Peak XV Partners, Wajah Baru Sequoia untuk Kawasan Asia Tenggara dan India

Pekan lalu, firma investasi terkemuka Sequoia India & Southeast Asia (SEA) mengumumkan perubahan namanya menjadi Peak XV Partners. Dengan wajah baru ini, Peak XV Partners bakal melanjutkan perluasan portofolionya dengan dana $2,5 miliar yang belum diinvestasikan.

Lewat situs resminya, Shailendra Singh mewakili Peak XV Partners mengungkap bahwa perkembangan bisnis, skala, hingga kepemimpinan Sequioa di berbagai belahan dunia selama beroperasi bertahun-tahun menimbulkan kebingungan terhadap brand dan konflik pada portofolionya.

Hal ini dikarenakan sejak awal Sequoia Capital (AS/Eropa), Sequoia China, dan Sequoia India/SEA dibangun sebagai bisnis terpisah dengan pengambilan keputusan investasi secara independen.

“Ini mendorong para pemimpin di setiap bisnis secara kolektif memutuskan untuk bergeser ke kemitraan yang sepenuhnya independen dengan brand yang lebih jelas demi melayani para founder dan LP kami dengan cara terbaik,” ujar Singh.

Maka itu, Peak XV Partners akan beroperasi sepenuhnya sebagai firma independen. Tim investasi di Peak XV Partners akan dipimpin oleh 11 Managing Director dengan pengalaman lebih dari 12 tahun di Sequioa.

Melanjutkan investasi

Singh menyatakan akan berfokus investasi di seluruh sektor, termasuk SaaS, AI, keamanan siber, cloud, fintech, climate tech, healthtech, hingga consumer. Peak XV juga akan menggandakan program-program unggulannya, seperti Surge dan Spark.

“Peak XV adalah nama awal yang diberikan untuk Gunung Everest. Bagi kami, ini menandakan upaya pengejaran sebuah tujuan yang berani tanpa henti oleh para pendiri sambil mengatasi tantangan di sepanjang jalan. Kami sangat percaya pada masa depan India dan SEA, serta potensi para pendiri di wilayah ini,” tuturnya.

Beroperasi 17 tahun di India dan 10 tahun di Asia Tenggara, perusahaan telah mengumpulkan dana sebesar $9,2 miliar melalui 13 dana kelolaan, dan telah berinvestasi di lebih dari 400 startup di kawasan tersebut. Tercatat lebih dari 50 startup telah melampaui lebih dari $1 miliar valuasi, termasuk 19 di antaranya melantai di bursa saham dan berkonsolidasi lewat aksi M&A: menghasilkan exit $4,5 miliar.

“Perusahaan kami akan terus dikelola oleh tim kepemimpinan saat ini dan akan terus berinvestasi lewat dana kelolaan baru yang berfokus pada India dan Asia Tenggara.” Tutupnya.

Sumber: Startup Report 2022 oleh DS/innovate

Pada pertengahan 2022, Sequoia SEA sempat mengumumkan dana kelolaan perdana untuk kawasan Asia Tenggara senilai Rp12,5 triliun di mana Indonesia menjadi negara prioritas investasinya. Perlu diketahui, perusahaan telah menyuntikkan investasi ke 22 startup di Indonesia–termasuk Gojek, Tokopedia, dan Kopi Kenangan–di mana 9 startup terlibat di program akseleratornya.

Berdasarkan laporan Startup Report 2022, Sequoia Capital India merupakan investor yang sering terlibat dalam pendanaan startup di Indonesia dalam tiga tahun terakhir. Di sepanjang 2022, Sequoia Capital India menempati urutan ketiga sebagai investor paling aktif dengan 15 kesepakatan investasi yang diumumkan. Sementara, di 2021, Sequoia berada di urutan keempat dengan berinvestasi ke 17 portofolio.

3 Founder Perempuan Asal Indonesia Terpilih Mengikuti Sequoia Spark Kohort Kedua

Program fellowship yang fokus mendorong lebih banyak pengusaha perempuan besutan Sequoia Southeast Asia dan India, Sequoia Spark, mengumumkan kohort keduanya. Perusahaan menyiapkan dana hibah dan bimbingan senilai $100.000 atau sekitar 1,5 miliar Rupiah untuk membantu pendiri dalam mengembangkan bisnis.

Dalam program Sequoia Spark kohort kedua ini, terdapat 12 pendiri perempuan yang mencoba menyelesaikan masalah di berbagai sektor dan industri mulai dari teknologi iklim, kesehatan, SaaS, B2B, internet konsumen, D2C, dan web3. Tiga di antaranya merupakan startup asal Indonesia, yaitu Natalia Rialucky Marsudi (Fairatmos), Inez Wihardjo (Gigit.ai), dan Carina Lukito (Little Joy).

Fairatmos sendiri merupakan startup teknologi karbon lokal. Perusahaan telah mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal mencapai 69 miliar Rupiah dipimpin Go-Ventures dan Kreasi Terbarukan TBS. Fairatmos berambisi mendemokratisasi akses ke pasar karbon melalui platform yang mendukung pengembangan proyek penyerapan karbon bagi komunitas, koperasi dan pihak lain.

Sementara itu, Gigit.ai merupakan startup web3 yang bertujuan untuk membantu mendemokratisasi gig economy di Asia Tenggara. Perusahaan menargetkan dua sisi pasar, yaitu perusahaan AI yang membutuhkan data untuk diberi label dan dikumpulkan. Di samping itu, para pekerja yang dapat menggunakan solusi mobile-first untuk memenuhi kebutuhan.

Didirikan pada tahun 2021, Little Joy merupakan startup commerce untuk ibu & bayi yang dibangun. Ini merupakan ekosistem digital pertama yang berfokus pada 1000 hari pertama perkembangan anak, yang diketahui sebagai periode paling penting dalam perkembangan manusia untuk menghindari kekurangan gizi.

Program Spark telah dirancang dengan saksama untuk membantu para founder perempuan membangun dasar dari sebuah perusahaan yang bertahan lama. Seiring dengan kurikulum yang ketat, masing-masing founder telah dijodohkan dengan founder startup berpengalaman dari portofolio Sequoia Asia Tenggara dan India untuk bimbingan satu lawan satu selama program berlangsung.

Para mentor berpengalaman ini termasuk Hande Cillinger dari Insider, Julian Artopé dari Zenyum, dan Siu Rui dari Carousell. Bimbingan dalam program ini akan menjadi landasan penting dalam membangun produk yang kuat dan peta jalan masuk ke pasar yang, akan membantu memobilisasi putaran penggalangan dana pertama mereka.

Selain itu, para peserta mendapat kesempatan untuk dibimbing oleh penasihat investasi senior dari Sequoia Southeast Asia dan India selama program berlangsung. Mereka juga memiliki akses untuk memilih sesi Surge, dan mendapatkan bantuan langsung dari Sequoia Southeast Asia dan spesialis portofolio India dari perekrutan, produk, hukum, keuangan, produk, teknologi, hingga pemasaran.

Program akselerator Sequoia

Sebagai salah satu pemodal ventura yang cukup aktif memberikan pendanaan kepada startup di Indonesia dan Asia Tenggara, Sequoia Capital juga memiliki program akselerasi unggulan bernama Surge. Melalui program ini startup yang masih dalam tahap awal, bisa mendapatkan mentoring hingga dukungan capital yang relevan.

Dalam waktu tiga tahun terakhir, Surge telah berkembang pesat, termasuk memperkuat komitmen dengan meningkatkan kucuran dana untuk startup tahap awal binaannya. Sebelumnya mereka memberikan seed funding di rentang $1 juta – $2 juta, kini ditingkatkan hingga $3 juta.

Hingga saat ini, Surge telah memasuki kohort ke-7. Komunitasnya telah menaungi 281 founder dari 127 startup dalam 16 sektor. Startup-startup yang dinaungi telah mengumpulkan pendanaan secara kolektif sebesar lebih dari Rp25,2 triliun ($1,7 miliar), dengan lebih dari 60% perusahaan dari lima kohort pertamanya mengumpulkan pendanaan seri A dan seterusnya.

Meskipun telah diterpa pandemi dan isu resesi ekonomi, ekosistem startup di kawasan ini disebut berada pada titik yang sangat penting. Semakin banyak orang mengakui bahwa keragaman memberi dampak baik untuk bisnis, masyarakat, dan ekonomi.

Melalui setiap program yang dijalankan, Sequoia Southeast Asia dan India berharap dapat berkolaborasi dengan pendanaan lain dan angel investor untuk mendukung para founder dalam perjalanan mereka – dan untuk menginspirasi generasi founder berikutnya.

Wawancara dengan Marsela Limesa, Mengulik Ekosistem Bisnis BeautyTech Somethinc

Indonesia merupakan pasar yang berkembang untuk produk kosmetik dan perawatan kulit dan wajah (skincare). Fakta ini telah mendorong pelaku pasar global dan lokal untuk semakin berinovasi. Di antara gempuran merek-merek global di pasar, ada satu merek lokal yang berhasil mencuri perhatian para beauty enthusiast di Indonesia.

Belum genap tiga tahun berdiri, Somethinc sudah merajai berbagai situs-situs belanja dalam kategori kosmetik atau skincare. Di usia yang terbilang dini dengan popularitas yang kian menanjak, perjalanan bisnis Somethinc cukup panjang dan menantang.

DailySocial berkesempatan mewawancara Co-Founder dan President Somethinc Marsela Limesa untuk menggali lebih dalam kisahnya membangun perusahaan ini.

Usaha ini sudah dirintis dari tahun 2014, kala itu e-commerce masih di tahap early, ungkap Marsela. Ia membangun Beautyhaul, sebuah marketplace brand kecantikan dan perawatan yang terkurasi. Platform ini menyediakan berbagai brand kosmetik, baik global maupun lokal.

Selama menjalankan bisnis marketplace, mereka juga melakukan riset terhadap pengguna serta produk-produk yang ditawarkan di platform-nya.

“Kita belajar bahwa orang Indonesia mau dan mampu untuk membeli produk-produk kecantikan, bahkan produk luar yang harganya relatif tinggi. Lalu kita mulai mempertimbangkan untuk membuat brand sendiri,” ujar Marsela.

Namun, menciptakan sebuah brand juga tidak mudah. Ia mengaku beberapa kali gagal karena terlalu terburu-buru sehingga tidak memiliki positioning dan nilai tambah yang kuat untuk bersaing di pasar. Sampai pada pertengahan tahun 2019 terbentuklah Somethinc.

Somethinc debut dengan produk perawatan wajah (skincare), lebih tepatnya serum. Ketika itu produk seperti ini masih tergolong niche. Tidak hanya menawarkan produk, perusahaan mengambil peran sebagai pionir serta mengedukasi pasar hingga kategori ini semakin besar. Kini perusahaan sudah mengembangkan lini produk kosmetik Somethinc menjadi lebih dari 170 jenis serta mengembangkan brand baru bernama Glowinc.

“Somethinc sendiri hadir karena ingin mencoba menyelesaikan masalah di mana kita sebagai konsumen Indonesia harus memilih antara kepercayaan (trust), personalisasi, dan kemampuan (affordability). Kita coba menyeimbangkan semuanya melalui produk-produk Somethinc,” tambah Marsela.

Selain Beautyhaul dengan produknya Somethinc, industri beautytech di Indonesia turut diramaikan beberapa pemain lain. Sebut saja Female Daily yang berbasis komunitas sejak 2005 dan Sociolla (Social Bella) yang mulai beroperasi di tahun 2015.

Ekosistem produk kecantikan yang tech-enabled

Di mata sebagian orang, menjalankan bisnis di industri kecantikan seringkali dinilai hanya dari sudut pandang konvensional. Demikian pula Beautyhaul yang lebih populer dengan label produknya, Somethinc. Namun, dibalik angka penjualan yang terus melambung, terdapat ekosistem terpadu yang menyokong pertumbuhan bisnis perusahaan.

Marsela mengaku, banyak orang beranggapan bahwa perusahaan yang bergerak di industri kecantikan tidak perlu mengimplementasikan teknologi.

Pada kenyataannya, perusahaan berinvestasi banyak dalam teknologi, mulai dari riset dan data yang digunakan dalam pengembangan produk, lalu channel penjualan yang beragam, salah satunya melalui marketplace yang mereka kelola sendiri, Beautyhaul. Selain itu, perusahaan juga telah mengumpulkan komunitas yang kuat dalam membantu pemasaran produknya.

Disinggung mengenai proposisi nilai, Marsela mengungkap secara model bisnis, untuk brand dan O2O commerce memiliki posisi dan porsinya masing-masing, maka dari itu tidak bisa dibandingkan atau disamaratakan. Namun, pihaknya mengaku sangat mengutamakan pengalaman pengguna dalam setiap inovasi yang diciptakan.

“Kita tidak pernah mengandalkan penjualan berbasis diskon tetapi kita coba membangun customer love. Dari sisi inovasi, kita bergerak cepat untuk mengembangkan produk yang belum pernah dipikirkan orang lalu menciptakan trend. Beauty business kuncinya adalah trust, lalu kita berinovasi lewat produk dan model bisnis,” tambah Marsela

Sebagai brand yang terbilang masih lebih muda dibandingkan produk kecantikan lainnya, Marsela mengaku mengalami tantangan beragam dari tiap lini. Mulai dari mencari product-market fit, membangun distribusi dan go to market-nya. Dalam mengembangkan produknya, perusahaan juga memiliki laboratorium serta mengelola warehouse secara mandiri.

Meskipun begitu, fasilitas ini dijalankan oleh tim R&D dan teknis yang solid. Jumlah tim juga berkembang pesat dari hanya 70 orang di masa awal hingga lebih dari 600 karyawan di tahun ini.

Challenge-nya sekarang, kita sudah profitable, secara cashflow juga sehat. namun kita tetap harus bertumbuh layaknya startup, tanpa menghancurkan bagian yang sudah profitable,” ungkap Marsela.

Secara bisnis, Somethinc tidak hanya menerapkan satu model bisnis. Marsela sendiri mengungkapkan, perusahaannya merupakan creative business, yang berarti ada penciptaan di mana “content is king and distribution is God“. Perusahaan memproduksi konten internal, lalu menjalankan supply chain dan warehouse sendiri. Selain itu mereka juga fokus untuk omnichannel dan distribusi, termasuk langsung ke konsumer (D2C).

Marsela berharap Somethinc bisa menjadi perusahaan yang bergerak di industri retail namun juga memiliki roh startup. Saat ini perusahaan juga sedang banyak menjangkau talenta untuk tim produk dan teknologi. Hal ini semata-mata untuk bisa membangun sebuah ekosistem produk kecantikan yang tech-enabled.

Rencana ke depan

Menurut data Statista, permintaan konsumen Indonesia akan produk kecantikan internasional dan lokal terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini tercermin dari tren kenaikan pendapatan pasar kecantikan dan perawatan tubuh di Tanah Air sejak tahun 2017.

Marsela juga mengungkapkan untuk brand perawatan wajah atau skin care saja nilainya bisa mencapai $2 miliar. Riset Inventure-Alvara Januari 2022, mencatat konsumen mencari produk kecantikan yang memberikan efek glowing (39,6 persen), whitening (21,7 persen), anti acne (19,6 persen), dan anti aging (19,1 persen).

Disinggung mengenai bisnis produk dan marketplace-nya, Marsela mengungkapkan bahwa keduanya harus bisa berjalan beriringan. Perihal mana yang harus dikembangkan lebih intensif, tergantung kapital juga ambisinya.

“Ketika ingin membesarkan sebuah brand, kita harus punya strategi go to market. Keuntungannya, kita menjalankan bisnis direct to consumer, jadi kita punya data konsumer. Dengan begitu, kita bisa lebih tau sifat dan keinginan pengguna seperti apa. Semuanya berkesinambungan,” pungkas Marsela.

Dari sisi pendanaan, Somethinc sudah memiliki dukungan kuat Sequoia Capital. Marsela sendiri pernah menjadi bagian perusahaan investasi ternama Silicon Valley ini.

Selain Marsela, Somethinc juga didirikan dua alumni Universitas Pelita Harapan yaitu Irene Ursula dan Benny Yahya. Saat ini, perusahaan mengaku sudah mendulang profit secara organik. Ambisi selanjutnya adalah ekspansi secara global serta menambah model bisnis baru.

Meskipun sudah beroperasi sejak lama, Marsela mengaku baru mulai intensif mengimplementasikan teknologi sejak dua tahun terakhir. Perusahaan juga masih gencar mencari talenta yang bisa mendukung pertumbuhan bisnis, terutama dari sisi produk dan teknologi.

“Ke depannya kita juga mau end-to end, kalau memungkinkan bisa punya supply sendiri. Pada akhirnya, startup menyediakan solusi untuk menyelesaikann masalah. Demikian pula dengan apa yang jadi tujuan kami melalui Beautyhaul dan Somethinc,” tambah Marsela.

[Video] Rencana-Rencana Sequoia Capital Mendukung Pertumbuhan Startup Indonesia

DailySocial dan Managing Director Sequoia Capital Abheek Anand berbincang mengenai ekosistem startup di Indonesia yang semakin bertumbuh dan bagaimana Sequoia Capital berperan merancang serangkaian program demi mendorong percepatan bisnis startup.

Untuk video menarik lainnya seputar modal ventura (venture capital) di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi VCTalks.

Melalui Rangkaian Program Akselerasi, Sequoia Capital Ingin Dukung Ekosistem Startup Indonesia

Sebagai salah satu pemodal ventura yang cukup aktif memberikan pendanaan kepada startup di Indonesia dan Asia Tenggara, Sequioa Capital memiliki strategi khusus yang diklaim bisa menjadi wadah bagi ekosistem startup. Mulai dari program akselerasi bernama Surge hingga Sequoia Spark, semua program yang dirancang menyesuaikan tahapan masing-masing startup. Dan kini telah melahirkan sejumlah startup yang berkualitas.

Kepada DailySocial.id, Managing Director Sequoia Capital Abheek Anand mengungkapkan bahwa beberapa program yang diinisiasi oleh Sequoia ditujukan untuk membantu startup yang masih dalam tahap awal hingga mereka yang sudah menyandang status unicorn hingga decacorn di India hingga Asia Tenggara.

Disinggung kategori bisnis startup seperti apa yang kemudian menjadi perhatian Sequoia saat berinvestasi, Abheek menegaskan secara khusus sekitar 80-90% mereka selama ini telah memberikan perhatian lebih kepada startup hingga perusahaan yang berbasis teknologi. Mulai dari consumer internet, financial services, B2B software. hingga industri yang sedang tren saat ini yaitu kripto dan web 3.0.

Namun demikian tidak menutup kemungkinan jika ada kategori bisnis yang memiliki potensi untuk berkembang kemudian dilirik oleh mereka. Contohnya startup aquaculture Indonesia seperti eFishery. Namun secara khusus sektor yang masih menjadi perhatian dari Sequoia hingga saat ini adalah fintech.

“Dan saya melihat masih banyak peluang dari layanan fintech untuk terus tumbuh di Indonesia. Kami juga ingin bermitra lebih banyak lagi dengan startup yang menyasar layanan fintech dan masih dalam tahap awal. Termasuk di dalamnya perusahaan yang menyasar kripto dan terkaitnya, kami tertarik untuk berinvestasi kepada mereka,” kata Abheek.

Program unggulan Surge

Salah satu program yang menjadi unggulan dari Sequoia Capital adalah, program akselerasi Surge. Melalui program ini startup yang masih dalam tahap awal, bisa mendapatkan mentoring hingga dukungan capital yang relevan. Surge menggabungkan modal awal $1 juta hingga $2 juta dengan dukungan pembangunan perusahaan, kurikulum global, dan dukungan dari komunitas mentor dan pendiri startup.

“Kami melihat program Surge menjadi langkah awal bagi startup yang masih berada dalam tahap awal. Kami ingin menjalin kemitraan dengan lebih banyak lagi startup di Indonesia,” kata Abheek.

Bagi mereka yang sudah masuk dalam program Surge dan berhasil mengantongi pendanaan, ke depannya jika memiliki potensi, Sequoia akan memberikan investasi dalam putaran pendanaan selanjutnya. Dengan demikian, program Surge menjadi pembuka bagi mereka untuk bisa mendapatkan kesempatan pendanaan lanjutan.

Startup yang awalnya merupakan lulusan program Surge dan berhasil mengantongi invetasi tahapan lanjutan dari Sequoia Capital di antaranya adalah Lummo dan Qoala.

Saat ini tercatat sudah ada 9 startup lulusan program Surge. Sementara Sequoia Capital sendiri sudah terlibat dalam 22 startup di Indonesia. Di antaranya adalah Traveloka, Gudangada, GoTo, hingga Kopi Kenangan.

Portofolio Sequoia Capital India di Indonesia

Program Sequoia Spark, Build dan The Guild

Salah satu program yang telah diluncurkan oleh Sequoia India yang mendukung usaha para perempuan adalah Sequoia Spark. Program dana hibah sebesar $100.000 beserta pendampingan ini, ingin mengajak lebih banyak perempuan di India dan kawasan Asia Tenggara untuk menjadi pengusaha.

Program ini diadakan dengan menyediakan pendampingan langsung yang mendalam kepada 15 startup yang dipimpin oleh perempuan setiap tahunnya dan modal cukup sebagai biaya awal untuk memulai usaha.

“Yang kami berikan adalah hibah bukan berupa investasi atau pembagian ekuitas. Melalui program ini kami ingin membuat proses membangun usaha bagi para perempuan lebih mudah, dengan pendampingan dari kami. Melalui program ini juga menjadi cara bagi kami untuk mencari perempuan yang cerdas dan memiliki motivasi yang besar untuk membangun usaha yang memiliki nilai” kata Abheek.

Kohort pertama dari program Sequoia Spark terdiri dari berbagai macam bidang, termasuk edtech, fintech, SaaS, dan crypto. Kohort ini menggabungkan tujuh startup dari Asia Tenggara, tujuh dari India dan satu dari Uni Emirat Arab. Dari Indonesia Sribuu berhasil mendapatkan mentoring dan pendanaan awal dari Sequoia Capital.

“Mentoring merupakan bagian dari Sequoia, kami bukan hanya bertindak sebagai mitra bisnis tapi juga bisa membantu mereka berupa mentoring melalui program yang kami tawarkan. Diharapkan bisa membantu komunitas karena semua program kami bangun berdasarkan tahapan yang ada. Mulai dari Surge untuk startup tahap awal, Spark untuk perempuan dan kami juga memiliki program bagi startup yang telah masuk dalam tahapan lanjutan seperti seri B hingga mereka yang sudah menjadi unicorn dan decacorn,” kata Abheek.

Khusus untuk startup yang akan mulai menggalang dana tahapan seri B, Sequoia Capital memiliki program bernama Sequoia Build. Melalui program ini, startup bisa mendapatkan kesempatan untuk mengelola bisnis lebih besar lagi, dengan memahami pentingnya mengejar growth, menciptakan kultur perusahaan hingga membangun strategi.

“Salah satu tantangan bagi startup yang berada dalam tahapan Seri B adalah, bagaimana mereka menciptakan kultur perusahaan yang baik, membangun strategi dan mempertimbangkan unit ekonomi versus growth,” kata Abheek.

Untuk startup hingga perusahaan teknologi yang sudah menyandang status unicorn hingga decacorn, Sequoia Capital juga memiliki program khusus bernama The The Guild. Melalui program ini mereka akan didampingi untuk memikirkan growth dan bagaimana perusahaan terus bisa tumbuh.

“Sesuai dengan filosofi Sequoia Capital, yaitu bukan hanya memberikan pendanaan tetapi kami juga membantu perusahaan terus tumbuh untuk jangka panjang,” tutup Abheek.

Platform Konsultasi Gizi Sirka.io Segera Rampungkan Penggalangan Dana Lanjutan

Tercatat saat ini 1 dari 3 orang dewasa mengalami kelebihan berat badan dengan Body Mass Index (BMI) di atas 25. Meskipun BMI bukan satu-satunya referensi ukuran, namun biasanya dari hasil tersebut akan ada ada relasi dengan penyakit kronis terutama untuk jangka panjang.

Berangkat dari pengalaman pribadi kedua pendirinya yaitu Rifanditto Adhikara dan Vincentius Dito Krista Holanda saat harus berhadapan dengan persoalan penyakit kronis yang dimiliki oleh orang tua mereka, platform kesehatan Sirka.io diluncurkan. Layanan tersebut berfungsi untuk memonitor dan mencegah penyakit melalui program konsultasi terpadu dengan ahli gizi secara online.

Kepada DailySocial.id, Rifanditto selaku CEO mengungkapkan, melalui platform Sirka.io diharapkan bisa mendemokratisasi layanan konsultasi ahli gizi dan nutrisi yang berkualitas secara online fokus kepada chronic prevention program.

“Saat ini sudah banyak layanan yang menawarkan konsultasi program diet atau rekomendasi nutrisi yang tepat untuk mereka yang memiliki penyakit seperti hipertensi hingga diabetes secara offline. Melalui Sirka.io kami ingin menjembatani kebutuhan orang banyak terhadap masalah tersebut secara online sekaligus membantu ahli nutrisi dan ahli gizi di Indonesia untuk mendapatkan jenjang karier yang lebih baik.”

Sejak diluncurkan bulan April tahun ini, Sirka.io telah memiliki pertumbuhan pengguna hingga 60% setiap bulannya. Layanan tersebut sudah bisa diakses melalui perangkat Android dan segera menyusul di sistem operasi iOS dalam waktu dekat. Mereka juga telah melayani di 32 kota dengan jumlah ahli gizi dan nutrisi yang dimiliki sekitar 10 orang.

Untuk menyelaraskan misi dan visi perusahaan, Sirka.io tidak merekrut mitra, namun langsung mempekerjakan ahli gizi dan nutrisi menjadi pegawai. Cara seperti itu menurut mereka lebih efisien bagi perusahaan untuk saat ini dan ke depannya.

“Agar hasil program bisa lebih efektif kami menerapkan pilihan subscription kepada pengguna. Dengan demikian konsultasi dan program bisa dilakukan secara bertahap hingga mendapatkan hasil yang sesuai,” kata Rifanditto.

Terkait dengan program yang paling banyak dipilih oleh pengguna yaitu program weight loss dan wellness, yaitu program yang memberikan mereka rekomendasi makanan yang ideal berdasarkan ahli gizi dan nutrisi. Untuk kegiatan pemasaran, Sirka.io memanfaatkan jaringan ahli gizi dan nutrisi yang telah bergabung untuk melakukan kegiatan pemasaran. Fokus perusahaan saat adalah lebih kepada nutrisi dan membangun brand.

Segera rampungkan penggalangan dana lanjutan

Setelah mengantongi pendanaan tahap awal dari Sequoia Capital, Y Combinator, dan mantan partner Sequoia Tim Lee awal bulan September tahun ini, saat ini Sirka.io sedang dalam proses merampungkan penggalangan dana baru yang rencananya akan diumumkan awal tahun 2022 mendatang.

Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk membangun teknologi dan merekrut tim engineer, membuat perusahaan membutuhkan dana segar untuk mempercepat pertumbuhan. Pendanaan yang telah diterima sebelumnya, kebanyakan digunakan oleh perusahaan untuk mengembangkan produk, merekrut tim engineer dan sisanya untuk kegiatan pemasaran.

“Sebagai pemain baru kami belum ingin melakukan kegiatan pemasaran secara masif. Fokus kami saat ini adalah mengembangkan teknologi yang tujuannya untuk mempermudah pengguna mengakses layanan kami,” kata Rifanditto.

Startup yang merupakan lulusan program Y Combinator ini juga ingin menghadirkan konten yang relevan kepada pengguna dalam aplikasi. Dengan demikian bukan hanya mendapatkan informasi dari ahli gizi saja pengguna juga bisa mendapatkan informasi seputar gizi dan kesehatan dari konten yang dibuat sendiri oleh tim Sirka.io.

Disinggung siapa kompetitor Sirka.io saat ini, diungkapkan oleh Rifanditto hingga saat ini belum ada pemain lokal hingga asing yang tampil unggul menawarkan layanan seperti Sirka.io di Indonesia. Namun demikian saat ini sudah mulai ada pemain lokal yang menawarkan layanan hampir serupa dengan Sirka.io, demikian juga pemain asing dari India yang berencana untuk masuk ke pasar Indonesia dalam waktu dekat.

“Target Sirka.io selanjutnya adalah selain menambah jumlah pengguna, kami juga ingin terus menghadirkan fitur baru yang bisa bermanfaat untuk pengguna Sirka.io,” kata Rifanditto.

Application Information Will Show Up Here

Tiga Startup Asal Indonesia Lolos ke Program Akselerator Surge Kohort Kelima

Program scale-up untuk startup dari Sequoia Capital India, Surge, hari ini (30/6) mengumumkan kohort kelima dan terbesar. Dana sebesar $55 juta berhasil dikumpulkan dan siap dikucurkan untuk 23 perusahaan rintisan tahap awal, tiga di antaranya berasal dari Indonesia.

Ketiga startup asal Indonesia yang terpilih mengikuti gelombang ini adalah Durianpay, penyedia pembayaran end-to-end; Rara Delivery, pengiriman instan revolusioner untuk brand e-commerce di Indonesia; dan Bukugaji/Vara, platform manajemen staf yang mudah digunakan dan ringan untuk UMKM di seluruh Asia Tenggara.

Dari 23 perusahaan rintisan tahap awal yang dipilih, mayoritas berada di sektor fintech, pembayaran, komunikasi, logistik, dan SaaS.

Sebelumnya, ada beberapa perusahaan Indonesia yang juga telah mendapat dukungan dari Surge. Di gelombang pertama, terdapat Bobobox dan Qoala, serta Chilibeli, Storie, dan Rukita yang terpilih pada gelombang kedua. BukuKas, Hangry dan CoLearn berhasil masuk di gelombang ketiga, dan Otoklix menjadi satu-satunya startup dari Indonesia yang terpilih di gelombang sebelum ini.

Rajan Anandan selaku Managing Director Surge & Sequoia Capital India mengatakan, “Sequoia Capital India adalah mitra awal untuk beberapa perusahaan paling berpengaruh di Indonesia sejak 2014. Dengan Surge, kami bersemangat untuk mendukung startup Indonesia di masa depan. Perusahaan-perusahaan ini membantu mendigitalkan dan modernisasi industri tradisional dan kami bangga mendukung mereka.”

Pertama kali dimulai pada Maret 2019, Surge telah berhasil menggandeng 72 startup dalam program akseleratornya. Hampir 50% perusahaan dari tiga kohort pertama telah mendapatkan pendanaan seri A.  Saat ini, komunitas Surge telah memiliki 203 founder, dari 91 perusahaan di 15 sektor. Salah satu fakta menarik di kohort kelima ini, terdapat 10 founder wanita, terbanyak di antara gelombang lainnya.

Mulai tanggal 30 Juni ini, para founder Surge akan menjalani program ketat selama 16 minggu secara virtual untuk meningkatkan bisnis dan memberi mereka akses ke Sequoia dengan pengetahuan global selama 49 tahun, serta alat dan pengalaman dari jaringan pendiri dan operator perusahaan yang sukses.

Program ini mencakup hal-hal fundamental dalam membangun perusahaan, dan diakhiri dengan minggu investor yang disebut sebagai UpSurge. Di sana para founder memiliki kesempatan untuk membangun koneksi dan hubungan, serta menemukan calon investor dan mitra yang akan menjadi bagian dari perusahaan mereka untuk jangka panjang.

Dalam gelombang ini, Surge memiliki satu benang merah yaitu mengubah potensi manusia dengan mendigitalisasi cara hidup, bekerja, dan belajar. Ide-ide yang dibawa oleh sekelompok pendiri yang beragam ini memiliki tujuan untuk menunjukkan bahwa mereka tertarik memainkan peran penting dalam membentuk potensi Asia Tenggara dan India pasca pandemi.

Selain melalui program akselerator Surge, Sequoia Capital juga telah menggelontorkan investasi ke beberapa perusahaan ternama di Indonesia seperti Tokopedia, Gojek, dan Traveloka.

Otoklix Secures 28 Billion Rupiah Funding, Bridging Car Owners and Repair Shops through Application

An online-to-offline solution startup that digitizes the automotive aftermarket industry in Indonesia (including car service or repair services), Otoklix, announced initial funding of $2 million or the equivalent of 28 billion Rupiah. This round is led by Surge, the accelerator program of Sequoia Capital India. Also participating in this round GK Plug and Play, Kenangan Investment Fund 1, Lentor Ventures, Noble Star Ventures, and Andree Susanto as the founder of Waresix.

Surge is an acceleration program by Sequoia Capital aimed at startup companies in Southeast Asia and India. This program is held twice a year, Otoklix has successfully become a representative from Indonesia to participate in the fourth batch of Surge with other selected startups from India, Singapore, Vietnam, Indonesia, and Australia.

The Indonesian car aftermarket market is projected to grow up to $15 billion, with 20 million cars being part of the industry market by 2025. This is one of the reasons for Martin Reyhan Suryohusodo, Joseph Alexander Ananto, and Benny Sutedjo to start the largest automotive aftermarket network in Southeast Asia.

Otoklix was founded in 2019, with a mission to bridge the gap between vehicle owners and Indonesia’s fragmented general workshop industry. Transforming the vehicle maintenance experience for consumers and equipping workshops by increasing their visibility, providing business solutions through software, and reducing procurement costs.

Otoklix co-founder Martin Suryohusodo said, “The fragmented condition of the Indonesian automotive aftermarket creates difficulties for consumers due to the lack of information transparency. On the same side, the industry is also a large potential market that is often underestimated. Learning from the US market, shared mobility was able to increase aftermarket industry spending by 150% and this inspires us for the future of the Indonesian automotive aftermarket industry.”

Otoklix service covers two user segments. For car owners, Otoklix has developed a mobile application to facilitate car maintenance. Car owners can order service at a recommended independent repair shop nearby and receive standard rates and service levels. Car owners also get a guarantee for every transaction at Otoklix partner workshops and can track their repair and maintenance history in the application.

Within one year of operation, Otoklix has facilitated service for 10 thousand cars per month by more than 100 active workshop partners. The team believes that it is currently on a growth trajectory to become the largest and most trusted aftermarket service network in Indonesia, with 20 million cars that will become part of the automotive aftermarket market in the next five years.

With the funding obtained, Otoklix targets 500 partner workshops to join and serve 100 thousand cars per month, and 75% of the revenue share of the total procurement of goods and spare parts by partner workshops by December 2021.

Previously, there were three startups that had already tried out the previous batch of Surge acceleration programs from Indonesia. The three of them are Storie, Chilibeli, and Rukita.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Otoklix Raih Pendanaan 28 Milliar Rupiah, Hubungkan Pemilik Mobil dan Bengkel Melalui Aplikasi

Startup solusi online-to-offline yang mendigitalisasi industri aftermarket otomotif di Indonesia (termasuk di dalamnya layanan servis atau perbaikan mobil), Otoklix, mengumumkan pendanaan awal bernilai $2 juta atau setara 28 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Surge, program akselerator milik Sequoia Capital India. Turut berpartisipasi GK Plug and Play, Kenangan Investment Fund 1, Lentor Ventures, Noble Star Ventures, dan Andree Susanto selaku founder Waresix.

Surge adalah sebuah program percepatan oleh Sequoia Capital yang ditujukan untuk perusahaan startup di Asia Tenggara dan India. Program ini diadakan sebanyak dua kali dalam setahun, Otoklix berhasil menjadi wakil dari Indonesia untuk mengikuti Surge batch keempat bersama startup terpilih lainnya dari India, Singapura, Vietnam, Indonesia, dan Australia.

Pasar aftermarket mobil Indonesia diproyeksikan akan mengalami pertumbuhan hingga $15 miliar dengan jumlah 20 juta mobil menjadi bagian pasar industri tersebut pada tahun 2025. Hal ini menjadi salah satu yang mendorong Martin Reyhan Suryohusodo, Joseph Alexander Ananto, dan Benny Sutedjo untuk memulai jaringan aftermarket otomotif terbesar di Asia Tenggara.

Otoklix didirikan pada tahun 2019, dengan misi untuk menjembatani kesenjangan antara pemilik kendaraan dan industri bengkel umum Indonesia yang terfragmentasi. Mentransformasi pengalaman perawatan kendaraan untuk konsumen dan memperlengkapi bengkel-bengkel dengan meningkatkan visibilitas mereka, penyediaan solusi bisnis melalui software, serta penghematan biaya pengadaan.

Co-founder Otoklix Martin Suryohusodo menyampaikan, “Kondisi industri aftermarket otomotif Indonesia yang cukup terfragmentasi memunculkan kesulitan bagi para konsumen karena kurangnya transparansi informasi. Di sisi yang sama, industri tersebut juga merupakan sebuah pasar berpotensi besar yang sering kali diremehkan. Belajar dari pasar Amerika Serikat, mobilitas bersama mampu meningkatkan pengeluaran industri aftermarket sebesar 150% dan hal ini menginspirasi kami untuk masa depan industri aftermarket otomotif Indonesia.”

Layanan Otoklix sendiri mencakup dua segmen pengguna. Untuk pemilik mobil, Otoklix telah mengembangkan aplikasi seluler yang memudahkan perawatan mobil. Pemilik mobil dapat memesan layanan di bengkel independen yang direkomendasikan di dekatnya dan menerima harga dan tingkat layanan standar. Pemilik mobil juga mendapatkan garansi untuk setiap transaksi di bengkel mitra Otoklix dan dapat melacak riwayat perbaikan dan pemeliharaan mereka di dalam aplikasi.

Selama kurang lebih satu tahun beroperasi, Otoklix telah memfasilitasi servis bagi 10 ribu mobil per bulan oleh lebih dari 100 mitra bengkel yang aktif. Pihaknya meyakini bahwa saat ini telah berada pada lintasan pertumbuhan untuk menjadi jaringan layanan aftermarket terbesar dan paling terpercaya di Indonesia, dengan 20 juta mobil yang akan menjadi bagian pasar aftermarket otomotif dalam lima tahun ke depan.

Dengan pendanaan yang didapat, Otoklix menargetkan 500 mitra bengkel yang tergabung serta melayani 100 ribu mobil per bulan, dan 75% bagian pendapatan dari total pengadaan barang dan suku cadang oleh bengkel-bengkel mitra pada Desember 2021.

Sebelumnya, ada tiga startup yang sudah lebih dulu menjajal program percepatan Surge batch sebelumnya dari Indonesia. Ketiganya adalah Storie, Chilibeli, dan Rukita.

Application Information Will Show Up Here

Storie App Aims to Become “Social Commerce”, Providing Honest Review of Beauty Products

The use of social media for sales has been very common in this industry. There is a term used to refer to this concept, it’s social commerce. In the past year, platforms with this concept are emerging, such as Woobiz and Chilibeli.

This is an issue that inspired several Alibaba Group UCWeb alumni consisting of Liu Feida, Rizky Maulana, and HE Yaoming to contribute to the challenges of the Indonesian beauty industry through the social commerce platform, Storie.

Regarding the potential of social commerce Rizky said, “We see that social media is driving the trend including the beauty industry. Therefore, Storie was founded by combining social media with e-commerce.”

He said that Storie’s basic idea was to invite Indonesian women to be more confident in embracing their true selves. Furthermore, a beauty app launched, offering honest reviews of makeup, skincare, and contemporary lifestyle.

In this application, users are offered honest reviews from beauty vloggers and/or the general public about makeup and skincare trends without having to fear getting “bullied” or being ridiculed by the audience. Storie wants to provide a safe place for users to express themselves and their passion in the beauty industry.

Beautytech in Indonesia

With a population of more than 130 million women, the Indonesian beauty industry is a market with many opportunities while at the same time requiring specific ways of entrance and to survive in this business. Previously, one of Indonesia’s beautytech platforms had secured new funding. This practically shows hope of technology penetration in the beauty industry.

“Indonesia is a blue ocean market for the beauty industry, we see more accessible information through digital media and channels. It’s easier for local and international products to enter the Indonesian market and form a very dynamic market where quality becomes crucial but not the only success factor for a product,” Rizky explained.

In terms of strategy, Storie intend to capture the demand and pain points in today’s society. One of them is inaccurate information and the lack of a community with a positive vibe. The company, entering one year old in May, has also launched an application for Android users with total downloads exceeding 500 thousand and around 100 thousand active users per day.

In terms of content curation, the company has dedicated two special teams, the QC (Quality Control) team and the content standardization team to set benchmarks and filter the contents on the platform. During the pandemic, there are many changes occurred in the business plan and monetization strategy, but the company tried to see this as a momentum to be able to innovate better.

Business strategy

In terms of monetization, Rizky revealed that the revenue is mostly comes from brand deals launching campaigns and products. “In the future, we will work with all brands to make their products available at Storie,” Rizky added.

In the near future, Storie will also launch a new initiative on its platform to facilitate transactions in the application and perfect its social commerce concept.

In late 2019, the company was selected as one of three Indonesian startups to participate in the second batch of Sequoia Capital’s accelerator program, Surge. Alpha JWC Ventures also participated in a seed round through this Surge program.

Entering the new normal, the company sees hope “As a dynamic company, as well as a society that is increasingly moving towards digital, the team believes there is always an opportunity to develop more.

“Covid-19 is quite inevitable and has changed how the world works also business and technology, and everything will lead to a digital platform, digitizing all lines of life. We build a company that is ready to transform to answer that challenge,” Rizky concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian