Acer Luncurkan Segudang Produk Baru, Tapi Mana Smartphone Gaming Predator?

Melalui sebuah livestream berjudul Next@Acer 2020 yang disiarkan pada tanggal 21 Oktober kemarin, Acer menyingkap sederet perangkat baru yang sangat menarik. Dari lini laptop ConceptD misalnya, selain memperbarui spesifikasi ConceptD 7 dan ConceptD 7 Pro, Acer turut mengungkap PC desktop ConceptD 300 yang sangat mencuri perhatian berkat desainnya yang elegan sekaligus timeless.

Lalu di segmen Chromebook, Acer memperkenalkan Chromebook Spin 513 yang ditenagai chipset Qualcomm Snapdragon 7c. Juga menarik adalah kolaborasi perdana antara Acer dan Porsche Design, yakni sebuah laptop premium dengan desain yang terinspirasi mobil sport, lengkap beserta sejumlah aksesori yang tak kalah mewah.

Beralih ke sektor gaming, tidak tanggung-tanggung, Acer meluncurkan enam monitor gaming baru sekaligus, termasuk salah satunya yang benar-benar dirancang secara spesifik agar tidak mudah membuat mata lelah, yang sudah memenuhi standar yang ditetapkan oleh Eyesafe.

Acer juga membahas lebih jauh mengenai Planet9, sebuah platform esports yang mereka perkenalkan pertama kali pada bulan September lalu. Satu bagian paling menarik dari Planet9 adalah SigridWave, sebuah sistem penerjemah berbasis AI yang diciptakan untuk menjembatani komunikasi antar gamer tanpa harus terbendung perbedaan bahasa.

Sejauh ini sudah mendukung bahasa Inggris dan Mandarin, SigridWave dilatih agar benar-benar memahami terminologi gaming. Jadi ketimbang menerjemahkan kata “camper” sebagai “orang yang sedang berkemah”, SigridWave tahu yang dimaksud adalah “pemain yang berdiam di satu posisi dan menunggu musuh datang”.

AcerPure Cool / Acer
AcerPure Cool / Acer

Dalam kesempatan yang sama, Acer bahkan turut memperkenalkan lini produk baru bernama AcerPure yang berfokus di bidang lifestyle. Produk pertama dari lini tersebut adalah AcerPure Cool, kombinasi antara pembersih sekaligus penyejuk udara yang sangat relevan terhadap situasi pandemi.

Bersama sejumlah media lain, saya berkesempatan untuk mewawancarai lima eksekutif dari Acer guna menanyakan mengenai sejumlah hal terkait produk-produk baru Acer tadi. Kelima eksekutif tersebut adalah:

  • Tiffany Huang – Co-COO dan President of Corporate Marketing, Business Planning and Operations
  • Andrew Chuang – General Manager of Esports Service and Rugged Computing
  • Andrew Hou – President of Pan-Asia Pacific Operations
  • James K Lin – General Manager of Notebook Products Business
  • Jerry Kao – Co-COO and President of IT Products

Tanpa berlama-lama, pembicaraan kami langsung mengarah ke AcerPure, cukup wajar mengingat ini merupakan bidang baru yang belum pernah Acer geluti sebelumnya. Tiffany sendiri membenarkan bahwa ini merupakan upaya Acer untuk memperluas lineup produk mereka di luar bisnis utamanya, dan pembersih udara dipilih berkat relevansinya terhadap situasi pandemi.

Namun yang menarik adalah, seperti yang dijelaskan oleh James, Acer sebenarnya sudah mulai menggarap kategori ini sejak tahun lalu, tapi kala itu fokusnya hanya untuk ranah komersial. Barulah di awal 2020 ini, Acer melihat adanya peluang lini produk baru AcerPure ini untuk segmen konsumen umum.

Ke depannya dipastikan bakal ada kategori produk lainnya, tapi untuk sekarang, prioritas Acer adalah AcerPure Cool itu tadi. Kabar baiknya, Acer sudah berencana untuk menghadirkannya ke Indonesia mulai awal tahun 2021.

Saya sendiri lebih tertarik dengan sektor gaming, dan pertanyaan pertama yang saya lontarkan adalah, “Kapan Acer bakal membuat smartphone gaming Predator?” Tiffany pun tertawa, lalu lanjut menjelaskan bahwa mereka selalu terbuka terhadap peluang. Beliau bahkan sempat menyinggung sendiri terkait kegagalan Acer di industri smartphone beberapa tahun lalu, dan yang saya tangkap, itu bukan berarti Acer sudah menyerah.

Kalau tren smartphone gaming terus ramai ke depannya, bukan tidak mungkin kita akan melihat penawaran serupa dari Acer. Pun demikian, supaya tidak ada kesalahpahaman, Jerry menambahkan bahwa untuk sekarang Acer belum punya keinginan sama sekali soal itu.

Lalu ketika mulai membahas esports, saya langsung menanyakan tentang teknologi penerjemah berbasis AI SigridWave itu tadi. Jujur saya penasaran apakah Acer berniat untuk melisensikannya ke platform lain, atau mungkin ke layanan seperti Discord atau TeamSpeak. Andrew Chuang dengan tegas menjawab tidak, setidaknya untuk sekarang.

Terkait monetisasi Planet9, Andrew menjabarkan bahwa ke depannya mereka bakal mengeksplorasi sejumlah cara. Bisa dengan memberikan coaching, iklan, atau berjualan in-game item. Opsi lain yang tak kalah menarik adalah, Planet9 sebagai pusat data profil pemain-pemain profesional, yang kemudian mungkin bisa dijual ke para stakeholder esports.

Acer Chromebook Spin 513 / Acer
Acer Chromebook Spin 513 / Acer

Terakhir, kami juga sempat berbicara banyak mengenai Chromebook. Dalam penjelasannya, Andrew Hou memaparkan satu fakta yang sangat menarik: sampai kuartal ketiga kemarin, penjualan Chromebook yang dicatatkan Acer di Indonesia naik sebesar 2.601%. Ya, saya bukan salah ketik, tapi memang angka penjualannya naik 26 kali lipat dari tahun sebelumnya.

Rupanya, peningkatan sangat drastis ini datang dari keberhasilan Acer memenangkan sejumlah tender pendidikan dari pemerintah, dan hal yang sama juga terjadi di negara-negara lain seperti Jepang atau Filipina. Di Indonesia sendiri, Acer sekarang memimpin pangsa pasar Chromebook dengan 80%.

Oh ya, saya juga sempat meminta pendapat Acer mengenai tren laptop foldable. Soal itu, James menjelaskan bahwa Acer sebenarnya sudah mengeksplorasi laptop foldable selama beberapa tahun, namun mereka masih belum menemukan cara terbaik untuk menyajikan user experience yang paling optimal dari form factor tersebut.

Kalau melihat obsesi Acer terhadap laptop yang tipis dan ringan, sekaligus yang terkadang punya desain tidak umum, saya yakin di pusat R&D-nya sudah ada beberapa prototipe laptop foldable. Namun kalau bicara soal user experience, tentu saja kita juga harus menyinggung soal Microsoft sebagai penyedia sistem operasinya, dan sejauh ini mereka memang belum punya versi Windows 10 yang benar-benar matang untuk perangkat foldable.

[Bahas Smartphone] Samsung Galaxy M51, Smartphone dengan Baterai 7.000 mAh

Samsung telah meluncurkan smartphone Galaxy M series terbarunya di Indonesia, yaitu Galaxy M51. Perangkat ini dirancang untuk menemani berbagai aktivitas penggunanya sepanjang hari, dengan tiga pilar utama pada baterai, layar, dan performa.

Ya, fitur paling mencolok pada Galaxy M51 ialah kapasitas baterainya yang mencapai 7.000 mAh. Menurut Samsung, perangkat ini bisa buat telponan hingga 64 jam, atau mendengarkan musik hingga 182 jam, dan hingga 34 jam buat streaming maraton nonton film series, dua season bisa dibabat habis.

DSC06265

Samsung paham betul, baterai jumbo tersebut perlu pasangan yang tepat. Dalam paket penjualannya, Galaxy M51 pun sudah dilengkapi adaptor charger dengan teknologi Super Fast Charging 25W yang dapat mengisi penuh baterai 7.000 mAh dalam waktu kurang lebih 115 menit.

Kabel data yang disertakan sudah menggunakan USB Type-C ke USB Type-C dan dengan kemampuan Wired Powershare, Galaxy M51 bisa berfungsi layaknya power bank. Anda bisa berbagi daya dengan smartphone lain yang menggunakan port USB Type-C.

Nah penggunaan baterai besar tentunya membuat bodinya tidak tipis dan bakal berat, tebalnya di angka 9,5mm dan bobotnya 213 gram. Kalau dibandingkan langsung dengan smartphone keluaran sekarang, memang terlihat tebal tapi menurut saya masih wajar dan justru terasa mantap di tangan.

DSC06268

Selain baterai, aspek layar dan performa menjadi fokus utama dan tak tanggung-tanggung Samsung mencomotnya dari Galaxy A71. Ia mengusung Infinity-O display dengan panel Super AMOLED Plus 6,7 inci, resolusinya 1080×2400 piksel dalam rasio 20:9 dan bentang layarnya diproteksi Gorilla Glass 3.

Sementara, dari sisi performa Galaxy M51 ditenagai oleh chipset Snapdragon 730G. SoC ini memiliki fabrikasi 8nm, mengemas CPU octa-core yang terdiri dari dual-core 2.2GHz Kryo 470 Gold dan hexa-core 1.8GHz Kryo 470 Silver, serta GPU Adreno 618. Beserta RAM 8GB dan penyimpanan internal 128GB.

DSC06267

Kemampuan fotografinya juga identik dengan Galaxy A71, Galaxy M51 dibekali empat unit kamera dengan kamera utama 64MP. Ditemani kamera 12MP dengan lensa ultra wide dan masing-masing 5MP dengan lensa macro dan sebagai depth sensor.

Sebagai smartphone Galaxy M series, Galaxy M51 hanya dijual secara online di e-commerce dan market place online. Tersedia dalam dua opsi warna, black dan white dengan harga Rp5.499.000. Selain merupakan smartphone Samsung dengan kapasitas baterai terbesar yang pernah hadir, ia juga dilengkapi dengan NFC sekaligus menjadikannya sebagai smartphone Galaxy M series pertama yang memilikinya.

Kok bisa murah? Samsung memang berusaha menghadirkan produk dengan value terbaik, namun tentunya ada sejumlah penyesuaian untuk menekan harga. Misalnya dalam paket penjualan Galaxy M51 tidak dilengkapi earphone, antigores, dan case bawaan. Kemudian sensor sidik jarinya berada di sisi samping dan menggunakan One UI Core. Untuk lebih detailnya, tunggu review selengkapnya Samsung Galaxy M51 di Dailysocial.

Cara Membuat Subdomain di Cpanel

Sebelum membahas cara membuat subdomain di Cpanel, kita ulas sedikit apa itu subdomain dan apa sih fungsinya. Subdomain merupakan bagian dari domain yang hanya dapat dibuat di depan domain utama. Misalnya domain utama Anda abc.com, maka sub domain bisa menjadi blog.abc.com atau forum.abc.com.

Continue reading Cara Membuat Subdomain di Cpanel

Digital Future Exchange Jadi Corong Enam Perusahaan Kripto Gairahkan Ekosistem

Pekan lalu (16/10), sejumlah pemain aset digital yang terdiri atas Upbit, Indodax, Zipmez, Pintu yang didukung Kliring Berjangka Indonesia (KBI) dan Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) menyepakati untuk pendirian entitas baru bernama “Digital Future Exchange” yang berspesialisasi pada aset digital.

Pendirian ini menjadi “game changer” buat iklim aset kripto di Indonesia; jadi lebih bergairah karena ambisi yang disasar adalah menciptakan ekosistem perdagangan aset kripto yang sesuai dengan regulasi. Tepatnya adalah Peraturan Kepala Bappebti (Perka) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka.

“Hadirnya DFX merupakan cita-cita bagi para pelaku industri aset digital secara umum, dan pedagang fisik aset kripto secara khusus. Pendirian DFX bertujuan untuk menciptakan bursa berjangka yang fokus di bidang perdagangan aset digital, sebagaimana diamanatkan oleh Perka No.5/2019,” ucap Country Counsel Upbit Indonesia Putra Nugraha kepada DailySocial.

Mengacu pada beleid yang disahkan pada awal tahun lalu tersebut, BAPPEBTI menyatakan beberapa ketentuan teknis yang harus dipatuhi oleh pemain kripto. Di antaranya adanya bursa berjangka, pasar fisik aset kripto, lembaga kliring berjangka, pengelola tempat penyimpan aset kripto, pedagang fisik aset kripto harus memiliki modal Rp1 triliun.

Lalu, calon pedagang fisik aset kripto (berlaku untuk pemain baru yang ingin masuk sebagai pedagang fisik aset kripto) harus memiliki modal Rp100 miliar, punya pegawai dengan sertifikasi CISSP dan ISO 27001 untuk organisasi, dan terakhir, aset kripto harus masuk top 500 coinmarketcap.

Putra melanjutkan, saat ini pihak-pihak yang telah menyatakan kesediaannya untuk menjadi pemegang saham DFX adalah Upbit, Indodax, Zipmex, Pintu, KBI, dan BBJ. Sementara, pedagang pasar aset fisik aset kripto lainnya telah menyatakan kesediaannya untuk menjadi anggota komite di DFX.

Seluruh pihak di atas akan dilibatkan dalam pengambilan keputusan-keputusan tertentu dalam DFX. Kepesertaan di DFX tidak terbatas hanya untuk pedagang fisik aset kripto saja, namun terbuka bagi pelaku pasar lain, termasuk pelaku pasar yang relevan di bidang komoditi, digital, serta industri penunjangnya.

“Namun demikian, kondisi ini masih bersifat tentatif karena kami masih menunggu perkembangan pasar lebih lanjut.”

BAPPEBTI saat ini baru memberikan izin operasional untuk 13 perusahaan exchange. Nama-nama di atas adalah di antaranya. Selain itu ada Tokocrypto, Triv, Bursa Cripto Prima, Luno, Rekeningku, Digital Exchange, Koinku, Bitocoto, dan Plutonext Digital Aset.

Secara terpisah, dalam keterangan resmi, perwakilan dari KBI dan BBJ menyatakan dukungannya terhadap DFX. “BBJ tertarik untuk bergabung dengan DFX [..]. Usulan rencana bergabung dengan DFX telah dijadwalkan untuk dibahas dalam RUPSLB BBJ pada akhir Oktober ini,” kata Direktur Utama BBJ Stephanus Paulus Lumintang.

Putra enggan merinci rencana DFX akan seperti apa ke depannya. Ia hanya memastikan DFX akan memulai kegiatan operasional pada tahun depan, setelah mendapatkan persyaratan dan persetujuan yang diperlukan dari BAPPEBTI.

DFX akan menjadi bursa berjangka yang diatur di bawah BAPPEBTI, menyediakan sistem untuk memfasilitas perdagangan aset digital dan derivatif aset digital untuk anggota yang telah mendapatkan persetujuan dari regulator.

Ia menyatakan, sebagaimana layaknya praktik yang berlaku, para pemegang saham akan tetap menjalankan kegiatan usahanya seperti biasanya. Namun demikian, DFX menjadi suatu self-regulatory organization (SRO) yang memiliki tugas, kewenangan, serta tanggung jawab terkait perdagangan aset digital, berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.

Menurutnya, dengan ekosistem seperti ini akan menyelesaikan salah satu tantangan terbesar yang ada di industri, yakni mendapatkan kepercayaan terkait perdagangan aset kripto yang aman dan bertanggung jawab. “Untuk mewujudkan itu, DFX akan menerapkan sistem operasi yang mutakhir,” pungkasnya.

Hi App dan Optimismenya Merebut “Kue Bisnis” di Aplikasi Pesan Instan

Aplikasi pesan instan lokal Hi App meresmikan kehadirannya ke publik pada Selasa (20/10) kemarin. Sebagai pendatang baru, mereka cukup optimis dapat meraup kue di bisnis aplikasi pesan instan yang “berat sebelah” karena dikuasai oleh pemain dari luar.

Dalam tulisan DailySocial sebelumnya, salah seorang narasumber mengatakan bahwa salah satu pangkal isu mengapa belum ada aplikasi messaging lokal yang mendominasi di negaranya sendiri adalah tidak berhasil menciptakan efek jaringan (network effect), bagian terpenting karena ini adalah fundamental dari aplikasi messaging.

Network effect merupakan efek yang menciptakan pengguna dan orang-orang di sekitar mereka menggunakan aplikasi yang sama untuk berkomunikasi satu sama lain.

Hi App punya pandangan bahwa untuk menciptakan hal tersebut, berkorelasi dengan fitur-fitur yang ditawarkan. Managing Director Hi App Michelle Kusuma menuturkan, fitur ini sangat penting dan dalam menciptakannya tidak akan terjadi dalam semalam saja.

“Elemen apa yang hilang dalam masyarakat kita yang dapat merevolusi cara kita berkomunikasi satu sama lain? Tidak ada satu jawaban mutlak untuk pertanyaan ini dan itu akan selalu berkembang,” ucap Michelle kepada DailySocial.

Pengembangan Hi App saat ini dan ke depannya sangat bergantung pada analisis data komprehensif dan riset pasar untuk menentukan fitur mana yang secara khusus akan berguna untuk pasar Indonesia. Perusahaan akan melakukan survei dan wawancara dengan berbagai kelompok orang untuk mendapatkan pemahaman lebih baik tentang masalah komunikasi yang dihadapi banyak orang di Indonesia.

Juga, berkolaborasi dengan komunitas-komunitas sesuai dengan segmentasinya, sehingga para pengguna dapat mencoba dan merekomendasikan Hi App ke orang-orang di sekitarnya.

Di Indonesia sendiri, saat ini ada beberapa aplikasi pesan yang dibuat pengembang lokal. Selain Hi App, ada ChatAja, liteBIG, Catfiz, dan lainnya. Bahkan beberapa yang pernah hadir di pasar akhirnya berguguran.

Fitur dan target Hi App

Sejauh ini fitur-fitur yang terdapat di Hi App adalah penerjemah, chat organizer, berbagi file, mode terang dan gelap.

Product Specialist Hi App Fanny Febriani Susilo menjelaskan, fitur penerjemah dihadirkan untuk orang Indonesia yang saat ini juga berinteraksi dengan orang lain yang tidak bisa berbahasa Indonesia, sehingga menjadi kendala saat berkomunikasi. Bahasa yang dapat diterjemahkan saat ini adalah Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris dan sebaliknya.

Lalu, fitur chat organizer yang memisahkan ruang obrolan personal dan grup, sehingga tidak tercampur seperti aplikasi sejenis yang sudah ada. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik orang Indonesia yang sifatnya cenderung komunal, gemar berbincang-bincang, serta berbagi informasi di grup.

Untuk mendukung keleluasaan pengguna dalam berbagi file, Hi App menyediakan kapasitas file yang bisa dibagikan maksimal 100 Mb. Pengguna dapat berbagi dokumen, foto, dan video di ruang obrolan mereka.

Aspek lainnya yang diperhatikan Hi App adalah memanfaatkan end-to-end encryption secara default untuk setiap pesan yang dikirimkan dan tidak pernah menyimpan pesan pengguna di server dalam format biasa. Hal ini untuk menjamin perlindungan data dan privasi pengguna.

Ditambah, menerapkan sistem identitas end-to-end yang aman dengan menggunakan autentikasi nomor telepon melalui verifikasi OTP. Fanny menuturkan, aplikasi Hi App dirancang sangat ringan, sehingga bisa digunakan dengan lancar dalam berbagai jenis ponsel, baik low-end hingga high-end.

“Aplikasi ini sudah bisa dipasang pada ponsel dengan sistem operasi minimum Android 5.1 Lollipop dan iOS 11.”

Michelle melanjutkan, saat ini Hi App baru bermain di segmen B2C terlebih dulu, baru melanjutkan ke B2B. “Tim pengembang Hi App saat ini sedang mengerjakan fitur berikutnya yang kami harap dapat membantu bisnis-bisnis beradaptasi.”

Fitur tersebut belum dapat ia beberkan, tapi ia yakin bahwa fitur akan dirancang dengan mempertimbangkan sinergitas antara sektor bisnis formal dan informal, terutama menyangkut dukungan terhadap sektor usaha mikro, kecil, dan menengah.

Dari peluncuran ini, ia berharap Hi App mampu menarik setidaknya lebih dari 700 ribu unduhan hingga tahun depan. “Perkiraan seperti ini mungkin akan berubah seiring kami merilis lebih banyak fitur dan menganalisis lebih banyak data pasar ke depannya,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Mengulik di Balik Investasi EVOS, Ekspansi ke Jepang?

Sama seperti Indonesia, kebanyakan — jika tidak semua — negara-negara di Asia Tenggara merupakan negara mobile-first. Kebanyakan dari masyarakat Indonesia mengenal internet melalui smartphone. Jadi, jangan heran jika di Tanah Air dan negara-negara tetangga, mobile game menjadi lebih populer daripada game PC dan konsol.

Menurut Newzoo, sekitar 82% masyarakat di Asia Tenggara bermain game. Sebanyak 80% merupakan mobile gamer. Sementara itu, pemasukan industri gaming di Asia Tenggara mencapai US$4,4 miliar pada 2019, naik 16% dari tahun sebelumnya. Dari total pendapatan industri gaming, US$3,1 miliar atau sekitar 70%, berasal dari mobile game.

Selain bermain game, para gamer di Asia Tenggara juga senang menonton pertandingan esports. Diperkirakan, jumlah penonton esports di ASEAN mencapai 30 juta orang pada akhir 2019, naik 22% dari tahun sebelumnya. PUBG Mobile menjadi salah satu game esports yang paling banyak ditonton. Selain itu, game esports lain yang populer adalah Mobile Legends: Bang Bang. Menariknya, negara-negara di Asia Tenggara punya preferensi yang berbeda-beda. Keragaman ini menjadi salah satu daya tarik Asia Tenggara bagi para investor.

 

EVOS Esports Dapat Investasi US$12 Juta

Banyaknya perusahaan non-endemik yang tertarik untuk menjadi sponsor turnamen dan organisasi esports menjadi salah satu bukti dari pesatnya pertumbuhan industri esports. Bukti lainnya adalah semakin banyak investor, termasuk venture capital, yang melirik para pelaku industri esports. ONIC Esports dan EVOS Esports merupakan dua organisasi esports asal Indonesia yang pernah mendapatkan investasi dari venture capital sebelumnya. Belum lama ini, EVOS kembali mendapatkan kucuran modal.

Sumber: MPL Indonesia
EVOS jadi salah satu tim di MPL | Sumber: MPL Indonesia

Pada 13 Oktober 2020, Attention Holdings Pte. Ltd., perusahaan induk dari EVOS Esports, berhasil mengumpulkan investasi seri B senilai US$12 juta. Ronde pendanaan kali ini dipimpin oleh Korea Investment Partners. Beberapa investor lain yang juga ikut serta dalam ronde pendanaan kali ini antara lain Mirae Asset Ventures, Woowa Brothers, dan IndoGen Capital. Insignia Ventures Partners, yang memimpin ronde pendanaan seri A untuk EVOS pada tahun lalu, juga ikut dalam ronde pendanaan ini.

Esports tumbuh pesat dalam beberapa tahun belakangan,” kata Sang-Ho Park, Executive Director of Korea Investment Partners dalam pernyataan resmi dari EVOS Esports. “Dan Attention Holdings berhasil menjadi platform esports paling maju di Asia. CEO EVOS, Ivan Yeo dan timnya berhasil menunjukkan pada kami rencana mereka di masa depan. Kami percaya, mereka akan dapat membangun ekosistem esports di Asia.” Melalui investasi ini, Sang-Ho Park juga akan menjadi bagian dari dewan direktur di Attention Holdings.

Sebagai organisasi esports, EVOS memang punya tim yang tangguh. Tim Mobile Legends mereka berhasil menyabet gelar juara dunia setelah memenangkan Mobile Legends: Bang Bang World Championship (M1) pada tahun lalu. Sementara tim Free Fire mereka berhasil memenangkan Free Fire World Cup 2019. Meskipun dikenal sebagai organisasi esports asal Indonesia, EVOS juga punya tim dari negara lain. Saat ini, mereka punya dua tim Thailand, yaitu EVOS Debut yang bertanding di Arena of Valor dan EVOS Insight yang berlaga di Free Fire.

Membangun tim yang kuat memang penting bagi organisasi esports. Namun, EVOS tak hanya fokus dalam memperkuat roster mereka, tapi juga divisi hiburan mereka, yang berisi para streamer dan influencer. Mereka bahkan punya manajemen influencer sendiri,  yaitu WHIM Management Indonesia. EVOS mengungkap, saat ini, mereka bertanggung jawab atas 160 gaming influencer. Sementara itu, total subscriber mereka di YouTube menembus 64 juta orang dan total pengikut Instagram 62 juta orang. Setiap bulannya, mereka mendapatkan lebih dari 350 juta view di Asia Tenggara.

EVOS juga punya manajemen influencer, WHIM. | Sumber: Esports ID
EVOS juga punya manajemen influencer, WHIM.

Dalam mengembangkan divisi hiburannya, EVOS juga serius. Buktinya, saat mereka mengumpulkan US$4,4 juta pada pendanaan seri A pada tahun lalu, mereka menggunakan dana itu untuk mengembangkan divisi hiburan mereka. Tak hanya itu, pada Mei 2020, WHIM mengumumkan kerja samanya dengan TikTok. Pada Q2 2020, viewership para talents di bawah EVOS naik 1.000% dari kuartal sebelumnya. Sepanjang Q2 2020, total view yang didapatkan oleh EVOS mencapai 700 juta view.

 

Alasan Insignia Ventures Partners dan IndoGen Capital Investasi di EVOS

IndoGen Capital merupakan salah satu investor baru EVOS Esports. Faktanya, kali ini adalah pertama kalinya mereka masuk ke industri game dan esports. Ketika saya menghubungi Chandra FirmantoManaging Partner, IndoGen Capital dia menjelaskan, komunitas fans esports Indonesia yang kuat jadi salah satu alasan mengapa IndoGen tertarik untuk menjajaki industri esports.

“Setelah kita pelajari industri game/esports, kita lihat kalau game maker Indonesia masih harus bersaing dengan perusahaan asing. Tapi, Indonesia punya komunitas yang kuat. Jadi, tim esports yang akan sukses,” kata Chandra melalui pesan singkat. “Pasalnya, kekuatan Indonesia memang di komunitas karena jumlah penduduk usia muda kita banyak dan spending mereka cukup kuat.”

Jika IndoGen memang ingin mendukung tim esports Indonesia, EVOS bukan satu-satunya pilihan yang mereka punya. Mereka bisa saja mendukung RRQ yang berhasil memenangkan MPL tiga kali berturut-turut atau Bigetron yang berhasil merebut gelar juara di PMCO Global Open 2019. Terkait hal ini, Chandra menjelaskan mengapa IndoGen memilih untuk menanamkan modal di EVOS.

“EVOS sudah punya atau akan punya jaringan di semua negara utama di Asia Tenggara. Dengan itu, mereka jadi pemain regional yang sangat penting bagi branding, sponsorship, atau pihak-pihak yang mau masuk ke pasar ASEAN,” ujar Chandra. “ASEAN punya total penduduk usia muda yang luar biasa dan GDP-nya terus naik. Selain itu, industri gaming serta hiburan sedang sangat hot sekarang. Semua investor melirik ke sini. Apalagi esports itu pandemic proof. Walau sedang pandemi, traksinya terus naik.”

Sebagai investor lama, Insignia Ventures Partners punya alasan lain mengapa mereka kembali menanamkan modal di EVOS. Melalui email, Yinglan Tan, Founding Managing Partner, Insignia Ventures Partners, menjelaskan bahwa alasan mereka kembali mengucurkan dana untuk EVOS adalah karena organisasi esports itu dapat menempatkan diri sebagai rekan yang tepat bagi merek global, platform, atau game yang ingin menjangkau fans esports di Asia Tenggara.

“Tahun ini, VISA bekerja sama dengan EVOS untuk masuk ke pasar esports di Asia Tenggara. Sementara TikTok dan Lazada juga menjalin kerja sama dengan mereka untuk mendukung pertumbuhan esports di Indonesia,” ujar Yinglan. “Kami melihat EVOS punya potensi yang besar. Dan perusahaan induk EVOS, Attention, akan mendorong pertumbuhan ekosistem esports di Asia Tenggara sehingga para fans, influencer, dan pemangku kepentingan lainnya bisa saling berinteraksi secara online.”

 

Insignia Siapkan Teknologi, IndoGen Bantu Ekspansi

Venture capital punya peran penting dalam membantu startup tumbuh. Seiring dengan semakin berkembangnya industri game, semakin banyak pula VC yang tertarik untuk menanamkan investasi di perusahaan game. Selain modal, hal lain yang bisa VC berikan pada startup yang mereka dukung adalah koneksi.

Yinglan dari Insignia mengatakan, selain memberikan modal, Insignia juga akan membantu Attention, perusahaan induk EVOS, untuk menemukan talenta serta rekan strategis yang tepat agar mereka bisa mengembangkan bisnis mereka. “Kami juga akan menawarkan keahlian tim internal kami terkait bidang teknologi untuk membantu mereka mengembangkan produk,” ungkapnya.

Sementara itu, Chandra mengungkap, IndoGen akan membantu EVOS untuk menembus pasar esports di Jepang. “Kita sudah ada venture partner Jepang yang akan membantu untuk menghubungkan EVOS ke giant gaming companies di Jepang,” akunya. “Esports sendiri baru dilegalisasi oleh pemerintah Jepang pada awal tahun ini. Jadi, pertumbuhan esports di sana justru lebih lambat dari Indonesia. Hal ini jadi peluang bagus bagi EVOS untuk masuk ke pasar esports di Jepang.”

Ada beberapa cara bagi sebuah organisasi esports untuk masuk ke negara baru. Salah satunya adalah dengan mengakuisisi tim lokal dan melakukan rebranding. Hal ini dilakukan oleh Fnatic ketika mereka mengakuisisi tim PUBG Mobile di India. Ketika ditanya apakah EVOS akan menggunakan strategi ini, Chandra menjawab, “Lebih ke partnership pasti. Jadi, joint venture dulu dengan perusahaan lokal. Nanti, apakah EVOS mau training untuk bentuk tim, bisa dibicarakan kembali. Pastinya, komunitas esports di Jepang, kita yang akan bangun.”

Untuk masalah waktu, Chandra mengungkap, ekspansi EVOS ke Jepang ditargetkan akan direalisasikan pada awal tahun depan. “Baru bisa visit Jepang pada Januari atau Februari. Tapi kita sudah curi start, kita akan buat event dengan Japanese Trade Organization untuk mempromosikan EVOS dan esports di Indonesia. Baru nanti, akan kita atur untuk tur ke Jepang,” katanya. Bentuk kegiatan yang Chandra maksud berupa webinar.

Saat ditanya mengapa IndoGen ingin membantu EVOS menembus pasar Jepang, Chandra mengungkap, “Karena Korea sudah dibantu oleh investor lain, seperti Mirae, KIP, dan Woowa. Kita bantu untuk masuk Jepang. Karena di Asia, pasar gaming pasti kan Jepang, Korea, dan Tiongkok,” ujarnya. Ke depan, tak tertutup kemungkinan IndoGen juga akan membantu EVOS masuk ke pasar esports Tiongkok. Namun, menurut Chandra, pasar Jepang dan Korea Selatan jauh lebih mudah untuk dimasuki. “Karena investor-investor dari sana sudah pada nyari ke sini,” katanya.

Jumlah audiens esports dari tahun ke tahun. | Sumber: Newzoo
Jumlah audiens esports dari tahun ke tahun. | Sumber: Newzoo

Chandra menjelaskan, para investor Jepang dan Korea Selatan sangat berminat dengan pasar esports Indonesia karena dianggap berpotensi besar. Memang, jumlah populasi muda di Indonesia cukup besar. Hal ini kabar baik bagi pelaku esports karena kebanyakan pelaku dan penikmat esports memang datang dari kalangan Milenial dan Gen Z. “Selain itu, sudah banyak perusahaan dari Jepang dan Korea yang menanamkan investasi ke sini dan terbukti sukses. Makanya, kita kebanjiran produk-produk dari mereka,” ujar Chandra sambil tertawa. “Termasuk produk makanan dan pop cultture. Jadi istilahnya, cinta bersambut.”

Chandra memberikan contoh, masyarakat Indonesia sudah terbiasa mengonsumsi pop culture Jepang, seperti manga dan anime. Begitu juga dengan media hiburan Korea Selatan, seperti drama dan K-Pop. “Mereka juga sudah merasa dekat dengan kita. Apapun yang mereka pasarkan, pasti laku di Indonesia. Dan hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di semua negara ASEAN. Fenomena serupa juga terjadi di Singapura, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Filipina,” ungkap Chandra

 

Potensi Esports di ASEAN

Esports memang digadang-gadang akan menjadi industri yang besar. Namun, saat ini, tidak banyak pelaku industri esports yang sudah mendapatkan untung. Hal ini tidak menghentikan IndoGen — atau VC lain — untuk berinvestasi di organisasi esports.

Ketika ditanya mengapa VC tetap tertarik untuk masuk ke industri esports, Chandra menjawab, “Semua fund pasti investasi karena ingin mendapatkan untung. Kami merasa, esports punya potensi yang bagus karena pertumbuhannya masih panjang. Namun, sebagai VC Indonesia, kami juga bangga dengan EVOS. Mereka juga komunitas yang kuat di Indonesia, jadi kami merasa terpanggil untuk membantu mereka menjadi pemain besar di pasar Asia dan dunia.”

Chandra menjelaskan, hal yang wajar bagi sebuah VC untuk menanamkan investasi di industri yang model bisnisnya masih belum jelas. “Kalau skemanya sudah bagus, ya semua orang akan mau investasi,” ujarnya sambil tertawa. “Sebagai VC, kita harus bisa memprediksi industri mana yang akan bagus. Kita betting early ke sana.” Dia mengungkap, ada tiga hal yang memungkinkan sebuah VC untuk exit dari perusahaan yang mereka investasikan. Pertama, jika mereka menjual saham kepemilikan mereka. Kedua, jika perusahaan yang menerima investasi melakukan penawaran saham perdana (IPO). Terakhir, jika perusahaan penerima investasi diakuisisi atau merger dengan perusahaan lain.

“Kalau EVOS pegang ekosistem esports Asia Tenggara, perusahaan asing pasti juga akan berlomba-lomba untuk merger atau akuisisi,” ungkap Chandra. “Kemungkinan IPO juga selalu terbuka.” Sejauh ini, telah ada dua organisasi esports yang melakukan IPO, yaitu Astralis Group dan Guild Esports — walau keputusan Guild Esports untuk melakukan IPO dipertanyakan komunitas esports.

“Kalau sekarang organisasi esports belum mendapatkan untung, ya sama seperti ketika Ultimate Fighting Championship baru dimulai. Memang pada awalnya, siapa yang mau menonton UFC? Pada tahun 70-an dan 80-an, harga tim-tim NBA juga murah-murah,” jelas Chandra. Baik UFC dan NBA kini terbukti sukses. Esports juga dipercaya akan sukses di masa depan. Alasannya, jumlah penonton esports secara global sudah mencapai ratusan juta orang. Dan angka ini masih akan terus naik.

“Semakin besar komunitas, maka semakin banyak penonton,” ujar Chandra. “Berikutnya, akan ada kontrak dengan stasiun televisi. Dan TV memang sudah paying attention ke esports. Sponsorship itu memang baru akan datang setelah terkenal, tapi datangnya akan seperti tsunami.” Memang, di tengah pandemi, ada beberapa stasiun televisi yang menayangkan kompetisi esports untuk menggantikan pertandingan olahraga yang harus dibatalkan. Misalnya, FOX Sports menayangkan eNASCAR iRacing Pro Invitational Series sementara Eurosport mendapatkan hak siar atas The Race All-Star Series. Di Indonesia, Mobile Legends Professional League Season 5 ditayangkan di RCTI+.

MPL Season 5 ditayangkan di RCTI+.
MPL sempat ditayangkan di RCTI+.

Soal potensi esports di Asia Tenggara, Yinglan mengaku, esports memang tumbuh di kawasan ASEAN selama beberapa tahun belakangan. Pertumbuhan esports secara global menjadi salah satu pendorongnya. Selain itu, semakin populernya mobile-first gaming juga membuat esports menjadi semakin populer di Asia Tenggara. Faktor lain yang membuat esports tumbuh adalah dukungan dari pemerintah di negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia.

“Niko menyebutkan, ada 510 juta fans esports di Asia dan 595 juta pemain esports,” ujar Yinglan. Fans esports dikategorikan sebagai orang-orang yang menonton pertandingan esports setidaknya sekali dalam sebulan. “Sementara viewership siaran esports naik sekitar 75-100% di Asia pada tahun lalu. Selain itu, sekitar 50-75% gamer menghabiskan waktu lebih banyak untuk bermain selama pandemi.” Semua ini menjadi bukti dari besarnya potensi esports di ASEAN.

Namun, Yinglan sadar, selama pandemi, pertumbuhan esports tak sebaik subsektor lain dari industri gaming. Pasalnya, pandemi membuat turnamen esports tak bisa diselenggarakan secara offline. Dan hal ini memengaruhi belanja para penonton. Memang, pada tahun ini, Newzoo menurunkan nilai industri esports akibat pandemi. “Meskipun begitu, karena munculnya tantangan-tantangan baru ini, ada potensi besar industri esports akan beralih menggunakan platform online untuk menghubungkan para influencer dengan dengan fans dan memonetisasi kegiatan tersebut,” ucap Yinglan. Kegiatan tersebut bisa berupa kegiatan virtual atau social commerce yang interaktif.

 

Penutup

Sepanjang 2020, EVOS mungkin “hanya” dapat memenangkan Free Fire Indonesia Masters 2020 dan Arena of Valor Star League. Namun, dari sisi bisnis, mereka berhasil mendapatkan sejumlah rekan kerja sama strategis, seperti Lazada, TikTok, dan tentu saja, VISA. Selain itu, mereka juga berhasil mendapatkan pendanaan seri B. Saya rasa, hal ini adalah “kemenangan” tersendiri untuk EVOS.

Sumber header: ONE Esports

Nokia Essential Wireless Headphones Diumumkan, Minimalis dengan Baterai yang Awet di Harga Satu Jutaan

HMD Global terus memperluas portofolio Nokia di ranah audio. Setelah menyingkap TWS baru dan speaker Bluetooth berukuran mini pada bulan September lalu, HMD kini memperkenalkan Nokia Essential Wireless Headphones, headphone jenis over-ear dengan desain yang minimalis dan daya tahan baterai yang sangat awet.

Sebelumnya, perangkat ini sudah hadir lebih dulu tapi khusus di pasar Tiongkok, dan sekarang HMD siap membawanya ke pasar global. Secara estetika, desainnya kelihatan sangat simpel sekaligus elegan. Bantalan yang tebal di bagian telinga dan kepala merupakan jaminan akan kenyamanannya, ditambah lagi bobotnya yang sangat ringan di angka 197 gram.

Supaya tetap terasa kokoh, HMD tidak lupa menambahkan material aluminium pada rangka terluar perangkat. Saat sedang tidak digunakan, perangkat juga dapat dilipat sehingga mudah dibawa-bawa.

Nokia Essential Wireless Headphones

Di balik masing-masing earcup-nya, tertanam unit dynamic driver berdiameter 40 mm dengan respon frekuensi 20 – 20.000 Hz. Kalau berdasarkan penjelasan HMD sendiri, sepertinya driver ini di-tune agar lebih fokus ke bass, cukup wajar mengingat ini memang yang diinginkan oleh sebagian besar konsumen.

Urusan konektivitas, headphone ini sudah mengandalkan Bluetooth versi 5.0. Tentu saja pengguna juga dapat memakainya untuk berinteraksi dengan Google Assistant atau Siri via perintah suara. Pengoperasiannya sendiri mengandalkan beberapa tombol yang ditambatkan ke bagian pinggir earcup sebelah kanan.

Nokia Essential Wireless Headphones

Namun yang paling mengesankan dari headphone ini adalah daya tahan baterainya. Dalam sekalian pengisian, ia sanggup memutar musik sampai 40 jam nonstop. Sayang sekali charging-nya masih mengandalkan sambungan micro USB, dan lama waktu pengisiannya diperkirakan mencapai tiga jam. Andai diperlukan, perangkat masih bisa digunakan selagi tersambung via kabel audio 3,5 mm standar.

Nokia Essential Wireless Headphones dijadwalkan hadir di pasaran mulai bulan November ini juga dengan harga 59 euro, atau kurang lebih sekitar 1 jutaan rupiah. Belum diketahui apakah HMD juga berniat membawanya ke Indonesia, akan tetapi baru-baru ini mereka sudah menghadirkan TWS barunya di sini.

Sumber: HMD Global.

OPPO Hadirkan Varian Baru A92 dengan Harga yang Lebih Terjangkau

Di titik ini, sebagian besar dari kita mungkin sudah sangat terbiasa beraktivitas dari kediaman masing-masing. Baik itu bekerja atau belajar, semuanya masih harus kita jalani secara online. Pada akhirnya, sebagian dari kita juga semakin bergantung terhadap smartphone.

Agar dapat menunjang berbagai kegiatan yang dilakukan secara online, tentunya dibutuhkan smartphone dengan spesifikasi yang cukup mumpuni, terutama yang memiliki kapasitas RAM yang besar demi memperlancar multitasking. Di saat yang sama, harganya juga tidak boleh kelewat mahal kalau ingin dilirik oleh masyarakat tanah air.

Dari situ OPPO pun melihat adanya peluang untuk memperbarui salah satu perangkatnya yang cukup laris di pasaran, yakni OPPO A92. Diluncurkan pertama kali pada bulan Mei 2020, OPPO A92 kini hadir dalam varian baru yang lebih terjangkau dengan tetap membawa sederet keunggulannya.

Kalau Anda masih ingat, saat pertama dirilis, A92 dibanderol Rp4.199.000. Varian barunya ini dihargai cuma Rp3.599.000, dan yang dipangkas hanya sebatas kapasitas RAM-nya, dari 8GB menjadi 6GB, tapi masih berjenis LPDDR4X. Sisanya benar-benar tidak disentuh, termasuk kapasitas penyimpanan internal sebesar 128GB, yang pastinya sangat esensial buat target pasar utama ponsel ini, yakni konsumen muda yang aktif membuat konten di media sosial.

Kinerjanya sendiri dijamin oleh penggunaan chipset Qualcomm Snapdragon 665, lengkap beserta sistem operasi ColorOS 7.1. Baterai berdaya 5.000 mAh tentu juga merupakan sebuah nilai plus, apalagi mengingat baterai ini mendukung teknologi pengisian daya cepat 18W.

OPPO A92 6GB

Di sektor layar, OPPO A92 6GB mengusung panel 6,5 inci dengan resolusi 2400 x 1080 pixel. Rasio layar ke bodinya cukup besar di angka 90,5%, dan OPPO tidak lupa memproteksinya dengan kaca Gorilla Glass 3. Sensor sidik jarinya sendiri menyatu dengan tombol power di bagian samping kanan perangkat.

Juga tidak kalah penting adalah, layar ini sudah mengantongi sertifikasi perlindungan mata dari TÜV Rheinland, yang artinya ia dapat secara efektif menyaring cahaya biru, sehingga dapat mengurangi risiko mata lelah secara signifikan. Tentunya ini sangat relevan jika penggunaan utamanya adalah untuk mengikuti rapat atau belajar online dalam waktu yang lama.

Seperti yang bisa kita lihat, ujung kiri atas layar A92 6GB juga masih dihuni oleh lubang kecil yang berisikan kamera 16 megapixel f/2.0. Beralih ke belakang, pengguna akan menjumpai kamera utama 48 megapixel f/1.7 dengan sensor sebesar 1/2 inci, kamera ultra-wide 8 megapixel, kamera monokrom 2 megapixel, dan kamera portrait 2 megapixel.

Buat yang tertarik, OPPO A92 6GB bisa dipesan mulai 24-31 Oktober 2020 secara eksklusif melalui Tokopedia. Selama periode tersebut, konsumen bisa mendapatkan sejumlah benefit seperti cashback 10% hingga 500 ribu rupiah untuk tukar tambah dengan perangkat lama, dan juga cashback voucher 3% hingga 100 ribu rupiah berupa OVO point. Pilihan warna yang tersedia ada dua, yaitu Twilight Black dan Aurora Purple.

Selanjutnya, OPPO A92 6GB akan dijual secara luas mulai 1 November 2020 dengan harga Rp3.599.000.

Northstar Seeks Hefty Gem in the Indonesian Market

Last April, Singapore headquartered Private Equity firm Northstar had announced the closure of its fifth flagship fund. Since its debut in 2003,  Northstar has been actively investing in the Indonesian market. One of their notable portfolios is the ride-hailing giant, Gojek.

With the number of young population and growing consumer base powering the country’s economy, Indonesia remains the largest market for investors in Southeast Asia. This is clearly stated by Northstar’s Co-Chief Investment, Sunata Tjiterosampurno, in an exclusive interview session with DailySocial. Therefore, whenever some investors look for opportunities in Southeast Asia, Indonesia has to be on the map.

As we continue discussing the investment landscape in Indonesia and other countries in Southeast Asia, he suggests to not generalized the VC and PE landscape. On the PE landscape, he continued, Indonesia is said to be quite an interesting market due to lots of mid-market deals ($50-100 million).

Singapore, on the other hand, is a market on its own. It’s a relatively similar landscape to Thailand, Vietnam, and the Philippines. He also highlighted the fact that there are not many natural resources or community-related sectors in Singapore. Also, there are more manufacturing-based deals in Thailand, compared to Indonesia which serves mostly consumer mass-market types of deals.

In terms of private equity firms, historically and still going forward, getting exposure to the growing consumption in Indonesia because the middle class is growing is an important theme in Northstar. Especially in this digital age, where everything starts to shift into non-conventional ways.

“Digital has become a big component of the economy and it is impacting consumer mass-market and financial services businesses in various ways. The transformation of business models in such segments has resulted in investment in a more digital-oriented business often leading to an online-offline business mode,” he added.

skyscraper-3184798_1280

Focusing on the big market

In terms of investment, Northstar has three focus areas, consumer mass-market, financial services, and digital. This strategy has been implemented in fund IV and to be continuously adopted by fund V.  It is confirmed that the firm’s largest market by far is Indonesia. From a geographic perspective, Indonesia is to take 60% – 70% of the plate, while other markets will take up to 30% – 40%. In the region, Northstar has been arranging deals in the Philippines, Thailand, Singapore, and Vietnam.

Investing is not an easy task. There are a few key qualities to look at or focus on. For Northstar, first and foremost is the entrepreneurs. As they further meet the rest of the management team, the founders are indeed the most important person who can drive this business and make it big.

Next, how big is the market size that they’re going after? There are lots of digital startups, but if they’re going for the small market then it’s time to reconsider. As the company committed to investing in growth companies, it is obvious to target a big market.

Third, the business model should be defensible, meaning that they have attractive ways to make money. Also, they can create a mode to manage the competition when it gets tight.

As the firm started to open up, DailySocial allegedly asked about Northstar’s journey in finding and investing in one of Indonesia’s treasure, Gojek. Long story short, as the founder of Northstar, Patrick Walujo was first involved in the early days of Gojek, its affiliated venture capital fund NSI, which is now rebranding into Openspace Ventures ended up investing in 2014 in series A. Gojek was barely digital.

As Openspace invested, the goal is to take the company online and to create an app. In six months, the company managed to launch an app and got tremendous traction. With a number of connections to the company, it’s a privilege to pick up the investing call on such short notice. However, as a later stage investment, it’s only natural for Northstar to invest in series B. With an average ticket size between $50 – $60 million, the company invested progressively to the extend of $60 million.

Sunata also mentioned that Northstar observed the rapid global growth of Uber starting back in 2014 and anticipated that it would come to Indonesia. Northstar saw the opportunities in the ride-hailing and transport segment, and backed Nadiem as he was starting Gojek as a local version of Uber.

Work closely with the management team

scrabble-4958237_1280

The pandemic has been very tough on some businesses that had large offline components, but for digital-native businesses or large digital businesses, it’s actually experienced a lot of growth, because people are at home working, trying to get access to things they’re doing previously through their phone. Last year, Northstar is reportedly invested in an edtech company named Zenius, and it has shown very strong growth for the past year. Especially in times of the pandemic, a lot more people are looking to learn at home because they can’t go to school.

Due to Covid-19, digital adoption has increased. Therefore, some businesses are having exponential growth such as e-commerce and a lot of different spaces benefit from digital behavior increase. At the same time, the overall macro condition is tough in Indonesia right now, resulting in difficulty for businesses with large offline components. The company is aware that it’s very hard for them to grow the same scale during the pandemic.

The Northstar Group is confirmed to be an active investor in all of the business portfolios. They occupied board seats in the Boards of Commissioners and work very closely with the management team, especially during the crisis. Some of its businesses have been badly hit by the pandemic. It’s as we’ve often heard that the travel and tourism industry has declined significantly, and globally.

“Given the COVID-19 pandemic, in some cases, we have had to make some strategic decisions at our portfolio companies to refocus the strategy of the business on potential growth areas. We work very closely with the management teams on these changes,” said the Northstar representative.

For those founders whose businesses were badly hit, here are some insights. A lot of foreign investors are finding it hard to invest without having people on the ground. In another way, it’s right to assume that it’ll be hard for Indonesian companies to tracks foreign capital until the pandemic is over.

“One of the most important things for founders is to make sure that they can fund their business for as long as possible without needing external capital. In terms of business models, how you constantly innovate, adapt, and evolve given rapidly changing consumer needs. For a lot of business, it is about adapting to the different climate we are in and learning how to prosper in the new normal,” he continued.

The flavor of the year

Regarding the long-term strategy, most private equity or venture capital fund already has its own asset allocations, focus areas, and geographic, also types of business to invest while raising the fund. In terms of implementation,  Northstar is to stick with the long term strategy, but calibrate depending on the business cycle. Therefore, what will change is actually in terms of valuations, specific sectors, but the high-level focus remains the same.

“What I am saying is that our strategy of investing in financial services, digital and consumers, would remain the same, whether there was a pandemic or not. We think these remain attractive sectors and we will continue to focus on them,” Sunata added.

wine-glasses-2300713_1280

He also mentioned that the long term strategy is different from the flavor of the year. In 2020, it’s actually Covid-19. Therefore, private equity needs to be more cautiously optimistic in terms of deploying its capital, focus lots on optimizing the existing portfolio companies. Every year there will be a different flavor of the year. The situation is dynamic and the company will continue to look for an opportunity that fits the circumstances.

“We are actively looking for deals, but each opportunity is case by case-based, depending on valuation, management team, business performance, and prospects. In general, we are actively looking for good opportunities in our focus sectors,” Sunata said.

To date, The Northstar Group has invested over US$3.3 billion with its co-investors in the Southeast Asian region. The fund channeled through more than 35 companies across the banking, insurance, consumer/retail, manufacturing, oil and gas, coal and mining services, technology, telecom, and agribusiness sectors. The recent one is for eFishery, Indonesia’s leading aquaculture intelligence company.

Daftar Startup Regtech Legaltech di Indonesia

Teknologi telah menjangkau berbagai sektor industri seperti finansial, transportasi, pembayaran, dan lain sebagainya. Kini saatnya teknologi menyentuh industri hukum.

Ada dua istilah yang digunakan yaitu Regtech, smart legal tool yang menggunakan teknologi inovatif untuk membantu masyarakat dan bisnis pada umumnya memahami dan patuh terhadap peraturan yang berlaku. Sementara Legaltech mencakup segala jenis produk dan jasa yang berkaitan pada layanan inovatif berbasis teknologi untuk meningkatkan pelayanan dalam hal legalitas.

Ada beberapa pemain startup yang bergerak di bidang ini, dengan fokus di antaranya tanda tangan digital, marketplace konsultasi hukum, pembuatan kontrak hukum, dan banyak lagi. Saat ini sudah ada Indonesian Regtech and Legaltech Association (IRLA) yang merupakan wadah bagi perusahaan berbasis teknologi yang bergerak di bidang hukum. Beberapa startup legaltech & regtech diantaranya juga sudah bernaung di bawah payung IRLA. Berikut daftar startup yang bergerak di bidang Regtech dan Legaltech:

PrivyID

Didirikan pada tahun 2016, PrivyID masuk dalam daftar startup regtech legaltech di Indonesia. Founder PrivyID bahkan menjadi ketua asosiasi legaltech Indonesia. Layanan identitas dan tanda tangan digital PrivyID juga telah digunakan oleh perusahaan ternama lainnya seperti Telkom, XL, Indosat, Unilever Indonesia, BCA Finance, Gramedia, Akulaku, dan Kredivo.

PrivyID memiliki otoritas untuk menerima pendaftaran, memverifikasi, serta menerbitkan sertifikat elektronik dan tanda tangan elektronik bagi warga negara Indonesia
PrivyID didirikan pada tahun 2016 oleh Marshall Pribadi & Guritno Adi Saputra

Sebagai perusahaan yang telah terdaftar dan diakui oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), PrivyID memiliki otoritas untuk menerima pendaftaran, memverifikasi, serta menerbitkan sertifikat elektronik dan tanda tangan elektronik bagi warga negara Indonesia. Seluruh tanda tangan elektronik yang dibuat dengan aplikasi PrivyID memiliki kekuatan dan akibat hukum yang sah selayaknya tanda tangan basah. Keamanan informasi data pengguna aplikasi PrivyID terjamin melalui penggunaan teknologi asymmetric cyrptography.

Lawgo

Lawgo merupakan marketplace para Lawyers yang pertama kali di Indonesia yang dibuat dalam bentuk Aplikasi Mobile. Lawgo berdiri sejak November 2018 dengan Luki Amalah sebagai founder dan CEO. Lawgo merilis layanan mereka dalam bentuk aplikasi mobile sejak pertengahan tahun lalu. Aplikasi ini dapat digunakan pada smartphone dimana pengguna/klien dapat berhubungan langsung dan memilih Lawyer-nya sendiri – dengan biaya yang jelas di muka – secara real time. Layanan hukum yang disediakan oleh Lawgo di antaranya adalah: layanan Konsultasi Hukum (“Meet the Lawyer”), layanan memberikan Somasi dan Pendapat Hukum, Negosiasi/ Mediasi, serta layanan Pendampingan Klien di kantor polisi atau di muka pengadilan.

Lawgo merupakan marketplace untuk lawyers
Lawgo merupakan marketplace untuk Lawyers yang pertama kali di Indonesia dibuat dalam bentuk Aplikasi mobile.

Lawgo pun hadir dengan solusi bagi mereka (yang bermasalah) dengan fitur Credit Settlement – dimana orang dapat dibantu oleh para Lawyer profesional di dalam menegosiasikan dan atau melakukan mediasi atas persyaratan NPL mereka dengan pihak pemberi pinjaman/ kreditur terkait.

Lexar

Lexar mulai beroperasi pada 2015 lalu dengan nama awal Startup Legal Clinic dan berganti nama seperti sekarang per April 2018. Keseriusan Lexar menatap bisnisnya seiring dengan keinginan pemerintah untuk mempermudah laju bisnis di Indonesia. Saat ini layanan Lexar dapat diakses melalui platform berbasis web.

Startup Lexar di bidang regtech legaltech
Lexar masuk dalam jajaran startup regtech legaltech di Indonesia

Target utamanya kalangan UKM atau startup tahap awal yang masih awam mengenai hukum. Salah satu layanan utama mereka adalah pendirian perseroan terbatas (PT) secara online.

Pada dasarnya Lexar merupakan service provider, bukan marketplace. Dalam hal pendirian PT ini, mereka akan bekerja dengan mitra yang sudah terkurasi. Kecuali tanda tangan dokumen, pengerjaan dokumen, hingga pengurusan ke badan-badan pemerintah terkait seperti Kementerian Hukum dan HAM serta Direktorat Jenderal Pajak semua dilakukan oleh Lexar tanpa bertatap muka dengan pelanggannya.

Legalku

startup regtech legaltech legalku
Startup regtech legaltech Legalku berdiri sejak 2017

Legalku bergerak sebagai platform penyedia jasa legal secara online yang membantu para pengusaha untuk memulai usaha baik di lingkup mikro, kecil hingga menengah di wilayah Indonesia. Diririkan pada tahun 2017 di kota Bandung, Legalku telah menjadi mitra terpercaya dalam asosiasi pengusaha dan kamar dagang di kota tersebut. Hingga akhirnya Legalku berkembang pesat di 5 kota besar dan menjadi mitra dari berbagai Asosiasi Pengusaha, Dinas Pemerintahan dan Perusahaan Rintisan (Start-Up) di Indonesia.

Sebagai salah satu startup di bidang regtech legaltech di Indonesia, Legalku memiliki layanan yang membantu pengusaha untuk mendapatkan perizinan usaha, pendirian perusahaan, dan pendaftaran hak kekayaan intelektual. Didirikan pada Desember 2017, Legalku telah menjalin kemitraan dengan ratusan mitra yang beranggotakan konsultan hukum, notaris, inkubator, coworking space,virtual office, dan konsultan pajak.

eCLIS.id

eClis.id (eCLIS) adalah sebuah platform yang didesain untuk memudahkan pengguna menemukan peraturan perundang-undangan Indonesia. Nama eCLIS sendiri merupakan akronim dari “Electronic Codification dan Legal Information System”. Dikembangkan mulai tahun 2015, eCLIS.id hadir dengan sistem kodifikasi dan informasi hukum elektronik yang hadir untuk memperbaiki dan mengembangkan sistem hukum nasional dengan impian agar akses hukum terbuka seluas-luasnya untuk semua dan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dalam prosesnya.

Startup regtech legaltech eclis.id
eClis.id memudahkan pengguna menemukan peraturan perundang-undangan Indonesia

Layaknya mesin pencari, startup regtech legaltech eCLIS mampu menampilkan hasil penelusuran berbasis kata kunci. Sistem eCLIS diklaim mampu melakukan content analysis sehingga penggunanya bisa mendapatkan kerangka hukum berdasarkan kata kunci yang dimasukkan. Tampilannya pun tidak hanya dalam bentuk tabel, tetapi juga x-mind map lengkap dengan komentar dan catatan para ahli hukum dan pengguna lainnya.

HukumOnline.com

Hukumonline didirikan pada tahun 1999 oleh sekelompok praktisi hukum termasuk salah satunya Ibrahim Assegaf. Selain portal informasi, kini mereka punya dua anak usaha di bidang yang sama dengan layanan berbeda. Pertama ada Justika, layanan konsultasi untuk berbagai permasalahan hukum. Berbentuk marketplace, mereka menghubungkan langsung klien dengan pengacara pilihannya. Dalam debutnya Justika dapatkan pendanaan pra-seri A dari Assegaf Hamzah & Partners. Kedua ada Easybiz, dikembangkan untuk membantu pebisnis urus berbagai hal terkait legal. Misalnya membuat PT baru, pembuatan izin usaha pariwisata, pendirian yayasan dan lain-lain.

transformasi hukumonline menjadi perusahaan regtech
Hukumonline bertransformasi menjadi regtech company yang menyediakan produk dan jasa hukum

Digagas untuk memberikan edukasi dan pencerahan kepada masyarakat tentang dunia hukum di Indonesia. Menghadapi era disrupsi, Hukumonline bertransformasi menjadi reg-tech company yang menyediakan produk dan jasa hukum paling lengkap, terintegrasi dan terpercaya dengan penggunaan dan pemanfaatan teknologi.

Izin.co.id

Startup regtech legaltech Izin.co.id mengurus suluruh kebutuhan legalitas perusahaan
Izin.co.id telah berdirisejak tahun 2012

Berdiri sejak 2012, Izin.co.id telah membantu lebih dari 4000 pengusaha Indonesia untuk mendirikan perusahaan dan mengurus suluruh kebutuhan legalitas perusahaan. Izin.co.id adalah bagian dari vOffice Group, yang didirikan oleh Erwin Soerjadi, Albert Goh, dan Yuki Tukiaty. Memanfaatkan 30 lokasi virtual office, pemilik usaha bisa memanfaatkan jasa perizinan dan pendirian perusahaan melalui aplikasi. Perusahaan juga bisa membantu pengusaha yang belum memiliki tempat untuk domisili perusahaan, menggunakan Kantor Virtual dan Kantor Sewa.

Justika

Anak usaha dari media online HukumOnline ini banyak menangani permasalahan mengenai soal keluarga, individu, dan bisnis skala UKM. Sejak berdiri di Juni 2018, Justika telah melayani klien yang berada di berbagai lokasi, seperti Gresik, Sumatera, Lombok, hingga Papua. Kebanyakan mereka berada di level ekonomi menengah. Diklaim hingga kini terjadi peningkatan pengguna hingga 10 kali lipat. Justika memang menyasar konsumen yang ada di level ekonomi menengah karena menurut pihaknya, konsumen level atas sudah menjadi klien dari law firm besar

Salah satu startup regtech legaltech Justika menjadi media atau platform bagi masyarakat
Justika merupakan anak usaha dari media online HukumOnline

Salah satu startup regtech legaltech Justika menjadi media atau platform bagi masyarakat dan konsultan hukum untuk bisa saling bertemu, berkomunikasi, berdiskusi, mencari solusi terbaik dalam menyelesaikan konflik atau permasalahan hukum yang sedang dihadapi dengan jauh lebih efektif dan efisien tanpa dibatasi ruang dan waktu.

KontrakHukum

KontrakHukum sendiri merupakan platform digital yang didirikan oleh Rieke Caroline. Dengan latar belakang dan pengalaman hukum yang dimiliki founder-nya, KontrakHukum mengusung misi untuk mengedukasi pengusaha kecil menengah dan startup agar mengenal hukum sejak dini.

Dengan memanfaatkan teknologi digital, Rieke mendirikan startup regtech legaltech KontrakHukum
KontrakHukum hadir sebagai alternatif baru untuk mendapatkan layanan dari legal expert

Beberapa jasa hukum yang ditawarkan KontrakHukum antara lain pembuatan kontrak, pembuatan badan usaha, pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual, perizinan usaha, konsultasi hukum, jasa notaris dan lainnya. Jasa tersebut bisa diakses melalui platform KontrakHukum secara online. Sejauh ini KontrakHukum sudah melayani ratusan klien.

Lawble

Startup regtech legaltech yang dipimpin oleh Charya Rabindra Lukman selaku CEO, berada di bawah naungan PT Karya Digital Nusantara, memiliki visi untuk membantu firma hukum, bisnis hingga masyarakat umum mencari dan memahami masalah hukum dan regulasi lebih mendalam.

Lawble sebagai salah satu pemain startup di bidang regtech legaltech
Lawble memiliki dua kategori layanan, yaitu untuk praktisi hukum dan masyarakat umum.

“Lawble sebagai situs regtech pertama di Indonesia, menyadari masih banyak bisnis hingga masyarakat umum yang kesulitan menemukan peraturan atau undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam satu situs semua informasi tersebut dengan mudah bisa ditemukan,” kata Charya.

Lawble juga menggantikan kebiasaan publik hingga praktisi hukum menggunakan kertas untuk mencetak peraturan yang ada, dengan fitur penanda hingga sticky notes dalam situs dan mobile browser.

Legal Go

Menjadi startup regtech legaltech untuk masalah legal
Legalgo menjadi layanan hukum berbasis teknologi yang berekspansi ke bidang keuangan dan perpajakan

Didirikan oleh Rahmat Dwi Putranto, S.H, LegalGo adalah penyedia layanan hukum secara online bagi kebutuhan bisnis. Mulai dari pendirian PT, pendaftaran merek, hingga pembuatan perjanjian. LegalGo juga hadir dengan tiga layanan utama, yaitu pendirian perusahaan (company establishment), pendaftaran merek (trademark registration), dan pembuatan perjanjian (agreement).

Tidak hanya menjadi platform urusan legal, Startup regtech legaltech LegalGo kini menjadi mitra kerja untuk bisnis klien kami dengan ekspansi layanan ke bidang finansial dan perpajakan.

PopLegal

PopLegal merupakan sebuah layanan yang bisa membantu penggunanya mendapatkan dokumen perjanjian bisnis dan legal, memperoleh for administrasi, dan mengolahnya secara real time. Fungsi-fungsi tersebut dihadirkan khusus dalam paket layanan PopLegal. Berbalut teknologi terkini khas bisnis rintisan atau startup PopLegal menjanjikan akses informasi dan dokumen tentang legal dan hukum secara mudah.

PopLegal sebagai salah satu pemain di industri regtech dan legaltech
PopLegal mengutamakan kebutuhan terhadap pengguna individu dan UMKM

PopLegal sendiri bekerja layaknya platform yang menyajikan penyederhanaan proses pembuatan dokumen bisnis dan legal melalui fitur-fitur yang mereka miliki. Selain itu startup regtech legaltech ini juga akan bertindak sebagai penyedia informasi normatif terkait permasalahan hukum umum yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dengan mengutamakan kebutuhan terhadap pengguna individu dan UMKM

OnlinePajak

Didirikan pada 2015, OnlinePajak menghadirkan aplikasi terintegrasi berbasis web yang dapat digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan hitung, setor, dan lapor pajak. Aplikasi ditujukan untuk penggunaan pribadi maupun institusi.

OnlinePajak salah satu startup regtech legaltech yang hadir juga untuk pemerintah
OnlinePajak eksis selain untuk masyarakat juga untuk Pemerintah

OnlinePajak mengadopsi teknologi blockchain untuk meningkatkan transparansi pada sistem pembayaran pajak di Indonesia. Menjadi startup perpajakan pertama yang telah mengimplementasikan teknologi blockchain. Sejak diluncurkan pada 2015, OnlinePajak telah dipercaya lebih dari 900 ribu pengguna.