Kedaireka Polatform Provides Funding and Training to 14 Bangkit 2021 Incubation Projects

The Bangkit 2021 career development program officially announced 15 selected teams offering the best ideas. The 15 teams will receive $5,000 funding from Google or Rp71 million each to support product development to market in the fields of health to the environment.

Bangkit is a career development program initiated by Google with the Ministry of Education and Culture, Gojek, Tokopedia, and Traveloka. In the first batch of the Kampus Merdeka, the Bangkit 2021 program has graduated 2,250 participants.

Google Indonesia’s Product Marketing Manager, Dora Songco said to DailySocial that all participants were required to work on a group final project with one of the strategic topics from the National Medium-Term Development Plan (RPJMN) and the National Strategy for Artificial Intelligence.

Furthermore, as many as 483 teams had to complete a final project from the specified theme involving three Bangkit curricula, machine learning, cloud computing, and Android mobile development. Dora said that the final project was designed to explore various problems in Indonesia, from general themes of education, economic defense, health services, to specifically discussing waste management.

“The selected participants have gone through the selection results by a panel of expert judges from academia, technology, and business. Currently, 15 teams are ready to realize three-month achievements and implement projects as planned. Funding support can later help turn the project into a sustainable business initiative,” Dora said.

Although it has not been officially announced, his team plans to continue the second batch program next year with a similar activity structure, in which there are three learning paths that are the same and continue to run as part of the Merdeka Campus.

“We have received feedback from various parties regarding Bangkit, and we have been working to improve this program over the past few months. Soon, the next program will be officially announced at the Google for Indonesia event. With more information and recommendations about the Bangkit program and Merdeka Campus,  next year this program will target around 3,000 students,” he said.

Kedaireka channels matching fund

In additional, this program selected other participants to receive additional funding or matching funds of Rp855,712,788 from Kedaireka. As a result, 14 incubation projects were selected to receive matching funds, including Adil, Artesia, Baca, Bacara, Buangin, Citizen, Jagawana, Naratik, Next Parking, Obuce, Phoodto, Q-Hope, Samapta, and Usahaq.

In genera note, Kedaireka is the official platform launched by the Directorate General of Higher Education, Research, and Technology in 2020. Through this platform, the government seeks to open up opportunities for synergy between universities and industrial commercialization. As for realizing this collaboration, 14 selected projects will be fostered by the Incubation and Entrepreneurship Lab at 12 Mitra Bangkit Campuses.

Platform Kedaireka / Ditjen DIktiristek
Kedaireka Platform / Ditjen DIktiristek

Kedairek’sa Matching Fund Coordinator, Endang Taryono said this funding could help participants to realize their incubation projects into finished products that are ready to compete in the market and open up sustainable business opportunities.

“We hope that matching funds can have a big impact on the Main Performance Indicators (KPI) of universities and solutions for the industrial sector to be more productive and advanced,” Endang said in his official statement.

Some of the selected projects are the OBUCE telenutrition platform and the AI-based application Naratik. OBUCE was developed by eight students from Bogor Agricultural University, Jember University, and Brawijaya University. Meanwhile, Naratik was built by students from Dian Nuswantoro University, Diponegoro University, and the Telkom Purwokerto Institute of Technology.

OBUCE representative said that his team will develop more features, such as object detection of food, nutritional status assistant, to consulting with nutritionists. This funding is also planned to be used to obtain patent rights and realize finished products and launch them to the market.

Meanwhile, Naratik was developed to help classify the authenticity of batik and its motifs through AI technology. This application also provides special buying and selling features for batik by cooperating with MSME partners and home industries.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Platform Kedaireka Beri Pendanaan dan Binaan kepada 14 Proyek Inkubasi Bangkit 2021

Program pengembangan karier Bangkit 2021 resmi mengumumkan 15 tim terpilih dengan ide terbaik. Ke-15 tim ini akan mendapatkan pendanaan dari Google masing-masing senilai $5.000 atau Rp71 juta untuk mendukung pengembangan produk ke pasar di bidang kesehatan hingga lingkungan.

Bangkit merupakan program pengembangan karier yang diinisiasi oleh Google bersama Kemendikbudristek, Gojek, Tokopedia, dan Traveloka. Pada angkatan pertama Kampus Merdeka, program Bangkit 2021 telah meluluskan sebanyak 2.250 peserta.

Dihubungi oleh DailySocial.id, Product Marketing Manager Google Indonesia Dora Songco mengatakan bahwa seluruh peserta wajib mengerjakan tugas akhir kelompok dengan salah satu topik strategis dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial.

Kemudian, sebanyak 483 tim harus menyelesaikan proyek akhir dari tema yang ditentukan dengan melibatkan tiga kurikulum Bangkit, yaitu machine learning, cloud computing, dan Android mobile development. Dora berujar, tema proyek akhir tersebut dirancang untuk dapat menggali berbagai masalah yang dihadapi Indonesia, mulai dari tema umum pendidikan, pertahanan ekonomi, layanan kesehatan, hingga spesifik membahas pengolahan sampah.

“Peserta terpilih telah melalui hasil seleksi oleh panel juri ahli dari bidang akademis, teknologi, dan bisnis. Saat ini, 15 tim siap untuk merealisasikan capaian tiga bulan dan mengimplementasi proyek sesuai rencana. Dukungan pendanaan nantinya bisa membantu mewujudkan proyek menjadi inisiatif bisnis yang berkelanjutan,” ungkap Dora.

Meski belum diumumkan secara resmi, pihaknya berencana melanjutkan program angkatan kedua di tahun depan dengan struktur kegiatan serupa, di mana ada tiga jalur pembelajaran yang sama dan tetap berjalan sebagai bagian dari Kampus Merdeka.

“Kami menerima tanggapan dari berbagai pihak mengenai Bangkit, dan kami bekerja untuk meningkatkan program ini selama beberapa bulan terakhir. Sebentar lagi, program selanjutnya akan diumumkan resmi di acara Google for Indonesia. Dengan semakin banyaknya informasi dan rekomendasi tentang program Bangkit dan Kampus Merdeka, kami targetkan tahun depan ada sebanyak 3.000 mahasiswa yang tertarik mendaftar,” ujarnya.

Kedaireka salurkan matching fund

Tak berhenti sampai di situ, program ini kembali menyeleksi peserta di atas yang akan menerima tambahan pendanaan atau matching fund sebesar Rp855.712.788 dari Kedaireka. Hasilnya, sebanyak 14 proyek inkubasi terpilih untuk menerima matching fund, antara lain Adil, Artesia, Baca, Bacara, Buangin, Citizen, Jagawana, Naratik, Next Parking, Obuce, Phoodto, Q-Hope, Samapta, dan Usahaq.

Sebagai informasi, Kedaireka adalah platform resmi yang diluncurkan Ditjen Diktiristek pada 2020. Melalui platform ini, pemerintah berupaya membuka peluang sinergi dari perguruan tinggi dengan komersialisasi industri. Adapun untuk mewujudkan kolaborasi ini, 14 proyek terpilih akan dibina oleh Lab Inkubasi dan Kewirausahaan di 12 Kampus Mitra Bangkit.

Platform Kedaireka / Ditjen DIktiristek
Platform Kedaireka / Ditjen DIktiristek

Koordinator Matching Fund Kedaireka Endang Taryono mengatakan, pendanaan ini dapat membantu peserta untuk merealisasikan proyek inkubasinya menjadi produk jadi yang siap bersaing di pasar serta membuka peluang bisnis berkelanjutan.

“Kami harap matching fund dapat memberikan dampak besar terhadap Indikator Kinerja Utama (IKU) perguruan tinggi dan solusi bagi sektor industri agar lebih produktif dan maju” ungkap Endang dalam keterangan resminya.

Beberapa contoh proyek terpilih adakah platform telenutrisi OBUCE dan aplikasi berbasis AI Naratik. OBUCE dikembangkan oleh delapan mahasiswa dari Institut Pertanian Bogor, Universitas Jember, dan Universitas Brawijaya. Sementara, Naratik dibangun oleh mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro, Universitas Diponegoro, dan Institut Teknologi Telkom Purwokerto.

Perwakilan OBUCE mengatakan, pihaknya akan mengembangkan lebih banyak fitur, seperti pendeteksi objek makanan, asisten status gizi, hingga konsultasi bersama ahli gizi. Pendanaan ini juga rencananya dimanfaatkan untuk mendapatkan hak paten dan merealisasikannya produk jadi dan meluncurkannya ke pasar.

Adapun, Naratik dikembangkan untuk membantu mengklasifikasi keaslian batik dan motifnya melalui teknologi AI. Aplikasi ini juga menyediakan fitur jual-beli khusus batik dengan menggandeng mitra UMKM dan industri rumah tangga.

Integrasi Produk Gojek Mendalam di Tokopedia, Kini Tersedia GoPayLater

Perusahaan merger dari Gojek dan Tokopedia, GoTo, semakin perdalam integrasi produk antar keduanya di masing-masing platform. Informasi yang terbaru adalah hadirnya layanan fintech BNPL (buy now pay later) dari Gopay yakni GoPayLater yang kini tersedia di aplikasi Tokopedia.

Belum ada informasi resmi yang diberikan perusahaan terkait kabar teranyar tersebut. Kehadiran GoPayLater tentunya berindikasi pada semakin jelasnya upaya Tokopedia untuk mengurangi dominasi OVO di platformnya.

Sebelum GoTo diresmikan ke publik, program loyalitas Tokopedia yang sempat menggunakan OVO Points akhirnya kembali menghidupkan TokoPoints pada April 2021 setelah sempat dirilis pada 2018.

Lewat OVO Points, sebelumnya pengguna Tokopedia dapat memperoleh poin untuk mendapatkan cashback dari setiap transaksi yang dilakukan di Tokopedia. OVO Points dapat digunakan sebagai salah satu metode pembayaran, konversi 1 poin senilai dengan Rp1.

TokoPoints juga dapat dapat ditukar tanpa batas minimum/maksimum poin untuk untuk semua transaksi produk fisik dan berbagai produk digital. Pemakaian TokoPoints untuk transaksi produk fisik juga dapat digabungkan dengan promo lainnya dan Bebas Ongkir secara bersamaan.

Tokopedia juga menyediakan gamifikasi yang dapat digunakan pengguna untuk mengumpulkan TokoPoints setiap harinya.

Munculnya GoPayLater artinya tinggal menunggu waktu saja sampai akhirnya Gopay hadir di Tokopedia. Selama ini, OVO adalah metode pembayaran utama yang tersedia di laman utama Tokopedia untuk berbagai transaksi. Di Tokopedia, tersedia fitur top up instan saldo, transfer, dan bayar dengan kode QR yang terhubung langsung dengan OVO.

Mengutip dari DealStreetAsia, Tokopedia dan afiliasinya memiliki 41% saham di OVO. Dengan rincian, Tokopedia menguasai 36,1% saham di induk OVO, Bumi Cakrawala Perkasa, Co-Founder Tokopedia Leontinus Alpha Edison dan William Tanuwijaya memiliki 5% melalui Wahana Inovasi Lestari yang diakuisisi Grab pada Februari 2020. Sedangkan Grab Inc menguasai 39,2% saham di induk OVO.

GoPayLater sendiri adalah produk dari Findaya, startup p2p lending yang diakuisisi Gojek pada 2018. Dalam perkembangannya, melalui wawancara bersama DailySocial pada Februari 2021, disampaikan GoPayLater sudah memperluas cakupan layanannya, tidak hanya dapat digunakan untuk seluruh transaksi di aplikasi Gojek dan merchant offline afiliasinya.

Sejumlah mitra e-commerce yang dapat menerima pembayaran dengan GoPayLater adalah Blibli, JD.id, Zalora, dan masih banyak lagi.

Diungkapkan pada tahun lalu pertumbuhan transaksi dengan GoPayLater naik hingga 3,3 kali lipat. Transaksi terbesarnya dikontribusikan dari pembelian makanan melalui GoFood dan membayar tagihan di GoBills.

“Gopay Paylater menjadi salah satu layanan yang paling digemari pengguna, terbukti dengan peningkatan transaksi sampai dengan 3,3 kali lipat sepanjang tahun 2020 dengan NPL di bawah industri,” ucap Head of Growth GoPayLater Neni Veronica.

Penetrasi layanan fintech

Industri fintech lending yang merupakan ranah dari GoPayLater terus menunjukkan tren pertumbuhan di Indonesia. Berdasarkan statistik OJK, pada semester I 2021 angka penyaluran mencapai Rp70,88 triliun, hampir menyandingi pencapaian sepanjang tahun lalu sebesar Rp74,41 triliun. Bila melihat secara kumulatif saja, telah mencapai Rp221,56 triliun.

Angka ini diprediksi akan semakin tumbuh, mengingat masih banyaknya kelompok masyarakat underserved dan unbanked. Pemain seperti GoPayLater yang mengusung BNPL atau kartu kredit digital, mengisi gap kebutuhan terhadap akses finansial yang memadai dengan pendekatan digital.

Paylater jadi opsi pembayaran yang makin diminati untuk pengguna e-commerce di Indonesia / Kredivo-Katadata

Persaingan di kancah uang elektronik itu sendiri juga tak kalah menarik. Di Indonesia, peta persaingannya semakin meruncing di antaranya lima pemain dominan di pasar. Mereka tak lain Gopay, OVO, DANA, ShopeePay, dan LinkAja. Dalam berbagai riset, kelimanya saling berganti posisi satu sama lain dalam tiap periodenya.

Menurut hasil survei yang dirangkum dalam Fintech Report 2020, ada lima aplikasi pembayaran digital yang paling banyak digunakan menurut responden. Secara berurutan meliputi Gopay (87%), OVO (80,4%), Dana (75,6%), ShopeePay (53,2%), dan LinkAja (47,5%).

Sementara, menurut survei yang diselenggarakan Neurosensum, ShopeePay tercatat menguasai pangsa pasar uang elektronik selama periode November 2020-Januari 2021 dengan persentase sebesar 68%. Posisi berikutnya adalah OVO (62%), lalu DANA (53%), GoPay (54%), dan LinkAja (23%). Dalam temuan ini, responden tercatat menggunakan multiple e-wallet untuk kebutuhan berbeda.

Dari sisi frekuensi penggunaan, ShopeePay juga berada di posisi teratas dengan total gabungan transaksi sebanyak 14,4 kali per bulan atau 9 kali (online) dan 5,4 kali (offline). OVO menyusul di posisi kedua dengan total 13,5 kali penggunaan per bulan atau 8,1 kali (online) dan 5,4 kali (offline). Di urutan ketiga, GoPay dengan total 13,1 kali per bulan atau 8 kali (online) dan 5,1 kali (offline).

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Cara Belanja di Tokopedia dari Smartphone, COD, dan dengan Transfer

Cara belanja di Tokopedia tentu berbeda dengan proses pembelian di Shopee atau BukaLapak, walaupun secara umum tahapan-tahapannya bisa dikatakan hampir mirip. Misalnya, keduanya sama-sama harus menambahkan ke keranjang dahulu, memilih metode pembayaran apakah dengan COD, transfer bank, PayLater atau Alfamart, baru kemudian barang akan dikirimkan.

Continue reading Cara Belanja di Tokopedia dari Smartphone, COD, dan dengan Transfer

Lewat Kampanye Tokopedia Tekno, Tokopedia Ingin Beri Panggung Lebih Luas Kepada Produk Lokal

Dalam rangka menyambut Hari Kebangkitan Teknologi Nasional yang diperingati setiap tanggal 10 Agustus, Tokopedia secara resmi memperkenalkan kampanye baru bertajuk Tokopedia Tekno.

Head of Category Development Tokopedia, Fransiscus Leo Chandra, menjelaskan bahwa kampanye ini digelar dengan tujuan untuk memudahkan masyarakat dalam menemukan berbagai produk elektronik terkurasi dengan kualitas yang tinggi dan jaminan harga termurah.

Aspek kurasi ini dimaksudkan supaya konsumen dapat terus merasa aman karena produk-produk yang dibelinya dipastikan autentik dan memiliki value tinggi. Terkait jaminan harga termurah, konsumen pada dasarnya bisa mengklaim dan menerima gift card seandainya mereka menemukan harga yang lebih murah di platform digital lain.

“Kampanye ini juga merupakan upaya Tokopedia dalam memberikan panggung lebih luas kepada pebisnis lokal di industri teknologi, contohnya Advan dan In-Lite LED,” jelas Leo. Salah satu alasan utama yang melatarbelakangi digelarnya kampanye ini adalah begitu tingginya antusiasme masyarakat tanah air akan produk-produk elektronik.

Menurut Leo, kategori elektronik merupakan salah satu kategori terfavorit di Tokopedia selama kuartal kedua 2021. Selama periode tersebut, lima jenis produk elektronik yang paling laris terjual di Tokopedia adalah earphone, speaker, mouse, charger ponsel, dan tripod ponsel. WFH dan SFH yang berkepanjangan tentu berkontribusi terhadap tren penjualan ini.

Soal wilayah, Pulau Jawa, khususnya area Jabodetabek, mencatatkan angka transaksi produk elektronik yang paling tinggi selama kuartal kedua 2021. Kendati demikian, kawasan Indonesia Timur dan Kalimantan disebut juga mengalami peningkatan transaksi yang sangat signifikan di kategori elektronik.

“Kampanye ini juga merupakan upaya Tokopedia dalam memberikan panggung lebih luas kepada pebisnis lokal di industri teknologi, contohnya Advan dan In-Lite LED,” ungkap Leo dalam acara virtual yang digelar via Zoom.

Menanggapi hal ini, CEO Advan, Chandra Tansri, mengatakan bahwa penjualan mereka mengalami kenaikan hingga sebesar 4x lipat dengan mengikuti berbagai program beserta kampanye yang diselenggarakan Tokopedia.

Sentimen serupa juga diutarakan Fransiska Darmawan selaku GM Marketing In-Lite. Produsen lampu yang memiliki pabrik di Sidoarjo tersebut mencatatkan peningkatan penjualan sebesar 250% selama masa pandemi berlangsung. Fransiska menambahkan bahwa pertumbuhan penjualan mereka di Tokopedia jauh mengalahi penjualan secara offline; sejak pertama menjajakan produknya di Tokopedia, In-Lite mengalami pertumbuhan sekitar 3.500%.

Fransiska juga sempat menyinggung mengenai peran kampanye semacam ini dalam mengedukasi masyarakat mengenai produk lokal. Menurutnya, masyarakat Indonesia bukannya tidak percaya dengan kualitas produk lokal. Mereka hanya kurang begitu familier dengan keberadaan produk-produk buatan dalam negeri, dan penyelenggaraan kampanye seperti Tokopedia Tekno semestinya bisa membantu mengatasi problem ini.

Pra-IPO GoTo: Strategi Membendung Antusiasme

GoTo, perusahaan merger dari Gojek dan Tokopedia, menjadi nama berikutnya yang disinggung Bursa Efek Indonesia untuk melantai setelah Bukalapak. Direncanakan aksi korporasi tersebut dapat terealisasi kuartal IV 2021. Kabar terbaru yang beredar, sebelum aksi korporasi tersebut diselenggarakan, GoTo melakukan penawaran pra-IPO untuk kalangan institusi dan VC secara terbatas.

Nilai yang diincar tak main-main antara $1 miliar-$2 miliar (sekitar Rp15 triliun-Rp29 triliun) untuk penawaran umum saham perdana di Indonesia dan Amerika Serikat. Lantas, mengapa perlu pra-IPO?

Menurut Investopedia, pra-IPO adalah penawaran saham dalam jumlah besar sebelum dicatatkan di bursa publik. Pembeli biasanya perusahaan ekuitas swasta, hedge fund, dan lembaga lain yang bersedia membeli saham dalam jumlah besar. Karena besarnya investasi dan risiko yang ada, biasanya pembeli saham pra-IPO mendapat diskon dari harga yang tercantum dalam IPO.

Disebutkan juga, pembelian ini biasanya dilakukan tanpa prospektus dan tanpa jaminan bahwa listing akan terjadi. Dari sisi perusahaan, pra-IPO adalah strategi mengimbangi risiko saat IPO nanti apabila antusiasme publik tidak seperti yang diprediksi. Oleh karenanya, ganjaran harga diskon inilah yang menjadi kompensasi atas ketidakpastian tersebut.

Perusahaan, mau bagaimanapun, pasti tidak ingin para pembeli pra-IPO ini langsung menjual semua saham ketika harga saham melonjak begitu melantai bursa. Untuk mencegah hal ini, periode penguncian (lock-up period) umumnya disertakan dalam skema pra-IPO.

Pra-IPO merupakan hal baru bagi Indonesia. Berkaca dari pengalaman perusahaan teknologi raksasa Alibaba, sebelumnya mengambil langkah ini sebelum melantai di NYSE sebagai $BABA pada September 2014.

Dalam hajatan akbar tersebut, Alibaba mengundang investor kelas kakap dan wealthy private individu. Salah satu namanya adalah Ozi Amanat, venture capitalist asal Singapura. Ia membeli saham pra-IPO Alibaba sebesar $35 juta dengan harga per lembar saham $60.

Pada hari pertama melantai di publik, BABA mencatatkan harga per lembar saham sebesar $90. Kemudian pada November 2020, harganya melambung ke level $276.

Karena ada risiko ketidakpastian inilah membuat GoTo mantap untuk menggelar pra-IPO. Apabila mengacu pada Investopedia kembali, aksi bertujuan untuk mendapatkan dana segar dalam waktu cepat dan nominal besar. Pun bila langkah IPO GoTo sukses besar, yang diuntungkan tentu semua pihak.

Terlebih pada beberapa tahun sebelumnya, dalam sebuah kesempatan, CEO Tokopedia William Tanuwijaya sempat menyinggung keinginannya untuk melakukan pra-IPO.

Kawal antusiasme hingga akhir tahun

Kendati label “perusahaan tech-unicorn pertama yang melantai di bursa” sudah diambil Bukalapak, mereka harus menyiapkan strategi serangan balik (counter attack) yang harus melebih dari yang Bukalapak tawarkan. Toh dari segi kapitalisasi pasar, GoTo memimpin dengan angka $18 miliar yang melampaui BUKA sebesar $6,05 miliar.

Tidak hanya GoTo, perusahaan teknologi lain yang berencana IPO, pasti akan menjadikan kesuksesan BUKA sebagai tolak ukur.

Pemberitaan Bukalapak yang begitu ramai, di satu sisi memang memunculkan dua kubu jenis investor. Mereka yang melihat rekam kinerja perusahaan dan mereka yang melihat potensi perusahaan ke depan. Kondisi inilah yang menjadi catatan lebih lanjut, bagaimana GoTo dapat membendung hal tersebut.

Seluruh pembelajaran dari BUKA ini tentunya menambah khazanah GoTo dalam mengatur strategi menjaga antusiasme publik. Ditambah lagi, biasanya akhir tahun itu pasar saham selalu diwarnai dengan tren bullish. Ibarat mendayung satu dua pulau terlampaui, GoTo ingin memastikan semua pihak senang dengan seluruh skenario yang dibuat.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

The Great Synergy of Bank Jago with Bibit and Gojek Ecosystem

PT Bank Jago Tbk (IDX: ARTO) officially launched the Jago banking application in early April 2021. Three months after launching to date, the application currently has 4.1 star rating with total downloads reaching nearly half a million.

Jago app offers some excellent features that are said to provide freedom for users to manage their financing. With the fully digital e-KYC process, users can do financial budgeting through the Pocket feature which can be personalized accordingly.

Aside from these features, the long awaited movement is a synergistic partnership between Bank Jago and Gojek. Public is currently looking forward to how both parties synergize with each other’s ecosystem.

When Gojek was announced as a shareholder in December 2020, the service that would mark the first synergy between the two companies was account opening feature of Bank Jago on the Gojek application.

Today, DailySocial had the opportunity to interview Bank Jago’s President Director, Kharim Indra Gupta Siregar and to exclusively find out the big picture of Bank Jago’s synergy with Gojek and the ecosystem’s partners in 2021.

Positive feedback

Without revealing any statistics, Kharim admitted that he had good traction and positive feedback of the Jago application launching. Some of the highlighted response was the fast onboarding process for account opening and the Pocket feature.

For Kharim, this positive response is seen as a challenge for Bank Jago to make quick adjustments, especially during the e-KYC process. In addition, he considers the Pocket feature to be one of the important milestones in creating something new such as money sharing transparency.

“Even our [debit] card can be connected to whatever Pocket, whenever is good for users. For me, it’s very cool because users can know exactly how to use their money, including cash withdrawals or online shopping. We put a lot of effort for design and architecture in order to produce an excellent response time. We are continuously upgrading the technology as we speak,”

Currently, his teams are exploring the implementation of machine learning in the Jago application. The form that is being tested is, for example categorizing transactions to produce a recommendation (suggestion) to users.

Jago’s great synergy

Among the number of plans throughout 2021, Kharim pretty much highlights the realization of the synergy between Bank Jago and Gojek. The big picture is to connect both Bank Jago and Gojek ecosystems. For starter, the two companies will first enter through the account opening service.

Technically, Kharim said, there will be a link that directly connects Gojek and Bank Jago to open an account. He said, opening an account on the Gojek application will have a similar process to Bank Jago. This is an important note as it relates to regulatory issues.

“The minute you do the download or registration, all the processes are recorded in the bank. You can seamlessly link Gojek, therefore, the Jago application can directly become a source of Gopay. I make sure that these features will be available this year,” he said.

Apart from Gojek, Kharim also revealed a lot about Bank Jago’s collaboration with the mutual fund marketplace Bibit which was announced today, Monday (5/7). In accordance with its vision by offering life centric financial services, it seeks to democratize investment services which have been identical only to the established class.

There are several advantages that users can enjoy through this collaboration. First, users can open a Jago account in the Bibit application. Users would not have to worry about which funds are the main source of mutual fund payments at Bibit. This means that users can use the Jago application as the main source of investment in Bibit.

Then, users can also set it as a recurring transaction where mutual fund purchases can be made directly from Jago’s account. Automatically, Bibit Pocket will appear in the Jago application. This also applies if GoPay becomes a source of funding, then GoPay Pocket appears in Jago.

“We are definitely at the latest stage of development. We are ready for production. When? Very very soon. Therefore, I am confident enough to say that after we go live with Bibit, the next one will be with Gojek. Gojek is a huge ecosystem. Along the way, we will explore new things,” he said.

Partnership opportunity with GoTo

Since the beginnig, Bank Jago has always emphasized its vision to connect financial and lifestyle solutions into one platform. Therefore, collaboration with the digital ecosystem is a key strategy to realize this.

With the increasingly fierce competition for digital banks today, he believes that the industry needs to realize that banking products are no longer a product of the future. What should be highlighted, he said, is where and what is the bank’s position in the digital ecosystem, both financial and lifestyle.

Bank Jago’s business model / Bank Jago

Kharim emphasized that Bank Jago is currently focusing on developing its strategic partnership this year. The company aims for synergies with large customer base partners, also to speed up the process of acquiring new users. In this case, he assesses that the mutual interest of both parties makes user acquisition costs more efficient because acquisitions occur through partners’ services/products.

“Currently, Gojek and Jago’s synergy is only one-way use case, where our functionality is only available in partner applications. The next step will be the other way around to put Gojek’s functionality in the Jago application. It will be similar to Bibit. One of the future use cases is that users do not need to leave the Jago application when they want to use Bibit. Vice versa,” Kharim said.

On the other hand, his team also positively welcomed the merger of Gojek and Tokopedia to become GoTo. He said, this action creates more opportunities to explore new collaborations/synergies. Kharim is yet to reveal a possible new use case with GoTo. However, he took this momentum as an opportunity to learn more as an organization.

“In early 2021, we all know that our main ecosystem that we are planning to work together is Gojek. We did not see GoTo in the picture. Now we should be ready for what’s coming because you really have to react quickly to this, therefore, we can focus on our main strategy. We have to see what collaboration opportunities can be accessed with Gojek. I think this is an exciting journey,” he said.

Collaboration challenges

In his collaboration journey with the ecosystem, Kharim also highlighted how a common vision and passion are crucial in building partnerships. With its position as a tech-based bank, it is also required to make decisions quickly but still refer to the existing regulatory framework.

He said, for example, the strategic partnership with Gojek and Bibit. It elaborates the concept of an embedded ecosystem where both parties must become seamless in the ecosystem. Kharim said, to build this seamless integration, it’s not possible to do it transactionally. This means that there must be alignment at all levels of the organization.

“If you talk with a different language, it will be difficult. The process is different, the way of working is different, OKR is also different. It clearly has to start from the top, starting from ownership, leadership, vision, and execution. Implementation challenges is definite, but an aligned vision will make it much easier. It has to be learning by doing process, how to make decisions quickly. To date, our partners have a good alignment with us.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Sinergi Besar Bank Jago dengan Ekosistem Gojek dan Bibit

PT Bank Jago Tbk (IDX: ARTO) resmi meluncurkan aplikasi banking Jago pada awal April 2021. Tiga bulan pasca meluncur hingga saat ini, aplikasi Jago tercatat telah mengantongi rating 4.1 dengan total unduhan mencapai hampir setengah juta.

Aplikasi Jago menawarkan sejumlah fitur unggulan yang disebut dapat memberikan kebebasan pengguna dalam mengelola keuangan. Dengan proses e-KYC yang sepenuhnya digital, pengguna dapat melakukan budgeting keuangan lewat fitur Pocket (Kantong) yang dapat dipersonalisasi sesuai kebutuhan.

Selain fitur-fitur tersebut, salah satu yang cukup lama dinantikan adalah realisasi dari kemitraan sinergis antara Bank Jago dan Gojek. Publik menantikan bagaimana kedua belah pihak bersinergi dengan ekosistemnya satu sama lain.

Ketika Gojek diumumkan sebagai pemegang saham pada Desember 2020, layanan yang bakal menandai sinergi tahap awal keduanya adalah pembukaan rekening Bank Jago di aplikasi Gojek.

Kali ini, DailySocial berkesempatan mewawancarai Direktur Utama Bank Jago Kharim Indra Gupta Siregar dan secara eksklusif untuk mengetahui bagaimana gambaran besar sinergi Bank Jago dengan Gojek dan mitra-mitra di ekosistem digital lainnya di 2021.

Klaim respons positif

Meski tidak mengungkap angka statistik, Kharim mengaku mengantongi traksi dan feedback yang sehat dari peluncuran aplikasi Jago. Beberapa respons positif yang disoroti pengguna Bank Jago adalah kecepatan proses onboarding pada pembukaan rekening dan kehadiran fitur Pocket.

Bagi Kharim, respons positif ini ditanggapi sebagai sebuah tantangan tersendiri agar Bank Jago dapat melakukan adjustment secara cepat, terutama saat proses e-KYC. Di samping itu, ia menilai fitur Pocket menjadi salah satu milestone penting dalam menciptakan sesuatu yang baru, yakni transparansi berbagi uang.

“Bahkan kartu [debit] kami dapat terhubung ke Pocket manapun dan kapanpun sesuai keinginan pengguna. For me, it’s very cool karena pengguna bisa tahu persis penggunaan uang mereka, seperti tarik tunai atau belanja online. We put a lot of effort by design and architecture supaya bisa menghasilkan response time yang sangat baik. We are continuously upgrading the technology as we speak,”

Untuk saat ini, pihaknya mengaku tengah mengeksplorasi implementasi machine learning di dalam aplikasi Jago. Bentuk implementasi yang tengah dijajal misalnya melakukan kategorisasi transaksi untuk menghasilkan sebuah rekomendasi (suggestion) kepada pengguna.

Sinergi besar Jago

Dari sejumlah rencana di sepanjang 2021, Kharim cukup banyak menyoroti realisasi sinergi Bank Jago dengan Gojek. Gambaran besarnya, ekosistem Bank Jago dan Gojek ditargetkan dapat terhubung satu sama lain. Untuk tahap awal, keduanya akan masuk dulu lewat layanan pembukaan rekening.

Secara teknis, ungkap Kharim, akan ada link yang menghubungkan langsung Gojek dan Bank Jago untuk membuka rekening. Menurutnya, pembukaan rekening di aplikasi Gojek akan memiliki proses yang serupa dengan Bank Jago. Ini menjadi catatan penting karena berkaitan dengan regulatory.

The minute you do the download or registration, semua proses itu ada di bank. You can seamlessly link Gojek sehingga aplikasi Jago bisa langsung menjadi sumber dana Gopay. The first aim of this adalah memastikan kemudahan sehingga pengguna tidak perlu terus-menerus top up Gopay. Saya pastikan fitur-fitur ini bisa dinikmati pengguna di tahun ini,” ungkapnya.

Selain Gojek, Kharim juga banyak mengungkap kolaborasi Bank Jago dengan marketplace reksa dana Bibit yang diumumkan hari ini, Senin (5/7). Sesuai dengan visinya menawarkan layanan keuangan yang berpusat pada life centric, pihaknya berupaya mendemokratisasi layanan investasi yang selama ini identik hanya untuk golongan mapan.

Ada beberapa keunggulan yang dapat dinikmati pengguna lewat kerja sama ini. Pertama, pengguna dapat membuka rekening Jago di aplikasi Bibit. Pengguna tidak perlu memikirkan dana yang menjadi sumber utama pembayaran reksa dana di Bibit. Artinya, pengguna dapat menjadikan aplikasi Jago sebagai sumber utama investasi di Bibit.

Kemudian, pengguna juga dapat mengaturnya sebagai recurring transaction di mana pembelian reksadana dapat dilakukan langsung dari rekening Jago. Secara otomatis, Bibit Pocket akan muncul di aplikasi Jago. Ini juga berlaku apabila GoPay menjadi sumber pendanaan, yaitu muncul GoPay Pocket di Jago.

We are definitely already at the latest stage of development. Kami sudah siap production. Kapan? Very very soon. Makanya, saya sudah cukup confident bilang after we go live with Bibit, the next one will be with Gojek. Gojek is a huge ecosystem. Sambil jalan, kami akan eksplorasi hal baru,” ujarnya.

Peluang kemitraan dengan GoTo

Sejak awal, Bank Jago selalu menekankan visinya untuk menghubungkan solusi keuangan dan gaya hidup ke dalam satu platform. Maka itu, kolaborasi dengan ekosistem digital menjadi strategi kunci untuk merealisasikan hal tersebut.

Dengan semakin ketatnya persaingan bank digital saat ini, ia menilai industri perlu menyadari bahwa produk perbankan kini bukan lagi menjadi produk masa depan. Yang patut digarisbawahi, ungkapnya, adalah di mana dan apa saja posisi bank di dalam ekosistem digital, baik keuangan maupun gaya hidup.

Model bisnis Bank Jago / Bank Jago

Kharim menegaskan, saat ini Bank Jago fokus untuk mengembangkan kemitraan strategisnya dulu di tahun ini. Perusahaan membidik sinergi dengan partner yang memiliki customer base besar sehingga mempercepat proses akuisisi pengguna baru. Dalam hal ini, ia menilai mutual interest kedua belah pihak membuat biaya akuisisi pengguna menjadi lebih efisien karena akuisisi terjadi lewat layanan/produk milik partner.

“Saat ini, use case sinergi Gojek dan Jago baru satu arah, di mana our functionality baru tersedia di aplikasi mitra. Langkah selanjutnya adalah the other way around atau functionality Gojek ada di aplikasi Jago. Begitu juga dengan Bibit, misalnya. Salah satu use case ke depan adalah pengguna tidak perlu keluar dari aplikasi Jago ketika mau pakai Bibit. Begitu juga sebaliknya,” jelas Kharim.

Di sisi lain, pihaknya juga menyambut positif aksi merger Gojek dan Tokopedia menjadi GoTo. Menurutnya, aksi ini membuka lebih banyak peluang untuk mengeksplorasi kolaborasi/sinergi baru. Kharim belum dapat mengungkap kemungkinan use case baru dengan GoTo. Namun, ia mengambil momentum ini sebagai kesempatan untuk belajar lebih banyak sebagai organisasi.

“Di awal 2021, we all know that our main ecosystem that we are planning to work together is Gojek. We did not see GoTo in the picture. Now we should be ready for what’s coming because you really have to react dengan cepat terhadap hal ini sehingga kami bisa fokus dengan strategi utama kami. Kita harus melihat peluang kolaborasi apa saja yang bisa diakses dengan Gojek. I think this is an exciting journey,” katanya.

Tantangan kolaborasi

Dalam perjalanannya berkolaborasi dengan ekosistem, Kharim turut menyoroti bagaimana kesamaan visi dan passion menjadi hal krusial dalam membangun kemitraan. Dengan posisinya sebagai tech-based bank, pihaknya juga dituntut untuk membuat keputusan dengan cepat, tetapi tetap mengacu pada regulatory framework yang ada.

Ia mengambil contoh, kemitraan strategis dengan Gojek dan Bibit. Pihaknya menggunakan konsep embedded ecosystem di mana kedua belah pihak harus menjadi seamless partner di ekosistem tersebut. Menurut Kharim, untuk membangun integrasi seamless ini tidak dapat dilakukan secara transaksional. Artinya, harus ada alignment hingga di seluruh level organisasi.

If you talk with a different language, itu akan sulit. Proses berbeda, way of working berbeda, OKR juga berbeda. It clearly has to start from the top, mulai dari ownership, leadership, visi, dan eksekusi. Tantangan implementasi pasti ada, tetapi kesamaan visi akan jauh lebih memudahkan. Ini harus learn by doing, bagaimana membuat keputusan dengan cepat. Sejauh ini, partner-partner kami memiliki alignment yang bagus dengan kami.”

Application Information Will Show Up Here

Majukan Ekosistem Teknologi dan Talenta Digital Indonesia, Tokopedia Kembali Gelar START Summit 2021

Tokopedia kembali menghadirkan konferensi teknologi tahunan START Summit dengan tema ‘Transforming Indonesia Through Technology’ yang akan dilakukan secara daring melalui kanal video streaming Tokopedia Play, Official YouTube Inside Tokopedia serta situs Tokopedia Academy. Kegiatan ini akan diselenggarakan pada Sabtu, 3 Juli 2021 pukul 09.00-18.00 WIB. 

Tahun ini, kKonferensi START SUMMIT 2021 akan fokus pada 3 topik utamanya yaitu Core Engineering, Infrastructure dan Productivity serta Data. Nantinya kegiatan ini akan diisi oleh Co-Founder and Vice Chairman Tokopedia, Leontinus Alpha Edison; CTO dan Senior Vice President of Engineering Tokopedia, Herman Widjaja; serta Vice President of Engineering dan Chief of Staff Technology Tokopedia, Aswin Tanu Utomo. Selain ituTidak sampai disitu, sederet talenta digital Tokopedia juga ikut berpartisipasi dan akan membagikan informasi mengenai pemrograman, pengembangan produk, pengelolaan kampanye yang terintegrasi, dan strategi multi- cloud serta berbagai inovasi lain. 

“Sebagai perusahaan teknologi Indonesia, Tokopedia terus berupaya mendukung kemajuan talenta digital Indonesia dan membentuk ekosistem yang kolaboratif. Melalui kegiatan START Summit ini,  dapat menjadi wadah dalam berbagi pengalaman para pegiat teknologi, pelaku bisnis teknologi, hingga komunitas digital, yang memiliki semangat yang sama dalam memajukan industri teknologi Indonesia.”,  Co-Founder and Vice Chairman Tokopedia, Leontinus Alpha Edison menyampaikan dalam acara Tokopedia Road to Summit 2021 yang digelar pada 30/6.

Kegiatan START SUMMIT 2021

Pada START Summit 2021, ada 3 topik utama yang akan dibahas yaitu Core Engineering, Infrastructure dan Productivity serta Data.
Pada START Summit 2021, ada 3 topik utama yang akan dibahas yaitu Core Engineering, Infrastructure dan Productivity serta Data.

START SUMMIT 2021 akan dibuka oleh Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Johnny G. Plate. Sebelumnya, ia mengungkapkan apresiasinya terhadap Tokopedia atas komitmen Tokopedia yang turut berkontribusi dalam kolaborasi anak bangsa, memperkuat sumber daya manusia digital dan talenta digital Indonesia. Ia berharap agar konferensi START 2021 yang diselenggarakan oleh Tokopedia ini dapat menjadi ajang untuk mempelajari serta memahami berbagai topik seperti core engineering, infrastructure, productivity, dan data maupun hal- hal inovatif dan produktif lainnya demi menunjang keberlanjutan transformasi digital Indonesia.

Untuk seluruh kelas yang tersedia dalam rangkaian kegiatan Tokopedia START Summit 2021 ini dapat diakses secara gratis oleh masyarakat dengan melakukan registrasi melalui situs Tokopedia Academy. Acara ini juga didukung oleh sejumlah mitra, termasuk Intel, Google Cloud, BCA, Alibaba Cloud, Citibank, New Relic, AWS, PRIMA, Bank Bumi Arta, Akamai. 

Selain itu, Tokopedia melalui Tokopedia Academy juga menghadirkan beragam inisiatif untuk talenta digital Indonesia, misalnya START Summit Extension, START Women in Tech, Devcamp, Tokopedia Internship, Product Design Academy, Summer Acceleration Program, kolaborasi dengan universitas misal dalam membangun AI Center hingga modul perkuliahan, dan masih banyak lagi.

Hal menarik lainnya adalah bahwa Tokopedia juga telah menghadirkan dua inisiatif guna mendukung Program Kampus Merdeka besutan Kemendikbud Ristek RI. Pertama, program Magang Bersertifikat yang tersedia untuk tiga bidang yaitu Software Engineering, Marketing dan Business Development. Kedua, Hackathon Devcamp yang merupakan kompetisi membangun produk dan solusi dalam waktu sangat singkat. 

Afiliasi Tokopedia “Toko Score” Berambisi Permudah Industri Keuangan Nilai Risiko Kredit

Masih besarnya kesenjangan kelompok unbankable dan underserved dalam memperoleh akses finansial, membuka kesempatan untuk para pemain digital untuk terjun menyediakan solusi alternatif skoring kredit. Pemain teranyar yang meresmikan kehadiran adalah Toko Score (PT Semangat Digital Bangsa/SDB) yang merupakan afiliasi dari Tokopedia.

Menurut data Kementerian Keuangan pada April 2021, ada sekitar 132 juta orang dan 46 juta UMKM di Indonesia yang masih tergolong unbanked dan belum memiliki akses terhadap kredit maupun pembiayaan dari lembaga keuangan formal.

Head of Business Development and Marketing SDB Evita Soetjoadi menjelaskan, Toko Score memberikan penilaian kredit dari calon peminjam kepada para mitra strategis, dalam hal ini lembaga jasa keuangan seperti perbankan, multifinance, dan fintech P2P, dengan menganalisis profil risiko peminjam berdasarkan aktivitas dan perilaku transaksi calon peminjam di Tokopedia.

“Saat ini kita masih fokus di sisi buyer, tapi kita berproses mempersiapkan produk penilaian Toko Score untuk para penjual atau seller di Tokopedia. Ini karena kebutuhan kredit di masa sekarang ini masih didominasi oleh kebutuhan konsumtif,” ucapnya dikutip dari Bisnis.com.

Setiap seller dan buyer yang mendaftar di Tokopedia akan terdeteksi oleh Toko Score. Harapannya ketika para pengguna yang masuk ke dalam ekosistem Tokopedia yang masih unbankable dan underserved bisa terbantu di masa depan saat berniat mengajukan akses kredit.

“Jadi kami berupaya membantu menjawab masalah yang dihadapi pemberi pinjaman. Terutama, ketika mereka menerima pengajuan kredit dari tiga kelompok masyarakat unbankable, namun kesulitan menilai credit risk karena tidak menemukan data historis mereka di biro kredit.”

Tiga kelompok yang dimaksud ialah, first jobber, UMKM yang belum memiliki riwayat pinjaman modal kerja, dan pekerja mandiri (freelance/informal) yang butuh akses kredit untuk meningkatkan skill.

Data-data alternatif yang digunakan SDB untuk membentuk penilaian, di antaranya nilai jual-beli barang di Tokopedia, relevansi wishlist & kategori produk yang dibeli dengan kebutuhan pinjaman, perbincangan dengan toko, jumlah device, dan banyak lagi. Data tersebut dianalisis dengan teknologi AI dan algoritma machine learning untuk memperoleh analisa profil risiko calon peminjam.

Skemanya, apabila ada sebuah lembaga jasa keuangan sulit menemukan riwayat peminjam di biro kredit, Toko Score bisa langsung diakses oleh tim credit risk di perusahaan tersebut. Berbagai data points yang dihimpun Toko Score, diharapkan dapat membantu para mitra strategis mendapatkan hasil analisis kredit yang lebih komprehensif. Kelebihan inilah yang menjadi kekuatan SDB dibandingkan pemain sejenisnya.

“Credit score diberikan dalam bentuk nilai (score), sehingga tetap menjaga kerahasiaan dan keamanan data calon peminjam,” ujar Evita saat dihubungi DailySocial secara terpisah.

Selain Toko Score, SDB juga menyediakan pilihan verification score, yaitu Phone Score dan Address Score, untuk membantu lembaga jasa keuangan memverifikasi alamat dan nomor telepon yang digunakan oleh calon peminjam di ekosistem Tokopedia.

“Sama seperti credit score, verification score juga diberikan dalam bentuk nilai (score) demi menjaga kerahasiaan dan keamanan data calon peminjam dan tetap mengedepankan prinsip keamanan dan perlindungan data pribadi berdasarkan peraturan yang berlaku.”

Evita menuturkan, ke depannya SDB akan terus berinovasi dan berkolaborasi dengan sebanyak-banyaknya mitra strategis, termasuk lembaga jasa keuangan agar lebih banyak masyarakat bisa mendapat akses finansial.