Startup Proptech IDEAL Perkenalkan Produk KPR Hunian Sekunder

Startup proptech IDEAL memperkenalkan produk baru Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Secondary yang menghadirkan layanan pembiayaan dan pengelolaan hipotek untuk hunian sekunder bagi calon pembeli rumah. Hunian sekunder sendiri pada dasarnya merupakan aset properti yang telah berpindah tangan dari pemilik pertama (primer) kepada pihak lainnya.

Co-Founder & President IDEAL Ian Daniel Santoso menuturkan, saat ini belum banyak pemain yang masuk ke pasar hunian sekunder. Selain itu, rata-rata calon pembeli yang sudah menemukan rumah impian, belum dapat KPR terbaik sesuai kebutuhan finansial mereka. “Keputusan untuk memilih produk KPR secara tradisional pun masih didasari oleh pengaruh dari agen atau tenaga pemasar properti,” ujar Ian dalam keterangan resminya.

Padahal, lanjutnya, potensi KPR/KPA di Indonesia secara umum sangat besar. Nilai pasar produk KPR berkisar $39 juta, sedangkan sebanyak 75% masyarakat Indonesia membeli hunian dengan metode KPR/KPA. Angka tersebut diproyeksi tumbuh sekitar belasan persen CAGR dalam lima tahun ke depan.

Co-Founder & CCO IDEAL Indira Nur Shadrina menambahkan, masalah yang kerap muncul saat survei KPR Secondary adalah biaya appraisal. Jika pengajuan KPR ditolak dan pengguna memutuskan mengambil KPR di bank lain, biaya yang dikeluarkan tidak dapat kembali.

Padahal, pengguna ingin memperbesar kesempatan persetujuan KPR dengan mengajukan lebih dari satu bank. “IDEAL berkomitmen untuk menggantikan seluruh biaya appraisal ketika proses pembelian rumah dan KPR yang diajukan telah selesai,” tuturnya.

Kini, calon pembeli rumah dapat mengajukan KPR ke tiga bank sekaligus dengan proses sepenuhnya digital, baik melalui website maupun aplikasi mobile. Pengguna akan diminta melakukan appraisal ke bank tujuan di mana IDEAL akan menalangi seluruh biaya (maksimal ke tiga bank) dengan mekanisme cashback saat pengajuan KPR dan proses jual-beli rumah selesai.

Adapun, KPR Secondary dilengkapi dengan fitur autosave dan autofill untuk memudahkan pengguna melengkapi pengisian data.

Pembiayaan rumah

IDEAL memulai debutnya pada pertengahan Juli 2022 dengan fokus awal pada produk hunian baru atau primer. Fokus utamanya adalah mendigitalisasi proses pembiayaan dan pengelolaan hipotek di Indonesia, tidak seperti kebanyakan di pasar saat ini yang masih dilakukan secara online-to-offline.

Pihaknya juga telah mengantongi pendanaan pra-awal sebesar Rp57 miliar dipimpin oleh AC Ventures dan Alpha JWC Ventures, serta partisipasi Living Lab Ventures dan Ciputra Group.

Dalam surveinya, IDEAL menemukan bahwa calon pembeli rumah mengalami kesulitan pengajuan KPR karena masih dilakukan secara tradisional. Cara ini cenderung memakan waktu panjang dan melelahkan karena menyangkut keputusan besar calon pembeli. Misinya adalah memberikan akses informasi yang dapat membantu calon pembeli rumah untuk membuat keputusan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi finansial mereka.

Hal ini tercermin dari sejumlah fitur yang dikembangkan, misalnya IDEAL Compass yang menghadirkan rekomendasi produk KPR dari tujuh bank mitra. Rekomendasi produk KPR tersebut diklaim telah dipersonalisasi sesuai preferensi dan karakteristik pengguna, seperti umur, profesi, bunga, dan kemampuan cicilan bulanan.

IDEAL telah bermitra dengan sejumlah developer dan tujuh bank terkemuka di Indonesia antara lain Sinar Mas Land, Ciputra, PIK2 Group, serta Bank Mandiri, CIMB Niaga, OCBC NISP, Danamon, Permata, Maybank, dan Bank Panin.

Proses end-to-end secara digital ini telah tersertifikasi ISO 27001. Pihaknya memastikan pengolahan data minim intervensi manusia (view only) dan hanya dikirimkan ke bank rekanan oleh pengguna sendiri. “Sistem kami punya audit trail dan watermark yang membuat jejak dan flow data tercatat dalam sistem,” ungkap Co-Founder & CEO IDEAL Albert Raharja Surjaudaja.

Sekadar informasi, marketplace jual-beli dan sewa properti Pinhome juga menawarkan produk yang cukup serupa melalui program cicil rumah. Bedanya, program ini menargetkan masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak tetap (non-fixed income) agar dapat memiliki rumah impian mereka.

Pinhome bahkan menghadirkan program iVestment yang memfasilitasi penanaman modal bagi pengembang perumahan. Di sini, developer tak hanya mendapat akses modal usaha, tetapi juga dukungan pemasaran lewat aplikasi. Pinhome akan berperan membantu proses penjualan rumah, mulai dari transaksi hingga biaya booking fee.

Application Information Will Show Up Here

[Video] Fokus Startup Fintech Ideal Dukung Ekosistem Proptech Indonesia

DailySocial bersama Co-Founder & CCO Ideal Indira Nur Shadrina membahas perkembangan bisnis perusahaan dan tren industri proptech enabler di Indonesia.

Menurut Indira, Ideal ditujukan membantu masyarakat Indonesia menyederhanakan dan mendigitalkan proses administrasi pengajuan KPR yang cenderung dirasa rumit dan memakan waktu.

Apa saja yang ditawarkan Ideal bagi penggunanya? Seperti apa skema rencana dan fokus target Ideal selama 2023?

Simak pembahasannya di video berikut ini.

Untuk video menarik lainnya seputar strategi bisnis startup di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi DScussion.

[Video] Inovasi 99 Group Dukung Perkembangan Proptech Indonesia

DailySocial bersama Country Manager 99 Group Indonesia Maria Herawati Manik membahas perkembangan bisnis di sektor proptech dan seperti apa tren joint venture di masa pandemi.

Menurut perempuan yang akrab disapa Maria ini, perubahan kebiasaan akibat pandemi cukup berdampak besar dalam perkembangan industri proptech di Indonesia.

Bagaimana tren lanskap industri proptech ke depan? Seperti apa fokus yang diusung 99 Group Indonesia?

Simak pembahasannya di video berikut ini.

Untuk video menarik lainnya seputar strategi bisnis startup di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi DScussion.

Pashouses dan Strateginya Mempermudah Solusi Jual-Beli Rumah Seken

Meski platform listing properti sudah lama menjamur di Indonesia, tetapi proses jual-belinya hingga kini masih sengkarut karena belum terintegrasi satu sama lain. Pengalamannya tidak senyaman dan secepat ketika berbelanja di platform e-commerce.

Kondisi tersebut mendorong Junghans Tasani dan Bin Anindita untuk mulai merintis Pashouses di tengah pandemi Covid-19. Pashouses hadir untuk membantu masyarakat yang ingin menjual rumahnya dengan cepat.

Berbekal pengalaman di perusahaan sebelumnya dan latar pendidikannya di dunia real estat, keduanya memiliki visi besar untuk membuat dampak di lingkungan bahwa setiap orang harus memiliki rumah. Bin juga membawa berbagai ide cemerlang untuk mendukung Pashouses membuat proses bisnis menjadi lebih luar biasa dan terus berkembang.

Berbeda dengan proptech kebanyakan, Pashouses bermain di ranah jual-beli rumah tapak (landed house) seken di kota-kota besar, seperti di area Jabodetabek. Dengan dukungan teknologi termutakhir untuk menentukan harga sebuah rumah, memungkinkan Pashouses untuk memberikan penawaran harga dengan cepat bagi siapapun yang ingin menjual rumahnya.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, General Manager Pashouses Shirley Pranoto menjelaskan alasan perusahaan bermain di rumah seken, dikarenakan ada banyak sudut positif yang dilihat dari sisi konsumen ketika memutuskan untuk membeli rumah.

Pertama, konsumen itu membeli apa yang mereka lihat. Ketika membeli rumah seken, mereka dapat melihat bangunan dan merasakan suasana rumah daripada menebak apa yang mereka dapatkan dari pihak pengembang saat membeli rumah baru. Konsumen pun bisa langsung masuk dan menempati rumah begitu proses jual-beli telah selesai sesuai kesepakatan antara penjual dan pembeli.

Kedua, properti yang ada mungkin berada di komunitas yang mapan dan lokasi yang lebih baik untuk fasilitas lokal, seperti sekolah, toko, tempat ibadah, dan rute komuter. Ketiga, harga rumah yang dibangun seringkali lebih tinggi dari rumah yang sudah ada dengan harga selisih lebih mahal sebesar 30% atau lebih, sebab konstruksi rumah baru lebih mahal daripada rumah seken.

“Mengutip dari Zillow, harga jual rata-rata rumah seken di Amerika Serikat sebesar $391.200 per April 2022, sementara harga rumah baru mencapai $450.600. Selisihnya hampir $60 ribu,” terang dia.

Solusi Pashouses

Pashouses menghadirkan layanan komprehensif, mulai dari pemasaran, penawaran, transaksi jual-beli, hingga pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari hasil kemitraan dengan berbagai institusi perbankan. Perusahaan menargetkan para pembeli dari kalangan muda, kisaran harga jual Rp500 juta sampai Rp3 miliar dengan luas bangunan rumah tak lebih dari 200 meter persegi.

Lebih jauh dijelaskan, perusahaan bertindak sebagai investor yang membeli rumah dari penjual. Lalu merenovasinya sebelumnya dijual ke pembeli akhir. Rumah tersebut juga dijual atas nama penjual agar lebih menarik bagi pembeli tanpa harus khawatir.

Langkah tersebut juga dianggap sebagai nilai tambah bagi penjual, lantaran para pembeli yang datang dari kalangan muda ini adalah generasi praktis yang membeli rumah dan ingin langsung pindah, tanpa harus repot dengan renovasi yang harus dilakukan sebelum rumah ditempati.

“Kami menjual rumah dengan harga all-in, sudah termasuk biaya administrasi yang diperlukan terkait transaksi properti, termasuk pajak, notaris, hingga biaya administrasi lembaga keuangan. Mereka tidak perlu khawatir tentang biaya ‘tersembunyi’ yang terlibat dalam transaksi properti karena semuanya sudah termasuk dalam harga listing,” tuturnya.

Di samping itu terdapat program Booster Sell, memungkinkan penjual rumah bisa mendapatkan fasilitas dana renovasi rumah sampai dengan Rp20 juta. Proses renovasi dan seluruh aktivitas pemasaran hingga rumah terjual ditangani oleh tim Pashouses.

Dalam waktu kurang dari dua tahun, Pashouses telah menerima lebih dari 10 ribu kiriman penjual yang dianalisis untuk dijual. Diklaim, dari angka tersebut telah membantu menjual ratusan rumah. “Untuk menjual rumah-rumah itu, setidaknya 10 ribu pembeli telah menghubungi kami dengan minat untuk membeli.”

Perusahaan juga melakukan kemitraan bisnis dengan Sinar Mas Land, melalui Living Lab X (Divisi Incubation & Partnership dari Living Lab Ventures), untuk membuat proyek Rumalaku.id. Kerja sama ini diarahkan untuk menyerap pasar rumah tapak seken yang terletak di area BSD City dan sekitarnya.

Di sana, para penjual bisa berinteraksi langsung dengan calon pembeli. Pun dari calon pembeli juga dimudahkan dengan ragam pilihan rumah tapak siap huni. Tim Pashouses akan membantu seluruh transaksi di dalam Rumalaku, termasuk pemasaran dan mendapatkan KPR.

Misi Pashouses itu sendiri berhasil membawa keyakinan bagi para investor untuk menanamkan dananya di perusahaan. Sebulan lalu, perusahaan mengantongi pendanaan pra-seri B senilai $5 juta (lebih dari 78 miliar Rupiah) dari QED Investors. Investasi juga ini menandai debut QED di Indonesia.

Dana segar tersebut bakal dimanfaatkan perusahaan untuk bangun teknologi dan tim agar Pashouses semakin dipercaya masyarakat. QED itu sendiri telah berinvestasi untuk 12 startup protech di seluruh di dunia. Secara keseluruhan, QED memiliki lebih dari 200 portofolio perusahaan di lintas 18 negara.

“Saat ini sebagian besar transaksi properti di Indonesia masih sama dengan sebelum era internet. Prosesnya buram, dan dengan digitalisasi yang telah kami bangun, berpotensi menghilangkan banyak gesekan ini. Dengan visi besar menjadi pusat kepercayaan untuk kepemilikan rumah, kami ingin memungkinkan transaksi jual beli rumah yang nyaman dan transparan di Indonesia.” Pungkas Shirley.

Segera Cetak Profit dan Masuk ke Bisnis Fintech, Rukita Berambisi Pimpin Pasar Indekos di Indonesia

Harga properti terus melambung sehingga sulit untuk dijual. Menurut Indonesia Property Watch (IPW), kondisi tersebut menyebabkan masyarakat lebih memilih menyewa dibandingkan membeli, terutama di kota-kota besar.

Menurut survei IPW di 2020, generasi muda di kota besar lebih senang menyewa dibandingkan membeli properti. Sebanyak 47,4% responden memilih tinggal di indekos, kemudian 47,1% memilih apartemen, dan sisanya memilih tinggal di kediaman keluarga atau saudara. Dengan penghasilan rata-rata kaum muda sebesar Rp6 juta-Rp7 juta per bulan, mereka hanya mampu membeli properti dengan cicilan Rp2 juta-Rp2,5 juta per bulan atau seharga Rp200 juta-Rp300 juta.

“Dengan rentang harga tersebut sulit untuk mereka mendapatkan properti di Jakarta. Itu sebabnya, milenial lebih memilih menyewa apartemen atau indekos,” jelas Direktur Eksekutif IPW Ali Tranhanda seperti dikutip dari Berita Satu.

Lebih lanjut, berdasarkan riset, ada sebanyak 39,9% generasi muda tinggal di indekos atau apartemen dengan besaran sewa di bawah Rp2 juta per bulan. Lalu, sebanyak 38,5% menyewa dengan harga Rp2 juta-Rp3 juta dan 21,6% menyewa dengan harga di atas Rp3 juta.

Kondisi di atas belum mempertimbangkan seperti apa kualitas indekos yang beroperasi saat ini dan kaitannya dari sisi suplai dan demand. Rukita sebagai salah satu proptech berupaya menyelesaikan isu tersebut dengan pendekatan teknologi. Rukita memosisikan diri sebagai platform penyedia sewa hunian jangka panjang.

“Dalam hal ini ada masalah karena kebanyakan kost tidak teregulasi, biasanya yang lokasinya bagus pun belum ter-manage dengan baik. Makanya kami hadir sediakan solusi yang inovatif, meningkatkan kualitas hidup orang Indonesia dengan tempat tinggal yang bersih, aman, dan tidak harus mahal,” ucap Co-founder dan COO Rukita Sarah Soewatdy dalam wawancara bersama DailySocial.id.

Solusi yang ditawarkan Rukita pada dasarnya dilatarbelakangi oleh isu di industri, makanya dari hulu ke hilir. Produk-produknya adalah: Infokost, RuOptions, Rukita, dan RuManage. Infokost selama ini dikenal sebagai situs pencarian kost sejak 2011. Startup ini diakuisisi Rukita pada Maret 2022.

Sementara itu, RuOptions mengatasi solusi pemasaran yang menyeluruh untuk pemilik properti yang ingin mengoptimalkan pendapatan dan okupansinya; RuManage untuk permudah pemilik properti mengatur semua unit kost, termasuk memeriksa detail tentang unit dan kamar yang tersisa dan masih terisi, laporan bulanan, dan semua informasi tentang setiap kamar dan tenant.

Terakhir, aplikasi Rukita adalah platform untuk end-user yang ingin menyewa kost yang dilengkapi sejumlah fitur. Misalnya, eksplor kost secara virtual, book kamar, riwayat booking kost, bayar sewa kost, dan service on-demand.

Sarah menjelaskan, pihaknya bekerja sama dengan pemilik properti kost dan membantu mengubah properti menjadi unit rental, mulai dari renovasi hingga mengoperasikan sebagai bisnis co-living yang menjanjikan.

“Kami kerja sama dengan pemilik kost, ruko, atau tanah kosong, yang ingin punya usaha kost, atau sudah tapi ingin memaksimalkan pendapatannya. Kami jadi mitra untuk urus A sampai Z, dari renovasi, desain, penjualan, hingga penagihan kita yang lakukan. Pemilik tinggal duduk santai.”

Rata-rata harga kamar kost yang dioperasikan Rukita antara Rp2 juta sampai Rp3 juta per bulan. Persebarannya mulai dari Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Medan, Bali, Semarang, Palembang, Surabaya, Bali, dan Malang. Total kamar yang dioperasikan mencapai lebih dari 1 juta kamar aktif, bermitra dengan 300 pemilik properti.

Aplikasi Rukita

Capai titik untung

Menurutnya, bisnis pengelolaan co-living lebih prospektif dan punya arah profitabilitas yang jelas. Ada pembagian hasil yang jelas antara Rukita dengan pemilik properti. Pun dari sisi konsumen, tidak ada strategi bakar duit yang jor-joran karena pihaknya melihat ada kebutuhan yang tinggi untuk tempat tinggal yang nyaman di kota-kota besar.

Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan bisnis co-working space yang bisa dikatakan lebih berat karena punya fungsi yang berbeda dengan co-living. Ibaratnya, walau kantornya memberlakukan kebijakan kerja dari rumah, karyawannya tetap bisa bekerja di mana saja tanpa harus datang ke co-working space.

Alhasil, posisi Rukita sebagai perusahaan proptech lebih stabil. Sarah pun percaya diri memastikan bahwa Rukita akan mencapai titik untung pada akhir tahun ini dalam kurun waktu tiga tahun sejak berdiri. Dia bilang, pandemi menjadi pembuktian bahwa setiap perusahaan harus punya model bisnis yang baik dengan arah profitabilitas yang jelas.

“Kami sangat memerhatikan unit economics, semua decision yang kita ambil harus bertanggung jawab. Saat ini sudah bukan lagi zamannya bakar duit, semuanya harus dilakukan secara bertanggung jawab. Kami akan profitable akhir tahun ini karena core bisnis kami sudah sangat sustain dan bisa berdiri tanpa harus didukung fundraising.”

Namun begitu, bukan berarti Rukita tidak mencari penggalangan dana berikutnya. Sarah mengatakan rencana ini akan dimulai pada tahun depan dengan fokus menumbuhkan bisnis fintech RuFinance. Unit bisnis terbaru ini merupakan bagian dari ambisi selanjutnya perusahaan yang ingin mendorong pengusaha indekos baru, namun kesulitan dalam memulainya.

RuFinance

Langkah menginisiasi RuFinance dimulai perusahaan baru-baru ini dengan meresmikan kerja sama dengan Bank OCBC NISP. Dalam kesepakatan tersebut, Bank OCBC NISP akan menyediakan kredit sebesar Rp724 miliar agar pengusaha muda memiliki akses pendanaan dengan mudah untuk mulai bisnis co-living sebagai alternatif sumber penghasilan pasif, termasuk langkah memperluas jaringan Rukita yang ditargetkan merambah ke Indonesia bagian timur.

Diklaim skema pembiayaan dalam program ini fleksibel dan dapat dikendalikan karena saldo giro nasabah akan diperhitungkan, sehingga jangka waktu kredit dapat menjadi lebih pendek dari yang direncanakan di awal. Untuk itu, semakin banyak saldo giro, maka secara otomatis mengurangi beban cicilan serta bunga pinjaman.

Pengusaha yang tertarik akan diverifikasi  tim Rukita dan Bank OCBC NISP apakah layak mendapatkan pinjaman. Jika dinyatakan lulus verifikasi, mereka dapat langsung menandatangani kontrak pinjaman dengan bank dan kontrak manajemen dengan Rukita.

Setelah itu, pengguna dapat menyelesaikan proses administrasi jual beli sampai dengan akad kredit. Selanjutnya Rukita akan menyiapkan gedung untuk disewakan, mengelola operasionalnya, dan pengguna dapat mengalihkan pendapatannya untuk membayar cicilan.

Inovasi ini, sambung Sarah, adalah fokus berikutnya perusahaan yang tak luput terimbas dari dampak pandemi sejak 2020. Awalnya target konsumen Rukita adalah mahasiswa, alhasil saat awal pandemi terjadi penurunan okupansi karena mereka kembali ke rumah masing-masing dan kegiatan belajar mengajar dilakukan secara virtual.

Perusahaan mulai ubah target menjadi para pekerja muda yang terbukti berhasil meningkatkan okupansi rata-rata sebesar 90% dari saat pandemi sempat menyentuh angka 70%. “Kita punya product-market-fit yang baik karena meski pandemi, solusi kita tetap dibutuhkan masyarakat, makanya kita bisa sustain okupansi dengan baik.”

Menurut Sarah, tidak ada perubahan signifikan dari awalnya mahasiswa menjadi pekerja. Sebab kebutuhan mereka kurang lebih sama, kenyamanan, kebersihan, jaringan internet yang kuat, dan jasa kebersihan yang tersedia. Meski mayoritas para pekerja mendapat keringanan untuk kerja dari rumah, mereka tetap menginginkan tempat tinggal sementara agar dapat fokus kerja.

Dari internal Rukita, penyesuaian cara kerja juga diberlakukan selama pandemi untuk tim yang bisa bekerja dari rumah dan tetap harus di lapangan. Misalnya, mengadakan rapat mingguan dengan antar divisi untuk memecahkan suatu masalah secara bersama.

Lesson learned-nya adalah kita harus beradaptasi dengan cepat, resilient, tim kita beradaptasi dari offline ke online dan sebaliknya, semua kita decide dengan baik agar semua tim bisa bekerja dengan lancar dan cepat.”

Berhubung jajaran petinggi Rukita dipimpin perempuan, Sarah juga mendorong para karyawannya, terlepas dari jenis kelamin dan ras, untuk menjadi pemimpin dan berinovasi. Per September 2022, tim Rukita berjumlah lebih dari 313 orang dengan persentase 43,5% perempuan dan 56,5% laki-laki. “Kami tidak melimitasi kalau ada siapapun yang punya potensi baik untuk didukung penuh karena siapapun bisa jadi leader,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Pinhome Luncurkan iVestment, Permodalan untuk Pengembang Properti

Setelah sebelumnya merilis program cicil rumah, platform marketplace jual-beli-sewa properti Pinhome meluncurkan “iVestment”. Ini adalah sebuah program untuk memfasilitasi penanaman modal bagi pengembang perumahan. Selain modal usaha, developer akan mendapatkan dukungan pemasaran melalui aplikasi Pinhome, serta dukungan teknologi untuk mendukung pelaku usaha properti mengembangkan proyek perumahan mulai dari tahap mana pun.

Menggunakan modal dari Pinhome

Terkait dukungan teknologi, iVestment Pinhome akan membantu proses penjualan rumah, transaksi, biaya booking fee, dan lainnya. Selain itu, Pinhome telah bekerja sama dengan 15.000+ agen properti, agensi properti, mitra perbankan, dan tim pemasaran yang berpengalaman untuk memberikan dukungan penuh kepada proyek perumahan yang terdaftar di iVestment.

Perwakilan perusahaan mengungkapkan, untuk modal pembiayaan tersebut saat ini sepenuhnya datang dari Pinhome. Dengan memastikan prosesnya sesesuai dengan regulasi yang ada.

Pinhome mencatat tantangan yang ditemukan di lapangan saat ini. Salah satunya terkait tren kenaikan harga bahan bangunan dan tuntutan pembeli properti yang menginginkan rumahnya sudah siap huni/fully furnished. Dari sana banyak pengembang properti membutuhkan tambahan dana untuk mengakselerasi pembangunan proyeknya.

“Dukungan modal akan membuka potensi proyek-proyek untuk dikembangkan, di mana pengembang dapat berbagi risiko dengan Pinhome sebagai investor. Selain berbagi risiko, dukungan investasi ini juga diharapkan dapat meningkatkan produktivitas pengembang, serta meningkatkan atau memperbaiki kualitas proyek-proyek hunian di Indonesia,” kata Head of Business Development Investment Pinhome Alfian Renata.

Hingga saat ini, Pinhome sudah menawarkan lebih dari 600 ribu pilihan properti dengan sekitar 25 ribu penyedia jasa yang tersebar di 100 kota. Selain itu, perusahaan telah bekerja sama dengan lebih dari 20 bank dan multifinance di Indonesia untuk memberikan ragam penawaran dan pembiayaan bagi calon pembeli.

Dalam kurun waktu dua tahun, Pinhome mengklaim berhasil mencetak nilai transaksi triliunan Rupiah, sepertiga dari transaksi properti ini paling banyak berada di bawah 300 juta Rupiah.

Luncurkan layanan baru di Pinhome Home Service

Dikarenakan tingginya permintaan pasar terhadap jasa deep cleaning dan hair & nail care, Pinhome secara resmi meluncurkan kedua jasa tersebut kepada masyarakat, melalui salah satu sub-bisnis miliknya Pinhome Home Service (PHS). Untuk sementara, dua jasa tersebut baru tersedia untuk wilayah DKI Jakarta, kecuali kabupaten administrasi Kepulauan Seribu.

Harga yang dikenakan kepada pelanggan, untuk jasa deep cleaning mulai dari
Rp50 ribu dan untuk jasa hair & nail care mulai dari Rp85 ribu. Hingga kini, PHS telah memiliki delapan jasa unggulan yakni home cleaning, cuci mobil, cuci AC, perbaikan AC, massage, hingga disinfektan fogging. PHS sendiri telah melayani pelanggan di lebih dari 34 kota di Indonesia dan akan terus memperluas area cakupannya.

Didirikan oleh Dayu Dara Permata yang dulu sempat mengembangkan layanan spin-off dari Gojek yaitu Go-Life, sebelumnya Pinhome juga telah menyematkan layanan jasa mereka di aplikasi Gojek. Namun saat ini perusahaan mulai mengembangkan layanan tersebut didalam platform.

“Visi kami di Pinhome Home Service adalah untuk menjadi one-stop shop untuk segala kebutuhan dan kenyamanan yang dibutuhkan di rumah setiap penduduk Indonesia. Dengan meluncurnya dua layanan terbaru ini, saya berharap semakin banyak lagi orang yang mencoba mempermudah hidup mereka dengan layanan Home Service dari Pinhome,” terang Sugih.

Application Information Will Show Up Here

Melihat Sejauh Mana Digitalisasi dalam Bisnis Properti di Indonesia

Pandemi dinilai telah mengakselerasi pertumbuhan platform proptech di Indonesia. Hal ini ditengarai urgensi bisnis properti untuk bisa mempercepat semua proses dengan mengadopsi digital. Untuk melihat seperti apa tren dan gelombang berikutnya dari bisnis proptech di Indonesia, perlu dilihat juga perubahan dari kebiasaan di sisi pelanggan.

Dalam sesi temu media yang digelar Sinar Mas Land pekan lalu, hadir Maria Herawati Manik (Country Manager Rumah123), Indira Shadrina (Co-Founder & CCO IDEAL), Irawan Harahap (Chief Digital Tech and Ecosystem Sinar Mas Land), Mulyawan Gani (Chief Transformation Officer Sinar Mas Land), dan Bayu Seto (Partner Living Lab Venture). Diskusi tersebut membahas perkembangan dan potensi proptech di Indonesia.

Inovasi digital dan peluang konsumen muda

Setelah melakukan joint venture dengan 99.co, Rumah123 mencatat peningkatan jumlah kunjungan pengguna di website saat pandemi hingga sekarang. Untuk bisa terus menghadirkan inovasi yang relevan, mereka juga berupaya melakukan kegiatan secara online dengan mitra terkait hingga mendorong para agen mereka untuk lebih cepat melakukan follow up, ketika calon pembeli atau potential buyer sudah melakukan pencarian online.

“Apa yang terjadi adalah selama pandemi mulai banyak bermunculan pilihan pencarian properti secara online dengan menggunakan teknologi 3D. Sebelum pandemi teknologi tersebut belum banyak digunakan oleh pembeli hingga agen, dan hanya berfungsi sebagai pelengkap saja,” kata Country Manager Rumah123.com Maria Herawati Manik.

Namun demikian menurut Maria, meskipun dari kalangan pengembang properti sudah secara cepat mengadopsi digital, dari kalangan agen belum banyak yang mau melakukan kegiatan secara online. Untuk Rumah123 terus mendorong semua agen untuk melakukan kegiatan omnichannel, dengan menggabungkan proses pencarian secara online kemudian ditindaklanjuti lagi secara offline.

“Terutama dari generasi muda. Dibutuhkan waktu rata-rata sekitar satu minggu bagi mereka untuk melakukan penelitian rumah pilihan, bahkan beberapa membutuhkan waktu lebih. Sebagai platform kita mencoba untuk melihat seperti apa pain point mereka untuk bisa melancarkan kegiatan pembelian hingga final,” kata Maria.

Mulai bermunculan usia muda untuk pembelian properti juga dilihat oleh pengembang properti besar seperti Sinar Mas Land. Menurut Chief Transformation Officer Sinar Mas Land Mulyawan Gani, sejak tahun 2020 usia 40 tahun ke bawah mulai banyak yang melakukan pembelian properti. Diperkirakan dalam waktu lima tahun ke depan akan lebih banyak lagi generasi muda yang melakukan pembelian.

“Dengan adanya platform seperti Rumah123 hingga IDEAL, diharapkan bisa memberikan informasi yang lebih mendalam kepada calon pembeli. Ke depannya kita juga ingin memfokuskan kepada riset dan keputusan untuk membeli rumah, untuk itu edukasi menjadi penting bagi kami selaku property developer,” kata Mulyawan.

IDEAL juga memiliki misi untuk bisa menjadi platform yang relevan bagi calon pembeli yang ingin melakukan pembelian rumah melalui “responsible lending”. Memanfaatkan mitra pengembang ternama dan perbankan, platform mereka menghadirkan kemudahan untuk bisa melancarkan proses pembelian rumah para generasi muda saat ini.

“Kita melihat ketakutan terbesar generasi muda saat ingin membeli rumah adalah penolakan KPR yang ternyata kerap terjadi. Untuk itu sebagai platform fintech yang mendukung sektor properti, kita berharap bisa meminimalisir penolakan KPR tersebut di kalangan generasi muda,” kata Co-Founder & CCO IDEAL Indira Shadrina.

Perluas ekosistem melalui “Digital Hub”

Sinar Mas Land melakukan transformasi digital untuk memberikan pelayanan dan produk terbaik bagi masyarakat sejak tahun 2016. Dari segi infrastruktur, perusahaan menerapkan penyediaan jaringan fiber optic untuk internet berkecepatan tinggi, pengawasan lalu lintas melalui traffic command center, dan lain sebagainya.

Sejak tahun 2017 Sinar Mas Land pun menggelontorkan investasi senilai 1,5 triliun Rupiah untuk bisa melancarkan rencana mereka memperluas ekosistem. Ke depan, Sinar Mas Land menyiapkan dana investasi mencapai Rp5 -6 triliun untuk terus mengembangkan kawasan Digital Hub. Perusahaan sendiri mengklaim hingga saat ini sudah mengantongi revenue Rp1 triliun-Rp 1,2 triliun dari startup.

Mereka juga mengembangkan Digital Hub, sebuah kawasan seluas 26 hektar yang didedikasikan untuk komunitas, institusi pendidikan, startup, dan perusahaan multinasional di bidang teknologi digital dan kreatif. Perusahaan seperti Traveloka, Unilever, NTT, Grab, dan Apple kini telah masuk ekosistem digital Sinar Mas Land.

Dalam kesempatan tersebut juga dibahas upaya Sinar Mas Land untuk memperluas ekosistem mereka melalui Digital Hub. Saat ini sudah ada 4 startup unicorn di Indonesia yang berkantor di BSD. Dalam waktu dekat kawasan BSD juga bakal menjadi TikTok Hub bagi konten kreator TikTok di Indonesia.

“Selain menyediakan infrastruktur kami juga ingin fokus mengembangkan talenta digital. Di BSD saat ini sudah banyak sekolah hingga kelas untuk edukasi yang relevan yang diharapkan nantinya bisa menghubungkan talenta yang relevan dengan tech company hingga startup yang ada,” kata Chief Digital Tech and Ecosystem Sinar Mas Land Irawan Harahap.

Strategi Lamudi Jaga Relevansi Platform “Proptech Listing” di Indonesia

Lamudi mempercayai prospek bisnis properti yang cerah di Indonesia, mengingat negara ini memiliki populasi masyarakat kelas menengah yang besar dan terus bertumbuh. Melalui pendanaan lanjutan sebesar $200 juta (sekitar 3,11 triliun Rupiah) yang diterima perusahaan induk mereka, Emerging Markets Property Group (EMPG), mayoritas akan diarahkan untuk pengembangan bisnisnya di Indonesia.

Pendanaan ini diperoleh dari perusahaan dana ekuitas asal Amerika Serikat, Affinity Partners. Pasca pengumuman ini, EMPG akan bersiap IPO dalam waktu dekat yang sudah direncanakan sejak lama.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, CEO Lamudi Indonesia Mart Polman menyampaikan, meski pihaknya tidak bisa merinci persentase investasi yang diarahkan untuk Indonesia, namun ia menekankan bahwa Indonesia adalah negara penting bagi EMPG dan ia melihat prospek yang positif bagi pertumbuhan bisnis di sini.

“Oleh karena itu, EMPG akan terus berupaya untuk berinvestasi di Indonesia dan turut membantu dalam pertumbuhan ekonomi nasional,” ucap Polman.

Ia melanjutkan, dana segar nantinya akan digunakan untuk memperkuat tim Lamudi Indonesia dengan merekrut talenta baru dengan fokus membantu semua pelaku industri properti. Tujuannya untuk membantu mereka agar bisa menjalankan bisnis secara efisien, serta berfokus terhadap inovasi teknologi yang akan mempermudah masyarakat Indonesia dalam mencari dan mendapatkan rumah impian mereka.

Dalam dua tahun terakhir, bisnis Lamudi Indonesia diklaim telah bertumbuh dari 200 hingga 900 karyawan di kuartal IV tahun ini. Sejauh ini, EMPG memiliki lebih dari 500 engineers yang tersebar di berbagai negara, seperti Romania, Pakistan, Uni Emirat Arab, dan Filipina.

Kemudian, pada awal tahun ini Lamudi mengakuisisi bisnis properti OLX Indonesia yang telah mendongkrak pengguna menjadi 22 juta orang dan jumlah listings properti tembus lebih dari 1,35 juta setiap bulannya. Pencapaian tersebut diklaim menjadikan Lamudi Indonesia sebagai proptech terbesar di Indonesia.

Sebagai bagian dari ekosistem properti digital, disebutkan Lamudi memiliki lebih dari 30 ribu jaringan agen, dipercaya lebih dari 400 pengembang, dan bermitra dengan 10 perbankan nasional.

Pendiri Lamudi Kiann Moini menyampaikan, “Lamudi.co.id di Indonesia merupakan salah satu bisnis utama kami, EMPG tetap optimis dengan potensi pasar Indonesia karena masyarakat kelas menengahnya yang terus bertumbuh dan populasinya yang besar. EMPG ingin terus berkomitmen untuk membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia.”

Berkaitan dengan itu, diharapkan kontribusi bisnis dari Indonesia akan mendongkrak pertumbuhan bisnis EMPG secara keseluruhan. CEO EMPG Imran Ali Khan menuturkan, pihaknya targetkan kenaikan laba sebesar dua kali lipat dan mempertahankan EBITDA positif selama dua tahun terakhir yang telah berjalan secara konsisten.

“Kami sangat optimis melanjutkan pertumbuhan yang telah berjalan dengan baik ini. Dengan pendanaan yang telah diraih ini, perusahaan [EMPG] akan berfokus dalam mempersiapkan IPO di waktu dekat, yang selalu menjadi bagian dari visi besar kami,” kata Khan.

Tren listings properti

Polman melanjutkan, semenjak pandemi perubahan terbesar yang perusahaan liat terkait tren di industri adalah adopsi teknologi yang semakin terakselerasi. Kehadiran proptech membantu fasilitasi kebutuhan pencarian properti yang dulu terkendala karena mobilitas yang dibatasi di saat pandemi. Data internal perusahaan mencatat kenaikan pada tren pencarian properti di dalam platform tumbuh 36,8% secara year-on-year pada Juni 2020 ke Juni 2021.

Memasuki masa pemulihan, pihaknya melihat pentingnya peran setiap pemangku kepentingan untuk bersama-sama membuka potensi dari pencari properti baru atau Next Generation Property Buyers yang berada di usia 25-44 tahun. Generasi ini merupakan 56,9% dari pengguna Lamudi Indonesia yang menuntut kemudahan dalam pencarian properti karena adanya perkembangan teknologi yang pesat saat ini.

“Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengimbangi kebutuhan dari Next Generation Property Buyers dengan mempersiapkan seluruh tenaga kerja di sektor properti dengan literasi digital agar kedua belah pihak memahami bahwa perjalanan kepemilikan properti semakin terintegrasi karena adanya digitalisasi.”

Menurutnya, Lamudi akan terus memperkuat posisinya sebagai penyedia listing properti di ekosistem proptech Indonesia. Dalam rangka itu, pihaknya terus meningkatkan kemitraan dengan para pengembang, agen, dan bank untuk memastikan bahwa pengguna mendapatkan pilihan properti terlengkap sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang luas dan juga opsi pendanaan yang sesuai dengan kondisi finansial pengguna yang beragam.

“Kami memprioritaskan memberikan pengalaman termudah dan terpercaya bagi pencari properti Indonesia dalam pencarian properti impian,” pungkasnya.

Belakangan ini, mulai ramai pemain proptech yang menyediakan solusi di luar listings, seperti Kabina yang fokus pada penyederhanaan proses konstruksi dengan memanfaatkan modularitas, pra-fabrikasi, dan bahan utama kayu. Lalu, ada Tanaku yang membangun platform untuk fasilitasi pembelian dan transaksi properti secara online; IDEAL yang berambisi ingin mendemokratisasi proses pengajuan KPR, dan masih banyak lagi.

Para pemain di atas sudah didukung dengan pendanaan tahap awal dari sejumlah investor, sebut saja ada East Ventures, AC Ventures, dan Ciputra Group.

Mengutip dari SimilarWeb, posisi Lamudi per September 2022 dikunjungi hingga 1,5 juta kali dengan rata-rata durasi kunjungan 03:28 menit. Posisi Lamudi untuk situs listing properti di Indonesia berada di urutan ke-5. Dibandingkan kompetitor terdekatnya, yakni 99.co dan Rumah.com, peringkat Lamudi lebih rendah.

Keduanya secara berurutan berada di urutan pertama dan kedua. Untuk periode yang sama, pengunjung situs 99.co mencapai 20 juta kali kunjungan. Namun rata-rata durasi kunjungannya lebih singkat, yakni 01:27 menit. Adapun untuk Rumah.com, dikunjungi hingga 4,1 juta kali dengan rata-rata durasi kunjungan 02:47 menit.

Application Information Will Show Up Here

Dennis Pratistha: Mandiri Capital Indonesia Bentuk “Thematic Fund” di 2023

Mandiri Capital Indonesia (MCI) terus melanjutkan misinya untuk mendorong value creation bagi induk usaha Mandiri Group. Menurut Plt. CEO MCI Dennis Pratistha, pihaknya tengah menyiapkan beberapa “thematic fund” dan menjajaki peluang investasi di sektor baru, seperti construction tech dan biotech.

Sebelum menempati posisi CEO sementara pasca-penunjukkan Eddi Danusaputro di BNI Ventures, Dennis menjabat sebagai Chief Investment Officer. Adapun, saat ini MCI mengelola tiga dana kelolaan, yakni dana kelolaan bersumber dari Mandiri Group, Indonesia Impact Fund (IIF), dan Merah Putih Fund.

Sekadar informasi, Dennis telah lama berkecimpung di industri teknologi dan telekomunikasi dengan menduduki posisi Chief Technology Officer dan Chief Operating Officer, seperti di Redkendi, Ebizu, MNC, dan Nusatel. Di bidang investasi, ia juga pernah menjadi Executive di Star Capital.

Apa ada perubahan tesis investasi MCI dengan posisi saat ini?

Jawab: Saat ini kami masih fokus berinvestasi pada portofolio yang dapat berkontribusi terhadap value creation untuk Mandiri Group. Kami harus punya pembeda sehingga lainnya bisa saling co-exist dan berkontribusi. Startup saja punya [value proposition]. Kalau semua sama, the one with the most money will win. We have to have different angles to bring to the table. Justru di cap table, kita [VC] harmonis.

Beda VC, beda pula value creation. Ada VC yang kuat pada sisi teknologi, ada juga pada aspek operasional. Kami [kuat] pada aspek pengembangan bisnis. Ini yang membuat kami bisa duduk dengan nyaman dan tetap produktif di meja yang sama.

Apa value proposition yang ditawarkan?

J: Kami memiliki lima value proposition. Pertama, kami merupakan Corporate Venture Capital (CVC) milik Mandiri Group. Kedua, Mandiri Group memiliki puluhan juta customer dan 200 ribu UMKM. Ketiga, kami menghubungkan ke ekosistem BUMN. Keempat, kami dapat mendampingi pada proses value creation di pengembangan bisnis. Kami bantu ekspansi dan sinergi dengan menghubungkan ke banyak pemangku kepentingan.

Kelima, kami menghubungkan [portofolio] ke jaringan ke anak usaha Mandiri, seperti Mandiri Sekuritas. Jaringan [anak usaha] ini dapat mendukung startup untuk melakukan fundraising, merger and acquisition (M&A), atau exit melalui IPO. Sebelumnya, Mandiri Sekuritas pernah menjadi penjamin emisi (underwriter) pada IPO GoTo dan Bukalapak.

Selain itu, kami juga memiliki program matchmaking Xponent untuk mendorong Mandiri Group agar dapat ter-expose ke digital platform yang lebih inovatif.

Apa tujuan utama dari program Xponent?

J: Program ini murni ingin membantu dua pihak, yakni Mandiri menjadi inovatif dengan leveraging platform digital dan platform memanfaatkan Mandiri untuk mendorong bisnisnya. Ini murni sebuah acara matchmaking untuk menghasilkan kesepakatan bisnis. No investment involved. Kami tidak undang investor, tetapi unit bisnis dan startup.

Tentu saja, MCI sambil melihat, kira-kira mana yang bisa ditindaklanjuti. Makanya, saya garis bawahi MCI berinvestasi pada startup yang membawa valueA lot of money out there, economy is a bit slow, so good deals tidak terlalu banyak.

Kami menyadari ada shifting terjadi. Kami harus fokus pada startup yang sudah memiliki path to profitability atau profitable. Mereka harus tumbuh, tapi bukan berhenti karena sudah profitable. Startup yang sudah profitable harus mereplikasi model bisnis ke area atau produk lain. Artinya, mendorong pertumbuhan yang memiliki dampak positif ke bottom line. Kami ingin mereka menjadi a self-sustain company. Pertumbuhan tetap dikejar, bukan berarti berhenti.

Pada akhirnya, startup harus mencari model yang tepat, pahami model bisnisnya, dan lakukan ekspansi. We will help you expand.

Apakah ada portofolio baru yang akan diumumkan selanjutnya?

J: Kami akan mengumumkan dua portofolio di sektor aquaculture dan FMCG supply chain pada kuartal keempat ini. Selain itu, kami juga sedang menjajaki peluang di sektor autotech, proptech, construction tech, dan biotech. Ada banyak angle [di sektor ini], yang sedang kami lihat adalah supply chain.

Di construction tech, kami juga mencari model supply chain; dari prinsipal, toko bangunan, kontraktor, dsb. Supply chain di Indonesia masih belum efisien, tidak ada transparansi, dan prosesnya kompleks. Kami ingin empower mereka menjadi bagian dari ekosistem, tetapi memberikan margin yang lebih efisien. Teknologi memberdayakan bisnis, bukan sebaliknya. Kita harus punya bisnis dulu, baru di-empower oleh teknologi.

Kemudian, biotech. Saat ini, [biotech] di Indonesia masih di tahap awal. Kami sedang mempelajari use case dan commercial viability. Kami belajar dari pemain biotech yang sudah ada, dari startup atau perusahaan teknologi. Bukan berarti kami langsung berinvestasi, justru kami belajar dari mereka. Kami pahami dulu industri dan tantangannya. Menganalisis industri harus menyeluruh, apalagi spektrum biotech sangat luas sekali. Ada microbio hingga DNA. Kami perlu lihat, mereka bisa sustain dengan [use case] mana dulu.

Untuk autotech, ada beberapa hal menarik. Pertama, supply chain. Kedua, kami adalah bagian dari konglomerasi di bidang keuangan, Mandiri memiliki perusahaan multifinance dan bank. Bagaimana caranya, kami bisa menemukan marketplace yang fokus pada multifinance. Kami tertarik berinvestasi ke multifinance marketplace. Selama ini pengisian data lewat form harus satu-satu, sedangkan pengisian data di marketplace hanya satu kali. Marketplace lebih nyaman untuk dealer dan multifinance. Tidak perlu menghubungi satu-satu.

Bagaimana rencana pembentukan thematic fund MCI selanjutnya?

J: Kami belum bisa disclose mengenai pembentukan thematic fund ini, tetapi ini berbeda dengan Merah Putih Fund. Rencananya, kami ingin berkolaborasi dengan VC atau institusi. Kami lagi ngobrol dengan beberapa.

Mengapa memilih theme-based? Kami melihat [VC] yang fokus di semua bidang atau sektor agnostik itu sudah banyak. Kami mau fokus pada tema spesifik. Kami ingin dapat membantu ekosistem mereka. Ujung-ujungnya, kami harus create value. Semoga, [thematic fund] bisa terealisasi tahun depan.

Bagaimana Anda menanggapi industri startup Indonesia di situasi saat ini?

J: Pada dasarnya, startup adalah bisnis. [Pelaku startup] mengidentifikasi masalah dengan skala pasar yang cukup besar. Jangan mengidentifikasi masalah hanya di level kecamatan atau RT saja. Dengan itu, cobalah ciptakan solusi.

Namun, [menciptakan solusi] tidak semudah, “I have an idea, let’s develop full version”. Di antara idealism dan practicality, pasti ada disparity. Lakukan uji coba, mulai dengan skala kecil dengan sedikit modal, hingga memperoleh Minimum Viable Product (MVP). Ketika MVP jalan, baru kembangkan full-face product.

Begitu Anda punya full-face product dan mencapai product-market fit, artinya Anda sudah memvalidasi masalah. Anda tweak apa model bisnisnya, bukan hanya produk saja. Misalnya, model berbasis langganan, transaksi, atau penggunaan. Setelah Anda menemukan model bisnis, Anda menemukan kecocokan pasar-produk, Anda memiliki profitabilitas, dan keberlanjutan. Itu yang dilupakan banyak pihak.

[Mindset] dulu, ketika pelaku bisnis konvensional bertemu, mereka berdiskusi tentang EBITDA, misalnya. Sementara, startup bicara soal seberapa besar valuasinya. Sekarang, startup sudah mulai pikirkan sustainable growth, itu kata kuncinya. Bukan berarti mengerem [pertumbuhan bisnis].

Bagaimana Anda melihat founder mentality dari awal pandemi hingga sekarang?

J: Pandemi—tanpa bermaksud mendiskreditkan health issue, it’s very unfortunate—mendorong transformasi digital lebih cepat. Selama pandemi, kita banyak memanfaatkan aplikasi untuk berbagai hal, seperti memesan makanan. Pola pikir kita telah bergeser.

Para founder memanfaatkan peluang digital [untuk menciptakan solusi]. Sayangnya, banyak [startup] yang belum siap [merespons] pertumbuhan tersebut. Mereka belum mencapai product-market fit dan model bisnisnya belum ketahuan. Memang mereka bisa memperoleh angka pertumbuhan, tetapi memiliki keberlanjutan tanpa model bisnis yang tepat.

Sekarang, pertumbuhan ekonomi mulai melambat. Saya tidak mau bilang resesi atau apapun karena situasi setiap negara berbeda-beda. Saya optimistis dengan Indonesia. Pemerintah melakukannya dengan baik dalam mengendalikan perlambatan ekonomi ini. Harus disadari bahwa Indonesia adalah negara konsumtif. Ngegas dan ngerem harus balance.Anda ingin mengendalikan inflasi tetapi Anda tidak ingin menghentikan pertumbuhan.

Lalu, bagaimana upaya menghadapi perlambatan ekonomi? Ini sesuatu yang baru. Kita tidak tahu mau ke mana, apa yang perlu dilakukan. Nah, mentality harus diubah. Pada [masa awal pandemi] kemarin ada banyak peluang di mana terjadi akselerasi transformasi digital. Saat ini, dari peluang tersebut, kita harus berupaya menjadikannya sebagai bisnis yang sustainable. 

Tantangan dan Digitalisasi Pengajuan KPR di Indonesia

Kita telah melihat berbagai inovasi di sektor proptech, seperti aplikasi listing properti atau sewa hunian. Namun, inovasi kian berkembang sejalan dengan semakin matangnya ekosistem digital dan besarnya kebutuhan masyarakat. Inovasi ini adalah digitalisasi pada pengajuan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) yang menjadi salah satu isu kompleks pada pembelian hunian.

Menurut Co-founder & CEO IDEAL Albert R. Surjaudaja, pengajuan KPR memiliki sejumlah tantangan pelik dan telah banyak dialami oleh banyak orang. Di samping itu, upaya untuk mendigitalisasi pengajuan KPR dinilai memiliki peluang mengingat permintaan pasar hunian di Indonesia masih sangat besar.

Pada sesi #SelasaStartup, Albert berbagi pandangan tentang tantangan pengajuan KPR, pengembangan inovasi, hingga upaya memvalidasi masalah.

Tantangan KPR

Mengapa perlu ada digitalisasi pengajuan KPR? Albert menyebut ada empat tantangan besar yang dihadapi oleh calon pembeli. Pertama, calon pembeli terkadang mengalami kebingungan untuk memulai prosesnya dari mana. Mereka jadi sulit menemukan akses untuk mencari pilihan properti yang tepat.

“Yang terlibat dalam pengajuan KPR ada banyak, seperti bank, perusahaan pembiayaan, agen, dan pengembang. Mereka bingung mau ke mana dulu. Selain itu, tidak ada tempat yang dapat menjadi tujuan utama bagi mereka untuk mengeksplorasi pilihan dan mencari informasi,” tutur Albert.

Kedua, tak sedikit calon pembeli yang yakin terhadap kelayakan KPR. Keraguan ini dapat membuat mereka menjadi urung untuk mengajukan KPR dan memperlambat proses dengan adanya kewajiban lain yang perlu diselesaikan. Ketiga, proses pengajuan KPR masih sangat manual. Perlu banyak komunikasi ke sejumlah pihak yang terlibat.

Karena proses yang manual tersebut, jalur informasi dan pengajuan menjadi tidak satu pintu. Contohnya, pengiriman dokumen harus dikirim berkali-kali dan terkadang dilakukan oleh agen/pihak berbeda. Belum lagi, dokumen yang diminta bersifat sensitif, seperti Kartu Keluarga dan KTP, sehingga berisiko disalahgunakan oleh oknum tertentu.

“Keempat, orang-orang belum sepenuhnya paham dengan pembelian rumah. They don’t know what they’re signing up for. Misal, soal floating. Mereka tidak pernah bertanya dan tidak sadar dampaknya. Tidak ada standardisasi juga dengan kualitas para agen atau pihak lain. Berbeda dengan era setelah ada platform seperti Gojek,” tambahnya.

Hibrida dan inovasi

Albert meyakini pendekatan hibrida atau offline-online, diperlukan untuk menjangkau pasar di sektor proptech. Hal ini karena pembelian rumah merupakan keputusan yang sangat personal, memiliki jangka panjang, dan membutuhkan biaya sangat besar. Prosesnya juga memakan waktu dan sangat kompleks.

Dalam hal ini, IDEAL tidak mencoba untuk mendigitalisasi proses pengajuan KPR sepenuhnya. Hal tersebut tercermin dari fitur yang dikembangkan di mana pihaknya menggabungkan interaksi offline dan online untuk mengakomodasi kebutuhan konsumen. Misalnya, proses pengajuan dokumen dilakukan secara digital, tetapi penyedia platform tetap menyediakan SDM yang dapat membantu calon pembeli untuk menemukan properti yang mereka cari.

Dari sisi pengembangan teknologi, ada banyak proses pada pengajuan KPR yang dapat didigitalisasi. Misalnya, fitur untuk mengecek kredibilitas seseorang dalam mengajukan KPR secara instan. Albert berujar fitur ini didukung oleh teknologi di belakangnya, seperti credit scoring.

Ada juga fitur di mana algoritma yang dapat menampilkan berbagai pilihan hunian dari mitra pengembang. Pengguna juga dapat melakukan simulasi DP sampai pembayaran cicilan dengan kurasi rekomendasi tertentu.

Validasi dan strategi

Validasi masalah menjadi salah satu kunci terhadap pengembangan solusi, dan hal tersebut telah dibuktikan Albert lewat riset internal yang dilakukannya. Menurutnya, hampir semua responden menyebut bahwa pengajuan KPR merupakan masalah yang kompleks di Indonesia.

Maka itu, digitalisasi pada pengajuan KPR dinilai menjadi salah satu solusi bagi generasi Y dan Z yang semakin terbiasa dengan pemanfaatan teknologi. Kedua generasi ini merupakan segmen yang memiliki perilaku digital dalam keseharian, seperti memesan makanan atau membeli tiket.

Ia juga menambahkan, meski sektor proptech Indonesia saat ini sebagian besar diisi oleh platform penyedia listing properti atau home discovery, hal tersebut akan membuka peluang kolaborasi untuk menyediakan layanan pengajuan KPR secara end-to-end.

“Kita ingin mengubah perilaku konsumen bahwa tidak semua [proses] harus dilakukan secara offline. Memang realisasi orang membeli rumah melalui online masih sangat jauh di sini. Namun, digital justru membuat semua proses itu menjadi efisien,” Tutupnya.

Application Information Will Show Up Here