CrediBook Closes Series A Round of 116 Billion Rupiah Led by Monk’s Hill Ventures

A digital bookkeeping SaaS startup, CrediBook, announced Series A funding of $8.1 million (over 116 billion Rupiah) led by Monk’s Hill Ventures, with participation from several former investors, including Insignia Ventures Partners and Wavemaker Partners. Both were invested in the $1.5 million pre-series A round that closed in January 2021.

The company will use the fresh fund for national expansion, technology development, employee recruitment. Furthermore, the expansion of CrediMart’s digital wholesale services, through the addition of product categories and conventional wholesale store partnerships along with the expansion of operational areas.

In an official statement, CrediBook’s Co-founder & CEO Gabriel Frans said, the company will focus on answering operational problems faced by wholesalers, as well as working on great potential in the wholesale segment through CrediMart. Based on the data he quoted, there are around 200 thousand wholesale businesses serving 65 million retailers in Indonesia, contributing more than 60% to GDP.

Moreover, based on non-agricultural MSME activities, the estimated size of the market is $260 billion. “This is a very large number, therefore, CrediBook wants to work on this potential through the launch of a digital wholesale service, CrediMart, in September 2021,” Gabriel said, Tuesday (5/4).

Solving the grocery’s operational issue

CrediMart was born from operational problems experienced by conventional wholesale stores that do not have similar digital wholesale services. For wholesalers, CrediMart provides an online ordering application to make it easier for wholesale stores to receive orders and stock management quickly, and is equipped with digital bookkeeping features. As for retail, CrediMart provides online wholesale shopping services, overdue payments, and next-day delivery services.

Since its launching, CrediMart has served around 60 thousand wholesalers and retailers spread across more than 40 cities. Its partners provide a variety of wholesale products, ranging from daily necessities, leading medicines, stationery and office supplies, to building materials. Its revenue growth is claimed to increase up to seven times, increase 50% daily sales of wholesale partners, and increase unique retail customers by 56%.

“Through the digital bookkeeping application, CrediBook wants business actors to have neat financial reports and facilitate access to financing. Meanwhile, CrediMart is increasing the digital capacity of conventional wholesalers through order management and store inventory. CrediMart’s wholesale partners also welcome the digital services we provide because CrediMart helps to improve their business from the aspect of daily sales.”

For CrediBook alone, it is claimed that 40% of its users come from districts and villages in Indonesia. This application has also helped wholesale and retail players make neat financial reports in less than five minutes and has been proven to help speed up the process of applying for People’s Business Credit (KUR).

Regarding this funding, Monk’s Hill Ventures Partner Susli Lie said, for the last two years his team has been observing Gabriel and the CrediBook team working to comprehensively digitize wholesalers. Currently, the process of procuring wholesale and retail goods is still performed manually and is in dire need of digitization. In terms of potential, there are more than 65 million MSME players can be targeted.

“CrediBook has identified issues that need to be resolved, there are operational efficiency (digital bookkeeping applications and digital wholesalers), access to financing, and encouraging expansion for wholesalers to larger retail customers. We are very pleased to be a part of CrediBook’s journey which has mapped the potential of digitizing bookkeeping and digital wholesalers in Indonesia,” Susli said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

CrediBook Tutup Pendanaan Seri A 116 Miliar Rupiah Dipimpin Monk’s Hill Ventures

Startup SaaS pembukuan digital CrediBook mengumumkan perolehan pendanaan Seri A sebesar $8,1 juta (lebih dari 116 miliar Rupiah) yang dipimpin Monk’s Hill Ventures, dengan partisipasi dari beberapa investor terdahulu, yaitu Insignia Ventures Partners dan Wavemaker Partners. Keduanya merupakan investor pada putaran pra-seri A sebesar $1,5 juta yang berhasil ditutup pada Januari 2021.

Perusahaan akan memanfaatkan dana segar ini untuk ekspansi nasional, pengembangan teknologi, perekrutan karyawan. Lalu, ekspansi layanan grosir digital CrediMart, melalui penambahan kategori produk dan kemitraan toko grosir konvensional dan perluasan area operasional.

Dalam keterangan resmi, Co-founder & CEO CrediBook Gabriel Frans mengatakan, perusahaan akan fokus menjawab masalah operasional yang dihadapi pelaku grosir, sekaligus menggarap potensi besar di segmen grosir melalui CrediMart. Berdasarkan data yang ia kutip, di Indonesia terdapat sekitar 200 ribu usaha grosir yang melayani 65 juta ritel dan berkontribusi lebih dari 60% terhadap PDB.

Lebih dari itu, berdasarkan aktivitas UMKM nonpertanian, estimasi besarnya pasar tersebut mencapai $260 miliar. “Angka ini sangat besar, sehingga CrediBook ingin menggarap potensi tersebut melalui peluncuran layanan grosir digital, CrediMart, pada September 2021 lalu,” kata Gabriel, Selasa (5/4).

Menyelesaikan isu operasional toko grosir

CrediMart lahir dari permasalahan operasional yang dialami toko grosir konvensional yang tidak memiliki layanan grosir digital sejenis. Bagi rekan grosir, CrediMart menyediakan aplikasi online ordering untuk permudah toko grosir menerima pesanan dan manajemen stok lebih cepat, serta dilengkapi dengan fitur pembukuan digital. Sementara bagi ritel, CrediMart menyediakan layanan belanja grosir online, pembayaran tempo, hingga layanan pengantaran next-day.

Sejak diluncurkan, CrediMart telah menggaet sekitar 60 ribu pelaku grosir dan ritel yang tersebar di lebih dari 40 kota. Para mitranya menyediakan beragam produk grosir, mulai dari kebutuhan sehari-hari, obat-obatan terkemuka, alat tulis dan perlengkapan kantor, hingga bahan bangunan. Pertumbuhan pendapatannya diklaim naik hingga tujuh kali lipat, meningkatkan 50% penjualan harian rekan grosir, dan meningkatkan unique retail customers hingga 56%.

“Melalui aplikasi pembukuan digital, CrediBook ingin pelaku usaha memiliki laporan keuangan yang rapi dan memudahkan akses pembiayaan. Sementara CrediMart meningkatkan kapasitas digital para pelaku grosir konvensional melalui manajemen pesanan dan inventaris toko. Rekan grosir CrediMart juga menyambut baik layanan digital yang kami sediakan karena CrediMart turut membantu meningkatkan bisnis mereka dari aspek penjualan sehari-hari.”

Untuk CrediBook sendiri, diklaim sebanyak 40% penggunanya berasal dari kabupaten dan desa di Indonesia. Aplikasi ini juga telah membantu pelaku grosir dan ritel membuat laporan keuangan yang rapi dalam waktu kurang dari lima menit dan terbukti bantu mempercepat proses pengajuan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Terkait pendanaan ini, Partner Monk’s Hill Ventures Susli Lie menuturkan, selama dua tahun terakhir pihaknya telah mengamati Gabriel dan tim CrediBook yang bekerja untuk mendigitalkan grosir secara komprehensif. Saat ini proses pengadaan barang grosir dan ritel masih dilakukan secara manual dan sangat membutuhkan digitalisasi. Bicara potensinya pun sangat besar ada lebih dari 65 juta pelaku UMKM yang dapat menjadi target pengguna.

“CrediBook telah mengidentifikasi masalah yang perlu diselesaikan, yaitu efisiensi operasional (aplikasi pembukuan digital dan grosir digital), akses pembiayaan, dan dorongan ekspansi bagi pelaku grosir ke pelanggan ritel yang lebih besar. Kami sangat senang menjadi bagian dari perjalanan CrediBook yang telah memetakan kembali digitalisasi pembukuan dan grosir digital di Indonesia yang berpotensi,” ujar Susli.

***
Ikuti kuis dan challenge #NgabubureaDS di Instagram @dailysocial.id selama bulan Ramadan, yang akan bagi-bagi hadiah setiap minggunya berupa takjil, hampers hingga langganan konten premium DailySocial.id secara GRATIS. Simak info selengkapnya di sini dan pantau kuis mingguan kami di sini.

Application Information Will Show Up Here

Academic Fintech Lending Startup Dana Cita Plans to Expand to the Philippines

Dana Cita as a fintech lending focuses to facilitate academic finance reportedly to finalize its expansion to Philippines. From the flying rumor, Dana Cita will introduce new brand called “Bukas” (In Filipino means “open” or “tomorrow”). Bukas is now accessible through https://bukas.ph/.

Regarding expansion, Dana Cita’s Co-Founder Susli Lie has confirmed to DailySocial with no further detail.

This expansion run after the startup founded by Susli Lie and Naga Tan recorded great traction in Indonesia. Per March 2018, they’ve distributed funding loan up to two billion Rupiah. In terms of the current business, Dana Cita is sponsored by follow-on funding from Patamar Capital investor.

Previously, they’ve received license from OJK. Since then, the Jakarta based startup keep making talent acquisition in various ways, one is through regular socialization to the academic institutions. The loan has quite long tenor up to 72 months with 1-1.75% interest per month.

Previously, Dana Cita has formed strategic partnership with Gojek. It allows Gojek’s ecosystem to access the academic financial services of Dana Cita. Both are targeting Philippines market – although Gojek also facing obstacle post online transportation service licensing moratorium.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup Fintech Lending Pendidikan Dana Cita Bersiap Ekspansi ke Filipina

Dana Cita sebagai fintech lending yang fokus memfasilitasi pembiayaan pendidikan dikabarkan tengah mematangkan rencana ekspansinya ke Filipina. Dari kabar yang beredar sebelumnya, Dana Cita akan mengusung brand baru dengan nama “Bukas” (dalam bahasa Filipina berarti “terbuka” atau “besok”). Situs Bukas saat ini sudah bisa diakses melalui https://bukas.ph.

Mengenai ekspansi ini, Co-Founder Dana Cita Susli Lie telah mengonfirmasi kepada DailySocial, kendati masih enggan menceritakan detailnya.

Ekspansi ini dilakukan pasca startup yang didirikan Susli Lie dan Naga Tan ini mendapatkan traksi yang mengesankan di Indonesia. Per Maret 2018, mereka telah menyalurkan dana pinjaman pendidikan senilai dua miliar Rupiah. Secara bisnis saat ini Dana Cita sudah disokong oleh pendanaan lanjutan dengan investor Patamar Capital. Sebelumnya mereka menerima seed round dari Y Combinator.

Sejak tahun 2018, Dana Cita telah mendapatkan izin pengawasan dari OJK. Sejak saat itu juga startup yang bermarkas di Jakarta ini terus melakukan akuisisi pengguna dengan berbagai cara, salah satunya melalui acara sosialisasi rutin ke institusi akademik. Pinjaman yang diberikan memiliki tenor yang relatif panjang sampai 72 bulan, dengan bunga berkisar 1 sampai 1,75% per bulan.

Sebelumnya Dana Cita juga telah menjalin kerja sama strategis dengan Gojek. Kerja sama tersebut memungkinkan anggota ekosistem Gojek mengakses layanan pembiayaan pendidikan dari Dana Cita. Keduanya kini sama-sama tengah berjuang menjajaki pasar Filipina — kendati Gojek mendapatkan ganjalan pasca moratorium perizinan layanan transportasi online.

GO-JEK Partners with Findaya, Dana Cita, and Aktivaku

GO-JEK (8/31) announced a strategic partnership with three fintech lending companies, Findaya, Dana Cita, and Aktivaku. It aims to add up financial service options in GO-JEK ecosystem for merchants, drivers, and users. In fact, Dana Cita is a p2p lending service focused on academic purposes.

Findaya is a financial product of PT Mapan Global Reksa focused on lending for GO-JEK and GO- LIFE teams. Aktivaku, on the other hand, is a p2p lending platform focused on property products.

“Our enthusiasm in GO-JEK ecosystem is the partnership with financial technology providers for bridging consumers and partners, particularly those having difficulty to access formal financial services. We rely on the solid partnership between financial service providers with technology companies can reach broader public haven’t had an access to banking services,” Andre Soelistyo, GO-JEK’s President said.

Moreover, Susli Lie, Dana Cita’s Co-Founder, explained, “We believe our platform can help GO-JEK ecosystem to access financial services, particularly those related to academic financial. Our vision is to widen academic access for all students by reducing financial constraints.”

Ricky Gandawijaya, Aktivaku’s Co-Founder, through this partnership, optimistic that GO-JEK ecosystem can get a safe and transparent financial service. “We can provide housing financial service options for GO-JEK ecosystem in need. Aktivaku also supports the ecosystem development through an easy capital access for SMEs,” he added.

The official launching is attended by OJK representatives. Hendrikus Passagi, OJK’s Fintech Regulation, Licensing, and Supervision Director, said in his speech that this synergy could increase financial inclusion in Indonesia. He also emphasized that OJK will continue to boost the existence of digital economy ecosystem in Indonesia to improve public welfare.

This is not GO-JEK’s first partnership to advance its financial service. Previously, in late 2017, GO-JEK has made some acquisition over three fintech startups at a time, Midtrans, Kartuku, and Mapan. Nevertheless, it was issued by authority related to the procedure, Bank Indonesia in this case. BTN, BNI, Bank Permata Syariah, Allianz, and BPJS Ketenagakerjaan was previously engaged in a strategic partnership with the first local unicorn.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

GO-JEK Jalin Kerja Sama dengan Findaya, Dana Cita, dan Aktivaku

GO-JEK hari ini (31/8) mengumumkan kerja sama strategis dengan tiga perusahaan fintech lending, yakni Findaya, Dana Cita dan Aktivaku. Kerja sama tersebut ditujukan untuk memperkuat pilihan layanan pembiayaan yang ada di ekosistem GO-JEK, baik bagi mitra, merchant, maupun pengguna. Sebagai informasi, Dana Cita merupakan layanan p2p lending yang fokus memberikan pinjaman untuk kebutuhan pendidikan.

Findaya merupakan produk finansial berbasis p2p lending di bawah naungan PT Mapan Global Reksa yang berfokus memberikan pinjaman modal untuk mitra GO-JEK dan GO-LIFE. Saat ini CEO mereka, Aldi Haryopratomo, juga merupakan CEO dari GO-PAY. Sedangkan Aktivaku merupakan platform p2p lending yang memfokuskan pada pendanaan produk properti.

“Semangat kami di ekosistem GO-JEK adalah berkolaborasi dengan penyedia jasa keuangan untuk menjadi jembatan kepada konsumen dan mitra, terutama bagi mereka yang kesulitan mengakses layanan keuangan formal. Kami percaya kolaborasi yang kuat antara penyedia jasa keuangan dengan perusahaan teknologi bisa menjangkau lebih luas masyarakat yang belum mengakses layanan perbankan,” sambut President GO-JEK, Andre Soelistyo.

Sementara itu, Susli Lie, Co-Founder Dana Cita memaparkan, “Kami yakin platform kami dapat memudahkan anggota ekosistem GO-JEK mengakses layanan keuangan terutama yang terkait dengan pembiayaan pendidikan. Visi kami adalah memperluas akses pendidikan bagi semua pelajar dengan menurunkan kendala keuangan.”

Ricky Gandawijaya, Co-Founder Aktivaku yakin melalui kerja sama ini anggota ekosistem GO-JEK bisa mendapatkan layanan pembiayaan yang aman dan transparan. “Kami bisa memberikan pilihan layanan pembiayaan perumahan bagi anggota ekosistem GO-JEK yang membutuhkan. Aktivaku juga mendukung pengembangan anggota ekosistem melalui kemudahan akses permodalan bagi usaha kecil dan menengah,” ujarnya.

Peresmian kerja sama ini juga dihadiri perwakilan dari OJK. Dalam sambutannya Hendrikus Passagi selaku Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK mengatakan bahwa sinergi ini dapat meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia. Ia juga menegaskan bahwa OJK akan terus mendorong lahir dan hadirnya ekosistem ekonomi digital di tanah air supaya bisa membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Ini adalah kemitraan kesekian kalinya yang digenjot GO-JEK untuk memperkuat layanan finansial miliknya. Sebelumnya pada akhir 2017 lalu GO-JEK melakukan akuisisi kepada tiga startup fintech sekaligus, yakni Midtrans, Kartuku, dan Mapan. Kendati demikian proses tersebut sempat diisukan oleh otoritas terkait prosedur yang dijalankan, dalam hal ini Bank Indonesia. BTN, BNI, Bank Permata Syariah, Allianz dan BPJS Ketenagakerjaan sebelumnya juga telah bermitra strategis dengan unicorn lokal pertama tersebut.

Application Information Will Show Up Here

Startup Fintech Lending Dana Cita Bantu Pelajar Tempuh Pendidikan Formal

Masih minimnya tingkat partisipasi kasar perguruan tinggi di Indonesia, yang masih berkisar di angka 28%, menjadi peluang bisnis bagi startup fintech lending Dana Cita. Dengan model bisnis yang berbeda dibanding pemain sejenis, Dana Cita ingin mewujudkan cita-cita setiap pelajar Indonesia melalui pinjaman pendidikan yang terjangkau.

“Kami melihat adanya potensi untuk menjembatani kesenjangan pembiayaan sehingga Dana Cita berdiri di awal 2017. Supaya setiap anak bangsa yang ingin melanjutkan studi dapat meraih potensi maksimal mereka,” terang Co-Founder Dana Cita Susli Lie kepada DailySocial.

Dalam menjalankan bisnisnya ini, perusahaan menerapkan sistem dua peminjam. Pelajar menggandeng seorang wali dengan penghasilan terverifikasi untuk mengajukan permohonan. Dengan demikian, perusahaan dapat memberikan pinjaman sampai dengan 100% biaya kuliah. Tenornya pun jadi lebih panjang (maksimal 6 tahun) dan cicilan bulanan yang terjangkau, umumnya berkisar antara 1-1,5% (flat) per bulan.

Lewat cara tersebut, Susli berharap Dana Cita dapat mendorong pelajar berprestasi yang tadinya tidak mendaftar kuliah karena masalah pembiayaan untuk berani melanjutkan studi tanpa khawatir.

Pinjaman pendidikan sendiri merupakan suatu bentuk kredit tanpa agunan yang memiliki risiko. Untuk memitigasi risiko tersebut, perusahaan hanya memberikan pinjaman yang hanya ditujukan sebagai biaya pendidikan dan pencairannya dilakukan langsung ke pihak lembaga pendidikan.

“Di luar itu, proses evalusi kredit dan approval kami sesuaikan dengan faktor-faktor yang merujuk ke pelajar dan pendidikan, seperti program studi, lembaga pendidikan, jenis gelar, dan sebagainya.”

Hingga saat ini total pendanaan yang telah disalurkan mencapai kurang lebih Rp1,5 miliar untuk berbagai ragam program studi, seperti D3, S1, S2, bahkan kursus pendek. Pinjaman diberikan ke 28 lembaga pendidikan, meliputi UI, ITB, IPB, BINUS, UMN, PNJ, dan berbagai lembaga pendidikan lain, baik sekolah negeri maupun swasta.

Dalam menyalurkan pembiayaan, Dana Cita menggunakan sumber dana kelembagaan sehingga bukan disebut on balance sheet lending.

“Memang untuk sekarang belum terbuka penggalangan dana dari individu melalui platform online, namun ke depannya kami akan membuka pendekatan tersebut seiring dengan pertumbuhan demand untuk student loan.”

Target Dana Cita

Fintech Lending Dana Cita dan Misinya Bantu Pelajar Tempuh Pendidikan Formal / Dana Cita
Fintech Lending Dana Cita dan Misinya Bantu Pelajar Tempuh Pendidikan Formal / Dana Cita

Tak ingin cepat puas dengan pencapaian saat ini, Susli dan tim berharap bisa menyalurkan dana untuk membantu sebanyak-banyaknya mahasiswa dan calon mahasiswa di Indonesia. Sayangnya dia tidak menyebutkan secara detail target tersebut dalam bentuk angka.

Menurut Susli, perusahaan ingin berpartisipasi dalam peningkatan kualitas SDM, dengan indikator kuantitatif berupa naiknya angka partisipasi kasar perguruan tinggi di Indonesia. Angka tersebut saat ini sangat rendah, di kisaran 28%. Padahal tiap tahunnya ada 1,4 juta lulusan SMA/SMK yang masuk ke perguruan tinggi.

“Kami bermimpi agar Dana Cita menjadi top of mind ketika seseorang memutuskan untuk menempuh pendidikan tinggi. Calon pelajar seharusnya menaruh fokus terbesar mereka tentang bagaimana diterima di perguruan tinggi impiannya, bukan masalah finansial yang mereka hadapi,” pungkas Susli

Tiga Startup Fintech Tunjukkan Komitmen Atasi Masalah Pendidikan

Tiga startup fintech yang bergerak di lending, Dana Cita, Dana Didik, dan KoinWorks, menunjukkan komitmennya untuk terus mengembangkan solusi pembiayaan pendidikan bagi mahasiswa dengan terus menambah kemitraan dengan institusi pendidikan tinggi. Lewat kemitraan, diharapkan bakal semakin banyak mahasiswa yang terbantu dan bisa merintis karier lebih baik ke depannya.

Komitmen tersebut kian agresif ditunjukkan pasca Presiden Joko Widodo meminta perbankan mendorong penyaluran kredit pendidikan seperti di Amerika Serikat yang dilontarkan pada pertengahan Maret lalu saat rapat terbatas.

Tantangan yang diberikan Presiden tersebut dijawab sejumlah perbankan, seperti BNI dan BRI dengan meluncurkan kredit pendidikan atau student loan. BRI menghadirkan Briguna Flexi Pendidikan ditujukan bagi mahasiswa S2 dan S3 dalam negeri yang sudah memiliki penghasilan tetap.

Sementara BNI memanfaatkan kemitraan dengan ITS untuk program BNI Fleksi-Pendidikan dengan menyasar mahasiswa dan dosen dari S1 hingga S3 di lembaga pendidikan dalam dan luar negeri.

Yang berbeda dengan institusi perbankan tersebut, ketiga fintech ini bermain ke sektor pendidikan yang lebih “berani” karena masuk ke ranah pembiayaan mahasiswa untuk jenjang diploma, sampai ke sarjana S1. Jenjang tersebut notabene penuh risiko karena mahasiswa belum lulus kuliah dan belum memiliki karir yang jelas, sehingga kurang diminati oleh perbankan.

“Total APBN untuk sektor pemerintah adalah 20%, namun keseluruhannya masih menyasar untuk pendidikan dasar dan menengah. Bagaimana dengan pendidikan tingginya? Itu butuh peran dari swasta, maka dari itu fintech hadir untuk bantu menyelesaikan masalah tersebut,” ucap Co-Founder Dana Cita Susli Lie, Selasa (3/4).

Susli menuturkan, Dana Cipta hadir pada awal tahun lalu dengan fokus pinjaman pembiayaan pendidikan untuk pelajar yang masih duduk di bangku perguruan tinggi dan vokasi di Indonesia. Saat ini perusahaan telah memfasilitasi pembiayaan untuk 50 mahasiswa yang berasal dari 27 PTN dan PTS, termasuk di antaranya UI, ITB, IPB, PNJ, dan STMIK.

Dana Cipta memberikan kesempatan bagi siswa untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan hingga 100% dari biaya kuliah, tenornya maksimal enam tahun dan bunga yang bervariasi tergantung profil pemohon dan program studinya.

Mahasiswa dapat mengajukan permohonan melalui situs, apabila disetujui biaya akan dicairkan langsung ke lembaga pendidikan terkait sesuai dengan jadwal pembayaran. Untuk mengatasi kredit macet, perusahaan mewajibkan setiap pemohon mengajukan permohonan bersama dengan orang tua atau saudara yang memenuhi syarat sebagai peminjam pendukung dan penanggung jawab.

“Sebanyak 12% dari total peminjam kami adalah generasi pertama yang ingin meraih gelar sarjana. 33% peminjam memiliki orang tua dengan pekerjaan sebagai wiraswasta, yang punya cashflow tapi tidak menentu. Dari sini terlihat bahwa duduk di bangku perguruan tinggi punya potensi untuk meraih karier pekerjaan yang lebih baik meski belum terukur waktunya itu kapan terwujud,” kata Suslie.

Sedikit mirip dengan Dana Cita, Dana Didik memanfaatkan dana pinjaman dengan sistem crowdfunding. Perusahaan memberikan pinjaman dengan tenor maksimal empat tahun dengan model pembagian pendapatan sehingga tidak membebani siswa. Co-Founder Dana Didik Dipo Satria Ramli mengatakan perusahaan memiliki tiga produk pembiayaan untuk program pendidikan di bidang kesehatan, teknologi, dan pinjaman pendidikan umum.

Untuk pengembalian dana, apabila sebelum masa kelulusan dan/atau belum berpenghasilan mahasiswa sudah mampu mengembalikan pinjaman, mereka dapat keringanan bunga 0%. Sementara untuk yang sudah berpenghasilan menganut skema bagi hasil dengan kisaran antara 10%-30% tergantung besaran pendapatan mahasiswa nantinya.

“Secara personal, banyak investor yang tertarik berinvestasi di sektor pendidikan karena mereka ingin bantu anak-anak yang ingin serius sekolah. Secara bunga memang tinggi, namun mereka ada kepuasan di sana. Dari mahasiswa yang sudah melunasi cicilan di kami, penghasilan mereka tercatat naik 3x lipat dari besaran pinjaman,” ucap Dipo.

Minta insentif

Kendati secara bisnis ketiga startup fintech ini cukup berani untuk terjun ke ranah yang masih enggan dimasuki perbankan, mereka meminta bantuan insentif kepada pemerintah untuk dorong geliat pembiayaan di sektor pendidikan jadi lebih bergairah.

CEO KoinWorks Benedicto Haryono menuturkan insentif tersebut bisa berupa peringanan pajak untuk para investor, bantuan pendanaan agar tenor bisa lebih panjang, dan lain sebagainya.

“Tentunya kalau ada insentif akan lebih menyenangkan buat investor dan perusahaan, kalau ada peringanan PPh tentunya akan lebih senang,” tuturnya.

KoinWorks memiliki dua produk lending yang menyasar target konsumen berbeda, untuk pengusaha UKM dan pendidikan (Koin Pintar). Secara bertahap, perusahaan mengembangkan Koin Pintar dengan sasaran awal pelajar untuk program kursus singkat (non formal), kemudian mengembangkan ke tahap lebih lanjut ke sektor formal perguruan tinggi.

Sejak pertama kali berdiri di 2015, perusahaan telah membiayai pendidikan untuk 100 mahasiswa dengan komposisi 30% di antaranya untuk pendidikan formal dan sisanya untuk pendidikan non formal.

“Kami harapkan komposisinya nanti bisa berimbang 50:50, untuk itu kami akan perbanyak kemitraan dengan perguruan tinggi.”

Dalam memberikan penyaluran ke sektor pendidikan, selama ini KoinWorks mengandalkan sumber dana dari institusi luar negeri, seperti dari Jepang dan Hong Kong, sebagai investor.