NOBI Umumkan Pendanaan Awal 57 Miliar Rupiah Dipimpin AC Ventures

Startup pengembang platform manajemen akset kripto NOBI (PT Enkripsi Teknologi Handal) mengumumkan perolehan pendanaan awal senilai $4 juta atau senilai 57,1 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh AC Ventures, dengan partisipasi Appworks, Skystar Capital Cakra Ventures, Global Founders Capital, dan sejumlah angel investor.

Dana segar akan difokuskan untuk mengembangkan produk, meningkatkan penetrasi dan pemanfaatan Honest Token (HNST), dan menguatkan jajaran tim. Seperti diketahui, NOBI bertujuan membantu investor dalam mendiversifikasi aset ke kripto dan membantu orang yang tidak punya banyak waktu untuk mengelola aset secara akses dengan simpel.

Bukukan transaksi kripto 1 triliun Rupiah

Startup ini didirikan oleh Lawrence Samantha (CEO), Edy Senjaya (CTO), dan Dionisius Evan Alam (CPO). Layanan utama NOBI terdiri dari Staking, Savings, dan Trading Strategy, memungkinkan pengguna menikmati hasil yang menarik dari Bitcoint, Ethereum, dan aset kripto unggulan lainnya.

“Ini adalah tonggak penting bagi kami. AC Ventures dan investor kami lainnya menghadirkan pengalaman mendalam yang tak tertandingi dalam fintech, investasi, dan kripto. Putaran investasi ini menunjukkan kepercayaan dan komitmen mereka terhadap apa yang dapat kami lakukan untuk membuat perbedaan untuk menyatukan ruang kripto dan keuangan,” ujar Lawrence.

Sejak didirikan tahun 2018, NOBI saat ini mengelola aset kripto senilai lebih dari 1 triliun Rupiah. Semua layanan yang dimilik diklaim tumbuh hingga 15x seiring dengan peningkatan pengguna yang signifikan dalam 6 bulan terakhir.

“Sejalan dengan tren global, permintaan aset kripto di Indonesia tumbuh pesat. Volume perdagangan domestik telah meningkat lebih dari 10x hingga melebihi $60 miliar pada tahun 2021 melalui lebih dari 11 juta akun pengguna. NOBI memberi investor berbagai layanan yang memungkinkan pengguna Anda mendapatkan bunga. Platform NOBI yang ramah pengguna dan intuitif memudahkan untuk mulai berinvestasi dalam cryptocurrency,” kata Founder & Managing Partner AC Ventures Michael Soerijadji.

Peminat kripto terus meningkat

Menurut data BAPPEPTI sebagai perpanjangan tangan regulator di Indonesia yang menangani aset kripto, jumlah investor kripto di tanah air tumbuh 2x lebih cepat dibandingkan instrumen lain seperti saham pada tahun 2021, yakni mencapai 11,2 juta. Menarik, karena pertumbuhan ini terjadi di tengah fluktuasi harga kripto yang sangat dinamis.

Sepanjang tahun 2021 nilai transaksi aset kripto di Indonesia juga telah mencapai $61,4 miliar atau lebih dari 859 triliun Rupiah, meningkat lebih dari 1222% dibanding tahun sebelumnya.

Pesatnya adopsi kripto berada di tengah tren pertumbuhan platform wealthtech di tengah masyarakat. Hal ini ditengarai meningkatnya inklusi dan literasi keuangan, membuat masyarakat mulai sadar pentingnya melakukan investasi.

Kendati masih dalam hitungan jari, sejumlah platform lokal mencoba sajikan aplikasi yang memudahkan masyarakat untuk berinvestasi ke kripto, misalnya INDODAX, Tokocrypto, Pintu, dan Pluang. Semakin menarik karena tren produk blockchain lain juga mulai dikenal dan bertumbuh peminatnya di Indonesia, misalnya NFT yang juga melibatkan aset kripto untuk transaksi.

Application Information Will Show Up Here

Pendiri Indonesia Flight Marcella Einsteins Bikin Startup “Social Investtech” Cuanz

Cukup lama tidak terdengar kabarnya, pendiri Indonesia Flight Marcella Einsteins kini mendirikan startup baru bernama “Cuanz”. Startup ini tampaknya menjadi langkah perdana Marcella di sektor fintech mengingat sebelumnya ia lama berkecimpung di industri Online Travel Agent (OTA).

Sebagai pengingat, Marcella merupakan salah satu founding team (pekerja di awal pendirian) di Tiket.com pada 2012 silam. Di sana, ia sempat menduduki posisi sebagai Business Manager dan  VP Product. Di 2015, Marcella mendirikan Indonesia Flight, platform OTA baru yang memfasilitasi pemesanan pesawat untuk beragam maskapai. Indonesia Flight disebut memiliki segmen berbeda dengan Tiket.com.

Kemudian di 2017, Indonesia Flight diakuisisi oleh Blibli — sebelumnya Blibli terlebih dulu mengakuisisi Tiket.com. Pasca-akuisisi tersebut, tidak diketahui lagi bagaimana kelanjutan operasional Indonesia Flight sampai sekarang.

Hingga pada September 2021  Marcella mendirikan Cuanz dengan posisinya sebagai Co-founder. Cuanz merupakan aplikasi informasi seputar investasi yang menggabungkan konten dan kanal dari berbagai komunitas penggiat saham. Pengguna dapat mengakses informasi sesuai kebutuhan (personalized).

Social investtech

DailySocial.id mencoba menghubungi Marcella Einsteins untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai startup terbarunya. Namun, Marcella belum dapat memberikan komentar lebih dalam.

Diketahui dari laman LinkedIn-nya, Cuanz fokus pada investasi, mulai dari saham, kripto, forex, dan NFT. Cuanz tercatat telah bermitra dengan lebih dari 50 channel investasi. Platform ini disebut telah men-scale bisnisnya hingga ratusan juta Rupiah dalam satu bulan pertama beroperasi. Cuanz juga meluncurkan aplikasinya di perangkat Android dan iOS dalam kurun tiga bulan usai peluncurannya.

Mengintip aplikasinya sekilas, Cuanz hadir dengan menawarkan konsep berjejaring bagi investor untuk mengakses informasi seputar investasi, seperti saham atau kripto lewat grup dan channel. Pengguna dapat berlangganan secara gratis. Selain itu, Cuanz juga menyediakan berbagai mentor bagi yang ingin belajar berinvestasi.

“Alih-alih disebut sebagai news agreggator, kami sebut Cuanz sebagai social investtech. Kami berkiblat pada public.com dan shares.io,” ujar Marcella dalam pesan singkatnya kepada DailySocial.id.

Dalam konteks ini, istilah social investtech merujuk konsep platform jejaring sosial bagi investor, di mana mereka dapat berdiskusi tentang investasi, tren terbaru, termasuk kesempatan berjejaring dengan komunitas atau investor lainnya. Ambil contoh public.com, platform ini menghasilkan pendapatan lewat sejumlah cara, dua di antaranya adalah model berlangganan (subscription), optional tipping bagi pengguna yang melakukan transaksi.

Di Indonesia, rata-rata platform di bidang teknologi investasi mengadopsi model marketplace yang memungkinkan investor ritel untuk membeli instrumen investasi secara lebih mudah, misalnya saham dan reksa dana. Beberapa platform ini di antaranya adalah Ajaib, Pluang, dan Bibit. Platform ini juga dilengkapi dengan fitur group/channel sebagai wadah diskusi dan jejaring bagi sesama pengguna.

Layanan edukasi investasi

Di tengah meningkatnya minat investor ritel, beberapa startup mengembangkan platform berbasis edukasi untuk membantu masyarakat memahami mekanisme dan berbagai instrumen investasi. Beberapa bahkan memberikan analisis harian untuk membantu menentukan keputusan investasi.

Beberapa startup tersebut adalah Emtrade; belum lama ini mereka mendapatkan dukungan dari Pandu Sjahrir sebagai investor sekaligus advisor. Lainnya ada juga Ternak Uang yang awal pekan lalu mengumumkan perolehan pendanaan awal yang dipimpin Partick Walujo.

Application Information Will Show Up Here

Platform Belajar Investasi Ternak Uang Rampungkan Pendanaan Awal

Setelah resmi meluncur awal tahun 2021 lalu, platform pembelajaran investasi Ternak Uang yang didirikan oleh Timothy Ronald (CMO), Raymond Chin (CEO), dan Felicia Tjiasaka (CPO), mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal dari sejumlah investor. Nilai investasi yang berhasil dikantongi disebutkan mencapai 7 digit. Pendanaan awal ini diberikan oleh Co-founder dan Managing Partner Northstar Group Patrick Walujo; didukung perusahaan modal ventura Kinesys Group dan Alto Partners.

Selanjutnya dana segar ini akan digunakan Ternak Uang untuk meningkatkan literasi finansial masyarakat Indonesia dengan memfokuskan kepada pengembangan produk. Di antaranya adalah dengan menghadirkan
pengalaman belajar keuangan dan investasi yang merata bagi setiap orang. Khususnya pada TU Academy, yang akan terus dikembangkan untuk membantu
proses belajar individu sesuai kebutuhan personal.

Lebih lanjut, fitur ini akan didukung dengan implementasi teknologi artificial intelligence (AI) dan machine learning. Hal ini diwujudkan untuk menghadirkan pengalaman belajar melalui pendekatan personalized learning, setiap pengguna dapat belajar dan meningkatkan literasi keuangan terlepas dari perbedaan kondisi finansial yang berbeda-beda. Ke depannya perusahaan juga memiliki rencana untuk mengarahkan pengembangan produk lebih ke ranah fintech dan produk finansial.

“Kondisi finansial setiap orang berbeda dari yang lainnya, ditentukan dari berapa besar pengeluaran dan pemasukan, tanggungan, prioritas tujuan keuangan dan karakter risiko orang yang berbeda-beda. Untuk itu, strategi keuangan setiap orang pun tentunya perlu dibedakan, untuk dapat mencapai kemandirian finansial sesuai dengan kondisi yang dialami secara personal,” kata Raymond.

Sebelumnya layanan pembelajaran investasi yang fokus pada analisis instrumen saham dan kripto, EMTRADE, juga umumkan pendanaan pra-awal dari angel investor Pandu Sjahrir. Hadirnya platform edukasi investasi ini tak lain dari bertumbuhnya minat investasi di kalangan muda, khususnya ditunjang kehadiran aplikasi wealthtech yang memudahkan proses pembelian/penjualan berbagai macam instrumen investasi.

Luncurkan fitur baru

Awal tahun ini Ternak Uang telah meluncurkan fitur Financial Checkup, setiap pengguna dapat menganalisis kondisi keuangan secara personal. Analisa dilakukan secara terperinci dengan menghitung rasio arus kas, tabungan, utang dan tanggungan, dana darurat, hingga total aset yang dimiliki. Setelah itu, pengguna akan mendapatkan rekomendasi modul dan pembelajaran personal untuk membantu meningkatkan kondisi keuangan.

Berbeda dengan platform serupa lainnya, Ternak Uang fokus kepada para generasi muda terutama kalangan milenial, dengan misi untuk mencetak 10 juta investor di Indonesia. Dengan alasan itulah, platform kemudian melakukan pendekatan melalui fitur-fitur yang didesain dan dikembangkan secara relevan dan modern untuk generasi muda dalam menghadapi isu finansial.

Hingga kini, Ternak Uang telah menghadirkan topik-topik terkait finansial dan investasi dengan bahasa utama, Bahasa Indonesia. Hal ini dilakukan agar informasi yang diberikan dapat mudah dipahami dan dicerna oleh masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan.

Application Information Will Show Up Here

SayaKaya Resmi Meluncur, Mencoba Hadirkan Diferensiasi dari Aplikasi Investasi Lain

Kesempatan pemain wealthtech untuk menggarap pasar Indonesia memang masih menjanjikan. Rasio investor di pasar modal dengan total populasi orang Indonesia masih jauh dibandingkan negara-negara tetangga. Kendati begitu, perlu diferensiasi yang menonjol agar mampu menarik pengguna baru dari target yang dibidik.

SayaKaya menjadi pemain baru yang bermain di aplikasi wealthtech dengan kelas aset reksa dana sebagai penawaran perdananya. Alasan perusahaan masuk ke kelas aset reksa dana, tak lain karena terjadi peningkatan jumlah investor reksa dana hingga 55% yoy menjadi 4,93 juta orang per Juni 2021.

Startup ini merupakan bagian Sucor Group, yang memiliki unit bisnis di sekuritas (Sucor Sekuritas) dan manajer investasi (Sucor Asset Management). Secara status di OJK, telah terdaftar sebagai APERD sejak Oktober 2021. Di dalam grup sendiri, platform digital yang sudah dihadirkan adalah SPOT (Sucor Personal Online Trading) sebagai platform trading saham yang dimiliki oleh Sucor Sekuritas.

Masuknya perusahaan investasi ke platform digital tentunya menjadi suatu hal yang menarik, mengingat harus bersaing dengan startup yang notabenenya lebih adaptif dan lincah dalam berinovasi. Kendati demikian, CEO SayaKaya Jessica Wijaya mengungkapkan rasa optimisnya terhadap nilai lebih yang ditawarkan SayaKaya.

“SayaKaya merupakan bagian dari Sucor dengan mengambil nilai dari Sucor yaitu mengedepankan edukasi investasi dan memberikan WOW experience. Nilai tersebutlah yang menjadikan SayaKaya mengutamakan edukasi yang mudah diserap dan menyenangkan untuk meningkatkan literasi, dan memberikan WOW experience bagi pengguna selama berinvestasi,” ucap Jessica saat dihubungi DailySocial.id, Rabu (26/1).

Dia bilang, generasi muda saat ini masih memiliki tingkat literasi keuangan yang relatif rendah, meskipun sudah tech-savvy. Mengutip dari OJK, kalangan usia 18-25 tahun hanya memiliki tingkat literasi sebesar 31,1%, sedangkan usia 25-35 tahun tingkat literasinya sedikit lebih tinggi, yaitu 33,5%. Oleh karenanya, kalangan usia 18-45 tahun menjadi target utama yang dibidik SayaKaya. Target yang kurang lebih sama dengan pemain wealthtech lainnya.

“Oleh karena itu, SayaKaya hadir tidak hanya menjadi sarana jual-beli produk reksa dana, tetapi juga memberikan edukasi untuk meningkatkan literasi investasi tersebut agar masyarakat Indonesia terhindar dari investasi bodong, serta semakin sadar untuk mempersiapkan dana pensiun atau dana darurat melalui investasi.”

Dia melanjutkan sebagai diferensiasi dibandingkan pemain lainnya, ada beberapa poin yang ia unggulkan dari SayaKaya. Pertama, dari sisi produk reksa dana terkurasi dengan tujuan para pengguna baru yang masih awam dengan dunia investasi tidak perlu pusing memilih produk mana yang terbaik buat mereka.

Sejauh ini, SayaKaya telah memiliki lebih dari 20 produk reksa dana, mayoritas dari reksa dana konvensional dan syariah. Produk-produk tersebut berasal dari beberapa manajer investasi yang telah menunjukkan konsistensi kinerja baik, seperti Sucor Asset Management, Trimegah Asset Management, dan Syailendra Capital. Produk ini dapat dibeli mulai dari Rp100 ribu, bahkan rencananya akan jauh dipermudah akses masuknya menjadi Rp10 ribu.

Menurutnya, reksa dana jenis ini memiliki kemudahan untuk diversifikasi aset, yang mana investasi akan disebar ke beberapa instrumen menggunakan perhitungan dan analisa dari profesional manajer investasi. Dengan demikian, fluktuasi dari masing-masing aset akan saling terkompensasi dan investor akan mendapatkan imbal hasil yang optimal.

“Kami enggak akan banyak-banyak menyediakan produk karena untuk memudahkan investor, kalau semakin banyak akan semakin sulit makanya kami selektif sekali. Ke depannya, kami hanya akan tambah empat MI, satu MI dari BUMN, dan dua dari MI asing,” tambah CMO SayaKaya Prita Ilham Poempida saat konferensi pers.

Berikutnya, adalah mengedepankan sisi sentuhan manusia (human touch) dalam rangka mengedepankan hubungan emosional. Para pengguna dapat menghubungi tim sebagai tim customer experience melalui sambungan telepon. Berkaitan dengan itu pula, SayaKaya berencana menyediakan konsultasi keuangan pribadi dengan financial planner berlisensi.

“Contoh implementasi human touch SayaKaya lainnya adalah dengan adanya komunitas #OrangKayaBenar yang selama ini sudah belajar dan berkembang bersama selama dua tahun ke belakang di platform media sosial kami, seperti Instagram dan Telegram,” sambung Jessica.

Ketiga, adanya program loyalitas, yang dapat dimanfaatkan pengguna untuk mengumpulkan poin melalui berinvestasi dan mendapatkan hadiah dari pengumpulan poin tersebut, demi menarik minat pengguna dalam berinvestasi.

Jessica menargetkan setidaknya pada tahun ini SayaKaya dapat memiliki 200 ribu pengguna aktif. Sayangnya tidak disebutkan target dana kelolaannya. “Kami harap dengan edukasi, pengembangan aplikasi dan program promo yang kami siapkan dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri masyarakat Indonesia dalam mengelola keuangan dan berinvestasi. Untuk saat ini, kami tidak bisa menyebutkan target AUM,” tutupnya.

Aplikasi wealthtech lainnya

Dari hasil penelusuran kami, saat ini ada sejumlah aplikasi yang menawarkan layanan investasi dengan beragam instrumen, berikut ini daftarnya:

No Aplikasi wealthtech Emas Reksa Dana Saham Uang kripto Securities crowdfunding
1 Bareksa
2 Pluang
3 Tanamduit
4 Raiz Invest
5 E-mas
6 Lakuemas
7 Treasury
8 Indogold
9 Tamasia
10 Bibit
11 Ajaib
12 Ipot
13 Invisee
14 XDana
15 Stockbit
16 Halofina
17 Fundtastic
18 Santara
19 Bizhare
20 LandX
21 Crowddana
22 Indodax
23 Tokocrypto
24 Pintu
25 Luno
Application Information Will Show Up Here

Selain Pengelolaan Keuangan, Aplikasi PINA Kini Akomodasi Investasi Saham dan Reksa Dana

Setelah merampungkan pendanaan awal yang dipimpin 1982 Ventures akhir tahun 2021 lalu, pengembang aplikasi pengelolaan keuangan personal PINA mulai menggulirkan sejumlah fitur di aplikasinya. Dengan menyematkan produk saham dan reksa dana, kini pengguna bisa melakukan investasi langsung dalam platform. Berada dalam naungan Trust Sekuritas, PINA menawarkan berbagai macam fitur teknologi untuk mempermudah pengelolaan keuangan.

Kepada DailySocial.id, Co-founder PINA Christian Hermawan yang juga menjabat sebagai President Director Trust Sekuritas menyebutkan, dengan lisensi yang telah dimiliki, PINA memberikan pilihan kepada pengguna untuk berinvestasi kepada saham dan reksa dana. Trust Sekuritas sudah terdaftar dan diawasi oleh OJK.

“Saya dan Daniel Van Leeuwen (CEO PINA) memiliki latar belakang yang berbeda namun merasakan kesulitan yang sama. Daniel dengan background di digital dan saya lebih kepada pen and paper industry, diharapkan bisa saling melengkapi,” kata Christian.

PINA juga memastikan investasi milik pengguna nantinya tetap aman berada di Rekening Dana Nasabah (RDN) milik sendiri dan investasi pengguna di simpan di KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia) melalui Trust Sekuritas.

Trust Sekuritas juga mendapat kepercayaan untuk bekerja sama dengan beberapa perusahaan aset manajemen seperti Sinarmas Asset Management, BNI Asset Management, Sucorinvest Asset Management, serta BNI di mana rekening dana nasabah disimpan.

Disinggung apakah ke depannya PINA memiliki rencana untuk menambahkan aset kripto ke dalam platform, Christian menegaskan belum ada rencana untuk ke arah sana. Fokus mereka saat ini adalah memperkenalkan produk saham dan reksa dana serta tools pengelolaan finansial.

Fitur unggulan PINA

Menargetkan generasi mudah, PINA memiliki beberapa fitur yang diklaim menjadi unggulan. Di antaranya adalah PINASave, tools yang bisa mengatur keuangan. Kemudian ada juga PINAInvest yang telah diotomatisasi agar investasi menjadi lebih mudah. Ada juga PINACash yang merupakan fitur menabung. Kemudian PINA juga menghadirkan PINAClassroom, yang merupakan wadah bagi pengguna untuk mendapatkan informasi mengenai finansial secara gratis.

PINA juga telah terintegrasi dengan berbagai macam aspek keuangan investor seperti tabungan, deposito, BPJS, kartu kredit dan lainnya. Bank yang sudah tersedia dalam platform saat ini di antaranya adalah BNI, BCA, Mandiri dan CIMB Niaga — rekening pengguna dapat diintegrasikan langsung ke aplikasi untuk dicatatkan pelaporan keuangannya.

Diharapkan hanya dalam satu platform, pengguna tidak perlu menggunakan banyak aplikasi untuk mengelola semua kegiatan finansial. Secara resmi aplikasi PINA telah meluncur sejak akhir tahun 2021 lalu.

“Bagi generasi muda yang kami hadirkan adalah kemudahan akses informasi dan akses langsung ke berbagai channel. Dengan koneksi tersebut bisa memudahkan kegiatan finansial dalam satu platform,” kata Co-Founder & CEO PINA Daniel Van Leeuwen.

Platform yang menawarkan layanan serupa seperti PINA di antaranya adalah Halofina, Finansialku, dan Fundtastic. Tidak sekadar aplikasi pencatatan keuangan pribadi, mereka juga menyematkan layanan investasi dan edukasi keuangan di aplikasinya — misinya memudahkan setiap pengguna mencapai tujuan finansialnya.

Menjadi bagian dari Y Combinator

Untuk mendapatkan informasi dan wawasan lebih luas lagi usai mengantongi investasi perdana tahun lalu, PINA kemudian mendaftarkan diri untuk menjadi bagian dari program Y Combinator (YC). Saat ini PINA masih mengikuti program tersebut yang akan berakhir bulan Maret 2022 mendatang.

Menurut Daniel ada kebanggaan tersendiri bagi tim PINA bisa berhasil lolos dalam program YC batch W22. Selain mewakili Indonesia, sekaligus juga memvalidasi model bisnis yang mereka miliki.

“Alasan saya mendaftar di program YC adalah untuk mendapatkan masukan dari pada pendiri startup yang telah mengikuti program dan tentunya partner dari Y Combinator sendiri. Harapannya saya bisa terhindar dari kesalahan saat membangun startup,” kata Daniel.

Selain mendapatkan kesempatan untuk memperluas jaringan kepada investor secara global, secara langsung PINA juga telah mendapatkan modal tambahan dari YC senilai $500 ribu. Dana segar tersebut kemudian bisa dimanfaatkan oleh PINA untuk mengembangkan produk lebih baik lagi.

“Untuk bisa bersaing dengan pemain lainnya tentu saja kembali lagi kepada produk yang kita miliki. Saat ini belum ada platform wealth management dan investasi dalam satu platform, hal tersebut yang kemudian membedakan kami dengan platform serupa lainnya. Kami juga ingin memberikan value berupa informasi dan masukan kepada pengguna dengan menyediakan tools yang tepat untuk bisa mengelola finansial mereka,” kata Daniel.

Application Information Will Show Up Here

Pluang Secures 787 Billion Additional Funding, to Further Democratize Investment Access

The wealthtech platform Pluang has raised $55 million funding or equivalent to IDR 787 billion led by Accel, a Silicon Valley based venture capital firm. This is the follow-up round of the latest series B funding in September, Pluang has currently secured a total funding of $110 million throughout 2021.

Other investors involved in this round were Trung Nguyen, Andy Ho, Aleksander Leonard Larsen, and Jeffrey Zirlin (founder of Axie Infinity), Alexa von Tobel (former CEO of Learnvest), Daniela Binatti (CTO of Pismo), Jannick Malling and Leif Abraham. (Co-CEO of Public.com), Raghu Yarlagadda (CEO of FalconX), Sergio Jimenez (CEO of Flink), The Chainsmokers, BRI Ventures, Gold House, along with previous investors, including Square Peg, Go-Ventures, UOB Venture Management, and Openspace Ventures.

Pluang will use the fresh money to continue democratizing investment access to various asset classes for all levels of society. Pluang also plans to expand its business coverage to Southeast Asia. It is in line with the company’s mission to empower and increase financial literacy and inclusion in the region.

“With this additional funding, our team can accelerate momentum and provide the tools, resources, knowledge and insights to enable more people building a long-term wealth. We are excited to have a world class investor like Accel, as well as our new investors, which supports Pluang to grow to the next level,” Pluang’s Co-Founder, Claudia Kolonas said in an official statement.

Democratizing investment access

Was founded in 2019 by Claudia Kolonas and Richard Chua, Pluang started the business by providing access to gold investments. Within 3 years of operation, Pluang has had over 4 million registered users in Indonesia and the number is rapidly growing.

Pluang recorded a 22-fold user growth, making active transactions between January 2020 and November 2021. In addition, they also recorded a 28.5-fold user growth with active balances in the same period.

Pluang’s growth cannot be separated from the product diversification available on its platform. Starting from gold, capital markets, mutual funds, and the recently added, Micro E-mini Nasdaq 100 Index Futures investment asset class. It is a derivative futures product that is traded on the Chicago Merchantile Exchange (CME).

In addition, partnerships with several super apps in the Southeast Asia region have also opened up wider access to investment for the public. Pluang has several partners, incluuding Gojek, DANA, Bukalapak, and Tokopedia. This December, Pluang has officially entered Tokopedia’s ecosystem as an alternative option for gold investment.

Regarding novice investor as a target market, Claudia also mentioned that Indonesia’s investment penetration is still below 1 percent, resulting in a very large opportunity in this sector. Therefore, Pluang, by all means, eager to improve financial literacy and encourage democratization of investment access for all audiences.

“Financial literacy for the young generation is one solution to overcome economic inequality in Indonesia. We are so excited to contribute in reducing this economic gap by providing access to products that used to be out of reach,”  Claudia said in a webinar held by Pluang (1/12).

In the near future, Pluang is to launch the first investment product in Indonesia that allows users to invest in US stocks starting from 0.1 units .

Investment in the wealthtech sector

Global investors have also realized the size and potential of the digital economy market in Southeast Asia. In 2020 alone, the total investment disbursed into startups in Southeast Asia has reached $8.2 billion. The wealthtech sector itself takes part of the total investment.

Claudia also mentioned, “As the largest country in Southeast Asia, we are very proud to see rapid developments in the capital market and digital assets. Currently, more than 10 million people have invested in Indonesia. Hopefully, Indonesia can be an example and an incubator for other countries in Southeast Asia to develop the wealthtech sector in each respective countries.”

Aside from Pluang, several platforms that provide similar services have also succeeded to raise funding throughout 2021. DailySocial.id managed to create a list of those companies :

Platform Stage Funding
Moduit Pra-Seri A (November) 65 miliar Rupiah
Bareksa Seri C (November) Tidak disebutkan
Ajaib Seri B (Oktober) >2,1 triliun Rupiah
Bibit Lanjutan Seri A (Mei) 938 miliar Rupiah
FUNDtastic Seri A (Februari) 108 miliar Rupiah


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Raih Pendanaan Tambahan Senilai 787 Miliar Rupiah, Pluang Dorong Demokratisasi Akses Investasi

Platform wealthtech Pluang berhasil meraih pendanaan senilai $55 juta atau setara 787 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Accel, perusahaan modal ventura global berbasis di Silicon Valley. Sebagai putaran lanjutan dari pendanaan seri B yang sudah diumumkan sebelumnya, Pluang kini telah mengantongi total pendanaan sebesar $110 juta sepanjang 2021.

Beberapa investor lain yang turut terlibat dalam putaran ini adalah Trung Nguyen, Andy Ho, Aleksander Leonard Larsen, dan Jeffrey Zirlin (pendiri Axie Infinity), Alexa von Tobel (mantan CEO Learnvest), Daniela Binatti (CTO Pismo), Jannick Malling dan Leif Abraham (Co-CEO Public.com), Raghu Yarlagadda (CEO FalconX), Sergio Jimenez (CEO Flink), The Chainsmokers, BRI Ventures, Gold House, beserta investor sebelumnya yang terdiri dari Square Peg, Go-Ventures, UOB Venture Management, dan Openspace Ventures.

Pluang akan menggunakan dana segar ini untuk terus mendemokratisasi akses investasi di beragam kelas aset kepada seluruh lapisan masyarakat. Selain memperluas akses investasi di dalam negeri, Pluang juga berencana memanfaatkan dana tersebut untuk memperbesar cakupan bisnisnya ke Asia Tenggara. Ekspansi tersebut sejalan dengan misi perusahaan untuk memberdayakan dan meningkatkan literasi serta inklusi keuangan di kawasan Asia.

“Dengan pendanaan tambahan ini, tim kami bisa mempercepat momentum dan menyediakan alat, sumber daya, pengetahuan, serta wawasan yang diperlukan agar lebih banyak masyarakat mampu menciptakan kekayaan jangka panjang. Kami sangat senang memiliki investor kelas dunia seperti Accel, dan juga para investor baru kami, yang mendukung Pluang untuk bertumbuh ke tingkatan selanjutnya,” ujar Co-Founder Pluang Claudia Kolonas dalam pernyataan resmi.

Demokratisasi akses investasi

Didirikan pada tahun 2019 oleh Claudia Kolonas dan Richard Chua, Pluang memulai bisnis dengan menyediakan akses ke investasi emas. Selama kurang lebih 3 tahun Pluang telah memiliki lebih dari 4 juta pengguna terdaftar di Indonesia dan angkanya terus berkembang pesat.

Pluang berhasil mencetak pertumbuhan pengguna yang aktif melakukan transaksi sebanyak 22 kali lipat antara Januari 2020 hingga November 2021. Di samping itu, mereka juga mencatat pertumbuhan pengguna yang memiliki saldo aktif sebanyak 28,5 kali lipat di periode yang sama.

Pertumbuhan yang dialami Pluang tidak lepas dari ragam diversifikasi produk yang tersedia pada platformnya. Mulai dari emas, pasar modal, reksa dana, serta belum lama ini menambah kelas aset investasi Micro E-mini Nasdaq 100 Index Futures, produk berjangka derivatif yang ditransaksikan pada Chicago Merchantile Exchange (CME).

Selain itu, kemitraan dengan beberapa aplikasi super apps di kawasan Asia Tenggara juga turut membuka akses investasi yang lebih luas ke masyarakat. Beberapa partner Pluang seperti Gojek, DANA, Bukalapak, dan Tokopedia. Mulai Desember ini, Pluang telah resmi hadir di aplikasi Tokopedia sebagai alternatif pilihan berinvestasi emas.

Mengenai segmen pasar yang adalah investor pemula, Claudia mengungkapkan bahwa penetrasi investasi di Indonesia yang masih di bawah 1 persen menunjukkan peluang yang sangat besar di sektor ini. Maka dari itu, Pluang dengan segala cara mencoba meningkatkan literasi finansial serta mendorong demokratisasi akses investasi bagi seluruh khalayak.

“Literasi finansial pada generasi muda menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan ekonomi di Indonesia. Kami berharap bisa berkontribusi untuk mengurangi kesenjangan ekonomi ini dengan memberikan akses pada produk yang sebelumnya sulit dijangkau,” ujar Claudia dalam webinar secara virtual yang diadakan Pluang (12/1).

Selain itu, dalam waktu dekat Pluang juga akan meluncurkan produk investasi pertama di Indonesia yang memungkinkan pengguna untuk berinvestasi saham AS mulai dari 0,1 unit saham saja.

Investasi di sektor wealthtech

Para investor global juga telah menyadari besarnya ukuran dan potensi pasar ekonomi digital di Asia Tenggara. Pada tahun 2020 saja, total investasi yang telah disalurkan ke perusahaan rintisan di Asia Tenggara sudah mencapai $8,2 miliar. Sektor wealthtech sendiri mengambil bagian dari total investasi tersebut.

Claudia juga mengungkapkan, “Sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, kami sangat bangga kami melihat perkembangan pesat di bidang pasar modal dan aset digital. Saat ini sudah lebih dari 10 juta orang sudah berinvestasi di Indonesia. Semoga Indonesia bisa menjadi contoh dan inkubator bagi negara lain di Asia Tenggara untuk mengembangkan sektor wealthtech di negara masing-masing.”

Selain Pluang, beberapa platform yang menyediakan layanan serupa juga berhasil meraih pendanaan di sepanjang tahun 2021. Berikut daftar perusahaan yang berhasil terangkum oleh DailySocial.id:

Platform Tahapan Pendanaan
Moduit Pra-Seri A (November) 65 miliar Rupiah
Bareksa Seri C (November) Tidak disebutkan
Ajaib Seri B (Oktober) >2,1 triliun Rupiah
Bibit Lanjutan Seri A (Mei) 938 miliar Rupiah
FUNDtastic Seri A (Februari) 108 miliar Rupiah

Application Information Will Show Up Here

Looking Through Ajaib’s Mission to be Retail Investors’ First Choice

Within two years, Ajaib managed to become the first unicorn in investment or wealthtech in Southeast Asia. Starting the journey with mutual funds, Ajaib’s growth skyrocketed when the stock asset class was launched in mid-March 2020, it’s all due to the “birth” of many young investors amidst the pandemic.

The approach is quite different from similar players with tendency to adopt a strategy of deepening the mutual funds product range, or enriching the asset class to other instruments, such as gold or cryptocurrencies in order to introduce investment to novice investors.

In the recent Ajaib’s media gathering, it is said that the users have reached more than 1.4 million people. Around 96% of them are novice investors, with 90% coming from a young age and the rest are gen Z. Moreover, about 60% of users are actively use the platform and have stock portfolio.

Ajaib Sekuritas’ Director of Stock Brokerage, Anna Lora explained, the increasing number of users is also reflected in the total transaction volume of 30 billion per month with 5 million transactions. Before the company acquired Primasia Sekuritas (currently known as Ajaib Sekuritas) the monthly transaction value was in the range of Rp. 1 trillion-Rp 2 trillion, furthermore, the number has grown rapidly to Rp. 6 trillion-Rp. 8 trillion.

“We believe in the strength of Indonesian retail investors as a driving force for capital market investors. In Ajaib, the phenomenon of rising retail investors comes from second-tier cities,” he said.

Application for novice investors

In accordance with the company’s mission to be known as a friendly application for novice retail investors, all strategies and products need to be aligned. Ajaib’s VP of Product, Aurora Marsye said the application was fully designed to make it easier for novice investors to get into the stock business.

Such features as 100% online registration within minutes; no minimum investment and account opening without initial deposit; comprehensive chart display, in-depth technical and fundamental analysis; and various educational materials and discussion forums, are some of the main features to attract young people.

“We remove all kinds of barriers that have been preventing young investors to get into the stock market. With these various facilities, new users only need courage to invest,” Aurora said.

Although the application is designed as friendly as possible for users, Ajaib still prioritizes to educate, considering that stock investments are classified as high risk high return investments. Another approach is to hold regular trainings by utilizing social media platforms for young people.

“Because the target is retail investors, we observe their space, it is currently in the social media. We approach them, try to win the ball. We believe all players will also take this strategy to facilitate easy access for users,” Anna added.

Furthermore, it is part of the company’s strategy to improve the stock investors’ literacy. He said, quality improvement is important, but maintaining the user’s quality is equally important.

In Indonesia, the ratio of capital market investors and the population is still unequal. As of November 2021, KSEI recorded 7.1 million capital market investors, increased by 84% from the same period in the previous year of 3.27 people. Of the total investors, 99.51% are retail investors, dominated by the age group under 40 years with 59.81%.

Unfortunately, he could not elaborate further on the characteristics of Ajaib’s users, whether investors or traders, to the style and average allocation of funds in investing. “Everything is mixed as it all comes down to the [preference] of each investor. At Ajaib, the portion under management between mutual funds and stocks is even,” Anna revealed.

It includes plans to add other asset classes, after acquiring 24% of Bank Bumi Artha‘s shares. Anna ensures this strategic move will make it easier for Ajaib to develop more products in the future.

Learn from Robinhood

Ajaib’s moves are often compared to what Robinhood did in disrupting the financial industry, especially the stock market in the United States. Apart from designing an intuitive, user-friendly and up-to-date application, a key part of Robinhood’s strategy is zero commission on stock trading.

This is obviously attractive and helps with user acquisition. In the process, Robinhood monetizes its business with payments for order flow, stock borrowing fees, and subscriptions. In a way, “forcing” the incumbents in the brokerage industry to do the same.

Previously, incumbents such as Fidelity, Wellington, Charles Schwab, and E*Trade, were ruling the retail investor segment. Even E*Trade and Schwab account for over 40% of the brokerage industry’s total online revenue, according to IBISWorld in 2019. However, Robinhood has managed to attract more than 21 million active users, doubling from 2020, surpassing Schwab’s market share last year.

In creating new demand, Robinhood has succeeded in acquiring users from various races, from previously dominated by whites and experienced investors who are closely related to the stock market.

Behind Robinhood’s glittering achievements, this company leaves a controversy. From its convenience application, which uses gamification, the company seems to “underestimate” the educational aspect, especially since Robinhood’s main target is novice investors. Regulators in the state of Massachusetts went so far as to file a complaint against the company citing “aggressive tactics to attract inexperienced investors.”

It is one of the many controversies that burdens the regulators. According to SEC officials, bringing retail investors more access to capital markets is a good thing, as long as the core principles for protecting investors are not altered by apps that encourage active trading through behavioral cues.

“Our belief is, the more we lower the barriers to entry, the more we level the playing field and allow people to invest their money at a younger age, the better our economy will be and the better the society will be as we are kind. We live at the intersection of capitalism, democracy and innovation,” said Robinhood’s CEO, Vlad Tenev. “And I think it’s a very interesting place,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Melihat Upaya Ajaib Menjadi Aplikasi Pilihan untuk Investor Ritel

Dalam waktu dua tahun, Ajaib berhasil menyandang status unicorn pertama di bidang investasi atau wealthtech di Asia Tenggara. Memulai perjalanannya dengan reksa dana, pertumbuhan Ajaib melesat jauh ketika meluncurkan kelas aset saham pada pertengahan Maret 2020, tak lain dikarenakan ikut terciprat “berkah” dari kelahiran banyak investor kalangan muda di tengah pandemi.

Pendekatan yang diambil ini berbeda dengan peers sejenisnya yang cenderung ambil strategi memperdalam rangkaian produk reksa dana, atau memperkaya kelas aset ke instrumen lainnya, seperti emas atau mata uang kripto dalam memperkenalkan investasi kepada investor pemula.

Dalam media gathering yang diadakan Ajaib beberapa waktu lalu, diungkapkan kini pengguna Ajaib telah mencapai angka lebih dari 1,4 juta orang. Sekitar 96% di antaranya adalah investor pemula dengan komposisi sebesar 90% datang dari usia muda dan sisanya adalah gen Z. Kemudian, sekitar 60% pengguna termasuk aktif yang memiliki portofolio saham di Ajaib dan bertransaksi jual-beli di dalamnya.

Director of Stock Brokerage Ajaib Sekuritas Anna Lora menjelaskan, melesatnya pengguna juga tercermin dari volume transaksi sebesar 30 miliar per bulan dan 5 juta transaksi. Sebelum perusahaan mengakuisisi Primasia Sekuritas (kini bernama Ajaib Sekuritas) nilai transaksi bulanannya berada di kisaran Rp1 triliun-Rp2 triliun, begitu diakuisisi Ajaib kini angkanya tumbuh melesat hingga Rp6 triliun-Rp8 triliun.

“Kami percaya kekuatan investor ritel di Indonesia sebagai penggerak investor pasar modal. Di Ajaib fenomena penambahan investor ritel ini sekarang datang dari kota lapis kedua,” ucap dia.

Aplikasi untuk investor pemula

Sesuai dengan misi perusahaan yang ingin dikenal sebagai aplikasi yang ramah untuk investor ritel pemula, maka seluruh strategi dan produk Ajaib perlu diselaraskan. VP of Product Ajaib Aurora Marsye mengatakan, aplikasi Ajaib didesain penuh untuk mempermudah investor pemula terjun ke dunia saham.

Fitur-fitur seperti registrasi akun 100% online dalam hitungan menit; tidak ada minimum investasi dan buka rekening tanpa deposit awal; tampilan grafik komprehensif, analisis teknis dan fundamental mendalam; dan berbagai materi edukasi dan forum diskusi, adalah sebagian fitur andalan untuk menarik kalangan anak muda.

“Kita remove barrier-barrier yang selama ini menghalangi investor muda untuk terjun ke pasar saham. Dengan berbagai kemudahan ini, modal yang perlu disiapkan pengguna baru itu cukup berani saja,” kata Aurora.

Meski aplikasi dibuat seramah mungkin buat para pengguna, Ajaib tetap mengedepankan sisi edukasi mengingat investasi saham tergolong investasi high risk high return. Salah satu pendekatan yang kerap dilakukan adalah mengadakan pelatihan-pelatihan rutin dengan memanfaatkan platform media sosial yang banyak dikunjungi anak muda setiap harinya.

“Karena targetnya investor ritel kami lihat mereka mainnya di mana, sekarang banyak main di media sosial. Kami menghampiri mereka, jemput bola. Kami yakin semua pihak juga mengambil strategi ini agar semakin mudah dijangkau oleh para pengguna,” tambah Anna.

Langkah ini, lanjutnya, merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam meningkatkan kualitas literasi investor saham. Menurutnya, peningkatan secara kuantitas memang penting, namun menjaga kualitas pengguna juga tak kalah pentingnya.

Di Indonesia sendiri, perbandingan jumlah investor pasar modal dengan populasi masyarakat masih timpang jauh. Per November 2021, KSEI mencatatkan investor pasar modal sebanyak 7,1 juta orang, naik 84% dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar 3,27 orang. Dari total investor, sebanyak 99,51% adalah investor ritel yang didominasi oleh kelompok umur di bawah 40 tahun sebesar 59,81%.

Sayangnya, ia tidak bisa merinci lebih jauh bagaimana karakteristik pengguna Ajaib apakah termasuk investor atau trader, hingga gaya dan rata-rata alokasi dana dalam berinvestasi. “Semuanya mixed karena ini semua balik ke [preferensi] masing-masing investor. Di Ajaib porsi kelolaan antara reksa dana dan saham termasuk imbang,” tutup Anna.

Pun termasuk rencana untuk menambah kelas aset lainnya, pasca-mencaplok saham Bank Bumi Artha sebesar 24%. Anna hanya memastikan bahwa langkah strategis tersebut akan membuat Ajaib lebih mudah dalam mengembangkan lebih banyak produk ke depannya.

Berkaca dari Robinhood

Sepak terjang Ajaib sering disejajarkan dengan apa yang dilakukan Robinhood dalam mendisrupsi industri keuangan, khususnya pasar saham di Amerika Serikat. Selain mendesain aplikasi yang intuitif, user-friendly, dan kekinian, bagian utama dari strategi Robinhood adalah nol komisi pada perdagangan saham.

Hal ini tentu saja menarik banyak perhatian dan membantu akuisisi pengguna. Untuk melakukan ini, Robinhood memonetisasi bisnisnya dengan pembayaran untuk aliran pesanan, biaya pinjaman saham, dan langganan. Dalam mengantisipasi strategi tersebut, “memaksa” para petahana di industri broker untuk melakukan hal yang sama.

Sebelumnya, para petahana seperti Fidelity, Wellington, Charles Schwab, dan E*Trade, adalah penguasa untuk segmen investor ritel. E*Trade dan Schwab bahkan menguasai lebih 40% dari total pendapatan online industri broker, menurut IBISWorld pada 2019. Tapi kini Robinhood berhasil menarik lebih dari 21 juta pengguna aktif, naik dua kali lipat dari 2020, melampaui pangsa pasar Schwab pada tahun lalu.

Dalam menciptakan demand baru, Robinhood juga berhasil mengakuisisi pengguna dari berbagai kalangan ras, dari sebelumnya didominasi oleh kulit putih dan investor berpengalaman yang erat kaitannya di dunia saham ini.

Dibalik gemerlapnya pencapaian Robinhood, perusahaan ini juga tak lepas dari kontroversi. Dari kemudahan aplikasi Robinhood yang menggunakan gamifikasi, membuat perusahaan terkesan “menyepelekan” aspek edukasi, terlebih target utama Robinhood adalah investor pemula. Regulator di negara bagian Massachusetts bahkan sampai mengajukan keluhan terhadap perusahaan dengan alasan “taktik agresif untuk menarik investor yang tidak berpengalaman.”

Itu baru salah satu kontroversi dari sekian banyak kontroversi lainnya yang membuat regulator setempat keringat dingin. Menurut pejabat SEC, membawa lebih banyak akses ke pasar modal bagi investor ritel adalah hal yang baik, selama prinsip-prinsip inti untuk melindungi investor tidak diubah oleh aplikasi yang mendorong perdagangan aktif melalui petunjuk perilaku.

“Keyakinan kami adalah, semakin kami menurunkan hambatan untuk masuk, semakin kami menyamakan kedudukan dan memungkinkan orang menginvestasikan uang mereka di usia yang lebih muda, semakin baik ekonomi kita dan semakin baik masyarakat karena kita baik hati. hidup di persimpangan kapitalisme, demokrasi, dan inovasi,” kata CEO Robinhood Vlad Tenev. “Dan saya pikir itu adalah tempat yang sangat menarik,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Bareksa Rencanakan Garap Kelas Investasi Saham dan Obligasi Korporasi

Bareksa mengumumkan sedang mempersiapkan kelas aset saham dan obligasi perusahaan sebagai upaya mewujudkan posisi perusahaan sebagai marketplace investasi. Sejak beroperasi di 2016, bisa dikatakan mereka tidak segencar pemain sejenisnya, sebut saja Pluang yang semakin kaya dalam menawarkan berbagai kelas aset investasi kepada para penggunanya.

Co-founder dan CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra menuturkan, penambahan kelas aset lainnya diharapkan dapat meningkatkan antusiasme investor ritel dan semakin aware dengan berbagai produk investasi. Ia menilai saat ini, momentum investor pemula dan mahir sedang sama-sama tumbuh, sehingga kesempatan ini perlu dimanfaatkan secara maksimal oleh para platform investasi.

“Nantinya kami akan tumbuh produk investasi di Bareksa untuk masuk ke bursa saham dan corporate bonds,” ucapnya dalam konferensi pers virtual, Kamis (2/12).

Sebenarnya, rencana Bareksa untuk masuk ke obligasi korporasi sudah diumumkan sejak 2019 bersama FIFGroup. Namun, ditunda karena ada isu di bagian regulasi. Hingga kini, Bareksa menyediakan produk invetasi reksa dana, Surat Berharga (SBN) Ritel, dan emas. Terhitung telah memiliki 2,6 juta investor ritel dengan pertumbuhan 115% secara year on year.

Dalam kesempatan tersebut, perusahaan juga mengumumkan penambahan kemitraan dengan Pegadaian untuk BareksaEmas. Kerja sama serupa juga sebelumnya telah dilaksanakan perusahaan dengan IndoGold dan masih berlangsung hingga saat ini.

Menurut Karaniya, kehadiran Pegadaian tentunya menambah pilihan pengguna untuk berinvestasi emas dan memperoleh benefit yang ditawarkan Pegadaian. Pengguna dapat memperoleh produk tabungan emas Pegadaian yang merupakan layanan beli dan titip emas yang memudahkan investasi emas fisik secara mudah dan aman.

“Pegadaian sangat antusias membangun kerja sama dengan Bareksa yang merupakan platform finansial dan investasi pertama yang menggunakan Tabungan Emas Pegadaian. Kini seluruh masyarakat bisa menabung emas dengan mudah dan cepat melalui aplikasi Bareksa,”kata Direktur Teknologi Informasi dan Digital Pegadaian Teguh Wahyono yang turut hadir dalam kesempatan tersebut.

Pengguna dapat memiliki produk tersebut melalui aplikasi Bareksa tanpa perlu datang ke kantor cabang Pegadaian karena proses pendaftaran dilakukan sepenuhnya secara online. Tabungan emas ini memiliki beberapa manfaat sebagai nilai tambahnya, seperti dapat dijadikan pembiayaan syariah untuk memperoleh kuota haji, bisa menggadaikan tabungannya untuk memperoleh pembiayaan.

“Ke depan, fitur ini juga akan kami integrasikan dengan BareksaUmroh yang menyediakan fitur investasi reksa dana pasar uang syariah untuk tabungan perjalanan umrah dan haji di platform Bareksa,” tambah Karaniya.

Bareksa Emas Pegadaian
Peluncuran kemitraan Bareksa dan Pegadaian / Bareksa

BareksaEmas menawarkan berbagai fitur unggulan. Di antaranya, proses registrasi dan validasi KYC (Know Your Customer) sepenuhnya dilakukan secara online. Selain itu, Tabungan Emas Pegadaian di Bareksa menawarkan nominal transaksi mulai dari Rp50.000, baik untuk pembelian atau penjualan (buyback). Investor juga dapat membeli (top up) atau pun menjual emas di BareksaEmas hingga 100 gram per hari.

Pembayaran di BareksaEmas bisa dilakukan melalui transfer bank, internet banking, ATM, virtual account, hingga uang elektronik. Salah satu moda pembayaran yang sangat simpel dan seamless adalah OVO karena bisa terverifikasi otomatis secara real time dan tanpa ada biaya administrasi.

Bagi nasabah baru yang hendak membuka Tabungan Emas di aplikasi Bareksa caranya sangat mudah. Cukup buka aplikasi Bareksa, pilih mitra pengelola emas “PT Pegadaian”, lalu tentukan jumlah emas yang akan dibeli dalam bentuk satuan gram atau rupiah.

Pengguna aplikasi wajib melengkapi data secara benar. Pada tahap akhir nasabah diminta untuk melakukan proses pembayaran. Jika proses pembayaran sukses, maka secara otomatis emas yang dibeli akan tercatat di fitur Tabungan Emas pada akun pengguna Bareksa.

Karaniya melanjutkan, kehadiran BareksaEmas ini nantinya akan diintegrasikan dengan platform Grab, mengingat perusahaan ride hailing tersebut sudah menjadi salah satu pemegang saham di Bareksa dalam putaran Seri C yang diumumkan beberapa waktu lalu.

Gerbang awal memperkenalkan dunia investasi

Emas logam mulia terus menjadi pilihan investasi masyarakat luas karena bisa menjadi safe haven di saat market crash, serta dinilai berkesesuaian dengan syariah. Selama pandemi, gejolak pada aset berbasis saham mendorong naiknya permintaan atas aset safe haven seperti emas. Saat ini harga emas berada di level baru yakni rata-rata Rp820 ribu per gram, melonjak 41% dari rata-rata harga 2018 yakni Rp570 ribu per gram, sehingga emas dapat menjadi pilihan investasi jangka panjang bagi investor.

Alternatif investasi ini bisa dianggap sebagai pintu gerbang untuk memperkenalkan dunia investasi kepada lebih banyak investor baru, terlebih instrumen ini sudah begitu familiar di telinga orang Indonesia.

Hasil survei Jakpat pada awal tahun ini menunjukkan sebanyak 46% responden di Indonesia memiliki investasi emas. Angka tersebut menjadi tertinggi dibandingkan instrumen lainnya, seperti reksa dana (32%) dan deposito bank (30%). Berikutnya, saham (22%), properti (18%), valuta asing (10%), dan hanya 5%-7% yang memilih obligasi dan sukuk. Sementara itu, masih ada 29% yang tidak berinvestasi.

Application Information Will Show Up Here