BukuWarung Umumkan Pendanaan Baru; Luncurkan Aplikasi Tokoko

BukuWarung, startup penyedia aplikasi pencatatan keuangan untuk UMKM hari ini (03/2) mengumumkan perolehan pendanaan baru dari Rocketship.vc. Turut terlibat dalam putaran tersebut beberapa perusahaan ritel di Indonesia dan angel investor — tidak disebutkan detail namanya. Kendati tidak diumumkan nilainya, mereka mengatakan bahwa dana yang berhasil dihimpun lebih besar dibandingkan dengan putaran sebelumnya.

Sebelumnya, selepas demo day dalam rangkaian program akselerator Y Combinator pada September 2020 lalu, BukuWarung juga baru mendapatkan pendanaan dari sejumlah investor, meliputi  Partners of DST Global, GMO Venture Partners, Soma Capital, HOF Capital, VentureSouq, dan belasan angel investor.

BukuWarung berencana menggunakan dana investasi tersebut untuk memperbesar tim teknologi dan produk mereka di Indonesia, India, dan Singapura sehingga perusahaan bisa meluncurkan lebih banyak produk dan fitur untuk mendigitalisasi UMKM di Indonesia. Tahun ini, perusahaan juga berencana meluncurkan produk monetisasi seperti kredit dan memperluas fitur solusi pembayaran.

Didirikan sejak tahun 2019, BukuWarung telah berhasil merangkul 3,5 juta pengguna dari kalangan pedagang kecil. Mereka tersebar di 750 kota dan kabupaten di Indonesia, dengan mayoritas berlokasi di wilayah tier 2 dan 3. Dengan basis penggunanya, mereka telah mencatat transaksi senilai lebih dari $15 miliar di platformnya dan telah memproses lebih dari $500 juta pembayaran, mengklaim memimpin pasar dalam hal volume.

Belum lama ini mereka juga meluncurkan Tokoko, platform memungkinkan pedagang bisa membuka toko daring mereka. UMKM bisa mencantumkan daftar produknya, mengelola pesanan, menerima pembayaran, melacak pengantaran barang, dan berbicara dengan pelanggan. Sebelumnya mereka juga telah membangun kemitraan strategis dengan Warung Pintar – keduanya merupakan portofolio East Ventures.

“Berbeda dengan pemain lain, kini kami telah meraih pendapatan melalui solusi pembayaran. Namun, kami juga menempatkan pembayaran sebagai cara untuk masuk ke peluang monetisasi lewat layanan finansial lain seiring dengan perkembangan adopsi pedagang. Fokus kami tahun ini adalah memperbanyak penawaran solusi pembayaran dan cara penggunaan [use cases] bagi para pedagang,” kata Co-Founder & Presiden BukuWarung Chinmay Chauhan.

Saat ini di Indonesia sudah ada beberapa startup pengembang layanan serupa. Dari artikel analisis kami sebelumnya, didaftar beberapa pemain yang saat ini tengah melakukan penetrasi pasar, meliputi:

Aplikasi Peringkat (kategori bisnis) Jumlah Unduhan
BukuKas 3 1 juta+
BukuWarung 6 1 juta+
Credibook 46 100 ribu+
Akuntansi UKM 84 100 ribu+
Moodah 121 10 ribu+
Lababook 184 1 ribu+
Teman bisnis 254 100 ribu+
Akuntansiku 309 1 ribu+

Pesaing terdekat BukuWarung adalah BukuKas. Januari 2021 lalu, mereka baru umumkan perolehan dana seri A senilai 142 miliar Rupiah. BukuKas juga mengklaim telah memiliki 3,5 juta pengguna aplikasi dengan 1,8 juta pengguna bulanan aktif.

BukuKas BukuWarung
Seed Investors Surge, 500 Startups, Credit Saison, dan angel investors East Ventures, AC Ventures, Golden Gate Ventures, Tanglin Venture Partners, dan angel investors
Pre-Series A Investor Surge, Credit Saison, Speedinvest, S7V, January Capital, dan Cambium Grove Capital, Prasetia Dwidharma Quona Capital, East Ventures, AC Ventures, Golden Gate Ventures, Tanglin Venture Partners, Partners of DST Global, GMO Venture Partners, Soma Capital, HOF Capital, VentureSouq, angel investors
Seri A Sequoia Capital India, Saison Capital, January Capital, Founderbank Capital, Cambium Grove, Endeavor Catalyst, Amrish Rau Rocketship.vc, perusahaan ritel Indonesia, angel investors
Accelerator Surge (Sequoia) Y Combinator
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Sampingan Announces Series A Funding of 71 Billion Rupiah

Sampingan announces the closing of $5 million Series A funding or equivalent to 71 billion Rupiah. This round was led by Altara Ventures, with the participation of Access Ventures, XA Network, iSeed SEA, and two investors in the previous round, Golden Gate Ventures and Antler. Currently, the startup founded by Wisnu Nugrahadi, Margana Mohamad, and Dimas Pramudya has managed to raise up to $7.1 million in funds.

Fresh funds will be focused on strengthening the technology, product, and sales teams. Since their launch in 2019, they have served around 150 corporate clients with 850 thousand workers. Its services allow business partners to connect with blue-collar workers to perform various types of work, such as making sales, creating product reviews, conducting surveys, installing applications, etc.

In Indonesia, there are several platforms that specifically target blue-collar workers (informal workers). In general, it consists of two forms. First, there is a job marketplace that allows companies to recruit prospective workers with a more formal recruitment process. While agency services usually provide certain jobs on the platform, registered workers can take on and do the task directly, and get a commission after successful submission.

Platform Pekerja Kerah Biru di Indonesia

The presence of these services is based on a fairly large niche market. Based on BPS data in 2019, these workers dominate the informal sector with a rate of 57.27%. Sampingan’s internal data also recorded an increase during the pandemic. From March to December 2020, the number of Sampingan applications downloads exceeding 1 million, increased by 4 times. The number of partners also increased significantly during this period, without announcing a detailed number.

Previously, in an interview with DailySocial, the founders said that Sampingan was inspired by an outsourcing business model that applies daily or monthly targets to workers. In the process, Sampingan uses a similar approach to that model, providing pay based on performance results (pay per performance).

Sampingan was started as Antler startup generator’s first batch program in Singapore. In 2020, the program finally arrived in Indonesia to provide mentorship and investment programs to prospective founders. Apart from Sampingan, there are also local startups generated from this program, including Bubays and Cooklab.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Ula Announces Series A Funding Round Worth of 282 Billion Rupiah

A technology startup for traditional retail digitization, Ula comes up with $20 million (over 282 billion Rupiah) Series A funding led by Quona Capital and B Capital Group. Participated also Sequoia Capital India and Lightspeed India as the previous investors.

The company aims to expand its team and location through this funding, therefore, more small retailers can be digitized through Ula technology. In addition, Ula will expand the product category to fashion and electronics, and reaching out to retailers selling FMCG and vegetable products.

Ula has closed $10 million in seed funding in June last year. This round involved SMDV, Quona Capital, Saison Capital, and Alter Global. Several angel investors also participated, including Patrick Walujo, Willy Arifin, Sujeet Kumar, Vaibhav Gupta, Amod Malviya, Rohan Monga, and Rahul Mehta.

Quoting from TechCrunch, Quona Capital Managing Partner Ganesh Rengaswamy said, “If you look at the entire retail value chain, especially essential products, such as FMCG, staples and fresh products, it is very fragmented. In fact, the market has developed in terms of consolidation, demand, and supply in a more efficient way.”

He continued, “Ula is trying to repeat the retail distribution ecosystem with a significant technology overlay. Ula connects some of the biggest players on the supply side to the smallest retailers and consumers.”

Ula provides working capital for micro-retailers, who usually operate in small shops on their home page. This way, they don’t have to wait for payment by customers to restock. The company recognizes that this is a serious challenge for micro-retailers in Asia.

These micro-business owners generally have strong bonds with their customers, they often selling goods without upfront payment. Meanwhile, collecting these payments often takes longer than expected.

“Frictionless payments and offering credit to retailers for more efficient cash flow management is an essential component of modern digital commerce,” Rengaswamy said.

Ula was founded by former Indian Flipkart officials Nipun Mehra, and Derry Sakti, who started his career at P&G in Indonesia, in January 2020. Mehra said that most of the Indonesian retail market is unorganized, similar to India.

In the vegetable category, for example, farmers often sell to middlemen, then arrived in the market. “From the market, supplies go to small wholesalers and so on. There are many players in this chain,” he said.

Over the past year, the company is claimed to serve more than 20 thousand stores. Ula first operated in Surabaya and expanding its presence quickly throughout East Java and Semarang.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Ula Kembali Umumkan Pendanaan Seri A 282 Miliar Rupiah

Ula, startup teknologi untuk modernisasi ritel tradisional, kembali mengumumkan pendanaan Seri A senilai $20 juta (lebih dari 282 miliar Rupiah) yang dipimpin Quona Capital dan B Capital Group. Sequoia Capital India dan Lightspeed India, yang merupakan investor sebelumnya turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Lewat pendanaan ini, perusahaan berambisi untuk perluas tim dan ekspansi lokasi agar semakin banyak pengecer kecil yang dapat terbantu lewat teknologi Ula. Di samping itu, Ula akan perluas kategori produk ke fesyen dan elektronik, dari saat ini menjangkau pengecer yang menjual produk FMCG dan sayur mayur.

Ula merampungkan pendanaan tahap awal sebesar $10 juta tepat pada Juni tahun lalu. Jajaran investor yang terlibat dalam putaran ini ada SMDV, Quona Capital, Saison Capital, dan Alter Global. Beberapa angel investor juga turut berpartisipasi, meliputi Patrick Walujo, Willy Arifin, Sujeet Kumar, Vaibhav Gupta, Amod Malviya, Rohan Monga, dan Rahul Mehta.

Mengutip dari TechCrunch, Managing Partner Quona Capital Ganesh Rengaswamy mengatakan, “Jika Anda melihat keseluruhan retail value chain, terutama produk-produk esensial, seperti FMCG, bahan pokok, dan produk segar, sangat terfragmentasi. Padahal pasar telah bergerak dalam hal konsolidasi, permintaan, dan penawaran yang lebih efisien.”

Dia melanjutkan, “Ula mencoba untuk mengulang ekosistem distribusi ritel dengan overlay teknologi yang signifikan. Ula menghubungkan beberapa pemain terbesar di sisi supply ke pengecer dan konsumen terkecil.”

Ula menyediakan modal kerja untuk para pengecer mikro, yang biasanya beroperasi di toko-toko kecil di halaman rumah mereka. Dengan demikian, mereka tidak perlu menunggu dibayar oleh pelanggan untuk membeli stok baru. Perusahaan menyadari bahwa ini adalah tantangan serius yang dihadapi pengecer mikro di Asia.

Pemilik usaha mikro ini umumnya memiliki ikatan yang kuat dengan pelanggan, sering kali menjual barang tanpa di bayar di muka. Sementara, mengumpulkan pembayaran ini sering membutuhkan waktu yang lebih lama dari perkiraan.

Frictionless payment dan menawarkan kredit kepada pengecer sehingga mereka dapat mengelola arus kas dengan lebih efisien adalah komponen penting dari perdagangan digital modern,” tandas Rengaswamy.

Ula didirikan oleh eks petinggi Flipkart India Nipun Mehra, dan Derry Sakti, yang mengali kariernya di P&G di Indonesia, pada Januari 2020. Mehra menyebut, sebagian besar pasar ritel Indonesia tidak terorganisir, sama halnya dengan India.

Di kategori sayur mayur misalnya, banyak petani yang menjual ke tengkulak, lalu baru masuk ke pasar. “Dari pasar, persediaan masuk ke pedagang grosir kecil dan seterusnya. Ada banyak pemain di dalam rantai ini,” ucapnya.

Sepanjang tahun lalu, diklaim perusahaan telah melayani lebih dari 20 ribu toko. Ula pertama kali beroperasi di Surabaya, dengan cepat perluas kehadiran di seluruh Jawa Timur dan masuk ke Semarang.

Application Information Will Show Up Here

Credibook Receives 21 Billion Rupiah Pre-Series A Funding Led by Wavemaker Partners

Fintech startup CrediBook announced $1.5 million (over 21 billion Rupiah) pre-series A funding led by Wavemaker Partners. Alpha JWC Ventures participated in this round along with Insignia Ventures as an investor in the previous round.

CrediBook’s Co-Founder & CEO Gabriel Frans said to DailySocial, fresh funds will be channeled to strengthen the company’s new business to provide financial solutions for MSMEs with new features and expanding its presence outside Jabodetabek and Bandung.

“We want to digitize the manual process in MSMEs, for many are still using paper and books, by introducing more robust products and expanding the distribution network of retailers and suppliers,” he said, Tuesday (26/1).

These solutions for the MSME segment, he continued, are not just debt managers or invoices automation. They also need solutions such as sales management, therefore, their business activities can be slowly digitized.

Jooalan is one example of MSME solutions that the company released. It has a number of features for MSMEs, such as making it easier for warung merchants to transact at wholesalers without having to queue at the location.

“Credibook wants to be a catalyst, therefore, retailer business activities can be less manual. We also want to support retailers and wholesalers with more features and financial products to support their business activities.”

CrediBook debuted last year, targeting micro-businesses with simple financial recording solutions for micro-businesses, such as shops, with features for recording debt, complete reports, and sending bills via WhatsApp/SMS, telephone.

Gabriel claims that CrediBook users have reached 500 thousand people throughout Indonesia.

After obtaining funding from Payfazz, the two companies are aggressively expanding their financial products from one another to provide added value to each of their users. “We have several partnerships with lending, including Payfazz, to support users. In the future, there will be more financing products in collaboration with Payfazz.”

From a business perspective, this kind of service is considered very helpful for entrepreneurs to go digital, starting with digital financial records as historical data that can be carried off when applying for loans to financial institutions. The low penetration of micro-entrepreneurs is aware of the importance of this matter, making it an attractive business for many tech companies to do.

In the similar segment, apart from CrediBook, there were BukuKas and BukuWarung which also announced the acquisition of funding during the pandemic. Interestingly, these three startups got funding together last year throughout the pandemic. Apart from them, there are other players who have joined, including Moodah, Teman Bisnis, Akuntansiku, Lababook, Akuntansi UKM, and many more.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

CrediBook Terima Pendanaan Pra-Seri A 21 Miliar Rupiah Dipimpin Wavemaker Partners [UPDATED]

Startup pencatatan keuangan CrediBook mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A senilai $1,5 juta (lebih dari 21 miliar Rupiah) yang dipimpin Wavemaker Partners. Alpha JWC Ventures turut berpartisipasi dalam putaran ini, serta diikuti Insignia Ventures yang merupakan investor di putaran sebelumnya.

Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO CrediBook Gabriel Frans menuturkan, dana segar akan dimanfaatkan untuk perkuat bisnis baru perusahaan yang kini mulai menyediakan solusi keuangan di UKM dengan fitur baru dan perluas kehadirannya, tidak hanya di Jabodetabek dan Bandung saja.

“Kami ingin digitalisasi proses manual di SME, masih banyak yang pakai paper and book dengan memperkenalkan produk yang lebih robust dan perluas jaringan distribusi retailer dan supplier,” ujarnya, Selasa (26/1).

Solusi yang dihadirkan untuk segmen UKM, lanjutnya, tidak hanya sekadar pencatatan utang atau pengiriman tagihan saja. Mereka juga membutuhkan solusi seperti manajemen penjualan agar aktivitas bisnisnya dapat terdigitalisasi secara perlahan dari sepenuhnya masih manual.

Jooalan menjadi salah satu contoh solusi untuk UKM yang sudah dirilis perusahaan. Ia memiliki sejumlah fitur untuk para UKM, seperti permudah pedagang warung bertransaksi di wholeseller tanpa harus repot antre datang ke lokasi.

“Credibook ingin menjadi katalis, sehingga aktivitas bisnis retailer bisa less and less manual. Kami juga ingin dukung retailer dan wholeseller dengan lebih banyak fitur dan produk keuangan agar bisa dukung aktivitas bisnis mereka.”

CrediBook pertama kali beroperasi pada tahun lalu, menyasar usaha mikro dengan solusi pencatatan keuangan sederhana untuk usaha mikro, seperti warung, dengan fitur pencatatan utang, laporan lengkap, dan pengiriman tagihan melalui WhatsApp/SMS, telepon.

Gabriel mengklaim kini pengguna CrediBook tembus di angka 500 ribu orang yang tersebar di seluruh Indonesia.

Pasca peroleh pendanaan dari Payfazz, kedua perusahaan gencar melakukan perluasan produk finansial dari satu sama lain untuk memberikan nilai tambah kepada masing-masing penggunanya. “Kami ada beberapa partnership dengan lending, termasuk dari Payfazz, untuk support user. Ke depannya akan ada lebih banyak produk financing bersama Payfazz.”

Dari segi bisnis, kehadiran layanan seperti CrediBook dianggap sangat membantu pengusaha untuk go digital dimulai dari pencatatan keuangan secara digital sebagai data historis yang bisa diboyong saat mengajukan pinjaman ke lembaga keuangan. Masih rendahnya penetrasi pengusaha mikro untuk sadar dengan pentingnya hal ini, menjadi bisnis yang menarik digeluti oleh banyak perusahaan teknologi.

Di segmen yang sama, selain CrediBook sebelumnya ada BukuKas dan BukuWarung yang juga mengumumkan perolehan pendanaan selama pandemi. Menariknya, ketiga startup ini kompak mendapat pendanaan pada tahun lalu sepanjang pandemi berlangsung. Selain mereka, masih ada pemain lain yang ikut masuk, diantaranya Moodah, Teman Bisnis, Akuntansiku, Lababook, Akuntansi UKM, dan masih banyak lagi.

*Kami melakukan revisi terkait tahapan pendanaan dari Seri A menjadi Pra-Seri A

Application Information Will Show Up Here

BukuKas Secures Series A Funding Worth of 142 Billion Rupiah Led by Sequoia Capital India

A startup developing a financial record keeping app for SMEs, BukuKas, today (12/1) announced Series A funding of $10 million or the equivalent of 142 billion Rupiah. This round was led by Sequoia Capital India with the participation of previous investors, including Saison Capital, January Capital, Founderbank Capital, Cambium Grove, Endeavor Catalyst, and Amrish Rau.

Founded in 2019, BukuKas has successfully raised $22 million or the equivalent of 313 billion Rupiah from investors – including through seed and pre-series A rounds. The additional capital will be focused on accelerating merchant acquisitions and building up the technical/product team at the Jakarta office. and Bangalore.

As of November 2020, BukuKas users has reached 3.5 million with 1.8 million active monthly users. However, BukuKas has quite some competitors in market share. The closest one is BukuWarung, with a business model similar to that of millions of users. In addition, there are several local startups that have also launched SME financial records applications, including Credibook, Moodah, Teman Bisnis, Akuntansiku, etc.

“To date, we see this funding round as a strong belief in a huge market opportunity, as well as team and execution capabilities. Even though we have grown rapidly this year, we are just getting started. This round is an important step for us to continue working towards our mission to empowering 60 million small traders and retailers in Indonesia so that they go digital,” BukuKas’ Co-Founder & CEO Krishnan Menon said.

In a previous interview with DailySocial, he said that his business is positioned as an SME digitization software company that will develop into a fintech player. “Sellers have realized that go-digital is very important to their business. Sellers save 2-4 hours a day, 20% in costs, and minimize manual calculation errors. We also allow merchants to recover debts 3x faster because the process is automated.”

Regarding its business model, he also explained, “We currently have an interesting initial experiment on monetization, but it’s still too early. It can be done in many ways, some of which are obvious like SaaS, financial solutions, and there are some interesting thoughts but we are yet to share.”

In its release, BukuKas also announced the acquisition of the Catatan Keuangan Harian app. This company act has actually been going on since last September 2020; expected of strengthening their leadership in related segments.

Statistik pengguna BukuKas dengan matriks DAU / LinkedIn, Krishnan Menon
BukuKas user statistic with DAU metrics / LinkedIn, Khrisnan Menon

“Although the application features can be replicated as they develop, maintaining extreme levels of simplicity in products while adding substantial value will be a challenge. Eventually, companies that are able to make this happen on a large scale will take the lead,” said Krishnan.

With its unique characteristics, the Indonesian market does need a special touch. BukuKas team believes in this, which is represented in feature adjustments. For example, to be able to reach users in small cities, they present an offline mode with automatic synchronization when the user is successfully connected to the internet network.

Furthermore, BukuKas’ Co-Founder & COO Lorenzo Peracchione said, in the near future there will be several new features including digital payment integration. “Merchants will be able to collect money from their customers using various payment options in an easy way. Payments will be automatically added to the BukuKas application, which further automates the bookkeeping process and reduces the inconvenient process for our users.”

BukuKas also recently released an innovative inventory management module in its application. This feature allows small sellers to track the movement of their stock without creating complex frameworks that characterize today’s inventory management solutions.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Sampingan Umumkan Pendanaan Seri A 71 Miliar Rupiah

Sampingan mengumumkan telah menutup pendanaan seri A senilai $5 juta atau setara 71 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin Altara Ventures, dengan partisipasi Access Ventures, XA Network, iSeed SEA, serta dua investor di putaran sebelumnya yakni Golden Gate Ventures dan Antler. Sejauh ini, startup yang didirikan Wisnu Nugrahadi, Margana Mohamad, dan Dimas Pramudya ini berhasil mengumpulkan dana hingga $7,1 juta.

Dana segar akan difokuskan untuk penguatan tim teknologi, produk, dan penjualan. Sejak diluncurkan pada 2019, mereka telah melayani sekitar 150 klien perusahaan dengan 850 ribu pekerja. Layanannya memungkinkan mitra bisnis terhubung dengan pekerja “blue collar” untuk melakukan berbagai jenis pekerjaan, seperti melakukan penjualan, membuat ulasan produk, melakukan survei, pemasangan aplikasi, dll.

Di Indonesia, saat ini sudah ada beberapa platform yang khusus menyasar pekerja kerah biru (pekerja informal). Secara umum terdiri dari dua bentuk, pertama ada job marketplace memungkinkan perusahaan untuk memperoleh calon pekerja dengan proses perekrutan yang lebih formal. Sementara layanan keagenan bisanya menyuguhkan pekerjaan tertentu di platform, lalu pekerja terdaftar dapat mengambil dan mengerjakan tugas tersebut secara langsung, dan mendapatkan komisi setelah berhasil melakukan submisi.

Platform Pekerja Kerah Biru di Indonesia

Hadirnya layanan tersebut didasari adanya ceruk pasar yang cukup besar. Berdasarkan data BPS, per tahun 2019 kalangan pekerja tersebut mendominasi sektor informal dengan angka 57,27%. Data internal Sampingan bahkan mencatat adanya kenaikan di masa pandemi. Selama Maret s/d Desember 2020, jumlah unduhan aplikasi Sampingan naik 4x lipat, melebihi 1 juta unduhan. Jumlah mitra pun juga bertambah cukup signifikan di masa tersebut kendati tidak disebutkan angkanya.

Sebelumnya dalam wawancara bersama DailySocial, para founder mengatakan pengembangan Sampingan terinspirasi dari model bisnis outsourcing yang mengenakan target harian atau bulanan ke pekerja. Dalam proses kerjanya, Sampingan menggunakan pendekatan mirip dengan model tersebut, memberikan bayaran berdasarkan hasil kinerja (pay per performance).

Sampingan lahir dari program startup generator Antler batch pertama di Singapura. Tahun 2020 lalu, program tersebut akhirnya bersinggah di Indonesia untuk memberikan program mentorship dan investasi ke calon founder. Selain Sampingan, ada startup lokal yang lahir berkat program tersebut, di antaranya Bubays dan Cooklab.

Application Information Will Show Up Here

BukuKas Dapat Pendanaan Seri A 142 Miliar Rupiah Dipimpin Sequoia Capital India

BukuKas, startup pengembang aplikasi pencatatan finansial untuk UMKM hari ini (12/1) mengumumkan telah mendapatkan pendanaan seri A senilai $10 juta atau setara 142 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Sequoia Capital India dengan partisipasi investor sebelumnya, yakni Saison Capital, January Capital, Founderbank Capital, Cambium Grove, Endeavor Catalyst, dan Amrish Rau.

Sejak didirikan pada tahun 2019, BukuKas telah berhasil mengumpulkan dana $22 juta atau setara 313 miliar Rupiah dari investor — termasuk melalui putaran seed dan pre-series A. Modal tambahan akan difokuskan untuk mempercepat akuisisi merchant, dan memperkuat tim teknis/produk di kantor Jakarta dan Bangalore.

Per November 2020, BukuKas telah memiliki 3,5 juta pengguna aplikasi dengan 1,8 juta pengguna bulanan aktif. Namun demikian, BukuKas tidak bermain sendiri di pangsa pasar ini. Kompetitor terdekatnya adalah BukuWarung, dengan model bisnis yang mirip dengan jutaan pengguna. Selain itu ada beberapa startup lokal yang juga luncurkan aplikasi catatan keuangan UMKM, di antaranya Credibook, Moodah, Teman Bisnis, Akuntansiku, dll.

“Kami melihat putaran pendanaan ini sebagai kepercayaan yang kuat pada peluang pasar yang besar, serta kemampuan tim dan eksekusi sejauh ini. Meskipun kami telah berkembang pesat tahun ini, kami baru saja memulai. Putaran ini merupakan langkah penting bagi kami untuk terus bekerja menuju misi untuk memberdayakan 60 juta pedagang kecil dan pengecer di Indonesia agar mereka beralih ke digital,” kata Co-Founder & CEO BukuKas Krishnan Menon.

Dalam wawancara sebelumnya dengan DailySocial, ia menyampaikan bahwa bisnisnya diposisikan sebagai perusahaan perangkat lunak digitalisasi UMKM yang akan berkembang menjadi pemain fintech. “Para pedagang telah menyadari bahwa go-digital sangat penting bagi bisnis mereka. Pedagang menghemat waktu 2-4 jam sehari, 20% biaya, dan meminimalisir kesalahan perhitungan manual. Kami juga memungkinkan pedagang untuk memulihkan kasbon 3x lebih cepat karena prosesnya otomatis.”

Kemudian terkait model bisnis ia juga menjelaskan, “Saat ini kami memiliki eksperimen awal yang menarik tentang monetisasi, tapi masih terlalu dini. Itu bisa dilakukan dengan banyak cara, beberapa yang sudah jelas seperti SaaS, solusi finansial, dan ada beberapa yang menarik lainnya tapi belum bisa kami bagian saat ini.”

Dalam rilisnya, BukuKas juga mengumumkan akuisisinya terhadap aplikasi Catatan Keuangan Harian. Aksi perusahaan ini sebenarnya sudah dilakukan sejak bulan September 2020 lalu; dengan harapan bisa memperkuat kepemimpinan mereka di segmen terkait.

Statistik pengguna BukuKas dengan matriks DAU / LinkedIn, Krishnan Menon
Statistik pengguna BukuKas dengan matriks DAU / LinkedIn, Krishnan Menon

“Meskipun fitur aplikasi dapat ditiru seiring perkembangan, mempertahankan tingkat kesederhanaan yang ekstrem dalam produk sambil menambahkan nilai substansial akan menjadi sebuah tantangan. Pada akhirnya perusahaan yang mampu mewujudkan hal ini dalam skala besar yang akan memimpin,” kata Krishnan.

Dengan karakteristik unik, pasar Indonesia memang perlu sentuhan khusus. Hal tersebut yang juga dipercayai tim BukuKas, direpresentasikan dalam penyesuaian fitur. Misalnya, untuk dapat menjangkau pengguna di kota-kota kecil, mereka menghadirkan fitur mode offline dengan sinkronisasi otomatis ketika pengguna berhasil terkoneksi ke jaringan internet.

Lebih lanjut Co-Founder & COO BukuKas Lorenzo Peracchione menyampaikan, dalam waktu dekat akan ada beberapa fitur baru termasuk integrasi pembayaran digital. “Pedagang akan dapat mengumpulkan uang dari pelanggan mereka menggunakan berbagai opsi pembayaran dengan cara yang mudah. Pembayaran akan secara otomatis ditambahkan di aplikasi BukuKas, yang selanjutnya mengotomatiskan proses pembukuan dan mengurangi proses yang kurang nyaman bagi pengguna kami.”

BukuKas juga baru saja mengeluarkan modul manajemen inventaris yang inovatif dalam aplikasinya. Fitur ini memungkinkan pedagang kecil melacak pergerakan stok mereka tanpa menimbulkan kerangka kerja rumit yang menjadi ciri solusi manajemen inventaris saat ini.

Application Information Will Show Up Here

Ajaib Closes Series A Funding Worth of 356 Billion Rupiah, Striving for Education and Acquisition of Millennial Users

The investment platform which recently acquired Primasia Unggul Sekuritas (Primasia Sekuritas), Ajaib Group, announced Series A funding of $25 million or the equivalent of 356.3 billion Rupiah. This round was led by Horizons Ventures (Li Ka-shing) and Alpha JWC Ventures, followed by SoftBank Ventures Asia, Insignia Ventures, and Y Combinator.

Previously, Ajaib had joined the Y Combinator program in 2018, as well as raised the seed round. Funding continued the following year, securing funds worth $2.1 million from Y Combinator, SoftBank Ventures, Alpha JWC Ventures, and Insignia Ventures.

“I feel proud for Ajaib has become the best choice of most of the new stock investors in Indonesia. As a millennial, I know how difficult it is when I started investing. That’s why Ajaib is so focused on millennials and better education,” Ajaib Group’s Co-founder & CEO, Anderson Sumarli said.

The fresh money is to be used by the company to improve technology infrastructure, recruit technical teams, and expand product offerings. In addition, this round will also be used to support the Ajaib’s educational campaign#MentorInvestasi which aims to assist the Indonesian government’s efforts in educating millennials about investment and financial planning.

“The investment sector in Indonesia is quite underserved and lack of accessibility is one of the reasons. Ajaib was able to provide a solution to this problem and revolutionized the stock brokerage industry in less than two years. We are very impressed with Ajaib’s growth speed and we are delighted to see Ajaib helping millions of young people in Indonesia towards better investment,” Jeffrey Joe, Managing Partner at Alpha JWC said.

In Indonesia, there are currently several digital services that accommodate user needs in investing; including mutual fund instruments, stocks, gold, and crypto-assets. In the Fintech Report 2020 released by DSResearch, surveying 329 respondents, the following results were obtained regarding application awareness for investment needs.

Aplikasi Investasi

Some of the applications above are providing similar services with Ajaib, including Bibit, Tanamduit, Bareksa for the mutual fund; and Stockbit for stock.

Ajaib Group growth

Founded in 2019, Ajaib has become one of the fastest-growing investment platforms in Indonesia, through Ajaib Sekuritas (online stock securities) and Ajaib Reksadana (online mutual funds). Within 7 months of the launch of Ajaib Sekuritas in June 2020, the company recorded more than 10 billion stock lots have been traded in Ajaib.

Ajaib also supports more than 1 million monthly users on their investment journey. In December 2020, Ajaib also announced that the company is partnering with Korean drama actor Kim Seon-ho who plays Han Ji-pyeong in the Start-Up series on Netflix as a Brand Ambassador.

Anderson told DailySocial some time ago that the current pandemic has not been able to dampen the enthusiasm of Indonesian individual investors to pour money in the capital market. In the first two months since the launch of the stock availability at Ajaib, the company has registered tens of thousands of new users, most of whom are millennials.

“Currently, the market position has not fully recovered, therefore, the opportunity for users to reap profits in the capital market is quite large,” he said.

In 2021, Ajaib will continue its mission to welcome a new generation of investors to the Indonesian capital market. As of December 2020, there were 1,592,698 stock investors in Indonesia, meaning that less than 1% of Indonesia’s population has a stock account. In order to increase the number of domestic retail investors, Ajaib plans to expand the scope of investment education and financial planning campaigns targeting millennials.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here