Dagangan Secures 163.7 Billion Rupiah Series A Funding, Intensifying Penetration to Tier 3 & 4 Cities

Social commerce startup Dagangan announced its series A funding worth of $11.5 million or equivalent to 163.7 billion Rupiah. The round was led by Monk’s Hill Ventures with the participation of MMS Group, K3 Ventures, Spiral Ventures, and Plug and Play.

Previously, the startup that was founded in 2019 announced a pre-series A funding with an undisclosed value from CyberAgent Capital, Spiral Ventures, 500 Startups, and Bluebird Group in June 2021.

Dagangan’s Co-Founder & CEO, Ryan Manafe revealed to DailySocial, the company has achieved revenue record in mid-2020, the trend continues today. It is suspected that various restrictions during the pandemic has resulted in the demand for daily needs online are rising.

Unlike in urban areas, people in rural areas have their own challenges in getting their daily needs online. “The situation is getting worse as accessibility issues that persist in rural areas, where retailers have to bear the cost of inefficient logistics for commuting to and from the city. Dagangan aims to address these issues and is now on the right track,” Ryan said.

He continued, “Our vision is to enable 100 million people in underserved rural areas to have easy access to quality daily necessities at affordable prices.”

The fresh money is to be used to develop private-label local products such as frozen foods, groceries, and household appliances. In addition, they will continue product development and add new features including paylater. Access to logistics services will also be sharpened, while talent acquisition efforts and partnership expansion will be enhanced.

Dagangan will intensify expansion in tier 3-4 cities and villages in Java, Sumatra, and Kalimantan.

Business challenges

To date, there are some challenges remain by the company as it started to reach tier 3-4 cities and villages. Among them is user acquisition with low technology adaptation. Education is highly needed, therefore, they are accustomed to using applications and making purchases online. The next effort was to intensify user acquisition activities offline.

“However, we are indirectly helped by social distancing awareness and user willingness to learn and adapt [to digital services]. In the future we plan to reduce the offline acquisitions by gradually switching to digital acquisitions,” Ryan said.

Another challenge is the dependence on local approaches. Therefore, companies need to build strong local teams in each area and establish partnerships.

Problem also arise on the limited logistics infrastructure. With limited infrastructure in rural areas, both suppliers and consumers face the challenge of selling and buying products. Even as e-commerce services increase, the magnitude of logistics costs is difficult to avoid. Dagangan implements Hub-and-Spoke to help solve this problem.

“This also gives us a challenge as we have to keep opening new hubs in various regions. We plan to expand our business not only to other regions, but also to other channels, such as selling our private-label products through e-commerce and export services,” Ryan added.

One of the Dagangan’s focus this year is to develop private-label products. There are many local products with great potential, but only available for the area or focused on tourists (eg bakpia in Yogyakarta). Some of these products are getting exported, but are not widely available even in Java. For people in big cities, they may be able to easily buy these products through e-commerce services, but rural markets remain underserved due to expensive logistics costs.

“This is where Dagangan comes in handy. We want to empower these products, especially those in high demand and most of the not-widely-recognized products (eg honey, brown sugar, local snacks) through our private-label products. beneficial for stakeholders, but can also increase profitability,” Ryan said.

Social commerce outsite big cities

Various social commerce startups focus on markets in rural areas. The concept offered is considered more relevant, because in general, social commerce helps empower the surrounding community as part of the business, for example becoming a reseller.

Another startup in the vertical is Super. Recently received its series B funding of IDR 405 billion in April 2021, they have operated in 17 koa in East Java. The company utilizes a hyperlocal logistics platform to distribute consumer goods to agents in less than 24 hours after ordering. Super works with thousands of agents to distribute thousands to millions of necessities every month. Most of these agents are women.

In addition, there are RateS, Evermos, KitaBeli, and others. The size of the market is tempting. According to Bain & Co. data, in 2020 the total GMV for online trading businesses in Indonesia has reached $47 billion. Although the majority come from e-commerce or online marketplaces, social commerce services have no small contribution, which is around $12 billion.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Dagangan Kantongi Pendanaan Seri A 163,7 Miliar Rupiah, Gencarkan Penetrasi ke Kota Tier-3 dan 4

Startup social commerce Dagangan mengumumkan telah mendapatkan pendanaan seri A senilai $11, 5 juta atau setara 163,7 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Monk’s Hill Ventures dengan keterlibatan MMS Group, K3 Ventures, Spiral Ventures, dan Plug and Play.

Sebelumnya, startup yang berdiri sejak tahun 2019 tersebut mengumumkan pendanaan pra-seri A dengan nilai dirahasiakan dari CyberAgent Capital, Spiral Ventures, 500 Startups, dan Bluebird Group pada Juni 2021 lalu.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Dagangan Ryan Manafe mengungkapkan, perusahaan mencatatkan rekor pendapatan pada pertengahan tahun 2020, trennya berlanjut sampai saat ini. Hal ini ditengarai adanya berbagai pembatasan selama pandemi, menjadikan opsi pemenuhan kebutuhan sehar-hari secara online makin diminati.

Berbeda dengan orang yang tinggal di perkotaan, masyarakat di pedesaan memiliki tantangan tersendiri untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan sehari-hari secara online. “Kondisi tersebut diperburuk dengan masalah aksesibilitas yang berlangsung di daerah pedesaan, di mana pengecer harus menanggung biaya logistik yang tidak efisien untuk perjalanan pulang-pergi ke kota. Dagangan mencoba mengatasi persoalan tersebut dan saat ini telah berada di lintasan yang benar,” ujar Ryan.

Ia melanjutkan, “Visi kami menjadikan 100 juta orang di pedesaan yang kurang terlayani bisa memiliki akses mudah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari berkualitas dengan harga terjangkau.”

Dana segar yang didapat rencananya juga akan digunakan untuk mengembangkan produk lokal private-label seperti makanan beku, bahan makanan, dan peralatan rumah tangga. Selain itu mereka akan melanjutkan pengembangan produk dan menambah fitur baru termasuk paylater. Akses ke layanan logistik juga akan dipertajam, sembari upaya akuisisi talenta dan perluasan kemitraan.

Dagangan akan memperluas  ekspansi di kota dan desa tier 3-4 di wilayah Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.

Tantangan bisnis

Hingga saat ini masih ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh perusahaan saat mulai menjangkau kota dan desa tier 3-4. Di antaranya adalah akuisisi pengguna dengan adaptasi teknologi yang rendah. Dibutuhkan edukasi agar mereka terbiasa untuk menggunakan aplikasi dan melakukan pembelian secara online. Upaya yang kemudian dilakukan adalah menggencarkan kegiatan akuisisi pengguna secara offline.

“Namun secara tidak langsung kami terbantu social distancing awareness serta kemauan pengguna untuk belajar dan beradaptasi [dengan layanan digital]. Ke depannya kami berencana untuk mengurangi porsi akuisisi offline dengan secara bertahap beralih untuk akuisisi secara digital,” kata Ryan.

Tantangan lainnya yang juga masih dihadapi adalah ketergantungan pada pendekatan lokal. Oleh karena itu, perusahaan perlu membangun tim lokal yang kuat di setiap area dan menjalin kemitraan.

Persoalan lain adalah terbatasnya infrastruktur logistik. Dengan infrastruktur yang terbatas di daerah pedesaan, baik pemasok dan konsumen menghadapi tantangan menjual dan membeli produk. Bahkan ketika layanan e-commerce meningkat, besarnya biaya logistik sulit untuk dihindari. Dagangan mengimplementasikan Hub-and-Spoke untuk membantu memecahkan masalah ini.

“Ini juga memberi kami tantangan karena kami harus tetap membuka hub baru di berbagai daerah. Kami berencana untuk memperluas bisnis kami tidak hanya ke daerah lain, tetapi juga ke kanal lain, seperti menjual produk private-label kami melalui layanan e-commerce dan ekspor,” kata Ryan.

Salah satu fokus bisnis Dagangan tahun ini yang ingin dikembangkan adalah produk private-label. Terdapat banyak produk lokal dengan potensi besar, tetapi biasanya hanya tersedia untuk kawasan tersebut atau terfokus untuk wisatawan (misalnya bakpia di Yogyakarta). Beberapa dari produk tersebut ada yang kemudian diekspor, tetapi tidak tersedia secara luas bahkan di pulau Jawa. Bagi masyarakat di kota besar, mereka mungkin dapat dengan mudah membeli produk tersebut melalui layanan e-commerce, namun pasar pedesaan tetap kurang terlayani karena biaya logistik yang mahal.

“Di sinilah Dagangan datang untuk membantu. Kami ingin memberdayakan produk-produk ini, terutama yang memiliki permintaan tinggi dan kebanyakan produk yang belum dikenali secara luas (misalnya madu, gula merah, makanan ringan lokal) melalui produk private-label kami. Ini tidak hanya bermanfaat bagi para stakeholder, tetapi juga dapat meningkatkan profitabilitas,” kata Ryan.

Social commerce di luar kota besar

Berbagai startup social commerce fokus menggarap pasar di pedesaan. Konsep yang ditawarkan dinilai lebih relevan, karena pada umumnya social commerce turut memberdayakan masyarakat sekitar sebagai bagian dari bisnis, misalnya menjadi reseller.

Startup lain yang turut bermain di vertikal tersebut adalah Super. Baru mendapatkan pendanaan seri B 405 miliar Rupiah pada April 2021 lalu, mereka telah beroperasi di 17 koa di Jawa Timur. Perusahaan memanfaatkan platform logistik hyperlocal untuk mendistribusikan barang kebutuhan konsumen ke agen-agen dalam waktu kurang dari 24 jam setelah pemesanan. Super bekerja sama dengan ribuan agen untuk mendistribusikan ribuan sampai jutaan barang kebutuhan setiap bulannya. Kebanyakan para agen tersebut adalah perempuan.

Selain itu masih ada RateS, Evermos, KitaBeli, dan lain-lain. Ukuran pasarnya memang menggiurkan. Menurut data Bain & Co., pada tahun 2020 total GMV untuk bisnis perdagangan online di Indonesia telah mencapai angka $47 miliar. Kendati mayoritas datang dari e-commerce atau online marketplace, layanan social commerce memiliki sumbangsih yang tidak kecil, yakni sekitar $12 miliar.

Application Information Will Show Up Here

Facebook Accelerator Putaran Kedua Segera Digelar, Incar 15 Startup Regional

Program flagship Facebook, Facebook Accelerator Singapore mengumumkan batch kedua mengincar 15 startup terpilih dari Asia Tenggara untuk bergabung sebagai peserta.

Program yang didukung Infocomm Media Development Authority (IMDA) ini, menggaet pemain akselerator global Plug and Play untuk mendukung gelaran acara. IMDA adalah badan hukum pemerintah Singapura yang berada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informasi Singapura (MCI).

Head of Startup Program APAC Facebook Jason Lin menjelaskan, Facebook Accelerator adalah program pelatihan selama enam bulan untuk mendukung startup inovatif berbasis data. Pihaknya mencari startup yang tumbuh cepat dan ingin mengintegrasikan alat dan produk Facebook.

“Atau untuk mereka yang fokus pada penggunaan data dan AI dengan cara yang terpercaya dan transparan untuk meningkatkan skala bisnis mereka secara transparan,” terang Jason, kemarin (5/12).

Dia melanjutkan, startup terpilih akan memiliki akses ke pelatihan langsung melalui tiga tahapan bootcamp untuk belajar bagaimana meningkatkan skala bisnis dan menangani tantangan. Selama program berlangsung, startup akan dibimbing oleh praktisi dari Facebook dan pemerintah Singapura.

Juga, kesempatan untuk berjejaring dengan modal ventura regional dan investor untuk membantu mereka tumbuh. Jason menekankan pula, Facebook tidak memberikan pendanaan ekuitas buat startup, melainkan membuka kesempatan sebagai mitra potensial.

Program yang sebelumnya dikenal “Startup Station Singapore” ini, mensyaratkan startup yang dapat bergabung minimal sudah meluncurkan produk; bisnis didorong oleh data; punya model bisnis yang jelas dan terukur; sedang memecahkan masalah nyata dalam pasar yang besar dan dapat ditangani; berbasis di Asia Tenggara.

Sumber: Facebook
Sumber: Facebook

Adapun fokus area dan tema startup yang dapat menyelaraskan pada produk, teknologi, dan platform Facebook, termasuk juga social/coversational commerce, messaging, AR/VR; data innovator yang berupaya memanfaatkan data untuk mendorong pertumbuhan bisnis jangka panjang dengan cara yang etis dan berkelanjutan.

“Kami sedang melakukan regional roadshow ke enam titik untuk mencari startup potensial. Kami berharap startup dari Indonesia ada lebih banyak yang terpilih dalam batch kedua.”

Pada batch pertama, terpilih 11 startup yang datang dari berbagai segmen, dari turisme, hospitality, hingga kesehatan. Mayoritas datang dari Singapura, di antaranya Jumper.ai, Peoplewave, Envolve, Vouch, dan Waitrr. Satu-satunya perwakilan dari Indonesia adalah Qlue.

Pendaftaran startup dalam batch kedua sudah dibuka sejak awal November hingga 14 Januari 2020. Jason mengatakan, seluruh aplikan yang masuk akan di-review untuk diseleksi lebih lanjut oleh tim Facebook Accelerator.

Pengumuman startup terpilih akan diselenggarakan pada Februari 2020. Program akan kick off sebulan kemudian, untuk Sprint 1. Kemudian, Sprint 2 dimulai Juni 2020, terakhir Sprint 3 adalah demo day pada September 2020.

Sinar Mas Sets Up BSD Innovation Labs Completing Its Digital Ecosystem

Sinar Mas Land, GK Plug and Play, and Digitaraya partnered up to create the accelerator program named BSD Innovation Labs. It’s to be focused on supporting startups in property technology (proptech) industry.

Sinar Mas Land is getting closer to achieve a fully digital ecosystem in the independent city, Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, Banten. Irwan Harahap as the Project Leader for Digital Hub at Sinar Mas Land said the BSD Innovation Lab is to take the role of startup accelerator that considered lacking in BSD.

“We’re to complete this ecosystem with the accelerator program due to most of the accelerators only exist in Jakarta, and we’re to focus on proptech first,” Harahap said at the Green Office Park, BSD.

He said the accelerator program is to start working by corporate partner requests. When there’s a company in need for a solution, Plug and Play will find the right startup, next, Digitaraya will provide help to develop solutions from selected startups.

If the solution works, BSD Innovation Labs will set the meeting with related investors to consider a demo day.

“As the founder, we have a privilege to chip in earlier than others,” he added.

However, not all startups are within our coverage, only those which focuses on the property industry and the series A+ from any country. He also mentioned that they’re not here to take a risk with early stages due to all issues come from the big corporates.

“Therefore, we’re not to invest in the early-stage startups. Imagine the big companies such as Unilever and Sinar Mas Land to work with the minors,” he emphasized.

Although it has been launched, BSD Innovation Labs is yet to make a move. The program is to function on February or March 2020. The related parties will have each responsibility on this.

Let’s say Sinar Mas in charge to provide space around Green Office Park, Plug and Play is to train and facilitate startups with investors, and Digitaraya to provide mentoring in terms of business and technology, supported by Google.

BSD Innovation Labs has added to BSD’s digital ecosystem through the Digital Hub. Digital Hub is a 26 acres lot dedicated to the tech-business from startups to the multi-national companies.

The Rp7 trillion project has been delayed for some time, but it’s to be done in 2021. When it’s finished, Sinar Mas will move all the digital businesses in BSD here, including the Innovation Labs.

One thing based the BSD Innovation Labs is a great potential in the property technology sector. Proptech, smart city, and connected home is projected to rise within the next few years.

As we all know, BSD has been a home for some technology entities, particularly in the human resource industry, such as Apple Academy, Binar Academy, Purwadhika Startup & Coding School, Creative Nest, NXL E-Sport Center, Sale Stock, 99.co, Orami, vOffice, Go Work, Grab Innovation Lab, Sirclo, Amikom, Geeks Farm Dimension Data, HP, Cohive, and Qlue. Sinar Mas also mentioned two more academies to join their ecosystem.

On the other side, Digitaraya has been involved in two accelerator programs within the past two days. Yesterday, with Gojek, Digitaraya just announced their accelerator program called Gojek Xcelerate.

“Talking about Digital Hub, the long term objective is for job vacancy. There are talents, when ready, they can create a new startup, or getting hired by tech-company, or whether the company has issues, they can come to the accelerator. It’ll create many job opportunities, income, talents, academy, such as Silicon Valley,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

 

Sinar Mas Bangun BSD Innovation Labs, Lengkapi Ekosistem Digitalnya

Sinar Mas Land, GK Plug and Play, dan Digitaraya bekerja sama menggelar program akselerasi startup bernama BSD Innovation Labs. Program akselerasi ini akan berfokus mengembangkan startup yang bergerak di bidang property technology (proptech).

Sinar Mas Land kian mendekati ambisinya dalam membangun ekosistem digital yang menyeluruh di kawasan kota mandiri Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, Banten. Project Leader Digital Hub Sinar Mas Land, Irwan Harahap, mengatakan pembentukan BSD Innovation Labs mengisi peran akselerasi startup yang menurutnya belum ada di BSD selama ini.

“Kita ingin melengkapi ekosistem ini dengan akselerator karena kebanyakan akselerator adanya di Jakarta dan kita mau fokus di proptech dulu,” ujar Irawan di Green Office Park, BSD.

Menurut penuturan Irawan, cara kerja akselerator mereka akan diawali oleh permintaan corporate partner Sinar Mas. Ketika ada perusahaan yang butuh solusi atas masalah yang dihadapi, Plug and Play akan berperan mencarikan startup yang mumpuni, lalu Digitaraya akan membantu mengembangkan solusi yang ditawarkan oleh startup-startup terpilih.

Jika solusi yang ditawarkan tadi dianggap memuaskan, BSD Innovation Labs akan mempertemukan startup terkait dengan para investor dengan menggelar demo day.

“Di kita untungnya sebagai yang punya BSD Innovation Labs, kita bisa chip in lebih awal,” imbuh Irawan.

Akan tetapi tak semua startup bisa dilirik akselerator ini. Startup yang dapat mengambil kesempatan di BSD Innovation Labs adalah mereka fokus di bidang properti dan minimal sudah mendapat pendanaan seri A dari negara mana pun. Irawan mengaku tak ingin ambil risiko dengan menggaet startup yang masih berusia dini karena masalah yang harus dipecahkan di akselerasi ini datang dari korporasi besar.

“Jadi kita enggak mau startup yang masih early stage. Bayangin dong sekelas Unilever, Sinar Mas Land, tapi yang ngerjain ecek-ecek,” lengkap Irawan.

Kendati sudah diperkenalkan ke publik, BSD Innovation Labs sejatinya masih belum beroperasi. Akselerator ini baru akan berjalan pada Februari atau Maret 2020. Masing-masing pihak akan punya peran berbeda dalam kerja sama ini.

Misalnya saja Sinar Mas yang diserahi tugas menyediakan lahan di sekitar Green Office Park, Plug and Play berperan membina dan menghubungkan startup dengan investor serta korporasi besar, terakhir Digitaraya yang berperan memandu startup dari aspek bisnis dan teknologi yang juga dibantu oleh Google.

Pembentukan BSD Innovation Labs ini menambah panjang upaya Sinar Mas membangun kawasan ekosistem digital di BSD lewat proyek Digital Hub mereka. Digital Hub merupakan kawasan seluas 26 hektar yang didedikasikan khusus untuk bisnis teknologi mulai dari startup hingga perusahaan multinasional.

Pengerjaan proyek Digital Hub bernilai Rp7 triliun ini sempat tertunda sesaat namun diperkirakan akan tuntas pada 2021. Saat pembangunan Digital Hub ini rampung, Sinar Mas berencana memindahkan pelaku industri digital di kawasan BSD ke sana termasuk Innovation Labs yang baru mereka umumkan tadi.

Salah satu yang melandasi pembentukan BSD Innovation Labs ini adalah potensi teknologi di sektor properti yang masih luas. Proptech, smart city, dan connected home diyakini kian berkembang dalam beberapa tahun ke depan.

Seperti diketahui BSD sudah menjadi markas sejumlah entitas teknologi khususnya di bidang pengembangan sumber daya manusia seperti Apple Academy, Binar Academy, Purwadhika Startup & Coding School, Creative Nest, NXL E-Sport Center, Sale Stock, 99.co, Orami, vOffice, Go Work, Grab Innovation Lab, Sirclo, Amikom, Geeks Farm Dimension Data, HP, Cohive, dan Qlue. Sinar Mas bahkan mengatakan akan ada dua akademi teknologi baru yang akan bergabung di ekosistem mereka.

Di sisi lain, Digitaraya sudah terlibat dalam dua pembentukan akselerator dalam dua hari terakhir ini. Kemarin Digitaraya bersama Gojek baru saja mengumumkan program akselerasi bernama Gojek Xcelerate.

“Kalau ngomong Digital Hub, jangka panjangnya adalah penciptaan lapangan pekerjaan. Jadi ada talent-nya, ketika siap bisa bikin startup atau diserap perusahaan teknologi atau kalau company punya masalah bisa ke akselerator. Jadi ada penciptaan lapangan pekerjaan, ada uangnya, ada talent, ada sekolah, benar-benar Silicon Valley,” pungkas Irawan.

Cloud Computing for Process Accelerating and Cost Cutting

At the Alibaba Cloud APAC Summit in Singapore last time, there are some Indonesian partners among the participants, such as Tokopedia, MNC, and Adira Finance. Those three have been using Alibaba Cloud services and cloud computing technology. In the Q&A session led by Alibaba representation, they shared insights and notion related to cloud computing.

Accelerating the process and cutting costs

Tokopedia’s Vice President of Engineering, Herman Widjaja said, the cloud computing has been accelerating the services. They currently intensify the Same Day Delivery service, that is said to be 30%-40% faster than usual. The success rate target is to be increased by 80%.

“In collaboration with Alibaba Cloud, we intend to accelerate the process and scale up. In the near future, we should’ve capable of 200 transactions per second,” he added.

To date, Tokopedia has around 90 million active users and more than 5,5 million merchants. As a marketplace with such categories and unique sales, Tokopedia plans to build a smart fulfillment center, supported by the latest technology.

The use of cloud computing is claimed to cut costs for server maintenance and internal technology. It was said by Adira Finance’s IT Deputy Director, Dodi Soewandi. He said, after using the technology, their company can minimize 10-15% spending.

Yet to build a new data center

Dodi Soewandi (Adira Finance) with Leon Chen (Alibaba Cloud) / DailySocial
Dodi Soewandi (Adira Finance) with Leon Chen (Alibaba Cloud) / DailySocial

Alibaba Cloud Indonesia’s General Manager, Leon Chen also participates in the event. Regarding the data center, he said they have no plans to build the third one in Indonesia. They’re still focused on getting more clients for the latest innovation, Alibaba Cloud is to tighten its position in Indonesia.

“We’re very enthusiastic with Indonesian companies spirit and appreciation in adopting our technology. With more requests to come for us to build the new data center, the plan will be discussed further,” he said.

Indonesia is currently the key market for Alibaba Cloud. With the warm welcome from startups to corporates in using the technology, he also mentioned with the various technology, many clients are used to adoption, even wait for the next innovation by Alicloud.

“The latest one for our clients and partners in Indonesia is, 10 Alibaba Cloud’s new features to ensure business acceleration by using our technology,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Alibaba Cloud Dirikan “Data Center” Kedua dan Luncurkan Program Akselerasi di Indonesia

Setelah meresmikan kehadirannya bulan Maret 2018, awal tahun 2019 ini Alibaba Cloud kembali menunjukkan keseriusannya mendukung startup, UKM dan korporasi dengan membangun data center kedua di Indonesia. Alasan utama mengapa pada akhirnya Alibaba Cloud mendirikan data center kedua, karena banyaknya permintaan dari pelanggan. Selain itu, inisiatif ini menjadi upaya Alibaba Cloud untuk menambah kapasitas layanan menjadi dua kali lipat.

Hal tersebut ditegaskan oleh General Manager Alibaba Cloud Indonesia dan Singapura Leon Chen saat memberikan presentasi dalam acara tersebut peresmian hari ini (09/1). Sebagai pasar yang menjanjikan, Indonesia merupakan negara yang menjadi fokus Alibaba Cloud.

“Kami sudah terlibat langsung dengan pasar di Indonesia sejak tiga tahun lalu. Bukan hanya mendirikan data center pertama di Indonesia, komitmen Alibaba Cloud juga ditunjukkan dengan kolaborasi dan dukungan kepada pemerintah Indonesia,” kata Leon.

Disinggung di mana lokasi data center kedua Alibaba Cloud, Leon enggan menyebutkan. Demikian juga dengan berapa investasi yang digelontorkan oleh Alibaba untuk mendirikan data center tersebut. Dalam kesempatan yang sama Alibaba Cloud juga mengumumkan kemitraan strategis dengan PT IndoInternet sebagai distributor produk komputasi awan dan teknologi Alibaba Cloud.

Disaster recovery center

Untuk menjamin data dari pelanggan, didirikannya data center kedua di Indonesia diklaim bisa membantu kebutuhan disaster recovery pelanggan. Dengan demikian jika terjadi kendala atau krisis, pelanggan masih bisa mengakses data tersebut dengan dukungan dari data center kedua tersebut.

“Dalam hal ini perusahaan seperti layanan e-commerce hingga enterprise bisa dengan mudah set up disaster recovery center mereka memanfaatkan teknologi Alibaba Cloud agar bisa membantu mereka melewati krisis jika memang terjadi,” kata Leon.

Nantinya kedua data center tersebut memungkinkan pelanggan untuk melakukan mission-critical workload di berbagai zona dan mengganti zona dalam hitungan detik. Secara keseluruhan Alibaba Cloud telah memiliki sekitar 55 availability zone yang tersebar di 19 wilayah di seluruh dunia.

Terkait dengan makin besarnya minat pelanggan untuk big data dan solusi analisis data, Alibaba Cloud juga telah meluncurkan Machine Learning for AI dan akan menghadirkan Elastic Search bulan Januari ini.

“Didukung dengan tim lokal, Alibaba Cloud siap membantu pelanggan dari berbagai kalangan untuk mulai mengadopsi teknologi cloud ke dalam bisnis mereka,” kata Leon.

Program akselerasi Alibaba Cloud

Leon Chen, General Manager of Singapore and Indonesia, Alibaba Cloud
Leon Chen, General Manager of Singapore and Indonesia, Alibaba Cloud

Setelah sebelumnya melancarkan program inkubasi bernama Alibaba Cloud Certified Professional (ACP), Alibaba Cloud mengumumkan telah memberikan sertifikasi kepada 250 tenaga profesional dan telah melatih lebih dari 300 orang di Indonesia.

Selain terus menjalankan program tersebut, Alibaba Cloud juga mengumumkan program akselerasi bernama “Internet Champion Global Accelerator Program”.

Program akselerasi tersebut pertama kali diluncurkan di Indonesia. Untuk memberikan pelatihan dan mentoring kepada startup, Alibaba Cloud menggandeng partner seperti Plug and Play, Unionspace, Gtech, Indonet, Bluepower dan SIS.

Secara khusus Alibaba Cloud membuka program tersebut di Jakarta dengan memberikan gambaran tentang teknologi e-commerce kepada 300 penggiat startup dan perusahaan menggunakan studi kasus “Double 11 Global Shopping Festival Alibaba Group”. Program ini akan berlanjut di Bali pada tanggal 12 Januari mendatang untuk menghubungkan lebih dari 200 profesional hingga mahasiswa.

Disinggung apa yang membedakan program akselerasi Alibaba Cloud dengan program akselerasi yang sudah hadir sebelumnya di Indonesia, Leon menyebutkan program akselerasi yang diinisiasi oleh Alibaba Cloud mendapatkan dukungan penuh dari ekosistem Alibaba Group.

“Karena bisnis beragam di Alibaba Group, nantinya startup yang menjadi peserta program akselerasi akan mendapatkan akses bertemu dengan investor terkait, brand awareness dan terhubung dengan bisnis yang masuk dalam ekosistem di Alibaba. Kesempatan tersebut tentunya sangat baik untuk dimanfaatkan oleh entrepreneur di Indonesia,” kata Leon.

Bahasa.ai Ingin Hadirkan Mesin Chatbot dengan Bahasa Indonesia yang Lebih Baik

Bahasa.ai merupakan sebuah startup pengembangan NLP/NLU (Natural Language Processing/Understanding) untuk Bahasa Indonesia. Dikemas dalam PaaS (Platform as a Services), teknologi Bahasa.ai memungkinkan produk kecerdasan buatan memiliki kemampuan Bahasa Indonesia yang lebih relevan. Implementasi NLP/NLU bisa di berbagai macam area, salah satu yang paling populer saat ini untuk pengembangan layanan chatbot.

Hokiman Kurniawan, Co-Founder & CEO Bahasa.ai, menerangkan bahwa visi startup yang digawanginya ialah membuat mesin dapat berinteraksi mulus secara manusia dalam Bahasa Indonesia. Bahasa.ai berkomitmen menerapkan strategi kecerdasan buatan yang memberikan dampak nyata dalam bisnis. Sehingga Hokiman menegaskan bahwa ia tidak berfokus pada kuantitas implementasi, melainkan target capaian dari penerapannya.

“Mengenai chatbot, kami punya filosofi sendiri dalam membantu klien. Sekarang di market banyak chatbot gimmick, yaitu hanya dibuat supaya klien terlihat keren tanpa punya objektif bisnis tepat. Bahasa.ai menerapkan strategi chatbot yang memberikan impact bisnis. Artinya strategi chatbot ini hasilnya bisa dilihat di laporan keuangan klien. Misalnya salah satu klien kita yang berhasil meningkatkan sales 600-900 juta per bulan berkat strategi chatbot-nya,” terang Hokiman.

Selain Hokiman, Bahasa.ai didirikan oleh dua co-founder lainnya, yakni Fathur Rachman Widhiantoko (CTO) dan Samsul Rahmadani (Chief AI). Ketiganya adalah teman saat kuliah di Universitas Indonesia. Sempat riset bersama untuk masalah kecerdasan buatan juga. Bahasa.ai sendiri didirikan pada bulan Agustus 2017.

Co-founder Bahasa.ai
Co-founder Bahasa.ai

Dapat diterapkan untuk chatbot multi-kanal

Penggunaan Bahasa.ai untuk pengembangan chatbot dapat didesain multi-kanal. Jika penerapannya dalam bisnis jual-beli, chatbot dapat membantu proses transaksi dari aplikasi populer pelanggan (misal WhatsApp, LINE dll). Kemampuan ini dinilai akan menghadirkan layanan minim friksi, sehingga memberikan kenyamanan bagi pelanggan. Dalam skenario lain, bisa diterapkan juga untuk layanan pelanggan 24 jam.

“Banyak yang kami lakukan supaya engine bisa memiliki kemampuan Bahasa Indonesia paling baik. Dan banyak juga tantangannya, misalnya Bahasa Indonesia yang sehari-hari digunakan banyak sekali slangnya. Isitlah slang ini sangat dinamis, tiap saat bisa bertambah istilah baru. Bahasa.ai punya engine sendiri yang tugasnya melakukan pemanenan data di media sosial. Nanti data itu bakal diolah oleh engine lainnya supaya data Bahasa Indonesia diperbarui,” lanjut Hokiman.

Untuk meningkatkan operasional bisnis, Bahasa.ai mengaku tengah menyelesaikan fundraising – akan diumumkan dalam waktu dekat. Selain itu, Bahasa.ai juga terpilih menjadi salah satu kontingen program akselerasi Plug and Play Batch 3 bersama 16 startup lainnya.

“Target kami tahun 2018 hanya akan melayani maksimal 8 klien saja. Tapi kami ingin lihat semua produknya dapat mendatangkan revenue tambahan. Yang salah di industri kini, AI banyak yang dijadikan gimmick. Akhirnya ini akan merugikan industri. Padahal AI punya potensi yang sangat besar sekali. Mungkin sekarang jaman yang mudah bagi SaaS AI untuk jualan, tapi bukan itu yang kami cari,” tutup Hokiman.

GK-PnP Indonesia Buka Pendaftaran Akselerasi Gelombang Ketiga, Perluas Vertikal Startup

GK-Plug and Play (GK-PnP) Indonesia mengumumkan bahwa saat ini tengah membuka pendaftaran bagi startup lokal yang tertarik untuk mengikuti rangkaian program akselerasi batch 3. Hal menarik yang dikabarkan, saat ini GK-PnP Indonesia tidak hanya fokus pada startup di bidang fintech dan mobility saja, melainkan juga akan merangkul vertikal yang lebih luas, termasuk di bidang IoT, Agtech, dan sustainability services.

Program akselerasi ini menargetkan pada startup yang sudah menginjak seed-stage, karena visi yang dibawa untuk mempersiapkan bisnis startup ke tahap lanjut. Plug and Play sendiri dikenal sebagai program akselerasi startup global yang mencoba menghadirkan kultur edukasi bisnis ala Silicon Valley di berbagai negara.

“Startup fintech masih akan menjadi tren, begitu juga dengan transportasi. Hanya saja untuk bidang transportasi, ranahnya akan menjadi lebih luas lagi, bukan sekedar memindahkan orang dari satu tempat ke tempat lain, namun kemudahan dan tingkat kenyamanan dalam memindahkan suatu barang ataupun jasa dalam bentuk pendekatan holistik,” tutur President Director GK-PnP Indonesia Wesley Harjono.

Khusus di batch 3, selain penambahan vertikal, GK-PnP Indonesia juga mengumumkan penerimaan startup di berbagai level di dalam programnya. Jika sebelumnya startup yang diterima terbatas pada seed-stage startup, kali ini Wesley mengonfirmasi kemungkinan startup pada tingkat lanjutan untuk bergabung dalam naungan GK-PnP Indonesia.

“Di samping membantu startup seed-stage, kami juga membuka pintu kepada later stage startup. Untuk startup di tingkat lanjutan, yang kami kedepankan lebih dari sekedar funding, namun pendampingan serta koneksi ke corporate dan pemerintah. Harapannya akan terjalin sinergi luar biasa yang berdampak positif bagi  masyarakat dan perekonomian digital di Indonesia,” tambah Wesley.

Startup yang tertarik dapat mendaftarkan diri melalui situs resmi GK-PnP Indonesia sebelum 30 April 2018. Bagi startup yang ingin mendapatkan gambaran lebih lanjut tentang program akselerasi tersebut juga dapat menghadiri acara Expo 2.0 pada 27 April 2018 mendatang. Startup yang telah terpilih di batch 2 akan mempresentasikan produk dan bisnisnya pada acara tersebut. Informasi lebih lanjut dan pendaftaran dapat dilihat di tautan: http://bit.ly/pnpexpo2.

Hingga saat ini GK-PnP Indonesia telah menaungi 20 startup lokal melalui program akselerasi yang rutin diadakan dua gelombang setiap tahunnya. Saat ini, program akselerasi angkatan kedua GK-PnP Indonesia sedang berjalan dan dijadwalkan selesai pada April ini. Pada 27 April ini, GK-PnP Indonesia akan mengadakan kelulusan untuk kesebelas startup yang tergabung.


Disclosure: DailySocial merupakan media partner GK-Plug and Play Indonesia

Program Akselerator Plug and Play Kembali Dibuka untuk Startup Indonesia

Plug and Play, akselerator startup sekaligus firma modal ventura asal Silicon Valley, kembali mengajak para startup lokal untuk bergabung ke dalam program akselerasinya. Menargetkan startup yang berada di tahap awal, persyaratan umum untuk masuk ke dalam program akselerator tersebut cukup simpel, yaitu sudah memiliki produk alpha/beta.

Bekerja sama dengan Gan Kapital, Plug and Play hadir di Indonesia sejak November 2016 lalu.

Dalam program ini, startup yang mendaftar juga harus berbasis di Indonesia. Hal ini dilakukan mengingat Plug and Play Indonesia berkomitmen mendukung program pemerintah yang ingin menjadikan Indonesia sebagai pusat perekonomian digital pada tahun 2020. Untuk masuk ke dalam program ini, para pendiri startup akan melalui beberapa proses penyaringan, mulai dari kelengkapan dokumen, hingga pitching di hadapan para juri yang terdiri dari tim internal Plug and Play, investor, hingga C-Level korporasi rekanan.

Pendaftaran untuk program ini dapat dilakukan melalui situs Plug and Play di bit.ly/applypnp2 sebelum 31 Oktober 2017.

Di Indonesia, Plug and Play, yang bekerja sama dengan mitra lokal Gan Konsulindo (GK) dan beroperasi sejak November 2016, telah meluluskan 9 startup batch pertamanya, yaitu Astronaut, Brankas, Bustiket, DANAdidik, Karta, KYCK, Otospector, Sayurbox, dan Wonderworx pada September lalu.

“Hingga saat ini, kami terus aktif mencari startup potensial di Indonesia untuk masuk ke dalam program kami. Setidaknya akan ada lebih dari 200 startup yang mendaftar. Kami tidak akan membatasi berapa jumlah yang masuk selama startup tersebut memang berpotensi memberikan dampak positif untuk Indonesia,” tutur President Director Gan Konsulindo Wesley Harjono.

Dalam program yang berjalan selama 3 bulan ini, startup terpilih akan mendapatkan berbagai fasilitas. Mulai dari seed funding, mentorship, coworking space gratis, akses ke Silicon Valley, hingga kesempatan kerja sama dengan korporasi. Saat ini, Plug and Play Indonesia memiliki 4 corporate partner, yaitu Astra International, BNI, BTN, dan Sinar Mas.

Kami memberikan fasilitas menyeluruh supaya startup  ini dapat fokus untuk product development. Harapannya, setelah lulus dari program ini mereka sudah benar-benar siap untuk go-to-market dan menerima pendanaan berikutnya,” lanjut Wesley.


DailySocial adalah media partner program akselerator Plug and Play Indonesia