Sementara itu, BI juga meresmikan gerbang pembayaran nasional (GPN) (Desember 2017). Sistem ini membuat semua transaksi dalam negeri harus di-routing dalam negeri, menggeser peranan perusahaan switching dari luar negeri seperti Visa dan Mastercard. GPN juga didorong untuk mengefisienkan beban transaksi yang dibebankan ke konsumen dan pelaku usaha.

Inovasi bisnis

Dari segi inovasi bisnis, karena semakin banyak pemain yang mulai melirik sektor ini maka kompetisinya pun makin sengit. Inovasi semakin dituntut dalam hal ini. Pemain e-commerce skala besar seperti Bukalapak dan Tokopedia berlomba-lomba menghadirkan produk berbasis fintech dalam platformnya.

Tokopedia, misalnya banyak melakukan kerja sama dengan pemain fintech untuk pinjaman modal, pinjaman online, kartu kredit hingga asuransi (Januari 2017). Bukalapak tak mau kalah, di bulan yang sama, perusahaan ini menghadirkan terobosan yang bisa dikatakan sangat menarik karena menghadirkan BukaReksa, untuk dorong penggunanya berinvestasi di reksa dana.

Tidak berhenti di situ, Bukalapak juga meluncurkan layanan BukaEmas untuk dorong investasi emas. Mereka bekerja sama dengan IndoGold sebagai mitra eksklusif (Juni 2017). Kehadiran BukaEmas, mendorong pemain lainnya seperti Orori menghadirkan layanan serupa e-mas (September 2017), dan aplikasi jual beli emas berbasis syariah Tamasia juga meluncur (Oktober 2017).

Pelaku usaha lainnya, Bank DBS meluncurkan aplikasi perbankan online Digibank yang dikhususkan menyasar kalangan millenial sebagai nasabahnya (Agustus 2017). Digibank hampir mirip dengan aplikasi perbankan yang dibuat BTPN (Jenius).

Bank Commonwealth meresmikan platform perbankan onboarding Tyme Digital (Agustus 2017) untuk pembukaan rekening dan kantor digital sebagai bentuk komitmen untuk bertransformasi ke digital (Oktober 2017).

Masih berkaitan dengan inovasi bisnis, Salim Group merealisasikan komitmen untuk membangun bank digital dengan mengakuisisi 55% saham Bank Ina Perdana (Mei 2017). Grup konglomerasi ini ingin memfokuskan Bank Ina ke layanan e-payment untuk bisnis online.

Masih di dunia perbankan, bank besar berlomba-lomba menggaet startup fintech salah satunya dengan mendirikan modal ventura. BCA mendirikan Central Capital Ventura dengan menyuntikkan modal awal Rp200 miliar (Januari 2017), BRI tak mau kalah. Bank pelat merah ini akuisisi Bahana Artha Ventura (Oktober 2017).

Sementara, BNI mengaku masih mengkaji apakah ingin akuisisi atau organik jadi kemungkinannya akan diumumkan pada tahun depan. Bank Mandiri dengan Mandiri Capital-nya sejauh ini telah menyuntikkan ke tujuh startup fintech, di antaranya Moka, Amartha, PrivyID, dan Cashlez.

Gejolak bisnis

Di tengah perebutan lisensi uang elektronik, Indosat Ooredoo justru memilih untuk mundur dari fintech dan mengalihkan lisensi Dompetku untuk dialihkan ke PayPro (April 2017). Dompetku jadi satu dari sekian banyak produk digital yang satu per satu ditutup Indosat sampai akhirnya menutup penuh dan memilih kembali ke titah sebagai operator telekomunikasi (Juni 2017).

Operator lainnya memilih langkah yang sama, XL Axiata memilih untuk menjual Elevenia ke Salim Group. Sementara XL Tunai hingga kini masih tetap beroperasi. Telkomsel sedikit berbeda, tetap menjalankan produk digital dan layanan e-money T-Cash.

Malah hingga kini, T-Cash terus unjuk gigi sampai akhirnya Telkomsel memilih untuk memisahkan divisi T-Cash jadi perusahaan tersendiri. Serta, bakal memilih untuk jadi platform agnostik yang bisa dimanfaatkan di luar pengguna Telkomsel (Desember 2017).

Masih soal lisensi e-money, saking pentingnya lisensi ini membuat Emtek Group mengakuisisi dua perusahaan e-money Doku dan Espay (Mei 2017). Sambil mengembangkan bisnis fintech, Emtek juga mengakuisisi sebagian saham Bareksa lewat pemegang saham dari Doku (April 2017).

Di bulan yang sama, Emtek juga bekerja sama dengan Ant Financial mendirikan perusahaan patungan untuk mengerjakan produk DANA hasil implementasi dari Alipay di Indonesia. DANA sudah hadir secara eksklusif di platform messaging BBM.

Setelah drama ditangguhkannya GrabPay oleh BI, Grab pun tidak mau diam begitu saja. Dengan memanfaatkan lisensi yang dimiliki sister company, OVO, akhirnya GrabPay kembali berfungsi.

Komitmen Grab yang ingin mengembangkan GrabPay, terlihat dengan mengakuisisi penuh Kudo, rumor ini sudah beredar sejak Februari 2017, hingga akhirnya resmi diumumkan pada April 2017. Kudo menjadi kendaraan Grab untuk memperoleh lisensi uang elektronik, lantaran secara teknologinya sudah comply dengan persyaratan dari BI.

Di sisi lain, Go-Jek dengan mengakuisisi MV Commerce berhasil melenggang dan ‘asyik’ mengembangkan fungsionalitas uang elektroniknya tersebut dengan menghadirkan banyak fitur dalam aplikasi Go-Jek. Misalnya, menghadirkan Go-Points (Februari 2017) dan Go-Bills (November 2017).

Dengan Go-Pay, Go-Jek ingin membawa layanannya ini lebih jauh, keluar dari ekosistemnya sendiri dan bisa dimanfaatkan untuk semua orang. Inisiasi ini melahirkan tiga akuisisi penuh Go-Jek untuk tiga perusahaan fintech, Midtrans, Kartuku, dan Mapan. Kendati akuisisi ini belum dapat restu dari BI, lantaran Go-Jek belum mengajukan izin akuisisi (Desember 2017).

Baik Grab maupun Go-Jek jadi perusahaan yang cukup sengit dalam hal inovasi. Dengan bantuan modal dari investor dan jaringan dari sister company-nya, membuat keduanya bergerak cepat dalam berinovasi. Padahal, awalnya kedua perusahaan tersebut berbasis aplikasi ride hailing, kini menjelma jadi perusahaan yang bersinggungan dengan dunia keuangan.

Dari sisi startup fintech, UangTeman mengaku akan pivot sepenuhnya menjadi perusahaan p2p lending pasca mengantongi surat tanda terdaftar sebagai pemain p2p lending dari OJK. Pengalihan bisnis ini dimulai pada tahun depan (Desember 2017).

Kinerja industri

P2p lending menjadi salah satu sektor fintech yang paling banyak bermunculan pemain barunya sepanjang tahun ini. Menurut data OJK, hingga Agustus 2017 telah menyalurkan Rp1,44 triliun tumbuh 496,51% secara year-to-date (ytd). Angka ini didapat hasil akumulasi 22 perusahaan p2p lending yang telah mengantongi surat tanda terdaftar.

Penyaluran terbesar masih berasal dari Pulau Jawa dengan porsi 83,2% dan sisanya dari luar Pulau Jawa. Total peminjamnya mencapai 120.174 peminjam, sementara total pemberi pinjamannya mencapai 48.034 pemberi.

Berdasarkan data BI, transaksi uang elektronik volumenya mencapai 600,5 juta transaksi senilai Rp8,76 triliun. Angka ini didapat dari hasil akumulasi 26 perusahaan yang sudah memperoleh lisensi e-money dari BI.

Unduh juga laporan perkembangan layanan fintech di Indonesia tahun 2017: klik di sini.