[Where Are They Now] Apa Kabar Lima Penggiat Startup Ini (Bagian 2)

Dinamika dunia startup diwarnai kisah-kisah yang kerap membawa pendiri startup menjadi rising star dan entrepeneur sukses. Ada juga kisah yang kurang menyenangkan ketika startup harus tutup karena berbagai alasan. Beberapa pemain industri kini sudah memiliki karier baru, meski kebanyakan masih berkutat di ekosistem ini.

Di edisi kedua Where Are They Now, DailySocial mencoba mencari tahu kesibukan lima penggiat startup berikut ini.

Guntur Siboro

Sosok yang satu ini sudah cukup lama berkiprah di dunia telekomunikasi dan bisnis over-the-top (OTT) di Indonesia, Sejak meninggalkan posisinya di HOOQ sebagai Country Head, kini Guntur Siboro mengisi kesibukan sebagai pengajar di Universitas Pelita Harapan.

Kepada DailySocial, Guntur mengungkapkan, meskipun masih harus menyelesaikan penutupan kantor perwakilan HOOQ di Indonesia, saat ini Guntur juga tengah membantu mempersiapkan kehadiran platform OTT baru asal Amerika Serikat yang rencananya meluncur awal tahun 2021 mendatang.

Guntur enggan menyebutkan nama platform tersebut untuk saat ini, namun ia menyatakan, berdasarkan pengalaman profesionalnya selama ini, enggan beralih ke sektor lain dan masih setia di bisnis OTT Indonesia.

Calvin Kizana

Dikenal sebagai pendiri dan CEO PicMix dan PlayDay, kini Calvin Kizana menyandang posisi baru. Sejak bulan April 2020 lalu, Calvin resmi menjabat sebagai COO & Head of Platform GoPlay. Masuknya Calvin ke ekosistem Gojek memanfaatkan pengalamannya berkecimpung di industri kreatif.

GoPlay adalah anak perusahaan Gojek yang fokus ke layanan video on-demand dan mulai merambah ke konten live interaktif. GoPlay tahun ini memperoleh pendanaan dari investor eksternal untuk meningkatkan kualitas teknologi dan konten yang dimilikinya.

Benny Tjia

Nama Benny Tjia masuk ke industri startup Indonesia sejak tahun 2014 lalu. Pendiri startup Bornevia ini sejak kuliah telah bercita-cita untuk terjun dalam dunia startup.

Tahun 2013 Bornevia didirikan oleh Benny Tjia dan Tjiu Suryanto. Melalui produk berbasis SaaS, Bornevia digadang-gadang sebagai startup lokal yang akan mungkin memberikan pengaruh besar di lanskap produk teknologi korporasi. Namun pada tahun 2017, Bornevia mengumumkan penutupan operasional bisnisnya,

Kini Benny disibukkan pekerjaan barunya sebagai Principal di perusahaan modal ventura Indogen Capital. Berangkat dari pengalamannya sebagai mantan pendiri startup, insight dan pengalaman Benny memberikan warna bagi proses kurasi startup yang dilakukan perusahaan.

“Indogen Capital saat ini telah memiliki 19 investasi, termasuk di dalamnya Wahyoo, Evos, dan Travelio. Tanggung jawab saya termasuk memimpin investment team untuk mencari peluang investasi, penggalangan dana, dan juga melakukan monitoring dan mendukung portofolio kami,” kata Benny kepada DailySocial.

Ongki Kurniawan

Nama Ongki Kurniawan sangat dikenal ketika dirinya menjabat sebagai Direktur dan Chief Digital Services Officer XL Axiata. Setelah 7 tahun bekerja di XL Axiata, pertengahan tahun 2016 Ongki menjabat sebagai Managing Director Line Indonesia. Lepas dari Line, Ongki bergabung dengan Grab dan menjabat sebagai Executive Director Grab Indonesia.

Pasca mundur dari Grab Indonesia, Ongki hijrah ke posisi barunya mengurusi Revenue & Growth APAC, Stripe. Layanan pembayaran global Stripe menawarkan sistem pembayaran yang dapat diintegrasikan ke berbagai platform digital melalui konektivitas API.

Sukan Makmuri

Nama Sukan Makmuri dikenal sejak tahun 2013 lalu saat dirinya bergabung dengan tim Kaskus Networks. Lepas dari Kaskus, Sukan kemudian bergabung dengan GDP Venture. Tahun 2016 Sukan bergabung dengan Kudo dan menjabat sebagai CTO selama 1 tahun. Lepas dari Kudo, Sukan mendirikan startup dan ikut terlibat dalam private equity (PE) MaksPro Enterprises selama 4 tahun.

Terakhir Sukan menjabat sebagai CTO di Uang Teman, namun  tahun ini ia mempersiapkan peluncuran startup baru yang masih dirahasiakan nama dan bisnisnya.

Mending Rakit PC Daripada Beli PS5, Benarkah Begitu?

Harga resmi PlayStation 5 di Indonesia sudah dikonfirmasi oleh Sony, dan spontan langsung ramai percakapan di media sosial yang mengeluhkan bahwa harganya di sini terlalu mahal jika dibandingkan dengan harga jualnya di beberapa negara lain.

Kita ambil contoh yang paling dekat, yaitu Malaysia. Di sana, PS5 dibanderol 2.299 ringgit. Anggap saja 1 ringgit setara 3.500 rupiah (lebih tinggi daripada kurs sebenarnya saat artikel ini ditulis), berarti kita mendapat harga jual PS5 di Malaysia setara Rp8.046.500.

Seperti yang kita tahu, PS5 di Indonesia bakal dipasarkan seharga Rp8.799.000. Selisih sekitar 750 ribu rupiah itu tentu tergolong lumayan, dan cukup untuk dibelikan satu keping game PS5, macam Marvel’s Spider-Man: Miles Morales misalnya.

Melihat perbedaan harga yang cukup signifikan seperti itu, tidak sedikit pula yang menyerukan sentimen macam “mending rakit PC” di media sosial. Saya sendiri termasuk seorang gamer PC akut sejak usia empat tahun, tapi saya kurang setuju dengan argumen tersebut.

Alasannya, merakit PC dengan spesifikasi yang setara PS5 di rentang harga yang sama terbilang sulit. Supaya lebih jelas, mari kita jabarkan spesifikasi PS5 satu per satu, lalu kita cari ekuivalennya untuk PC.

CPU

AMD Ryzen 7 3700X

Sesuai informasi dari Sony sendiri, PS5 mengemas custom CPU buatan AMD yang menggunakan arsitektur Zen 2. Prosesor itu mempunyai 8-core dan 16-thread, dengan clock speed maksimum setinggi 3,5 GHz.

Prosesor untuk PC yang paling dekat dengan spesifikasi tersebut adalah AMD Ryzen 7 3700X yang sama-sama menggunakan arsitektur Zen 2 dan terdiri dari 8-core dan 16-thread, meski clock speed maksimumnya lebih tinggi di angka 4,4 GHz. Di Indonesia, prosesor itu dijual rata-rata seharga 5 jutaan rupiah.

Oke, 5 juta untuk sebuah prosesor mungkin terlalu mahal dalam konteks ini. Alternatifnya mungkin kita bisa menggantinya dengan Ryzen 5 3600 saja. Prosesor ini memang hanya dibekali 6-core dan 12-thread, akan tetapi boost clock-nya bisa menembus 4,2 GHz, jauh lebih tinggi daripada milik PS5. Harganya sendiri terpantau ada di rentang 3,3 jutaan rupiah.

GPU

AMD Radeon RX 5700 XT

Perihal kinerja grafis, Sony turut memercayakan PS5 sepenuhnya kepada AMD. Yang tertanam di dalam console next-gen tersebut adalah custom GPU dari arsitektur terbaru RDNA 2, dengan total 36 compute unit (CU) dan daya komputasi sebesar 10,3 teraflop.

Mencari ekuivalen GPU ini menurut saya adalah bagian yang tersulit, sebab GPU RDNA 2 untuk PC baru saja AMD umumkan sekitar dua pekan lalu, yakni Radeon RX 6000 Series, dan ketiganya mempunyai spesifikasi jauh di atas yang milik PS5 tawarkan.

Maka dari itu, dengan terpaksa kita harus menggunakan GPU dari generasi sebelumnya, yakni Radeon RX 5700 XT yang memiliki total 40 CU dan daya 9,75 teraflop. Di Indonesia, saat ini RX 5700 XT masih dijual di kisaran 7 jutaan rupiah – bisa lebih, bisa juga kurang, tergantung merek.

Namun yang menjadi masalah adalah, RX 5700 XT tidak mendukung fitur ray tracing sama sekali, sedangkan ray tracing merupakan salah satu cara PS5 menyuguhkan visual yang lebih next-gen daripada PS4. Kalau memang dukungan ray tracing merupakan suatu keharusan, dengan terpaksa kita harus berpaling ke kubu sebelah, yakni Nvidia, spesifiknya RTX 2060 yang merupakan GPU paling murah saat ini yang bisa menyajikan efek ray tracing.

Kalau memilih RTX 2060, itu berarti kita harus mengorbankan performa demi ray tracing, sebab kinerjanya secara keseluruhan memang lebih lemah daripada RX 5700 XT tadi. Positifnya, RTX 2060 saat ini bisa didapat dengan harga paling murah 5 juta rupiah.

SSD

SSD PCIe 4.0

Kapasitas 825 GB (667 GB usable) di PS5 sepintas terdengar sedikit, tapi yang diutamakan di sini adalah kecepatan. Di atas kertas, SSD milik PS5 memiliki kecepatan membaca sampai 5,5 GB per detik, dan itu berarti kita harus mencari ekuivalen SSD yang menggunakan teknologi PCIe 4.0, sebab SSD PCIe 3.0 terbaik pun hanya mampu menawarkan kecepatan membaca hingga 3,5 GB per detik.

SSD PCIe 4.0 untuk PC saat ini sudah tersedia dari beberapa merek, dan salah satu yang akan segera hadir di Indonesia datang dari WD, yakni WD Black SN850. Perangkat itu menawarkan kecepatan baca yang lebih superior daripada SSD milik PS5; hingga 7.000 MB/s read dan 5.300 MB/s write pada varian yang berkapasitas 1 TB.

Berhubung total kapasitas penyimpanan yang bisa digunakan di PS5 cuma 667 GB, mungkin kita juga bisa sedikit berhemat dengan memilih SSD berkapasitas 500 GB saja untuk PC, dan di sini kita harus menyiapkan dana Rp2.488.000 untuk meminang WD Black SN850 tadi.

Sejauh ini total biaya yang dibutuhkan untuk merakit PC yang selevel dengan PS5 ini sudah melampaui harga jual PS5 itu sendiri – 3,3 juta + 5 juta + 2,5 juta = 10,8 juta – tapi rupanya kita masih jauh dari kata selesai.

Motherboard

B550 motherboard

Saya tahu, memang tidak akan ada orang yang membahas mengenai motherboard PS5 secara merinci. Namun untuk bisa menampung SSD PCIe 4.0 tadi, Anda tidak boleh sembarangan dalam memilih motherboard untuk PC Anda. Salah membeli motherboard berarti sia-sia Anda membayar mahal untuk mendapatkan SSD PCIe 4.0 tadi.

Cukup disayangkan pilihan motherboard-nya sejauh ini agak terbatas, yakni antara seri B550 atau X570. Berdasarkan pantauan saya, motherboard yang mendukung teknologi PCIe 4.0 dengan harga paling murah saat ini adalah ASRock B550M-HDV, yang dibanderol di kisaran Rp1,4 jutaan di Indonesia.

PSU

600W PSU

Selain motherboard, PSU alias power supply unit mungkin juga bukan komponen yang bakal dibahas secara mendetail saat membicarakan tentang PS5. Namun kalau berdasarkan video teardown PS5 dari Austin Evans, PS5 tercatat memiliki PSU berdaya 370 W.

Tentu saja angka itu tidak bisa dijadikan acuan, sebab AMD sendiri menyarankan PSU berdaya minimal 600 W untuk GPU Radeon RX 5700 XT tadi, yang berarti Anda harus menyiapkan dana setidaknya 1 jutaan rupiah untuk mendapatkan PSU 600 W yang bisa diandalkan, alias bukan abal-abal.

Kalau GPU yang digunakan ternyata adalah RTX 2060, maka rekomendasi PSU-nya bisa yang berkapasitas 500 W, dan Anda mungkin bisa menghemat sekitar 200-400 ribuan rupiah – sekali lagi dengan asumsi memilih PSU yang setidaknya punya sertifikasi 80 Plus.

RAM

DDR4 RAM

Rincian spesifikasi PS5 menunjukkan bahwa perangkat itu dibekali memory GDDR6 berkapasitas 16 GB, dan saya menduga ini merupakan model unified antara RAM dan VRAM. Mencari ekuivalen yang sama persis di PC jelas sulit, sebab PC memang memerlukan modul RAM yang terpisah.

Untuk amannya, mungkin lebih bijak memilih setidaknya RAM berkapasitas 16 GB buat PC Anda, sebab kalau berdasarkan pengalaman pribadi, gamegame berat macam Borderlands 3 terkadang bisa melahap sampai 13 GB RAM sekaligus.

RAM untuk PC pun sangat bervariasi tergantung kecepatan sekaligus latency-nya, jadi bukan sebatas kapasitas saja. Namun kalau secara umum, RAM DDR4 2 x 8 GB dijual di kisaran harga 1 jutaan rupiah.

Kesimpulan

Harga PlayStation 5 di Indonesia

Rp8.799.000 adalah harga untuk PS5 versi standar yang dilengkapi Ultra HD Blu-ray disc drive. Berhubung optical drive sudah tidak begitu relevan dalam konteks PC, mungkin bagian ini bisa kita abaikan. Namun itu berarti yang dijadikan patokan sekarang adalah PS5 Digital Edition, yang harganya lebih terjangkau di angka Rp7.299.000.

Harga PS5 di Indonesia memang lebih mahal daripada harganya di negara lain, tapi kita juga harus ingat bahwa harga komponen-komponen PC di sini sering kali juga lebih mahal ketimbang jika dikonversikan langsung dari SRP (suggested retail price) masing-masing pabrikan yang menjualnya. Ditambah lagi, jujur masih ada banyak komponen lain yang belum masuk hitungan di sini, mulai dari casing sampai periferal seperti keyboard, mouse, headset atau speaker, dan monitor.

Kita juga tidak boleh lupa bahwa sejumlah game mewajibkan PC untuk menjalankan Windows 10, dan sistem operasi tersebut tentu juga punya harganya tersendiri. PS5 di sisi lain memakai sistem operasi khusus berbasis Linux FreeBSD, yang sendirinya punya banyak kemiripan dengan Linux.

Tanpa harus saya jumlah semuanya, saya kira Anda sudah bisa mendapat gambaran seberapa mahal biaya yang dibutuhkan untuk merakit gaming PC dengan spesifikasi setara PS5. Kendati demikian, membayar lebih mahal untuk merakit sebuah PC tentu ada manfaatnya tersendiri, dan salah satu yang paling jelas adalah bagaimana PC juga bisa kita gunakan untuk bekerja, seperti saya sendiri yang sedang mengetik artikel ini menggunakan PC yang juga saya pakai untuk bermain game.

Gambar header: Zotac.

*Koreksi: Ada pembetulan pada informasi mengenai sistem operasi yang digunakan PS5, yang semestinya bukanlah berbasis Linux, melainkan berbasis FreeBSD.

Sedih, Google Photos Bakal Tidak Gratis Lagi Tahun 2021

Siapa yang tidak mengambil gambar setiap hari melalui smartphone-nya? Mungkin hanya sedikit yang tidak melakukan hal tersebut. Bagi yang melakukan, tentu saja banyak momen indah yang tertangkap dan tidak akan dilupakan. Namun semakin banyak foto yang diambil, tentu saja akan memakan ruang penyimpanan pada smartphone.

Untuk menanggulangi hal tersebut, lima tahun lalu Google mempersembahkan layanan mereka yang bernama Google Photos. Dengan Google Photos, semua orang bisa mendapatkan ruang penyimpanan foto dan video tidak terbatas dengan memilih opsi High Quality. Semua foto dan video bisa disimpan secara gratis…. setidaknya sampai tanggal 1 Juni 2021 mendatang.

Hari ini secara mengejutkan Google mengirimkan pesan kepada semua pengguna Google Photos. Google mengatakan bahwa mulai tangga 1 Juni 2021, semua foto dan video baru yang di-upload ke Google Photos akan dihitung dalam total penyimpanan gratis sebanyak 15 GB per akun Google. Hal tersebut berarti foto dan video baru yang ditaruh pada cloud Google tersebut akan bergabung dengan Gmail dan Google Drive.

Google Photos sendiri sudah meneyimpan lebih dari 4 triliun foto dan video. Per minggunya, ada sekitar 28 milyar foto dan video baru yang di-upload ke layanan gratis ini. Google sendiri mengatakan bahwa langkah yang diambil ini dilakukan guna membangun Google Photos untuk masa depan. Hal ini juga diambil karena Google berkomitmen untuk tidak menggunakan informasi pada Google Photos untuk tujuan periklanan.

Lalu bagaimana dengan foto dan video yang sudah diunggah sebelum tanggal 1 Juni 2021? Untungnya semuanya tidak akan mengambil ruang 15 GB yang sudah diberikan oleh Google. Namun, hal ini tidak berlaku untuk mereka yang memiliki smartphone Google Pixel 1 sampai 5. Mereka masih tetap akan mendapatkan layanan gratis tersebut setelah tanggal 1 Juni 2021.

Storage_Estimation_Static.max-1000x1000

Setiap perubahan pada layanan Google sudah pasti akan memengaruhi para penggunanya. Oleh karena itu pada bulan Juni 2021, pengguna akan mendapatkan fitur baru di aplikasi Foto untuk mengelola foto dan video yang sudah di-backup. Hal ini juga akan membuat penggunanya agar sadar jika ruang penyimpanan 15 GB dari Google tersebut akan penuh.

Jika ruang 15 GB tidak mencukupi kebutuhan penyimpanan data dari GMail, Drive, dan Photos, Google juga menyediakan pilihan berbayar. Metode ini berbentuk langganan, di mana para pengguna akan membayar tiap bulan sesuai dengan paket yang dipilih.

Sedih rasanya mendengar bahwa layanan ini tidak lagi gratis. Saya sendiri hampir setiap hari melakukan penyimpanan foto dan video ke Google Photos agar momen penting tidak hilang. Pilihan untuk menggunakan perangkat eksternal memang ada, namun setiap kerusakan tentu akan membuat kenangan yang kita miliki akan hilang selamanya.

Saya juga menyarankan bagi Anda yang memiliki banyak foto dan video kenangan, seperti kelahiran bayi, momen bersama keluarga, dan lain sebagainya untuk di-upload mulai dari hari ini. Masih ada waktu lebih dari enam bulan untuk menyimpan semua kenangan secara gratis. Setelah itu, pilihannya adalah membayar atau membersihkan email dari Gmail dan file dari Drive Anda. Atau, Anda juga bisa membeli sebuah smartphone Google Pixel agar masih bisa merasakan layanan gratis tersebut.

Sumber dan gambar: Google

Cara Daftar Akun BukaReksa di Aplikasi BukaLapak Android

Bagi yang belum mengetahui, di BukaLapak sudah sejak beberapa tahun yang lalu menawarkan investasi Reksadana dan Emas. Tidak hanya lebih mudah, karena Anda cukup membuka smartphone untuk berinvestasi, tapi juga nilai investasinya yang sangat terjangkau. Untuk BukaReksa (lapak Reksadana), Anda bisa memulai dengan Rp 10.000, sedangkan untuk BukaEmas (lapak emas) mulai 0,005 gram atau sekitar Rp 3.000-an.

Continue reading Cara Daftar Akun BukaReksa di Aplikasi BukaLapak Android

What’s the Right Age to Get into Esports?

I can honestly say from the beginning of this article that I really don’t like the definite answers to these kinds of questions, because usually, this type of question is related to the realm marriage.

However, I firmly believe that there are no stupid questions (only ignorant and oversimplified answers) so these questions are perfectly legitimate. Plus, this article might help to answer those who are confused about when is the right time to start getting into esports.

In this article, I will also divide it into two parts. The reason is, having a career in esports can be divided into 2 major aspects: being an esports athlete or having a career as a professional in esports industry (such as being a manager, graphic designer, journalist, video editor, league ops, event organizer, etc.).

As always, I have to say that this article is my opinion based on my own experience and observations. So, as a form of justification, playing games has been my main hobby since my 4th-grade elementary school until now and I have been involved in the gaming industry as a full-time journalist since I graduated from college in 2008. The gaming philosophy has even become my life philosophy until today.

So without further ado, let’s discuss together the right age to get into esports.

 

The ideal age to become a pro player in esports

Considering that the answer is more complex than being other workers in the esports industry, we will discuss the age of being a pro player in esports first.

In fact, experience is the biggest determinant of our skills – whatever they may be – including our gaming skills. If we look at expertise from other domains, we will see many experts have been learning since they were a child.

From the realm of music, the world-class legendary bassist, Victor Wooten, started learning music even at a very young age. You can see the story in the video below.

Echa Soemantri, one of the best Indonesian drummers (in my opinion), also has started learning to play the drums since he was a child. I am sure you can also mention a story that is not much different from other musicians whose abilities are far above the average of other professional musicians.

The realm of sports? We often find similar stories. According to a report from The Economist, China even recruits certain children to be included in the training of Olympic athletes from an early age.

Can the same thing be applied to gaming skills? For example, giving as much game time as possible to children who are still in elementary school. It’s possible, of course. Although, it’s not ideal.

First, when compared to music and sports, the games probably won’t last that long. Think of it this way. If you have been practising playing guitar or badminton since the age of 5-7, for example, chances are guitar and badminton will still exist even when you turn 40.

However, I can’t say the same for specific games. Dota 2 for example. Several years ago, its esports scene was the most popular in Indonesia. What about now? It could be the case with MLBB, PUBG M, and Free Fire. Currently, the three of them still dominate the esports ecosystem in Indonesia. What about 20 years later? Will Mobile Legends survive with its esports ecosystem? Will PUBG M or Free Fire retain their popularity in 20 years?

The gaming industry will survive until my child becomes a grandparent. However, it is not certain that the same game title will last that long. Whereas when we talk about the ability to play at a professional level it is very specific. This means that if you are good at playing badminton, you will not automatically be good at playing tennis or table tennis – even though they look similar.

Top-class musicians are actually almost always guaranteed to be able to play more than one musical instrument, but only one instrument is their mainstay.

For example, Michael Jordan is inarguably the most legendary basketball player of all time. However, when he switched to golf, he still couldn’t reach the same level as Tiger Woods. Likewise with Victor Wooten. Most likely, he can also play the drums or piano but not at the level of his skills when playing bass.

It’s also the case with our gaming skills. I know there are players like Ryan “supernayr” Prakasha or Rivaldi “R7” Fatah who are good at more than 1 game. However, in fact, most Dota 2 players from Indonesia are not that easy to move to MOBA on mobile. No other pro player can cross genres (MOBA, FPS, Battle Royale) like supernayr.

That’s the reason why it’s not ideal to practice in one game since childhood. Because the game industry is more dynamic and the adaptability of our abilities is not that high.

On the other hand, I’m not prohibiting serious training in one game since childhood or adolescence. In my opinion, serious practice to play games also has a positive value as long as the time management is good.

Sumber: Aerowolf
Source: Aerowolf

For me, time allocation is more important than the age question. Talking about time allocation, there are stories from 2 pro players that make sense to consider. The story comes from Baskoro “roseau” Dwi Putra and Jason “f0rsaken” Susanto. Both of them are from the CS: GO Indonesia scene, which used to be quite large but slowly dying.

Roseau, when he was playing for NXL, told me that he got his bachelor degree and international esports title in the same year. Meanwhile, Jason was 13 years old when he played for Aerowolf. He admitted that he was allowed to play for his team (by his parents) if his school grades didn’t fall apart.

Those stories make more sense to me. Because they don’t sacrifice all their time to practice especially considering the current condition of the CS: GO esports scene in Indonesia.

Again, in my opinion, age is not a relevant consideration to get into esports as a pro player – unless maybe you are too old. More relevant considerations, are you able to manage your time and priorities allocation or is there someone else (such as your parents) who can do it for you?

Why? Because the Indonesian esports scene is still very dynamic. I also see a lot of former Indonesian pro players who can’t move on when the ecosystem is barren. In my opinion, the ideal story of a former esports player comes from Ariyanto “Lakuci” Sony. In DotA, he’s the best player from Indonesia. However, after he hung the mouse, he is successful in his business.

I know it’s easier said than done. But at least, in my opinion, every pro player (or anyone who wants to be) should have a long-term post-retirement plan.

Again, I’m not suggesting anyone stop playing games since childhood. To this day, I am still playing games until morning. I also love to see my kid playing Minecraft every day. However, it doesn’t make any sense to sacrifice everything to practice and make gaming your only life skill.

 

The ideal age for a career in the esports industry

For me, the answer to this question is much easier to present.

There are several reasons why this question is easier to answer. First, you can’t just rely on your passion for gaming if you want to be successful in esports or gaming industry.

Your passion is still valuable but you still need the required skills for your main job. For example, no matter how passionate you are, you are not suitable to be a graphic designer in the esports industry if you can’t crop hair in Photoshop.

You also need the required skills to be a writer or journalist in games or esports. If you don’t truly comprehend the concept of language units such as letters, words, sentences, and also paragraphs, for me, you are not suitable to be a writer or journalist in this industry.

Dokumentasi: Herry Wijaya
Documentation: Herry Wijaya

Other jobs in esports also have its requirements. You have to understand broadcasting, organizing events, or all kinds of fundamentals if you want to be a decent esports event organizer.

Second, cognitive capabilities are more important for the industry — unlike being a pro player who needs to emphasize their physical abilities (muscles memory and high reflexes). Cognitive abilities can be adapted to other industries. For example, like the graphic designer earlier, your capability to crop hair in Photoshop will still be useful in other industries outside of esports.

At least, that cognitive abilities of professional workers are easier to adapt to other industries – if the esports industry in Indonesia collapses, so you can find works anywhere else.

For that reason, honing your cognitive skills can actually be done as early as possible. For example, I have been interested in writing and language since elementary school until today. Another example, for those who are interested in photography, video, or graphic design, understanding composition, colour, perspective, and all kinds of things, in my opinion, can be learned since our childhood.

However, if you are still in school (or college), you should not abandon that too. Only because of your obligation to your parents.

 

Closing

Finally, I do believe that being a professional in this esports industry is better for the long term, compared to be an esports player.

Sumber: dbltap.com
Sumber: dbltap.com

Being a pro player requires a combination of your cognitive ability to understand the game with your physical abilities (muscle memory, reflexes, eye and hand coordination, etc.). No matter how good you calculate DPS or other calculations, it will be useless for a pro player if you can’t react as quickly as possible during battle. That physical ability is not easy to be adapted to other games. If you’re good playing drums, it doesn’t mean you will be decent playing guitar.

Because of that, if we go back to our main question, the answer could be very different. So, what is the right age to get into esports?

If you want to become a pro player, in my opinion, there is no ideal age until you prepare a backup plan after retiring. Unless if you really don’t care about your life after retirement.

On the other hand, if you want to be a professional in the esports industry, you could start as early as possible — as long as you still have to carry out obligations towards your parents who have worked hard to raise you…

Feat Image via: DotEsports

Mediatek Perkenalkan Dua Chipset Baru: Untuk Smartphone dan ChromeBook

Tanggal 10 November 2020 merupakan waktu di mana Mediatek menyelenggarakan perhelatan akbar mereka dengan nama MediaTek Virtual Executive Summit 2020. Pada acara ini, Mediatek memperkenalkan banyak teknologi yang mereka miliki kepada para jurnalis di seluruh dunia. Kebanyakan, semua yang mereka tunjukkan berhubungan dengan 5G.

Dari sisi chipset perangkat AndroidMediatek mengumumkan cip terbaru mereka yang bernama Dimensity 700. Dimensity 700 dibangun dengan proses pabrikasi 7 nm dan memiliki kemampuan untuk terkoneksi pada jaringan 5G. Mediatek memposisikan cip ini untuk perangkat flagship, premium hingga kelas menengah.

“Dengan portofolio Dimensity yang semakin besar, kami menghadirkan kemampuan 5G terbaru ke semua lapisan smartphone sehingga lebih banyak orang bisa menikmati pengalaman 5G,” kata Dr. JC Hsu, Corporate VP dan GM Wireless Communications Business Unit, MediaTek. “Dimensity 700 memiliki gabungan fitur-fitur konektivitas 5G, kemampuan kamera tingkat lanjut seperti night shot, dan dukungan untuk lebih dari satu asisten suara, seluruhnya dalam desain yang sangat irit daya.”

Dimensity 700 Infographic

Dimensity 700 memiliki fitur-fitur konektivitas seperti 5G Carrier Aggregation (2CC 5G-CA) dan 5G dual SIM dual standby (DSDS), dan Voice over New Radio (VoNR). Selain itu, cip ini juga mendukung Mediatek 5G UltraSave yang menghemat bateari saat terkoneksi ke jaringan 5G, refresh rate 90Hz, kamera hingga 64 MP, dan asisten suara lebih dari satu aplikasi.

Dimensity 700 sendiri menggunakan dua inti prosesor ARM Cortex-A76 pada cluster performa dan enam inti ARM Cortex A55 pada cluster hemat daya. Cortex A-76-nya sendiri memiliki clock hingga 2,2 GHz sedangkan pada sisi hemat daya, clock-nya bekerja pada kecepatan hingga 2 GHz. RAM yang didukung adalah LPDDR4X 2133 MHz pada kapasitas sampai 12 GB.

Selain cip untuk smartphone dan tablet, Mediatek juga memperkenalkan SoC khusus untuk laptop Chromebook. Dua cip tersebut adalah MT8192 dan MT8195. Pada kedua cip ini, Mediatek menjanjikan bahwa produsen dapat memproduksi Chromebook yang lebih bertenaga namun ramping dan ringan. Selain itu juga memiliki daya tahan baterai yang lebih baik.

Mediatek MT8192 dibuat pada proses pabrikasi 7 nm dan ditujukan untuk perangkat mainstream. SoC ini menggunakan 4 inti ARM Cortex A-76 pada cluster kinerja serta 4 inti ARM Cortex A-55 pada cluster hemat dayanya. GPU yang digunakan adalah Mali G57 dengan 5 core. RAM yang didukung adalah LPDDR4X 2133 MHz dan penyimpanannya hingga UFS 2.1.

MT8192 8195

Mediatek MT8195 dibuat pada proses pabrikasi 6 nm dari TSMC dan ditujukan untuk perangkat premium. MT8195 menggunakan 4 inti ARM Cortex A-78 yang baru serta 4 inti ARM Cortex A-55 pada cluster hemat daya. GPU yang digunakan juga sama dengan MT8192 yaitu Mali G57 MC5. LPDDR4X quad channeljuga didukung sehingga dapat memberikan kinerja yang lebih baik.

Kedua SoC khusus Chromebook ini juga sudah memiliki dukungan terhadap PCIe Gen 3 dan USB 3.2 Gen 1. Selain itu, keduanya juga mendukung video 4K HDR. Chromebook yang menggunakan SoC MT8192 nantinya bakal dipasarkan pada kuartal kedua tahun 2021. Sedangkan untuk MT8195, konsumen harus menunggu lebih lama pada awal tahun 2022.

Mampu pada Windows 10 ARM?

Dengan kemampuannya untuk menjalankan sistem operasi Chrome, saya penasaran apakah kedua cip ini mampu menjalankan Windows 10 ARM. Hal tersebut sudah dilakukan oleh pesaing mereka, yaitu Qualcomm. Hal tersebut tentu saja bakal membuat laptop dan tablet menjadi lebih beragam.

Lalu apakah MT8192 dan MT8195 bisa jalan pada Windows 10 ARM? Mohit Bhushan selaku VP & GM, MediaTek Head of US Business Development mengatakan kepada saya melalui kolom chat bahwa hal tersebut bisa saja terjadi. Namun yang saat ini diperlukan adalah driver untuk prosesor dan GPU yang berasal dari ARM. Selain itu, dukungan DirectX 12 juga harus dipastikan oleh ARM.

Hal tersebut tentu saja berkaitan dengan penggunaan prosesor dan GPU dari ARM pada SoC dari Mediatek. Jika tidak ada driver yang dibuat oleh ARM, Windows 10 ARM tidak akan mengenali CPU dan GPU pada SoC buatan Mediatek ini.

Saat Game Jadi Primadona Baru untuk Selebriti, Politikus, sampai Militer

Gamer biasanya identik dengan embel-embel “nerd” atau “geek” alias kutu buku, yang pernah punya konotasi buruk. Seiring dengan berkembangnya industri game, budaya gaming menjadi semakin diterima oleh masyarakat. Orang yang mengaku gamer tak melulu mendapatkan cap buruk di mata orang awam. Sebaliknya, berkat esports, image seorang gamer kini berubah 180 derajat. Gamer tak melulu dianggap sebagai orang yang tak punya kehidupan sosial — ahem, no life — mereka juga bisa menjadi idola. Sebut saja Udil Surbakti, seorang pemain Mobile Legends profesional, yang meski punya sikap tengil, toh dielu-elukan oleh para penggemarnya.

Reputasi gamer yang menjadi semakin baik membuat orang-orang tak lagi malu mengaku sebagai seorang gamer. Malah, banyak orang yang mengklaim sebagai gamer agar mereka bisa masuk ke dalam komunitas gaming, mulai dari artis sampai poliitkus.

 

Selebritas dan Tokoh Politik yang Juga Gamer

Henry Cavill — pemain Superman di Man of Steel dan Geralt of Rivia di seri TV The Witcher — merupakan salah satu selebritas yang menyatakan dirinya sebagai seorang geek. Menurut laporan Geek Culture, Cavill mengaku suka memainkan game seperti World of Warcraft, Overwatch, dan Total War. Pada akhir tahun 2019, Cavill sempat menjadi topik hangat di kalangan gamer. Pasalnya, ketika ditanya apakah dia lebih suka bermain di PlayStation atau Xbox, dia menjawab, “PC.”

Cavill menjelaskan, dia menjadi senang bermain game di PC karena ajaran ayahnya ketika masih kecil. Sejak saat itu, dia setia untuk bermain game di PC. Dia bahkan membuat PC-nya sendiri.

Tak hanya aktor, politikus pun bisa menjadi seorang gamer. Ialah Alexandria Ocasio-Cortez alias AOC, seorang anggota kongres Amerika Serikat yang juga aktif memainkan League of Legends. Melalui Twitter, dia tidak segan untuk membuat pengumuman ketika dia berhasil menaikkan ranking-nya. Tak berhenti sampai di situ, pada akhir Oktober 2020, AOC juga melakukan live streaming di Twitch ketika dia bermain Among Us bersama sesama anggota kongres, Ilhan Omar.

Dalam siaran itu, AOC dan Omar bermain bersama beberapa streamer ternama, seperti Imane “Pokimane” Anys, Ali “Myth” Kabbani, Jeremy “Disgusted Toast” Wang, dan Benjamin Lupo alias DrLupo. AOC menyiarkan permainannya secara langsung di Twitch. Tujuan AOC mengadakan siaran di Twitch adalah untuk mendorong para pemain Among Us dan audiens Twitch — yang biasanya masih muda — agar mereka ikut serta dalam pemilihan umum presiden AS.

Menurut laporan Washington Post, banyak masyarakat AS yang tak terlalu peduli pada politik. Seolah itu tidak cukup buruk, mereka biasanya jarang menonton acara politik di TV atau membaca berita politik di koran, sehingga sulit bagi politikus untuk menjangkau mereka. Jadi, politikus yang ingin mendekati orang-orang tersebut, mereka harus menjemput bola. Dalam kasus AOC, dia berusaha mendekat generasi muda melalui game.

Siaran AOC terbukti sukses. Secara real-time, ada 439 ribu orang yang menonton live-streaming AOC, lapor The Guardian. Hal ini menjadikan live streaming AOC sebagai siaran dengan penonton live tertinggi ketiga. Dia hanya kalah dari siaran kolaborasi antara Tyler “Ninja” Blevins dan rapper Drake — yang mendapatkan 628 ribu penonton secara real-time — dan siaran kembalinya Michael “Shroud” Grzesiek ke Twitch, yang ditonton oleh 500 ribu orang.

AOC bukan satu-satunya politikus AS yang pernah melakukan live streaming di Twitch. Presiden AS Donald Trump dan Joe Biden, yang baru saja memenangkan pemilu AS, juga pernah melakukan hal yang sama. Hanya saja, Trump dan Biden gagal untuk menarik audiens sebanyak AOC. Jumlah penonton real-time siaran Biden hanya mencapai 17 ribu orang, sementara Trump 6 ribu orang. Namun, pada akhirnya, tujuan dari ketiga politikus ini sama, yaitu memenangkan hati komunitas gamer — yang biasanya terdiri dari generasi Milenial dan gen Z.

Fenomena serupa — tokoh non-gaming berusaha untuk masuk ke dunia gaming — juga terjadi di Indonesia. Misalnya, pada tahun lalu, Kaesang Pangarepan “bergabung” dengan Genflix Aerowolf. Ariel dari Band Noah bahkan membentuk tim esports sendiri karena kesenangannya bermain game.

Sementara itu, pada September 2020 lalu, Najwa Shihab juga sempat membuat kicauan tentang Among Us, bertanya tentang bagaimana cara memainkan game tersebut. Kicauan perempuan yang akrab dengan sapaan Nana itu mendapatkan 20,5 ribu Likes, 4,4 ribu Retweet, dan 1,2 ribu Quote Tweet. Hal ini menunjukkan tingginya minat masyarakat untuk melihat tokoh idolanya bermain game atau setidaknya, mengobrol tentang game.

 

Merek Kosmetik dan Game

Game sering dianggap sebagai dunia laki-laki. Perempuan yang juga bermain game biasanya diidentikkan dengan perempuan tomboy. Namun, stereotipe itu tak selamanya benar. Tidak sedikit perempuan feminin yang juga suka bermain game. Ialah Michelle Phanbeauty influencer dan pendiri dari EM Cosmetics, yang dikenal berkat video tutorial makeup dan review produk kecantikan yang dia unggah ke YouTube. Di platform video milik Google itu, dia memiliki sembilan juta pengikut.

Namun, kecantikan bukan satu-satunya passion yang Phan miliki. Dia juga senang bermain game. Game favoritnya adalah League of Legends. Sejak karantina mulai diberlakukan, dia juga mulai memainkan The Legend of Zelda: Breath of the Wild. Jadi, tidak heran jika dia juga pernah melakukan live streaming di Twitch.

Pada akhir Oktober 2020, dia memutuskan untuk melakukan sesuatu yang unik: menggabungkan dunia kecantikan dan game. Untuk itu, dia mempromosikan produk baru dari EM Cosmetics — foundation bernama Daydream Cushion — ketika dia tengah melakukan live streaming League of Legends di Twitch. Dan apa yang Phan lakukan terbukti sukses. Pada hari peluncuran, total penjualan Daydream Cushion 278% lebih banyak daripada produk lainnya. Tak hanya itu, 45% trafik ke situs EM Cosmetics masuk ketika Phan melakukan siaran.

“Alasan mengapa saya mau membuat siaran di Twitch adalah karena saya ingin agar interaksi saya dengan audiens saya tidak terbatas pada chatting,” kata Phan, seperti yang dikutip dari Digiday.

Daydream Cushion foundation. | Sumber: EM Cosmetics
Daydream Cushion foundation. | Sumber: EM Cosmetics

Phan bukan satu-satunya pelaku di bidang kecantikan yang memanfaatkan Twitch untuk menjangkau audiens baru. Sebelum pandemi, ada beberapa merek kosmetik yang bekerja sama dengan Twitch. Salah satunya adalah MAC Cosmetics, yang membuat booth di acara tahunan TwitchCon pada September 2019. Sementara itu, Maybelline bekerja sama dengan beberapa top streamer untuk membuat siaran bertajuk “get ready with me“. Sesuai namanya, dalam acara tersebut, para streamer akan menampilkan persiapan mereka sebelum melakukan streaming. Tentu saja, kosmetik yang mereka gunakan bermerek Maybelline. Dalam siaran itu, juga ditampilkan tautan untuk membeli produk kosmetik buatan Maybelline.

Sementara itu, belum lama ini, Hero Cosmetics menggandeng streamer gaming Twitch, Sam Seum, untuk mempromosikan produk mereka. Selama siaran, Seum diminta untuk menggunakan acne patch dari Hero Cosmetics. Tak hanya itu, Seum juga diminta untuk menunjukkan rutinitasnya dalam merawat kulit pada para penonton. ROAS (Return On Ad Spend) Hero Cosmetics dari kerja sama mereka dengan Seum mencapai 150%. Sebagai informasi, ROAS merupakan metrik yang digunakan untuk menghitung pemasukan perusahaan per dollar yang mereka gunakan untuk dana marketing atau iklan. Jadi, kerja sama dengan Seum memungkinkan Hero Cosmetics untuk mendapatkan pemasukan 1,5 kali lebih besar dari biaya yang mereka keluarkan untuk membayar streamer tersebut.

CEO dan Co-founder Hero Cosmetics, Ju Rhyu mengungkap, mempromosikan sebuah produk melalui siaran langsung membuat iklan terlihat lebih otentik, sesuatu yang sulit untuk dilakukan di platform lain selain Twitch. Dia menjelaskan, ketika melakukan siaran langsung, seorang streamer akan bisa membahas produk yang dia promosikan dengan natural.

Walaupun Twitch dikenal sebagai platform streaming untuk gamer, ada beberapa kreator konten yang juga membuat siaran terkait kecantikan. Misalnya, Young Yuh,  seorang influencer skin-care di TikTok. Biasanya, dia melakukan siaran langsung di Twitch dua atau empat kali seminggu. Dia menggunakan kesempatan itu untuk menjawab pertanyaan tentang perawatan kulit dari para pengikutnya. Yuh mengungkap, siaran di Twitch memungkinkannya untuk berinteraksi dengan lebih baik daripada jika dia menggunakan IG Live atau TikTok Live. Alasannya, ketika dia menggunakan IG Live atau TikTok Live, komentar dari para penonton berlalu dengan sangat cepat, sehingga dia tidak bisa memerhatikan apa yang penonton katakan.

Konten video di kategori Beauty & Body Art di Twitch naik.
Konten video di kategori Beauty & Body Art di Twitch naik.

Dan memang, video kecantikan atau konten non-gaming ternyata cukup diminati oleh pengguna Twitch. Buktinya, jumlah video non-gaming di platform itu naik hingga empat kali lipat. Sementara pada Agustus 2020, jumlah konten dalam kategori “Beauty & Body Art” naik 208% jika dibandingkan dengan pada November 2019. Selain itu, belakangan Twitch juga menyediakan kategori baru selain gaming, seperti kategori olahraga tradisional.

“Banyak orang yang menghabiskan waktunya di rumah sepanjang 2020. Hal ini tidak hanya membuat tingkat engagement naik di Twitch, tapi juga membuat jenis konten yang tampil di platform kami menjadi semakin beragam,” kata Head of Sales for Americas, Twitch, Sarah Looss.

Lalu, apakah hal ini berarti semua merek non-gaming bisa menjangkau komunitas gaming hanya dengan membuat siaran langsung di Twitch? Oh, tentu tidak. Seperti yang disebutkan oleh Phan, memahami komunitas Twitch merupakan kunci sukses bagi sebuah perusahaan non-endemik yang ingin menjangkau komunitas gamer. Untuk sukses, sebuah merek harus bisa menggandeng streamer yang tepat dan menyajikan konten yang sesuai minat para penonton. Karena jika mereka gagal melakukan itu, melakukan streaming di Twitch justru bisa menjadi senjata makan tuan.

 

Streamer Militer AS yang Justru Menuai Kritik

Salah satu institusi yang mencoba untuk menggaet para gamer di Twitch dan gagal adalah militer Amerika Serikat. Baik Angkatan Darat (Army) maupun Angkatan Laut (Navy) dari AS punya tim yang bertugas untuk melakukan siaran langsung di Twitch. Tim itu terdiri dari anggota cadangan maupun tentara yang masih aktif.

Apa tujuan mereka?

Mantan perekrut dan ranger di Angkatan Darat AS, Marty Skovlund Jr., membandingkan siaran yang dilakukan oleh militer AS di Twitch seperti Coca-Cola yang menampilkan produk mereka dalam sebuah film. “Melihat Coca-Cola di film tidak akan mendorong Anda untuk membeli Coca-Cola, tapi hal itu sudah cukup untuk membuat Anda tahu akan merek minuman tersebut,” kata Skovlund, menurut laporan Wired. “Melakukan streaming di Twitch merupakan bagian dari proses perekrutan militer, walau mereka tidak secara aktif merekrut para penonton.”

Angkatan Laut AS punya tim esports yang menyiarkan konten di Twitch. | Sumber: military.com
Angkatan Laut AS punya tim esports yang menyiarkan konten di Twitch. | Sumber: military.com

Hanya saja, rencana militer AS melakukan siaran di Twitch untuk mendekatkan diri dengan generasi muda justru menjadi bumerang. Mereka tidak hanya mendapatkan protes dari aktivis, mereka juga sering mendapatkan komentar negatif dari para penonton. Tidak sedikit penonton yang justru mempertanyakan kejahatan perang yang dilakukan oleh militer AS, menurut The Verge.

 

Kesimpulan

Jumlah gamer diperkirakan mencapai 2,7 miliar pada 2020. Dengan ini, game telah menjadi semakin mainstream. Dan seperti kata pepatah, di mana ada gula, di situ ada semut. Jika ada komunitas besar, di situ ada pihak yang ingin menjangkau orang-orang tersebut. Jadi, jangan heran jika perusahaan, institusi, atau tokoh yang tidak ada kaitannya dengan game kini juga mulai menunjukkan ketertarikan untuk masuh ke ranah game.

Leica Q2 Monochrom Adalah Kamera Seharga $6.000 yang Hanya Bisa Memotret dan Merekam Video Hitam-Putih

Di industri fotografi, mungkin cuma Leica yang bisa menciptakan kamera hitam-putih seharga puluhan juta rupiah. Pada kenyataannya, Leica belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti meski sudah menjalani tren absurd tersebut sejak 2012.

Pabrikan asal Jerman itu baru saja memperkenalkan Leica Q2 Monochrom, sebuah kamera mirrorless dengan sensor full-frame yang hanya mampu menjepret gambar hitam-putih. Kalau namanya terdengar familier, itu karena Anda pernah mendengar soal Leica Q2, saudara kandungnya yang mengemas sensor ‘normal’, yang sudah hadir lebih dulu sejak Maret 2019.

Yang mungkin jadi pertanyaan, kenapa harus ada kamera dengan sensor monokromatik? Kenapa tidak memotret menggunakan Leica Q2 standar, lalu menambatkan filter hitam-putih saja pada hasil fotonya? Well, hasil akhirnya bakal berbeda, sebab sensor hitam-putih milik Leica Q2 Monochrom mampu menyerap lebih banyak cahaya meski resolusinya sama persis di angka 47,3 megapixel.

Menurut Leica, sensor milik Q2 Monochrom punya dynamic range 2 stop lebih tinggi daripada milik Q2 standar (13 EV dibanding 11 EV). Tingkat ISO maksimumnya pun telah ditingkatkan menjadi 100.000, dan secara keseluruhan Q2 Monochrom sanggup menangkap gambar dengan tingkat ketajaman yang lebih baik berkat absennya filter warna pada sensornya.

Pertanyaan selanjutnya, apa perbedaan antara Leica Q2 Monochrom dan Leica M10 Monochrom? Keduanya memang sama-sama hanya bisa menjepret gambar hitam-putih, akan tetapi Q2 Monochrom tidak masuk kategori rangefinder, yang berarti pengguna bisa sepenuhnya mengandalkan sistem autofocus, yang kebetulan juga punya kinerja yang sangat gegas. M10 Monochrom juga tidak bisa dipakai untuk merekam video, sedangkan Q2 Monochrom mendukung perekaman dalam resolusi maksimum 4K 30 fps, tentu saja dalam tampilan hitam-putih.

Selebihnya, Leica Q2 Monochrom cukup identik dengan versi standarnya. Ia turut dibekali lensa fixed 28mm f/1.7 ASPH seperti saudaranya, dan pengguna juga masih bisa memanfaatkan crop mode dengan tiga pilihan focal length: 35mm, 50mm, dan 75mm. Layar sentuh 3 inci yang mendominasi panel belakangnya pun sama persis, demikian pula viewfinder elektronik dengan panel OLED beresolusi 3,68 juta dot di atasnya.

Satu-satunya perbedaan fisik yang paling mencolok adalah hilangnya logo merah Leica pada bodi Q2 Monochrom. Penampilannya pun semakin stealthy dengan tidak adanya aksen warna kuning maupun merah sama sekali. Di luar itu, rangka yang digunakan tetap terbuat dari bahan magnesium, serta tahan cipratan air dan debu dengan sertifikasi IP52.

Untuk harganya, Leica melepas Q2 Monochrom ke pasaran dengan banderol resmi $5.995, atau $1.000 lebih mahal daripada harga Q2 standar. Di Indonesia, Q2 standar dihargai Rp81,9 juta, yang berarti harga Q2 Monochrom mungkin bisa mendekati Rp100 juta.

Sumber: DPReview.

Ruangpeduli Diluncurkan, Mengakomodasi Bantuan Sosial untuk Pendidikan

Setelah Mendikbud menyatakan kondisi akibat pandemi belum memungkinkan kegiatan belajar-mengajar berlangsung secara normal, terdapat ratusan ribu sekolah ditutup sementara untuk mencegah penyebaran Covid-19. Puluhan juta siswa kini melakukan kegiatan belajar dari rumah dan kurang lebih empat juta guru melakukan kegiatan mengajar jarak jauh. Sayangnya, berbagai keterbatasan banyak ditemui, sehingga membuat agenda belajar daring tersebut kurang optimal.

Melihat kondisi tersebut, Ruangguru meluncurkan inovasi barunya yang diberi nama Ruangpeduli. Melalui platform ini, mereka ingin menghubungkan seluruh stakeholder dalam dunia pendidikan seperti pelajar, guru, sekolah, dan lainnya dengan berbagai pihak yang memiliki kapasitas untuk membantu. Ruangguru akan memusatkan dan melaksanakan seluruh kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) yang selama ini sudah berjalan dan yang akan datang, di dalam Ruangpeduli.

Co-Founder & CEO Ruangguru Belva Devara mengungkapkan, “Kondisi pandemi yang kita hadapi saat ini makin memperbesar berbagai tantangan pendidikan. Kami meluncurkan Ruangpeduli karena percaya bahwa gerakan peduli pendidikan bisa dibuat lebih terstruktur dan kolaboratif. Harapannya, lewat Ruangpeduli, akan ada lebih banyak individu dan lembaga yang terpanggil untuk berkontribusi untuk pendidikan Indonesia.”

Dalam platform ini, individu maupun lembaga dapat mengajukan program sosial pendidikan yang membutuhkan bantuan. Beberapa program pendidikan telah berlangsung melalui kerja sama dengan para mitra, seperti beasiswa pelatihan guru, beasiswa pendampingan siswa, pembelajaran intensif untuk siswa putus sekolah, dan akses gratis ke konten pendidikan.

“Adaro Foundation telah menjalin kerja sama dengan Ruangguru beberapa tahun terakhir. Visi dan misi kami beriringan, yakni meningkatkan kualitas pendidikan melalui sumber daya manusia yang mumpuni. Pelatihan guru dan beasiswa bagi pelajar telah kami berikan dan juga turut menyasar daerah 3T di Indonesia,” ujar Ketua Umum Adaro Foundation Okty Dayamanti.

Sebagai platform edtech, Ruangguru memiliki jaringan serta kapasitas dalam lingkup pendidikan Indonesia. Ruangguru juga bermitra dengan Kitabisa dan Benih Baik dalam urusan penggalangan dana. Seluruh proses akan dikelola oleh tim Ruangguru dan mitra terkait, timnya mengaku tidak mengambil komisi atau menerima dana dalam bentuk apapun.

“Kitabisa memiliki semangat yang sama dengan Ruangguru untuk menghubungkan jutaan kebaikan termasuk kebaikan di dunia pendidikan. Kemitraan ini menjadi awal yang baik dalam memudahkan para orang baik menyalurkan bantuan bagi para guru, siswa, dan pihak lain yang membutuhkan
bantuan pendidikan”, ujar Co-Founder & CEO Kitabisa.com Muhammad Alfatih Timur.

Terkait jenis kerja sama yang akan dilakukan bersama para mitra, Firdaus Juli,
Co-founder Benih Baik turut menyampaikan bahwa segala hal yang terkait pendidikan akan dilancarkan, karena hal itu merupakan root atau akar. “Kami menyambut positif kerja sama dengan Ruangguru untuk memperluas akses bantuan di sektor pendidikan. Kita harus menggandeng banyak mitra dalam menjangkau pihak-pihak yang berhak memperoleh bantuan pendidikan, agar dampak yang dihasilkan semakin luas,” tambahnya.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

IDEAFEST 2020 akan Digelar Virtual, Tampilkan 110 Tokoh Inspiratif

Festival kreatif IDEAFEST kembali akan digelar tahun ini. Menyesuaikan kondisi di tengah pandemi, untuk pertama kalinya acara yang rutin diselenggarakan sejak tahun 2011 ini akan dilaksanakan secara virtual. Kali ini mengusung tema “Restart”, untuk mengajak masyarakat memulai dan kembali membangun ekonomi.

Covid-19 telah berdampak pada ekosistem ekonomi, sosial, lingkungan, dan juga kreatif di Indonesia. Walaupun berbagai langkah kebijakan dan penyesuaian untuk kondisi normal baru telah dilakukan, namun tentu tidak dapat berlaku universal. IDEAFEST 2020 diselenggarakan dalam format virtual, menghadirkan aspek-aspek pengalaman offline di platform online.

“Peran ekonomi kreatif sangat penting dalam proses pembangunan. Produktivitas di tengah pandemi ini melahirkan banyak wirausaha ekonomi baru. Melalui kerja sama dengan Kemenparekraf, sebagai dukungan dari pemerintah, untuk mendukung pengembangan 17 subsektor ekonomi kreatif, IDEAFEST menyediakan akses informasi dengan beragam konten dan program yang dapat menginspirasi masyarakat. Sehingga kegiatan ini dapat mendorong dan memberikan dampak ekonomi, termasuk keterlibatan generasi muda dalam komunitas kreatif di Indonesia,” ujar CEO Samara Media & Entertainment Ben Soebiakto selaku pemrakarsa pagelaran ini.

IDEAFEST 2020 hadir dengan berbagai program meliputi Talks & Conference, IdeaSpark Forum, Virtual Experience Expo, Music, dan F&B. Acara akan digelar pada 13-15 November 2020. IDEAFEST 2020 juga berfokus terhadap pengembangan generasi muda dan youth entrepreneurship.

“Industri kreatif Indonesia di berbagai sektor saat ini banyak diciptakan oleh generasi muda. Karena itu, IDEAFEST memberikan mereka wadah untuk mendapatkan informasi, mengembangkan keterampilan, dan menciptakan kolaborasi,” ungkap Ben.

Tahun ini akan menampilkan lebih dari 110  tokoh dan 6 program yang relevan dengan tren industri kreatif saat ini. Sehingga IDEAFEST 2020 dapat menjadi referensi terkini bagi insan kreatif dan kolaborasi lintas industri.

Berikut beberapa deretan figur inspiratif yang akan mengisi acara Baim Wong, Raisa Andriana, Najla Bisyir, Tantri Namirah, Jonathan Sudharta, Elora Hardy, Keenan Pearce, Marissa Anita, Valencia Nathania, Benson Putra, Sendy Ariani, Dhika Himawan, dan masih banyak lagi.

“2020 merupakan tahun penuh tantangan bagi semua orang. Namun, ini juga memberikan kita kesempatan untuk restart dan menghidupkan kembali semangat menuju hari esok yang lebih baik. Semoga IDEAFEST 2020 dapat membantu masyarakat dan komunitas dalam menanggapi lanskap pembangunan yang berubah dengan cepat, menghadirkan solusi baru, dan menciptakan kemitraan sehingga industri ekonomi kreatif Indonesia dapat terus bangkit di tengah masa sulit sekalipun,” tutup Ben.

Informasi lebih lanjut dan tiket bisa didapat melalui situs resmi IDEAFEST 2020: https://ideafest.id.

IDEAFEST 2020

Disclosure: DailySocial merupakan media partner IDEAFEST 2020