Kantongi Pendanaan Seri A, Platform Kebersihan On-demand “OKHOME” Perluas Layanan

Diluncurkan sejak tahun 2017, OKHOME hadir sebagai layanan on-demand untuk jasa kebersihan rumah. Startup ini didirikan oleh dua warga negara Korea Selatan yaitu Kim Dae-hyun and Choi Jin-suk. Kedua co-founder tersebut sebelumnya bekerja dalam divisi strategi dan manajemen perusahaan hiburan terkemuka YG Entertainment.

Selama tinggal di Indonesia, keduanya melihat potensi untuk mengembangkan layanan kebersihan di Indonesia. Kepada media setempat mereka menyebutkan, menemukan bahwa paradigma jasa kebersihan berubah menjadi sebagian besar pekerjaan paruh waktu setelah upah minimum naik menjadi dua digit.

“Di Indonesia, keluarga kaya biasanya mempekerjakan pembantu rumah tangga di rumah dengan bayaran antara $80 hingga $250 per bulan,” kata Kim.

Layanan yang dihadirkan OKHOME mencakup general cleaning, desinfeksi, dan perawatan atau servis AC. Saat ini layanan mereka mencakup Jabodetabek dan Surabaya.

OKHOME secara aktif menargetkan pelanggan Indonesia dengan sistem manajemen kualitas layanan dan sistem reservasi otomatis berbasis aplikasi. Dengan populasi target masyarakat yang lebih sadar akan kebersihan dari sebelumnya setelah pandemi Covid-19, OKHOME mengklaim saat ini berkembang pesat sebagai platform operator layanan kebersihan rumah pilihan di Indonesia.

Pada Januari 2018 lalu, OKHome telah mendapatkan pendanaan awal sebesar $300 ribu atau setara 4,3 miliar Rupiah dari K-Cube Ventures dan Spring Camp yang didukung Daum Kakao. Pendanaan tersebut kemudian digunakan untuk branding dan pengembangan teknologi.

Sementara akhir tahun 2021 ini, OKHOME baru saja mengantongi pendanaan seri A senilai $3 juta atau sekitar Rp42,7 miliar. Dana segar tersebut diperoleh dari Posco Venture Capital, A Ventures, ES Investor, Enlight Ventures, Honest Ventures, dan beberapa investor lainnya.

Selanjutnya perusahaan akan akan menggunakan modal tersebut untuk meningkatkan pangsa pasarnya melalui pengembangan produk dan strategi pemasaran yang agresif, memanfaatkan efek penguncian pelanggan melalui peluncuran layanan tambahan selain pembersihan, dan memperluas posisinya sebagai pemain utama di layanan ini.

Selain itu, OKHOME juga berusaha membantu pelanggan untuk tidak menghabiskan waktu dan energi mereka untuk hal-hal seperti beberapa pekerjaan rumah tangga dengan menyediakan layanan yang dapat diandalkan.

Pertumbuhan layanan jasa kebersihan di Indonesia

Indonesia telah menjadi salah satu pasar terbesar untuk layanan kebersihan dan perawatan rumah. Dengan market size lebih dari $25 miliar, pasar ini didukung dengan populasi terbesar ke-4 dunia dan dengan pertumbuhan masyarakat kelas menengah yang cepat.

Meskipun memiliki permintaan yang cukup besar dari masyarakat, namun saat ini masih belum ada pemain layanan kebersihan berbasis aplikasi yang kemudian menjadi pemain unggulan. Masih belum menyebarnya area layanan ke semua lokasi, menjadi salah satu alasan mengapa layanan jasa kebersihan belum ada yang mendominasi di Indonesia.

Salah satu cara yang kemudian dilancarkan oleh pemain adalah melakukan kolaborasi dengan super app. Di antaranya adalah  Pinhome yang menggandeng Gojek; Sejasa melalui layanan Clean & Fix yang menggandeng Grab; dan KliknClean yang menggandeng Bukalapak. Platform layanan kebersihan lainnya yang sudah ada di Indonesia di antaranya adalah, Seekmi, Adain dan TukangBersih.

Application Information Will Show Up Here

Pintek Secures Nearly 100 Billion Rupiah Series A Funding to Enhance SME Financing for Educational Purposes

Education focused fintech lending startup, Pintek, announced the Series A funding of $7 million (nearly 100 billion Rupiah) through its parent company, Socap Holding Pte. Ltd. Therefore, Pintek has raised a total funding of more than $35 million.

There are new investors involved in this round, including Kaizenvest, Heritas Capital, Blue7, and Earlsfield Capital. The previous investors, such as Finch Capital, Global Founder Capital (GFC), Accion Venture Lab, Strive, and Fox Ventures, also participated.

Ioann Fainsilber as the CEO of Socap Holding Pte. Ltd. and Pintek’s Co-Founder said, Pintek aims to maximize its role in supporting the education sector in Indonesia. The company’s proposition is claimed to be validated with the increasing volume of funding, over five times in the first half of 2021, compared to the same period last year.

Throughout the Covid-19 situation, he and his team focused on maintaining capacity to operate in effective ways, such as adapting its product portfolio, launching new solutions for the education ecosystem, strengthening the capital structure, and expanding reach across Indonesia.

“We want to be one of the drivers to accelerate technology penetration of inclusive and high-quality educational and financial service products in Indonesia,” Fainsilber said in an official statement, Tuesday (23/11).

Pintek’s Co-Founder and President Director, Tommy Yuwono said that the company will use the fresh funding to focus on business development in order to reach more users, improve services, develop products and provide easier access for all students/parents, teachers, schools, and educational based SMEs.

“We discover an increasing demand in the education sector and intend to accelerate the accessibility of financial services in Indonesia by serving the whole ecosystem.”

Kaizenvest’s Principal, Gaurav Jain said, “As an education-focused investment backer, we are very impressed with what Pintek has built in Indonesia in the last three years, combining social impact and innovative financial services for their users. Kaizenvest expects to support the rapid digitization of Indonesia’s education sector by ensuring high-quality learning opportunities are available to a wider community.”

“We are very pleased to welcome our collaboration with Pintek because we believe the company is developing a comprehensive solution that will have a multiplier effect in improving the quality of access to the entire education ecosystem,” he said.

The ongoing pandemic has affected the educational infrastructure and resulting in highly limited access to education in Indonesia. More than 68 million students have to study from home, and more than 642,000 educational institutions’ operations are affected.

The difficulty of transforming educational institutions to online learning and the lack of digitalization have become significant challenges that affect teaching and learning activities, and the urgent need for education encourages Pintek to present innovation to solve these problems.

Was founded in 2018, Pintek and its affiliates have supported more than 2,750 educational institutions and 100 educational SMEs to reach more than 650 thousand students, and provide financial education content for public with 1.3 million unique monthly visitors. This series of achievements has encouraged Pintek to target 10 million customers in the ecosystem within the next five years.

Focus on educational vendor

Previously, Tommy revealed that the company has started to focus on channeling fund for educational based SMEs/vendors since last year by providing business capital loans to fulfill the procurement of school facilities and infrastructure in Indonesia.

Based on Pintek‘s analytical research in July 2021 on more than 80 educational based SMEs/vendors, most of them still rely on private funding for their company’s capital and operations. Around 90% of self-financing SMEs/vendors required Rp. 200 million cash flow in average for its operations, especially for providers of books and learning support tools. As many as 57% have experienced funding difficulties at least twice in the last two years.

“From Pintek’s research, we also found that SMEs/Vendors are still not familiar with funding from financial technology. This is certainly a challenge for us to be able to educate the audience more massively and thoroughly. Vendors/SMEs don’t need to worry because we already have a license and all services and operational activities are under the supervision of the OJK,” Tommy continued.

Pintek is targeting a disbursement of up to Rp700 billion this year, with optimal funding readiness to meet demands from educational based SMEs/vendors. Since 2019, Pintek has distributed funding to more than 3 thousand students and more than 100 educational institutions. Its realization in the first semester of 2021 is claimed to increase fourfold year-on-year with a value of hundreds of billions of Rupiah.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pintek Raih Pendanaan Seri A Hampir 100 Miliar Rupiah, Perkuat Pembiayaan UMKM Khusus Pendidikan

Startup fintech lending untuk edukasi Pintek mengumumkan perolehan pendanaan Seri A senilai $7 juta (hampir 100 miliar Rupiah) melalui perusahaan induknya, Socap Holding Pte. Ltd. Dengan demikian, total pendanaan yang terkumpul Pintek sejauh ini sudah lebih dari $35 juta.

Investor baru yang masuk pada putaran ini adalah Kaizenvest, Heritas Capital, Blue7, dan Earlsfield Capital. Investor terdahulu, seperti Finch Capital, Global Founder Capital (GFC), Accion Venture Lab, Strive, dan Fox Ventures, turut berpartisipasi dalam putaran ini.

CEO Socap Holding Pte. Ltd. & Co-Founder Pintek Ioann Fainsilber mengatakan, keinginan yang besar dari Pintek untuk memaksimalkan perannya dalam mendukung sektor pendidikan di Indonesia. Proposisi perusahaan diklaim tervalidasi dengan meningkatnya volume pendanaan naik lebih dari lima kali lipat pada semester pertama 2021 dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

Sepanjang Covid-19, ia dan tim fokus untuk mempertahankan kemampuan kami untuk beroperasi dengan berbagai cara yang efektif, termasuk mengadaptasi portofolio produk, meluncurkan solusi baru untuk ekosistem pendidikan, memperkuat struktur permodalan, dan memperluas jangkauan di seluruh Indonesia.

“Kami ingin menjadi salah satu pendorong untuk mempercepat penetrasi teknologi pendidikan dan produk layanan keuangan yang inklusif dan berkualitas tinggi di Indonesia,” ucap Fainsilber dalam keterangan resmi, Selasa (23/11).

Co-Founder dan Direktur Utama Pintek Tommy Yuwono menambahkan, fokus dana segar akan dimanfaatkan Pintek untuk pengembangan bisnis agar dapat menjangkau lebih banyak pengguna, meningkatkan layanan, mengembangkan produk sehingga lebih mudah digunakan untuk semua siswa/orang tua, guru, sekolah, dan UKM pemasok pendidikan.

“Kami melihat adanya peningkatan perminaan di sektor pendidikan dan ingin mendorong aksesibilitas layanan keuangan di Indonesia dengan melayani seluruh ekosistem.”

Principal Kaizenvest Gaurav Jain mengatakan, sebagai pemberi investasi yang berfokus pada pendidikan, pihaknya sangat terkesan dengan apa yang telah dibangun oleh Pintek di Indonesia dalam tiga tahun terakhir, menggabungkan dampak sosial dan layanan keuangan inovatif bagi pengguna mereka. Kaizenvest ingin mendukung digitalisasi yang cepat dari sektor pendidikan Indonesia dengan memastikan bahwa kesempatan belajar berkualitas tinggi tersedia untuk segmen masyarakat yang lebih luas.

“Kami sangat senang dengan kolaborasi kami dengan Pintek karena kami percaya bahwa Pintek sedang mengembangkan solusi komprehensif yang akan memiliki efek berganda dalam meningkatkan kualitas akses ke seluruh ekosistem pendidikan,” ujarnya.

Pandemi yang berlangsung selama ini telah memengaruhi infrastruktur pendidikan dan sangat membatasi akses pendidikan di Indonesia. Lebih dari 68 juta siswa harus belajar dari rumah, dan lebih dari 642 ribu institusi pendidikan terkena dampak operasionalnya.

Sulitnya transisi lembaga pendidikan ke pembelajaran online dan kurangnya digitalisasi telah menjadi tantangan signifikan yang memengaruhi kegiatan belajar mengajar, serta kebutuhan mendesak untuk pendidikan membuat Pintek hadir dalam memberikan inovasi kepada permasalahan tersebut.

Sejak didirikan pada 2018, Pintek dan afiliasinya telah mendukung lebih dari 2.750 institusi pendidikan dan 100 UKM pendidikan untuk menjangkau lebih dari 650 ribu siswa, serta menyediakan konten edukasi keuangan kepada masyarakat dengan 1,3 juta pengunjung unik setiap bulan. Pencapaian tersebut, membuat Pintek optimis menargetkan 10 juta pelanggan di ekosistem dalam lima tahun ke depan.

Fokus pembiayaan untuk vendor pendidikan

Sebelumnya, Tommy mengungkapkan sejak tahun lalu, perusahaan mulai memfokuskan pendanaan untuk UKM/vendor pendidikan dengan menyediakan pinjaman modal usaha untuk pemenuhan pengadaan sarana dan prasasarana sekolah di Indonesia.

Berdasarkan riset analitik Pintek di bulan Juli 2021 pada lebih dari 80 UKM/Vendor pendidikan, mayoritas masih mengandalkan pendanaan pribadi untuk modal dan operasional perusahaannya. Sebesar 90% dari UKM/vendor swadana membutuhkan arus kas di kisaran Rp200 juta untuk operasional mereka, khususnya pada penyedia buku dan alat penunjang pembelajaran. Sebanyak 57% di antaranya mengalami kesulitan pendanaan setidaknya hingga dua kali dalam dua tahun terakhir.

“Dari riset Pintek, kami juga menemukan bahwa UKM/Vendor masih belum familiar dengan pendanaan oleh financial technology. Hal Ini tentu menjadi tantangan bagi kami untuk bisa mengedukasi khalayak secara lebih masif dan menyeluruh. Vendor/UKM tidak perlu khawatir karena kami sudah mengantongi izin dan seluruh layanan serta kegiatan operasional di bawah pengawasan oleh OJK,” lanjut Tommy.

Tahun ini Pintek menargetkan penyaluran hingga Rp700 miliar dengan kesiapan dana yang optimal untuk memenuhi permintaan dari UKM/vendor pendidikan. Sejak 2019, Pintek sudah menyalurkan pendanaan ke lebih dari 3 ribu siswa dan lebih dari 100 institusi pendidikan. Realisasinya pada semester I 2021 diklaim naik empat kali lipat secara year-on-year dengan nilai ratusan miliar Rupiah.

Alpha JWC Participates in the Funding for “Pace” Paylater Startup

Pace paylater aka BNPL (buy now pay later) startup announced $40 million (over 569 billion Rupiah) funding in series A round. Several investors joining the round, including UOB Venture Management, Marubeni Ventures, Atinum Partners, AppWorks, and a series of family business from Japan and Indonesia.

Previous investors, such as Vertex Ventures Southeast Asia, Alpha JWC Ventures, and Genesis Alternative Ventures also participated. All three chipped in a seven-figure value for the early-stage funding this year.

In an official statement, Pace’s Founder & CEO, Turochas ‘T’ Fuad explained, this round of investments came from some of the most successful and established investors which signifies their belief that Pace is the leading BNPL player in Asia.

“This area is expected to be the fastest growing BNPL market in the world. This funding will support Pace in achieving its mission to democratize financial services for all, and help us expand into Japan, Korea and Taiwan,” said T.

UOB Venture Management’s Executive Director, Paul Ng added, “We are impressed by Pace’s founders’ clear vision, rapid growth and experience not only in BNPL payments, but in its progress in creating financial inclusion, and remain confident in their ability to revolutionize financial services.”

After this investment round, Pace is said to be the fastest growing multi-region BNPL player from Singapore. The company will use its fresh funding to expand technology, operations and business development, to achieve a $1 billion Gross Merchandise Value by 2022 and grow its user base by 25 times over the next 12 months.

To date, Pace has more than 3 thousand points of sale throughout the region, engaged in various types of businesses, from fashion, fitness, F&B, education, jewelry, hobbies, services, electronics, and others. The company leveraged its technology to increase overall sales by up to 25% by leveraging local customer insights, while driving repeat purchases from a rapidly growing user base.

T launched Pace earlier this year. It has successfully expanded its overseas operations in collaboration with regulators and adapting ultra-local approaches, such as integrating payment methods in frequently used markets to build resonance with merchants and buyers. This strategy will continue to replicate the hyperlocal framework as it rolls out in new countries.

Pace enables consumers to split their purchase bill into three interest-free payments over 60 days, through an omnichannel experience that helps consumers for sustainable shopping.

Pace aims to create financial inclusion for consumers in the region, by helping them control and shop at their own pace, while helping merchants meet growing consumer demand and increase sales efficiency. Currently, Pace operates in Singapore, Malaysia, Hong Kong and Thailand.

Yet to enter the Indonesian market

Pace is yet to plan expansion to Indonesian market. However, this market segment is already crowded with players from both local and overseas. Its implementation appears in many applications, from digital wallets, ticket bookings, to the most popular on e-commerce platforms and/or online marketplaces.

BNPL is one of the promising fintech segments in Southeast Asia. According to research conducted by Google, Temasek Holdings and Bain & Co., about half of Southeast Asia’s nearly 400 million adults are unbanked.

Over 90 million people are “underbanked”: They have bank accounts but do not have adequate access to investment, insurance or credit products. Millions of small and medium-sized businesses also face significant funding gaps, according to the study. This problem is getting spiky in Indonesia, where more than 70% of adults—about 140 million people—are unbanked or unbanked.

Data rewritten by Nikkei Asia


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Alpha JWC Ventures Kembali Berpartisipasi dalam Pendanaan Startup Paylater “Pace”

Startup paylater alias BNPL (buy now pay later) Pace mengumumkan telah mengumpulkan $40 juta (lebih dari 569 miliar Rupiah) dalam putaran pendanaan seri A. Investor yang bergabung dalam putaran tersebut adalah UOB Venture Management, Marubeni Ventures, Atinum Partners, AppWorks, dan serangkaian kantor keluarga dari Jepang dan Indonesia.

Investor sebelumnya, Vertex Ventures Southeast Asia, Alpha JWC Ventures, dan Genesis Alternative Ventures juga berpartisipasi. Ketiganya menyuntik Pace dalam pendanaan tahap awal dengan nilai tujuh digit pada awal tahun ini.

Dalam keterangan resmi, Founder & CEO Pace Turochas ‘T’ Fuad menerangkan, putaran investasi ini datang dari beberapa investor paling sukses dan mapan yang menandakan keyakinan mereka bahwa Pace adalah pemain BNPL terkemuka di Asia.

“Kawasan ini diharapkan menjadi pasar BNPL dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Pendanaan ini akan mendukung Pace dalam mencapai misinya untuk mendemokratisasi layanan keuangan untuk semua, dan membantu kami ekspansi ke Jepang, Korea, dan Taiwan,” ujar T.

Direktur Eksekutif UOB Venture Management Paul Ng menambahkan, “Kami terkesan dengan visi yang jelas dari pendiri Pace, pertumbuhan yang cepat, dan pengalaman tidak hanya dalam pembayaran BNPL, tetapi dalam kemajuannya dalam menciptakan inklusi keuangan, dan tetap percaya diri dengan kemampuan mereka untuk merevolusi layanan keuangan.”

Setelah putaran investasi ini, diklaim Pace menjadi pemain BNPL multi-wilayah dengan pertumbuhan tercepat dari Singapura. Pendanaan baru ini akan digunakan perusahaan untuk memperluas teknologi, operasi, pengembangan bisnis, untuk mencapai nilai Gross Merchandise Value sebesar $1 miliar pada 2022 dan menumbuhkan basis penggunanya sebesar 25 kali pada 12 bulan ke depan.

Hingga saat ini, Pace memiliki lebih dari 3 ribu titik penjualan di seluruh wilayah, bergerak dari berbagai jenis usaha, mulai dari fesyen, fitness, F&B, edukasi, perhiasan, hobi, jasa, elektronik, dan lainnya. Perusahaan memanfaatkan teknologinya untuk meningkatkan penjualan secara keseluruhan hingga 25% dengan memanfaatkan wawasan pelanggan lokal, sambil mendorong pembelian berulang (repeat purchase) dari basis pengguna yang berkembang pesat.

Pace diluncurkan oleh pada awal tahun ini oleh T. Ia berhasil mengembangkan operasinya di luar negeri bekerja sama dengan regulator dan mengadaptasi pendekatan ultra-lokal, seperti mengintegrasikan metode pembayaran dalam pasar yang sering digunakan untuk membangun resonansi dengan pedagang dan pembeli. Strategi ini akan terus mereplikasi kerangka kerja hiperlokal saat diluncurkan di negara-negara baru.

Pace memungkinkan konsumen untuk membagi tagihan pembelian mereka menjadi tiga kali pembayaran bebas bunga selama 60 hari, melalui pengalaman omnichannel yang membantu konsumen berbelanja secara berkelanjutan.

Pace bertujuan untuk menciptakan inklusi keuangan bagi konsumen di wilayah tersebut, dengan membantu mereka mengendalikan dan berbelanja sesuai keinginan mereka, sambil membantu pedagang memenuhi permintaan konsumen yang meningkat dan meningkatkan efisiensi penjualan. Saat ini, Pace beroperasi di Singapura, Malaysia, Hong Kong, dan Thailand.

Belum ada rencana masuk Indonesia

Belum dipaparkan kapan rencana Pace untuk hadir di Indonesia. Namun, segmen pasar ini sudah ramai diisi oleh banyak pemain baik dari lokal maupun luar negeri. Implementasinya muncul di banyak aplikasi, mulai dari dompet digital, pemesanan tiket, sampai yang paling populer di platform e-commerce dan/atau online marketplace.

BNPL adalah salah satu segmen fintech yang menjanjikan potensinya di Asia Tenggara. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Google, Temasek Holdings dan Bain & Co., sekitar setengah dari hampir 400 juta orang dewasa di Asia Tenggara tidak memiliki rekening bank.

Lebih dari 90 juta lebih “underbanked”: Mereka memiliki rekening bank tetapi tidak memiliki akses yang memadai ke produk investasi, asuransi, atau kredit. Jutaan usaha kecil dan menengah juga menghadapi kesenjangan pendanaan yang signifikan, menurut penelitian tersebut. Masalah ini lebih pelik di Indonesia, di mana lebih dari 70% orang dewasa—sekitar 140 juta orang—tidak memiliki rekening bank atau unbanked.

Grafik dioleh kembali oleh Nikkei Asia
Application Information Will Show Up Here

Klinik Pintar Secures 58 Billion Rupiah Series A Funding

Healthtech startup Klinik Pintar announced the series A funding of $4.15 million or around 58 billion Rupiah. Golden Gate Ventures led the funding, with the participation of Bundamedik Healthcare System (BMHS), Skystar Ventures, and Sequis Life.

Golden Gate Ventures previously invested in Klinik Pintar in a pre-series A funding round in November 2020, along with two other investors, Venturra Discovery and Kenangan Kapital, an angel fund owned by Kopi Kenangan’s Co-founder, Edward Tirtanata.

In his official statement, Golden Gate Ventures’ representative, Justin Hall expressed optimism about the Indonesian health industry. Hall said, Indonesia has a great potential growth and Klinik Pintar is taking part in this growth by building an integrated health ecosystem. “The previously mentioned convinces us to support Klinik Pintar in advancing the health system through this funding support,” he explained.

Meanwhile, the BMHS’ representative, dr. Ivan Sini said that his participation in Klinik Pintar funding signifies the company’s commitment to developing an integrated health service ecosystem with Smart Clinics in Indonesia. “This synergy can be started from the referral system, laboratory, and supply chain,” he said.

For information, the Smart Clinic under the auspices of PT Medigo Teknologi Kesehatan (Medigo) offers a solution through a profit sharing system with the clinic owner. This collaboration is in the form of providing technology solutions to digitize business processes and services, standardization, and investment that can help clinic owners develop their businesses and increase value-based care.

In order to realize this integrated health ecosystem, Klinik Pintar continues to develop the Klinik OS (Operating System) digital platform that digitizes operations and empowers clinics through digital. It includes online and offline end-to-end services, comprehensive standardization of SOPs, inventory and managerial management, and digitally connecting between clinics in the network and other supporting partners.

Service development in 2022

DailySocial.id had a chance to interview Medigo’s Co-founder & CEO, Harya Bimo regarding the future business plan using this new funding. On this occasion, the man who is familiarly called Bimo emphasized that from now on, Medigo will use Klinik Pintar as the branding of its services in the future.

In accordance with its mission to become a clinic supply chain provider in Indonesia, this new funding will be used to expand the Klinik Pintar network and services. Currently, Klinik Pintar already has 120 clinics available in 60 cities throughout Indonesia.

“We have proven that the framework [through the clinical supply chain model] is successful. Therefore, in the next two years, we want to strengthen existing services by increasing the value of the Smart network through service interoperability,” he said.

One of which is service synergy with the ecosystem owned by BMHS. To strengthen this synergy, BMHS has invested in series A shares totaling 2339 shares which were issued and issued in Klinik Pintar Technologies Pte Ltd, with a direct share investment of $1.5 million or equivalent to Rp21 billion on 8 November. BMHS is part of the clinic’s operational partner through the Smart Clinic digital network.

This synergy will be performed by the Bundamedik Healthcare System, which is an integrated health service ecosystem belonging to PT Bundamedik Tbk, and consists of a network of hospitals, clinics, laboratories, to medical evacuation.

His team will implement a digital-based referral system, both to hospitals and laboratories, by utilizing the ecosystem owned by BMHS. According to Bimo, so far the referral system in Indonesia is still paper-based, which is considered inefficient for patients and health workers.

Klinik Pintar
Klinik Pintar

With digital referrals, doctors and health workers can see the patient’s previous track record. In another example, a patient who is referred for laboratory tests can collect the results at the Klinik Pintar.

“We are trying to empower existing clinics. Considering that not all clinics have laboratories, we take an approach with a network strategy. Now, BMHS has a similar idea to what we are looking for. Our main synergy is to address the needs in areas that so far do not have access to laboratories. We “We will develop this network synergy with BMHS. Our target next year is to build 400 clinics,” he explained.

In another use case, Klinik Pintar will also improve interoperability in the supply chain by connecting clinics and suppliers (principals). Thus, clinics can order various medical equipment and health products, such as pharmaceuticals, vaccines, syringes, and gloves.

“We want to go national now. Currently, we supply gradually in Jabodetabek. Our next target is Java and outside Java. At the very least, our target is to be able to penetrate new cities every quarter. We are also collaborating with big pharmaceutical players because our permits are not distributors,” Bimo said.

In addition, his team will open new access for maternal and child services. Bimo assessed that this segment was still underserved in Indonesia, especially during the Covid-19 pandemic. Klinik Pintar will provide a number of services, including home care and telemedicine through video calls.

Finally, his team is also developing a number of health programs as a preventive measure for serious diseases (diabetes, hypertension, heart) through a health plan. Currently, the program is only marketed to B2B consumers.

“Many internal diseases can’t actually be handled via chat and one meeting. An offline and online approach is required, not only teleconsultation, but also monitoring. This is one of the challenges we see in hospitals and clinics, not in handling severe symptoms,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Klinik Pintar Memperoleh Pendanaan Seri A Sebesar 58 Miliar Rupiah

Startup healthtech Klinik Pintar mengumumkan perolehan pendanaan seri A sebesar $4,15 juta atau sekitar 58 miliar Rupiah. Golden Gate Ventures kembali terlibat dan kali ini memimpin pendanaan, ditambah partisipasi PT Bundamedik Tbk (BMHS), Skystar Capital, dan Sequis Life.

Golden Gate Ventures sebelumnya berinvestasi di Klinik Pintar pada putaran pendanaan pra-seri A yang diumumkan November 2020, bersama dua investor lainnya, yaitu Venturra Discovery dan Kenangan Kapital yang merupakan angel fund milik Co-founder Kopi Kenangan Edward Tirtanata.

Dalam keterangan resminya, perwakilan Golden Gate Ventures Justin Hall mengungkap optimistis terhadap industri kesehatan Indonesia. Menurut Hall, potensi pertumbuhan di Indonesia sangat besar dan Klinik Pintar mengambil peran dalam pertumbuhan tersebut dengan membangun ekosistem kesehatan terintegrasi. “Hal di atas meyakinkan kami mendukung Klinik Pintar dalam memajukan sistem kesehatan melalui sokongan pendanaan ini,” paparnya.

Sementara itu, perwakilan BMHS dr. Ivan Sini menambahkan bahwa partisipasinya di pendanaan Klinik Pintar menandakan komitmen perusahaan untuk mengembangkan ekosistem layanan kesehatan terintegrasi bersama Klinik Pintar di Indonesia. “Sinergi ini dapat dimulai dari sistem rujukan, laboratorium, dan supply chain,” katanya.

Sebagai informasi, Klinik Pintar di bawah naungan PT Medigo Teknologi Kesehatan (Medigo) menawarkan solusi melalui sistem bagi hasil dengan pemilik klinik. Kerja sama ini berupa pemberian solusi teknologi untuk mendigitalkan proses bisnis dan layanan, standardisasi, dan investasi yang dapat membantu pemilik klinik mengembangkan usaha dan meningkatkan value based-care.

Demi mewujudkan ekosistem kesehatan terintegrasi ini, Klinik Pintar terus mengembangkan platform digital Klinik OS (Operating System) yang mendigitalkan operasional dan memberdayakan klinik melalui digital. Digitalisasi ini meliputi layanan end-to-end secara online dan offline, standardisasi SOP menyeluruh, pengelolaan inventaris dan manajerial, dan menghubungkan antar-klinik di jaringan dan mitra pendukung lainnya secara digital.

Rencana pengembangan layanan di 2022

DailySocial.id berkesempatan mewawancarai Co-founder & CEO Medigo Harya Bimo terkait rencana bisnis ke depan dengan pendanaan baru ini. Pada kesempatan ini, pria yang karib disapa Bimo ini menegaskan bahwa kini Medigo akan memakai nama Klinik Pintar sebagai branding layanannya ke depan.

Sesuai misinya untuk menjadi penyedia supply chain klinik di Indonesia, pendanaan baru ini akan digunakan untuk mengekspansi jaringan dan layanan Klinik Pintar. Saat ini, Klinik Pintar sudah memiliki 120 klinik yang tersedia di 60 kota di seluruh Indonesia.

“Kami sudah membuktikan bahwa framework [melalui model supply chain klinik] ini berhasil. Maka itu, dalam dua tahun ke depan, kami ingin memperkuat layanan yang sudah ada dengan meningkatkan value jaringan Pintar lewat interoperabilitas layanan,” ungkapnya.

Salah satunya adalah sinergi layanan dengan ekosistem yang dimiliki BMHS. Untuk memperkuat sinergi ini, BMHS melakukan penyertaan saham seri A sejumlah 2339 lembar saham yang ditempatkan dan dikeluarkan dalam Klinik Pintar Technologies Pte Ltd, dengan penyertaan saham langsung $1,5 juta atau setara Rp21 miliar pada 8 November lalu. BMHS menjadi bagian dari mitra operasional klinik melalui jaringan digital Klinik Pintar.

Sinergi ini akan dilakukan Bundamedik Healthcare System yang merupakan ekosistem layanan kesehatan terintegrasi milik PT Bundamedik Tbk, dan terdiri dari jaringan rumah sakit, klinik, laboratorium, hingga evakuasi medis.

Pihaknya akan mengimplementasi sistem rujukan berbasis digital, baik ke rumah sakit maupun laboratorium, dengan memanfaatkan ekosistem yang dimiliki BMHS. Menurut Bimo, selama ini sistem rujukan di Indonesia masih berbasis kertas yang dinilai kurang efisien bagi pasien dan petugas kesehatan.

Klinik Pintar
Klinik Pintar

Dengan rujukan digital, dokter dan petugas kesehatan dapat melihat rekam jejak pasien sebelumnya. Pada contoh lain, pasien yang dirujuk untuk melakukan tes laboratorium, dapat mengambil hasilnya di Klinik Pintar.

“Kami berupaya empower klinik existing. Mengingat tidak semua klinik punya laboratorium, kami mengambil approach dengan strategi jaringan. Nah, BMHS punya pemikiran serupa dengan yang kami cari. Sinergi utama kami untuk address kebutuhan di daerah yang selama ini tidak punya akses ke laboratorium. Kami akan mengembangkan sinergi jaringan ini bersama BMHS. Target kami tahun depan membangun 400 klinik,” jelasnya.

Pada use case lain, Klinik Pintar juga akan meningkatkan interoperabilitas di supply chain dengan menghubungkan klinik dan supplier (principal). Dengan demikian, klinik dapat memesan berbagai peralatan medis dan produk kesehatan, seperti farmasi, vaksin, jarum suntik, dan sarung tangan.

“Kami ingin go national sekarang. Saat ini, supply kami lakukan bertahap di Jabodetabek. Target kami selanjutnya adalah Jawa dan luar Jawa. Paling tidak, kami target bisa tembus kota baru setiap kuartal. Kami juga kerja sama dengan pemain farmasi besar karena izin kami bukan distributor,” ujar Bimo.

Selain itu, pihaknya akan membuka akses baru bagi layanan ibu dan anak. Bimo menilai, segmen ini masih underserved di Indonesia, terutama selama pandemi Covid-19 terjadi. Klinik Pintar akan menyediakan sejumlah layanan, termasuk home care dan telemedicine melalui video call.

Terakhir, pihaknya juga tengah mengembangkan sejumlah program kesehatan sebagai tindakan preventif penyakit berat (diabetes, hipertensi, jantung) melalui health plan. Saat ini, program tersebut baru dipasarkan ke konsumen B2B.

“Banyak penyakit dalam yang sebetulnya tidak dapat ditangani via chat dan sekali pertemuan saja. Perlu approach offline dan online, tidak hanya telekonsultasi, tetapi juga monitoring. Ini salah satu tantangan yang kami lihat di rumah sakit dan klinik, bukan di penanganan gejala berat,” katanya.

Application Information Will Show Up Here

Eden Farm Announces 271 Billion Rupiah Series A Funding Led by AppWorks and AC Ventures

Agritech startup Eden Farm announced the series A funding of $19 million or equivalent to 271.1 billion Rupiah. The round was led by AppWorks and AC Ventures, with the participation of Trihill Capital, OCBC Ventures, Investible, Corin Capital, and former investor Global Founders Capital.

This funding continues Eden Farm‘s pre-series A round led by investible in February 2021. With the mission of “Feeding the Nation”, Eden Farm has built an integrated food distribution network since 2017. The goal is to simplify the supply chain to increase margins by reducing prices and cutting out middlemen.

In its service, they also provide accurate demand forecasts for farmers by implementing digital acceleration, and achieving production predictability.

According to the statistics, Eden Farm currently serves 53 thousand customers and partners with more than 2 thousand farmers in Java. In order to support the supply chain, they also operate 5 Eden Fulfillment Centers in strategic locations, supported by 400 supplier partners for product availability.

Meanwhile, since 2019 AppWorks has participated in a number of local startup funding, including HarukaEDU series C funding (Nov 2019), Fabelio series C funding (June 2020), InfraDigital series A funding (Jun 2020), and iSeller pre-series B funding (2021).

Apart from Eden Farm, a number of local agritech startups are also trying to solve the same issue. One of them is TaniHub Group. Last May 2021, the platform secured a series B funding of $65.5 million (over 940 billion Rupiah) led by MDI Ventures. This round brought TaniHub’s valuation to over $200 million. Tanihub currently has several business units, including supply chain, financing, and farmer education.

Focus on solving supply chain issue

According to the BPS report, Indonesia has more than 33.4 million farmers, with the agricultural sector contributing 14% of Indonesia’s GDP or a $140 billion market growing 12.93% per quarter (QoQ). However, the agricultural sector still has major challenges related to supply chain efficiency and farmer welfare with many leakages occurring at various levels of the supply chain.

In this case, Eden Farm decided to focus on resolving issues in the supply chain. “We strengthened two important foundations on the supply and demand sides by building Eden Farm Sourcing Center (ESC) and Eden Farm Distribution Network (EDN),” Eden Farm’s Co-founder & CEO, David Gunawan said in an interview with DailySocial.id.

ESC is a program of direct collaboration with farmers to determine cropping patterns, certainty of selling prices, and certainty of the amount of agricultural produce taken every day. Meanwhile, EDN is a distribution network created to empower the community. EDN is spread in various locations and is within a 5 km radius of the customer so that delivery is faster and more efficient.

“Eden Farm is focused on revolutionizing the fresh produce supply chain and creating a strong defense in upstream agricultural technology. As early investors in Eden Farm, we see them growing and achieving their goals as they increase demand channels and build stronger relationships with farmers in the field. We believe Eden Farm can lead the industry towards digitalization and become a leader in B2B agricultural technology,” AC Ventures’ Founder & Managing Partner, Adrian Li said.

Focus on B2B segment

To date, the F&B sector has a market size of $92 billion, with the food sector expected to grow at a CAGR of 8.7%. They are also one of the biggest absorbers of agricultural products.

One of the business processes by Eden Farm is bridging needs on the industrial side, then connecting with farmers. They claim to have a strong operational system by procuring products directly from farmers, creating defenses in upstream agriculture and attracting growth through diversified B2B markets.

Focusing on the B2B market, Eden Farm supplies high quality food ingredients to various customer segments, including hotels, restaurants & cafes (HORECA), traditional markets, and e-commerce.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Eden Farm Umumkan Pendanaan Seri A 271 Miliar Rupiah Dipimpin AppWorks dan AC Ventures

Startup agritech Eden Farm mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $19 juta atau setara 271,1 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh AppWorks dan AC Ventures, dengan partisipasi dari Trihill Capital, OCBC Ventures, Investible, Corin Capital, dan investor terdahulu Global Founders Capital.

Pendanaan ini melanjutkan perolehan Eden Farm dalam putaran pra-seri A yang dipimpin investible pada Februari 2021 lalu. Mengusung misi “Feeding the Nation”, Eden Farm membangun jaringan distribusi pangan terintegrasi sejak 2017. Tujuannya untuk menyederhanakan rantai pasokan demi meningkatkan margin dengan mengurangi harga dan memotong perantara.

Dalam layanannya mereka juga memberikan demand forecast yang akurat bagi petani dengan menerapkan akselerasi digital, dan mencapai prediktabilitas produksi.

Dari statistik yang disampaikan, saat ini Eden Farm melayani 53 ribu pelanggan dan bermitra dengan lebih dari 2 ribu petani di pulau Jawa. Untuk mendukung rantai pasok, mereka juga mengoperasikan 5 Eden Fulfillment Center di lokasi-lokasi strategis dan didukung oleh 400 rekanan supplier ketersediaan produk.

Sementara itu, sejak 2019 AppWorks telah berpartisipasi ke sejumlah pendanaan startup lokal, di antaranya pendanaan seri C HarukaEDU (Nov 2019), pendanaan seri C Fabelio (Jun 2020), Pendanaan seri A InfraDigital (Jun 2020), dan pendanaan pra-seri B iSeller (2021).

Selain Eden Farm, sejumlah startup agritech lokal juga mencoba menyelesaikan isu yag sama. Salah satunya adalah TaniHub Group. Mei 2021 lalu, mereka dikabarkan telah mendapatkan pendanaan seri B senilai $65,5 juta (lebih dari 940 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh MDI Ventures. Putaran ini membawa valuasi TaniHub melambung senilai lebih dari $200 juta. Tanihub sendiri saat ini memiliki beberapa unit bisnis, termasuk di bidang rantai pasok, pembiayaan, hingga edukasi petani.

Fokus menyelesaikan isu rantai pasok

Menurut laporan BPS, Indonesia memiliki lebih dari 33,4 juta petani, dengan sektor pertanian berkontribusi sebesar 14% dari PDB Indonesia atau pasar senilai $140 miliar yang bertumbuh 12,93% per kuartal (QoQ). Namun demikian, sektor pertanian masih memiliki tantangan besar terkait efisiensi rantai pasok dan kesejahteraan petani dengan banyaknya kebocoran yang terjadi di berbagai lapis rantai pasok.

Dari permasalahan tersebut, Eden Farm memang memilih untuk fokus menyelesaikan isu di rantai pasok. “Kami memperkuat dua fondasi penting di sisi pasokan dan permintaan dengan membangun Eden Farm Sourcing Center (ESC) dan Eden Farm Distribution Network (EDN),” terang Co-founder & CEO Eden Farm David Gunawan dalam sebuah wawancara dengan DailySocial.id.

ESC adalah program kerja sama langsung dengan petani untuk menentukan pola tanam, kepastian harga jual, dan kepastian jumlah hasil tani yang diambil setiap harinya. Sedangkan EDN adalah jaringan distribusi yang dibuat dengan memberdayakan masyarakat. EDN tersebar di berbagai lokasi serta berada dalam radius 5 km dari pelanggan sehingga pengiriman lebih cepat dan efisien.

“Eden Farm fokus merevolusi rantai pasok produk segar dan menciptakan pertahanan yang kuat di bidang teknologi pertanian hulu. Sebagai investor awal di Eden Farm, kami melihat mereka telah bertumbuh dan berhasil meraih pencapaian mereka saat mereka meningkatkan demand channels dan membangun hubungan yang lebih kuat dengan petani di lapangan. Kami percaya, Eden Farm dapat memimpin industri ini menuju digitalisasi dan menjadi pemimpin di bidang teknologi pertanian B2B,” ujar Founder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li.

Fokus di segmen B2B

Untuk saat ini, sektor F&B memiliki ukuran pasar bernilai $92 miliar, dengan sektor makanan yang diperkirakan akan tumbuh pada CAGR sebesar 8,7%. Mereka pun menjadi salah satu penyerap terbesar produk-produk pertanian.

Proses bisnis yang dilakukan Eden Farm salah satunya menjembatani kebutuhan di sisi industri, lalu menghubungkan dengan para petani. Mereka mengklaim telah memiliki sistem operasional yang kuat dengan pengadaan produk langsung dari petani, menciptakan pertahanan di bidang pertanian hulu dan daya tarik pertumbuhan melalui pasar B2B yang beragam.

Fokus pada pasar B2B, Eden Farm memasok bahan makanan berkualitas tinggi ke berbagai segmentasi pelanggan, termasuk hotel, restoran, & cafe (HORECA), pasar tradisional, dan e-commerce.

Application Information Will Show Up Here

Shinta VR dan Penerapan Metaverse dalam Segmen B2B

Sejak didirikan pada tahun 2016 lalu, bisnis Shinta VR diklaim mengalami peningkatan yang positif. Bukan hanya dari sisi inovasi, namun juga target pasar dan mitra strategis yang makin banyak. Masih fokus menyasar kepada segmen B2B, kini Shinta VR tengah mempersiapkan diri untuk menghadirkan inovasi yang lebih besar kepada virtual reality enthusiast di Indonesia.

“Saya melihat tahun 2022 mendatang akan lebih banyak lagi permintaan perangkat VR di Indonesia. Membuktikan bahwa teknologi VR sudah semakin dikenal dan digunakan oleh semua kalangan,” kata Managing Director Shinta VR Andes Rizky kepada DailySocial.id.

Secara khusus saat ini Shinta VR memiliki tiga produk unggulan, yaitu  produk edukasi untuk sekolah, layanan human development untuk pelatihan pegawai perusahaan, serta platform entertainment/new media. Shinta VR juga telah membantu ribuan sekolah di 34 provinsi di Indonesia menggunakan teknologi 3D dan VR dalam pembelajaran melalui unit bisnisnya, yaitu Millealab.

Dengan strategi ‘community based content’ Millealab berhasil menciptakan dampak luas bagi dunia pendidikan Indonesia dengan mencetak 5200 guru terlatih dan 130 guru ambasador VR sejak 2019, dan sudah digunakan oleh ratusan sekolah di seluruh Indonesia.

“Masing-masing produk memiliki kekuatan tersendiri yang nantinya jika diintegrasikan, bisa memberikan impact yang luas dan relevan. Untuk mempercepat pertumbuhan, perusahaan juga berencana untuk memperluas target pasar,” kata Andes.

Disinggung apakah ke depannya Shinta VR juga akan menggarap gaming, Andes menegaskan tren game memanfaatkan teknologi VR ke depannya adalah lebih kepada multiplayer. Meskipun memiliki potensi untuk bisa dikembangkan namun mereka masih merasa enggan untuk masuk ke sana. Ada dua alasan, pertama dibutuhkan sumber daya besar untuk menciptakan inovasi tersebut. Kedua, pangsa pasar di segmen B2B masih luas dan cenderung lebih mudah dimonetisasi.

Kantongi pendanaan pra-seri A

Tim Shinta VR dengan TigaLapan Investama Group

Akhir Oktober 2021 lalu, Shinta VR mengumumkan telah mengantongi pendanaan pra-seri A yang dipimpin oleh TigaLapan Investama Group dan Investa Syailendra Nuswantara (INSAN) sebagai business/investment aggregator. Pendanaan ini melengkapi perolehan sebelumnya oleh Telkomsel Innovation Centre (TINC), Rentracks, dan beberapa angel investor.

Tahun 2022 mendatang Shinta VR juga memiliki rencana untuk melanjutkan pendanaan ke tahapan seri A.

Rencananya dana segar tersebut bakal digunakan oleh perusahaan untuk merekrut lebih banyak tim engineer dan melakukan riset produk secara internal untuk mendukung misi perusahaan melebarkan bisnis. Dengan investasi ini, Shinta VR berfokus untuk menjadi perusahaan metaverse paling berdampak di Indonesia.

“Perkembangan Shinta VR sejak tahun 2016 hingga saat ini sudah mengalami pertumbuhan yang positif. Setelah menjalankan bisnis secara bootstrap kini kami mampu bermitra dengan investor yang memiliki koneksi strategis untuk membantu bisnis Shinta VR,” kata Andes.

Fokus mereka yang menyasar segmen B2B dengan menghadirkan produk edukasi dan human development dinilai sangat relevan saat ini. Selama ini perusahaan mengklaim telah berhasil mendapatkan revenue dari produk yang mereka hadirkan.

Selain Shinta VR, perusahaan yang mengembangkan teknologi VR/AR di Indonesia adalah Festivo, DCIMAJI, Magnate, ARnCO, Octagon Studio, Primetech, Avergo, Omni VR, Invoya, INVR, DAV, Varcode. Semua perusahaan tersebut saat ini tergabung dalam Indonesian VR/AR Association (INVRA).

Penerapan metaverse di Indonesia

Di Indonesia sendiri saat ini teknologi VR sudah makin dikenal. Dilihat dari makin banyaknya marketplace yang menjual perangkat VR, menjadikan teknologi ini sudah semakin familiar dikalangan masyarakat. Dukungan dari pemerintah diklaim makin besar, dengan semakin banyaknya perusahaan lokal yang bermain di industri VR saat ini.

Apakah saat ini Indonesia sudah siap menerapkan konsep metaverse? Menurut Andes secara umum saat ini metaverse sudah banyak dinikmati oleh masyarakat Indonesia. Melalui online games yang sifatnya semi-metaverse, secara langsung masyarakat Indonesia sudah terbiasa berinteraksi walaupun tidak langsung masuk ke metaverse yang sebenarnya. Teknologi yang digunakan juga tidak harus 5G, dengan 4G pun bisa didapatkan hasil yang bagus.

Metaverse menurut saya lebih melibatkan koneksi emosional. Jika bermain game seperti Among Us misalnya sudah bisa dikategorikan kepada metaverse, namun belum masuk dalam definisi metaverse yang sebenarnya. Saat ini pun perangkat untuk VR sudah semakin terjangkau harganya dan banyak dijual di berbagai marketplace. Artinya kita sudah siap, tinggal ditambahkan immersive, connection, dan emotional connection,” kata Andes.

Meskipun sangat luas definisi tentang metaverse, namun menurut Andes ada planet-planet kecil yang masih bisa dimanfaatkan untuk mendukung bisnis. Salah satunya adalah fokus kepada edukasi dan human development. Dengan integrasi data dan lainnya, nantinya juga bisa terhubung dengan metaverse lainnya seperti meta-commerce, blockchain, hingga NFT. Ditambahkan olehnya jika bicara soal metaverse hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana caranya bisa melakukan koneksi yang tepat,

“Misalnya untuk edukasi di sekolah bisa mendapatkan data insight untuk mengukur behavior siswa belajar di dunia virtual, demikian juga dengan human development dengan mendapatkan data yang lebih kompleks. Kemudian untuk virtual character system bisa didapatkan juga data koneksi emosional berinteraksi secara virtual,” kata Andes.