Dua Pendiri Tokopedia Secara Total Disebut Miliki Kurang Dari 8 Persen Saham

Tokopedia baru saja dikabarkan mendapatkan pendanaan baru $1 miliar yang melambungkan valuasi perusahaan menjadi $7 miliar. Kali ini, KrAsia memperoleh detail informasi, yang disebut bersumber dari BKPM, tentang jajaran pemilik saham dan anggota Komisaris layanan marketplace yang didirikan oleh William Tanuwijaya dan Leontinus Alpha Edison ini. Secara bersama, keduanya disebut memegang kurang dari 8% saham perusahaan.

Ada sejumlah perbedaan informasi pendanaan yang diungkapkan ke publik dan di laporan ini. Meskipun demikian, tabel yang dimuat di situ mengungkapkan “pembagian kekuasaan” perusahaan.

Dari sekian banyak investor yang menanamkan investasinya, Softbank dan Alibaba menjadi dua investor dengan persentase investasi terbesar. Dari sekian putaran dan sekian fund yang masuk ke Tokopedia, Softbank secara total (termasuk melalui afiliasinya) memiliki lebih dari 38% saham perusahaan. Alibaba, melalui Taobao, menjadi investor terbesar kedua dengan kepemilikan 25%.

Dominasi keduanya sangat berbeda jauh jika dibandingkan dengan komposisi kepemilikan Gojek yang bisa dibilang tidak ada pihak yang memiliki lebih dari 10% saham.

Co-Founder dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya dalam laporan itu disebut memiliki 5,6% saham, sementara Co-Founder dan Vice Chairman Leontinus Alpha Edison memiliki 2,3% saham. Secara total saham keduanya adalah 7,9%.

Anggota dewan komisaris

Selain dua orang co-founder, William Tanuwijaya dan Leontinus Alpha Edison, anggota dewan komisaris Tokopedia lainnya adalah Eun Woo Lee (SoftBank), Lydia Bly Jett (SoftBank), Shailendra Singh (Sequoia Capital India), Wong Ka Kit, dan Joseph Tsai (Co-Founder dan Vice Chairman Alibaba Group).

Dewan ini diketuai oleh Kabir Misra yang sebelumnya adalah Managing Partner Softbank Capital. Meskipun tahun ini Misra meninggalkan Softbank Capital dan mendirikan startup fund-nya sendiri senilai $250 juta, disebutkan ia tetap mempertahankan perannnya sebagai Presiden Komisaris Tokopedia.

Tokopedia adalah satu dari sembilan unicorn yang menerima pendanaan terbesar di Asia Tenggara, menurut laporan yang diterbitkan Google dan Temasek tahun ini.

Application Information Will Show Up Here

Gambaran Persaingan Bisnis Digital di Empat Sektor Terpopuler di Indonesia

Dilihat dari geliat bisnis –meliputi nilai pangsa pasar dan putaran investasi—ada beberapa sektor digital yang tumbuh signifikan di Indonesia. Salah satunya merujuk pada hasil riset Google dan Temasek tahun ini, empat sektor utama yang mendominasi adalah e-commerce, online travel, online media, dan ride-hailing. Selain empat di atas sektor lain juga turut bertumbuh, salah satu yang menggeliat adalah fintech.

Pada tulisan ini, kami coba menghadirkan gambaran persaingan terkini industri digital yang sedang memanas dan menjadi sorotan di Indonesia. Terdiri dari bisnis ride-hailing, fintech, e-commerce, dan online travel. Masing-masing telah diisi oleh pemain besar dengan basis pengguna dan dukungan pendanaan yang sangat besar juga.

Ride-hailing masih tentang Go-Jek vs Grab

Berbicara tentang persaingan ride-hailing di Indonesia, maka masih mengerucut pada dua unicorn Go-Jek dan Grab. Keduanya terus mendominasi pangsa pasar dengan porsi yang berbeda. Sejauh ini dari sisi kelengkapan, aplikasi Go-Jek jauh lebih unggul karena menawarkan varian yang lebih banyak.

Namun dari total statistik unduhan di Play Store, angka Grab lebih banyak –karena hanya menggunakan satu aplikasi di seluruh wilayah operasional, sementara Go-Jek memisahkannya; seperti di Vietnam menggunakan Go-Viet atau bahkan layanan sekunder dengan Go-Life.

Go-Jek vs Grab
Go-Jek dan Grab masih terus bersaing menjadi yang terbaik

Di sisi lain, fitur e-wallet menjadi salah satu model bisnis layanan. Go-Jek bermanuver sendiri melalui Go-Pay, sementara Grab masih bergantung pada pihak lain, dalam hal ini Ovo dari Lippo Group. Untuk perluasan bisnis keduanya juga sama-sama memiliki unit investasi, merangkul pemain lain memperkuat ekosistem layanan –ada Go-Ventures dan Grab Ventures.

Mapan, Promogo, Findaya, Dana Cita dll adalah startup digital yang kini bermitra strategis dengan Go-Jek, dijalin melalui pendanaan dan/atau akuisisi. Kudo, HappyFresh, StickEarn, Karta dan beberapa pemain lainnya ada di sudut Grab. Dari sepak terjang yang ada, keduanya seakan-akan mengarah pada satu titik yang sama dalam kaitannya dengan tujuan bisnis.

Tahun ini nilai pangsa pasar ride-hailing di Indonesia diperkirakan mencapai $3,7 miliar. Angka tersebut diproyeksikan akan terus meningkat hingga menyentuh minimal $14 miliar di tahun 2025 mendatang. Sehingga babak demi babak persaingan masih akan sangat menarik disaksikan dari kedua startup besar tersebut.

Fintech tumbuh pesat, e-money miliki potensi terbesar

Di Indonesia ada dua sub-sektor fintech yang terlihat tumbuh subur, yakni lending dan e-money. Dari sisi jumlah pemain, fintech lending jauh lebih banyak, pun yang sudah berizin dari regulator. Sementara e-money cenderung lebih sedikit dan didominasi oleh pemain besar.

Ada alasan yang sangat mendasar mengapa e-money akan menjadi sub-sektor fintech yang paling berpotensi. Seperti layaknya uang di dompet, saldo e-money didesain untuk membantu pengguna bertransaksi kebutuhan sehari-hari.

Tak ayal kini pemain e-money makin gencar melakukan akuisisi pengguna dengan memperluas ekosistem layanan. Di Indonesia ada beberapa layanan populer untuk e-money, mulai dari Dana, Go-Pay, Paytren, Tcash dan lain-lain. Namun yang paling mendominasi pemberitaan akhir-akhir ini ada tiga layanan, yakni Dana, Go-Pay, dan OVO.

Dominasi pemberitaan tak lain terkait upaya perluasan integrasi layanan. Kini ketiga layanan populer tersebut sudah terintegrasi dengan platform berpopulasi pengguna besar. Dari survei yang dilakukan oleh DailySocial melibatkan 825 pengguna layanan, secara peringkat pengguna Go-Pay berada di urutan pertama, disusul oleh OVO, Tcash, dan Dana.

E-money di Indonesia
Layanan e-money terus perluas integrasi layanan untuk perkaya ekosistem

Pasca integrasi yang dilakukan besar-besaran tahun ini, artinya genderang persaingan baru saja dimulai. Beberapa pemain memang sudah terlihat meredup – misalnya PayPro yang akhirnya mencoba keberuntungan di ritel kecil tradisional.

Beberapa pemain baru juga bermunculan ditandai dengan rilis lisensi penyelenggara e-money oleh Bank Indonesia. Sebut saja BluePay, Duwit, hingga E2Pay yang segera memantapkan debutnya.

Sektor travel lengang namun menjanjikan

Menurut data Google dan Temasek, saat ini sektor online travel memiliki pangsa pasar yang paling besar di Asia Tenggara, yakni $30 miliar. Di Indonesia sendiri tahun ini diperkirakan akan menyumbang perputaran uang mencapai $8,6 miliar, dan diproyeksikan akan mencapai $25 miliar di tahun 2025 mendatang. Pemain di online travel sebenarnya juga banyak, sebut saja Airy, Pegipegi, Tiket.com, Traveloka, dan lain-lain.

Jika ditarik pemain dengan peringkat teratas, maka merujuk pada dua pemain besar – kebetulan keduanya didirikan pengembang lokal – yakni Tiket.com dan Traveloka. Pasca exit, Tiket.com saat ini berada dalam naungan Djarum Group melalui unit usaha Blibli. Sementara Traveloka masuk dalam jajaran unicorn di Indonesia dengan valuasi saat ini diperkirakan melebihi $2 miliar.

Traveloka vs Tiket
Traveloka pimpin bisnis OTA di Indonesia

Tampaknya modal besar membuat akuisisi pengguna oleh Traveloka cukup berhasil –diimbangi dengan inovasi layanan yang terus digencarkan. Secara statistik Traveloka saat ini masih mengungguli Tiket.com, kendati dari sisi varian layanan keduanya hampir memiliki kesamaan. Di sudut inovasi Traveloka juga banyak meluncurkan gebrakan, misalnya fitur PayLater melalui TravelokaPay bermitra dengan layanan pinjaman Danamas.

Secara khusus DailySocial juga pernah merilis laporan bertajuk “Online Travel Agencies Survey 2018”. Hasil survei menempatkan urutan layanan paling populer ada Traveloka, Tiket.com, Pegipegi, Airy, Blibli, Jd.id, Nusatrip dll. Besarnya pangsa pasar online travel membuat e-commerce juga berbondong-bondong menyajikan layanan penjualan tiket pesawat dan hotel. Beberapa e-commerce bekerja sama dengan pengembang OTA, sisanya mendesain sistem secara mandiri.

E-commerce di Indonesia bergerak dinamis

Sektor digital yang paling ramai sejak beberapa tahun terakhir, pun dengan pertumbuhannya terlihat paling mengesankan. Jika dikemas dalam anekdot, perjalanan digital society di Indonesia dimulai dari penggunaan media sosial, lalu e-commerce, baru ke layanan lainnya.

Saat ini lanskap e-commerce di Indonesia didominasi empat pemain besar, yakni Bukalapak, Lazada, Shopee dan Tokopedia. Pembeda antara e-commerce dan online marketplace pun semakin melebur.

Sementara itu di luar empat pemain tersebut masih banyak platform lain yang juga terus memperkuat keberadaannya, sebut saja Blibli, Bhinneka, Mataharimall dll. Pemain dengan segmen khusus seperti Sale Stock, Hijub, Berrybenka dll juga masih memiliki pangsa pasar. Belum lagi yang di segmen khusus B2B, ada Bizzy, Mbiz dll.

Beberapa penelitian menyebutkan, bahwa e-commerce akan menjadi bisnis digital paling berpengaruh dalam beberapa tahun mendatang. Per tahun 2018, nilai pangsa pasar e-commerce di Indonesia sudah mencapai $18 miliar, terbesar di regional.

Menjelang akhir tahun, di tengah hajatan akbar e-commerce beberapa lembaga survei merilis laporan terkait popularitas layanan e-commerce. Salah satunya MarkPlus, mereka mengatakan bahwa saat ini Shopee berada di urutan pertama, bersaing ketat dengan Tokopedia. Sebelumnya di kuartal kedua DailySocial juga pernah melakukan survei popularitas layanan e-commerce, menempatkan Shopee, Tokopedia, dan Bukalapak di urutan teratas.

E-commerce di Indonesia
Empat layanan e-commerce unggulan terus bersaing ketat

Persaingan belum usai sampai di sini. Masing-masing pengembang platform terus memaksimalkan berbagai strategi untuk memperkuat kehadirannya di pangsa pasar. Strateginya juga memiliki pendekatan berbeda antar pemain.

Misalnya Bukalapak memilih memaksimalkan biaya iklan – per kuartal ketiga tahun 2018, Bukalapak menjadi startup yang paling banyak beriklan. Beda lagi dengan Shopee yang mencoba memperkuat branding dengan menggaet tokoh terkenal Asia dan mengadakan pagelaran besar.

Survei Ipsos: Tokopedia dan Shopee Jadi Layanan E-commerce Favorit

Ipsos Indonesia, perusahaan riset pemasaran independen, meluncurkan riset seputar tren layanan e-commerce di negeri ini tahun 2018. Dalam survei yang dilakukan ke 400 responden yang bermukim di Jakarta (25%) dan Pulau Jawa (37%) terungkap beberapa fakta menarik seputar layanan e-commerce favorit, metode pembayaran pilihan, hingga produk favorit.

Tokopedia dan Shopee terpopuler

Layanan e-commerce Tokopedia dan Shopee tercatat merupakan layanan e-commerce yang paling banyak dikunjungi responden secara umum, baik milenial maupun non-milenial, dalam waktu satu bulan terakhir. Sebanyak 49% responden memilih Tokopedia di posisi pertama, disusul dengan Shopee (45%), Lazada (39%), dan Bukalapak (38%). Sementara itu Blibli berada di posisi kelima (17%), disusul JD.id (12%), dan OLX (9%).

Tokopedia dan Shopee jadi layanan favorit berdasarkan survei Ipsos Indonesia 2018
Tokopedia dan Shopee jadi layanan favorit berdasarkan survei Ipsos Indonesia 2018

Dari ragam kategori produk yang dijual di layanan e-commerce, tercatat produk fesyen dan pakaian olahraga menjadi favorit, baik oleh responden laki-laki (51%) maupun perempuan (68%).  Kategori populer berikutnya untuk laki-laki adalah produk teknologi dan gadget (42%) dan produk elektronik (41%). Sementara untuk responden perempuan, segmen pembayaran tagihan / bill payment dan kosmetik sama-sama mencatat angka 49%.

Kategori fashion dan pakaian olahraga adalah kategori terfavorit responden laki-laki dan perempuan
Kategori fashion dan pakaian olahraga adalah kategori terfavorit responden laki-laki dan perempuan

Di sisi pembayaran, transaksi masih didominasi oleh transfer antar rekening bank (75%), diikuti dengan COD (cash on delivery) (13%) dan kartu kredit (12%).

Milenial dan tren belanja

Hal menarik yang juga dicatat di laporan ini adalah mulai maraknya transaksi yang dilakukan kalangan milenial. Khusus di kategori usia ini, Shopee menjadi layanan e-commerce favorit (51%) karena promosi bebas ongkos kirim yang masih dijalankannya. Berikutnya disusul Tokopedia (44%), Bukalapak (38%), dan Lazada (35%).

Biasanya milenial melakukan kegiatan belanja antara 12 siang dan 3 sore (38%) dan melakukannya di rumah (72%).

Selain free ongkir (60%), kalangan milenial juga banyak mencari penawaran cashback (19%) dan promo diskon (16%).

Peranan Instagram untuk bisnis

Secara terpisah, Ipsos Indonesia bermitra dengan Instagram untuk memahami peranan media sosial populer ini untuk meningkatkan bisnis di kalangan UKM. Ipsos mengambil sampel 3012 pengguna Instagram dan 502 profil bisnis UKM (memiliki karyawan kurang dari 250 orang) yang menggunakan layanan ini.

Meskipun layanan e-commerce diharapkan menjadi ujung tombak perkembangan industri di segmen ini, tidak bisa dinafikan bahwa media sosial, khususnya Instagram, menjadi pendukung yang penting bagi bisnis-bisnis yang dijalankan secara online.

Tercatat sebanyak 81% pengguna Instagram di Indonesia menggunakan platform ini untuk mencari informasi lebih lanjut ketika tertarik pada sebuah produk atau merek. Sebanyak 87% UKM Indonesia yang disurvei setuju bahwa penjualan mereka meningkat setelah menggunakan Instagram dan 82%  menerima Direct Message (pesan pribadi) dari pelanggan setiap hari di akun Instagram-nya.

Instagram juga banyak digunakan oleh pemilik bisnis kalangan milenial (82%) untuk mencapai target bisnis. Dalam survei tersebut tercatat sebanyak 74% pemilik bisnis kalangan milenial mengaku mengalami peningkatan usaha karena pengguna Instagram mereka.

Rencana menggandeng idEA

Untuk merangkum riset yang lebih akurat terkait tren dan informasi yang relevan seputar layanan e-commerce di Indonesia, Ipsos Indonesia berencana menggandeng idEA untuk secara bersama menghasilkan riset yang komprehensif.

Ipsos Indonesia juga segera meluncurkan aplikasi loyalitas / rewards program  agar responden secara sukarela mengirimkan e-receipt mereka usai melakukan pembelian di layanan e-commerce pilihan dengan imbalan poin dan voucher digital. Diharapkan platform ini bisa diluncurkan di Q1 2019 mendatang.

“Dengan dukungan idEA diharapkan platform tersebut bisa membantu Ipsos Indonesia mendapatkan hasil survei secara langsung dari responden. Nantinya data tersebut bisa juga digunakan oleh layanan e-commerce untuk meningkatkan performa,” tutup Managing Director IPSOS Indonesia Soeprapto Tan.

Startup di Singapura dan Indonesia Dominasi Pendanaan di Asia Tenggara

Pesatnya pertumbuhan bisnis digital di Asia Tenggara tidak lepas dari putaran investasi yang banyak dikucurkan kepada startup digital. Selain memberikan sorotan terhadap pertumbuhan pangsa pasar, laporan Google dan Temasek bertajuk e-Conomy SEA 2018 turut mencatat pertumbuhan investasi di kawasan regional tersebut. Sepanjang paruh pertama tahun 2018 (H1), angkanya sudah mencapai $9,1 miliar, meningkat hampir tiga kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun lalu yang hanya menghasilkan putaran investasi sebesar $3,6 miliar.

Tren investasi tidak hanya dikucurkan dari kantong venture capital, karena private equity dan corporate investors mulai banyak tertarik menanam modal di SEA. Para investor termasuk hadir dari perusahaan global dari Amerika Serikat dan Tiongkok. Dari capaian tersebut, riset memproyeksikan pertumbuhan investasi akan mencapai $40 – $50 miliar di tahun 2025 mendatang.

Startup unicorn seperti Go-Jek, Tokopedia, Grab, Bukalapak, Lazada, Sea, VNG, Razer, dan Traveloka menjadi unit bisnis yang memegang persentase mayoritas nilai investasi. Jika digabungkan, pada H1 2018, startup unicorn di SEA berhasil membukukan hingga $6,5 miliar dalam putaran pendanaan. Pendanaan Grab turut membawanya sebagai decacorn pertama di SEA.

Pendanaan Startup di Asia Tenggara
Pendanaan startup di SEA didominasi oleh sektor ride hailing / Google-Temasek

Dari empat sektor industri internet yang disoroti dalam laporan, yakni Online Media, Online Travel, E-commerce, dan Ride Hailing; gabungan keempatnya menguasai mayoritas pendanaan — dari $9,1 miliar, empat sektor itu mendapat $7,8 miliar. Kendati secara pangsa pasar nilainya masih kalah besar dibanding dengan sektor lain, Ride Hailing menjadi yang terbesar mendapatkan pendanaan di periode H1 2018, totalnya mencapai $4,5 miliar. Namun demikian, Grab dan Go-Jek dikatakan sebagai dua pemain utama yang mendominasi.

Sementara sisa $1,3 miliar tersebar di berbagai lanskap startup digital lain. Sebanyak $0,5 miliar berhasil dibukukan oleh startup fintech, sisanya $0,8 miliar tersebar di berbagai bidang startup — pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.

Singapura menempati peringkat tertinggi, disusul Indonesia

Mengenai sebaran pendanaan di SEA, sebanyak $6,8 miliar didapat oleh startup dari Singapura. Sementara Indonesia berada di peringkat selanjutnya dengan selisih yang cukup besar, yakni hanya mendapat hingga $1,8 miliar. Sisanya $0,5 miliar tersebar di negara lainnya. Namun bisa jadi persentase tersebut berubah, mengingat pada H2 2018 pendanaan startup di Indonesia terus mendapatkan kucuran investasi. Terakhir Tokopedia yang dikabarkan baru mendapatkan pendanaan hingga $1 miliar dari Softbank dan sejumlah investor.

Selama H1 2018, sebanyak 286 transaksi pendanaan terjadi di wilayah Singapura. Di Indonesia ada sekitar 154 kesepakatan, sisanya 264 tersebar di wilayah lain meliputi Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Mayoritas pendanaan yang dikucurkan dalam putaran seri A (580 transaksi), disusul seri B dan C (61 transaksi), dan seri D-E+ (7 transaksi). Sisanya tidak menyebutkan detail tahapan pendanaan.

Berbincang tentang Ekosistem Startup Brazil dan Rencana “In Loco” Masuk ke Indonesia

Meskipun tidak terlalu sering terdengar keberadaanya, namun saat ini ekosistem startup di Brazil mengalami pertumbuhan yang cukup positif. Sedikitnya hingga akhir tahun 2018 sudah ada 6 startup unicorn asal Brazil dan beberapa layanan fintech yang sudah melakukan IPO.

Kepada DailySocial, Head of Startup Ecosystem In Loco, Felipe Matos, menyebutkan alasan utama mengapa startup asal Brazil tidak terdengar namanya, karena fokus mereka mengembangkan bisnis di negara asal saja. Kawasan yang disasar oleh startup Brazil adalah negara terdekat di Amerika Selatan dan Amerika Latin.

Untuk memperluas bisnis dan mengembangkan produk yang ada, Felipe berniat untuk menjalin kerja sama dengan startup Indonesia. Dengan pengalamannya sebagai CEO dan Head of Ecosystem Startup Farm di Brazil, yang selama ini fokus membantu startup dalam program akselerator, diharapkan pengalaman bisa membantu entrepreneur asal Indonesia.

“Pada dasarnya Brazil dan Indonesia memiliki kesamaan, mulai dari sisi demografi, infrastruktur, regulasi hingga logistik. Karena alasan itulah saya datang ke Indonesia,” kata Felipe.

Menguasai regulasi dan kebijakan pemerintah

Selain pengalamannya sebagai mentor, investor dan pengusaha; Felipe sebelumnya pernah bekerja di pemerintahan, sehingga memiliki pengetahuan yang cukup soal regulasi dan kebijakan pemerintah terkait startup. Terutama dengan pendekatan yang sebaiknya dilakukan oleh entrepreneur, terkait dengan membina hubungan yang baik dengan regulator dan mematuhi semua kebijakan yang ditetapkan pemerintah.

“Idealnya semua startup harus bisa secara kreatif menciptakan produk yang dibutuhkan dan langsung diluncurkan kepada target pengguna. Jika pada akhirnya pemerintah menetapkan peraturan khusus, baru lakukan pendekatan kepada regulator. Namun demikian cara ini tidak berlaku untuk layanan fintech,” kata Felipe.

Selain persoalan regulasi yang harus diprioritaskan oleh startup adalah persoalan talenta, relasi, hingga permodalan agar startup bisa berhasil. Tanpa adanya dukungan tersebut, menurutnya bukan hanya ekosistem yang tidak tercipta, namun juga kesempatan dan potensi startup untuk berkembang.

Meskipun telah memiliki startup unicorn, Indonesia saat ini dinilai masih kurang menarik perhatian investor lokal untuk kemudian menjadi key player dalam pembiayaan dan pendanaan startup lokal. Masih didominasi oleh investor asing, hal tersebut menurut Felipe bisa menjadi pemicu investor lokal untuk mulai berinvestasi. Sementara itu secara global, masuknya investor asing ke startup Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk berinvestasi, dilihat dari geliat startup lokal.

“Kisah sukses seperti Go-Jek, Tokopedia dan startup lainnya yang banyak mendapatkan pendanaan dari investor asing bisa menjadi pembelajaran di tahap awal. Untuk selanjutnya investor lokal mulai bisa menjadi pemain utama untuk mendukung pertumbuhan startup Indonesia,” kata Felipe.

Memperkenalkan startup asal Brazil ke Indonesia

Rencananya jika sesuai dengan jadwal, Felipe berniat untuk menghadirkan startup asal Brazil bernama In Loco ke Indonesia tahun 2019 mendatang. Startup yang memiliki teknologi geo-location ini diklaim bisa membantu startup seperti Go-Jek, Grab, hingga OVO melakukan kegiatan promosi, meningkatkan performa navigasi dengan teknologi yang dimiliki oleh In Loco.

Startup yang sudah hadir sejak 5 tahun lalu di Brazil tersebut saat ini sudah memiliki sejumlah klien yang besar dan dalam waktu dekat akan mengumumkan pendanaan Seri B.

“Berbeda dengan Google Maps dan teknologi navigasi GPS lainnya, In Loco mampu menentukan titik di dalam ruangan dengan memanfaatkan daya baterai yang sangat minim. Kami juga memiliki platform pemasaran yang bisa dimanfaatkan semua bisnis,” kata Felipe.

Tokopedia Dikabarkan Mendapat Pendanaan Baru Hingga 14,6 Triliun Rupiah (UPDATED)

Tokopedia dikabarkan telah mencapai valuasi $7 miliar setelah mendapatkan tambahan investasi di putaran pendanaan baru. Dilansir dari Bloomberg, Tokopedia berhasil mendapatkan pendanaan $1 miliar (setara dengan 14,6 triliun Rupiah) dari beberapa investor. Belum ada informasi detail siapa saja investor yang terlibat dalam investasi kali ini, namun demikian Softbank dikatakan turut serta di dalamnya.

Dengan pendanaan tersebut, artinya kini valuasi Tokopedia (berkisar $7 miliar) melebihi valuasi Go-Jek ( berkisar $5 miliar) dan menjadi startup Indonesia dengan valuasi terbesar.

Tokopedia sendiri menjelma menjadi e-commerce yang makin lengkap dari segi layanan dan agresif dalam segi inovasi dalam tiga tahun terakhir. Pendanaan di tahun 2014 dari Softbank dan Sequoia Capital senilai $100 juta seolah menjadi modal berharga bagi Tokopedia untuk terus bergerak maju, bukan hanya soal uang tapi juga soal kepercayaan masyarakat mengenai potensi bisnis digital di Indonesia.

Tokopedia juga bergerak cepat dalam hal inovasi. Dalam kurun waktu dua tahun Tokopedia tidak hanya dikenal sebagai aplikasi berbelanja online tetapi juga aplikasi dengan banyak fitur, seperti investasi reksa dana, investasi emas, pembayaran segala jenis tagihan, pembayaran pajak PBB hingga pembelian tiket kereta.

Selain itu Tokopedia juga melakukan terobosan penting di tahun 2018 ini dengan menggandeng OVO untuk menggantikan TokoCash yang tak kunjung mendapat lisensi dari Bank Indonesia. Di sistem Tokopedia OVO tak sekadar jadi metode pembayaran instan, tetapi juga menjadi uang virtual yang bisa digunakan di seluruh ekosistem layanan Tokopedia.

Potensi e-commerce dan arah perkembangan selanjutnya

Semua tentu sepakat layanan e-commerce sekarang tidak hanya soal jual beli secara online. Industri ini berkembang begitu pesat dengan berbagai macam model, mulai dari C2C (Customer to Customer), B2C (Business to Customer), dan model-model lainnya hingga mulai masuk ke ranah industri lain seperti layanan teknologi finansial.

Industri e-commerce sendiri dari laporan Google-Temasek baru-baru ini masuk dalam salah satu industri dengan perkembangan yang cukup signifikan. Nilai bisnisnya di tahun 2025 diprediksi menyentuh angka $102 miliar. Dan tampaknya Tokopedia sedang di jalur yang benar untuk membangun layanan e-commerce yang lengkap dengan mulai masuknya mereka ke ranah teknologi finansial.

Beberapa waktu lalu DailySocial berkesempatan berbincang dengan VP of Engineering Tokopedia Herman Wijaya. Di sana ia menjelaskan bahwa salah satu inovasi dari Tokopedia, MyBills lahir karena Indonesia belum memiliki manajemen sistem keuangan yang terintegrasi dengan baik. Masalah tersebut dengan menghadirkan MyBills untuk permudah pembayaran tagihan bulanan secara auto debet.

Dengan potensi pasar yang begitu besar, dan persaingan yang mulai masuk ke ranah inovasi layanan mudah-mudahan bisa menghasilkan ekosistem e-commerce yang terus tumbuh dan menghadirkan layanan yang mampu memberikan solusi konkret bagi kebutuhan masyarakat di Indonesia.

Update : Informasi mengenai valuasi Tokopedia

Application Information Will Show Up Here

Fitur Baru Tokopedia Mungkinkan Penjual Buat Promo dan Peroleh Uang di Muka

Akhir tahun identik dengan pesta belanja online. Demi memaksimalkan momen tersebut, para pemain e-commerce dituntut terus berbenah, menguatkan kapabilitas sistem server dan pembaruan fitur. Tak terkecuali bagi Tokopedia, bersiap menghadapi lonjakan besar di akhir tahun, mereka baru saja merilis dua fitur baru yakni Saldo Prioritas dan Voucher Toko.

Saldo Prioritas menawarkan pembayaran dana di muka untuk para penjual dengan hanya memasukkan nomor resi pengiriman. Fitur baru ini diklaim menjadi yang pertama di industri e-commerce Indonesia. Inisiatif peluncurannya didasarkan adanya kesenjangan waktu antara penerimaan pesanan dan pemenuhan pesanan oleh penjual.

Di laman resminya, Tokopedia menjelaskan bahwa fitur Saldo Prioritas memungkinkan pengguna menarik 80% dana pembayaran dan sisanya akan diterima setelah adanya konfirmasi penerimaan barang dari pembeli. Fitur ini hanya akan aktif untuk mitra penjual yang sudah melengkapi data diri, termasuk mengunggah foto dan kartu identitas.

“Dengan mendapatkan pembayaran di muka, penjual bisa menggunakan uang tersebut untuk mempercepat perputaran modal bisnisnya,” terang Head of Fintech Tokopedia, Samuel Sentana.

Sementara fitur Voucher Toko memungkinkan penjual membuat kode voucher promosinya sendiri, seperti cashback dan potongan ongkos kirim untuk setiap pembeli di Tokopedia. Dua voucher tersebut bisa menjadi salah satu cara penjual untuk menjangkau lebih banyak pembeli.

Biaya promosi yang dibuat melalui Voucher Toko akan dibebankan kepada penjual. Untuk menggunakan Voucher Toko, penjual hanya perlu mengakses halaman dashboard melalui komputer dan memilih menu Voucher Toko.

Sejak diluncurkan pada awal November 2018, fitur Voucher Toko disebut mendapatkan respons positif dari para penjual maupun pembeli di Tokopedia. Saat ini tercatat ada lebih dari 30.000 penjual yang memanfaatkan fitur ini.

“Dengan fitur ini para penjual bisa menawarkan lebih banyak promosi bagi pelanggan dan menjangkau pembeli yang masih di luar platform Tokopedia dengan cara menyebarkan voucher toko di berbagai jejaring sosial, aplikasi chatting, bahkan mencantumkan kode voucher tokonya di flyers atau di depan kasir toko fisik mereka,” terang Associate VP Seller Experience Tokopedia, Garri Juanda.

Application Information Will Show Up Here

Antusiasme Konsumen E-commerce Selama Promo Belanja Akhir Tahun di Media Sosial

Tentu kita ingat, ketika menjelang hari raya atau libur akhir tahun, supermarket di berbagai kota sibuk mengadakan promo besar-besaran. Mengundang riuh konsumen dengan penawaran diskon hingga produk spesial. Dinilai efektif, strategi tersebut kini turut diaplikasikan oleh peritel online di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Terlebih menjelang akhir tahun, ragam acara pesta belanja diadakan, mulai dari Singles’ Day 11.11 hingga Harbolnas 12.12.

Untuk melihat penilaian konsumen e-commerce dalam menanggapi momen-momen belanja online, firma riset Meltwater mencoba menganalisis sentimen masyarakat di media sosial. Periset menarik jutaan data relevan yang membahas tentang pesta belanja di Twitter, Facebook, YouTube, Instagram, blog dan forum online. Penelitian ini dilakukan di Singapura, Malaysia, Filipina dan Indonesia di jenjang waktu 11 Oktober 2017 – 25 Januari 2018.

Pesta akhir tahun menjadi puncak

Berdasarkan impresi yang ditangkap, orang cenderung paling banyak memperbincangkan tentang promo dan pesta belanja menjelang akhir tahun (54,6%), khususnya di momen liburan Natal dan tahun baru. Persentase tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan dua momen belanja lain yang jatuh di bulan November –yakni Black Friday (22,5%) dan Singles’ Day (20,9%). Riset turut mencatat gairah pesta belanjanya sendiri sudah mulai memanas semenjak awal bulan Oktober.

Data Promo Akhir Tahun E-commerce
Tema promo akhir tahun yang paling diminati / Meltwater

Dari empat negara yang menjadi fokus penelitian, Indonesia mencorong volume percakapan tertinggi mengenai ketiga momen pesta belanja tersebut di atas. Persentasenya keterlibatannya mencapai 57%. Sementara Filipina menyumbangkan 30%, Malaysia 12%, dan Singapura 1%. Ada banyak faktor yang membuat Indonesia berada di peringkat atas. Pertama, peningkatan penetrasi internet dan ponsel pintar di kalangan masyarakat menengah ke bawah.

Kedua terkait makin matangnya ekosistem e-commerce di Indonesia, khususnya dalam sistem pembayaran. Kemudahan transaksi dinilai memberikan dorongan yang kuat. Temuan ini sekaligus mengonfirmasi bahwa Indonesia memang menjadi pangsa pasar terbesar untuk layanan e-commerce di Asia Tenggara dengan berbagai karakteristiknya.

Layanan e-commerce yang paling banyak diperbincangkan

Laporan tersebut turut merilis platform yang paling banyak dibincangkan dalam momen belanja tahun lalu tersebut. Shopee berada di peringkat pertama di Indonesia dengan 40%, disusul Tokopedia 26% dan Lazada 21%. Sebagai pemain yang cukup baru, Shopee menunjukkan pertumbuhan yang sangat tinggi. Riset lain yang dirilis MarkPlus beberapa waktu lalu juga menempatkan Shopee di peringkat pertama, disusul Tokopedia.

Data Promo Akhir Tahun E-commerce
Layanan e-commerce yang paling banyak diperbincangkan / Meltwater

Secara lebih detail, di periode promo tersebut Shopee Indonesia mengadakan serangkaian kampanye pemasaran di media sosial. Postingan promo pertama diunggah pada 9 Oktober 2017 pukul 20.18 WIB dengan dibumbui tagar tertentu. Konten tersebut berhasil mendapatkan 5,7 ribu like, 747 share, dan 60 ribu komentar. Selama periode promo, Shopee sekurangnya membelanjakan $247,538 per minggu untuk iklan di media sosial.

Rata-rata impresi terbaik di media sosial Shopee selama masa tersebut didapat pada postingan di hari Senin setelah jam kerja. Beberapa tipe konten populer seperti video pendek dan gambar atau tulisan berbau motivasi.

Di Singapura, layanan Amazon adalah paling banyak diperbincangkan. Di Filipina dan Malaysia, layanan e-commerce paling populer adalah Lazada.

Tokopedia Buat Program Agen O2O “Mitra Tokopedia”

Tokopedia meluncurkan program agen “Mitra Tokopedia” untuk mendorong pendapatan pengusaha UMKM dengan menjual produk digital dan grosir secara online to offline (O2O). Ada aplikasi tersendiri yang perlu diunduh untuk bertransaksi dengan para pembeli dan sudah tersedia di Google Play.

Konsep ini kurang lebih sama dengan yang diusung Bukalapak. Sebelumnya Bukalapak memperbarui program Agen menjadi Mitra Bukalapak karena ada tambahan unsur teknologi digital dan tambahan layanan agar semakin komprehensif.

Untuk Mitra Tokopedia, pengusaha UMKM dapat menjual produk mulai dari grosir, pulsa, paket data, PLN, Telkom, PDAM, BPJS, voucher game, dan TV kabel. Produk grosir ini memungkinkan pembeli bisa membeli berbagai produk dengan harga grosir untuk dijual kembali.

Ada mitra logistik yang sudah bermitra dengan Tokopedia untuk melakukan pengiriman barangnya. Namun sementara ini baru tersedia untuk Mitra yang berdomisili di Bekasi. Perusahaan tidak menetapkan biaya keanggotan untuk Mitra yang tertarik bergabung.

Sebelum mulai berjualan, diharuskan melakukan verifikasi data dengan memasukkan data diri dan mengunggah KTP. Pengusaha perlu top up Saldo Mitra dalam e-wallet mereka untuk bisa berjualan.

Saldo bisa di-top up dari nominal Rp10 ribu sampai Rp10 juta untuk maksimal satu kali pengisian. Namun secara total Saldo Mitra dapat menampung hingga Rp100 juta dalam satu waktu.

Saldo Mitra ini tersimpan dalam rekening bersama (escrow account) sebagai fasilitas penampungan sementara atas dana milik Mitra Tokopedia yang disediakan perusahaan untuk memudahkan Mitra dalam bertransaksi. Mitra dapat menarik saldo sewaktu-waktu dibutuhkan.

Dari setiap transaksi yang berhasil diproses, Mitra akan memperoleh potongan harga dan cashback tergantung produknya. Misalnya untuk produk pulsa, paket data, dan voucher game akan mendapat potongan harga. Sementara produk lainnya akan mendapat potongan cashback Rp2.000 per transaksi. Promo cashback ini akan langsung masuk ke dalam Saldo Mitra.

Menghidupkan UMKM

Kemarin (13/11), dalam diskusi panel The ICON 2018 yang diselenggarakan GDP Venture, turut hadir Co-Founder dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya. Dalam kesempatan tersebut, William menuturkan semangat Tokopedia adalah mencegah terjadinya urbanisasi dan menciptakan pemerataan ekonomi secara digital.

“Tokopedia bukan yang pertama [untuk e-commerce] ada pemain lainnya, tapi tidak ada platform yang fasilitasi transaksi sama sekali. Paradigma yang mau kita pecahkan sedari awal adalah urbanisasi, orang di desa harus bayar harga lebih mahal untuk mendapatkan barang yang di kota besar itu tidak adil,” terangnya.

Setiap layanan yang dihadirkan perusahaan awalnya berasal dari keresahan para pengguna yang terdiri atas pengusaha UMKM dan konsumen. Ambil contoh dalam melahirkan layanan Pinjaman Modal terjadi karena 70% pengusaha UMKM yang bergabung adalah usaha pertama mereka.

Dari situ timbul masalah, untuk meningkatkan kapasitas produksi ada keterbatasan modal. Mereka tidak bisa mendapatkan modal dengan cepat, mengajukan pinjaman ke bank pun tidak diterima.

“Dari 18 bulan yang lalu kami bangun fitur pinjaman tanpa agunan untuk Makers kami dengan menggunakan credit scoring dari data penjualan mereka yang sudah kami susun.”

William menyebut saat ini Tokopedia telah menghimpun lebih dari 4 juta pengusaha UMKM dan 45 juta unique visitor per bulannya.

Application Information Will Show Up Here

Survei MarkPlus: Shopee Jadi Platform E-commerce Paling Populer Saat ini

Kendati tidak sedinamis beberapa tahun sebelumnya, industri e-commerce di Indonesia tetap menarik untuk diikuti. Potensi pangsa pasar yang besar, membuat para pemain berlomba-lomba untuk menjadi pemimpin pasar. Berbagai strategi dan dukungan modal besar menghiasi persaingan bisnis jual beli online tersebut. Di Indonesia saja, dua “unicorn” hadir dari kategori e-commerce.

Untuk melihat tren terkini, MarkPlus Inc mengadakan sebuah survei terkait brand awareness pemain e-commerce di Indonesia. Daru responden yang mengaku menggunakan e-commerce minimal 4x dalam 3 bulan terakhir, didapatkan data bahwa Shopee (31%) menjadi top of mind brand. Disusul oleh Lazada (20,3%) dan Tokopedia (17,9%). Temuan ini tidak jauh berbeda dengan hasil riset DailySocial yang diterbitkan beberapa waktu lalu.

Ada tiga hal yang menjadi pertimbangan utama oleh responden saat memilih layanan e-commerce. Pertama ialah promo yang disajikan (61,3%), kedua terkait dengan harga produk yang lebih murah, dan ketiga reputasi dari brand e-commerce tersebut (53,8%). Sementara itu hampir seluruh responden (91,3%) lebih suka mengakses platform melalui ponsel pintarnya.

“Strategi seperti banyak promo, harga murah, reputasi baik, sampai gratis biaya kirim adalah alasan mengapa konsumen memilih berbelanja di platform e-commerce. Ini juga yang membuat brand-brand ternama bertahan,” ungkap Associate of High Tech, Property and Consumer Industry of MarkPlus, Irfan Setiawan.

Dalam survei turut memaparkan bagaimana popularitas e-commerce di tiap daerah. Tokopedia menjadi yang paling sering diakses di Jakarta. Sementara Shopee menjadi yang paling sering diakses di Bandung, Surabaya, Semarang dan Makassar. Lazada mendapatkan tempat pertama di konsumen Medan.

“Pemain-pemain seperti Shopee, Tokopedia, Lazada, dan Bukalapak adalah nama-nama pemain e-commerce yang paling sering disebut responden. Shopee, yang menjadi e-commerce paling banyak diakses oleh responden dalam tiga bulan terakhir,” sebut Irfan.