JD.id Confirmed as the New Unicorn

The e-commerce platform JD.id confirmed to DailySocial that the company’s valuation has exceeded US$ 1 billion. Therefore, JD.id has added to the list as Indonesia’s 6th unicorn. Involved in this “elite” list are Gojek, Tokopedia, Traveloka, Bukalapak, and Ovo. Three startups listed are leading the e-commerce business vertical.

JD.id avoids elaborating further on the total funds obtained and the current valuation. They also did not confirm the rumor that Gojek has poured an investment to the company, which was widely rumored last year. According to our source, there are some parties involved in the latest funding.

Earlier last year, Gojek announced a joint venture with JD.id.

The e-commerce site, with the jargon “selling goods with authentic guarantees”, came to Indonesia as a result of strategic cooperation between Chinese e-commerce giant JD.com and private equity Provident Capital. Provident itself is a Gojek investor and together with JD.com also built a JD joint venture in Thailand.

According to the SEA e-Conomy report, the e-commerce market share in Indonesia has reached US$ 21 billion in 2019 and is projected to grow rapidly to US$ 82 billion in 2025. It’s no surprise the e-commerce giants continue to strengthen the business strategy.

The competitive landscape in the business vertical is very tight because JD.id is dealing with other unicorns such as Shopee, Tokopedia, Bukalapak, and Lazada.

In 2019, Tokopedia has reached Gross Merchandise Value (GMV) at 222 trillion Rupiah. While in the first half of 2019, Bukalapak announced GMV reaching 70 trillion Rupiah, while for the same period Shopee reached 20.1 trillion Rupiah GMV.

Meanwhile, observed from the statistic of the platform’s visit in the Q3 2019, iPrice research showed the following result.

Indonesia's business competitive map of e-commerce based on platform's traffic / iPrice
Indonesia’s business competitive map of e-commerce based on platform’s traffic / iPrice

There are lots of approaches used by e-commerce players to win the market. With platforms like Bukalapak and Tokopedia intensified partnerships, JD.id always stated on several occasions its focus to strengthen logistics, particularly the same-day delivery feature.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

JD.id Konfirmasi Sandang Status “Unicorn” (UPDATED)

Platform e-commerce JD.id mengonfirmasi kepada DailySocial bahwa valuasi perusahaan sudah melebihi US$1 miliar. Dengan demikian JD.id menambah jajaran unicorn Indonesia menjadi 6 perusahaan. Termasuk dalam daftar “elit” ini adalah Gojek, Tokopedia, Traveloka, Bukalapak, dan Ovo. Tiga startup di jajaran ini beroperasi di vertikal e-commerce.

Pihak JD.id enggan merinci berapa dana yang diperoleh dan nilai valuasi saat ini. Mereka juga tidak mengonfirmasi rumor pendanaan dari Gojek yang santer terdengar dari tahun lalu. Menurut sumber kami, ada beberapa pihak yang terlibat dalam pendanaan terakhirnya.

Awal tahun lalu Gojek dan JD mengumumkan pembentukan joint venture.

Situs e-commerce yang miliki jargon “menjual barang dengan jaminan asli” tersebut hadir ke Indonesia sebagai hasil kerja sama strategis antara raksasa e-commerce Tiongkok JD.com dan private equity Provident Capital. Provident sendiri adalah investor Gojek dan bersama JD.com juga membangun joint venture JD di Thailand.

Menurut laporan e-Conomy SEA, pangsa pasar e-commerce di Indonesia telah mencapai $US21 miliar pada tahun 2019 dan diproyeksikan bertumbuh pesat jadi US$82 miliar pada 2025 mendatang. Tak ayal para raksasa e-commerce terus kuatkan strategi bisnis.

Lanskap persaingan di vertikal bisnis tersebut juga sangat ketat, karena JD.id berhadapan dengan unicorn lainnya yakni Shopee, Tokopedia, Bukalapak dan Lazada.

Tahun 2019, Tokopedia catatkan Gross Merchandise Value (GMV) mencapai 222 triliun Rupiah. Sementara pada paruh pertama tahun 2019, Bukalapak umumkan GMV capai 70 triliun Rupiah, sementara untuk periode yang sama Shopee catatkan GMV di angka 20,1 triliun Rupiah.

Sementara itu, jika ditinjau dari statistik kunjungan platform pada kuartal ketiga tahun 2019, riset iPrice mengemukakan data sebagai berikut:

Peta persaingan bisnis e-commerce Indonesia ditinjau dari trafik platform / iPrice
Peta persaingan bisnis e-commerce Indonesia ditinjau dari trafik platform / iPrice

Ada banyak pendekatan yang dilakukan oleh pemain e-commerce untuk memenangkan pasar. Jika platform seperti Bukalapak dan Tokopedia gencarkan program kemitraan, JD.id dalam beberapa kesempatan selalu menyampaikan fokusnya untuk perkuat logistik, khususnya fitur same-day delivery.

Application Information Will Show Up Here

Ovo is Indeed Indonesia’s Fifth Unicorn

Ovo’s former Director, Johnny Widodo (now the CEO of BeliMobilGue) said earlier this year at the interview with CNBC Indonesia that the digital payment platform has reached valuation over $1 billion or so-called unicorn. The news might be sealed and Indonesia’s “officially” still the country with four unicorns, Gojek, Tokopedia, Traveloka, and Bukalapak.

Last week, Finance Asia with its source, stated Ovo’s valuation at the latest round has reached $2.9 million (over 40 trillion Rupiah) – the number which may be obsolete today.

Regarding this news, our source at Ovo didn’t deny the Lippo Group initiated company supported by Tokyo Century Corp, Grab and Tokopedia, is indeed at the unicorn stage.

DSResearch’s Startup Report 2018 put Ovo as the closest unicorn-to-be, among all those startups with over $100 million valuation.

As the leading company of digital payment with GoPay, the company is clearly proceeding a big amount of funds that touch trillion Rupiahs per year. Ovo’s selection as the primary payment method on Tokopedia also boosts the increasing use of this instrument on average for every user.

A piece of news arose last weekend of Ovo and Dana merger in an effort to dominate the digital payment head to head with Gojek in Indonesia.

In fact, the unicorn title is not to solve all problems. The rumor of Bukalapak’s layoff due to profitability is an example of running a business won’t be that easy.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

 

Startup Unicorn Kelima Indonesia Memang adalah Ovo

Awal tahun ini, mantan Direktur Ovo Johnny Widodo (kini menjadi CEO BeliMobilGue) dalam wawancara dengan CBNC Indonesia sudah menyebut platform pembayaran digital itu sebagai salah satu yang bervaluasi lebih dari $1 miliar atau sering kita kenal sebagai unicorn. Narasi tersebut tampaknya diredam sehingga Indonesia saat ini “secara resmi” masih memiliki empat unicorn, yaitu Gojek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak.

Finance Asia minggu lalu, menurut sumber yang dikutipnya, menyebutkan valuasi Ovo saat pendanaan putaran terakhir mencapai $2,9 miliar (atau lebih dari 40 triliun Rupiah)–angka yang bahkan mungkin sudah obsolete hari ini.

Menanggapi hal ini, sumber kami di Ovo tidak menolak bahwa perusahaan yang diinisiasi Lippo Group dan didukung Tokyo Century Corp, Grab, dan Tokopedia ini memang sudah mencapai kondisi unicorn.

Startup Report 2018 yang disusun DSResearch menempatkan Ovo sebagai calon terdekat untuk status unicorn, di antara jajaran startup yang memiliki valuasi di atas $100 juta.

Sebagai perusahaan yang memimpin industri pembayaran digital bersama GoPay, perusahaan ini jelas memproses perputaran dana yang sangat besar yang mencapai triliunan Rupiah per tahunnya. Dipilihnya Ovo sebagai pilihan pembayaran primer di Tokopedia mendorong peningkatan penggunaan instrumen ini secara rata-rata untuk setiap pengguna.

Akhir pekan lalu sempat diberitakan ada potensi menyandingkan Ovo dan Dana untuk mendukung usaha mendominasi segmen pembayaran digital dalam kompetisinya menghadapi Gojek di Indonesia.

Tentu saja menyandang status unicorn bukan berarti bisa menyelesaikan semua permasalahan. Kabar perampingan pegawai Bukalapak demi alasan profitabilitas menjadi contoh menjalankan startup, yang memiliki kebutuhan pertumbuhan dan keuntungan, tidak semudah yang dibayangkan.

Application Information Will Show Up Here

Menteri Perindustrian Berharap Muncul Startup Unicorn Baru di Sektor Pendidikan dan “Virtual Reality”

Pertumbuhan bisnis rintisan teknologi atau startup di Indonesia memang cukup signifikan. Saat ini dari 7 startup di Asia Tenggara yang menyandang predikat unicorn atau yang memiliki valuasi lebih dari $1 miliar. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam sebuah kesempatan memprediksi akan ada dua unicorn baru dari Indonesia, masing-masing berasal dari sektor pendidikan dan virtual reality.

Dikutip dari beberapa sumber, Airlangga menyebutkan bahwa dua startup yang diprediksi akan menjadi unicorn tersebut sudah memiliki akses ke Silicon Valley, kiblat industri teknologi dunia. Dua startup ini, meski tidak disebutkan secara gamblang namanya, juga banyak dijadikan tujuan studi banding bagi negara-negara lain.

“Dua-duanya sudah punya akses ke Sillicon Valley dan banyak menteri dari negara-negara lain datang untuk belajar ke dua perusahaan ini,” terang Airlangga.

Airlangga meyakini bahwa unicorn baru di Indonesia akan mampu membawa efek berantai bagi pertumbuhan industri dan berpeluang untuk menyerap tenaga kerja lebih banyak. Unicorn juga disebut akan mampu menjadi open platform untuk jutaan usaha kecil dan menengah di Indonesia.

Menurutnya pemerintah juga tengah memacu pengembangan infraastruktur dan teknologi digital yang mendukung implementasi industri 4.0. Sarana penunjang ini meliputi Internet of Things (IoT), big data, cloud computing, artificial intelligence (AI), maupun virtual & augmented reality.

Startup pendidikan dan VR di Indonesia

Saat ini ada empat startup asal Indonesia yang masuk kategori unicorn. Mereka adalah Tokopedia, Bukalapak, Go-Jek, dan juga Traveloka. Dua dari industri e-commerce (Bukalapak dan Tokopedia), satu dari on demand service (Go-Jek), dan OTA (Traveloka).

Di sektor pendidikan, nama-nama seperti RuangGuru, Zenius, Kelase, dan HarukaEdu tengah menggodok inovasi paling mutakhir dan solutif untuk pendidikan di Indonesia.

Sementara itu di sektor virtual reality, Indonesia memiliki beberapa startup potensial, seperti Octagon Studio, Shinta VR, Slingshot, OmniVR, ARnCO, dan Primetech. Startup-startup ini mencoba menggali lebih dalam pemanfaatan teknologi virtual reality, mulai dari untuk kepentingan game, pendidikan, dan lain-lain.

Terlepas dari prediksi Menperin tersebut, DailySocial mencatat belum ada startup di kedua sektor tersebut yang memiliki valuasi mendekati level unicorn.

Prediksi ketua idEA

Prediksi mirip diungkapkan Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung, meskipun sektor yang diunggulkannya berbeda. Ia mengungkapkan Indonesia akan berpeluang melahirkan unicorn baru, tetapi sektornya adalah e-commerce, dompet digital, dan jasa pembelian tiket atau OTA  yang telah berhasil membuktikan diri memiliki frekuensi transaksi, volume transaksi, dan coverage yang cukup besar.

Marketplace bisa menjadi unicorn, cuma saya melihat yang jadi unicorn itu yang existing player, bukan yang baru. Kalau benar-benar baru dari nol, terus jadi unicorn, itu harus melewati yang 10 [marketplace] ini dulu, yang 10 ini saja baru dua yang jadi unicorn,” terang Untung.

Monk’s Hill: Indonesia dan Singapura Dominasi Unicorn di Asia Tenggara

Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan yang memiliki pertumbuhan startup menjanjikan. Pertumbuhan ini tak lepas dari perkembangan teknologi di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand.

Namun, hingga pertengahan 2018 ini, Indonesia dan Singapura menjadi dua negara di kawasan Asia Tenggara yang berhasil mencetak unicorn atau status bagi startup yang memiliki valuasi lebih dari $1 miliar.

Sebagaimana dikutip dari The State of Southeast Asia Tech Report 2018, tercatat ada delapan unicorn di Asia Tenggara dengan valuasi $1-10 miliar. Baik Indonesia dan Singapura masing-masing mencetak empat unicorn.

Secara rinci, dari Indonesia ada Bukalapak (di atas $ 1 miliar per Januari 2018), Traveloka ($2 miliar), Tokopedia (undisclosed, pendanaan $1,3 miliar di Agustus 2018 mendorong valuasi sebelumnya sebesar $1 miliar), dan Go-Jek ($5 miliar).

Sedangkan dari Singapura ada Grab ($10 miliar), Lazada ($3,15 miliar), Razer ($1,98 miliar per Agustus 2018), dan Sea ($4,90 miliar pasca-IPO pada Agustus 2018). “Capaian ini termasuk signifikan bagi kawasan Asia Tenggara dalam menghasilkan startup unicorn dibandingkan kawasan Asia secara keseluruhan,” ungkap laporan tersebut.

Menurut data Crunchbase, hanya ada tiga unicorn di Korea Selatan, kemudian masing-masing satu di Jepang, Australia, dan Hong Kong, 10 unicorn di India, dan tentu saja Tiongkok mendominasi dengan 90 unicorn. Ini menunjukkan potensi besar startup di Asia Tenggara untuk menjadi unicorn.

Di balik pencapaian ini, tentu ada sejumlah aksi strategis terjadi sehingga mendorong deretan startup di atas meraih gelar unicorn. Misalnya, Uber angkat kaki dari Asia Tenggara dan bisnisnya di regional akhirnya dicaplok Grab.

Tepat pada awal Agustus lalu, Grab mengantongi dana segar senilai Rp29 triliun dari berbagai investor, termasuk Toyoto Motor Corp senilai $1 miliar. Ini membuat valuasi Grab menjadi $11 miliar. Dana ini pun bakal digunaka untuk menguasai pasar ride-hailing di Asia Tenggara.

Selanjutnya, ambisi Go-Jek menjadi “super app” agar setiap orang dapat melakukan apa saja dengan satu aplikasi, juga turut mendorong pemodal ventura (VC) untuk mendanai ekspansi dan pengembangan bisnis mereka di masa depan.

Demikian juga langkah strategis yang diambil Razer, menjadi salah satu indikator kesuksesannya meraih gelar unicorn. Semula startup ini masuk ke bisnis penyediaan aksesoris komputer. Razer akhirnya menuai kesuksesan berkat fokus pada niche market, yaitu di penjualan mouse komputer dan keyboard untuk gamer.

“Setiap unicorn di Asia Tenggara punya cerita kesuksesan sendiri. Namun, founder yang menggerakan bisnis dengan ambisius dan agresif turut andil dalam pencapaiannya meraih status unicorn. Mereka berhasil meyakinkan VC agar mendanai startup untuk ekspansi dan pengembangan,” demikian penjelasan laporan tersebut.

Bagi Bukalapak, rencana Bukalapak mendirikan pusat riset dan pengembangan (R&D) di Bandung membawa perusahaan menyandang status barunya sebagai startup unicorn pada Januari 2018 lalu.

Ada pula Traveloka yang sahamnya dibeli raksasa travel online dunia Expedia senilai $350 juta (lebih dari Rp4,6 triliun). Aksi ini dilakukan agar Expedia bisa menyaingi rivalnya Priceline. Dana tersebut menjadikan Traveloka sebagai startup unicorn pertama di industri travel online Indonesia dengan valuasi lebih dari $2 miliar.

Tokopedia juga gencar ekspansi pasca-pendanaan yang diterimanya dari Alibaba Group dengan nilai lebih dari Rp14 triliun pada tahun lalu. Menurut riset Financial Times, Tokopedia berhasil memperkuat posisinya di Pulau Jawa di mana area ini menjadi pasar terbesar eCommerce di Indonesia.

Bukalapak Claims To Have Clinched “Unicorn” Status

Bukalapak claims to have clinched unicorn status, following Go-Jek, Traveloka, and Tokopedia. Company valuation is said to be more than $1 billion (around Rp13.5 trillion rupiahs).

“It [fund] comes from investment, but I have not been able to share it [investors]. The point is it has already reached one billion [dollars],” explained Co-Founder and CEO of Bukalapak Achmad Zaky, as quoted from Tempo, Thursday (11/16).

Exclusively to DailySocial, Zaky described:

“The Minister [Rudiantara] tells that there are only three unicorn startups in Indonesia. He told me, ‘Bukalapak is going to be one.’ I replied, ‘already there’. Practically said.”

Zaky ensures Bukalapak will retain the local ownership within company they initiated since 2010. He assures Bukalapak will not fall into foreign hands.

However, it does not mean Zaky is an anti-foreigner. He keeps an open opportunity even though foreign companies are not the majority owners.

According to the latest data, the largest share-owner of Bukalapak is the EMTEK media conglomerate, which per third quarter of 2017 owns 49.21% of marketplace service shares established by Zaky with Fajrin Rasyid and Nugroho Herucahyono.

Go-Jek confirmed its unicorn status after last year’s funding. Meanwhile for both Traveloka and Tokopedia has announced similar funding to achieve the same exclusive level. We are waiting for the concrete announcement from Bukalapak.


Original article is written in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak Sebut Telah Sandang Status “Unicorn”

Bukalapak menyebutkan pihaknya telah menyandang status startup unicorn, menyusul Go-Jek, Traveloka, dan Tokopedia. Valuasi yang diklaim Bukalapak mencapai lebih dari US$1 miliar (sekitar Rp13,5 triliun).

“Itu [dananya] dari investasi, tapi saya belum bisa share siapa [investornya]. Pokoknya sudah one billion [dollar],” terang Co-Founder dan CEO Bukalapak Achmad Zaky dikutip dari Tempo, Kamis (16/11).

Kepada DailySocial, Zaky memberikan keterangan:

“Pak Menteri [Rudiantara] bercerita sekarang baru ada tiga startup unicorn di Indonesia. Dia cerita, ‘Bukalapak bentar lagi juga unicorn nih’. Aku bales, ‘sudah pak’. Kira-kira begitu.”

Zaky memastikan bahwa Bukalapak akan tetap mempertahankan kepemilikan lokal di dalam perusahaan yang sudah dia rintis sejak 2010. Dia menjamin Bukalapak tidak akan jatuh ke tangan asing.

Kendati demikian, bukan berarti Zaky anti dengan asing. Dia tetap membuka kesempatan meski perusahaan asing bukan jadi pemilik mayoritas.

Menurut data terakhir, pemilik terbesar saham Bukalapak adalah konglomerasi media EMTEK, yang per laporan kuartal ketiga 2017 memiliki 49,21% saham layanan marketplace yang didirikan Zaky bersama Fajrin Rasyid dan Nugroho Herucahyono.

Go-Jek memastikan statusnya sebagai unicorn setelah perolehan pendanaan tahun lalu. Sementara Traveloka dan Tokopedia tahun ini masing-masing mengumumkan pendanaan serupa untuk mencapai level eksklusif yang sama. Kita tunggu pengumuman konkret dari Bukalapak.

Application Information Will Show Up Here

Ramalan Investasi Startup di Tahun Ayam Api

Tahun 2016 menunjukkan sikap baiknya kepada kancah startup Tanah Air. Berdasarkan Indonesia’s Tech Startup Report 2016, setidaknya ada empat catatan khusus yang dapat ditinjau dengan seksama.

Laporan tahunan yang disusun oleh DailySocial ini menunjukkan bahwa ranah e-commerce dan fintech masih bersaing ketat sebagai ranah tech startup dengan investasi terbanyak, masing-masing sebesar 21% dan 20%. Itulah fakta pertama yang kemudian diikuti dengan fakta kedua bahwa fintech diprediksi menjadi sektor terpopuler di tahun 2017.

Catatan ketiga, 40% dari investasi startup tahun 2016 ditujukan untuk startup tahap awal (seed) sedangkan 24% ditujukan untuk startup yang telah mencapai tahap Seri A.

Sayangnya, menyambung fakta di atas, catatan keempat dari annual report DailySocial ialah mengenai kurangnya talenta dan akses ke pendanaan yang diproyeksikan masih akan ‘menghantui’ tech startup di 2017 ini.

Tantangan tersebut dapat diubah menjadi peluang oleh para pelaku startup, asalkan mereka dapat memahami secara komprehensif apa yang telah dan akan terjadi pada ekosistem bisnis teknologi rintisan di Indonesia.

Go-Jek, contohnya. Startup yang telah mengakuisisi empat perusahaan teknologi India ini telah memasang standar tersendiri dalam memanfaatkan peluang tersebut, hingga akhirnya berhasil mengeruk pendanaan $550 juta dan secara resmi menjadi startup unicorn pertama di Indonesia.

Bagaimana langkah yang tepat untuk mencapai peluang agar mendapat pendanaan? Apakah pintu untuk meraih gelar unicorn seperti Go-Jek masih terbuka lebar di tahun Ayam Api? Menjawab pertanyaan semacam ini, Mandiri Capital Indonesia (MCI), Metra Digital Innovation (MDI), dan DailySocial.id berinisiatif kembali menggelar DigiTalks yang kali ini mengambil tema Investment Trend in 2017.

DigiTalks: Investment Trend in 2017 / DailySocial
DigiTalks: Investment Trend in 2017 / DailySocial

Diskusi panel DigiTalks pada kesempatan ini akan mengajak para startup owner/founder, revenue officer, business development officer, dan mereka yang ingin terlibat di dalam tubuh tech startup untuk mengenal dan berdiskusi mengenai lanskap pendanaan di tahun 2017 bersama pengamat industri dan venture capitalist, antara lain Raditya Pramana (Investment Manager Venturra Capital) Antonny Liem (CEO Merah Putih Incubator), dan Amir Karimuddin (Editor-in-chief DailySocial Business), yang akan dimoderatori oleh Aldi Adrian Hartanto (Head of Investments Mandiri Capital Indonesia).

DigiTalks yang akan diselenggarakan pada 31 Januari 2017 di Mandiri Inkubator Bisnis ini akan menguak cerita yang berkisar dari soal ekosistem startup Indonesia, pendanaan, juga tantangan dan masa depan tech entrepreneurs, venture capitalist, dan startup anak bangsa.

Dengan mendaftar gratis di sini, Anda akan mendapatkan insight terkini agar bisnis semakin bergengsi di tahun Ayam Api.

Disclosure: DigiTalks adalah kolaborasi bersama Mandiri Capital Indonesia, Metra Digital Innovation, dan DailySocial

Tiga Startup Indonesia Yang Segera Menyandang Status Unicorn

Kematangan industri startup Indonesia dan seluruh entitas yang terlibat di dalamnya mencapai titik terbaik untuk segera meroket dan mendobrak fase selanjutnya. Melihat ekosistemnya, pertanyaan mengenai kapan kelahiran startup unicorn di kancah lokal hanya menunggu waktu.

Managing Partner East Ventures Willson Cuaca pun senada dalam hal ini. Willson di ajang IDByte 2015 mengucapkan, “Melihat industrinya, akan ada unicorn sebentar lagi”.

Lantas pertanyaan selanjutnya ialah, startup mana yang divaluasi senilai lebih dari $1 miliar lebih dulu?

Traveloka

Traveloka menawarkan harga tiket penerbangan yang sangat kompetitif sejak tahun 2012 bermodalkan pendanaan awal dari East Ventures dalam jumlah yang tidak diumumkan. Startup ini mewujud menjadi portal online untuk penerbangan dan reservasi penginapan terbesar di Indonesia. Putaran pendanaan selanjutnya [Seri A] yang dikabarkan dari Traveloka, dipimpin oleh Global Founders Capital pada tahun 2013 silam dalam jumlah yang juga tidak disebutkan.

Banyak pihak meyakini bahwa Traveloka telah menutup pendanaan putaran lanjutan mengingat penetrasinya di sepanjang tahun 2015 ini berhasil menjadikan mereka top-of-mind di tengah masyarakat.

Tokopedia

Berbeda dengan dua kandidat lainnya di tulisan ini, Tokopedia menjadi satu-satunya startup yang merilis nilai pendanaannya. Dipimpin oleh Sequioa dan Softbank, Tokopedia menerima pendanaan Seri E bernilai U$ 100 juta (sekitar Rp 1,2 triliun saat itu) pada tahun lalu. Momen ini menjadi babak baru dalam industri e-commerce dan startup digital Indonesia.

Dalam perkembangannya kini, Tokopedia justru melakukan strategi periklanan non-digital. Metode yang cenderung dihindari oleh startup karena tak hanya membutuhkan biaya yang lebih besar, tetapi juga sulit diukur. Nampaknya, Tokopedia berhasil mengeksekusi dengan baik.

Go-Jek

Bukan rahasia lagi jika Go-Jek berada di daftar ini. Bermodalkan lebih dari 200.000 mitra pengemudi tersebar di seluruh Indonesia, Go-Jek tidak menurunkan kecepatan ekspansinya hingga melayani seluruh kota di pelosok Nusantara.

Acap kali diberitakan secara kontroversial, nyatanya jajaring layanan yang ditawarkan oleh Go-Jek berhasil merebut pasar mayoritas dari industri yang dijajaki. Sebut saja Go-Ride, Go-Send, Go-Food, dan Go-Mart.

Traveloka dan Tokopedia mungkin berhasil men-disrupt sebagian pasar, namun tak ada yang membeli tiket pesawat atau belanja online setiap hari. Go-Jek berhasil mengeksekusi layanan yang memang dibutuhkan dalam keseharian.

Didanai oleh Sequioa dalam jumlah yang tak disebutkan, Go-Jek memiliki kemewahan untuk bermanuver dalam mengembangkan eksperimen-eksperimen yang secara efektif mampu meraup pengguna dalam jumlah masif.

Satu benang merah: e-commerce

“E-commerce terus berkembang, hal tersebut tercermin berdasarkan besarnya biaya belanja iklan dari Traveloka dan Tokopedia,” kata lembaga riset Nielsen, dikutip dari pemberitaan Jakarta Globe (19/11).

Traveloka, Tokopedia, dan Go-Jek, menunjukkan traksi, inovasi, dan model bisnis yang valid secara konsisten. Pencapaiannya di sepanjang tahun ini jelas merefleksikan bagaimana industri e-commerce dan startup digital di tahun-tahun mendatang.

Memang tidak ada yang bisa memastikan startup mana yang lebih dulu meraup titel “unicorn” dengan valuasi senilai U$1 miliar, tapi setidaknya tiga kandidat yang memiliki kesempatan dan potensi terbaik.

Jika harus memiliki opsi lainnya, mungkin Tiket.com dan BukaLapak menjadi startup yang layak untuk dipantau karena memiliki kapabilitas yang tak jauh berbeda.