majoo Umumkan Pendanaan 56,6 Miliar Rupiah dari AC Ventures, BRI Ventures, dan Xendit

Startup pengembang layanan omnichannel untuk UMKM majoo mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A senilai $4 juta atau setara 56,6 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin AC Ventures, dengan keterlibatan BRI Ventures dan Xendit. Selanjutnya, majoo akan fokus memperkaya fitur, memperluas tim, dan melakukan ekspansi hingga mencapai 100 kita pada akhir 2022 mendatang.

“UMKM sangat bergantung pada kegiatan penjualan offline. Melihat situasi pandemi, kami mengembangkan fitur e-commerce dalam misi mendukung UMKM melewati masa yang penuh tantangan ini. Kami memberi mereka alat untuk membuat situs web mereka sendiri, melakukan pembayaran secara online, dan terintegrasi dengan Grabfood, Tokopedia, Shopee, dan layanan lain dari e-commerce,” ujar Co-Founder & CEO majoo Adi W. Rahadi.

Selain oleh Adi, startup tersebut turut didirikan oleh Audia R. Harahap. Sejak berdiri pada 2019, majoo mengaku telah memproses lebih dari 80 juta transaksi senilai $600 juta atau lebih dari 8,4 triliun Rupiah untuk UMKM di lebih dari 600 kota/kabupaten di Indonesia dari berbagai jenis bisnis, mulai dari F&B hingga laundry.

“AC Ventures telah lama menyadari potensi luar biasa untuk digitalisasi ekonomi UMKM di Indonesia, dan pandemi telah mempercepat adopsi teknologi di sektor ini selama 3-5 tahun. Latar belakang dan pengalaman Adi dan Audia sangat cocok dengan misi mereka untuk menghadirkan teknologi yang memberdayakan pertumbuhan dan produktivitas bagi jutaan pemilik usaha kecil di Indonesia,” ujar Founder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li.

Menjadi SaaS menyeluruh untuk UMKM

Layanan majoo dimulai dari sebuah point of sales (POS) alias aplikasi kasir. Saat ini terus diperluas mencakup pengelolaan karyawan, inventori, aplikasi CRM, hingga pemesanan online. Secara statistik, majoo mengklaim telah tumbuh 85% YoY dan telah mengakuisisi lebih dari 20 ribu pengguna aktif dengan tingkat retensi yang dinilai baik.

“Kami melihat banyak potensi sinergi yang dapat dilakukan antara majoo dan ekosistem BRI Group. Misalnya, sinergi dalam pemberian akses kepada UMKM untuk tabungan digital, pinjaman digital dan layanan buy now pay later dari Bank Raya (sebelumnya BRI Agro). Ketika masalah akses permodalan UMKM dapat terselesaikan dengan bantuan majoo, kami yakin mereka dapat lebih berfokus dalam mengembangkan bisnisnya dan mampu naik kelas dengan lebih cepat,” imbuh CEO BRI Ventures Nicko Widjaja.

Untuk layanan POS sendiri, majoo berhadapan dengan beberapa pendahulunya seperti Moka yang saat ini menjadi bagian dari ekosistem merchant di GoTo Group. Selain itu ada Qasir yang sudah mulai menyasar pasar regional, Pawoon dengan 25 ribu merchant aktif, Youtap yang membungkus layanannya dengan program loyalitas, dan masih banyak lagi. Namun demikian potensi layanan untuk UMKM di Indonesia memang masih sangat besar. Tak heran para inovator berlomba-lomba menghadirkan produk aplikasi untuk membantu pelaku UMKM berkembang.

Menurut data di laporan MSME Empowerment Report 2021 yang diterbitkan DSInnovate, terdapat beberapa permasalahan mendasar yang saat ini dialami oleh pelaku UMKM di Indonesia, di antaranya:

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, 83% dari pelaku UMKM mengaku menggunakan layanan dari startup digital. Dari hipotesis tersebut, para founder pun bergairah untuk menghadirkan ragam produk dengan proposisi nilai yang berbeda-beda. Saat ini ada puluhan startup yang menghadirkan berbagai jenis SaaS di segmen tersebut.

Application Information Will Show Up Here

Startup POS Qasir Mulai Ekspansi Regional

Startup pengembang layanan point of sales (POS), Qasir mengumumkan ekspansi regional di Asia Tenggara. Inisiatif ini diluncurkan dengan melihat akselerasi adopsi digital di Indonesia yang tengah memiliki momentum, serta pertumbuhan layanan Qasir yang telah mencapai 4x lipat dalam kurun waktu 12 bulan terakhir. Perusahaan juga mengklaim telah mencapai product-market fit di Indonesia dan ingin membawa pencapaian ini ke ranah yang lebih luas.

Dalam keterangannya CEO Qasir Michael Liem mengungkapkan, “Kami melihat ada kesamaan karakter UMKM di Asia Tenggara dan tingkat kematangan dalam adopsi digital yang cukup tinggi. Berangkat dari perusahaan yang berambisi memiliki global footprints, Qasir akan mulai menyediakan aplikasi untuk UMKM di Asia Tenggara.”

Rencana ekspansi ini diakui telah dipersiapkan sejak lama, CTO Qasir Novan Adrian menegaskan bahwa timnya dari awal sudah memiliki target global, karena itu mereka terus berusaha saling membangun secara personal dan profesional. Dari sisi teknologi juga perusahaan telah menggunakan dan menerapkan teknologi berstandar global dalam operasional bisnisnya.

Michael turut mengungkapkan, Vietnam menjadi salah satu pasar yang menyimpan potensi besar. Belum genap satu minggu setelah resmi diluncurkan di sana, pengguna baru di negara ini hampir menembus angka 2 ribu orang. Dalam mencapai hal ini, timnya mengaku belum menggencarkan marketing apa pun, dengan kata lain hasil ini adalah organik.

Berdiri sejak tahun 2015, perusahaan penyedia jasa layanan kasir digital tersebut telah mencatat kenaikan pertumbuhan pengguna sebesar 60% dari 250 ribu menjadi 750 ribu. Michael juga mengungkapkan target perusahaan untuk bisa menjangkau lebih dari 1 juta pengguna di tahun ini, dan diharapkan 8%-nya datang dari regional.

Pandemi dan akselerasi adopsi digital

Tidak bisa dimungkiri bahwa pandemi sangat berperan dalam akeselerasi digital di negara ini. Menurut data We are Social-Hootsuite, per Januari 2021 ini jumlah pengguna internet di Indonesia naik 73,7% dari populasi Indonesia yang 274,9 juta atau menembus 202,6 juta pengguna. Momentum inilah yang tidak ingin dilewatkan oleh Qasir untuk menjangkau pasar yang lebih besar.

Ekspansi regional memiliki tantangan tersendiri untuk bisnis yang menjangkau target pasar UMKM. Selain perbedaan kultur, literasi, dan adopsi digital yang berbeda di tiap negara juga merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh Qasir. Namun, Michael tidak menganggap hal itu sebagai tantangan, melainkan sebuah pelajaran yang harus diikuti dalam proses mengembangkan bisnis.

Dalam mengembangkan produk POS-nya, Qasir menggunakan konsep pay as you grow atau berbayar seiring bisnis bertumbuh, artinya fitur-fitur yang disediakan bisa didapatkan secara modular. Fleksibilitas yang tinggi disebut bisa membantu bisnis menyesuaikan proses yang dibutuhkan, karena semua kembali pada kebutuhan dan skala usaha.

Terkait fitur, timnya menyebutkan secara teknologi mungkin tidak akan banyak berbeda, lebih kepada tampilannya. Namun timnya akan terus belajar dan berpatokan pada data terkait pengembangan fitur apa saja yang dibutuhkan regional. Di tahun 2020, dalam kurun waktu dari Maret ke akhir tahun, Qasir disebut telah merilis 24 fitur besar, kurang lebih 2 fitur besar setiap bulannya.

Novan turut menambahkan, “Kita memahami bahwa kondisi market tidak selalu sama, terlebih masing-masing POS punya pasarnya sendiri. Kita mencoba mengisi kekosongan dari sisi mikro, karena yang kita lihat masih belum banyak yang masuk ke segmen ini. Terkait fitur, ke depannya akan ada fitur yang kita kembangkan untuk vertikal tertentu.”

Terkait pendanaan, Michael turut menyampaikan bahwa timnya sedang dalam proses penggalangan dana dan sejauh ini berjalan lancar. Ke depannya, dana tersebut akan digunakan untuk pengembangan produk serta memperluas edukasi digital terhadap UMKM di Asia Tenggara. “Kami percaya marketing yang paling baik adalah produk yang baik,” tambahnya.

Application Information Will Show Up Here

Tujuh Tahun Pawoon dan Strategi Kenalkan POS Sebagai Pintu Masuk UMKM “Go Digital”

Enam tahun lalu, CEO Pawoon Ahmad Gadi menyampaikan keputusannya untuk mendirikan Pawoon pada 2014 karena keyakinannya pada aplikasi Point of Sales (POS) adalah entry point bagi usaha kecil dalam menggunakan teknologi. Pernyataannya sepenuhnya betul, sebab data dari BPS pada tahun 2020 menyatakan bahwa UMKM memiliki kontribusi sebesar 60,3% dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

UMKM menyerap 97% dari total tenaga kerja dan 99% dari total lapangan kerja. Akan tetapi, digitalisasi di sektor ini perlu digenjot lagi karena dari 64,2 juta unit UMKM, hanya 13% diantaranya yang memanfaatkan teknologi digital dalam mengelola usahanya.

Pandemi menjadi pembuktian tentang pentingnya migrasi ke digital. Menurut bank sentral, terjadi penurunan ekonomi bagi sebanyak 87,5% UMKM karena dipengaruhi oleh pandemi. Namun, hal ini juga menunjukkan bahwa 27,6% UMKM yang beroperasi secara online benar-benar mengalami peningkatan penjualan pada tahun 2020 dan seterusnya.

Semangat tersebut terus digalakkan oleh Pawoon memasuki usianya yang ketujuh. Dalam wawancara bersama DailySocial, Chief Strategic Officer Pawoon Ivan Ekancono mengatakan tingkat resistansi UMKM terhadap layanan POS justru kian hari semakin mengecil karena mereka sadar digital dapat membantu usaha daripada terus menerus membuat pencatatan secara manual, tapi seringkali bingung mau mulai dari mana.

“Dari pantauan tim kami di lapangan, kebanyakan mereka ini sudah aware tapi belum terlalu paham sekali. Begitu kita edukasi dan berikan live demo, mereka jadi lebih terarah dan langsung bisa menggunakan POS,” terangnya.

Lebih dari sekadar POS

Pawoon bukanlah pemain tunggal di segmen yang memiliki kontribusi terbesar buat negara, di luar sana ada banyak pemain seangkatannya dan para pemain baru yang mencoba di kue yang sama. Makanya, Pawoon pun telah berevolusi menjadi lebih dari sekadar POS agar dapat terus menemani seluruh tahapan bisnis yang kebutuhannya terus berkembang.

Ivan melanjutkan, fitur dasar Pawoon adalah membantu pemilik bisnis melakukan pencatatan transaksi dan pengelolaan data yang lebih baik. Kini menawarkan fitur yang lebih advance, seperti manajemen inventori, absensi karyawan, hingga promosi yang dapat diakses kapan saja.

Berikutnya, terintegrasi dengan mitra pihak ketiga untuk memberikan fitur tambahan. Diantaranya, bersama Forstok untuk menggabungkan toko online dan offline dari pemilik bisnis, sehingga seluruh transaksi dari berbagai platform dapat dikelola dalam satu dasbor Pawoon.

Lalu, GrabFood agar pemilik bisnis dapat menerima pesanan dari channel GrabFood dan terhubung juga dengan GrabExpress dan terintegrasi dengan para pemain e-money, seperti GoPay, OVO, DANA, dan LinkAja. “Kami juga telah bermitra dengan p2p lending dan perbankan untuk menyediakan kemudahan akses permodalan agar pemilik usaha dapat terus mengembangkan usahanya.”

Demi menyesuaikan dengan model bisnis O2O, Pawoon merilis PawoonLive! untuk mengakomodasi merchant FnB-nya. Ini adalah self-ordering platform yang berfungsi membantu pelanggan melakukan pemesanan makanan secara online, baik itu dine-in, takeaway, atau delivery karena telah terintegrasi dengan Go-Send dan GrabExpress. Proses pembayarannya sepenuhnya secara digital dan proses pemesanan melalui WhatsApp Order atau microsite yang disediakan PawoonLive!.

Demi memberikan nilai tambah kepada para merchant, berkat masuknya DIVA ke dalam jajaran pemegang saham di Pawoon, kini sejumlah layanan DIVA telah tersedia di Pawoon. Salah satunya adalah layanan pembelian pulsa dan pembayaran PPOB, sehingga saat konsumen dari suatu merchant berkunjung dapat membeli pulsa atau membayar tagihan secara instan.

“Masih banyak integrasi dengan DIVA yang akan kami lakukan ke depannya. Tentunya kami akan melihat terlebih dahulu skala prioritasnya karena harus menyesuaikan dengan kebutuhan merchant kami.”

Di luar grup DIVA, Pawoon bekerja sama dengan Telkomsel untuk perluasan adopsi POS melalui aplikasi 99% Usahaku. Dalam paket bundling ini, Telkomsel menyediakan tambahan paket data 2GB untuk merchant yang berlangganan Pawoon. Integrasi ini memudahkan Pawoon dalam menjangkau merchant baru, sebab diklaim Telkomsel juga memiliki basis UMKM sendiri.

Ivan menjelaskan, dengan seluruh fitur tersedia dan terus bertambah ke depannya, mengukuhkan posisi Pawoon untuk seluruh level bisnis usaha, sekalipun UMKM. Pawoon baru menyeriusi segmen UMKM pada 2019 setelah sebelumnya baru bermain di segmen usaha menengah ke atas. Pada saat itu, perkembangan UMKM meningkat pesat bahkan hingga saat ini.

Dalam komposisinya, Pawoon memiliki lebih dari 25 ribu merchant yang terdiri dari UMKM sebanyak 60% dan sisanya enterprise 40%. Kebanyakan merchant ini bergerak di bisnis FnB, ritel, dan jasa (salon, car wash, laundry, dan sebagainya). Seluruh merchant ini tersebar di 250 kota di seluruh Indonesia.

Perusahaan membuat sistem berlangganan untuk mengakses fitur-fiturnya, dimulai dari Rp299 ribu per bulan untuk paket basic dan Rp599 ribu untuk paket pro. Kendati demikian, Pawoon juga memiliki layanan gratis untuk bisnis kecil tapi dengan fitur yang terbatas.

Ivan melihat pricing tersebut sudah diukur dengan kempuan dari tingkat pengeluaran para merchant. Bahkan bersama Telkomsel, merchant juga mendapat tambahan paket data.

Untuk menjaga retensi, Pawoon banyak melakukan kegiatan aktivasi baik itu sharing ilmu dengan merchant besar untuk berbagi kisah suksesnya dan kegiatan lainnya yang bersifat upgrade kemampuan. “Karena pandemi, kami membuat kegiatan jadi online. Justru mampu menarik pengunjung hingga ribuan untuk sekali acara sharing.”

Rencana berikutnya

Tak hanya bisnis POS untuk UMKM, perusahaan juga memiliki bisnis B2B untuk membantu pengembangan adopsi POS yang lebih masif bersama korporasi lain yang tertarik untuk masuk ke segmen ini. Menurut Ivan, POS saat ini menjadi segmen yang banyak dilirik karena prospeknya yang cerah, mengingat masih banyak UMKM yang go digital dan menjadi pintu gerbang yang bagus untuk memperkenalkan layanan digital yang lebih variatif ke depannya.

Berikutnya, pada tahun ini perusahaan akan menjadikan para merchant-nya sebagai agen Laku Pandai dengan salah satu bank pelat merah. Ivan mengatakan, merchant dapat melayani layanan finansial kepada para konsumennya, seperti transfer ke antar bank hingga menjual produk keuangan, baik itu asuransi atau layanan tabungan.

“Jadi merchant kami yang warung kopi bisa melayani konsumen yang mau transfer ke bank, uangnya bisa langsung masuk ke rekening yang tuju, atau bisa juga top up e-toll.”

Meski tidak dijelaskan dengan detail, Ivan merinci saat ini struktur kepemilikan saham di Pawoon masih diisi DIVA dan Kejora Ventures. Kejora turut berinvestasi di DIVA pada Agustus 2019 melalui fund khusus bernama InterVest Star SEA Growth I yang dikelola bersama InterVest.

Menanggapi potensi IPO perusahaan, Ivan menyampaikan dorongan tersebut memang ada, tapi ia menginginkan Pawoon dapat melantai dengan “benar”, bukan sekadar ingin cari pendanaan saja.

“Kami ingin Pawoon suatu saat bisa listing jadi perusahaan terbuka dengan saham yang benar-benar dinikmati market. Investor beli karena senang dengan produk Pawoon dan yakin dengan perusahaannya, sehingga saham Pawoon bisa lebih atraktif,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Startup POS Qasir Rencanakan Ekspansi Bisnis ke Asia Tenggara Tahun Ini

Startup SaaS penyedia aplikasi POS Qasir mengungkapkan rencana untuk ekspansi ke salah satu negara di Asia Tenggara pada tahun ini, membawa adopsi Qasir yang lebih luas untuk para merchant yang memiliki masalah yang sama dengan Indonesia. Persiapan sudah dilakukan oleh tim, termasuk strategi lokalisasi perusahaan karena harus bersaing dengan pemain lokal di negara tersebut.

“Banyak data yang menunjukkan bahwa apa yang kita lakukan di Indonesia bisa diduplikasi dengan negara tetangga yang memiliki karakteristik yang sama. Tentu yang terdekat adalah Asia Tenggara, ada merchant yang punya masalah yang sama dengan Indonesia. Harapannya tahun ini bisa dimulai, sekarang sudah persiapan,” ucap CEO Qasir Michael Willem dalam konferensi pers virtual dihadiri sejumlah media, Selasa (27/4).

Keyakinan Qasir untuk ekspansi sebenarnya turut didukung oleh faktor perubahan strategi bisnis perusahaan akibat pandemi yang berdampak pada meningkatnya jumlah pengguna. Dalam salah satu riset dari Kemenkop yang Michael kutip, menyatakan bahwa basket size yang sanggup dikeluarkan usaha mikro untuk investasi berada di kisaran Rp300 ribu-Rp500 ribu per tahun.

Sementara, level mayoritas usaha mikro berada di tahap sukses, setelah melewati masa existence dan survival. Padahal, di atas itu ada tahap resource maturity yang memungkinkan suatu usaha membuat suatu vertikal baru. Semakin naik level suatu usaha, maka investasi yang dibutuhkan juga semakin besar.

Persepsi soal sulitnya bisnis SaaS susah melakukan monetisasi untuk merchant mikro membuat sebagian besar pemain POS tidak menjadikan mikro sebagai fokus utamanya. Sebab, kalangan usaha mikro sulit untuk dimonetisasi dan bergeser ke usaha skala korporat. Namun, Qasir berhasil mematahkannya dan meyakini dengan strategi ini mampu mengukuhkan posisi Qasir sebagai satu-satunya pemain POS yang bermain di segmen mikro.

“Dari tahun lalu, kami melakukan banyak penyesuaian untuk melihat value proposition kami di industri. Dari insight yang kami dapatkan melatarbelakangi kami untuk mengambil keputusan, termasuk untuk membuat Qasir Pro.”

Qasir merilis fitur berlangganan Qasir Pro pada tahun lalu dan berhasil menarik 22 ribu merchant jadi pengguna berlangganan dari sebelumnya gratis. Pada fitur ini, Qasir menerapkan model bisnis pay-as-you-go untuk menikmati fitur satuan yang dibutuhkan merchant. Salah satunya adalah fitur “Kelola Diskon” dan “Tiket Pesanan” yang dibanderol seharga Rp15 ribu (sekali bayar untuk pemakaian selamanya).

“Jadi dengan adanya fitur pro, jumlah user kita terus bertambah karena adopsi ke pembayaran digital semakin cepat. Bahkan dalam 30 hari setelah trial, biasanya sudah ada user yang mau berlangganan.”

Fitur Website Usaha / Qasir
Fitur Website Usaha / Qasir

Kinerja Qasir

Dipaparkan lebih jauh, Qasir saat ini memiliki lebih dari 700 ribu merchant mikro yang bergabung pada Q1 2021. Terjadi penambahan 500 ribu merchant sejak pandemi, dari posisi Q1 2020 sebanyak 250 ribu merchant. Lokasi merchant masih didominasi di sekitar Pulau Jawa. Adapun pengguna berbayar terdiri dari 22 ribu merchant dari posisi terkini.

Dari segi transaksi, Qasir telah mencatat transaksi hingga Rp1 triliun per bulan, dari posisi sebelum pandemi sebesar Rp200 miliar.

Dari segi pengembangan fitur baru, Michael mengungkapkan perusahaan telah merilis 24 fitur sepanjang tahun lalu. Fitur Website Usaha yang baru dirilis pada September 2020 adalah salah satunya. Di dalam Website Usaha ini, pengusaha dapat memasarkan produknya lewat situs dengan biaya kurang dari Rp200 ribu per tahun. Mereka cukup memasukkan data usaha, sedangkan katalog produk sudah terintegrasi secara otomatis dari aplikasi Qasir.

“Kami ingin fasilitas Website Usaha agar merchant enggak cuma jadi katalog saja, tapi bisa mengintegrasikan pembayaran dan pengiriman yang kita fasilitasi,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Rayakan Hari Jadi, Youtap Rilis “Tablet Usaha Youtap” dan Platform Loyalitas

Memasuki tahun pertamanya beroperasi, Youtap selaku pengembang aplikasi pemrosesan e-money dan point-of-sales, merilis produk Tablet Usaha Youtap dan platform loyalitas pelanggan. Inovasi tersebut diharapkan dapat mendongkrak merchant hingga 1 juta pada tahun ini.

CEO Youtap Indonesia Herman Suharto menerangkan, dalam perjalanan bisnisnya di tahun pertama ini, awalnya solusi Youtap banyak dipakai untuk merchant warung toko kelontong dan sejenisnya. Hingga kini dengan semakin berkembangnya usaha mitra merchant yang bergabung, maka kebutuhan mereka untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan juga semakin bertambah.

Sebelum merilis layanan tablet, perusahaan melihat adanya kenaikan hingga 50% pada adopsi layanan aplikasi Usaha Youtap untuk kategori merchant segmen menengah di kuartal akhir 2020. Layanan baru ini merupakan jawaban perusahaan terhadap tingginya aspirasi para pelaku usaha untuk memiliki perangkat tablet yang terintegrasi dengan seluruh solusi usaha Youtap.

Merchant kami beradaptasi dengan layanan yang disediakan Youtap, mereka suka dengan layanan kami. Kebanyakan mereka tanya kapan sediakan versi tablet yang isinya berbeda dengan sebelumnya. Dari sana kami sesuaikan dengan fundamental di market Indonesia apa yang bisa diintegrasi, akhirnya kami sematkan program loyalitas,” ucap Herman dalam konferensi pers virtual, Kamis (18/2).

Dalam Tablet Usaha Youtap ini, disematkan dengan berbagai fitur tambahan yang berbeda dari aplikasi Usaha. Di antaranya, fitur pengelolaan kategori produk yang dapat diatur sesuai kebutuhan usaha, melakukan program promosi pelanggan yang lebih lengkap, hingga memberikan layanan loyalitas terintegrasi khusus untuk para pelanggan merchant.

Aplikasi tersebut sudah bisa diunduh di Play Store dan App Store. Semua aplikasi dan layanan yang dimiliki Youtap sudah terintegrasi satu sama lain, sehingga pengguna bisa dengan mudah menggunakan akun login yang sama dengan aman, bisa cetak struk, dan mendapat laporan serta analisa transaksi melalui Portal Usaha Youtap.

“Dengan demikian, pemilik usaha bisa memantau semua usahanya dalam satu sistem. Kami juga mengedepankan keunggulan dalam solusi pembayaran nontunai, merchant lebih mudah memproses transaksi QR dynamic, baik MPM (Merchant Presented Mode) maupun CPM (Consumer Presented Mode).”

Untuk layanan loyalitas, sudah terintegrasi langsung baik melalui aplikasi versi tablet dan mobile. Merchant dapat lebih baik mengelola pelanggan setianya, seperti lewat kupon reward untuk pembelian selanjutnya, digital stamp, atau voucher. Perusahaan juga menyediakan aplikasi Snap by Youtap untuk bisa langsung digunakan konsumen untuk scan dari ponsel mereka dari mitra merchant.

Setahun beroperasi, diklaim Youtap memiliki 150 ribu merchant yang tersebar di seluruh Indonesia dan memroses lebih dari 2 juta transaksi. Sekitar 98% dari keseluruhan merchant ini adalah UMKM dan sebanyak 40% di antaranya datang dari pengusaha kuliner, seperti tempat makan serta kedai kopi.

Berikutnya, sekitar 20% dari total merchant datang area Indonesia Timur, seperti Kalimantan, Sulawesi, Bali, serta Papua. Bandung merupakan kota dengan jumlah merchant terbanyak sebesar 12%, disusul Semarang 9% dan Surabaya 7%.

Dalam menargetkan 1 juta pengguna dalam tahun ini, perusahaan sedang memroses kerja sama dengan lima brand besar yang masing-masing memiliki ratusan gerai. Mengingat Youtap adalah bagian dari Grup Salim, oleh karenanya perusahaan akan melanjutkan integrasi tersebut lebih jauh bersama anak usaha lainnya.

Herman optimis target tersebut dapat tercapai dengan memerhatikan kondisi eksternal di Indonesia, yang mana usaha-usaha dari berbagai sektor kembali bergerak. “Kami akan melanjutkan target awal yang sempat tertunda karena pandemi. Kami targetkan ada 1 juta merchant sampai akhir tahun ini,” tutup Herman.

Application Information Will Show Up Here

Daftar Aplikasi Kasir (POS) yang Bikin Pembukuan UKM Jadi Lebih Efektif

Di era konvensional, pencatatan penjualan biasa dilakukan secara manual. Bahkan di era komputerisasi, pencatatan masih menggunakan software perkantoran yang terbilang rumit dan tidak spesifik.

Continue reading Daftar Aplikasi Kasir (POS) yang Bikin Pembukuan UKM Jadi Lebih Efektif

Esensi Solusi Buana Tawarkan Aplikasi ERP Menyeluruh untuk Bisnis F&B

Sudah jadi cerita lama kalau restoran kesulitan dalam menyelesaikan berbagai masalah demi mencapai efisiensi operasional dan meningkatkan profit, apalagi ketika bisnis mereka terus tumbuh. Gunawan Woen yang memiliki ketertarikan kepada dunia F&B menyadari masalah tersebut untuk terjun sebagai wirausaha sebagai konsultan di firma konsultasi keuangan dan perpajakan dari pekerjaan sebelumnya sebagai auditor di PwC.

Ketertarikan Gunawan di bidang ini bermuara hingga Esensi Solusi Buana (ESB) dirintis, setelah ia bertemu dengan Eka Prasetya, yang kini menjadi salah satu co-founder ESB.

“Kemudian saya diperkenalkan dengan partner-nya Prawiryo dan Dwi Prawira. Mereka bertiga programmer andal banyak handle programming untuk big companies, banks, insurance, tapi kebanyakan jadi subcon (subkontraktor) dari main programmer. So I askem them to build ESB in 2015,” ujar Gunawan sebagai Co-Founder dan CEO ESB kepada DailySocial.

Para co-founder ESB / ESB
Para co-founder ESB / ESB

ESB pertama kali memulai kiprahnya dengan membuat solusi ERP (Enterprise Resource Planning) yang terkustomisasi sesuai kebutuhan brand restoran. Gunawan bahkan mengklaim, solusi yang mereka buat berhasil menggeser brand ERP besar pada waktu itu. Namun, pada pertengahan 2018 memutuskan untuk membuat produk sendiri yang sesuai dengan passion dan keahlian masing-masing.

“Lalu terpikirlah teknologi restoran karena waktu itu bahkan sampai saat ini, belum ada integrated solution yang betul-betul bisa kasih jawaban ke masalah yang dihadapi restoran. Berbekal pengalaman sebagai problem solver untuk banyak klien F&B, kita develop teknologi restoran ESB di tengah 2018, kita start komersial November 2018.”

Dari pengalamannya, restoran akan kehilangan pendapatan mulai dari 10% (bahkan lebih) akibat dari inefisiensi. Oleh karenanya, ada tiga aspek yang perlu ditingkatkan, yakni manajemen order & outlet, manajemen HQ & operasional, dan manajemen purchase & vendor. Solusi tersebut dapat terselesaikan apabila memanfaatkan teknologi.

Model bisnis ESB

Sebagai startup yang bergerak di SaaS, ESB menyediakan beragam solusi menyeluruh untuk restoran, mulai dari bagian ordering, POS (Point of Sales), KDS (Kitchen Display System), CDS (Customer Display System), kios, loyalitas, dan ERP. Gunawan mengklaim dari seluruh solusi tersebut, yang membedakan ESB dengan pemain sejenisnya adalah integrasi dan fokus.

Menurutnya, terkait integrasi, pemain restoran yang mampu beli software fully integrated seperti ini tidak banyak karena harganya sangat mahal. Namun, dengan model bisnis ESB, software tersebut bisa disediakan kepada restoran melalui berlangganan.

“Karena ESB fokus hanya ke industri F&B, membawa kita ke satu konsep yang dinamakan community-based software artinya ESB solve masalah satu brand, kemudian solusi tersebut ditanamkan dalam bentuk enhancement, mengakibatkan brand lain ikut menikmati pengembangannya.”

Hal tersebut menjadi lingkaran pengembangan yang membuat detail dari software ESB, menjadi sangat tajam mengatasi permasalahan dunia F&B. “Tidak mungkin satu perusahaan bisa mengatasi semua permasalahan di suatu industri, tapi kalau dibantu secara urunan oleh banyak brand, hal itu jadi memungkinkan. Solusi yang dipergunakan oleh merchant ESB besok, adalah solusi yang dipergunakan oleh brand-brand besar. Kita membawa best practice dari sisi teknologi ke industri ini.”

Pengembangan solusi ESB kini sudah menyentuh ke aspek integrasi dengan marketplace B2B untuk menghubungkan penyuplai dengan restoran, Business Intelligence (BI), dan Artificial Intelligence (AI). Menurut Gunawan, sebagian besar prosesnya sudah rampung dan akan dirilis resmi pada kuartal pertama tahun ini.

Masuk ke ranah marketplace B2B, ESB ingin permudah proses pengadaan bahan bagi restoran, termasuk membuka kesempatan bagi penyuplai untuk menjual lebih mudah dan aman tanpa harus berinvestasi lebih di armada logistik atau investasi gudang.

“Untuk B2B marketplace, model bisnisnya agak beda. Di sini kita sediakan berbagai kemudahan untuk supplier bisa melakukan proses penjualan ke restoran, membantu restoran memitigasi fraud dan kesalahan-kesalahan dalam proses procurement. Jadi supplier akan membayar untuk kemudahan-kemudahan ini per transaksi dengan harga yang pastinya sama sekali tidak memberatkan.”

Sementara, untuk BI nantinya menggunakan model bisnis berlangganan bulanan dan AI akan dikenakan biayanya berdasarkan kemampuan ESB membawa up sell untuk restoran. Pengembangan fungsi AI diharapkan mampu merekomendasikan menu yang tepat untuk konsumen, menyenangkan untuk mereka, dan membawa keuntungan lebih untuk restoran.

Perusahaan bekerja sama dengan industri jasa keuangan, untuk menyediakan kredit usaha apabila pengguna ESB ingin mengembangkan bisnis ke level berikutnya. “Karena transaksi B2C dan B2B seluruhnya menggunakan platform ESB, maka di sini dapat dipasangkan dengan jasa keuangan. ESB mendapatkan revenue sharing dari bunga tersebut.”

Telah kantongi pendanaan tahap awal

Platform ESB memungkinkan dipakai oleh restoran yang masih skala kecil. Kendati, mayoritas pengguna ESB datang dari brand besar, seperti Boga Group, Ismaya Group, MAP Group, dan Sour Sally Group, dan masih banyak lagi. Gunawan mengklaim software ESB sudah dioptimasi sedemikian rupa, sampai mampu bekerja di hardware spesifikasi rendah.

“Pasalnya, dua cost paling tinggi di restoran itu adalah biaya produksi makanan dan karyawan. ESB fokus bantu penghematan di dua tipe beban ini. Less cost = increased profit.”

Malah, dia mengungkapkan ESB telah memiliki pengguna di Malaysia dan Swiss. Serta, beberapa pengguna di sejumlah negara di Eropa sempat menghubungi ESB karena tertarik dengan solusi yang ditawarkan. “Mereka mengaku tidak menemukan perbandingan yang apple to apple dengan ESB. Which is a good news to me, sayangnya kami belum siap ekspansi ke luar Indonesia. Jadi saya masih batasi pengguna-pengguna di luar Indonesia.”

Terkait pendanaan baru, Gunawan masih menutup rapat-rapat. Akan tetapi ia menginformasikan akan ada pengumuman pada bulan ini. Sebelumnya, ESB dikabarkan telah mengantongi pendanaan tahap awal dari AC Ventures dengan nominal dirahasiakan pada Mei 2020.

Gunawan menuturkan pendanaan yang sudah diterima perusahaan sejauh ini hampir $5 juta (sekitar Rp69,5 miliar). “Pendanaan kami pergunakan untuk perkuat fungsi-fungsi produk, sembari meningkatkan penjualan,” tutupnya.

Olsera Luncurkan Zenwel, Mudahkan UKM di Bidang Jasa Buat Sistem Reservasi Online

Bertujuan untuk memudahkan proses dan manajemen pembayaran untuk penyedia layanan dan jasa, pengembang aplikasi point of sales Olsera meluncurkan Zenwel. Lebih lanjut diungkapkan oleh Co-Founder Novendy Chen, produk terbaru tersebut diposisikan menjadi solusi POS berbasis O2O serupa, hanya saja dikhususkan untuk bidang usaha jasa yang lebih fokus kepada manajemen reservasi layanan.

Beberapa bisnis yang kemudian ditargetkan oleh Olsera untuk bisa memanfaatkan Zenwel di antaranya adalah pelaku usaha di bidang pelayanan jasa seperti massage, spa, salon kecantikan, barbershop, fitness, yoga, hingga klinik konsultasi kecantikan dan kesehatan.

Selama pandemi, ada perubahan dari kebiasaan banyak masyarakat yang kemudian memanfaatkan semua layanan dan jasa secara online, dan mengharuskan proses pembayaran dilengkapi. Mulai dari olahraga di rumah memanfaatkan Zoom hingga klinik konsultasi secara online.

“Pada prinsipnya, kami ingin membawa pengalaman kami dari Olsera, sekaligus memenuhi permintaan dari para merchant kami yang bergerak di bidang layanan jasa seperti salon dan spa, akan pentingnya sebuah platform khusus yang benar-benar dapat digunakan secara maksimal untuk pertumbuhan bisnis yang lebih sehat dan sustainable sesuai dengan perkembangan teknologi,” kata Founder Zenwel Ali .

Terdapat beberapa pilihan paket yang bisa digunakan oleh bisnis, mulai dari pilihan secara gratis yang memiliki keterbatasan jumlah pemakai (staf) hingga paket Enterprise yang ditawarkan dengan harga cukup terjangkau untuk per bulan dan per tahunnya dengan jumlah staf yang tidak terbatas.

Untuk strategi monetisasi, pada tahap awal Zenwel menerapkan subscription dan MDR fee sharing dari transaksi offline dan online. Istilah MDR sendiri adalah Merchant Discount Rate, yang berfungsi ketika pengguna melakukan pemesanan secara online kepada merchant pilihan. Nantinya akan dikenakan MDR fee dari pembayaran tersebut.

Dari layanan yang telah dikonfirmasi, nantinya juga akan langsung diketahui oleh staf yang akan menangani tamu tersebut melalui aplikasi mobile Zenwel yang digunakan staf yang bersangkutan.

“Tidak hanya itu, para merchant pengguna Zenwel juga dapat membuka reservasi online melalui situs atau media sosial pribadi yang berjalan 24 jam, dan setiap reservasi yang masuk akan terhubung ke dalam POS,” kata Ali.

Fokus bisnis Olsera

Setelah meluncurkan aplikasi mobile Olsera Office akhir tahun 2019 lalu, hingga kini mengklaim telah memiliki sekitar 10 ribu lebih merchant aktif yang bergabung dalam platform. Olsera juga telah menjalin kerja sama strategis dengan Grab, Surge, Xendit, Midtrans, Ovo, GoPay, Dana, ShopeePay, LinkAja, KoinWorks, BFI Finance, Alumak, Gandeng Tangan dan lainnya. Ke depannya perusahaan menjanjikan segera menghadirkan dukungan layanan serupa ke dalam platform Zenwel dalam waktu dekat.

Meskipun pandemi sempat menghambat pertumbuhan bisnis Olsera khususnya kepada merchant, namun dari sisi pemesanan secara online termasuk di dalamnya pemesanan delivery dan take away, secara perlahan saat ini mulai pulih kembali.

“Tahun ini menjadi tahun yang begitu spesial dan produktif bagi tim. Sebelumnya, kami telah menghadirkan inovasi online order yang terhubung ke Olsera POS, di mana sangat membantu merchant untuk terus berjualan di tengah tantangan pandemi. Kini genap di 5 tahun Olsera, Zenwel adalah kado terbaik dari kami untuk merchant yang bergerak di industri jasa yang telah lama menantikan hadirnya solusi ini,” kata Novendy.

Application Information Will Show Up Here

Moka to Release GoStore, Helping Merchant to Create Site for Online Store

Moka, a point of sales app startup developer for SMEs, is preparing a new product named GoStore. The platform is designed to help users create and manage their online stores. GoStore is likely to complement the Gojek merchant solution ecosystem as it is known that Moka has been fully acquired by the decacorn.

GoStore is planned to launch in November 2020. In order to use this brand-new platform, users must first be registered with Moka. As the GoStore service will be in the “Online Channel” menu option in the Moka app.

DailySocial tried to contact Moka to confirm its vision to develop this latest platform. However, they avoid providing any information. However, information about GoStore itself can be seen on Moka’s help page. It provides information about the application and how to use it.

It is said on the page that users will only need to create a centralized catalog in Backoffice Moka. Then, using GoStore, users can create online shop channels to help with the sales process in various places. The selling site can also be automatically integrated with the marketplace on social media.

Regarding payments, GoStore is automatically integrated with GoPay and the credit/debit card payment system. The logistics section is quite unique as it is integrated with the GoSend feature. Despite the many distribution channels and features implemented, users can centrally manage all their needs on the GoStore dashboard, including sales reporting.

Regarding usage fees, GoStore only charges a merchant discount rate (MDR) of 1.7% for GoPay and 2.5% + Rp1,650 for debit/credit

Social commerce momentum

In April 2020, it was announced that Moka’s service had reached users in 100 cities in Indonesia. More than 35 thousand restaurants, cafes, and other retail outlets have used its POS mobile application. Using GoStore, Moka strives to encourage these business people to enter the online selling concept.

Although it has not been officially announced, it is possible that merchants (especially in the culinary sector) will be encouraged to enter GoFood ecosystem as well.

The concept of GoStore is basically social commerce, which is to empower online networks (social media, marketplaces, e-commerce, etc.) for product distribution. This service can be relevant to Moka users because not all businesses are suitable to go online using Tokopedia or Shopee-style marketplaces. For example, the outlet for Nasi Padang (Indonesia’s signature food), is more suitable to have its own online sales site or on social media, so it is easy to limit the reach of publication/distribution.

The pandemic is also said to be a momentum for social commerce penetration, the existence of various social restrictions resulting in digital solution to maintain and promote business.

Some players have actually provided similar services – making it easy for small businesses to optimize online sales channels – namely Woobiz, TapTalk.io, PowerCommerce, Jualo, Halosis, and so on. Indeed, each business has a different value proposition, and for GoStore, the integration with the Moka and Gojek platforms might be an advantage.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Moka Segera Rilis GoStore, Mudahkan Merchant Buat Situs Toko Online

Moka, startup pengembang aplikasi point of sales untuk UKM, tengah menyiapkan produk terbarunya bernama GoStore. Platform tersebut didesain untuk membantu pengguna membuat dan mengelola toko online-nya. GoStore kemungkinan juga akan melengkapi ekosistem solusi merchant Gojek, karena seperti diketahui Moka telah sepenuhnya diakuisisi oleh decacorn tersebut.

Rencananya GoStore akan diluncurkan pada bulan November 2020. Untuk menggunakan platform anyar tersebut, pengguna harus terlebih dulu terdaftar di Moka. Karena layanan GoStore akan ada di opsi menu “Online Channel” di aplikasi Moka.

DailySocial sudah coba menghubungi pihak Moka untuk meminta keterangan, terkait visinya mengembangkan platform teranyar tersebut. Mereka masih enggan memberikan keterangan. Namun informasi mengenai GoStore sendiri sudah bisa disimak di laman bantuan Moka. Di sana dijelaskan mengenai definisi aplikasi hingga cara penggunaannya.

Laman tersebut menyebutkan, nantinya pengguna cukup membuat katalog terpusat di Backoffice Moka. Kemudian dengan GoStore, pengguna bisa membuat kanal toko online untuk membantu proses penjualan di berbagai tempat. Situs jualan tersebut juga secara otomatis dapat diintegrasikan dengan lokapasar di media sosial.

Terkait pembayaran, GoStore sudah otomatis terintegrasi dengan GoPay dan sistem pembayaran kartu kredit/debit. Bagian logistik juga unik, karena turut terintegrasi dengan fitur GoSend. Kendati banyak kanal distribusi dan fitur yang diterapkan, pengguna dapat mengelola semua keperluan secara terpusat di dasbor GoStore, termasuk pelaporan penjualan.

Terkait biaya penggunaan, GoStore hanya mengenakan merchant discount rate (MDR) 1,7% untuk GoPay dan 2,5% + Rp1.650 untuk kartu debit/kredit setelah pelanggan melakukan transaksi.

Momentum social commerce

April 2020 lalu disampaikan, bahwa layanan Moka telah menjangkau pengguna di 100 kota di Indonesia. Lebih dari 35 ribu restoran, cafe, dan gerai ritel lainnya manfaatkan aplikasi mobile POS yang dimilikinya. Dengan GoStore, Moka terlihat mengupayakan dan mendorong para pebisnis tersebut untuk masuk ke ranah jualan online.

Kendati belum diinfokan resmi, tidak menutup kemungkinan merchant (khususnya di bidang kuliner) akan didorong masuk ke GoFood juga.

Konsep GoStore pada dasarnya social commerce, yakni memberdayakan jejaring online (media sosial, marketplace, e-commerce dll) untuk distribusi produk. Layanan ini bisa relevan dengan pengguna Moka, karena tidak semua bisnis cocok berjualan online di marketplace ala Tokopedia atau Shopee. Misalnya gerai Nasi Padang, lebih cocok memiliki situs jualan online sendiri atau di media sosial, sehingga mudah dalam membatasi jangkauan publikasi/distribusi.

Pandemi juga dikatakan menjadi momentum bagi penetrasi social commerce, adanya berbagai pembatasan sosial menjadikan go-online pilihan untuk mempertahankan dan memajukan bisnis.

Beberapa pemain sebenarnya juga sudah sajikan layanan serupa –memudahkan pebisnis kecil untuk optimalkan kanal jualan online—sebut saja Woobiz, TapTalk.io, PowerCommerce, Jualio, Halosis, dan sebagainya. Tentu masing-masing punya value proposition, dan bagi GoStore integrasinya dengan platform Moka dan Gojek mungkin bisa jadi nilai plus.

Application Information Will Show Up Here