Finarya, Linkaja Management Company, Officially Obtained BI’s E-Money License

PT Fintek Karya Nusantara or Finarya, Linkaja’s organizer, is officially obtained e-money license issued by Bank Indonesia (BI). Finarya has submitted for license in February 21st, 2019 on letter no. 21/65/DKSP/Srt/B.

Finarya has been operating since February 22nd, 2019 with Tcash merger into LinkAja. The interesting thing, this is a new license and not the one owned by Telkomsel’s Tcash.

LinkAja is a QR Code-based payment system managed by four partnered state-owned banks (Mandiri, BNI, BRI, and BTN), Telkomsel, Jiwasraya Insurance, and Pertamina. Telkomsel is the biggest shareholder and Danu Wicaksana, Tcash’s CEO is appointed as Finarya’s Director.

Currently, the digital payment app conversion under the State-owned Banks Community (Himbara) into LinkAja, such as E-cash (Bank Mandiri), T-Bank (BRI), UnikQu and Yap! (BNI) is to be finalized in late March.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Finarya, Perusahaan Pengelola LinkAja, Resmi Kantongi Lisensi E-Money dari BI (UPDATED)

PT Fintek Karya Nusantara atau Finarya, penyelenggara layanan e-money LinkAja, resmi mengantongi lisensi uang elektronik yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI). Finarya tercatat telah mengajukan izin sebagai penyelenggara emoney LinkAja pada 21 Februari 2019 dengan surat No. 21/65/DKSP/Srt/B.

Finarya sendiri telah efektif beroperasi sejak 22 Februari 2019 dengan peleburan layanan Tcash ke dalam aplikasi LinkAja. Menariknya lisensi ini adalah lisensi baru dan bukan merupakan lisensi Tcash yang dimiliki oleh Telkomsel.

LinkAja merupakan sistem pembayaran berbasis Quick Response (QR) Code yang dikelola kongsi empat bank BUMN (Mandiri, BNI, BRI, dan BTN), Telkomsel, Asuransi Jiwasraya, Pertamina, dan terakhir Danareksa. Telkomsel menjadi pemilik saham terbesar perusahaan ini dan Danu Wicaksana, CEO Tcash, menjadi Direktur Finarya.

Saat ini konversi aplikasi pembayaran digital milik Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) ke LinkAja, seperti E-cash (Bank Mandiri), T-Bank (BRI), UnikQu dan Yap! (BNI) ditargetkan rampung akhir Maret ini. LinkAja disebutkan bakal resmi beroperasi penuh di pertengahan April 2019.

Dengan masuknya Danareksa ke dalam susunan pemegang saham Finarya, Telkomsel akan mengantongi 25 persen, diikuti BNI, BRI, dan Mandiri masing-masing 20 persen. Baik BTN dan Pertamina memiliki 7 persen, sedangkan Jiwasraya dan Danareksa masing-masing 0,5 persen.

Application Information Will Show Up Here

Integrasi Belum Rampung, Produk E-Money Himbara Diprediksi Tersedia di LinkAja Akhir Maret

Kemarin, Minggu (3/3), Menteri BUMN Rini Soemarno mengumumkan LinkAja sudah dapat digunakan sebagai alat pembayaran berbasis digital. Dalam keterangan resminya, LinkAja ke depannya dapat digunakan untuk beragam jenis transaksi, termasuk pembayaran bahan bakar di SPBU milik Pertamina, pembelian tiket kereta api dan Damri, serta asuransi Jiwasraya.

Untuk saat ini, LinkAja baru bisa digunakan pengguna Tcash yang sudah melebur pada akhir Februari lalu. Integrasi aplikasi pembayaran digital milik Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) ke LinkAja, seperti E-cash (Bank Mandiri), T-Bank (BRI), UnikQu dan Yap! (BNI), akan dilakukan secara bertahap. Realisasi ini mundur dibanding target semula awal Maret.

Dalam pesan singkatnya kepada DailySocial, General Manager Divisi E-Banking BNI Anang Fauzi menyebutkan bahwa pengguna UnikQu dan Yap! saat ini memang belum bisa menggunakan LinkAja.

Direktur Teknologi Informasi dan Operasi BRI, Indra Utoyo juga memastikan pihaknya belum melakukan integrasi pelanggan T-Bank ke LinkAja karena aspek keamanan. Integrasi ini baru akan dilakukan pertengahan Maret ini.

“Masih ada pengujian yang harus dilalui, termasuk aspek keamanan. Dari tahap migrasi TCash ke LinkAja, ada beberapa masukan untuk perbaikan. Ditambah pengujian sistem dan keamanan untuk memastikan kesiapan sebelum migrasi nasabah uang elektronik bank Himbara,” ujarnya dalam pesan singkat.

Ia menegaskan, migrasi nasabah layanan bank tetap mematuhi ketentuan, yakni migrasi data dan dana telah mendapat persetujuan nasabah. Para nasabah diharapkan sudah memberikan respons atas pemberitahuan bank sejak 1 Februari lalu

Indra menargetkan T-Bank sudah bisa melebur ke LinkAja dan dapat dinikmati pengguna pada akhir Maret ini.

“Sejauh ini kesepakatan dengan bank-bank Himbara sama. Secara tahap migrasi, [saya rasa] bisa diprediksi demikian,” ujarnya.

LinkAja merupakan sistem pembayaran berbasis Quick Response (QR) Code yang dikelola kongsi empat bank BUMN (Mandiri, BNI, BRI, dan BTN), Telkomsel, Asuransi Jiwasraya, dan Pertamina.

Sebelumnya, TCash sudah lebih dulu melebur ke dalam aplikasi LinkAja pada 22 Februari lalu yang sempat diwarnai sejumlah gangguan teknis di aplikasi.

Application Information Will Show Up Here

Tcash Officially Merges to LinkAja, Danu Wicaksana Leads Finarya

Friday (2/22), Telkomsel’s e-money service is officially merged into LinkAja. Tcash’s President Director, Danu Wicaksana is appointed to lead the service under PT Fintek Karya Nusantara (Finarya).

In the official release to DailySocial, Wicaksana said there’s no different service from Tcash to LinkAja. Users can use Tcash as per usual.

However, LinkAja will introduce some new features soon. “We’ll be developing some new features of LinkAja in time,” he added.

LinkAja is a QR Code-based payment system to be managed by alliance of four state-owned banks (Mandiri, BNI, BRI, and BTN), Telkomsel, and Pertamina.

After Tcash, server-based e-money platforms under state-owned banks, such as BRI’s My QR and BNI’s Yap!, will merge into LinkAja payment system in early March.

An interesting news arose, Jiwasraya is to involve in LinkAja shareholders. Telkomsel will acquire 25%, followed by BNI, BRI, and Mandiri of 20%. Both BTN and Pertamina will have 7% each, and 1% for Jiwasraya.

Strategy to compete with Ovo and Go-Pay

The plan of state-owned companies to create its own payment system has spread since the late 2018. In fact, rumor has it that they will partner with WeChat Pay and Alipay.

Soon after that, the state-owned alliance announces to launch QR Code-based payment system, LinkAja, in the late January 2019. To date, state-owned companies involved are sealed when it comes to LinkAja’s development in the future.

One that is certain, LinkAja is developed to break Go-Pay and Ovo’s domination in Indonesia.

“It was because Go-Pay and Ovo is strong, it triggers state-owned companies to make synergy. Previously, each company work independently. Mrs. Rini (Ministry of State-owned companies) wants to merge the whole effort to LinkAja,” David Bangun, Telkom’s Digital and Strategic Portfolio Director said, not long time ago.

Based on DailySocial’s Fintech Report 2018, Go-Pay is the most popular with 79.39% of the respondents have tried the app, followed by Ovo at 58.42%, and Tcash 55.52%

Difficult to access

Until this afternoon, LinkAja users still complain about the difficulty to access the app. It has been going on since this morning.

DailySocial has tried to login. The first time, it succeed. The second trial and the next ones did not.

The access is using cellphone number. When logging in, user will receive verification code sent to the cellphone number. Unfortunately, after the verification code entered, it keeps loading and not getting into the app.

In its official release, Wicaksana said the LinkAja system is currently upgrading because the high demand of users. He guarantee the account safety with its balance.

“”LinkAja’s technical team is trying to make it easier for user to acces the app. We’re very sorry for the inconvenience in accessing LinkAja,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Alami Gangguan Teknis, Tcash Tunda Konversi ke LinkAja Hingga Awal Maret

Setelah mengalami kendala teknis sejak Jumat (22/2) pagi hingga malam ini, Tcash akhirnya menunda peleburan layanannya ke aplikasi LinkAja. Dengan demikian, pelanggan Tcash masih bisa menggunakan layanan tersebut seperti semula.

Dalam keterangan resminya, CEO Tcash Danu Wicaksana mengatakan setelah menganalisis secara menyeluruh, pihaknya memutuskan untuk menunda migrasi aplikasi mobile Tcash ke LinkAja hingga minggu depan

“Kami mengucapkan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi. Pelanggan akan kami kembalikan ke aplikasi Tcash seperti semula, di mana akun dan saldo pelanggan dipastikan aman,” kata Danu.

Sebelum migrasi ini berjalan, Danu menyebut bahwa pihaknya telah melakukan berbagai persiapan bisnis maupun teknis. Namun, kendala teknis muncul pada saat proses konversi update aplikasi Tcash ke LinkAja. Akibatnya, pelanggan sulit untuk login ke aplikasi LinkAja.

Kendati demikian, layanan berbasis lainnya tetap berjalan normal, seperti pembayaran dengan NFC dan token, pengisian saldo di mitra Tcash dan ATM, hingga layanan USSD (*800#) bagi pengguna ponsel non-smartphone.

“Pelanggan Tcash yang lebih dari 95 persen memakai ponsel Android, akan menerima SMS petunjuk untuk update aplikasi mereka kembali ke aplikasi Tcash. Dengan begitu mereka bisa kembali bertransaksi secara normal. Namun, pelanggan iOS belum bisa menggunakan aplikasi Tcash dalam beberapa hari ke depan,” ujar Danu.

Sungguh disayangkan mengingat peleburan Tcash menjadi LinkAja baru diresmikan hari ini. Danu sendiri telah didapuk memimpin LinkAja yang bernaung di bawah PT Fintek Karya Nusantara (Finarya).

LinkAja merupakan sistem pembayaran berbasis Quick Response (QR) Code yang akan dikelola kongsi empat bank BUMN (Mandiri, BNI, BRI, dan BTN), Telkomsel, dan Pertamina.

Rencananya usai peleburan Tcash, bakal menyusul platform e-money berbasis server milik bank BUMN, seperti My QR milik BRI dan Yap! dari BNI, yang akan melebur ke dalam sistem pembayaran LinkAja awal Maret mendatang.

Application Information Will Show Up Here

Tcash Resmi Melebur Jadi LinkAja, Danu Wicaksana Pimpin Finarya

Hari ini, Jumat (22/2), layanan uang elektronik atau e-money milik Telkomsel resmi melebur ke dalam LinkAja. Direktur Utama Tcash Danu Wicaksana ditunjuk memimpin layanan yang bernaung di bawah PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) ini.

Dalam keterangan resmi yang DailySocial terima, Danu menyebutkan bahwa tidak akan ada perubahan layanan dari Tcash ke LinkAja. Pengguna Tcash dapat menggunakan layanan ini seperti biasa.

Hanya saja, LinkAja akan menghadirkan sejumlah fitur baru ke depannya. ”Kami akan mengembangkan berbagai fitur baru dari LinkAja dari waktu ke waktu,” ungkap Danu.

LinkAja merupakan sistem pembayaran berbasis Quick Response (QR) Code yang akan dikelola kongsi empat bank BUMN (Mandiri, BNI, BRI, dan BTN), Telkomsel, dan Pertamina.

Setelah Tcash, bakal menyusul platform e-money berbasis server milik bank BUMN, seperti My QR milik BRI dan Yap! dari BNI, yang akan melebur ke dalam sistem pembayaran LinkAja awal Maret mendatang.

Menariknya Jiwasraya akan masuk ke dalam jajaran pemegang saham LinkAja. Telkomsel nantinya akan mengantongi 25 persen kepemilikan, diikuti BNI, BRI, dan Mandiri 20 persen. Baik BTN dan Pertamina memiliki 7 persen, sedangkan Jiwasraya 1 persen.

Strategi hadapi Ovo dan Go-Pay

Rencana BUMN menggarap sistem pembayaran sendiri sudah ramai dibicarakan sejak akhir 2018 lalu. Malah saat itu, informasi yang beredar justru menyebutkan BUMN akan bermitra dengan WeChat Pay dan Alipay.

Tak berapa lama berselang, kongsi BUMN mengumumkan akan meluncurkan sistem pembayaran berbasis QR Code LinkAja pada akhir Januari 2019. Hingga sekarang, seluruh perusahaan BUMN yang terlibat dalam kongsi ini masih menutup rapat-rapat mengenai bagaimana pengembangan LinkAja ke depan.

Yang pasti, LinkAja sengaja dipersiapkan untuk mematahkan dominasi Go-Pay dan Ovo di pasar fintech Tanah Air.

“Justru karena GoPay dan OVO kuat, maka itu memicu munculnya kesadaran perlunya sinergi BUMN. Sebelumnya, masing-masing BUMN maju sendiri-sendiri, Bu Rini [Menteri BUMN] ingin menggabungkan semua effort ke dalam LinkAja,” jelas Direktur Digital and Strategic Portfolio Telkom David Bangun saat kami hubungi beberapa waktu lalu.

Berdasarkan Fintech Report 2018 yang dirilis DailySocial, Go-Pay memimpin di sisi popularitas dengan 79,39 persen responden sudah pernah menggunakannya, diikuti Ovo 58,42 persen, dan Tcash 55,52 persen.

Masih sulit diakses

Hingga sore ini, pengguna LinkAja mengeluhkan sulitnya akses ke dalam aplikasi. Kesulitan akses masuk (login) ke aplikasi LinkAja sudah terjadi sejak pagi tadi.

DailySocial sempat menjajal login ke aplikasi ini. Pada saat login pertama, akses berhasil. Namun saat percobaan kedua dan seterusnya, kami tidak berhasil masuk ke dalam aplikasi.

Akses masuk ke aplikasi menggunakan nomor seluler. Dan untuk login, pengguna akan menerima kode verifikasi yang dikirimkan ke nomor seluler. Sayang, usai kode verifikasi dimasukkan, proses loading terus berjalan dan tidak mau masuk ke dalam aplikasi.

Dalam keterangan resminya, Danu menyebutkan bahwa saat ini sistem LinkAja sedang dalam proses upgrade dikarenakan tingginya jumlah unduhan dari para pengguna. Ia memastikan akun dan saldo pengguna tetap aman.

”Tim teknis LinkAja sedang berupaya untuk mempermudah akses pelanggan untuk masuk ke aplikasi ini . Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan Anda dalam mengakses layanan LinkAja,” tuturnya.

Application Information Will Show Up Here

Perusahaan “Fintech Enabler” Asal Tiongkok OneConnect Resmikan Kehadirannya di Indonesia

Penyedia platform teknologi keuangan (fintech enabler) asal Tiongkok, OneConnect, resmi beroperasi di Indonesia. Melalui anak usahanya PT OneConnect Financial Technology Indonesia, perusahaan menawarkan sejumlah solusi yang diharapkan dapat mempercepat digitalisasi layanan keuangan di tanah air.

Dalam sambutannya, CEO OneConnect Financial Technology Tan Bin Ru menyebut Indonesia sebagai pasar utamanya di Asia Tenggara karena Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi digital tercepat pada 2018, yakni senilai $27 miliar.

Berbekal teknologi dan pengalaman yang dimiliki perusahaan, ia ingin membagikan keduanya kepada ekosistem di Indonesia. Pihaknya menyiapkan $10 juta (Rp 140 miliar) untuk mendukung digitalisasi pasar keuangan di Indonesia.

“Dalam menghadapi perkembangan ekonomi saat ini, tidak mungkin tanpa tantangan, institusi finansial selalu membutuhkan solusi. Kami salah satu perusahaan teknologi yang sangat mengenal institusi finansial. Kami yakin solusi kami dapat memenuhi kebutuhan mereka,” ujar Bin Ru di acara peluncuran OneConnect di Jakarta, Rabu (20/02).

Ada sembilan kategori solusi yang ditawarkan OneConnect kepada bank dan institusi finansial di Indonesia, antara lain Perbankan Digital, Asuransi Digital, Investasi Digital, Cloud Ping An, Pendaftaran Akun dan Pelayanan Pintar, Platform Peminjaman Pintar, Klaim Asuransi Pintar, Alat Agen Pintar, dan Blockchain-Fimax.

Sebagai langkah pertamanya, OneConnect membidik pedagang pasar untuk memperkuat basis awal ekosistemnya di Indonesia. Untuk itu, pihaknya juga menandatangani kesepakatan kerja sama (MoU) dengan Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (ASPARINDO).

Kolaborasi ini mencakup kunjungan dan penyuluhan di pasar-pasar tradisional untuk membantu para pedagang dan kios bertransformasi ke arah digital.

We need to learn (financial technology) to speed up with the economy. Makanya, kami gandeng ASPARINDO untuk buka jalan sehingga teknologi kami bisa sampai ke daerah,” ujar Direktur Utama PT OneConnect Financial Technology Indonesia Hendra Tan.

Hendra juga memiliki misi untuk membangun ekosistem secara menyeluruh di Indonesia sehingga OneConnect dapat menjadi penyedia teknologi keuangan yang tidak hanya menyelesaikan masalah peminjaman modal (lending) saja di Indonesia.

That’s why we need data source, orang-orang perbankan [sebagai sumber daya di OneConnect], dan lainnya untuk membangun ekosistem di sini. Kami juga sudah bangun data center untuk bisa comply dengan regulasi di Indonesia,” tambahnya.

Sementara, Ketua Umum ASPARINDO Joko Setiyanto menambahkan, pihaknya akan memulai pilot project dari kerja sama ini di sejumlah pasar tradisional di Tangerang Selatan.

“Tidak mudah mendigitalkan pasar, perlu edukasi. Asal ada sosialisasi upaya ini pasti jalan. Yang terpenting bagi pedagang adalah kegunaan sehingga mereka bisa merasakan efisiensinya,” kata Joko.

Kristin Siagian turut terlibat dalam penulisan artikel ini.

4 Hal Penting untuk Menjadi “Customer-Centric” dalam Pemasaran

Kehadiran teknologi kini mengubah perspektif marketer dalam memasarkan produk. Tak hanya itu, peran marketing juga mulai berubah. Mereka tak hanya sekadar memikirkan brand awareness, tetapi juga menentukan strategi untuk mengkonversi awareness tersebut ke tahap lebih tinggi, misalnya meningkatkan penjualan.

Sementara kita tahu, setiap brand tidak hanya membutuhkan awareness dan engagement semata dari konsumennya. Setiap brand perlu meningkatkan penjualan agar bisa bertumbuh.

Di sesi #SelasaStartup kali ini, Chief Marketing Officer KG Media Dian Gemiano membahas seputar apa yang dibutuhkan oleh brand di masa sekarang ini.

Mengenal brand lebih dalam

Dalam sebuah proses pitching, tahap pengenalan brand perlu dilakukan untuk mengetahui kebutuhan klien. Hal ini diperlukan untuk menghindari kesalahan umum yang sering terjadi pada saat pitching.

Ia mencontohkan bagaimana marketer tidak berusaha untuk mengenal brand lebih dulu dengan melakukan riset. Mereka terlalu sibuk dengan idenya sampai lupa membuat strategi, seperti cara menghasilkan uang dari program yang digarap.

“Saat pitching, kita menjadi sok tahu, overthink, dan heboh dengan banyak ide. Padahal the simplest idea is the best idea,” tutur Gemi.

Identifikasi profil konsumen

Selain memperdalam pengetahuan terhadap brand, hal penting lain untuk mengetahui kebutuhannya adalah dengan mengidentifikasi profil setiap konsumen, seperti aktivitas dan reaksi mereka terhadap sebuah brand.

Menurut Gemi, identifikasi menjadi kegiatan yang sangat menyenangkan karena kita menjadi tahu apa yang mereka lakukan sebelum membeli barang, emosi yang ditampilkan dalam setiap interaksi brand.

Dengan mengetahui profil konsumen, brand dapat merancang sebuah produk yang berarti untuk konsumennya.

Jangan ikuti tren, ikuti ke mana konsumen pergi

Teknologi memampukan kita untuk mengetahui tren yang sedang ramai di kalangan masyarakat. Berkat ini, marketer tahu apa saja yang dapat ditawarkan kepada klien.

Sayangnya, tren bak dua sisi mata uang. Tren cepat sekali berubah seiring perkembangan waktu. Maka itu, penting bagi marketer untuk mengidentifikasi perjalanan interaksi konsumen terhadap suatu brand.

“Identifikasi customer journey adalah aktivitas yang harus dijadikan kebiasaan. Semua harus terdeteksi karena selalu ada perubahan. Klien jadi tahu investasi marketing-nya, di mana audiens berada, bukan di tren sekarang, karena konsumen itu terdorong oleh kebutuhan,” ungkapnya.

Perlu dicatat, tidak semua produk bisa melayani semua orang. Menurutnya, jangan sampai marketer tergoda dengan tren, kecuali memang tren itu relevan dengan target audiens.

Teknologi mengubah kontrol produsen ke konsumen

Jika kita sadari, aktivitas marketing kini berubah dari product-centric menjadi customer-centric sejak adanya teknologi. Contoh paling lekat di era kini adalah bagaimana konsumen membeli produk berdasarkan ulasan dari konsumen lain.

Hal ini juga yang menandakan adanya perubahan kontrol dari produsen ke konsumen karena kehadiran teknologi. Jika produsen tak lagi punya kontrol, apa yang harus dilakukan selanjutnya?

“Maka itu, kita tidak bisa sekadar bikin produk, kita harus tahu apa yang dibutuhkan konsumen,” ujarnya.

Indodax to Comply with Bappebti’s New Regulation for License

Indodax, the biggest crypto asset market platform in Indonesia, announced its main focus to comply with the new regulations issued by the Commodity Futures Trading Commission (Bappebti) on February, 12th.

Oscar Darmawan, Indodax’s CEO said the team wants the crypto asset market platform to acquire official license. Currently, Indodax is a company under PT Indodax Nasional Indonesia.

He admits some points to highlight as an issue. In his opinion, the required capital for business players to register as crypto asset sellers is quite high.

In the Bappebti’s Law No. 5 in 2019 of Technical Rules to Organize Crypto Asset Physical Market in the future market include (1) Capital for futures company of Rp1.5 trillion, (2) Capital for crypto asset storage of Rp1.2 trillion, and (3) Capital for crypto asset trading of Rp1 trillion.

“We’re running those three points, therefore we (need) three licenses. Our focus this year is to be a crypto asset market platform with license,” he said in the Indodax’s Badai Hadiah Pers Conference last time.

Darmawan said he’ll keep discussing with some parties including Bappebti to explore the new regulation. “We’re indeed trying to get permission. However [in terms of regulation] we let Bappebti to take control, we’ll try to comply and discuss,” he added.

Currently, Indodax have more than 30 digital assets to trade with 1.5 million members in Southeast Asia per December 2018. Last year’s income is claimed to have increased by two times from the previous year. He aims for an additional 500 thousand new users this year.

Meanwhile, Indodax’ Chief Technology Officer, William Sutanto said the team is trying to comply with the new regulation in terms of technology. One is to obtain ISO certification.

Included in the regulation, some required ISO certifications, such as ISO 27001 (Information Security Management System), ISO 27017 (cloud security), and 27018 (cloud privacy) if the crypto asset physical sellers are using cloud.

“This year, [certification] must be obtained. There will be further discussion,” he added.

Tokenized Economy Phenomenon

One of the concrete implication of cryptocurrency is tokenized economy realization in the future. All physical assets to financial can be converted to token in real time.

Rahmat Waluyanto, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia’s (KSEI) Chief Commissioner has predicted the tokenized economy to be a big phenomenon worldwide, at least in 5-10 years ahead.

He said the cryptocurrency market capitalization has reached $211 billion worldwide per 2018. The fundraising of Initial Coin Offerings (ICO) has exceeded $15 billion.

Currently, cryptocurrency is indeed illegitimate in Indonesia because it’s considered a commodity. Unless the other countries where crypto has been traded in the Securities and Exchange Commission (SEC) capital market.

“The token system is not very impactful, yet raises opportunities and implications, to build up financial system. In addition, to make advance access to financial inclusion,” he mentioned at the event.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Ingin Jadi Pionir Omni Channel, Bhinneka Store Kini Tersedia di LazMall Milik Lazada

Dua pemain e-commerce besar Indonesia, Lazada dan Bhinneka, resmi mengumumkan kolaborasi terbarunya. Bhinneka Official Store kini telah tersedia di LazMall milik Lazada.

Dengan semangat memperkuat ekosistem e-commerce di Tanah Air, Lazada dan Bhinneka berupaya untuk memperluas segmen pasar masing-masing dengan saling silang target penggunanya.

Seperti diketahui, Bhinneka merupakan pemain kuat dalam penjualan online untuk produk gawai, laptop, dan komputer. Sedangkan Lazada adalah salah satu destinasi belanja terbesar di Indonesia.

“Kami berdua punya target pasar berbeda. Dengan kolaborasi ini kami bisa kembangkan target pasar bersama, memperluas segmen di Indonesia,” ungkap CMO Lazada Monika Rudijono di Jakarta.

LazMall menyediakan produk dari berbagai merek kenamaan, baik lokal maupun tradisional. Di toko ini, Bhinneka bakal punya enam kategori produk utama, yakni Teknologi dan Gadget, Lifestyle, Music Store, All About Home, serta Gaming Station dan Sports.

Hingga akhir Februari ini, Bhinneka Official Store akan menghadirkan lebih dari 20.000 produk dari 100 merek.

Sementara itu Chief of Omni Channel Bhinneka Vensia Tjhin menyebutkan, kolaborasi ini diharapkan dapat mendorong penggunanya untuk aktif bertransaksi. “Kami sudah 20 tahun, tapi sampai saat ini di kategori IT, banyak pengguna yang masih sekadar browsing. Mereka masih reluctant untuk belanja,” ucapnya.

Selain itu, kolaborasi ini adalah strateginya untuk menjadi pionir omni channel di Indonesia. Ia mengungkap pihaknya bakal merangkul lebih banyak platform e-commerce besar di Indonesia.

Omni channel sendiri diprediksi menjadi masa depan e-commerce dan ritel karena memiliki banyak kanal penjualan yang terintegrasi.

“Strategi kami adalah bagaimana menjangkau seluas-luasnya untuk menikmati belanja online. Makanya, kami akan berkolaborasi dengan e-commerce lain. Hampir semua e-commerce bakal kami gandeng, dan semuanya marketplace,” tutur Vensia.

Saat ini Bhinneka memiliki delapan toko offline yang tersebar di Jakarta dan Surabaya. Layanannya telah memiliki 1,6 juta pengguna, 23 kategori produk, 180 ribu pengunjung harian, dan 150 ribu SKU.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here