[Kaleidoskop 2021] Catatan Penting Menyambut Babak Baru Industri Telekomunikasi

Investasi ke startup decacorn, konsolidasi antar-operator, hingga akuisisi perusahaan internet, merupakan tiga dari sekian banyak aksi korporasi yang menarik perhatian industri telekomunikasi Indonesia di sepanjang 2021.

Industri telekomunikasi juga menatap optimismenya di 2022 dengan proyeksi pertumbuhan 4% di bisnis konektivitas, 8% di TIK, dan digital sebesar 12%, meski operator sempat kesulitan meraup pendapatan di masa awal pandemi Covid-19.

DailySocial merangkum beberapa aksi korporasi besar di 2021, proyeksi pertumbuhan, hingga insight yang dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang masa depan industri telekomunikasi Indonesia selanjutnya.

Kaleidoskop telekomunikasi 2021

Pertama, Telkomsel menyuntik investasi tambahan ke Gojek senilai $300 juta atau sekitar Rp4,3 triliun pada Mei 2021. Investasi pertamanya dikucurkan pada November 2020 sebesar $ 150 juta atau Rp2,1 miliar.

Dalam laporan Info Memo Telkom di kuartal III 2021, Telkomsel disebut telah menikmati valuation benefit dari investasi ini. Adapun, Telkom dan Telkomsel akan melanjutkan kemitraan strategis dengan Gojek untuk mendigitalisasi UMKM dan mengakuisisi pengguna baru melalui ekosistem Gojek, mendorong mitra UMKM Gojek menjadi mitra reseller Telkomsel, dan meningkatkan akses outlet Telkomsel melalui layanan GoShop.

Kedua, industri telekomunikasi di Tanah Air mendapat angin segar dari pengumuman merger dan akuisisi (M&A) oleh Indosat Ooredoo dan Hutchison 3 Indonesia. Keduanya sepakat untuk menggabungkan bisnisnya menjadi “Indosat Ooredoo Hutchison” dengan nilai Rp85,6 triliun.

Managing Director of Ooredoo Group Aziz Aluthman Fakhroo mengungkap bahwa konsolidasi ini dapat membawa Indosat Ooredoo Hutchison sebagai operator telekomunikasi kedua terbesar di Indonesia dengan proyeksi pendapatan tahunan hingga $3 miliar atau sekitar Rp42,7 triliun. Asumsinya, pendapatan ini diperoleh dari penggabungan jaringan, frekuensi, keuangan, skala bisnis, dan SDM.

Sebelumnya, aksi M&A sudah lebih dulu dilakukan oleh PT Mobile-8 Tbk (FREN) mencaplok PT Smart Telecom dan melebur menjadi Smartfren. Kemudian aksi ini diikuti oleh PT XL Axiata Tbk (EXCL) yang mengakuisisi Axis senilai Rp8,6 triliun.

M&A, Investasi Nilai/Saham Keterangan
Telkomsel tambah investasi ke Gojek Rp4,3 triliun Suntikan investasi pertama senilai Rp2,1 triliun di 2020
Indosat Ooredoo akuisisi Hutchison 3 Indonesia (Tri) Rp85,6 triliun Efektif 4 Januari 2022
XL Axiata akuisisi LinkNet 66,03% saham LinkNet Tahap negosiasi Perjanjian Jual Beli (PJB)

Aksi korporasi 2021/Sumber: DailySocial, Bisnis Indonesia

Sementara, XL Axiata tengah melakukan negosiasi perjanjian jual beli (PJB) akuisisi saham PT Link Net Tbk (IDX: LINK) sebesar 66,03%. Rencana pengambilalihan saham ini terungkap lewat keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia pada 25 November 2021.

Mengutip CNN, aksi korporasi ini dilakukan sebagai strategi diversifikasi bisnis XL Axiata ke jaringan tetap (fixed connectivity). Adapun, XL tengah menggenjot pembangunan jaringan serat optik untuk mendorong bisnis jaringan dari segmen B2B.

Pemerintah sendiri melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah menerbitkan peta jalan Indonesia Digital 2021-2024, yang mana di antaranya mencakup peningkatan infrastruktur digital, pemberdayaan masyarakat untuk mengembangan digital, dan mendorong Indonesia sebagai produsen teknologi.

Sumber: Kementerian Komunikasi dan Informatika

Sebagai informasi, pembangunan infrastruktur digital terdiri dari infrastruktur fisik; pembangunan internet di pedesaan, peningkatan kapasitas 4G dab 5G, jaringan serat optik, kabel laut, satelit, BTS, dan ponsel, serta infrastruktur non-fisik; cloud dan aplikasi, untuk mendukung kegiatan ekonomi digital.

Proyeksi telekomunikasi 2022

Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Ririek Adriansyah melihat industri telekomunikasi di dunia, termasuk Indonesia, sudah mulai menunjukkan tren positif dibandingkan ketika pertama kali menghadapi pandemi Covid-19. Ia memproyeksi tren ini terus berlanjut hingga tahun depan.

Dalam paparan “Outlook Industri Telekomunikasi 2022” oleh Indotelko, pertumbuhan pendapatan industri secara keseluruhan diestimasi mencapai 3% (YoY). Apabila dirinci, bisnis konektivitas diestimasi tumbuh 4%, Teknologi, Informasi, Komunikasi (TIK) 8%, dan bisnis digital sebesar 12% pada periode 2020-2024.

Proyeksi tersebut telah memperhitungkan tren pergeseran perilaku masyarakat yang mulai terbiasa beraktivitas secara digital, yang mana menurut Ririek sebanyak 90% masyarakat Indonesia diprediksi terus mempertahankan perilaku digital ini apabila pandemi selesai.

“Lini bisnis seluler, SMS dan voice call, diprediksi menurun karena orang semakin jarang menggunakannya. Sementara, layanan mobile data akan terus naik, tetapi unit price akan turun karena tingginya konsumsi,” ungkap Ririek beberapa waktu lalu.

Dengan proyeksi pertumbuhan tersebut, lanjut Ririek, hal ini dapat menjadi tantangan besar bagi operator karena mereka dituntut untuk berinvestasi di jaringan.

Kendati begitu, konsolidasi antara Indosat Ooredoo dan Tri Indonesia dinilai membawa angin segar bagi industri telekomunikasi di masa depan mengingat jumlah operator semakin menyusut, menyisakan pemain aktif: Telkomsel, Indosat Ooredoo Hutchison (branding usai merger), XL Axiata, dan Smartfren. Ditambah lagi, beberapa operator mulai merestrukturisasi portofolio bisnis telekomunikasi demi efisiensi, seperti melepas aset menara dan data center.

Ia juga memproyeksi pembangunan jaringan 5G beserta use case-nya akan terus berlanjut di Indonesia. Demikian juga dengan langkah digitasi dan digitalisasi operator telekomunikasi sejalan dengan upaya mereka mencari sumber pendapatan baru.

Yang perlu diantisipasi

Berdasarkan proyeksi dari lini bisnis digital, peluang operator telekomunikasi untuk mengeksplorasi produk/layanan digital baru masih besar. Operator belajar dari pengalaman dan kegagalan terdahulu ketika mengembangkan layanan digital, seperti uang elektronik dan marketplace. Ditambah, ekosistem digital di Indonesia semakin mapan sejalan dengan meningkatnya adopsi.

Pengamat Telekomunikasi ITB Ian Josef Matheus menilai sampai saat ini operator belum bisa membuat aplikasi yang dapat menyentuh masyarakat, dan punya ekosistem layanan lengkap yang dapat mengakomodasi berbagai keperluan, seperti Gojek dan OVO. Istilahnya, operator belum punya killer app yang relevan bagi basis penggunannya.

“Apabila operator bisa mencari tambahan [pendapatan] dari produk digital ataupun memiliki aplikasi sendiri, tentu hal ini akan membuat kualitas [jaringan] dan efesiensi menjadi besar. Atau misalnya, produk cloud dan konten tidak perlu dikerjakan atau dikembangkan semua oleh operator, tetapi bisa kolaborasi untuk mendorong peningkatan ARPU,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Pendapatan Telkomsel Indosat XL Axiata
9M21 Rp65,14 triliun (+0%) Rp23,1 triliun (+12%) Rp19,8 triliun (+0,7%)
9M20 Rp65,13 triliun Rp20,6 triliun Rp19,6 triliun
EBITDA Telkomsel Indosat XL Axiata
9M21 Rp39,4 triliun (+1,9%) Rp10,4 triliun (+22,7%) Rp9,9 triliun (+0,1%)
9M20 Rp38,4 triliun Rp8,5 triliun  Rp9,8 triliun
Pelanggan Telkomsel Indosat XL Axiata
9M21 173,5 juta (+1,9%) 62,3 juta (+3,2%) 57,9 juta (+1,9%)
9M20 170,1 juta 60,4 juta 56,8 juta

Sumber: Info Memo Telkom, Indosat Ooredoo, XL Axiata Kuartal III 2021

Terlepas dari pertumbuhan ekosistem digital Indonesia yang semakin mapan, Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB Muhammad Ridwan Effendi menilai tidak semua operator memiliki kebebasan atau kemampuan untuk bisa fokus mengembangkan bisnis digital.

Alasannya, infrastruktur jaringan merupakan bisnis inti operator seluler. Memang tren ke depan tidak lagi mengandalkan bisnis dasar dari infrastruktur, seperti voice call dan SMS, sehingga perlu adanya sumber pendapatan baru. Akan tetapi bisnis digital perlu ditopang oleh infrastruktur yang andal, jadi mau tidak mau operator kembali lagi ke bisnis akarnya.

“Saat ini, jika melihat jumlah base transceiver station (BTS) keseluruhan, jelas Telkomsel lebih unggul dibanding operator lain, dan ditunjang oleh jaringan optik milik Telkom. Sementara, operator yang lain masih terkendala [dalam pembangunan jaringan]. Makanya, tidak masalah [Telkom dan Telkomsel] agresif di bisnis digital,” ungkapnya dihubungi DailySocial.

Di samping eksplorasi bisnis digital, Ridwan juga mengantisipasi dampak dari merger Indosat Ooredoo terhadap Tri terhadap industri. Peleburan Tri akan meningkatkan jumlah frekuensi yang dimiliki Indosat, dan kondisi ini akan memampukan perusahaan untuk meningkatkan kapabilitas jaringan dan layanan.

“Juga, yang paling dinantikan di tahun depan adalah operator harus siap-siap mengeluarkan kocek untuk lelang frekuensi 5G setelah Analog Switch Off dimulai. Mereka perlu menyiapkan aplikasi yang menunjang untuk Industri 4.0.”

5G hingga eksplorasi bisnis digital

Dari kacamata penulis, sesungguhnya saya sempat ragu menantikan gebrakan baru di industri telekomunikasi Indonesia. Apalagi jika melihat realisasi pertumbuhan bisnis yang sempat stagnan. Operator juga tampak masih kesulitan mencari model yang tepat untuk mengeksplorasi lini digital sebagai sumber pendapatan baru selama beberapa tahun terakhir.

Namun, jika melihat sejumlah aksi korporasi operator di sepanjang 2021 dan ke belakang, saya cukup excited mengantisipasi apa yang akan terjadi di industri ini tahun depan.

Saya menyoroti sejumlah hal penting. Pertama, merger antara Indosat Ooredoo dan Hutchison 3 Indonesia otomatis merampingkan jumlah operator di Indonesia, membuat kompetisi antar-pemain semakin sehat tanpa perlu perang harga. Operator dapat fokus memenuhi pembangunan jaringan secara nasional.

Bisa jadi dalam 1-2 tahun ke depan, kita akan kembali mendengar aksi konsolidasi serupa. Skenario paling memungkinkan antara XL Axiata dan Smartfren. Selama satu dekade ini, Smartfren belum pernah mengecap keuntungan. Plus, keduanya santer dikabarkan akan merger. Jika ini direalisasikan, XL dan Smartfren bakal sama-sama mengalami aksi M&A kedua kalinya. Sebelumnya, XL mencaplok Axis, dan Mobile-8 melakukan merger dengan Smart Telecom.

Kedua, harapannya operator mulai mempersiapkan pengembangan use case layanan 5G sejalan dengan upaya pemerintah melakukan Analog Switch Off (ASO) dalam tiga tahap di 2022 untuk mempercepat implementasi 5G di frekuensi emas.

5G memang dikatakan sebagai game changer, tetapi semua itu tidak akan ada artinya tanpa ekosistem layanan dan perangkat, baik itu ponsel maupun perangkat-perangkat lain yang dapat terhubung di masa depan. Toh saat ini 5G belum digelar secara nasional karena keterbatasan spektrum. Masih ada waktu untuk mempersiapkan ekosistem pendukungnya.

Ketiga, saya cukup menantikan eksplorasi model bisnis digital lainnya dari operator telekomunikasi. Sejak dua tahun terakhir, operator telah mencoba melakukan berbagai gebrakan demi meningkatkan nilai tambah layanan dan mencari sumber pendapatan baru.

Salah satu gebrakan ini adalah layanan prabayar digital berbasis aplikasi yang dikeluarkan oleh Telkomsel, Indosat, XL, dan Smartfren. Operator seluler menggunakan pendekatan berbeda agar lebih luwes mengakuisisi pengguna baru tanpa embel-embel branding operator.

Pendekatan tanpa branding operator juga dipakai untuk masuk ke bisnis digital non-telekomunikasi. Telkomsel berani masuk ke layanan edtech (Kuncie) dan healthtech (Fita), dua vertikal yang mungkin belum pernah menjadi diversifikasi layanan digital operator di Indonesia. Selama ini, operator telekomunikasi mengembangkan layanan digital yang masih relevan dengan bisnis utama mereka, seperti IoT, big data, dan hiburan (musik, video, games) baik dikembangkan sendiri maupun lewat skema investasi atau kemitraan strategis.

Berdasarkan wawancara DailySocial dengan petinggi Kuncie dan Fita, Telkomsel menggunakan pendekatan berbeda pula pada pengelolaan bisnisnya, yakni keleluasaan mengembangkan produk dengan growth mentality ala startup. Jika keduanya memberikan performa baik, Kuncie dan Fita berpotensi di-spin off agar bisa akselerasi lebih cepat. Saat ini, Kuncie mengantongi satu juta unduhan, sedangkan Fita lebih dari 500 ribu unduhan aplikasi di Google Play Store.

Berkaca dari perjalanan produk unggulan digital Telkomsel, Tcash baru bisa mengecap pertumbuhan pemakaian besar ketika di-spin off dan di-rebranding menjadi LinkAja. Sebelum rebranding, Tcash hanya punya 20 juta pengguna. Usai lepas dari Telkomsel, pengguna LinkAja melesat menjadi 70 juta per Juni 2021.

Indosat juga cukup agresif mengembangkan ekosistem layanan digital yang lengkap meski masih memiliki asosiasi kuat dengan branding-nya. Di tahun ini, anak usaha Ooredoo Group ini meluncurkan platform gaya hidup IMove dengan konsep gamifikasi dan platform IM Gaming yang menyediakan berbagai layanan bagi para gamer, mulai dari bermain dan berkompetisi, menonton game, dan membeli item dalam permainan.

Sebagai kesimpulan, pengembangan bisnis digital memang identik dengan investasi besar, dinamika tren, dan akselerasi produk yang cepat. Kriteria ini sulit dipenuhi oleh nature bisnis operator. Namun, dengan perkembangan ekonomi digital dan ekosistem yang makin mapan, operator telekomunikasi kini memiliki peluang dan opsi yang beragam untuk meningkatkan value added dan mencari sumber pendapatan baru.

Telkom Launches Ad-Inventory Platform “Tanah Air Digital Exchange”

PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) officially launched the Indonesia Digital Exchange (TADEX) advertising inventory platform. This is the collaboration between two of Telkom’s subsidiaries, Telkomsel and Metranet, along with the Press Council, Task Force Media Sustainability, and the Advertising Association.

In the virtual launch, President Joko Widodo believes TADEX will add up value into the Indonesian digital advertising industry. TADEX is also expected to open up new opportunities for advertisers, publishers, marketers, and other stakeholders.

“TADEX’ launching is an important momentum to deliver new leaps to encourage a better Indonesian digital ecosystem and become the largest in Southeast Asia,” he said.

Meanwhile, Telkom’s President Director Ririek Adriansyah believes that advertising will not lost its market even though people’s purchasing power is weakening in the current economic situation. In fact, she notices shifting in the need for advertising through digital platforms.

“We are committed to supporting various ecosystems through optimizing digital technology. This is all in line with our efforts to transform into a digital telecommunications operator (digico) in Indonesia,” Ririek said.

On the other hand, the Chairman of the Indonesian Press Council, Mohammad Nuh, considered that TADEX can raise awareness of data as an essential asset this generation should manage properly. “We expect that TADEX can create a healthy digital advertising industry, therefore, it can contribute to a national press ecosystem that is friendly to readers, especially in terms of content experience,” she said.

Supported by big data analytic

The TADEX platform is said to be the first platform to present the premium programmatic advertising publisher in Indonesia. The company mentioned, there are three excellent features offered.

First, this platform is connected to Telkom Group’s big data analytics, which is said to be able to boost advertising effectiveness. Second, TADEX provides a wide selection of digital advertising medium categories, ranging from SMS, MMS, applications, and websites from trusted publishers.

Third, TADEX allows users to personalize ads extensively. All of these features are expected to drive targeted advertising and reach a broader range of users and ad recipients.

Supported by Telkom Group’s big data analytic system, TADEX is claimed to be able to offer great scalability and impact as it provides various kinds of inventories that allow advertising content to be broadcast widely and on target.

Brand owners or media agencies can find the services they need with a variety of quality inventory. All inventories are owned by media publishers who have been verified by the Press Council.

“We are trying to create access and optimizing digital potential in various industrial sectors. This is a continuation of Telkomsel’s business transformation which is our basis for presenting products and services to meet people’s digital lifestyles,” Telkomsel’s President Director, Hendri Mulya Syam said.

Hendri said, TADEX can help advertisers optimize their ad campaigns, from traffic, placement, to delivery time , therefore, they can connect with the right segments. By leveraging data, TADEX generates comprehensive insights that advertisers can use for target profiling.

Previously, Nielsen said that the digital advertising prospect in Indonesia is expected to increase in 2021. Referring to the data in 2020, advertising in the digital space increased by four times compared to the previous year. One of the factors is said that advertisers have shifted their budget to digital during the Covid-19 pandemic.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Telkom Meluncurkan Platform Inventori Iklan “Tanah Air Digital Exchange”

PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) resmi meluncurkan platform inventori periklanan Tanah Air Digital Exchange (TADEX). Platform ini merupakan hasil kolaborasi dua anak usaha Telkom, yakni Telkomsel dan Metranet, bersama Dewan Pers, Task Force Media Sustainability, dan Asosiasi Periklanan.

Dalam peluncuran TADEX yang digelar virtual, Presiden Joko Widodo meyakini TADEX akan memberikan angin segar bagi industri periklanan digital Indonesia. TADEX juga diharapkan dapat membuka peluang baru bagi advertiser, publisher, marketer, dan para pemangku kepentingan lainnya.

“Kehadiran TADEX menjadi momentum penting untuk melahirkan lompatan-lompatan baru sehingga dapat mendorong ekosistem digital Indonesia yang lebih baik dan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara,” ujarnya.

Sementara, Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah meyakini bahwa kebutuhan beriklan tidak akan hilang meskipun daya beli masyarakat sedang melemah di situasi perekonomian saat ini. Malahan, pihaknya melihat adanya pergeseran kebutuhan beriklan melalui platform digital.

“Kami telah berkomitmen untuk mendukung berbagai ekosistem melalui optimalisasi teknologi digital. Ini semua sejalan dengan upaya kami bertransformasi menjadi operator telekomunikasi digital (digico) di Indonesia,” ucap Ririek.

Di sisi lain, Ketua Dewan Pers Indonesia Mohammad Nuh menilai bahwa TADEX dapat membangkitkan kepedulian terhadap data sebagai aset luar biasa yang harus dikelola dengan baik oleh anak bangsa. “Kami harap TADEX dapat menciptakan industri periklanan digital yang sehat sehingga bisa berkontribusi terhadap ekosistem pers nasional yang ramah bagi pembaca, khususnya pada pengalaman menikmati konten,” jelasnya.

Dukungan big data analytic

Platform TADEX diklaim sebagai platform pertama di Indonesia yang menghadirkan premium publisher programmatic advertising pertama di Indonesia. Perusahaan menyebut, ada tiga fitur unggulan yang ditawarkan.

Pertama, platform ini terhubung dengan big data analytic milik Telkom Group yang diyakini dapat mendorong efektivitas iklan. Kedua, TADEX menyediakan berbagai pilihan kategori medium iklan digital, mulai dari SMS, MMS, aplikasi, hingga website dari para publisher terpercaya.

Ketiga, TADEX memungkinkan penggunanya untuk melakukan personalisasi iklan secara luas. Seluruh fitur ini diharapkan dapat mendorong iklan tepat sasaran serta menjangkau pengguna dan penerima iklan secara luas.

Dengan dukungan sistem big data analytic milik Telkom Group, TADEX diklaim dapat menawarkan skalabilitas dan impact yang besar karena menyediakan berbagai macam inventori yang memungkinkan konten iklan ditayangkan secara luas dan tepat sasaran.

Para pemilik merek atau media agency dapat menemukan layanan yang dibutuhkan dengan beragam inventory berkualitas. Seluruh inventori dimiliki oleh media publisher yang sudah terverifikasi oleh Dewan Pers.

“Kami berupaya membuka akses dan potensi digital secara optimal di berbagai sektor industri. Ini merupakan lanjutan dari transformasi bisnis Telkomsel yang menjadi landasan kami untuk menghadirkan produk dan layanan untuk memenuhi gaya hidup digital masyarakat,” papar Direktur Utama Telkomsel Hendri Mulya Syam.

Menurut Hendri, TADEX dapat membantu para pengiklan mengoptimalkan kampanye iklan, baik dari hal trafik, penempatan, hingga waktu tayang sehingga dapat terhubung dengan segmen yang tepat. Dengan memanfaatkan data, TADEX menghasilkan insight menyeluruh yang dapat dimanfaatkan pengiklan untuk melakukan profiling target.

Sebelumnya, Nielsen menyebutkan bahwa prospek belanja iklan digital di Indonesia di 2021 diperkirakan bakal terus meningkat. Jika mengacu pada data 2020, belanja iklan di ruang digital naik hingga empat kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Salah satu faktornya adalah pengiklan mengalihkan bujet iklan ke digital selama pandemi Covid-19.

LinkAja Jadi Alternatif Pembayaran di Aplikasi Grab

Tidak hanya hadir di Gojek, LinkAja mulai menunjukkan diri sebagai alternatif pembayaran di aplikasi Grab. Hadirnya LinkAja mematahkan keeksklusifan Gopay dan Ovo yang sebelumnya hadir dalam dua raksasa ride hailing tersebut.

Kepada DailySocial, CEO LinkAja Danu Wicaksana menjelaskan pihaknya masih melakukan pengujian di Grab, sehingga belum semua pengguna bisa menikmatinya. “Ini masih testing dan belum commercial,” terangnya, Selasa (5/11).

Dia juga belum memastikan kapan LinkAja akan diresmikan sebagai opsi pembayaran di Grab untuk seluruh pengguna. Akan tetapi, untuk Gojek dia berharap akan dirilis pada akhir bulan ini.

Untuk mengaktifkan LinkAja di Grab, pengguna cukup memilih opsi “Add Payment Method” dan memilih logo LinkAja. Berikutnya memasukkan PIN dari nomor telepon yang terhubung dengan LinkAja. Langkah terakhir, sistem akan mengirimkan kode verifikasi sebelum pengguna mengaktifkan LinkAja.

Cara menambahkan LinkAja untuk pembayaran di Grab
Cara menambahkan LinkAja untuk pembayaran di Grab

Kehadirannya di Gojek dan Grab semakin melengkapi segmen transportasi yang dirambah LinkAja. Perusahaan sebelumnya mulai uji coba untuk pembayaran tiket KRL Jabodetabek dan sedang mempersiapkan diri untuk MRT Jakarta.

Tidak hanya dengan pemain besar, LinkAja juga resmi menjadi mitra pembayaran perdana untuk pemain ride hailing lokal, yakni Bonceng.

Akan tetapi untuk pembayaran tol, Danu menegaskan perusahaan sepenuhnya menyerahkan ke Jasa Marga yang bertindak sebagai merchant-nya. “Secara teknis sudah [siap dipakai], tapi masih dalam tahap pilot untuk uji coba scalability and reliability-nya.”

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah menjelaskan, perseroan memilih untuk bermain ke ranah yang berbeda dan membatasi use case LinkAja sebagai pembeda dari pemain sejenis. Pergeseran strategi ini membuat perseroan dapat lebih berhemat karena tidak perlu jor-joran perang diskon untuk menarik pengguna.

Dia bahkan mengklaim biaya yang harus dikeluarkan LinkAja untuk promosi dalam satu tahun hitungannya sama dengan biaya satu bulan dari salah satu kompetitor. Meski konsekuensi dari keputusan tersebut membuat visibilitas LinkAja sebagai suatu brand tidak setenar yang lain.

“Karakter pengguna [milenial] itu adalah soal loyalitas, mereka akan pakai kalau ada diskon. Sementara kita berbeda, lebih ke arah daily use case, yang mana pasti akan dipakai setiap hari tanpa harus diberi diskon. Salah satu yang sudah dimasuki adalah tiket KRL Jabodetabek,” kata Ririek saat menjadi pembicara di Kompas100 Discussion.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Telkomsel Introduces New Investment Arm, Prepare 576 Billion Rupiah for Startup Funding

Telkomsel announces a new sub unit called TMI (Telkomsel Mitra Inovasi) in charge of the company’s funding management and business synergy. A $40 million (around 576 billion Rupiah) is ready to be poured on some Indonesia’s startups. In this investment, Telkomsel partners with MDI Ventures and Singtel Innov8.

Funding will be focused on startup in big data, IoT, and entertainment (music, game, and video). They expect this to increase corporate awareness in the developing digital business ecosystem.

Telkomsel, being known as connectivity and telecommunication company, had initiative to create a new business model. In terms of concept, it was already made three years ago.

Telkomsel’s President Director, Ririek Adriansyah said, “Through TMI, Telkomsel aims to create an engagement model that is more flexible, responsive, and reliable for startups seeking access to strategic investment, meanwhile making a better user experience with a sustainable symbiotic alliance.

As an investment arm of Telkom Group, MDI Ventures is to play role as the Fund Manager, and focus to share insight with Telkomsel in running TMI.

In the official release, Nicko Widjaja as MDI Ventures CEO said, “In three years, we’ve grown as an experimental CVC (Corporate Venture Capital) to a reinforcement agent for Telkom Indonesia [..] We’re very much into this collaboration with TMI and can’t wait to work in various sector of digital telecommunication.”

In terms of the first year’s timeline, Widjaja admitted to have some startups in mind for the portfolio. The target is to invest in ten or more early stage startups.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Telkomsel Bentuk Unit Investasi Baru, Siapkan 576 Miliar Rupiah untuk Pendanaan Startup

Telkomsel mengumumkan pembentukan sub-unit investasi baru bernama TMI (Telkomsel Mitra Inovasi) yang akan bertanggung jawab atas pengelolaan dana investasi dan proses sinergi lini bisnis perusahaan. Dana sebesar $40 juta (setara dengan 576 miliar Rupiah) sudah disiapkan untuk diinvestasikan ke sejumlah startup di Indonesia. Dalam pengucuran investasi tersebut, Telkomsel bermitra dengan MDI Ventures dan Singtel Innov8.

Pendanaan akan fokus pada startup di bidang big data, IoT, serta industri hiburan (musik, game, dan video). Pihaknya berharap hal ini dapat membantu meningkatkan corporate awareness dalam ekosistem bisnis digital yang kian berkembang.

Sekian lama dikenal sebagai perusahaan konektivitas dan telekomunikasi, Telkomsel berinisiatif  untuk memulai model bisnis baru. Secara konsep sebenarnya sudah dimulai sejak tiga tahun lalu.

Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah menjelaskan, “Melalui TMI, Telkomsel ingin menghadirkan engagement model yang lebih fleksibel, responsif dan dapat diandalkan bagi startup yang mencari akses ke permodalan strategis dan di saat bersamaan juga dapat menghadirkan user experience yang lebih baik dengan aliansi simbiosis yang berkelanjutan.”

Sebagai modal ventura hasil perpanjangan tangan Telkom Group, MDI Ventures akan berperan sebagai Fund Manager, serta fokus berbagi insight dengan Telkomsel dalam menjalankan TMI.

Dalam keterangan resminya, Nicko Widjaja selaku CEO dari MDI Ventures mengungkapkan, “Dalam jangka waktu tiga tahun, kami berkembang dari sebuah CVC (Corporate Venture Capital) eksperimental menjadi kendaraan pertumbuhan untuk Telkom Indonesia [..] Kami antusias dapat berkolaborasi dengan TMI untuk berpartisipasi dalam pendanaan ini dan bekerja dalam berbagai sektor telekomunikasi digital.”

Mengenai timeline di tahun pertama, Nicko mengakui pihaknya sudah mengincar beberapa startup untuk jadi portofolio. Targetnya di tahun ini adalah untuk bisa berinvestasi di lebih dari sepuluh startup tahap awal.

Angkasa Pura II Gandeng Telkomsel Digitalisasi Bandara

Angkasa Pura II dan Telkomsel telah menandatangai Momorandum of Understanding (MoU) untuk implementasi program Airport Community and Integrated Digital Airport di lingkungan bandara Angkasa Pura II. Kerja sama ini berwujud pemanfaatan layanan produk telekomunikasi, pembayaran berbasis digital dan beberapa solusi bisnis lainnya. Penandatanganan MoU dilakukan oleh Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah dan Direktur Utama Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin.

“Kerja sama dengan Angkasa Pura II merupakan keseriusan kami dalam bersinergi dengan BUMN. Sinergi ini kami wujudkan dalam memberikan layanan produk telekomunikasi dan layanan pembayaran berbasis digital (e-payment) meliputi layanan paket data dan e-payment system di lingkungan bandara Angkasap Pura II. Selain itu kami memberikan solusi layanan Telkomsel myBusiness Solution untuk mendorong terwujudnya integrated airport di bandara Angkasa Pura II. Kerja sama ini sejalan dengan misi kami untuk membangun ekosistem digital Indonesia dengan platform Device, Network dan Application (DNA),” terang Ririek.

Ia melanjutkan, beberapa layanan yang digitalkan adalah pembayaran menggunakan TCASH dan e-parking. Untuk e-parking, yang mengutilisasi pemanfaatan teknologi Internet of Things, akan diuji coba terhadap parkir sepeda motor.

Di tahap awal kerja sama, keduanya akan membangun booth Telkomsel di kawasan transit terpadu atau transit oriented development (TOD) di pintu M1 Bandara Soekarno Hatta yang akan menjual produk-produk Telkomsel.

“Kami berterima kasih kepada Telkomsel atas kerja sama yang kembali terjalin. Kerja sama ini akan menjadi payung besar dalam fokus pengembangan bisnis digital airport dan airport community. Pengembangan bisnis ini menggunakan layanan Telkomsel di lingkungan bandara-bandara yang dikelola Angkasa Pura II. Kami optimis kerja sama dengan Telkomsel akan memberi pertumbuhan dan percepatan layanan di Bandara,” terang Awaluddin.

Menuju Revolusi Indonesia 4.0 Lewat Pusat Inovasi IoT

Menteri Perindustrian, Airlangga Hartanto membuka sambutannya pada ajang Telkomsel Innovation Center (TINC) Conference & Exhibition di Balai Kartini Rabu (25/7), lewat paparan bertajuk “Making Indonesia 4.0”. Sebuah visi masa depan pemerintah untuk mewujudkan revolusi digital industri 4.0.

Dalam paparan tersebut, ia menyebutkan industri 4.0 dapat menjadi enabler untuk mendorong kemajuan bangsa dan meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global. “Bangsa kita adalah negara terbesar di Asia dan demografi kita luas. Teknologi dapat jadi enabler agar negara kita lebih maju,” ungkapnya.

Maka itu, lanjut Airlangga, pemerintah mengajak setiap stakeholder terkait untuk berpartisipasi dalam mendorong pengembangan dan ekosistem Internet of Things (IoT) di Indonesia sebagai pilar industri 4.0.

Salah satunya melalui Telkomsel Innovation Center (TINC) yang menjadi upaya Telkomsel untuk fokus di industri IoT. TINC merupakan serangkaian program yang akan mempertemukan para startup, developer, hingga investor di industri IoT.

Program ini merangkum berbagai kegiatan untuk membentuk ekosistem IoT di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah fasilitas laboratorium IoT, kegiatan mentoring dan bootcamp, hingga akses networking bagi para startup, developer, maupun system integrator dengan pelaku bisnis terkait.

Tak hanya itu, anak usaha Telkom ini juga memperkenalkan Narrowband Internet of Things (NB-IoT) Lab pertama di Indonesia yang dapat dimanfaatkan para inovator TINC untuk melakukan uji coba produk IoT yang dikembangkannya. Lab ini berlokasi di Bandung, Jawa Barat.

Direktur Utama Telkomsel, Ririek Adriansyah menyebutkan dorongan untuk memperkuat komitmennya di ranah IoT muncul karena banyak sekali masalah unik yang terjadi di Indonesia dan tak dapat diselesaikan dengan mengandalkan bantuan pihak luar. Ia menilai Indonesia harus mengembangkan ekosistem IoT sendiri.

“Implementasi aplikasi IoT itu sangat luas. Untuk membatasi imajinasi, makanya kita harus (mewujudkannya) lewat kolaborasi. Kita bisa dorong pengembangan IoT lebih luas lagi, tak hanya untuk pelaku usaha tetapi juga untuk negara,” ungkap Ririek dalam sambutannya.

Ririek berharap dalam beberapa tahun mendatang bisa mengantongi 1 miliar pelanggan produk IoT. Untuk saat ini, Telkomsel lebih fokus terhadap penyediaan solusi untuk kegiatan sehari-hari.

Diharapkan pula, TINC dapat kembali melahirkan lebih banyak solusi IoT dan kolaborasi lainnya dengan para inovator. Beberapa layanan IoT yang sudah melewati masa inkubasi antara lain kolaborasi dengan Banopolis (bike sharing di Universitas Indonesia) dan kolaborasi dengan eFishery (pemberi makan otomatis ternak ikan).

5G optimalkan adopsi IoT

Selain merangkul multi stakeholder untuk membentuk ekosistem, Telkomsel juga akan membangun jaringan 5G di masa depan untuk memperkuat adopsi IoT lebih masif lagi. Saat ini teknologi seluler generasi ke-5 ini belum komersial di dunia, namun akan diuji coba di sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Dalam presentasinya, Director Planning & Transformation Telkomsel, Edward Ying mengatakan pemanfaatan IoT akan lebih optimal dengan mengandalkan koneksi 5G karena jaringannya mampu menghadirkan kecepatan 100 kali lebih tinggi dari 4G dengan latensi rendah.

“5G bagus untuk major improvement karena punya kecepatan tinggi dan lebih efisien. Kami yakin ini dapat menciptakan tools paling powerful untuk industri telekomunikasi di masa depan. Ekosistem bisa support banyak hal, seperti smart city,” ujar Ying.

Pihaknya juga akan meningkatkan jangkauan jaringan LTE dengan NB-IoT di sejumlah area pada 2019. Saat ini, jaringan Telkomsel telah didukung sebanyak 167 ribu unit BTS dengan 80 persen merupakan BTS di jaringan 4G.

IoT Forum sebagai katalisator

Tahun 2020, menurut riset Cisco, diprediksi ada 7,6 miliar orang yang menggunakan sebanyak 50 miliar perangkat yang saling terhubung dengan jaringan internet.

Sementara, riset McKinsey mengestimasi potensi pasar IoT di Indonesia mencapai $3 miliar pada 2020. Dari nilai tersebut, ada empat kategori yang bakal mendominasi pasar IoT di Indonesia, yakni kendaraan, industri, smart city, dan ritel.

Di balik potensi pasar yang sedemikian besar, masih ada sejumlah hal yang menghambat pertumbuhan industri IoT di Indonesia. Padahal ekosistem IoT di Indonesia dinilai mulai berkembang dan cukup siap untuk menghadapi tren IoT di global.

“Ekonomi akan jalan kalau ada demand dan supply. Kita menjadi katalisator supaya kita bisa menggerakkan pihak supply. Tetapi, belum tentu pihak demand tahu produk ini ada. Makanya, kedua pihak harus dipertemukan dalam satu komunitas,” ungkap Founder Indonesia IoT Forum, Teguh Prasetya pada kesempatan sama.

Teguh menilai IoT Forum berperan penting dalam mempertemukan dan mengenali kebutuhan dengan end user. Dengan begitu, pengguna jaringan dan produsen perangkat dapat saling terhubung untuk menentukan siapa yang menciptakan layanannya.

Sementara itu, CEO eFishery, Gibran Huzaifah justru menilai salah satu penghambat industri IoT di Indonesia adalah kurangnya relevansi use case yang diterapkan dengan masalah yang dihadapi di Indonesia. Contohnya adalah produk smart home. Padahal, kebutuhan smart home di Indonesia belum terlalu besar.

“Relevansi pada use case itu penting karena tidak semua yang dikembangkan di barat berkaitan dengan masalah yang ada di Indonesia. Intinya, di barat belum tentu paham masalah yang ada di sini,” tutur Gibran yang juga menjadi pembicara di TINC Conference & Exhibition.

Di eFishery, Gibran menerapkan use case berdasarkan hal-hal yang terjadi pada budidaya peternak ikan, yakni pemberian makanan ikan. Ia kemudian menciptakan mesin pemberi makan ikan secara otomatis.

Disclosure: DailySocial adalah media partner untuk kegiatan Telkomsel Innovation Center IoT Forum 2018 Convention & Exhibition.

Telkomsel Uji Coba Layanan 5G di Asian Games 2018

Meskipun belum menerapkan layanan 5G secara penuh, sebagai bagian uji coba layanan, Telkomsel telah melakukan rangkaian test untuk menguji jaringan masa depan ini. Salah satu test case dalam waktu dekat adalah penggunaan layanan 5G Telkomsel secara terbatas di acara Asian Games mendatang.

“Tahun 2018 ini Telkom Group akan melakukan demo user experience 5G di perhelatan Asian Games di Gelora Bung Karno. Masih dalam tahapan uji coba, layanan ini belum siap untuk komersial,” kata CEO Telkomsel Ririek Adriansyah.

Ririek menambahkan, saat ini penggunaan 4G untuk pengguna Telkomsel sudah cukup maksimal, sementara pengguna layanan 3G secara perlahan sudah mulai beralih ke 4G.

Di Indonesia sendiri saat ini standardisasi teknologi baru ini masih dalam tahap diskusi bersama dengan berbagai pihak, khususnya oleh Indonesia 5G Forum. Implementasi 5G masih tergolong lambat di Indonesia karena peralatan yang mahal dan membutuhkan biaya yang besar.

“Untuk layanan 5G tantangan terbesar adalah penyediaan spectrum. Untuk layanan 5G saat ini masih banyak digunakan untuk kepentingan lain di luar layanan seluler,” kata Ririek.

Kehadiran teknologi 5G, jika nantinya diimplementasikan, diperkirakan akan menimbulkan lompatan teknologi tersendiri dibandingkan 4G/LTE, karena kemampuannya menjadi disrupsi teknologi. Teknologi ini bakal menjadi modal penyebaran perangkat Internet of Things.

Meningkatnya penggunaan kuota internet

Menurut survei yang dilakukan oleh Telkomsel, aplikasi paling banyak yang digunakan saat liburan lebaran pengguna Telkomsel adalah YouTube, Instagram, Facebook, WhatsApp, dan Google.

Telkomsel memperkirakan terjadi lonjakan trafik layanan data sebesar 40% dibandingkan hari normal, bahkan sekitar 137% jika dibandingkan periode RAFI (Ramadan dan Idul Fitri) tahun 2017. Hal tersebut sangat mungkin terjadi karena perilaku komunikasi pemudik maupun wisatawan di Indonesia kini didominasi penggunaan layanan data.

Sementara itu, trafik layanan suara saat RAFI diperkirakan akan turun sekitar 8%-9% dibanding hari normal, sedangkan trafik layanan SMS cenderung stagnan, tidak mengalami perubahan yang signifikan dibanding hari biasa.

“Kualitas jaringan merupakan prioritas utama kami dalam mengantisipasi tingginya penggunaan layanan komunikasi pada periode RAFI. Dengan mengimplementasikan 12.000 BTS 4G di seluruh pita frekuensi, kami menjamin pelanggan dapat menikmati pengalaman menggunakan layanan broadband secara optimal dan prima,” kata Ririek.

Telkomsel Tunda Rencana “Spin Off” TCASH

Layanan uang elektronik milik Telkomsel, TCASH,  hingga akhir tahun 2018 masih belum ada kepastian spin off menjadi perusahaan tersendiri. Hal tersebut diungkapkan Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah, saat acara media gathering nasional Telkomsel di Lombok, NTB (11/05). Sebelumnya muncul wacana TCASH akan dilepas Telkomsel pada kuartal pertama 2018.

“Memang TCASH kami operasikan agar bisa berdiri sendiri sehingga nanti bisa lebih fleksibel untuk mengembangkan bisnisnya, tapi kami belum bisa menyampaikan kapan rencana tersebut bakal dilancarkan.”

Ririek menambahkan, hingga kini Telkomsel masih melihat perkembangan dan aturan yang ditetapkan pemerintah terkait TCASH. Sebelumnya rencana TCASH untuk mandiri dari Telkomsel merupakan strategi untuk menambah jumlah pengguna terdaftar dan aktif, di luar pengguna Telkomsel saat ini.

Mendukung inklusi keuangan

Sebagai layanan uang elektronik yang sudah berjalan sejak tahun 2015, TCASH diklaim telah mengalami peningkatan jumlah pengguna, mitra, dan merchant yang menjalin kerja sama.

“Kita juga telah melakukan kolaborasi dengan BTN yang diresmikan di Malang. Kerja sama ini untuk menjangkau lebih banyak masyarakat Indonesia mengakses layanan keuangan lewat telepon seluler,” kata Ririek.

Selain menjalin kemitraan dengan bank, TCASH yang telah memperoleh izin resmi Bank Indonesia, meresmikan fitur pembayaran lewat QR Code. Kehadiran fitur ini menandai mulai beralihnya strategi perusahaan yang sebelumnya mengusung teknologi NFC (Near Field Communication) sebagai keunggulannya.

“Selain QR Code, TCASH juga masih menerapkan pembayaran melalui mesin EDC dan aplikasi. Semua teknologi yang dimiliki TCASH merupakan rencana dari Telkomsel untuk mendukung TCASH.”

Layanan lain yang akan dikembangkan Telkomsel untuk TCASH adalah penggunaan untuk pembayaran dana bantuan pemerintah dan pihak terkait lainnya. Proses pemberian dan penerimaan dana bantuan diharapkan bisa lebih mudah, cepat, aman dan transparan.

“Fokus utama kami adalah ingin menggunakan TCASH untuk membantu masyarakat Indonesia yang belum terjangkau dengan layanan keuangan. Sesuai dengan rencana dari presiden hingga tahun 2019 nanti, agar 72% masyarakat Indonesia sudah terjangkau dengan layanan perbankan,” tutup Ririek.

Application Information Will Show Up Here