Mencari Pendanaan Tahap Awal? Ini Daftar VC Teraktif Sepanjang Tahun 2023

Pendanaan ekuitas untuk startup Indonesia mulai menunjukkan tanda pemulihan dibandingkan tahun sebelumnya (meskipun belum sepenuhnya). Menurut laporan Indonesia’s Startup Handbook yang dihimpun DSInnovate, pada Q3 2023, pendanaan startup — yang dipublikasi— mencapai 38 transaksi yang bernilai $501,6 juta. Nilai investasi ini lebih baik dari dua kuartal sebelumnya, yakni sebesar $376,7 juta pada Q1 dan $330,2 juta pada Q2. Peningkatan ini memberikan indikator positif, terutama mengingat penurunan tajam yang terjadi pada paruh pertama tahun ini.

Investasi tahap awal masih mendominasi keseluruhan pendanaan startup Indonesia. Hal ini mengindikasikan investor mempertahankan kepercayaan yang signifikan terhadap prospek generasi founder baru, bahkan dalam menghadapi tantangan terkini.

East Ventures menjadi investor tahap awal yang paling aktif berinvestasi di Asia Tenggara. Sepanjang 10 bulan ini, VC tersebut telah berinvestasi ke 29 startup, mayoritas di Indonesia, yang telah menerima kucuran dana. Pendanaan tahap awal terbesar diberikan untuk MAKA Motors.

Dalam wawancara sebelumnya, Co-founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menuturkan pihaknya tidak akan berhenti berinvestasi mau bagaimanapun cuaca yang sedang terjadi. Menurutnya, valuasi startup saat ini sedang murah, tapi pekerjaan founder sekarang lebih “berat.”

“Tapi bukan cuma itu, sekarang level knowledge founder jauh lebih tinggi karena ekosistem sudah mulai mature. Banyak [founder] sudah kerja di mana-mana. Jadi [kondisinya] masih bagus, dari sisi kita tetap aktif [berinvestasi],” kata Willson.

Program Day Zero Antler menjaring Founder baru

Partner Antler Indonesia Agung Bezharie di kesempatan terpisah mengatakan dengan kondisi sekarang, semakin mudah terlihat kualitas founder startup. Mana yang bagus mana yang tidak. “Banyak founder yang bagus dan tidak oportunis. Sangat passionate menyelesaikan problem,” kata dia.

Founder yang ia maksud adalah para peserta yang mendaftarkan diri atau direkrut langsung tim Antler untuk membangun startup baru. Kebanyakan para calon founder ini punya satu benang merah, pernah berkarier profesional di sejumlah perusahaan, baik enterprise maupun startup, dan tertarik untuk terjun sebagai founder startup.

“Bahkan di cohort sekarang [ke-5] rata-rata founder di sini sudah bekerja selama 13 tahun.”

Sebanyak 60-70 orang per cohort bergabung di program Antler Residency selama 10 minggu untuk membangun startup baru. Konsepnya sedikit berbeda dengan kebanyakan program akselerator karena mereka yang mendaftar bisa sendiri tanpa tim. Ada yang mendaftar sendiri ke situs Antler atau di-scout tim Antler.

Antler Indonesia

Selama residensi berlangsung, para partisipan bisa mengikuti sesi bootcamp intensif, berdiskusi dengan tim dan sesama entrepreneur lain untuk mendapatkan peer learning, pertukaran ide, serta umpan balik yang konstruktif. Adanya sesi kolaboratif ini mendorong peserta untuk menajamkan konsep dan strategi bisnis mereka.

Residensi ini juga menawarkan sesi one-on-one dengan tim mentor berpengalaman di Antler, sehingga membantu founder untuk mengatasi tantangan, mendapatkan panduan spesifik, serta konsultasi dengan ahli untuk menyempurnakan strategi bisnis mereka.

Dalam masa residensi selama lima minggu pertama, para founder juga bisa secara aktif mencari co-founder potensial yang selaras dengan visi, misi perusahaan, serta memiliki keterampilan yang dibutuhkan. Dirancang sebagai platform kolaboratif, residensi Antler juga membuka akses jaringan yang lebih luas, sehingga menjadi platform ideal bagi founder pemula untuk menemukan co-founder mitranya.

Dalam dua kali dalam seminggu, mereka akan melakukan presentasi pitching ide ke tim Antler untuk mendapatkan feedback. Apakah konsepnya menarik atau tidak untuk dilanjutkan, yang argumentasinya didukung dengan data pelengkap dari pihak ketiga. Jika tidak, mereka perlu rombak ulang, bahkan ganti calon co-founder sampai benar-benar seluruhnya dinilai bakal sukses.

Antler juga memiliki database global, sehingga partisipan bisa belajar dari sesama founder di berbagai sektor dan negara yang telah sukses meluncurkan bisnis mereka. Pendekatan komprehensif ini dirancang agar partisipan bisa lebih siap dalam mewujudkan konsep startup mereka menjadi operasional bisnis yang sukses dan menjanjikan.

“Antler mau akselerasi proses belajar [bangun startup]. Ini bukan sesuatu yang bisa dipelajari di sekolah karena harus ada proses trial and error dan dilakukan sendiri. Dalam 4-5 minggu dapat pivot berkali-kali, akan diberitahu mana bagian yang perlu diperhatikan jadi tidak perlu menghabiskan waktu hingga tahunan.”

Untuk membuktikan komitmen partisipasi dari para peserta, Antler mewajibkan mereka hadir secara fisik selama program berlangsung. Tidak ada unsur paksaan untuk mengundurkan diri dari perusahaan apabila peserta masih bekerja sebagai karyawan.

“Ada yang ambil unpaid leave, ada yang bersedia untuk resign. Kami memang mewajibkan mereka untuk ketemu in-person selama 4-5 minggu pertama untuk melihat attendance-nya.”

Dalam setahunnya, Antler mengadakan tiga kali cohort untuk mengorbitkan startup-startup baru. Sejak pertama kali hadir di Indonesia pada pertengahan 2022, sekarang Antler sudah mengadakan Antler Residency yang ke-5. Cohort ini masih berlangsung dan rencananya akan selesai pada akhir tahun ini.

Tidak semua startup yang menjalankan program ini bisa mengikuti demo day di hari terakhirnya. Juga tidak semua startup pasti mendapatkan investasi tahap awal dari Antler. Namun investasi yang dikucurkan Antler per startup-nya mulai dari $125 ribu (hampir Rp2 triliun).

“Bukan berarti tidak di-invest itu startupnya tidak bagus. Tapi memang kita ada beberapa preferensi [dalam berinvestasi]. Kita bisa menghubungkan mereka ke investor di luar kami untuk peluang investasi.”

Sepanjang tahun ini, setidaknya Antler telah berinvestasi ke 19 startup. Beberapa di antaranya adalah MatchMade, Kora, dan Eten Technologies. Secara total, Antler telah memberikan investasi untuk 44 startup. Portfolio Antler
mencakup CareNow, Healthpro, BASE, Brick, Matchmade, TruClimate, dan Kora.

Untuk mendukung perjalanan portofolionya, Antler membuat dana kelolaan baru yang dikhususkan untuk pendanaan tahap lanjutan, dinamai Antler Elevate, dengan dana kelolaan sebesar $285 juta.

“Biasanya kita selalu follow-on, nominalnya tidak bisa banyak, jadi dibuat fund khusus. Kita mau jadi teman startup dari perjalanan mereka dari awal sampai akhir,” tutup Agung.

BTPN Syariah Ventura Pilih Strategi Konservatif, Incar Satu Startup Tiap Tahun

BTPN Syariah Ventura, kendaraan investasi dari BPTN Syariah (BTPS), memilih langkah konservatif dalam berinvestasi startup, hanya mengincar satu startup untuk didanai tiap tahunnya. Tahun lalu, melalui debutnya, perusahaan berinvestasi untuk Dagangan dalam putaran pra-seri B.

Adapun pada tahun ini, BPTN Syariah Ventures masih menyeleksi kandidat baru yang akan didanai. Sementara itu, perusahaan juga memastikan tidak ada rencana kembali mendanai Dagangan di putaran berikutnya. Sebelumnya dikabarkan Dagangan sedang menggalang putaran kedua untuk seri B yang menarik sejumlah korporat besar menanamkan dananya ke sana.

“Bagi kita sudah untung karena valuasi [yang naik dan bisnisnya bertumbuh], lalu kita akan cari investasi berikutnya untuk startup yang fokus ke rural. Direksinya simpel dan efisien, satu tahun sekali saja investasinya. Terpenting investasi ini berdampak bagus buat grup dapat lebih baik lagi,” ucap Direktur Keuangan BTPN Syariah Fachmi Achmad dalam media briefing, pekan lalu (9/2).

Meski Fachmi tidak bersedia merinci identitas startup tersebut. Bisa dipastikan pihaknya mencari startup yang punya misi sejalan dengan perseroan yang fokus memberdayakan masyarakat pra/cukup sejahtera di kota lapis dua dan tiga. Segmen bisnisnya mulai dari edtech, jual-beli digital, pelatihan, penyedia jasa pembayaran tagihan, penyedia barang perlengkapan rumah tangga, dan produsen/pemilik produk kebutuhan sehari-hari.

Pasca menjadi investor di Dagangan, sejumlah kerja sama bisnis semakin kencang dilakukan. Di antaranya, integrasi API Dagangan dengan aplikasi Warung Tepat, sehingga memungkinkan para agen Mitra Tepat untuk belanja barang sembako satuan dengan harga grosir, entah untuk kebutuhan pribadi atau dijual kembali. Diklaim kini ada 606 Mitra Tepat di 66 kota yang telah memanfaatkan fitur tersebut.

Selanjutnya, mengembangkan alternatif pembayaran dengan paylater untuk konsumen Dagangan, akses pembiayaan, dan perluasan kesempatan bagi nasabah BTPN Syariah menjadi mitra Dagangan.

Sebagai catatan, Mitra Tepat adalah klasifikasi yang diberikan BTPS untuk para nasabah pembiayaan yang berhasil mengembangkan bisnis lebih besar. Mitra Tepat ini merupakan ibu rumah tangga yang memiliki bisnis dan menjadi perpanjangan tangan bank dalam melayani nasabah.

Dalam laporan keuangan konsolidasi BTPN Syariah pada 2022, BTPN Syariah Ventura memiliki total aset sebesar Rp313 miliar dengan total ekuitas Rp311 miliar. Kemudian, nilai investasi saham (investment in share) sebesar Rp 81 miliar dan laba bersih sebesar Rp4 miliar (dengan investasi nilai wajar = biaya awal).

Struktur manajerial di BTPN Syariah Ventura juga tergolong efisien karena semuanya berasal dari kalangan BTPN Syariah. Posisi komisaris diisi oleh Fachmi dan M. Gatot Adhi Prasetyo (Direktur BTPN Syariah). Sementara, Direktur Utama BTPN Syariah Ventura Ade Fauzan juga menjabat sebagai Business Development Head di BTPN Syariah, bersama Destya Danang Pradityo sebagai Direktur di CVC.

Ekosistem digital syariah

Fachmi melanjutkan, selain berinvestasi ke Dagangan, sepanjang tahun lalu perseroan mencatatkan serangkaian inovasi untuk mewujudkan aspirasi membangun ekosistem digital syariah khusus untuk segmen pra/cukup sejahtera.

Pertama, akses keuangan untuk modal kerja produktif (access to finance) yang kini dapat diperoleh dengan proses digital. Cara ini secara tidak langsung telah meliterasi nasabah inklusi menjadi paham digital secara perlahan. Mereka juga memberikan dampak kepada komunitasnya menjadi lebih mudah dalam mengakses layanan perbankan. Tidak hanya untuk nasabah pembiayaan, perseroan juga telah menyempurnakan layanan e-channel termutakhir bagi nasabah pendanaan melalui Tepat Mobile Banking dan internet banking.

Kedua, memperluas akses pengetahuan (access to knowledge) melalui program pemberdayaan yang terukur dan berkelanjutan Tepat Daya. Platform digital ini terintegrasi dengan program pemberdayaan demi meningkatkan kapasitas nasabah sekaligus membuka kesempatan bagi seluruh masyarakat untuk terlibat aktif dalam memberdayakan nasabah.

Inovasi perseroan di atas berdampak positif terhadap kinerja keuangan. Di antaranya, total aset sebesar Rp21,2 triliun dan pembiayaan mencapai Rp11,5 triliun tumbuh 10% (YoY). Pertumbuhan pembiayaan ini disertai dengan kualitas pembiayaan yang tetap sehat tercermin dari Non Performing Financing (NPF) di bawah ketentuan regulator dan laba bersih setelah pajak mencapai Rp1,78 triliun atau naik 21,9%.

Mengenai prospek ekonomi makro pada tahun ini, Fachmi cukup optimis perseroan dapat kembali mencetak kinerja yang ciamik. Alasannya, karena tahun-tahun menjelang pesta politik itu menguntungkan bagi segmen masyarakat ultra mikro. Pandemi kemarin memukul segmen ini karena diberlakukannya pembatasan ruang gerak yang membuat usaha mereka terdampak.

“Segmen ini akan terpuruk kalau ada bencana alam dan Covid karena larangan untuk berinteraksi. Selama larangan itu diangkat pemulihan akan lebih baik. Dari pengalaman kita di 2013-2015 segmen ultra mikro itu enggak signifikan berdampak buat mereka karena mereka itu hidupnya menjual barang-barang yang basic. [Tahun] politik itu tahun terbaik buat segmen ultra mikro,” pungkasnya.

Kiat Startup Bertahan di Tengah “Tech Winter”

Sebagai salah satu VC yang menduduki posisi teratas dalam hal investasi kepada startup di Indonesia, AC Ventures memiliki fokus khusus untuk mendukung pertumbuhan portofolio mereka. Memasuki masa sulit startup yang juga kerap disebut “Tech Winter”, AC Ventures memiliki beberapa catatan penting yang wajib di perhatikan oleh penggiat startup di tanah air.

Mulai dari strategi penggalangan dana yang tepat, potensi untuk melakukan M&A, hingga saat ini menjadi waktu yang tepat untuk merekrut talenta digital terbaik ke dalam tim. Hal ini seusai yang disampaikan Founding Partner AC Ventures Pandu Sjahrir dalam sesi webinar yang diadakan Rabu (03/8) lalu.

Efisiensi penggunaan kapital

Masih berlangsungnya perang antara Ukraina dan Rusia, ditambah dengan aturan Zero-Covid Policy yang diterapkan oleh Tingkok, mengakibatkan tertundanya aktivitas bisnis dan penutupan pabrik yang mempengaruhi kepada supply chain di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Ditambah lagi dengan inflasi dan meninggkatnya harga berbagai barang dan kebutuhan masyarakat. Kondisi ini secara langsung mempengaruhi pertumbuhan bisnis kebanyakan startup. Untuk bisa bertahan dan mendapatkan profit, idealnya startup sudah mulai melakukan efisensi dalam hal penggunaan kapital atau modal yang ada saat ini.

Idealnya ketika dana segar sudah didapatkan oleh startup, bisa untuk menggunakan runway tersebut untuk waktu sekitar 36-48 bulan ke depan. Diprediksi pendanaan atau penawaran untuk berinvestasi dari VC akan lebih sulit diberikan. Investasi yang tahun ini kemudian final biasanya sudah dijajaki sejak tahun lalu.

“Jika saat ini Anda mencari nilai valuasi, rata-rata jumlah tersebut sudah menurun sekitar 30% di private market. Di sisi lain untuk public market, nilainya bisa mencapai sekitar 50 hingga 80% berdasarkan di negara perusahaan tersebut beroperasi,” kata Pandu.

Strategi lain yang kemudian juga bisa dilancarkan oleh startup adalah fokus mengembangkan unique value proposition untuk mendapatkan growth. Perhatikan pula unit ekonomi dan hedge risk. Untuk bisa mendapatkan market share, gunakan berbagai macam kanal, salah satunya adalah melakukan merger and acquisition (M&A). Hal ini dinilai lebih efektif dibandingkan jika perusahaan mengambil jalan melalui kanal yang organik. M&A bisa melahirkan keuntungan yang positif bagi startup, jika dieksekusi dengan tepat.

Kondisi sulit saat ini juga mewajibkan startup untuk terus menghadirkan inovasi dengan keterbatasan yang ada. Dengan melakukan cara ini diharapkan menjadikan perusahaan lebih siap ke depannya. Namun yang tidak kalah penting untuk dilakukan oleh startup saat ini adalah, untuk bisa membangun tim yang berkualitas, dengan merekrut tenaga kerja terbaik.

“Saat ini adalah waktu terbaik untuk fokus merampingkan tim. Jika telah memiliki tim dengan nilai B hingga B+, saat ini kemudian menjadi yang tepat untuk kemudian merekrut talenta dengan nilai A+. Satu orang dengan nilai A+ bisa lebih baik didapatkan dibandingkan dengan menambah tim berjumlah 6 orang dengan nilai B+,” kata Pandu.

Perubahan investasi VC saat tech winter

Menurut Pandu jika startup telah memiliki produk yang tepat dan digunakan oleh orang banyak, maka bisa menciptakan less price sensitive. Untuk itu pastikan produk yang dimiliki telah melalui proses product market fit yang tepat. Mindset ini yang baiknya diterapkan oleh semua entrepeneur.

Sementara itu menurut Director Head of Research Credit Suisse, investor saat ini lebih fokus kepada apakah startup telah memiliki revenue model atau tidak. Mereka juga akan memprioritaskan kepada startup yang bisa merekrut target pengguna mereka dengan tepat dan pada akhirnya harus memiliki strategi monetisasi yang jelas.

Jika sebelumnya proses penggalangan dana terbilang cepat waktunya, namun saat ini ketika sudah mulai banyak investor yang melakukan kalkulasi dan due diligence secara ketat, proses penggalangan dana bisa berjalan lebih lama dari biasanya. Untuk mereka yang saat ini sudah berada di tahapan Seri A ke atas, juga harus melalui proses penyaringan yang ketat. Mulai dari latar belakang pendirinya hingga unit ekonomi yang dimiliki startup.

Untuk ukuran investasi juga bakal mengalami perubahan. Tidak lagi menawarkan jumlah yang besar, saat ini investor mulai mengurangi investasi mereka dengan nilai yang lebih kecil dari biasanya. Salah satu alasan adalah, mulai banyaknya Limited Partner (LP) yang melakukan evaluasi saat proses underwriting dilakukan.

Dilihat dari jumlah investor yang masuk ke Asia Tenggara khususnya Indonesia, negara seperti Tiongkok hingga Korea Selatan juga sudah melirik banyak startup di Asia Tenggara.

Melansir dari DealStreetAsia, saat ini sudah mulai banyak VC asal Tingkok yang mendirikan kantor perwakilan mereka di Singapura. Tujuannya adalah untuk memberikan investasi kepada startup di Asia Tenggara. VC besar asal Tiongkok seperti Shunwei Capital, Source Code Capital dan Plus Capital, dikabarkan telah dalam proses melakukan ekspansi membuka kantor perwakilan mereka di Singapura.

Disinggung seperti apa dinamika IPO startup Indonesia ke depannya, Pandu menegaskan IPO yang dilakukan oleh GoTo merupakan salah satu yang terbilang sukses. Namun untuk mempercepat pertumbuhan startup jika memang bisa dilakukan kolaborasi dengan konglomerasi hingga M&A dengan kompetitor, menjadi lebih ideal dilakukan untuk mendapatkan growth yang positif.

Kondisi politik Indonesia yang akan diwarnai oleh Pemilu tahun 2024 mendatang juga diprediksi akan menunda terjadinya aktivitas investasi di tanah air. Namun saat Pemilu sudah selesai digelar, dipastikan kegiatan tersebut akan kembali berjalan normal. Untuk itu manfaatkan 9 bulan waktu sebelum Pemilu untuk kemudian startup mulai aktif melakukan kegiatan penggalangan dana.

Hipotesis B Capital Terhadap Ekosistem Startup Asia Tenggara

B Capital, perusahaan investasi multi-tahap global, memandang wilayah Asia Tenggara merupakan salah satu pasar dengan pertumbuhan tercepat karena terdapat populasi muda, wirausaha, dan generasi digital. Indonesia sendiri dinilai sebagai wilayah kunci dengan pertumbuhan ekonomi digital tercepat di Asia.

Prospek yang positif dari kawasan ini mendorong B Capital untuk memberikan perhatian lebih, terlihat dari penghimpunan dana kelolaan tahap awal Ascent Fund II senilai $250 juta yang diumumkan pekan lalu (20/7). Alokasi investasi tersebut akan diarahkan untuk pasar Amerika Serikat dan Asia, untuk pendanaan tahap pra-awal hingga Seri A.

Secara terpisah dalam wawancara bersama DailySocial.id, Partner B Capital Karan Mohla mengatakan alokasi dana tersebut akan digunakan untuk melanjutkan dedikasi perusahaan dalam membangun Economy of Future dan fokus mengidentifikasi gelombang inovasi berikutnya di seluruh teknologi SaaS, kesehatan, fintech, logistik, dan sejumlah sektor lain yang sedang berkembang.

Sektor tersebut dilirik potensial tak lain dikarenakan laju digitalisasi telah mengalami percepatan selama beberapa tahun terakhir di seluruh korporasi dan konsumer akhir. Potensi tersebut ditawarkan oleh kawasan Asia Tenggara. Filosofi tersebut, sambungnya, telah menjadi arahan investasi B Capital sejak pertama kali berdiri di 2015 yang fokus pada sektor enterprise, fintech, dan kesehatan, hingga memiliki aset yang dikelola (AUM) senilai lebih dari $6,5 miliar.

“Kami akan terus mencari startup dengan tim dan teknologi luar biasa yang memiliki potensi untuk maju menjadi perusahaan global dan mengubah industri yang sudah mapan. [..] Juga terus dorong startup portofolio kami agar berkembang secara global sesuai dengan visi kami untuk menjadi platform investasi global,” kata Mohla.

Dia melanjutkan, pihaknya tidak memiliki alokasi investasi khusus untuk regional, apalagi Indonesia, karena pihaknya bekerja dari akar rumput untuk bermitra dengan para pendiri startup yang dinamis dan inovatif di kawasan yang menjadi fokus perusahaan. “Kami percaya bahwa Indonesia dan Vietnam adalah dua pusat teknologi dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara dan menawarkan peluang besar.”

Terkait iklim makroekonomi dan tren pengetatan likuiditas, Mohla memastikan bahwa pihaknya memiliki pandangan jangka panjang saat melakukan investasi dan bermitra dengan para pendiri startup. Ia pun mengakui ada ketidakpastian ekonomi makro yang perlu diperhitungkan dalam strategi dan pengambilan keputusan investasi.

Akan tetapi, ada siklus pasar yang sudah diprediksi dan mengacu pada komitmen perusahaan terhadap pasar Indonesia dan Asia Tenggara. ”Kami tetap bersemangat mencari peluang investasi pada pendanaan tahap awal dan terus bermitra dengan para pendiri startup yang inovatif dan tangguh.”

Sebagai catatan, B Capital tercatat memiliki sejumlah portofolio startup di Indonesia. Di antaranya, putaran pendanaan Kopi Kenangan Seri B pada Mei 2020 sebesar $109 juta, pendanaan seri A Ula $20 juta pada Januari 2021, putaran Seri B $53 juta untuk Payfazz pada Juli 2020. Investasi terbaru diberikan untuk Finku sebesari $2,8 juta pada Mei 2022 dan startup social commerce Super untuk putaran Seri C pada Juni 2022 sebesar $70 juta.

Seleksi startup

Mohla melanjutkan misi inti dari B Capital adalah berinvestasi di perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif dengan teknologi yang unggul, proposisi nilai pelanggan yang kuat, dan kemampuan untuk tumbuh cepat ke sektor dan wilayah baru. Oleh karenanya, pihaknya percaya bahwa inovasi tidak memiliki batas.

Perusahaan mencari startup paling menjanjikan di dunia yang memiliki potensi untuk berkembang menjadi perusahaan global, mengubah industri yang sudah mapan, dan akan mendukung mereka sejak pendirian hingga tahap IPO. Aspek founder juga tak luput dari perhatian penting.

Dia bilang, B Capital mencari pendiri dan pemimpin visioner yang mampu menata ulang industri tradisional dengan teknologi yang membantu bisnis agar berkembang di masa depan digital. Ambisi, integritas, dan kemauan untuk terus belajar adalah kualitas dan karakteristik penting yang kami cari dalam diri para pendiri startup.

Pendiri startup yang hebat juga perlu memiliki visi ke mana mereka ingin membawa perusahaan mereka dan memiliki tujuan jangka panjang yang akan berfungsi sebagai fondasi perusahaan. Bagaimana para pendiri startup bisa tetap beradaptasi dengan perkembangan kondisi bisnis dan mengubah strategi mereka sembari tetap fokus pada visi awal.

“Selain itu, kami juga mencari startup dan pengusaha yang selaras dengan nilai-nilai B Capital. Kami mencari pendiri yang menginspirasi, visioner, gigih, rendah hati, terbuka dan inklusif, kolaboratif, serta bersedia mengambil risiko dan belajar dari kegagalan mereka. Yang paling penting, mereka bersedia berinovasi dan mengadvokasi dengan rasa ingin tahu dan kreativitas yang tak terbatas.”

Dia melanjutkan, “Kesuksesan startup bukanlah tentang menjadi yang pertama tapi lebih tentang menjadi yang terbaik, pengetahuan mumpuni dan pengalaman panjang di bidang mereka akan memberikan keuntungan dibandingkan pesaing dan petahana di industri yang sama.”

Dalam mengelola portofolio B Capital yang tersebar secara global, khusus di Asia Tenggara, tim profesional investasinya telah bermitra strategis dengan Boston Consulting Group (BCG). Kesepakatan tersebut memungkinkan pihaknya memberikan perusahaan portofolionya di kawasan ini dengan akses jaringan yang luas dengan pemimpin perusahaan global yang ingin bermitra dengan teknologi yang sedang berkembang. B Capital sendiri memiliki kantor global yang berlokasi di Los Angeles, San Francisco, New York, Singapura, Hong Kong, dan Beijing.

“Mitra strategis kami berasal dari industri spesifik seperti enterprise, perawatan kesehatan, teknologi, dan engineering. Inilah cara kami membawa keahlian lokal dan membantu perusahaan portofolio kami tumbuh.”

Ambisi Veteran Modal Ventura Helen Wong Dampingi AC Ventures ke Tahap Lanjutan

AC Ventures mengumumkan Helen Wong, pemodal ventura dengan pengalaman lebih dari 20 tahun di Tiongkok dan negara berkembang, bergabung sebagai Senior Advisor dan Venture Partner. Helen akan bertugas mendukung AC Ventures di berbagai bidang, termasuk pengembangan perusahaan, pelatihan tim, investasi, hingga penasihat portofolio.

Masuknya Helen, menandai strategi AC Ventures yang akan terus melakukan investasi besar-besaran untuk memperkuat tim mereka (investment team dan value creation teams) dan berencana meningkatkan jumlah tim hingga lebih dari 50% pada tahun ini.

Dalam keterangan resmi disampaikan, Helen memiliki rekam jejak yang tidak diragukan dalam mengidentifikasi tim yang kuat dan sektor yang berpotensi tinggi di Tiongkok dan Asia Tenggara. Mengawali kariernya bekerja di berbagai wilayah di seluruh dunia, ia sempat memimpin investasi di Akulaku dan Reddoorz, serta menjabat di sejumlah perusahaan teknologi terkemuka asal Tiongkok, seperti Tudou/Youku, dan Mobike.

Hubungan Helen dengan para petinggi di AC Ventures, seperti Adrian Li, Michael Soerijadji, dan Pandu Sjahrir telah terbangun selama beberapa waktu dan mengenal mereka cukup baik. Helen sebelumnya pernah menjadi individual LP di AC Ventures. Mereka kerap berinteraksi terkait alur kesepakatan (deal flow) dan tren investasi di Asia Tenggara, termasuk merepresentasikan beberapa kesepakatan internal di perusahaannya terdahulu, seperti Carsome dan Payfazz.

“Saya pribadi telah berinvestasi di startup Indonesia yang juga sedang ditinjau oleh AC Ventures. Kami berdua (Helen dan Adrian) sangat memikirkan pendiri dan area perusahaan. Sebagai individual LP, saya mulai membimbing beberapa perusahaan yang menjadi bagian dari portofolio AC Ventures, berbagi pengalaman dari perusahaan-perusahaan Tiongkok dengan model bisnis serupa,” terang Helen.

Founder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li mengatakan, “Kami sangat senang dapat bekerja sama dengan Helen untuk mempercepat pertumbuhan AC Ventures ke depan. Pengalaman yang luas dari Tiongkok dan hubungan jangka panjang yang ia miliki di Asia Utara akan melengkapi fokus dan eksekusi kami di Asia Tenggara dengan sempurna, menambah dimensi unik dalam penawaran kami kepada para wirausahawan.”

Helen meyakini, pengalaman globalnya dapat membantu para pengusaha di Asia Tenggara dalam menemukan tren investasi di seluruh wilayah, dan bekerja sama dengan portofolio perusahaan untuk mengoptimalkan penciptaan nilai mereka. Dari pandangannya terhadap berbagai siklus investasi, dan tidak dipungkiri jika perusahaan pasti mengalami pasang surut. Di beberapa masa sulit, ia turut memberikan saran dan bimbingan kepada perusahaan terkait langkah dan strategi apa yang harus mereka ambil, penggalangan dana, persoalan SDM, dan lain-lain.

“Saya percaya, kombinasi dari pengalaman global saya, terutama di Tiongkok, dan koneksi lokal para pendiri AC Ventures yang kuat di kawasan Asia Tenggara dan Indonesia dapat menjadi nilai tambah yang sangat baik bagi pengusaha dan dapat menghasilkan pengembalian modal (return) yang baik untuk para LP,” kata Helen.

Dia melanjutkan, yang dapat dipelajari oleh pengusaha di Asia Tenggara terkait perkembangan internet di Tiongkok, adalah sebenarnya pasar internet Tiongkok memiliki sejarah yang lebih panjang. Oleh karenanya, beberapa model bisnis telah muncul dan diulang beberapa kali. Ia pun percaya, beberapa elemen tertentu sebetulnya serupa dan beberapa tidak dapat dipindahtangankan.

“Perusahaan Tiongkok telah mempelajari beberapa hal, antara lain mengenai penskalaan dan kecepatan pengembangan yang saya yakini merupakan pelajaran penting untuk setiap startup. Saya percaya jika para pengusaha dapat belajar memanfaatkan pasar odal untuk mengembangkan perusahaan mereka lebih jauh dan bahkan melakukan akuisisi.”

Kendati begitu, digitalisasi di Asia Tenggara ini dipercepat oleh Covid-19. Persoalan edukasi kepada pengguna yang semula merupakan salah satu bagian tersulit yang dihadapi oleh startup, kini menjadi lebih mudah. Oleh karena itu, persoalan monetisasi pun idealnya turut menjadi lebih mudah. Tren jangka panjang yang membuat dirinya optimistis adalah demografi di kawasan ini.

Tenaga kerja muda dan pertumbuhan urbanisasi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan pemisahan US/Tiongkok menjadikan lebih banyak peluang untuk Asia Tenggara. Tantangan utama yang dihadapi, justru mengenai bakat. “Namun, Asia Tenggara menarik talenta-talenta dari bagian dunia lain, dan pilihan untuk bekerja secara remote dapat menjadi alternatif untuk mengurangi hambatan tersebut.”

Namun, pada tingkat yang lebih makro, tantangan bagi Asia Tenggara sejak dulu hingga hari ini adalah sifat pasar yang terfragmentasi. Ini berarti, dengan mulai berfokus pada Indonesia, pasar terbesar untuk menguji kesesuaian pasar produk dan selanjutnya melakukan pengembangan ke berbagai negara adalah strategi yang baik.

AC Ventures Fund III

Pada akhir Desember kemarin, AC Ventures menutup dana kelolaan ketiganya (Fund III) senilai lebih dari $205 juta dari investor-investor terkemuka. Di antaranya, World’s Bank International Finance Corporation (IFC) dan platform ventura Abu Dhabi Developmental Holdings (ADQ), Disrupt AD, yang menjadikan total AUM perusahaan ini mencapai lebih dari $380 juta di seluruh dana kelolaannya.

Sebagian dana dari Fund III telah aktif diinvestasikan sejak penutupan putaran pertama pada Maret 2020. Dana ini sudah diinvestasikan ke 30 perusahaan dari 35 yang ditargetkan. Beberapa dari perusahaan tersebut, semua diinvestasikan pada tahap pra-seri A, telah berkembang pesat selama pandemi. Nama-namanya adalah Shipper, Stockbit, Ula, Aruna, BukuWarung, dan CoLearn yang tercatat sebagai Centaur, beberapa bahkan telah mencapai valuasi mendekati Unicorn. Funding interest dalam portofolio juga terus menguat, dengan lebih dari $100 juta dari pendanaan yang diumumkan untuk empat perusahaan portofolio lainnya sejak awal 2022.

Dengan lebih dari 35 investasi yang telah diselesaikan pada Fund III, perluasan tim lokal yang berbasis di Jakarta memungkinkan dukungan yang lebih besar dari para pendiri portofolio perusahaan AC Ventures tanpa mengganggu proses peningkatan skala bisnis mereka. Sejalan dengan komitmen AC Ventures untuk memberikan nilai tambah bagi para entrepreneur, AC Ventures akan berinvestasi untuk memperkuat tim mereka (investment dan value creation teams).

Secara khusus, AC Ventures akan menghadirkan para ahli fungsional tambahan dalam bidang manajemen bakat, pemasaran, pengembangan bisnis, dan pembentukan modal untuk mendukung portofolio perusahaan mereka yang berkembang dalam beberapa bulan mendatang.

Sempat Tertunda, Antler Segera Buka Cohort Pertama di Indonesia

Antler, program startup builder dan inkubator global asal Singapura, menunjuk mantan CEO Carmudi Subir Lohani sebagai country head untuk Antler Indonesia. Di bawah pimpinan Lohani, Antler akan tancap gas dengan meluncurkan cohort pertama pada Januari 2022 mendatang.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Lohani menjelaskan sebenarnya rencana Antler masuk ke Indonesia sudah diumumkan pada akhir 2019. Namun eksekusinya sempat tertunda karena pandemi, hingga akhirnya resmi menunjuk dirinya sebagai country head untuk Indonesia.

“Tidak ada yang berbeda dengan rencana sebelumnya. Kami ingin membuat program lokal di Jakarta. Antler ingin membuka akses kepada lebih banyak entrepreneur Indonesia untuk merintis startup melalui platform kami, mendapat funding, dan ekosistem,” terangnya.

Di bawah pimpinannya, Antler akan membangun tim kecil untuk memulai cohort pertama di Jakarta pada Januari 2022 dan mulai berinvestasi ke startup melalui fund Southeast Asia. Ditargetkan dalam debut perdananya, Antler dapat berinvestasi tahap awal untuk 10-15 startup, dengan target jangka panjang pada empat sampai lima tahun mendatang dapat menjaring 100 startup lokal.

“Antler akan menjadi salah satu dari sedikit pemain pre-seed terstruktur di Indonesia, dengan kemampuan untuk mendukung para founder startup dalam perjalanan mereka sejak awal. Kami bermitra dan membina para founder membangun tim yang kuat untuk mewujudkan visi mereka menjadi usaha yang scalable di pasar lokal dan global.”

Menurutnya, talent pool di Indonesia sangat banyak dan beragam. Antler mencari founder yang berfokus pada eksekusi, fleksibel, dan memiliki visi yang jelas tentang masalah yang ingin mereka pecahkan. “Para founder harus cukup tangguh untuk dapat membangun untuk jangka panjang,” sambungnya.

Program inkubator Antler berjalan selama enam bulan dalam dua fase. Pada fase pertama berjalan selama sepuluh minggu, tim Antler membantu para founder untuk memvalidasi ide bisnis mereka, membuktikan kesesuaian pasar produk, dan membangun tim yang kuat.

Kemudian pada fase kedua, Antler berinvestasi dalam tim terkuat, yang akan terus membangun dan meningkatkan skala startup mereka untuk persiapan Demo Day. Sejumlah startup lokal telah menjadi alumni di Antler melalui cohort Singapura. Base, Sampingan, Robin, dan Bubays adalah beberapa nama di antaranya.

Hingga kini, Antler telah mendukung 90 startup di Asia Tenggara sejak cohort pertama di Singapura pada Juli 2018. Di 2020 saja, Antler telah mengumpulkan 27 startup berpotensi. Secara keseluruhan, dari tujuh cohort yang telah diselenggarakan, secara total berhasil mengumpulkan pendanaan lebih dari $70 juta.

Di kancah global, Antler telah berinvestasi ke 58 startup baru hingga paruh pertama 2021. Selain Indonesia, Antler pada tahun ini juga meresmikan kehadirannya di Vietnam, Korea Selatan, dan Kanada.

Tren vertikal startup berikutnya

Menurut Lohani, ekosistem teknologi Indonesia masih dalam tahap awal, meskipun generasi startup pertama telah mencapai status unicorn, decacorn, dan exit IPO seperti Bukalapak. Generasi berikutnya bakal ramai dari vertikal yang semakin terdiversifikasi, seperti agritech, digitalitasi UMKM, fintech, dan B2B.

Di vertikal fintech misalnya, dengan kelas menengah yang semakin berkembang, ia percaya bahwa layanan e-wallet, manajemen kekayaan, investasi milenium dan platform tabungan makin banyak muncul di kelas aset tradisional dan non-tradisional. Kemudian, untuk digitalisasi UMKM, semakin banyak startup yang menyediakan solusi seputar ini. Baik itu dari rantai pasokan dan sektor terkait lainnya untuk lebih memungkinkan pertumbuhan UMKM di tanah air.

“Indonesia memiliki potensi untuk menjadi pemimpin regional dalam agritech, dengan pemain yang berfokus di Indonesia yang ingin berkembang untuk memecahkan masalah serupa di skala regional.”

Selain Antler, sebelumnya sudah ada sejumlah program akselerator global juga kini semakin aktif mengincar startup lokal untuk berpartisipasi dalam setiap cohort yang digelar. Mereka adalah Plug and Play, Accelerating Asia, Surge, Y Combinator, Endeavor, Google, dan masih banyak lagi.

CEO Payfazz Hendra Kwik Berpartisipasi sebagai LP dan Partner Pemodal Ventura Global “MAGIC”

MAGIC, VC global untuk pendanaan tahap awal yang dikelola oleh sekelompok founder startup, mengumumkan dana kelolaan kedua sebesar $30 juta (lebih dari 435 miliar Rupiah). Dana tersebut sepenuhnya akan diinvestasikan kembali untuk startup tahap awal dengan nominal mulai dari $100 ribu-$300 ribu di berbagai sektor dan geografis.

Sepertiga dari total dana ini berasal dari para LP di MAGIC, di antaranya Michael Seibel (Y Combinator), Tim Draper, Ace & Company. Dalam kesempatan tersebut, MAGIC turut memperkenalkan sejumlah jajaran partner baru, salah satunya adalah Co-Founder & CEO Payfazz Hendra Kwik, yang juga menjadi LP dalam putaran ini.

Kepada DailySocial, Hendra menerangkan ia bertugas untuk menambah portofolio MAGIC di kawasan Asia Tenggara dan India. Total fund tersebut akan dibagi secara merata ke lima sampai enam benua, sehingga tidak spesifik ke salah satu negara saja. Di kawasan ini, Hendra akan bekerja dengan Elvis Zhang, founder startup dari Singapura Oxy2.

Pada debut pertamanya di 2017, melalui fund pertama, MAGIC telah berinvestasi ke 70 startup seantero dunia sejak putaran pendanaan pre-seed dan seed di sejumlah negara berkembang. Beberapa namanya adalah Payfazz, Novobank, Frubana, Mono, dan Retool, yang kini telah bervaluasi tinggi.

Sumber: MAGIC

Secara terpisah, dalam keterangan resmi, fund kedua ini hadir karena tim MAGIC percaya dengan tesis mereka, “dana kecil yang dijalankan oleh beragam founder memberikan hasil terbaik pada investasi tahap awal”, terbukti memberikan dampak nyata.

MAGIC melihat founder berpengalaman yang menjadi investor (experienced founders-turned-investor) itu mendefinisikan ulang VC tahap awal yang seperti dikenal selama ini. Pasalnya, founder itu ingin tahu bahwa orang yang mereka ambil uangnya memiliki pengalaman langsung.

Dengan model ini, founder startup menerima modal langsung dari advisor yang membantu, juga memberikan kompensasi kepada founder yang diinvestasi atas saran mereka. Pendekatan ini persis dengan apa yang dilakukan oleh AngelList, platform ekosistem startup dari Amerika Serikat.

Hendra tertarik untuk bergabung dengan MAGIC karena sesuai dengan visinya yang ingin membantu lebih banyak founder tahap awal, khususnya di Asia tenggara, dengan lebih banyak kapital dan bantuan. Ia memahami berbagai tantangan pada awal-awal mendirikan startup yang sering kali kesulitan membangun produk bagus karena perlu banyak injeksi modal.

“Karena saya ingin ada saling support [ke sesama founder startup],” terangnya.

Tak hanya MAGIC, dengan visi yang sama, Hendra juga berpartisipasi sebagai partner dan LP di Number Capital sejak 2016. VC lokal ini juga fokus pada pendanaan startup mulai dari tahap awal sampai lanjutan. Kata Hendra, kehadiran MAGIC dan Number itu saling melengkapi karena punya cara berpikir yang sama “founders backing-helping founders.”

Bagi dia, bila disandingkan Number dan MAGIC itu seperti EV Seed dan EV Growth, atau Sequoia dan Sequoia Growth, atau Y Combinator dan Y Combinator Continuity, dan sebagainya.

Secara personal, ia sering kali melihat founder yang kesulitan dengan startup-nya atau bingung bagaimana pre-market fit, biasanya akan meminta saran dan mentorship dari dia. Jika ia “klik” dengan personal dari founder tersebut, maka ia akan bantu sesuai dengan kebutuhan.

“Jika mereka butuh capital, maka saya akan bantu sediakan melalui investasi. Jika tidak butuh capital, maka saya hanya akan bantu advice. Semua investasi saya lakukan melalui Number.”

Tidak banyak startup yang memperoleh investasi dari Number, hanya empat startup. Mereka adalah Payfazz, Shipper, Pahamify, dan Verihubs. Meski secara kuantitas sedikit, namun pihaknya lebih mengutamakan kualitas. Kapital itu tidak hanya soal nominal uang, tapi juga menyangkut hal lain. Seperti, bantu eksekusi, advice, sales, partnership, penggalangan berikutnya, coaching, dan sebagainya.

Money is just one. [Karena banyak yang kita bantu] makanya enggak bisa banyak-banyak juga [investasi] di Number. Nanti malah enggak membantu jadinya.”

Ia melanjutkan, “Jika hanya mencari capital, mungkin kami bukan the best. Tapi jika mencari capital dan support founders yang sudah berpengalaman, maka kami percaya Number dan MAGIC is the best.”

EV Growth Officially Merges with East Ventures

East Ventures (EV) announced its leadership for EV Growth, a joint venture formed in 2018 with SMDV and ZVC (formerly Yahoo Japan Capital). This restructuring affects the managerial structure in the internal EV and EV Growth and SMDV teams will join the force.

Roderick Purwana will be appointed as Managing Partner of East Ventures. David Tendian will be appointed as Operating Partner at SMDV. Shiniciro Hori will remain on EV Growth’s investment committee.

This merger is said to make EV the largest venture capitalist in Southeast Asia with more than 60 staff members and 8 partners, including Melisa Irene (Seed Partner), David Audy (Operating Partner), Triawan Munaf (Venture Adviser), and Koh Wai Kit (Venture Partner).

Even though EV has controlled all EV Growth funds, the SMDV and ZVC teams will continue to support and work closely with East Ventures and its ecosystem.

East Ventures’ Co-founder & Managing Partner, Willson Cuaca said, his team has a very strong synergy between EV Growth and the East Ventures ecosystem. This new setting will amplify efficiency and allow the EV to run fierce and faster.

“We will be able to help entrepreneurs in a better, smarter, and wiser way – fully focused on unlocking their potential,” he explained in an official statement, Wednesday (10/3).

East Ventures’ Managing Partner, Roderick Purwana added, SMDV has always been a true supporter of East Ventures and has made dozens of joint investments over the years. The two have discussed formalizing their relationship and working closely for more than 5 years.

“In 2018, we took the first big step by launching EV Growth as a joint venture. After that collaboration, we are ready to take it to the next stage. This merger will allow our founders to expand their combined ecosystem, capabilities, and networks,” Purwana said.

ZVC’s Managing Partner, Shiniciro Hori also commented, “We believe that this transformation will further strengthen our presence and accelerate our investment in Southeast Asia. Z Holdings is to commit more to the Southeast Asian market and leverage group assets as part of the SoftBank Group.”

EV Growth was formed in 2018 with EV Growth Fund I raising a total of $250 million, exceeding the initial target of $150 million. The funds have been invested in more than 20 companies in Indonesia and Southeast Asia. Some of the portfolios are Ruangguru, Waresix, KoinWorks, Shopback, Stockbit, Fuse, Tokopedia, Traveloka, Grab and Gojek. This fund has generated an IRR (internal rate of return) of 27% as of 31 December 2020 with an early exit of MokaPOS to Gojek.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

EV Growth Umumkan Peleburan dengan East Ventures

East Ventures (EV) mengumumkan kepemimpinannya untuk EV Growth, perusahaan patungan yang dibentuk pada 2018 bersama SMDV dan ZVC (dulu bernama Yahoo Japan Capital). Dampak dari restrukturisasi ini adalah perubahan struktur manajerial di dalam tubuh EV dan bergabungnya tim EV Growth dan SMDV.

Roderick Purwana akan ditunjuk menjadi Managing Partner East Ventures. David Tendian akan diangkat sebagai Operating Partner di SMDV. Shiniciro Hori akan tetap menjadi komite investasi EV Growth.

Diklaim penggabungan ini menjadikan EV sebagai modal ventura terbesar di Asia Tenggara dengan lebih dari 60 anggota staf dan 8 mitra, termasuk Melisa Irene (Seed Partner), David Audy (Operating Partner), Triawan Munaf (Venture Adviser), dan Koh Wai Kit (Venture Partner).

Meski EV kini mengendalikan seluruh fund EV Growth, tim SMDV dan ZVC akan tetap mendukung dan bekerja sama dengan East Ventures dan ekosistemnya.

Co-founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menuturkan, pihaknya memiliki sinergi yang sangat kuat antara EV Growth dan ekosistem East Ventures. Pengaturan baru ini akan memperkuat efisiensi dan memungkinkan EV berjalan dengan lebih berani dan lebih cepat.

“Kami akan dapat membantu wirausahawan dengan cara yang lebih baik, lebih cerdas, dan lebih bijak – bertumpu sepenuhnya untuk membuka potensi mereka,” terangnya dalam keterangan resmi, Rabu (10/3).

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana menambahkan, SMDV selalu menjadi pendukung setia East Ventures dan telah melakukan lusinan investasi bersama selama bertahun-tahun. Keduanya telah membahas formalisasi hubungan dan bekerja sama lebih dekat selama lebih dari 5 tahun.

“Di tahun 2018, kami mengambil langkah besar pertama dengan meluncurkan EV Growth sebagai upaya bersama. Setelah kolaborasi itu, kami merasa siap untuk membawa hubungan lebih jauh. Penjajaran ini akan memungkinkan para founder kami memperluas ekosistem, kemampuan dan jaringan secara gabungan,“ ujar Roderick.

Managing Partner ZVC Shiniciro Hori turut memberikan komentarnya, “Kami percaya bahwa transformasi ini akan semakin memperkuat kehadiran kami dan mempercepat investasi kami di Asia Tenggara. Z Holdings akan berkomitmen lebih banyak ke pasar Asia Tenggara dan memanfaatkan aset grup sebagai bagian dari SoftBank Group.”

EV Growth dibentuk pada 2018 dengan meluncurkan EV Growth Fund I yang berhasil mengumpulkan total dana $250 juta, melebihi target awal sebesar $150 juta. Dana tersebut sudah diinvestasikan kepada lebih dari 20 perusahaan di Indonesia dan Asia Tenggara. Beberapa namanya adalah Ruangguru, Waresix, KoinWorks, Shopback, Stockbit, Fuse, Tokopedia, Traveloka, Grab dan Gojek. Fund ini telah menghasilkan IRR (internal rate of return) 27% per 31 Desember 2020 dengan early exit yaitu penjualan MokaPOS ke Gojek.

Ekosistem Startup Indonesia dan Singapura Masih Jadi Perhatian Utama Monk’s Hill Ventures

Sebagai venture capital yang fokus di Asia Tenggara, Monk’s Hill Ventures hingga saat ini masih melihat Singapura, Indonesia, dan Vietnam sebagai negara yang memiliki potensi lebih terkait kinerja startup dan potensi berinvestasi. Namun melihat perkembangan yang saat ini terjadi di negara lain di Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia dan Filipina, menjadi tidak mungkin ke depannya tiga negara tersebut bakal dilirik oleh mereka.

Dalam sesi media briefing yang digelar oleh Monk’s Hill Ventures (MHV) terungkap, beberapa fokus yang kemudian menjadi highlights sepanjang tahun 2020. Diungkapkan juga rencana investasi, peluang dan sektor yang dilirik oleh MHV untuk tahun 2021.

Indonesia dan Singapura investasi terbesar

Dalam presentasi yang disampaikan oleh Managing Partner Monk’s Hill Ventures Kuo-Yi Lim, investasi terbesar yang telah digelontorkan oleh MHV selama ini adalah negara Singapura dan Indonesia.

Tercatat sejak tahun 2017, investasi yang dilakukan lumayan rutin oleh MHV, meskipun perusahaan mengklaim idealnya hanya sekitar 4-5 investasi saja yang diberikan per tahunnya. Namun memasuki tahun 2020 ketika pandemi mulai menyebar secara global, mereka memutuskan untuk melakukan penundaan investasi dan lebih melihat tren dan pergerakan sektor yang kemudian mengalami pertumbuhan saat pandemi.

“Sepanjang tahun 2020 angka menunjukkan dinamika naik-turun, terlihat lebih berat dari tahun sebelumnya,” kata Kuo-Yi Lim

Ditambahkan olehnya, sebelumnya kondisi tersebut telah diprediksi, karena kebanyakan venture capital, menunda investasi saat pandemi dengan kondisi pasar yang tidak menentu. Namun setelah melihat dinamika sektor yang ada, ternyata tahun 2020 menjadi waktu yang tepat untuk berinvestasi.

Dalam pemaparan tersebut juga disampaikan 10 sektor yang kemudian dilirik oleh MHV. Di antaranya adalah Fintech (17%), IT (18%), Software (11%), layanan finansial (9%), marketplace (7%), logistik (5%), healthcare (5%), layanan e-commerce (9%), SaaS (9%) dan Internet (8%). Sektor tersebut yang kemudian merupakan deal yang banyak dilancarkan oleh MHV sepanjang tahun 2020.

“Dari catatan kami terlihat banyak sektor yang kami lirik adalah layanan fintech, IT terutama mereka yang menawarkan layanan infrastruktur seperti software untuk layanan e-commerce. Logistik juga menjadi pilihan investasi kami. Data ini mewakili sektor yang kami lirik sepanjang tahun 2020 dan tahun 2021.”

Tahun 2021 ini ternyata tidak mengalami perubahan yang berarti bagi MHV terkait dengan sektor mana yang akan menjadi fokus. Secara khusus menyesuaikan sektor yang telah dipilih sebelumnya, tidak melihat perubahan yang cukup besar pada tahun 2021.

“Hal tersebut dilihat dari jumlah pemain yang masuk dalam sektor ini cukup banyak jumlahnya. Bersamaan dengan besarnya permintaan dari industri. Misalnya healthcare dan financial services, semua tetap menjadi key player. kita akan melihat pengaruh dari sektor-sektor ini,” kata Kuo-Yi Lim.

Tips investasi saat ini

Pelajaran paling penting yang kemudian diambil oleh MHV ketika melakukan investasi saat pandemi dan memasuki realitas baru adalah, untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan kerja secara remote. Namun di sisi lain perlu melakukan proses due diligence lebih kritis dan tentunya lebih ketat lagi. Venture capital juga harus bisa melakukan pengecekan yang relevan, dan selalu melakukan komunikasi dengan jaringan di industri terkait.

Hal penting lainnya yang kemudian menjadi perhatian oleh MHV adalah, fokus kepada kualitas pendiri, terutama bagi mereka yang memiliki kualitas paling tinggi dengan fundamental yang solid dan higher conviction dari sebelumnya. Dan yang terakhir kemudian menjadi perhatian dari MHV adalah, menjadi penting untuk bisa menciptakan relasi lokal yang baik. Dalam hal ini adalah 5 negara yang disasar di Asia Tenggara.

“Hal tersebut telah memungkin kami untuk membangun kepercayaan dan relasi jangka panjang, di saat yang sama juga menghilangkan keterbatasan yang terjadi karena aturan perjalanan (travel restriction),” kata Kuo-Yi Lim.

Gambar Header: Depositphotos.com