Rencana dan Fokus Bisnis AnyMind Indonesia Tahun 2021

Meskipun konsep dan bentuk layanan yang ditawarkan beragam, namun sudah banyak platform lokal hingga asing yang menawarkan cara baru melakukan kegiatan pemasaran memanfaatkan influencer. Salah satu platform yang menawarkan bermain di ranah tersebut adalah AnyMind Group.

Kepada DailySocial, Country Manager AnyMind Group Indonesia Lidyawati Aurelia mengungkapkan, perusahaan mengalami pertumbuhan yang positif, bukan hanya untuk pemasaran digital dan influencer namun juga direct-to-consumer (D2C) dan publisher.

“Kami juga mengembangkan dan meningkatkan solusi penawaran programmatic dan solusi kreatif strategis untuk klien, termasuk menambah peluang pendapatan, baik itu membuat merchandise sendiri atau memaksimalkan penggunaan media sosial,” kata Lidyawati.

Saat ini perusahaan mengklaim telah memiliki beberapa fokus untuk tiap produk. Untuk penawaran pemasaran influencer, AnyTag (sebelumnya CastingAsia), perusahaan ingin memberikan solusi yang lebih baik dan pelaporan secara real-time kepada pelanggan. Telah diluncurkan juga penawaran D2C untuk mendukung pembuat konten eksklusif, setelah sebelumnya diklaim mengalami kesuksesan di Jepang dan Thailand.

Di Indonesia sendiri saat ini sudah ada beberapa layanan yang mengakomodasi kebutuhan pemasaran melalui jaringan influencer, seperti Hiip, Partipost, Verikool, dan lain-lain.

Pandemi dan pertumbuhan bisnis

Selama pandemi perusahaan dihadapkan dengan tantangan yang besar dan tentunya memiliki dampak yang cukup besar. Setelah memberlakukan aturan bekerja di rumah sejak bulan Maret lalu untuk pegawai di Indonesia, saat ini mulai terlihat pemulihan dan semakin banyak brand yang mempercepat langkah mereka dalam transformasi digital.

“Berdasarkan kampanye yang dijalankan di platform AnyTag, terdapat peningkatan yang mencolok dalam jumlah kampanye pemasaran influencer oleh brand setelah Covid-19 dinyatakan sebagai pandemi, terutama yang berpusat di sekitar pemasaran brand,” kata Lidyawati.

Pada saat yang sama, bisnis publisher yang dimiliki juga mengalami perkembangan sepanjang tahun, dengan lebih banyak publisher yang menggunakan platform AnyManager. AnyMind Group juga mengambil bagian dalam Google News Initiative untuk penerbit Indonesia.

“Pada akhirnya, apa yang pandemi lakukan bagi kami adalah memosisikan diri kami sebagai mitra terpercaya untuk influencer marketing, marketers, publishers, dan pemilik bisnis – dengan solusi kami di seluruh pengembangan brand, manufaktur cloud, e-commerce, pemasaran dan lainnya,” kata Lidyawati.

Akuisisi ENGAWA

Bertujuan untuk memanfaatkan keahlian ENGAWA dalam pengembangan dan distribusi barang dagangan, AnyMind Group mengumumkan penyelesaian akuisisi penuh atas perusahaan pemasaran berbasis di Jepang tersebut. Dengan sumber daya gabungan dari AnyMind Group dan ENGAWA, nantinya calon entrepreneur di Indonesia dapat memproduksi produk mereka di Jepang dan menjual serta mengirimkan produk ke Eropa secara online.

“Apa yang kami lihat untuk pasar di luar Jepang adalah memanfaatkan keahlian luas ENGAWA dalam merchandising dan distribusi internasional, dan jaringan pabrikan dan produsen Jepang di seluruh Jepang, untuk meningkatkan kemampuan D2C kami,” kata Lidyawati.

Tahun ini AnyMind Group memiliki beberapa target yang ingin dicapai, di antaranya adalah ingin membuat bisnis tanpa batas atau “Make every business borderless”. Tidak lagi hanya bisnis inbound dan outbond, ke depannya menjadi diharapkan bisa menjadi “Doing Business” dengan menciptakan infrastruktur untuk bisnis generasi mendatang. Misalnya, seorang ibu rumah tangga di Indonesia dapat membeli produk dari brand Thailand, buatan Taiwan, dan dengan mudah diantarkan langsung ke rumah.

“Digital adalah masa depan, dan pelanggan dapat menemukan brand baru dari seluruh dunia, melakukan pembelian secara online, dan mendapatkan produk di tangan mereka dalam waktu singkat,” kata Lidyawati.

Jala Bersiap Ekspansi ke Thailand Tahun Depan

Jala Tech, startup aquatech untuk petambak udang, mengungkapkan bersiap untuk ekspansi kantor cabang ke Thailand pada tahun depan. Negara itu termasuk satu dari enam negara penghasil udang terbesar di dunia.

CEO Jala Liris Maduningtyas menjelaskan, sebenarnya sejak tahun lalu perusahaan sudah ekspansi bisnis ke Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Ekuador. Tapi itu masih sebatas ada kesepakatan bisnis antara perusahaan dengan klien B2B maupun B2C di negara tersebut.

Untuk negara di Asia Tenggara, solusi dari Jala berbasis IoT digunakan oleh petambak udang di sana; sementara di Ekuador memanfaatkan solusi aplikasi analitik dari Jala.

Keempat negara ini, bersama Indonesia, Tiongkok dan India, termasuk enam negara di dunia penghasil udang terbesar di dunia. Oleh karenanya, ekspansi ke negara-negara tersebut adalah bagian dari rencana bisnis perusahaan sekaligus menjelaskan kenapa melirik ke sana.

“Belum ada kantor representative di negara tersebut. Ke depannya ekspansi pertama ke Thailand tahun 2021 dengan buka cabang, juga hiring local talent untuk market penetration,” kata Liris kepada DailySocial, Jumat (10/7).

Di tengah pandemi ini, lanjutnya, perusahaan berinovasi dengan mengembangkan layanan penjualan hasil panen kepada konsumen. Solusi ini termasuk bagian dari perhatian perusahaan dalam membantu petani udang yang terdampak agar tetap mengembangkan usahanya.

Kendati, dari sisi bisnis keseluruhan, dia mengaku bahwa sebenarnya pandemi juga turut memengaruhi kinerja perusahaan.

Liris menuturkan layanan trading ini akan terus dikembangkan, tidak hanya ada selama pandemi saja. Rencananya akan ditambahkan dengan intervensi solusi digital. Selama ini bisnis utama Jala masih bergerak di analisis data berbasis aplikasi dan IoT.

Tim Jala / Jala
Tim Jala / Jala

“Tentunya ada banyak isu di lapangan yang memengaruhi industri udang secara keseluruhan. Kami terus berinovasi untuk memitigasi dampak pandemi ini. Meskipun berdampak dari sisi bisnis, kami tetap bertahan dengan mempertahankan target bulanan, meskipun growth tidak seperti diharapkan,” tutupnya.

Dia mengaku, pengguna solusi Jala kini sudah mencapai lebih dari 6 ribu petani dan lebih dari 100 perangkat hardware IoT dipakai.

Pada September 2019, perusahaan mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal sebesar Rp8 miliar dari 500 Startups.

Platform Pekerja Lepas Fastwork dan Tantangannya Selama Dua Tahun di Indonesia

Fastwork adalah satu dari sekian platform yang bertekad memudahkan tenaga kerja lepas (freelancer). Fastwork berdiri sejak 2015 di Thailand dan masuk ke Indonesia pada pertengahan 2018. Alasan utamanya jelas untuk merebut pasar Indonesia yang merupakan terbesar di Asia Tenggara. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018 menyebut ada 56,8% masyarakat bekerja di sektor informal, termasuk freelancer.

Tren peningkatan jumlah pekerja lepas pun diprediksi masih terus berlanjut. Hal ini sesuai dengan riset yang dibuat oleh Sribu pada tahun lalu yang menyebutkan tenaga kerja lepas di Indonesia saat itu naik 16% dari tahun sebelumnya.

Co-Founder & CEO Fastwork Jerd Phichitkul bercerita, pada saat mereka masuk Indonesia marketplace sedang naik daun, kemunculan banyak UKM, dan kesadaran bekerja lepas kian meningkat. “Kami secara resmi meluncurkan Fastwork Technologies Indonesia pada Agustus 2018 dan pada Oktober 2018 kami mengumumkan bahwa kami menerima pendanaan seri A,” kata Phichitkul dalam pernyataan tertulis.

Tantangan Fastwork di Indonesia

Sejak beroperasi di sini, Fastwork sudah memperoleh 100 ribu pengguna terdaftar, 10 ribu freelancer profesional, dengan 10 ribu transaksi yang tuntas setiap bulan. Ada sekitar 60 lebih kategori pekerjaan lepas di Fastwork. Desain grafis, penulisan & penerjemahan, fotografi & videografi, pemrograman web, dan jasa konsultasi merupakan kategori terpopuler di Fastwork.

Phichitkul menegaskan, salah satu keunggulan mereka terletak di sistem kerja yang memungkinkan freelancer dan pengguna jasa dapat bekerja sama lebih efektif seperti bertukar berkas, mengelola pesanan, dan memproses pembayaran.

Dalam hal pembayaran jasa, Fastwork memakai jaminan uang kembali apabila pekerjaan tidak selesai. Upah baru akan dikirim ketika pekerjaan sudah benar-benar selesai. “Kami juga memiliki fitur pembayaran bertahap, di mana pengguna jasa akan membayar pekerjaan dalam beberapa tahap. Ini akan memudahkan karena pekerjaan dapat dimulai lebih dulu tanpa harus membayar penuh di muka,” imbuh Phichitkul.

Vertikal ini memang bukan barang baru di mana pun. Ada cukup banyak kompetitor Fastwork. Beberapa di antaranya adalah Sribu, Kerjaholic, Freelancer Indonesia, Upwork, hingga Crowdsource, hingga Fiverr. Menyadari hal ini Phichitkul berambisi melakukan sejumlah adaptasi untuk pasar Indonesia.

Salah satunya adalah memastikan user experience aplikasi mobile mereka diterima dengan baik oleh penggunanya. Ini tak lain karena 70% freelancer mengakses Fastwork melalui aplikasi mobile. Padahal di Thailand akses menuju platform mereka masih didominasi dari desktop.

“Ini merupakan tantangan bagi kami untuk terus memastikan bahwa aplikasi kami memiliki user experience yang baik, bisa selengkap dan sekomprehensif versi desktop,” lengkapnya.

Pandemi tak menyurutkan target

Pandemi tentu membawa dampak terhadap bisnis Fastwork. Namun Phichitkul mengklaim, lambat laun mereka mulai bangkit karena banyak bisnis yang beralih dengan dengan beroperasi online. Baik jumlah pendaftaran freelancer maupun jumlah pengguna harian diklaim meningkat 50% lebih tinggi sebelum wabah Covid-19 melanda. Fastwork menyebut pekerjaan yang terkait dengan online commerce sebagai yang konstan tumbuh tiap bulan.

Faktor tersebut yang tampaknya membuat Phichitkul dan tim tetap yakin untuk menyongsong target bisnis. Untuk tahun ini Fastwork mematok target jumlah pengguna baru dan transaksi naik 50% dibanding tahun sebelumnya. Optimisme ini juga terlihat dari aspek pendanaan yang mana sudah ada rencana untuk menggelar pendanaan. Status pendanaan Fastwork sendiri masih seri A yang berhasil mereka kumpulkan pada 2018 dengan investor seperti Gobi Agung Fund dan Indogen Capital.

“Kami sedang merencanakan pendanaan kami di masa mendatang untuk memperluas tim kami di Indonesia dan akan merilis informasi pada waktu yang tepat,” pungkas Phichitkul.

Startup Insurtech PasarPolis Ekspansi ke Thailand dan Vietnam

Startup insurtech PasarPolis mengumumkan ambisi ekspansinya ke pasar regional, dimulai dari Thailand dan Vietnam. Perluasan cakupan bisnis ini merupakan tindak lanjut pasca perusahaan mendapatkan pendanaan seri A dari Gojek, Tokopedia dan Traveloka pada akhir 2018 lalu. Sektor yang ingin disasar dengan produk asuransi digital mereka meliputi e-commerce, pariwisata, ride-hailing, hingga layanan logistik.

“Dengan menghubungkan PasarPolis dengan platform yang dimiliki mitra, kami dapat menawarkan berbagai produk asuransi dari banyak perusahaan kepada konsumen mereka. Verifikasi dokumen yang dilakukan secara digital menawarkan proses klaim yang cepat untuk konsumen, prosesnya dapat diselesaikan dalam tiga menit,” ujar Founder & CEO PasarPolis Cleosent Randing.

Ia turut memaparkan, bahwa teknologi yang terintegrasi menjadi kekuatan utama PasarPolis. Saat ini tim pengembang telah didukung lebih dari 30 engineer yang berasal dari Indonesia dan India.

Di sektor pariwisata, produk asuransi yang ditawarkan PasarPolis seperti asuransi perjalanan dan penundaan penerbangan. Sementara untuk e-commerce produk yang ditawarkan mencakup penanggungan kerusakan produk saat proses pengiriman.

Sejak diluncurkan awal tahun ini di Thailand, pihaknya juga sudah mengintegrasikan sistemnya dengan aplikasi GET untuk menyajikan asuransi keselamatan kepada pengguna layanan ride-hailing tersebut. Seperti diketahui, GET adalah brand hasil ekspansi Gojek di wilayah tersebut.

“Baru-baru ini kami memberikan polis asuransi untuk aplikasi GET, meliputi layanan tumpangan motor, pengiriman makanan, dan jasa antar barang. Sekitar 10 perusahaan asuransi terlibat sebagai mitra bisnis kami, jumlahnya akan terus ditambah,” lanjut Randing.

Sementara itu ekspansinya di Vietnam –juga di awal tahun ini—telah menghasilkan kerja sama strategis dengan Atadi, Sendo dan Go-Viet. Baik di Thailand dan Vietnam, PasarPolis telah menunjuk Country Manager untuk memimpin bisnis di masing-masing wilayah.

JavaMifi Resmikan Kehadiran di Thailand, Berencana Perluas Jaringan Internasional

Penyedia layanan sewa pocket wifi untuk traveler JavaMifi mengumumkan ekspansi jaringan internasional mereka dengan bermitra dengan partner lokal Thailand, Smile Wifi.

Kerja sama yang ditandatangani General Manager JavaMifi Arindro Nugroho danManaging Director Smile Wifi Charoensit Wongyokthong diharapkan bisa mendukung penuh pengguna JavaMifi yang berkunjung ke Thailand berupa jaringan stabil, koneksi internet lebih cepat dan dukungan technical support 24 jam dari tim lokal jika pelanggan memerlukan bantuan.

Selain itu pelanggan JavaMifi juga memiliki pilihan untuk mendapatkan Travel Wifi begitu tiba di Thailand yang saat ini tersedia counter di Bandara Suvarnabhumi, Bandara Don Mueang, dan Bandara Phuket Internasional.

Rencana ekspansi

Setelah Thailand, JavaMifi berencana meluncurkan produk di negara lainnya di Asia. Selain yang sudah berjalan dengan Jepang dan Thailand, saat ini JavaMifi sedang menjajaki kerjasama dengan beberapa calon partner di negara-negara seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Korea Selatan.

“Dalam waktu dekat kami akan fokus untuk menyasar beberapa negara Asia lainnya yang menjadi destinasi favorit wisatawan Indonesia,” kata Arindro

Saat ini JavaMifi mengklaim telah melayani satu juta pelanggan sejak pertama kali meluncur. Perusahaan telah menyiapkan modem untuk mengakomodasi hingga 30,000 transaksi per bulan. JavaMifi menargetkan bisa mengalami kenaikan pertumbuhan seperti tahun 2018 yang mencapai 800% dari sisi pengguna.

“Untuk mencapai hal tersebut, pengembangan produk maupun inovasi teknologi akan terus kami kembangkan untuk mencapai rencana panjang JavaMifi menjadi solusi cross border connectivity baik untuk wisatawan Indonesia yang melancong keluar negeri maupun wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia,” kata Arindro.

Disinggung apakah JavaMifi memiliki rencana untuk melakukan fundraising tahun ini, Ariandro enggan menyebutkan. Namun ia menegaskan, fokus perusahaan untuk tahun ini masih mengedepankan experience bagi pengguna JavaMifi dengan terus memperhatikan dan mengembangkan service excellence, channel distribution, partnership, dan product technology sebagai inti dari layanan JavaMifi.

Tren pocket wifi

Selain popular sebagai destinasi wisata yang dikunjungi wisatawan asing, Indonesia juga dikenal sebagai salah satu negara dengan wisatawan paling aktif yang melakukan perjalanan wisata ke mancanegara. Melihat potensi tersebut, model bisnis yang diterapkan oleh JavaMifi diklaim sudah sangat relevan dengan tren dan demand saat ini.

JavaMifi mencatat, bisnis modem di Indonesia pada tahun 2019 masih sangat potensial. Menilik perilaku masyarakat pengguna perangkat seluler yang cenderung menggunakan lebih dari satu perangkat, modem menjadi alternatif yang praktis dan dapat dibawa kemana-mana.

“Edukasi yang kami lakukan beberapa tahun terakhir terkait benefit menggunakan pocket wifi menghasilkan permintaan outbound travel wifi bagi wisatawan Indonesia yang akan bepergian ke luar negeri juga sudah berkembang luar biasa. Sejalan dengan pertumbuhan wisatawan yang meningkat setiap tahunnya ditambah kebutuhan akan koneksi internet untuk menunjang aktivitas dan lifestyle mereka,” tutup Arindro.

Analis: 60 Persen Gamer di Asia Tenggara Punya Minat Tinggi Terhadap Esports

Teknologi memang memegang peranan penting dalam perkembangan industri gaming, namun pertumbuhannya di negara-negara berkembang diujungtombaki oleh esports. Begitu berpengaruhnya ranah olahraga elektronik, brand dari berbagai bidang (tidak selalu gaming) kini berlomba-lomba untuk terlibat di sana. Namun pertanyaan yang mungkin membuat kita penasaran ialah, memang seberapa besar signifikansi esports?

Jawabanya terungkap di dalam laporan Niko Partners belum lama ini. Firma analis itu mengungkapkan bahwa hampir dua pertiga penikmat video game di Asia Tenggara dan sekitarnya memiliki animo tinggi terhadap esports. Data tersebut merupakan hasil studi Niko Partners di kawasan Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam serta Taiwan. Dan mereka yang berjiwa kompetitif biasanya berusia belia.

Penyelidikan Niko menyingkap bagaimana pemain di negara-negara ini terbagi menjadi tujuh kategori: competitive arena gamer, fantasy arena gamer, arena gamer, strategist, skill master, casual challenger and story socialiser. Saya belum mengetahui secara pasti kriteria seseorang bisa masuk dalam salah satu kelompok tersebut, tapi saya menerka ‘strategist‘ ialah mereka yang menyukai permainan strategi, dan ‘arena’ berkaitan dengan segmen kompetitif.

Niko Partners menjelaskan, tiga kategori gamer arena punya ketertarikan tinggi terhadap esports. Dan meskipun hanya tiga dari tujuh, saat semuanya dijumlahkan, mereka menguasai 60 persen pangsa pasar gaming. Menilik lebih jauh, kelompok competitive arena gamer di area Greater Southeast Asia ternyata mengambil potongan terbesar di 42 persen. Kalangan ini diisi oleh pemain di rentang usia antara 12 sampai 23 tahun.

Ada satu info yang mungkin bisa berguna bagi publisher dan developer: competitive arena gamer adalah kalangan yang paling banyak berbelanja produk terkait gaming. Para pemain di PC rata-rata menghabiskan uang US$ 15,8 per bulan, sedangkan gamer mobile mengeluarkan modal rata-rata US$ 10,1 sebulan.

Studi Niko Partners juga memaparkan sejumlah fakta unik lain:

  • Segmen fantasy arena gamer didominasi oleh perempuan, sedangkan di kelompok arena gamer, populasi kaum Hawa paling sedikit. Mereka bermain karena didorong oleh perpaduan antara keinginan berkompetisi serta bersosialisasi.
  • Casual challenger adalah kalangan gamer terbesar kedua, umumnya berusia 36 tahun atau lebih. Uniknya, mereka punya semangat bersaing yang tinggi seperti competitive arena gamer.
  • Kelompok skill masters diisi oleh gamer berumur 24 tahun ke atas.
  • Story socialiser mayoritas bermain di beberapa platform game berbeda.
  • Strategist sebagian besar adalah gamer PC.

Managing director Niko Partners Lisa Cosmas Hanson menyampaikan bahwa para gamer di Asia Tenggara dan Taiwan termotivasi oleh aspek-aspek seperti kompetisi, tantangan, serta keinginan menyelesaikan tugas dan berkomunitas. Keempat hal tersebut pula-lah yang menjadi nilai-nilai esensial dari esports. Menurut Hanson, inilah alasannya mengapa ranah gaming profesional tumbuh pesat di sana.

Via Games Industry.

Gojek Launches Get in Bangkok, Thailand

The on-demand platform developer, Gojek is officially launched Get as part of its expansion in Bangkok, Thailand (2/27). The launching was attended by Rudiantara, Ministry of Communication and Information, Thailand’s Ambassador, Pansak Siriruchatapong, Gojek’s Founder & CEO, Nadiem Makarim, and many more. Get actually started its business since 2018 in beta version.

Currently, Gojek has claimed the service has reached 80% of Bangkok. In addition to ride-hailing (Get-Win), there are also delivery and food delivery services called Get-Delivery and Get-Food. In order to maximize its debut in the white elephant country, Gojek creates local team to run Get.

Get’s Co-Founder & CEO, Pinya Nittayakasetwat in its speech said with the local team understanding combined with technology and Gojek experience should give on-demand solution in the region.

“GET has succeed in scoring two million trips in just two monts since the first beta version in Bangkok. It proves the high consumer demand in this industry sector. In addition, our data shows to this point, the driver partners has gone through more than three million kilometres,” he added.

Gojek’s Founder & CEO, Nadiem Makarim also talked in Get ceremonial. The international expansion aims to find a way to bring Gojek’s technology for more positive impact in various countries.

“Get launching in Thailand is Gojek’s important achievement. We’re thankful for the support of the stakeholders including the government, either in Indonesia or Thailand. We always expect to realize vision and bring our technology to the broaden public, while making Indonesia as the center of technology innovation in Southeast Asia,” he added.

After its launching, Get has introduced benefit service program for driver partners, including access to training, vehicle insurance, life insurance, and savings programs. The Get team is committed to team up with the Thai government to support the digitalization of the transportation industry.

Get-Win as two-wheeler transportation mode has made curation to guarantee all drivers are “Win” licensed. Currently, Get-Food has partnered up with more than 20 thousand merchants, start from stalls to restaurants.

Get algorithm is designed to support all merchants, not only the most selling ones, to help sales growth and increase awareness of all restaurants in the platform. Shuffle card feature developed by Gojek is also integrated into Get for the interface can be adjusted with each user’s preference. This feature will recommend food based on time and location nearby, therefore the experience will be more convenient.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Gojek Resmikan Get di Bangkok, Thailand

Pengembang platform on-demand Gojek akhirnya meresmikan Get sebagai bentuk ekspansinya di Bangkok, Thailand (27/2). Acara peluncuran tersebut dihadiri Menkominfo Rudiantara, Dubes Thailand Pansak Siriruchatapong, Founder & CEO Gojek Nadiem Makarim dll. Get sendiri sebenarnya sudah mulai hadir sejak tahun 2018 lalu dengan fase beta-nya.

Saat ini pihak Gojek mengklaim bahwa layanannya telah berhasil menjangkau 80% kota Bangkok. Selain ride-hailing (Get-Win), di sana juga sudah ada layanan untuk delivery dan food delivery, yakni Get-Delivery dan Get-Food. Guna memaksimalkan debutnya di negara gajah putih tersebut, Gojek membentuk tim lokal dalam menjalankan Get.

Co-Founder & CEO Get Pinya Nittayakasetwat dalam sambutannya mengatakan, bahwa dengan pemahaman mendalam tim lokal digabungkan dengan teknologi dan pengalaman Gojek dapat memperkuat posisi Get dalam memberikan solusi on-demand di wilayahnya.

“GET telah berhasil menyelesaikan dua juta perjalanan hanya dalam dua bulan sejak peluncuran fase beta di kota Bangkok. Hal tersebut membuktikan tingginya permintaan konsumen di sektor industri ini. Selain itu, data kami mengemukakan bahwa sejauh ini para mitra driver telah menempuh jarak lebih dari tiga juta kilometer,” ujar Pinya.

Turut memberikan sambutan Founder & CEO Gojek Naiem Makarim dalam seremoni peresmian Get. Ekspansi internasional Gojek bertujuan untuk mencari cara mendekatkan teknologi yang dimiliki Gojek sehingga memberikan dampak positif bagi masyarakat di berbagai negara.

“Peluncuran Get di Thailand merupakan pencapaian penting bagi Gojek. Kami berterima kasih terhadap dukungan yang diberikan para pemangku kepentingan termasuk pemerintah, baik di Indonesia maupun di Thailand. Semoga kami dapat terus merealisasikan visi dan membawa teknologi kami kepada masyarakat yang lebih luas lagi, seraya di saat yang sama menjadikan Indonesia sebagai pusat inovasi teknologi di Asia Tenggara,” ujar Nadiem.

Pasca peluncurannya, Get telah memperkenalkan program layanan manfaat bagi mitra pengemudi, meliputi akses pelatihan, asuransi kendaraan, asuransi jiwa, hingga program tabungan. Tim Get berkomitmen untuk bisa berkoordinasi dengan pemerintah Thailand guna mendukung digitalisasi industri transportasi.

Get-Win sebagai moda transportasi roda dua melakukan kurasi sehingga memastikan setiap mitra merupakan pengemudi “Win” berlisensi. Saat ini Get-Food juga telah menggandeng lebih dari 20 ribu merchant, mulai dari kedai kaki lima hingga restoran.

Algoritma Get dirancang untuk mendukung semua merchant, tidak hanya yang terlaris, supaya bisa membantu peningkatan penjualan dan meningkatkan awareness semua restoran-restoran yang ada di platform. Fitur shuffle card yang dikembangkan Gojek juga diintegrasikan ke dalam Get agar tampilannya dapat disesuaikan dengan selera masing-masing pengguna. Fitur ini dapat merekomendasikan makanan berdasarkan waktu dan lokasi konsumen, sehingga pengalaman penggunaan aplikasi terasa semakin nyaman.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Pengembang Solusi “E-commerce Enabler” Jet Commerce Ekspansi ke Vietnam dan Thailand

Layanan e-commerce enabler Jet Commerce hari ini (27/2) mengumumkan ekspansi regional menyasar pangsa pasar Vietnam dan Thailand. Ekspansi internasional tahap pertama ini ditandai dengan pembukaan kantor dan warehouse di Ho Chi Minh City dan Bangkok.

Ekspansi ini dilakukan demi menangkap peluang pertumbuhan e-commerce yang terus melesat di pasar Asia Tenggara. Untuk memastikan penetrasi pasar berjalan dengan baik, Jet Commerce membentuk tim lokal untuk store operation, digital marketing, data analyst, designer, copywriter, customer service, hingga tim warehouse. Beberapa lainnya berasal dari Indonesia untuk mentransfer pengetahuan dan keahlian terkait proses bisnis Jet Commerce.

“Tim di Vietnam dan Thailand bekerja menghadirkan solusi dan layanan untuk mewujudkan transformasi bisnis mitra brand kami dari konvensional menuju online, serta membangun kemampuan-kemampuan lainnya yang dibutuhkan mitra brand demi meningkatkan kepuasan konsumen,” ujar CEO Jet Commerce Oliver Yang.

Jet Commerce pertama kali hadir di Indonesia tahun lalu dengan nama J&T Alibaba, kemudian rebranding dengan nama sekarang sejak September 2017 berbarengan dengan dimulainya produk baru, yakni e-commerce enabler. Jet Commerce membantu brand mengembangkan bisnis e-commerce mereka melalui solusi end-to-end yang mengutamakan pengalaman pelanggan.

Terkait pertumbuhan industri e-commerce, riset Google-Temasek dalam laporan e-Conomy SEA 2018 mencatat nilai bisnis e-commerce di Asia Tenggara pada 2018 diprediksi mencapai US$ 23,2 miliar. Adapun Vietnam berada di posisi ketiga senilai US$2,8 miliar dan Thailand di posisi kedua senilai US$ 3 miliar setelah Indonesia yang memimpin dengan nilai US$12,2 miliar.

Kendati pertumbuhan e-commerce di masing-masing negara menunjukkan performa yang positif, pelaku e-commerce terutama brand harus siap mengatasi sejumlah kendala yang kerap dialami konsumen saat berbelanja online. Hasil survei Vietnam e-Commerce and Digital Economy Agency pada 2018 menunjukkan sebanyak 77% konsumen di Vietnam menghadapi masalah pada kualitas produk yang diterima.

Hal ini seringkali terjadi terutama jika konsumen berbelanja online di luar official store brand. Berikutnya, sebanyak 32% mengaku mendapatkan pelayanan pelanggan yang buruk dan 63% menilai kredibilitas penjual sebagai daya tarik mereka saat berbelanja online.

Layanan Gojek di Thailand “Get” Perluas Wilayah Operasional di Bangkok

Get, nama brand Gojek untuk wilayah operasional Thailand, hari ini mengumumkan perluasan operasional di Bangkok. Wilayah yang dijamah meliputi Chatuchak, Lad Prao, Wang Thong Lang, Sathorn, Bang Rak, Klongtoey, Yannawa, Bangkapi, Ratchathewi, Pathumwan, Phyathai, Beung Kum, Bang Kho Laem dan Rat Burana.

Selama periode soft-launch di Thailand dengan aplikasi beta-nya, Get menyediakan layanan ride-hailing dan kurir pengiriman, dalam radius delapan kilometer. Get resmi diluncurkan di Thailand sekitar awal Desember 2018, ekspansi Asia Tenggara kedua yang dilakukan Gojek.

Perluasan ini dilakukan Get pasca pihaknya mengklaim adanya respons positif dari masyarakat — baik mitra pengemudi maupun pengendara. Get beroperasi dengan pengemudi kendaraan roda dua yang berlisensi resmi atau dikenal dengan istilah “Win Driver” di wilayah tersebut.

Kegiatan operasional Get di Thailand dilakukan oleh tim lokal. Oleh karenanya, Get juga miliki CEO sendiri di wilayah tersebut. Menyambut perluasan ini, Co-founder & CEO Get Pinya Nittayakasetwat mengatakan, layanan transportasi (publik) roda dua merupakan kunci dalam mengarungi kepadatan lalu lintas di Bangkok, serta membantu mobilitas masyarakat secara lebih efisien.

Soft-launching ini ditandai dengan peluncuran layanan Get Win dan Get Delivery, sebelum kami memperkenalkan ragam layanan lain ke depannya. Kami percaya bahwa kami mampu menyediakan pengalaman terbaik dalam upaya membuat hidup di area perkotaan yang lebih produktif dan efektif,” ujar Pinya.

Pinya turut menceritakan, bahwa Get merupakan aplikasi pertama yang bekerja sama hanya dengan mitra pengemudi berlisensi. Konon, untuk mendapatkan lisensi tersebut tidak mudah.

Sementara Founder & CEO Gojek Nadiem Makarim menyampaikan, ekspansi internasional akan terus berjalan agar semakin banyak orang yang merasakan manfaat dari layanan Gojek.

“Setelah berhasil meluncurkan layanan ride-hailing roda dua dan pengantaran makanan di Vietnam serta meluncurkan versi beta yang membawa manfaat bagi ribuan masyarakat Singapura, saat ini kami sedang meningkatkan kehadiran di berbagai wilayah di Bangkok. Hal ini menjadi satu lagi tonggak penting bagi perusahaan kami, dan tentunya kami sangat antusias menanti peluncuran GET agar dapat melayani masyarakat Thailand secara optimal,” terang Nadiem.

Application Information Will Show Up Here