Grup Konglomerasi Media EMTEK Caplok 93% Saham Bank Fama

Teka-teki kabar pendirian bank digital oleh EMTEK dan Grab mulai muncul satu-persatu. Perusahaan konglomerasi media dan teknologi PT Elang Mahkota Teknologi (IDX: EMTK) akan mengakuisisi PT Bank Fama International. Melalui anak usahanya PT Elang Media Visitama (EMV), EMTEK akan mengambil alih sebanyak 93% atau setara 9.089.503.800 lembar saham milik Bank Fama.

Rencana tersebut disampaikan dalam prospektus akuisisi yang diterbitkan Bank Fama pada surat kabar. Bank Fama mencari investor baru demi memenuhi kewajiban modal inti minimum Rp2 triliun per akhir 2021 sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 12.

Dalam pernyataannya, aksi korporasi ini menjadi jalan masuk taipan milik Sariaatmadja tersebut untuk meningkatkan literasi keuangan dan perbankan ke sektor UMKM. Selain itu, Bank Fama juga dapat memanfaatkan kekuatan finansial, jaringan bisnis, produk, dan keahlian sektoral EMV.

“EMV juga berencana mempertahankan tim manajemen Bank Fama yang ada saat ini. EMV berencana mendukung dan meningkatkan kegiatan pengembangan karyawan untuk membangun keahlian dan kemampuan karyawan dalam mendukung kegiatan utama Bank Fama,” demikian pernyataan manajemen Bank Fama.

Untuk merampungkan proses akuisisi, Bank Fama akan melaksanakan RUPSLB pada 5 September 2021, sedangkan EMV pada 6 Desember 2021. Adapun pengajuan permohonan pengambilalihan ke OJK akan dilakukan pada 8 Desember. Pihaknya memperkirakan akuisisi ini rampung pada 28 Desember usai mengantongi restu dari OJK dan Kemenkumham.

Sedikit informasi, Bank Fama berkantor pusat di Bandung dan berdiri sejak 1993 sebagai bank umum dengan modal awal disetor Rp10 miliar. Bank Fama memiliki beberapa jaringan kantor secara online di Bandung, Jakarta, dan Tangerang dengan fokus pasar pada segmen ritel, khususnya UKM. Saat ini, Bank Fama memiliki modal inti utama senilai Rp1,001 triliun per Desember 2020.

Eks petinggi CIMB Niaga pimpin Bank Fama

Sebelum berita ini diturunkan, EMTEK dikabarkan akan mendirikan bank digital bersama platform super app Grab. Menyusul setelahnya, Tigor M Siahaan diberitakan resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden Direktur dan CEO PT Bank CIMB Niaga Tbk.

Menurut pemberitaan Katadata, Tigor akan memimpin bank digital hasil patungan (joint venture) EMTEK dan Grab tersebut. Bank ini dikabarkan akan terintegrasi dengan berbagai ekosistem digital, mulai dari commerce, online-to-offline (O2O), dan pembayaran digital.

Bertambahnya jumlah bank yang bertransisi ke digital dan kolaborasinya dengan platform digital akan semakin memperkuat prospek dan peta persaingannya di tahun depan. Terlebih, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis aturan baru yang memberikan batasan yang jelas terkait pendirian bank.

Berdasarkan catatan kami, Bank Jago bersinergi dengan Gojek, Bank Neo Commerce dengan Akulaku, BCA Digital dengan Blibli, hingga Seabank oleh Sea Group. Jumlah ini diproyeksi akan bertambah seiring dengan meningkatkan akselerasi digital di Indonesia.

Menyoroti hal ini, Advisor Pengembangan Bisnis Bursa Efek Indonesia Poltak Hotradero sempat mengungkap bahwa sektor keuangan begitu besar di Indonesia. Maka itu, jangan sampai perannya diberikan kepada sektor perbankan saja. Selain potensi bisnisnya besar, ia meyakini masih ada segmen pasar yang belum tergarap dengan baik di Indonesia dan hanya bisa terlayani lewat kanal digital

“Platform digital akan memudahkan sinergi dengan layanan keuangan digital lainnya, misalnya layanan investasi dan asuransi. Namun perlu dicatat, biaya dan risiko terbesar dari transisi digital adalah kegagalan mempertahankan pangsa dan segmen pasar. Faktor tersebut dapat membuat bank menjadi tidak relevan,” tambahnya.

Belajar Bank Digital, Ekosistem, dan Prospek di Masa Depan

Dalam tiga tahun terakhir, industri perbankan Indonesia diramaikan dengan geliat pendirian bank digital, baik berbentuk bank baru maupun konversi dari bank yang sudah ada (existing). Sebagai langkah awal, Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis aturan baru yang diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan pelaku-pelaku bank digital.

POJK Nomor 12/POJK.03/2021 memuat berbagai ketentuan terkait pendirian bank dan modal. Di antaranya adalah ketentuan pendirian dua jenis bank digital. Pertama, pendirian bank baru sebagai bank digital dan kedua, transformasi bank existing umum menjadi bank digital

Di samping itu, aturan baru juga untuk memberikan batasan yang jelas terkait bisnis bank digital mengingat tren ini masih terbilang baru di industri perbankan Indonesia.

Dalam upayanya, bank digital terus melakukan literasi agar masyarakat memahami bisnis dan layanan yang mereka jalankan. Ini sembari memanfatkan momentum akselerasi keuangan digital yang pesat saat pandemi Covid-19. Berdasarkan survei FICO di 2020, 54% konsumen Indonesia lebih suka memakai kanal digital untuk berinteraksi dengan bank, 3% mobile banking, 7% internet banking, dan 14% lewat telepon banking.

Namun, kita tidak bisa melupakan bahwa masih besar kelompok masyarakat di Indonesia yang lebih nyaman bertransaksi keuangan dengan mendatangi ATM maupun ke kantor cabang bank.

PT Bank Jago Tbk (IDX: ARTO) menggelar pelatihan jurnalistik demi memberikan pemahaman mendalam perihal bank digital. DailySocial berkesempatan mengikuti pelatihan yang digelar di Bali ini.

Beberapa pengamat terkemuka turut berpartisipasi, antara lain Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah, Advisor Pengembangan Bisnis Bursa Efek Indonesia Poltak Hotradero, dan Director Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bima Yudhistira.

Persepsi bank digital

Tak sedikit masyarakat di Indonesia yang mengenali bank digital sebagai layanan digital banking. Lagi-lagi mengingat model bisnisnya masih baru, pemahaman terhadap bank digital pun dinilai masih kabur di kalangan masyarakat.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah memberikan satu definisi yang sekiranya mampu membedakan bank digital dan bank konvensional secara signifikan. Menurutnya, bank digital didefinisikan sebagai bank beserta layanan yang mana kita tidak perlu lagi memikirkan di mana kantor pusat, kantor cabang, jumlah ATM, termasuk jumlah orang yang mengoperasikan.

Sama seperti platform dompet digital GoPay dan OVO, kita tak perlu tahu di mana uangnya disimpan. Dengan fenomena adopsi internet dan smartphone selama satu dekade ini, ia menilai bahwa bisnis bank akan tetap sama, tetapi delivery-nya saja yang kini mulai berbeda.

Menurutnya, persepsi ini wajar mengingat masyarakat terbiasa bertransaksi di bank. Bank diidentikkan sebagai lembaga keuangan dengan kantor cabang dan kantor pusat. Berbeda dengan era sebelum digital, persaingan perbankan dapat terlihat dari upaya bank membangun ekosistem. Dalam konteks bank konvensional, ekosistem mereka adalah kantor cabang dan ATM.

Kini perlahan-lahan keberadaan mesin ATM mulai tidak relevan. Orang-orang mulai terbiasa bertransaksi keuangan melalui platform mobile banking maupun dompet digital. Adopsi besar-besaran ini dinikmati industri perbankan selama masa pandemi.

Berdasarkan data OJK, sebanyak 2.593 jaringan kantor cabang ditutup dari 2017 hingga Agustus 2021. Penutupan kantor cabang ini selaras dengan transformasi digital bank yang terlihat dari meningkatnya volume transaksi secara digital.

Menurut Piter, di situasi sekarang apabila bank konvensional belum bertransormasi ke arah bank digital, tidak berarti mereka gagal melakukan digitalisasi. Ini lebih kepada kegagalan kompetisi. Perlu dicatat, faktor keunggulan perbankan sudah berubah, yang unggul di masa lalu, bisa jadi beban di era ekosistem digital.

“Ini bukan lomba lari cepat, tetapi maraton, ketahanan yang menentukan. Lagipula, bank digital masih jadi tren baru di Indonesia. Makanya, ini alasan bank-bank yang sudah mapan mempersiapkan diri, tapi tidak langsung face-to-face melainkan lewat proxy atau anak usahanya,” papar Piter.

Paparan di atas sedikit mengingatkan pada hipotesis Pendiri Bank Jago Jerry Ng ketika memutuskan mencaplok Bank Artos dan mengganti namanya. Jerry menilai Bank Artos tidak memiliki banyak legacy (kantor cabang, ATM, dan SDM). Dengan kondisi ini, pihaknya dapat leluasa mengembangkan teknologi dari awal ketimbang mengambil bank yang sudah punya ribuan kantor cabang.

Studi kasus bank digital

Pada paparan berikutnya, Advisor Pengembangan Bisnis Bursa Efek Indonesia Poltak Hotradero menyoroti ekosistem digital sebagai salah satu faktor kunci pada bank digital. Ia mengambil beberapa contoh bank digital sukses di dunia yang menerapkan model serupa, misalnya KakaoBank asal Korea Selatan.

KakaoBank berdiri di 2016 dan dimiliki oleh perusahaan raksasa internet Kakao Corp. Pada awal kemunculannya, KakaoBank mencatatkan pencapaian yang luar biasa. Dalam lima hari, KakaoBank mengantongi 1 juta pengguna.

KakaoBank juga mencatat kinerja keuangan di atas rata-rata industri. Misalnya, pertumbuhan deposit sebesar 13,65% dari rerata industri 11,98%. Kemudian, NPL KakaoBank juga sebesar 0,26% di mana industri mencapai 1,78%. Sementara, pendapatan fee mencapai 30,16% dari industri 28,02%.

Sumber: Boston Consulting Group
Sumber: Boston Consulting Group

Menurut Poltak, keberhasilan KakaoBank tak lepas dari ekosistem digital besar yang dimiliki perusahaan induknya. Kakao memiliki portofolio layanan beragam, seperti layanan chat, fintech, e-commerce, dan game.

“Evolusi internet membawa dampak perubahan pada manusia dan uang. Mesin-mesin juga saling berinteraksi berkat internet. Ini menjadi pondasi perkembangan bank digital di mana nantinya pembayaran, liquidity, dan analytics berada di awan (cloud). Dengan kata lain, teknologi memampukan bank [digital] untuk bisa scale up lebih cepat,” tuturnya.

Di masa depan, Poltak menyebutkan tiga jenis bank yang bakal berkompetisi antara lain bank konvensional, bank digital, dan embedded bank. Poltak mendefinisikan embedded bank (Bank-as-a-Service/BaaS) sebagai layanan yang sejak awal sudah beroperasi secara digital dan masuk ke ekosistem (native). Ia juga menilai embedded bank akan menjadi bagian dari plumbing system jasa keuangan korporasi atau individu.

Sumber: FT Partners Research

“Platform digital akan memudahkan sinergi dengan layanan keuangan digital lainnya, misalnya layanan investasi dan asuransi. Namun perlu dicatat, biaya dan risiko terbesar dari transisi digital adalah kegagalan mempertahankan pangsa dan segmen pasar. Faktor tersebut dapat membuat bank menjadi tidak relevan,” tambahnya.

Maka itu, ia menggarisbawahi bahwa digitalisasi adalah keniscayaan kompetitif. Jangan sampai sektor keuangan hanya diserahkan perannya lewat bank saja mengingat potensi bisnis dan layanannya begitu besar. Ia meyakini perluasan pasar penting untuk mengembangkan bank digital mengingat masih ada segmen pasar yang belum tergarap di Indonesia dan hanya bisa dilayani lewat digital.

Proyeksi bank digital

Menurut studinya, Director Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira membagi bank digital ke dalam tiga model, yakni direct bank, neobank, dan challenger bank.

Ia memaparkan, direct bank memperbesar peluang layanan perbankan, seperti tabungan dan channeling pinjaman digital. Kemudian, neobank beroperasi sebagai bank yang full digital, tanpa kantor cabang, dan memiliki aplikasi mobile. Sementara, challenger bank dikatakan merevolusi cara transaksi, model pinjaman baru, dan personal finance.

Bhima mengungkap, potensi akumulasi pasar challenger bank dan neobank secara global dapat mencapai $578 miliar di 2027 menurut laporan Medici Research.

Kami mencoba mengambil sumber lain untuk memberikan definisi lebih dalam, terutama pada neobank dan challenger bank. Mengutip FinTech Magazine, neobank menawarkan fleksibilitas ke berbagai layanan, termasuk payroll dan expense management. Selain itu, neobank juga menawarkan solusi keuangan korporasi untuk menjawab tantangan yang dihadapi UMKM.

Kehadiran API membantu mengintegrasikan alur bisnis dengan persyaratan perbankan. Kendati begitu, neobank tidak punya lisensi perbankan karena mereka beroperasi dengan mengandalkan bank mitra. Dengan demikian, mereka tidak dapat menawarkan layanan perbankan tradisional.

Sementara challenger bank memanfaatkan teknologi untuk merampingkan proses perbankan. Namun, challenger bank juga mempertahankan kehadiran fisik untuk mengoperasikan layanan fintech. Sekop challenger bank umumnya jauh lebih kecil dibandingkan pada sektor perbankan mainstream. Diperkirakan ada 100 challenger bank secara global saat ini.

Director Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bima Yudhistira / Bank Jago

Berbeda dengan neobank, challenger bank memiliki lisensi bank dan dapat menawarkan nasabah terhadap berbagai macam layanan perbankan tradisional dan digital. Layanan perbankan tradisional ini juga dapat diakses dan dimanfaatkan lebih akomodatif dibandingkan bank umum.

Lebih lanjut, Bhima menilai bahwa bank digital menawarkan sejumlah keunggulan, baik untuk individu maupun pelaku usaha. Di level individu, bank digital meningkatkan literasi nasabah terhadap produk keuangan lainnya, misalnya investasi. Menurut data World Bank di 2020, porsi kapitalisasi pasar saham terhadap PDB masih relatif kecil. Kemunculan bank digital diproyeksi dapat mendorong minat investasi.

Selain itu, bank digital dapat mendorong upaya pengendalian keuangan di sektor UMKM dengan transparansi dan efisiensi keuangan. Apalagi, pelaku usaha juga bisa mendapatkan akses terhadap pembiayaan yang disalurkan bank digital melalui skema channeling.

The evolution of neobank / Sumber: PwC
The evolution of neobank / Sumber: PwC

“Selama ini bank tidak bersaing dengan teknologi, tapi dengan gede-gedean bunga. Lalu, tiba-tiba muncul bank digital yang menawarkan kemudahan layanan dan akses permodalan. Saat ini Indonesia punya 65 juta UMKM dan sebagian dari mereka belum dapat pinjaman. Bank digital dapat menambah kapasitas pembiayaan itu. Apabila Indonesia ingin memulihkan perekonomian ke level 5%, pertumbuhan kreditnya harus naik tiga kali lipat,” jelasnya.

Dengan berbasiskan data-driven credit scoring, bank digital dapat terus berkembang dengan menyalurkan kredit ke segmen yang belum terjamah. Di masa depan, penyaluran kredit ini dapat memakai indikator rating transaksi nasabah di platform e-commerce, food delivery, atau ride hailing.

Bank Jago to Expand Business in 2022, Advancing Integration with Gojek

Following its strategic partnership with Gojek, PT Bank Jago Tbk (IDX: ARTO) will continue the integration of its second service ecosystem in 2022. A series of use cases have been prepared, such as the GoPay and Jago e-KYC processes and payment for merchant transactions from Kantong Jago via GoPay.

As stated by Bank Jago’s President Director, Karim Siregar, currently his team is preparing to launch GoPay integration as one of the Kantong in the Jago application. Kantong GoPay is estimated to be coming soon.

Karim is reluctant to elaborate on this integration plan with Gojek after the merger with Tokopedia (GoTo). However, he ensured that he would continue to develop the Jago application in order to serve the retail, MSME, and mass market segments.

Rencana sinergi dengan Gojek / Bank Jago
Synergy plans with Gojek / Bank Jago

“This year we are focusing on strengthening the product and user foundations. The number of Bank Jago users is now close to 700 thousand,” he said during Bank Jago’s business presentation, Thursday (28/10). The Bank Jago application has been downloaded more than 1 million on Android devices.

In general note, Gojek Group through GoPay (PT Dompet Anak Karya Bangsa) grabs 22% of Bank Jago’s shares. After the GoTo merger, Bank Jago is exploring wider synergies as it enters the large ecosystem of services owned by Gojek and Tokopedia.

Digital sharia and payment partnership

In other plans, Bank Jago also targets digital sharia services to be available in the Jago application in the first quarter of 2022. Currently, the Sharia Business Unit has started its operation, just waiting for the realization of digital services. His team is waiting for permission from the Financial Services Authority (OJK).

“Sharia and conventional [financial] services are always identified differently, even though they are not. Moreover, there are no fully digital Islamic financial services in Indonesia,” he added.

Jago Syariah will offer digital financial solutions that focus on customer life (life centric) by optimizing the latest technology, equivalent to conventional Jago applications.

Referring to data from the Financial Services Authority (OJK), the market share of Islamic banks was only 6.33% as of October 2020. The increase was not too significant compared to the market share in 2017 which was only 5%.

Furthermore, Bank Jago also plans to strengthen the digital ecosystem by encouraging service partnerships, especially for lending. In total, Bank Jago has collaborated with 19 partners from various verticals, ranging from e-commerce, lending, and investment.

Currently, all of Bank Jago’s financing is being channeled through a loan channeling model with third parties, either through financial service companies or P2P lending platforms.

Bank Jago service ecosystem / Source: Bank Jago

“Banks live on interest, therefore, we should not focus on transactional [products], but also on credit or financing,” he said.

Based on the third quarter 2021 financial report, Bank Jago has disbursed Rp3,727 trillion, an increase of 502% from the same period last year which amounted to Rp619 billion. Most of these loans are distributed through loan channeling.

In a previous interview, Karim had revealed that he would target MSMEs as the target market for financing. In 2020, the number of MSME players in Indonesia is estimated to reach more than 65 million which recorded to contribute more than 50% of Indonesia’s GDP, and absorb 97% of the active work budget in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Bank Jago Siap Ekspansi Bisnis di 2022, Lanjutkan Integrasi dengan Gojek

Menyusul kemitraan strategisnya dengan Gojek, PT Bank Jago Tbk (IDX: ARTO) akan melanjutkan integrasi ekosistem layanan keduanya di 2022. Sejumlah use case telah dipersiapkan, seperti proses e-KYC GoPay dan Jago hingga pembayaran transaksi merchant dari Kantong Jago melalui GoPay.

Disampaikan Presiden Direktur Bank Jago Karim Siregar, saat ini pihaknya tengah menyiapkan peluncuran integrasi GoPay sebagai salah satu Kantong di aplikasi Jago. Kantong GoPay diestimasi segera hadir dalam waktu dekat.

Karim enggan mengelaborasi terkait rencana integrasinya dengan Gojek pasca-merger dengan Tokopedia (GoTo). Kendati begitu, ia memastikan terus akan melanjutkan pengembangan aplikasi Jago agar dapat melayani segmen ritel, UMKM, dan mass market.

Rencana sinergi dengan Gojek / Bank Jago
Rencana sinergi dengan Gojek / Bank Jago

“Tahun ini kami fokus memperkuat fondasi produk dan pengguna. Jumlah pengguna Bank Jago sekarang close to 700 ribu,” ungkapnya saat paparan bisnis Bank Jago, Kamis (28/10). Aplikasi Bank Jago tercatat telah diunduh lebih dari 1 juta di perangkat Android.

Sebagaimana diketahui, Gojek Group melalui GoPay (PT Dompet Anak Karya Bangsa) mencaplok 22% saham Bank Jago. Setelah aksi merger GoTo, Bank Jago tengah mengeksplorasi sinerginya lebih luas karena masuk ke ekosistem besar layanan milik Gojek dan Tokopedia.

Syariah digital dan kemitraan pembiayaan

Pada rencana lainnya, Bank Jago juga menargetkan layanan syariah digital tersedia di dalam aplikasi Jago pada kuartal pertama 2022. Saat ini, Unit Usaha Syariah sudah beroperasi, tinggal menunggu realisasi layanan digitalnya saja. Pihaknya tengah menanti izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Layanan [keuangan] syariah dan konvensional selalu diidentikkan berbeda, padahal sebetulnya tidak. Lagi pula, belum ada layanan keuangan syariah yang sudah fully digital di Indonesia,” tambahnya.

Jago Syariah akan menawarkan solusi keuangan digital yang berfokus pada kehidupan nasabah (life centric) dengan mengoptimalkan teknologi terkini, setara dengan aplikasi Jago konvensional.

Mengacu data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pangsa pasar bank syariah hanya 6,33% per Oktober 2020. Kenaikannya tidak terlalu signifikan dibandingkan pangsa pasar di 2017 yang cuma 5%.

Lebih lanjut, Bank Jago juga berencana memperkuat ekosistem digital dengan mendorong kemitraan layanan, terutama untuk pembiayaan (lending). Secara total, Bank Jago telah bekerja sama dengan 19 mitra dari berbagai vertikal, mulai dari e-commerce, lending, dan investment.

Saat ini, seluruh pembiayaan Bank Jago masih disalurkan melalui model loan channeling dengan pihak ketiga, baik melalui perusahaan jasa keuangan maupun platform P2P lending.

Ekosistem layanan Bank Jago / Sumber: Bank Jago

“Bank itu hidupnya dari pendapatan bunga, maka itu kita jangan fokus ke [produk] yang sifatnya transaksional saja, tetapi juga ke kredit atau pembiayaan,” tuturnya.

Berdasarkan laporan keuangan kuartal ketiga 2021, Bank Jago telah menyalurkan sebesar Rp3.727 triliun atau naik 502% dari periode sama tahun lalu yang sebesar Rp619 miliar. Sebagian besar kredit ini disalurkan lewat skema loan channeling

Dalam wawancara terdahulu, Karim sempat mengungkap akan membidik UMKM sebagai target pasar pembiayaan. Di 2020, jumlah pelaku UMKM di Indonesia diperkirakan mencapai lebih dari 65 juta yang tercatat berkontribusi lebih dari 50% terhadap PDB Indonesia, dan menyerap sebesar 97% dari anggaran kerja aktif di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Tukang.com Bersiap Ekspansi Layanan ke Empat Kota dan Galang Pendanaan Baru

Platform on-demand untuk jasa  pertukangan Tukang.com berencana untuk melanjutkan kembali ekspansi yang sempat terhenti akibat Covid-19. Ekspansi ini rencananya terealisasi pada kuartal II 2022 ke beberapa kota, yaitu Bandung Raya, Semarang, Surabaya, dan Denpasar.

Hingga saat ini, Tukang.com sudah memiliki 102.824 pengguna dengan 2.080 mitra. Platform ini telah mengantongi jumlah transaksi sebesar Rp21 miliar.

Sebetulnya, Tukang.com telah melebarkan akses ketersediaan layanannya ke kota-kota tersebut, termasuk Yogyakarta. Namun, perusahaan terpaksa menutup sementara layanan pertukangan di sana karena pandemi. Pihaknya juga terpaksa menunda sejumlah program kerja sama dan kegiatan pemasaran sebagai langkah efisiensi

Co-founder Tukang.com Rommy Adams mengungkap, pihaknya sempat kesulitan dalam menangani hal tersebut. Pelanggan mengurangi pengeluaran untuk menjaga keuangannya yang berdampak terhadap penurunan pesanan dan pembatalan proyek renovasi. Dengan berkurangnya jumlah pesanan, mitra Tukang.com pun menjadi tidak aktif. Ketika pelanggan ingin memesan kembali, pekerjaan tukang banyak yang tidak tersedia.

“Padahal, tren renovasi dan perbaikan cukup besar di era sebelum Covid-19, terutama kebutuhan dari kelompok muda yang baru memiliki properti sendiri. Karena pandemi ini, kami juga kehilangan potensial investor yang ingin masuk,” ungkapnya.

“Saat ini kami fokus untuk melakukan kampanye kepada pengguna existing dan akuisisi pengguna baru untuk meningkatkan traction dan pendapatan. Kami juga mulai mencari pendanaan dan partner strategis untuk mendukung ekspansi bisnis dan produk ke depan,” ujar Rommy kepada DailySocial.id.

Menurutnya, kemajuan super app seperti Gojek dan Grab menjadi salah satu acuan Tukang.com untuk mengembangkan layanannya. Pada kesempatan ini, Tukang.com melakukan rebranding aplikasi dengan meningkatkan ekosistem layanan, mengubah sistem secara menyeluruh, dan menambah opsi pembayarannya.

Pada versi terbaru ini, Tukang.com memperkenalkan tiga layanan baru dirilis, yakni Home Maintenance, Build and Renovate, dan Design Inspirations untuk memudahkan pengguna merencanakan renovasi atau bangun rumah sesuai keinginan dan budget.

Tukang.com juga mengembangkan dan membangun ekosistem layanan jasa ke rumah, seperti perawatan kebersihan rumah, landscaping dan perkebunan, serta perawatan dan perbaikan kendaraan bermotor.

Perjalanan pengembangan Tukang.com

Tukang.com awalnya berdiri di 2015 sebagai penyedia layanan call center tukang harian, di mana saat itu pemesanannya masih berbasis web. Dalam perjalanannya selama enam tahun, Rommy mengungkap bahwa Tukang.com telah melalui berbagai pengembangan.

Ringkasnya, Tukang.com baru merilis aplikasinya di 2016, di mana saat itu pihaknya sekaligus menambah sejumlah pembaruan. Di antaranya, merilis 13 layanan spesialisasi pekerjaan tukang.

Kemudian, Tukang.com kembali menambah sejumlah fitur dan layanan pada versi terbaru aplikasinya, seperti fitur pekerjaan borongan (project based), Work Progress Disbursement System, sistem pembayaran proyek berdasarkan progress pekerjaan, dan kemitraan dengan kontraktor arsitek/desainer interior.

Barulah di 2018, Tukang.com memperluas layanannya ke marketplace jasa konstruksi dengan menghadirkan Official Brand produsen bahan bangunan. Selain itu, Tukang.com juga memperkuat sistem pembayaran dengan menggandeng sejumlah payment gateway provider.

Di 2019, Tukang.com merilis versi 4.0 dengan sejumlah pembaruan, mulai dari program kolaborasi Official Brand untuk menyediakan co-training dan co-branding oleh 18 principal produsen bahan bangunan. Pihaknya juga menghadirkan fasilitas pembiayaan Kredit Renovasi dari CIMB Niaga Syariah, BFI Syariah, Mandala Finance, Kredivo, dan Uangme untuk Paylater.

“Dalam proses akuisisi dan kurasi mitra kerja, kami menyempurnakannya dengan membangun sistem penerimaan berbasis online dan offline. Online untuk memudahkan pendataan dan verifikasi data pribadi calon mitra, sedangkan Offline untuk melakukan wawancara dan pengamatan langsung keahlian yang dimiliki oleh mitra,” paparnya.

Adapun, penentuan dan penetapan tarif pekerjaan pada tiap layanan dilakukan dengan metode Analisa Harga Satuan Pekerjaan. Rommy menyebut standardisasi harga dilakukan dengan mengintegrasikan data harga pekerjaan tiap layanan dengan front-end system/aplikasi sehingga customer dan mitra dapat menggunakannya sebagai acuan standar harga transaksi.

Application Information Will Show Up Here

BTPN Mendirikan Perusahaan Ventura BTPNS Syariah, Mendorong Ekosistem Digital yang Dilayani Bank

PT Bank BTPN Tbk (IDX: BTPN) dan PT Bank BTPN Syariah Tbk (IDX: BTPS) resmi mendirikan perusahaan ventura BTPNS Ventura pada Jumat (22/10) lalu. Pembentukan ventura ini akan membantu induk usaha untuk melakukan investasi di bidang digital.

Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), BTPNS Ventura memiliki modal dasar Rp80 miliar. Kemudian, modal ditempatkan dan disetor penuh sebesar Rp20 miliar.

Dengan pembentukan ini, BTPS menjadi pemegang saham pengendali dengan kepemilikan saham sebesar 99% atau setara Rp19,8 miliar. Sementara, BTPN mengantongi satu persen atau sekitar Rp200 juta.

Direktur Kepatuhan dan Sekretaris Perusahaan BTPN Syariah Arief Ismail mengatakan bahwa BTPNS akan melakukan kegiatan usaha modal ventura syariah, mengelola dana ventura, dan kegiatan usaha lain sesuai persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Tujuan pembentukan anak usaha ini untuk menunjang kegiatan usaha dan aspirasi BTPN Syariah dalam mewujudkan digital ekosistem bagi segmen yang dilayani bank,” demikian dalam keterangan tertulisnya.

Dalam keterbukaan informasi yang dirilis Sabtu (23/10), perusahaan menyebutkan bahwa belum ada dampak secara material mengingat BTPNS Ventura belum efektif menjalankan kegiatan usaha. BTPNS Ventura baru akan efektif setelah mendapatkan persetujuan dari otoritas terkait.

CVC di Indonesia

CVC merupakan perpanjangan investasi perusahaan untuk mempertemukan inovasi teknologi dengan bisnis dan akses pasar dari perusahaan induk. Tujuan akhirnya adalah menyinergikan layanan digital dengan bisnis milik perusahaan.

Sementara itu, beberapa bank lain sudah lebih dulu membentuk CVC untuk menyinergikan portofolio inovasi dengan bisnis dan layanannya. Beberapa di antaranya adalah MDI Ventures, pionir CVC yang berada di bawah naungan Telkom Group, BRI Ventures oleh BRI, Mandiri Capital Indonesia (MCI) oleh Mandiri, dan Central Capital Ventura (CCV) oleh BCA.

Langkah BTPN mendirikan corporate venture capital (CVC) menunjukkan arah strategi barunya untuk mengembangkan ekosistem layanan keuangan, terutama bagi digital banking Jenius.

Apalagi, selama ini Jenius mengadopsi konsep co-create dengan melibatkan masyarakat tech savvy pada setiap pengembangan layanan/fitur digital banking. Saat ini, Jenius memiliki  3,3 juta pengguna di semester I 2021.

Unit CVC yang dioperasikan perusahaan di Indonesia / DSResearch

Mantan CEO CIMB Niaga Dikabarkan Akan Pimpin Bank Digital Milik EMTEK dan Grab

Bankir senior Tigor M Siahaan dikabarkan bergabung ke bank digital yang didirikan oleh konglomerasi media PT Elang Mahkota Tbk (IDX: EMTK) dan platform super app Grab.

Kabar ini diturunkan usai Tigor resmi mengundurkan diri dari posisinya sebagai Presiden Direktur dan CEO PT Bank CIMB Niaga Tbk (IDX: BNGA) tertanggal 21 Oktober 2021. DailySocial sudah mencoba mengonfirmasi ke Tigor, tapi belum mendapatkan jawaban.

Dalam artikelnya, Katadata menyebut bahwa Tigor akan memimpin bank digital hasil joint venture EMTEK dan Grab, yang kabarnya akan terintegrasi dengan ekosistem digital.

“Tigor akan memimpin bank digital yang terintegrasi dengan ekosistem bisnis digital yang mencakup berbagai layanan commerce, baik online maupun offline (O2O), pembayaran digital, dan layanan teknologi lainnya,” ungkap sebuah sumber seperti dilaporkan Katadata.

Tigor sebelumnya pernah memegang jabatan kunci di perusahaan terdahulu, yakni Country Head for Institutional Clients Group, Head of Corporate & Investment Banking and Country Risk Manager. Kemudian, Tigor juga menjabat sebagai Chief Country Officer of Citi Indonesia pada periode 2011-2015.

Baik EMTEK dan Grab sama-sama memiliki ekosistem kuat di bisnis media dan digital. EMTEK menaungi stasiun televisi SCTV dan Indosiar, KapanLagi Networks, dan platform streaming Vidio. Sementara Grab memiliki ekosistem layanan lengkap, seperti ride hailing, food delivery, dan kurir instan. Katadata melaporkan jumlah penggguna Grab diestimasi sebesar 22 juta pengguna.

Selain itu keduanya juga memiliki afiliasi kuat di mana Grab memiliki 2,59% sagam EMTEK yang dibeli pada Maret 2021. Saat ini, Grab dikabarkan memiliki 5,88% saham di perusahaan konglomerasi milik taipan Sariaatmadja ini.

Sinergi bank digital

Apabila kabar tersebut betul, ini akan menambah kembali deretan sinergi korporasi dan platform digital untuk merealisasikan bank digital selama dua tahun terakhir ini. Sinergi ini tak lagi terjadi di lingkup sektor perbankan saja, tetapi meluas ke sektor lainnya.

Pada sektor perbankan, publik telihat melihat berbagai sinergi yang dilakukan perbankan untuk memperkuat konsep bank digital mereka. Contohnya, Bank Artos dan Gojek (Bank Jago), Bank Yudha Bhakti dan Akulaku Group (Bank Neo Commerce), serta Bank Kesejahteraan Ekonomi dan Sea Group (Seabank).

Sementara di sektor media juga ada Bank Harda Internasional yang dicaplok oleh konglomerat Chairul Tanjung pada 2020 (Allo Bank). Lainnya, ada BCA melalui BCA Digital, BRI melalui Bank Raya, dan Bank Mandiri yang memilih untuk mengembangkan platform super app ketimbang mendirikan bank digital baru.

Kolaborasi menandakan persaingan bank digital di Indonesia akan semakin ketat sejalan dengan upaya perbankan untuk memperkuat ekosistem layanan digitalnya di masa depan.

Telkomsel dan BCA Digital Persiapkan Kolaborasi Platform Keuangan “REDI” dan blu

Telkomsel kembali melanjutkan babak baru transformasi digitalnya. Setelah platform Kuncie (edtech) dan Fita (healthtech), operator seluler milik BUMN ini kembali menambah portofolio digital dengan meluncurkan aplikasi keuangan Telkomsel REDI. Saat ini, aplikasi REDI sudah tersedia untuk perangkat Android.

Telkomsel REDI membuka sinyal kolaborasi dengan bank digital milik BCA, yakni BCA Digital (blu). Kolaborasi ini belum diluncurkan secara resmi, tetapi sudah diumumkan melalui laman LinkedIn BCA Digital. Dalam informasi tersebut, keduanya akan mengumumkan kolaborasi Telkomsel REDI dan blu pada akhir Oktober ini.

DailySocial telah mencoba menghubungi BCA Digital dan Telkomsel. Namun, belum ada konfirmasi dan informasi lebih lanjut dari keduanya.

“[Kolaborasi] Telkomsel Redi dan blu bisa dinantikan pekan depan ya. Tunggu saja,” ungkap juru bicara BCA Digital dalam pesan singkat kepada DailySocial.

Aplikasi Telkomsel REDI memungkinkan pengguna untuk bertransaksi dan mengakses lebih dari satu rekening bank dengan nomor ponsel saja. Pengguna juga bisa mentransfer uang dengan QR code tanpa perlu memasukkan nomor rekening. Telkomsel REDI juga menawarkan sejumlah fitur lain, seperti split bill, pengingat tagihan (listrik, air, telepon, dll), hingga laporan pengeluaran setiap bulan.

Dalam siaran persnya beberapa waktu lalu, SVP Digital Advertising and Banking Telkomsel Ronny W Sugiadha mengatakan, Telkomsel REDI merupakan kelanjutan dari pengembangan inovasi layanan m-Banking Telkomsel yang awalnya dirilis di 2002.

“Melalui Telkomsel REDI, kami berupaya mengintegrasikan sejumlah layanan keuangan digital dari mitra perbankan ternama, yang diharapkan dapat semakin memudahkan masyarakat dalam mengelola berbagai rekening yang dimiliki dalam satu askes layanan aplikasi,” ujarnya.

Saat ini, Telkomsel REDI telah bekerja sama dengan lebih dari 20 institusi perbankan. Pihaknya akan terus menambah jumlah mitra perbankan agar dapat menjangkau target pengguna dalam ekosistem Telkomsel yang lebih luas.

Kolaborasi digital lintas sektor

Belum diketahui model kerja sama yang dilakukan antara blu dan Telkomsel REDI. Namun, beberapa platform digital lintas vertikal mulai berkolaborasi dengan perbankan untuk menghadirkan layanan Bank-as-a-Service (BaaS).

Misalnya, kolaborasi Bukalapak dan Sociolla dengan platform nexus milik Standard Chartered . Kemudian, kemitraan Grab dan BRI untuk menyediakan akses pembukaan rekening secara online. Sementara itu, BCA Digital memperkuat ekosistem layanannya dengan menggandeng platform e-commerce Blibli sebagai partner eksklusif platform blu.

Berbagai macam model kolaborasi yang telah dilakukan ini sebetulnya membidik target serupa, yakni mendorong perluasan inklusi keuangan di Indonesia. Dengan basis pengguna yang dimiliki masing-masing, kolaborasi ini memungkinkan akselerasi adopsi layanan yang lebih cepat.

Berdasarkan laporan e-Conomy SEA 2019 oleh Google, Temasek, dan Bain & Company, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum terjamah layanan keuangan. Laporan ini menyebut populasi unbanked di Indonesia mencapai 92 juta jiwa, sedangkan underbanked mencapai 47 juta jiwa.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Mengenal Platform Konseling Bicarakan.id dan Misinya Meningkatkan Kesehatan Mental di Indonesia

Teknologi memiliki peran signifikan dalam menghubungkan setiap orang di berbagai belahan dunia. Kehadirannya juga dimanfaatkan mereka untuk mengembangkan beragam layanan digital yang kini semakin luas fungsinya, mulai dari layanan keuangan, belanja, pendidikan, hingga kesehatan mental.

Founder & CEO Bicarakan.id Andreas Handani meyakini bahwa siapa pun berhak untuk memiliki kesehatan mental yang baik. Bahkan bagi masyarakat modern sekalipun yang cukup memiliki kebutuhan sandang, pangan, dan papan, tak menutup kemungkinan kebutuhan kesehatan mentalnya sudah terpenuhi.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di 2018, sebanyak 12 juta penduduk Indonesia berusia di atas 15 tahun mengalami depresi, dan 19 juta penduduk di atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional. Jumlah ini berpotensi bertambah, terutama di masa pandemi Covid-19, saat ruang gerak masyarakat dibatasi.

Dalam skala global, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di 2017 melaporkan lebih dari 200 juta orang (3,6% dari populasi) menderita kecemasan. Sementara, jumlah penderita depresi mencapai 322 juta orang (4,4% dari populasi), hampir separuhnya berasal dari Asia Tenggara dan Pasifik Barat.

DailySocial.id berkesempatan untuk mengenal lebih jauh mengenai platform konseling online Bicarakan.id yang didirikan oleh Andreas Handani beserta visi-misinya ke depan.

Mendorong kesehatan mental dengan layanan konseling

Saat mendirikan Bicarakan.id, Andreas bercerita bahwa ide awal layanan ini lahir dari sebuah lirik lagu yang menyinggung pentingnya mengutarakan masalah yang dihadapi. Secara psikologis, ia menilai bahwa mengutarakan masalah sangat berguna untuk mencari langkah penyelesaiannya.

Di samping itu, ia melihat layanan untuk mengakomodasi kebutuhan kesehatan mental belum tergarap baik di Indonesia. “Belum ada tempat yang benar-benar berfungsi sebagai ekosistem yang dapat menggabungkan para psikolog dan kebutuhan psikologis masyarakat Indonesia itu secara sinergis. Itu adalah sebuah kekacauan yang masif untuk kita sebagai masyarakat modern,” tuturnya.

Andreas mengakui bahwa ia tidak punya latar belakang pendidikan dan karier sebagai psikolog. Bahkan sebelum ini, ia sempat berkarir sebagai freelance copywriter dan marketing consultant di startup fintech. Kendati begitu, Andreas mengaku bahwa ilmu psikologi membantu hidupnya dalam melakukan perubahan dan menginspirasinya untuk mengembangkan platform konseling online.

Sebagai informasi, Bicarakan.id adalah sebuah platform yang menyediakan layanan konseling online. Misinya adalah menjadi ekosistem layanan kesehatan mental yang berkualitas dengan biayanya terjangkau bagi semua orang di Indonesia.

Bicarakan berdiri sejak Maret 2020 dan telah memiliki 11 orang di timnya. Di awal berdiri, layanan konseling online Bicarakan baru dapat diakses di website dengan biaya awal sebesar Rp149 ribu per sesi. Saat ini, biaya per sesinya dimulai dari Rp189 ribu. Layanan konseling online yang tersedia, yaitu individu dan pasangan.

Kini, pengguna dapat menjadwalkan sesi konseling online melalui Google Play Store dan Apps Store dalam waktu kurang dari 5 menit. “Bandingkan dengan konseling tatap muka yang tradisional di mana prosesnya bisa berhari-hari bahkan berminggu-minggu. Saya rasa ini improvement yang cukup drastis ya dari segi kemudahan untuk user,” tambahnya.

Selain online, Bicarakan.id juga menawarkan layanan konseling tatap muka untuk individu dan pasangan melalui Rumah Bicara. Fasilitas ini memudahkan Pembicara (sebutan pengguna Bicarakan.id) untuk bertatap muka dengan konselor pilihan mereka. Pengguna juga dapat menjadwalkan sesi konseling langsung di sana.

Saat ini, Bicarakan.id telah memiliki sebanyak 26 orang mitra konselor aktif. Menurut Andreas, proses kurasi konselor ditanganinya bersama Head of Counseling Operations Mario Albert. Siapa pun dapat mengajukan diri untuk bergabung menjadi mitra selama memiliki Surat Izin Praktek Psikolog (SIPP).  

Investasi East Ventures dan rencana bisnis

Pada kesempatan ini, Andreas juga mengungkap bahwa platform Bicarakan.id telah memperoleh pendanaan tahap awal (pre-seed) dari East Ventures dengan nominal dirahasiakan. Pihaknya juga tengah berdiskusi dengan beberapa investor lain untuk mengakselerasi rencana pengembangan Bicarakan.id menjadi sebuah ekosistem layanan kesehatan mental yang optimal di Indonesia.

Pihaknya memiliki visi untuk membangun ekosistem layanan yang berkualitas, terjangkau, dan dilengkapi dengan konten-konten terkait, seperti journaling dan meditasi. Lewat platform ini, ia memiliki visi untuk mendorong masyarakat Indonesia lebih terbuka terhadap masalah, memvalidasi emosi, dan mengapresiasi pentingnya membicarakan masalah, bukan membiarkannya.

“Saat ini, kami fokus untuk develop ekosistem layanan kesehatan mental yang berkualitas, lengkap, dan memiliki biaya terjangkau. Ada tiga hal yang menjadi area utama pengembangan kami, yaitu aplikasi, konten, serta penambahan jumlah konselor dan layanan konseling,” tuturnya.

Partisipasi program Startup Studio

Selain mencari akses permodalan, Bicarakan.id juga turut berpartisipasi pada program inkubasi Startup Studio yang difasilitasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Pada September lalu, Bicarakan.id terpilih sebagai salah satu peserta yang lolos di Batch III ini.

Menurut Andreas, salah satu alasan utama mengikuti program ini adalah untuk mendapatkan pendampingan dan pelajaran dalam mengembangkan startup. Ia mengakui bahwa pengembangan produk secara mandiri akan memakan waktu lama.

“Ada banyak orang yang lebih memahami pengembangan bisnis, terutama di industri startup teknologi. [Partisipasi ini dapat membantu misi yang kami emban untuk menjadikan masyarakat Indonesia lebih sehat mental,” ucapnya.

Ada beberapa pelajaran menarik yang diperolehnya dari program ini, di antaranya adalah mempertemukan business goals dengan market reality, cara meraih profit tanpa melupakan misi sosial, cara menuju product-market fit, hingga pentingnya tracking data dan cohort metrics untuk mencapai user retention rate yang optimal.

Application Information Will Show Up Here

Mandiri Capital Indonesia Channels Follow on Funding to Crowde’s Series B

The CVC backed by Bank Mandiri, Mandiri Capital Indonesia (MCI) channels follow on funding to Crowde’s Series B. Based on the sources, the latest round of this agriculture fintech lending startup also involves Monk’s Hill Ventures.

Another thing, this funding also involves the business unit of Gunung Sewu Group conglomerate, PT Great Giant Pineapple (GGP), which is a subsidiary of Great Giant Foods (GGF). In general note, GGP is the largest pineapple canner producer in the world which has exported more than 15,000 containers to 60 countries.

This funding news has been confirmed by MCI’s CEO, Eddi Danusaputro. “It is true, we are doing follow on series B funding to Crowde,” he said through a short message to DailySocial.id.

According to the data submitted to regulators, the company has raised fresh funds of $9 million or around 127.2 billion Rupiah in the ongoing round.

Previously, MCI had participated by leading Crowde’s pre-series A funding of $1 million or around 14 billion Rupiah in 2019. At the same time, Bank Mandiri also participated as an institutional lenderThrough Crowde amounting to 100 billion Rupiah.

Currently, Crowde has disbursed loans ranging from IDR 8 million to IDR 2 billion with an interest rate of 6%-18%. Crowde also recorded 97.89% TKB90. In addition to Bank Mandiri, Crowde has also collaborated with other institutional lenders, such as Bank BJB, BPR Supra, and Saison Indonesia to strengthen its credit distribution structure.

High potential yet hazardous

In the DSResearch report with Crowde entitled “Driving the Growth of Agriculture-Technology Ecosystem in Indonesia”, the aquaculture sector is included in the business sector with a fairly high risk. This is due to business development in this sector is hindered by a number of obstacles, such as access to capital, financial literacy, and the ability and knowledge of farmers to cultivate.

Capital distribution in agriculture, forestry, and fishery / DSResearch and Crowde

According to reports, the educational background and low financial literacy of the farmers are one of the inhibiting factors for cultivation. Crowde stated that 78% of active household farmers in Indonesia do not meet bank capital requirements.

In addition, internet penetration among farmers is quite low. Based on BPS data in 2018, only 4.5 million farmers were connected to the internet out of a total of 27 million business players in agriculture.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian