Peta Jalan Pengembangan Genomik di Indonesia

Bioteknologi masih menjadi sektor yang belum banyak diminati di Indonesia. Sektor ini rata-rata masih dipegang perusahaan besar dan konglomerasi, atau startup yang berbasis riset. Pengembangannya pun membutuhkan waktu relatif lama karena memerlukan kapital yang tidak sedikit untuk mulai membangun tanpa kepastian pendapatan.

Saat ini, belum banyak juga modal ventura yang masuk ke sektor tersebut, bahkan tergolong underfunded. Berdasarkan data dari laporan “Genomics: Leapfrogging into the Indonesian healthcare future” dari East Ventures, Indonesia juga dinilai masih tertinggal dalam hal harapan hidup serta pemanfaatan anggaran kesehatan di Asia Tenggara, maupun rata-rata global.

 

Perbandingan efektivitas anggaran kesehatan dari 14 Negara. Sumber: White Paper Genomik 2023 oleh East Ventures

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pernah mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki dua masalah utama yang terjadi di sektor kesehatan. Pertama adalah meningkatnya biaya kesehatan per kapita. Dan yang kedua adalah sebagian besar sistem kesehatan kita terfokus pada sisi kuratif daripada sisi preventif.

Sementara itu, negara ini juga disebut tengah mengalami peningkatan kasus Resistensi Antimikroba, yang menghambat efektivitas perawatan medis. Hal ini berperan dalam menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat kematian tertinggi yang disebabkan oleh penyakit tidak menular (80%), 7% lebih tinggi dari rata-rata dunia.

Kementerian Kesehatan telah mengakui ini sebagai area krusial yang akan menjadi perhatian. Pada Agustus 2022 lalu, Kemenkes bekerja sama dengan East Ventures, mendukung penguatan inovasi di bidang kesehatan Indonesia dengan meluncurkan Biomedical & Genome Science Initiative (BGSi).

Program ini didesain untuk mengembangkan pengobatan yang lebih akurat bagi masyarakat melalui pemanfaatan teknologi dalam mengumpulkan informasi genetik (genom) dari manusia dan patogen seperti virus dan bakteri atau bisa juga disebut whole genome sequencing (WGS). Sebelumnya, metode WGS sendiri telah digunakan dan berperan penting dalam pencegahan COVID-19 di Indonesia.

Selain dapat menjadi alternatif dalam memberikan perawatan preventif dan solusi pengobatan yang tepat, genomik berpotensi memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi Indonesia.

Mengembangkan lanskap genomik di Indonesia dapat menghasilkan peningkatan produktivitas bagi pasien yang penyakitnya terdeteksi dini dan yang tidak harus keluar dari tenaga kerja. Selain itu, ini juga dapat membantu menurunkan biaya perawatan kesehatan secara keseluruhan karena deteksi dini dan perawatan yang ditargetkan. Hal ini berpeluang untuk mendorong pertumbuhan nilai ekonomi senilai $110 miliar di Indonesia.

Kolaborasi sektor publik dan swasta

Dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Tiongkok, Korea, Inggris, atau Amerika Serikat, Indonesia masih berada di tahap yang sangat awal, di bawah Malaysia dan Vietnam. Amerika dan Inggris memimpin dalam area penelitian genomik dan studi nasional. Salah satu yang membuat Amerika memimpin jauh di depan karena partisipasi sektor swasta yang lebih luas.

Belum lama ini, Tiongkok dan Korea juga mulai mengembangkan aplikasi klinis genomik terbatas. Partisipasi sektor swasta tetap ada di lapisan bawah. Berbeda dengan Amerika, Korea membatasi area dan ruang lingkup genomik untuk sektor swasta di negaranya.

Dalam rangka mewujudkan pengembangan genomik yang optimal, Kemenkes berkolaborasi dengan East Ventures telah menyiapkan peta jalan pengembangan genomik di Indonesia.

Ada empat pilar kunci untuk mengembangkan bidang genomik secara optimal antara lain infrastruktur, investasi, sumber daya manusia, serta regulasi. Kerangka peraturan menjadi langkah pertama menuju pembentukan
ekosistem genomik dan mengatasi masalah utama pemain swasta.

Ada 3 aspek yang perlu diperhatikan dalam pembuatan regulasi pengembangan genomik. Pertama, terkait privasi dan penggunaan data secara etis. Kedua, seputar pengelolaan, pembagian, penyimpanan, dan pemrosesan data. Ketiga, penyederhanaan persetujuan etis dan persetujuan lain untuk penggunaan biologis sampel untuk uji klinis

Dari sisi pendanaan, pemerintah juga disebut perlu aktif dalam memberikan solusi pendanaan, contohnya: anggaran pembuatan infrastruktur genomik kritis, subsidi dan insentif pajak kepada sektor swasta, serta alokasi dana ke perguruan tinggi kedokteran untuk pengembangan sumber daya manusia.

Pada saat investasi terkait genomik masih relatif baru, East Ventures telah menunjukkan kepercayaannya di sektor ini sejak 2018 melalui perusahaan portofionya, startup yang berfokus pada genome sequencing seperti Nalagenetics dan Nusantics.

MDI Ventures dan Bio Farma juga telah membentuk dana kelolaan “Bio Health Fund” sebesar $20 juta atau sekitar 292 miliar Rupiah yang akan digunakan keduanya untuk membidik investasi startup early dan growth stage yang berfokus pada bidang biotech dan layanan kesehatan di Indonesia.

Terkait infrastruktur inti, Indonesia saat ini telah mendirikan bio bank dan pusat data bersama dengan infrastruktur pengurutan penting lainnya seperti mesin sekuensing genom, peralatan dan laboratorium. Selanjutnya, pengembangan EHR juga sangat penting untuk memastikan data dan studi genom dapat digunakan untuk pembuatan aplikasi penggunaan akhir dan solusi klinis.

Dalam hal ini, sektor swasta dapat membantu pemerintah dalam pusat data, dan menyiapkan bio bank baru ketika pemain asing dapat menyediakan mesin sequencing dan infrastruktur terkait. Di ranah infrastruktur lainnya, partisipasi pemerintah sangat terbatas, sementara hanya sedikit pemain sektor swasta yang beroperasi di ruang ini.

Beberapa pemain swasta yang sudah masuk ke ranah genomik termasuk NalaGenetics, Nusantics, dan startup biotech Asa Ren yang mengklaim sebagai perusahaan pertama di Indonesia yang fokus mengelola data DNA. Perusahaan juga belum lama ini berhasil mendapatkan pendanaan senilai 123 miliar Rupiah.

Berikut adalah ilustrasi linimasa peta jalan pengembangan genomik di Indonesia:

Sumber: East Ventures’ 2023 white paper “Genomics: Leapfrogging into the Indonesian healthcare future”

East Ventures Paparkan Potensi Genomik dan Pengembangannya di Indonesia

Perusahaan modal ventura yang berfokus pada sektor agnostik, East Ventures hari ini (16/2) meluncurkan white paper bertajuk “Genomics: Leapfrogging into the Indonesian healthcare future”. Bekerja sama dengan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dan Redseer Strategy Consultant, laporan ini memaparkan pemahaman komprehensif tentang peran genomik dalam memperbaiki sistem kesehatan di Indonesia.

Sebagian besar penduduk Indonesia yang saat ini berusia muda, diperkirakan menua dengan cepat dan berpotensi membebani infrastruktur kesehatan. Dalam rangka memitigasi potensi krisis kesehatan, genomik dapat menjadi alternatif dalam memberikan perawatan preventif dan solusi pengobatan yang tepat.

Genomik umumnya diterapkan dalam bidang kedokteran dan bioteknologi yang mengarah pada berbagai perawatan, terapi, produk, dan teknologi baru. Seiring perkembangannya, genomik berpotensi mentransformasi ekosistem perawatan kesehatan di Indonesia.

Dalam pidatonya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa  saat ini industri kesehatan di Indonesia masih tertinggal dari negara lain, terutama dalam hal peningkatan layanan kesehatan dan harapan hidup.

“Di sinilah bidang genomik dan pengobatan presisi berperan menawarkan pendekatan transformatif untuk mendiagnosis dan merawat pasien dengan mempertimbangkan susunan genetik unik setiap individu. Kementerian Kesehatan melihat ini sebagai peluang bagus, dan telah merancang enam reformasi besar dalam dunia kesehatan, termasuk bioteknologi,” ujarnya di acara yang bertempat di Hotel Mulia, Jakarta.

Sementara, Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca dalam keynote-nya, menyampaikan bahwa perkembangan genomik di Indonesia masih berada di tahap yang sangat awal. Maka itu, butuh kerja sama seluruh stakeholder untuk mewujudkan peta jalan pengembangan sektor ini.

Ada empat pilar kunci untuk mengembangkan bidang genomik secara optimal antara lain infrastruktur, investasi, sumber daya manusia, serta regulasi. Pilar-pilar ini menjadi krusial untuk memastikan manfaat genomik dan pengobatan presisi dapat terealisasi, serta terwujudnya saluran investasi untuk mendukung pertumbuhan bidang ini.

Infrastruktur kesehatan Indonesia disebut masih tertinggal dari negara-negara sebayanya, begitu pula menurut standar WHO. Hal ini menyisakan ruang untuk perbaikan. Ditambah lagi dengan penyakit sistemik dan populasi yang akan mulai menua pada 2030, maka Indonesia perlu bersiap dari sekarang.

Dana kelolaan hingga program akselerasi

Selain berperan sebagai alternatif solusi untuk memperpanjang umur manusia, inovasi di bidang genomik diperkirakan berpotensi mendorong pertumbuhan nilai ekonomi mencapai $100 miliar. Willson, dalam sesi diskusi panel membahas teknologi genomik juga mengungkap rencana dana kelolaan East Ventures yang berfokus pada sektor ini.

Sejak awal, East Ventures meyakini potensi teknologi genomik dalam merevolusi sistem dan infrastruktur kesehatan Indonesia. Ketika investasi terkait genomik masih relatif baru, East Ventures telah menunjukkan kepercayaannya sejak 2018 lewat portofolio di bidang genome sequencing, yakni Nalagenetics dan Nusantics.

Namun, regulasi yang belum jelas dinilai menghambat perkembangan genomik di suatu negara. Chief Digital Transformation Office (DTO) Kemenkes Setiaji, mengungkap, pemerintah saat ini tengah mengembangkan regulasi terkait genomik dan bioteknologi. “Regulasi ini akan dikeluarkan pada saat teknologinya sudah masuk ke sandbox, kurang lebih 3-6 bulan setelah ini.”

East Ventures juga mengumumkan dukungannya bersama DTO Kemenkes melalui program inkubasi bagi startup dan inovator di bidang kesehatan bernama “Health Innovation Sprint Accelerator 2023 in collaboration with East Ventures”. Program ini bertujuan untuk memajukan kualitas kesehatan melalui inovasi di bidang healthtech dan biotech di Indonesia.

Ini merupakan program inkubasi untuk startup dan para inovator di bidang kesehatan. Program ini bertujuan meningkatkan kualitas kesehatan melalui inovasi sektor Health-Tech dan Bio-Tech di Indonesia. Calon peserta bisa mendaftarkan diri untuk mendapatkan kesempatan pitching ide dan produk inovasi mereka kepada Pemerintah, Industri kesehatan, serta akademisi.

Program ini memiliki dua fokus utama. Pertama, healthtech dengan kategori Electronic Medical Record System, Healthcare Provider Management System, Health Management Solution, dan Health Wellness. Kedua, biotech dengan kategori Information Technology for support in precision medicine, Integrated Laboratory Information and Management System, serta pengembangan produk berbasis pengurutan genom untuk industri kesehatan atau biotech.

Program inkubasi ini bersifat gratis dan menawarkan akses pada jaringan kolaborasi multidisiplin dan pendampingan dari mentor dan ahli berpengalaman di bidangnya. Selain mendapatkan token apresiasi, peserta berkesempatan untuk menjadi rekanan Kemenkes dalam mengembangkan ekosistem bioteknologi kesehatan.

Mengenal Layanan Omnichannel “Aloshop” Besutan Shipper

Memasuki tahun kelima beroperasi, Shipper semakin memperluas jangkauan bisnisnya. Tidak hanya berperan sebagai agregator logistik dan manajemen pergudangan, perusahaan juga menyediakan platform omnichannel dan e-commerce enabler melalui Atoor yang kini berganti nama menjadi Aloshop.

Awalnya, Atoor didesain sebagai layanan Omnichannel Management System (OCMS) untuk memudahkan pelaku usaha mengatur aktivitas penjualan di marketplace secara terintegrasi, mulai dari pengaturan informasi produk dengan mengganti deskripsi produk, merevisi harga produk, mengunggah foto produk, pengaturan pesanan, hingga pengelolaan stok inventor dalam satu platform.

Seiring berkembangnya layanan, Atoor rebranding menjadi Aloshop yang menawarkan dua produk utama. Pertama, solusi omnichannel yang efisien dan kaya fitur untuk membantu mengelola stok, pesanan, dan produk di berbagai saluran penjualan. Fitur ini cocok untuk bisnis skala kecil yang mengelola total pesanan berkisar 20-300 per hari dengan 2-5 admin.

Kedua, layanan e-commerce enabler yang membantu aktivasi bisnis online dari ujung ke ujung. Layanan ini sudah termasuk konsultasi untuk e-commerce, operasional toko, dan strategi pemasaran. Fitur ini didesain untuk bisnis berskala lebih besar dengan jumlah pesanan lebih dari 300 per hari. Kedua produk ini juga dilengkapi akses logistik dan pengadaan dari Shipper.

Sejak diluncurkan pada Januari 2022, Aloshop telah menghubungkan lebih dari 1.500 toko online dan membantu ratusan penjual menghemat lebih banyak waktu dan sumber daya, sehingga mereka dapat fokus dalam penjualan dan pengembangan bisnis.

Di Indonesia, potensi bisnis e-commerce enabler terbilang menggiurkan. Sektor e-commerce Indonesia merupakan salah satu pasar dengan pertumbuhan terpesat di dunia. Ekonomi digitalnya bernilai sekitar $77 miliar pada tahun ini menurut laporan e-Conomy SEA Report 2022, dan diprediksi mencapai $130 miliar pada 2025 dengan dominasi dari sektor e-commerce.

Di ranah e-commerce enabler, beberapa pemain yang juga menawarkan solusi serupa Aloshop, termasuk aCommerce, SIRCLO, dan JetCommerce.

Chief Customer Officer Aloshop Craig Wheeler dalam wawancara terpisah juga mengungkapkan bahwa pengguna software saat ini sudah sekitar 300. Untuk saat ini, perusahaan menargetkan pertumbuhan lebih dari 2.000 merchant per akhir tahun ini baik yang menggunakan Platform Omnichannel, maupun Jasa E-commerce Enabler.

Omnichannel mulai bangkit

Pada dasarnya, omnichannel merupakan sebuah strategi tahap lanjut dari multichannel, sehingga penggunanya dapat mengetahui perkembangan bisnis secara real time. Strategi ini menggabungkan berbagai saluran komunikasi ke dalam satu bentuk antarmuka secara universal serta memungkinkan interaksi perusahaan dengan konsumen sehingga tercipta garis waktu yang komprehensif.

Omnichannel kerap digunakan dalam bisnis ritel, karena strategi ini memudahkan pelanggan dalam mencari informasi terkait barang yang dijual. Strategi ini memiliki fokus untuk memberikan pengalaman pelanggan tanpa batas, saat berbelanja secara online melalui perangkat seluler, laptop, maupun secara offline di toko fisik.

Saat ini, penggunaan omnichannel yang sering ditemui adalah akun-akun toko online di Instagram yang menghubungkan akunnya dengan toko online mereka di berbagai marketplace atau website. Tujuannya, agar konsumen yang mengetahui produk mereka dapat langsung terhubung ke channel penjualan yang berbeda.

Sepanjang pandemi, strategi omnichannel sempat mengalami penurunan akibat terhambatnya aktivitas offline. Aktifitas di ruang online dianggap sebagai normal yang baru. Namun, seiring dicabutnya aturan PPKM, masyarakat kembali beraktivitas layaknya pra-pandemi, seperti bekerja ke kantor, pergi ke mal, dan makan di restoran.

Meskipun begitu, hal ini tidak menurunkan minat masyarakat untuk berbelanja secara offline. Menurut survei yang dilakukan oleh Dataindonesia.id pada periode 25 Agustus-10 September 2022, mayoritas atau 43,2% responden menyatakan frekuensi belanja online mereka tidak berubah saat ini dibandingkan ketika kasus Covid-19 masih tinggi. Hal ini semakin menguatkan hipotesis terkait strategi omnichannel sebagai masa depan industri ritel.

Sumber: Dataindonesia.id

Menurut keterangan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, 90% dari anggotanya telah mengadopsi strategi omnichannel. Akan tetapi,  sebagian besar peritel fisik di seluruh Indonesia masih tidak memiliki keahlian dan sumber daya internal yang memadai maupun investasi teknologi yang substansial untuk menjalankan model ritel omnichannel secara efektif.

Dalam menjalankan model ini, dibutuhkan usaha yang berkelanjutan untuk menciptakan nilai tambah agar tetap unggul. Oleh karena itu, hanya sejumlah kecil peritel besar yang mampu menerapkan inisiatif omnichannel. Di Indonesia sendiri, beberapa pemain e-commerce sudah menerapkan strategi ini, termasuk Blibli dan Sociolla.

Aplikasi Saga Sehat Dorong Digitalisasi Posyandu di Indonesia

Salah satu isu yang masih menghantui pertumbuhan balita di Indonesia adalah stunting, masalah kurang gizi kronis yang ditandai dengan tinggi badan tidak sesuai umur. Kondisi ini merupakan salah satu indikator gagal tumbuh pada balita akibat kekurangan asupan gizi kronis pada periode 1.000 hari pertama kehidupan, yakni dari anak masih dalam bentuk janin hingga berusia 23 bulan.

Penderita stunting umumnya rentan terhadap penyakit, memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal serta produktivitas rendah. Tingginya prevalensi stunting dalam jangka panjang ditengarai berdampak pada kerugian ekonomi bagi Indonesia.

Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4 persen atau 5,33 juta balita. Angka ini telah mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang diperkirakan mencapai 26,9%. Pemerintah sendiri menargetkan stunting di Indonesia akan turun menjadi hanya 14% pada 2024.

Beberapa inovasi telah dikembangkan untuk menekan angka prevalensi stunting di Indonesia. Salah satunya adalah “Saga Sehat”, layanan aplikasi digital untuk memantau pertumbuhan seputar kesehatan anak bayi dan balita besutan PT Sadamaya Graha Teknologi. Aplikasi ini turut mendorong program pemerintah dalam pencegahan stunting melalui digitalisasi posyandu.

Dikembangkan pada tahun 2020, perusahaan melihat kebutuhan alat antropometri di Posyandu masih sangat terbatas dari sisi kapasitas dan kapabilitasnya. Kemudian, timnya mempelajari lebih dalam data dan prosesnya. Di samping itu, penimbangan di Posyandu dilakukan secara bulanan oleh kader Posyandu dan hasil laporannya dikirimkan ke Puskesmas untuk diinput ke aplikasi ePPGBM sebagai sumber data stunting nasional.

Dalam perjalanannya perusahaan semakin paham proses di Posyandu dan terkait stunting itu sendiri. Ternyata masih banyak masyarakat yang tidak aware tentang kondisi stunting dan indikatornya. Ini termasuk kalangan menengah ke atas di perkotaan. Hal ini semakin menciptakan pertanyaan tentang stunting di kota atau daerah terpencil. Fakta ini membuat perusahaan lebih serius berkontribusi menanggulangi stunting melalui inovasi di teknologi.

Dimas Harya sebagai perwakilan Saga Sehat mengungkapkan bahwa, “Selain awareness, tantangan terbesar yang kami temukan adalah proses yang masih manual. Mulai dari alat timbangan yang belum digital, bahkan di beberapa tempat masih ada yang pakai timbangan manual. Lalu proses pencatatannya tulis tangan. Penitikan KMS (Kartu Menuju Sehat) juga belum terdigitalisasi. Jadi sangat rentan human error. Belum lagi akurasi dan prosesnya memakan waktu lama.”

Perusahaan sempat mengadakan riset di salah satu posyandu di Jakarta. Dari penimbangan sampai pelaporan ke Puskesmas, ada yang memakan waktu sampai 1 bulan. Di luar Jakarta bahkan ada yang sampai 3 bulan. Proses ini semakin memperlambat identifikasi dan penanganan balita stunting. Masalah ini yang kami coba dipecahkan oleh Saga Sehat dengan bantuan teknologi.

Selain itu, ada banyak kader Posyandu itu ibu rumah tangga yang sudah tergolong berumur dan belum melek teknologi. “Jadi dalam proses training-nya harus secara perlahan,” tambah Dimas.

Model bisnis dan target ke depan

Pada dasarnya, model bisnis Saga Sehat adalah B2B. Perusahaan melakukan monetisasi dengan menjual alat kesehatan antropometri ke pemerintah. Alat-alat ini diproduksi dalam negeri, pabriknya sendiri berlokasi di Cianjur. Semua alat memiliki sertifikasi TKDN di atas 50% serta memiliki izin lengkap dan terdaftar di eKatalog.

Produk lainnya adalah alat timbangan yang terkoneksi dengan aplikasi melalui Bluetooth. Aplikasi tersebut didesain khusus untuk kebutuhan kader agar proses pengukuran, pencatatan dan pelaporan stunting menjadi lebih cepat dan akurat. Selain itu juga terdapat fitur KMS digital yang bisa dibagikan kepada orang tua untuk mengantisipasi KMS hilang atau rusak yang banyak kami temukan.

Perusahaan juga memberikan dukungan alat dan aplikasi dari mulai training penggunaan kepada kader, pendampingan dan customer service untuk mengantisipasi kendala di alat maupun penggunaan aplikasi.

Sejak resmi diluncurkan pada 2021, perusahaan terus mengembangkan solusinya dari tahun ke tahun dan mengklaim pertumbuhan yang exponential. Saat ini produknya sudah digunakan di banyak kabupaten di Indonesia dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, sampai NTT. Saga Sehat juga sempat mendapatkan piagam penghargaan karena telah berpartisipasi di program inovasi teknologi agar tercapai zero stunting di kota Depok.

Dari segi kapital, perusahaan mengaku saat ini sedang fokus mengembangkan inovasi teknologi kesehatan di area-area lain yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. “Kami belum ada rencana jangka pendek untuk melakukan fundraising, walaupun kami terbuka dengan hal itu,” ungkap Dimas

Target utamanya tentu adalah untuk mengurangi angka stunting di Indonesia. “Kami sudah melengkapi alat kami sesuai dengan spesifikasi alat terbaru dari Kementerian Kesehatan, menyiapkan production line dan stok, dan juga inovasi teknologi yang akan semakin memudahkan pencegahan dan penanganan stunting di Indonesia,” pungkas Dimas.

Application Information Will Show Up Here

Grab, EMTEK, dan Singtel Segera Realisasi Bank Digital di Indonesia

Grab, EMTEK, dan Singtel dikabarkan segera realisasi bank digitalnya di Indonesia. Kabar ini sudah berhembus sejak Grab dan Singtel resmi bergabung sebagai investor strategis Bank Fama milik EMTEK pada Januari 2022 lalu. Investasi strategis ini disebut dalam rangka akselerasi dan pengembangan usaha serta ekosistem digital Bank Fama.

Hal ini semakin diperkuat oleh keterangan Presiden Direktur Bank Fama International Tigor M. Siahaan yang mengatakan bahwa pihaknya tengah mempersiapkan perusahaan untuk melakukan rebranding menjadi bank digital pada 2023.

Dikutip dari situs perusahaan, Tigor mengungkapkan bahwa segenap timnya  tengah gencar melakukan transformasi dari segi proses, set up, tech, dan perekrutan sumber daya manusia (SDM). “Jadi SDM-nya juga benar-benar kita rekrut banyak tenaga-tenaga yang kita harapkan bisa menjadi jembatan untuk transformasi digital tersebut,” ujarnya.

Peralihan ini akan dilakukan mulai dari pemindahan kantor pusat Bank Fama yang telah berdiri sejak 1993 di Bandung, Jawa Barat menjadi di DKI Jakarta supaya memudahkan proses transformasi ke bank digital.

Selain itu, Bank Fama juga disebut akan meluncurkan produk barunya yang berbasis digital pada pertengahan tahun depan. Tigor sendiri belum mau membocorkan lebih lanjut terkait detail produk baru ini. Namun, dalam melaksanakan rebranding ini, Bank Fama disebut akan memanfaatkan ekosistem digital para pemegang sahamnya, termasuk EMTEK, Grab, dan Singtel.

Tren bank digital di Indonesia sudah dimulai sejak lama, baik berbentuk bank baru maupun konversi dari bank yang sudah ada (existing). Jenius dari Bank BTPN menjadi pionir bank digital yang dikenalkan sejak tahun 2016. Beberapa pemain lain yang sudah beroperasi, termasuk Bank Jago, Digibank, dan Allo Bank.

Menurut Global Industry Analysts Inc., ukuran pasar global untuk bank digital diperkirakan sudah mencapai $12,1 miliar pada 2020. Diproyeksikan bertumbuh sampai $30,1 miliar pada 2026 mendatang dengan CAGR 15,7%. Segmen perbankan ritel diperkirakan mengalami pertumbuhan terbesar dengan 14,3% CAGR, bernilai $14,3 miliar.

Bank digital yang fokus pada UMKM

Selain berambisi menjadi bank digital, Bank Fama juga disebut akan membidik segmen underbanked di Indonesia. Bank Fama sendiri telah memiliki beberapa jaringan kantor secara online di Bandung, Jakarta, dan Tangerang dengan fokus pasar pada segmen ritel, khususnya UMKM.

Menurut Tigor, segmen underbanked ini memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, terlebih jika segmen ini dapat dikembangkan maka kontribusi pada perekonomian Indonesia akan sangat besar. Harapannya adalah untuk dapat menciptakan solusi baik dari sisi merchant, restoran, driver atau pelanggan.

Rencananya, Bank Fama akan memanfaatkan data-data UMKM yang underbanked dari para pemegang saham yang memiliki keahlian di bidang masing-masing, yaitu EMTEK Grup di bidang media online, offline, dan streaming; lalu Grab di bidang ride hailing, food delivery, payment system, dan kesehatan; serta Singtel di bidang telekomunikasi dan turunannya.

Selanjutnya, Bank Fama akan menilai mana UMKM yang bisa diberikan fasilitas pinjaman untuk mengembangkan usahanya. Salah satu tantangan utama para pelaku UMKM adalah akses permodalan dari bank konvensional. Pasalnya UMKM tidak memiliki persyaratan yang layak seperti laporan keuangan untuk menilai suatu usaha bisa diberikan pinjaman atau tidak.

Dengan data yang dimiliki para pemegang saham Bank Fama, dapat diketahui seperti apa kinerja usaha suatu UMKM. Misalnya dapat dilihat dari rating usaha, catatan pendapatan, dan sebagainya.

Dengan layanan keuangan digital yang didukung ekosistem dan jaringan yang kuat, serta visi untuk mengedukasi dan memberdayakan kapasitas finansial masyarakat Indonesia, harapannya, lebih banyak masyarakat underbanked yang menyadari potensi besar dari bank digital. Bank Fama sendiri memiliki misi besar untuk mendukung produktivitas masyarakat dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

George Hendrata Turns Tiket.com Business Around with Strong Company Culture

This article is a part of DailySocial’s Mastermind Series, featuring innovators and leaders in Indonesia’s tech industry sharing their stories and point of view.

The tourism sector is one of the worst affected by the impacts of COVID-19, blocking the economies, livelihoods, public services, and opportunities on all continents. As Indonesia’s President Joko Widodo announced an end to the public activity restrictions, this will significantly affect the travel industry, including OTAs regaining their dominant position within travel distribution.

George Hendrata has an educational background in tech from Columbia University and MBA from Harvard Business School. He has working experience  in several multinational companies, including Motorola & Boston Consulting Group, and became the Director of Djarum’s Business Diversification before taking the opportunity with tiket.com. With his persistent character and creative mind, George turns tiket.com around and makes it blossom.

Nobody expects that the travel sector would be a bridge to disseminate something horrible such as coronavirus disease. As much as we cannot believe it, Covid-19 has been staying in this country for over three years now. However, due to hard work across sectors, we can at least say that the pandemic has been handled. It is now the time for the travel industry to rise again.

During six years with George, the t-fam (tiket.com employees) has grown significantly and managed to survive this pandemic without doing any layoffs to the core team. At the end of last year, tiket.com along with Blibli and Ranch Market announced a unified omnichannel ecosystem called blibli-tiket. The initial public offering (IPO) is said to be the 5th largest listing ever on the IDX, and the 2nd largest last year.

Alongside his current position as the CEO of tiket.com, George also likes to mentor and invest in companies. He said it gives him an opportunity to share ideas, learn new things, help entrepreneurs, and contribute to the economy.

DailySocial had the opportunity to have an exclusive interview with George Hendrata and discuss his career journey and leadership. Below is the complete version of his story.

I’m not sure to say that we are past the pandemic. However, the pandemic has transformed many lives and significantly affect some industries, including the OTA business. I want to know how are things going on in the OTA sector nowadays, especially tiket.com?

At that time (the first case in China), we still think that we were immune to this. When it finally happened, we were expecting the revenue would get to zero. Many customers asked for a refund and reschedule. Obviously, we have to focus on our people, that is our consumers, our partners, and our t-fam. We reinforced our Customer Service team, seconded by other teams in order to take care of all the issues. Because of this focus on people, we gained market share even during the pandemic.

Our travel partners, such as airlines, tour operators, and accommodations are deeply affected. Their businesses went down significantly. Not long after, they had to lay off. Even though business was slow, we kept trying to promote our partners. Since our customers were not able to explore international destinations, they started to explore their own backyards. Many visited Labuan Bajo or Raja Ampat for the first time. Fortunately, during the pandemic, hotel room occupancy was higher than expected, due to people doing staycation and staying during quarantine.

During the crisis, we have to creatively look for opportunities. Due to covid, our customers prefer to travel with their families, stay outdoors, and avoid common areas. Hence, we launched alternative accommodation (villas) category called tiketHomes.

Currently, tiket.com has 3.6 million accommodation listings in total, including 2.2 million tiketHomes listings. The pandemic also hits hard on the economy. People may have reduced buying power when it comes to travel. Hence we try to solve this issue by offering Tiket Paylater. Now, our customers can enjoy purchasing travel products and installments.

PPKM restrictions have shut down offline attractions. We experimented with offering online attractions. To our surprise, it turned out that people not only like to scream when they go to theme parks but also in their own homes while watching online horror live shows; and customers are willing to pay for this. 2022 is getting off to a great start with all the offline concerts, events & attractions coming back. To date, the offline and online combination has created almost 8 times the volume compared to before the pandemic.

To date, the travel & lifestyle sector recovery has been amazing. There is no longer PPKM in the 2nd quarter of 2022. By September 2022, based on national data, the flight industry has recovered around 65% by seats; domestic recovery is about 70% and international recovery is about 55%In accommodations, the occupancy rate has reached the pre-pandemic level. Travel in the 4th quarter of 2022 has gone very strong. This makes 2022 the best year ever at tiket.com, in terms of bookings.

Originally, Tiket.com was founded in 2011. An interesting fact, you joined the OTA later in 2017. Who are you before the CEO of tiket.com?

I graduated from Columbia University and majored in electrical engineering in VLSI (Very Large Scale Integrated circuit). I used to work for a mobile phone company, Motorola, before I finished my MBA from Harvard Business School and joined Boston Consulting Group. Djarum Group wanted to diversify the business, and that attracted me to join the business development/diversification team as Business Development Director.

We have been blessed to run successful businesses in FMCG, consumer electronics, financial services, telecom infrastructure, natural resources, and tech. By being exposed to these businesses, I realized that my strength is in either starting up or turning around. With tiket.com, we saw an opportunity to turn around the business, and I took it.

I led the due diligence for tiket.com and fell in love with the founders. As we interviewed our travel partners, it was clear that there is a space to compete with the current market leaders. They would like to have a better relationship with online travel agents. On the other side, customers also need options. Hence I believe that we should go ahead.

How was your early days with tiket.com? How did you take the succession?

One of the issues with companies that have been stagnating is that typically the positive energy & spirit is no longer there. Typically the star employees have left as well. The first thing I did was to speak to the employees. We were around 250 people with about 60 people in the tech team.

I interviewed them one by one, asking simple fundamental questions. After the assessment, I asked, “Do you believe that we can be number one?”. The ones who said yes, became part of tiket 2.0 The ones who said no left, as they didn’t find the place right for them. We grew our tech from about 60 people to about 500 people in 5 years. tiket.com currently has around 1200 employees.

Today’s tech companies are fraught with layoff news. However, (so far) tiket.com has managed to survive the pandemic without any. What kind of insights can you share about this current issue?

We call our employees the t-fam. Yes, we did not do any layoffs. We focus on strengthening our core team and downsizing only the outsourced workers.

However, it all comes down to the hiring process. We are being prudent in our hiring, by being careful and selective. We are doing selective hiring to complete our manpower planning, instead of massive hiring. Therefore, in the downturn, we did not have to downsize as much. To build an effective team, company values & culture is very important. This depends on what the company is all about.

Also, it depends on what the leaders and management are like. Company culture can’t differ much from the leaders’ culture. If the leaders do not embody the intended company culture, the culture won’t stick. tiket.com is a startup that disrupts the travel space. It needs people who are “hungry” to meet the unmet needs. To find areas where you can disrupt, and where you can provide value for customers.

Also, we need to be “agile” as customers’ demands will be changing over time like in factories, where arguably the most important asset is the machine, and the most important asset for start-ups is its people. Therefore, we need to be “people-oriented” Also, a dream is only a dream if doesn’t get implemented. In order to implement well, we need to have a “performance orientation” to monitor whether products are being launched well and timely.

Lastly, we need people to join us not only with their arms and legs but also with their hearts and minds. For that, you have to be a unique “you”, so you can be creative in your approach we put the initials together, and it will form the word “HAPPY”, that is the culture of tiket.com. This is what glues us together. When people are engaged, they are more passionate in delivering apps that people love. That is our vision.

In October 2022, Blibli, tiket.com, and Ranch Market announced a merger into BlibliTiket. What is the story behind this merger, and what changes after?

The beauty of a merger with Blibli and Ranch Market is that we don’t need to overextend ourselves to reach a bigger market. We have seen some companies trying to increase the total addressable market by going into areas that are not natural extensions. We are not going that way.

People typically travel between 3-4X per year, maybe buy through e-commerce every couple of weeks, and buy groceries every couple of days. This merger offers a very unique combination of travel, e-commerce, and grocery, naturally allowing more frequent, and deeper engagement with our combined customers.

The three platforms have proven profitable business models worldwide. As we offer each other services and provide single sign-on, it will naturally extend the overlap between three different businesses and increase the synergy of the whole ecosystem. With the synergy, you’ll be able to acquire more customers into each other’s platform and create a bigger, better ecosystem.

Based on the study by Frost & Sullivan and Euromonitor, eCommerce in Indonesia is projected to reach US$150 billion by 2025. The travel & lifestyle market is projected to be US$ 41 billion. Most OTAs are also profitable and publicly listed. International Air Transport Association (IATA) said Indonesia will be the 4th largest travel market in the world by 2030.

Grocery, which is served by Ranch Market is projected to be USD 245 billion by 2025. The combined total addressable market is USD 436 billion by 2025. This is about one-third of Indonesia’s current GDP. It is HUGE. We want to create an ecosystem of choice through omnichannel. Indonesia will still have a huge offline market, even though the online market grows rapidly. Hence omnichannel is the right strategy for Indonesia.

Integrating two companies is hard enough, let alone three. How would you overcome the challenges?

Any merger is never easy. The important thing is that the people involved understand that unity brings bigger synergy. Each of the businesses has a different natural frequency, and the current customer overlap is small. By bringing each platform’s customers into a single ecosystem, we have a better picture of the consumer journey. Our recommendation will become sharper, and consumers will become more sticky and loyal.

Corporate action allows us to improve our corporate structure to grow better. Being a public company also means better corporate governance. We can attract more talents as we can provide ESOP During this volatile equity market condition, we have successfully executed the 2nd largest tech IPO in Asia Pacific in 2022, and the 5th largest of all time in IDX. It gives us a lot of confidence to move forward.

Our focus is on the fundamentals of the business. The support from investors during the IPO provides the confidence that this is a good company to back and that the company is going to be there for the long run. We believe this successful IPO also shores up confidence in Indonesia’s tech startups.

During your 6-year journey with Tiket.com, have you ever thought of starting something new or shifting industry

I personally love people, I love to connect. I like to share ideas and learn new things. Also, I’m obsessed with building GREAT products to meet unmet needs. When I was developing mobile phones, I used to bring 4 mobiles to take the same pictures and compare the quality of the mobile cameras. I love the challenge to start a greenfield operation or turn a company around. With deep curiosity, there are lots of things that interest me.

Personally, I like mentoring and investing in companies. It gives me an opportunity to share ideas, learn new things, support entrepreneurs and contribute to the economy. In terms of investment, in my opinion, if you have experience operating a company, your investment acumen sharpens.

What is your projection for the OTA business in 2023 and forward?

First, the OTA sector is consumer tech, meaning that the size of the business is driven by the number of consumers. With a large population in Indonesia (about 270 million), and South East Asia (about 600 million), this will continue to grow. Second, the travel sector usually grows at 2-3 times the GDP growth. Since online travel penetration in Indonesia is still increasing, online travel usually grows at about 2X the total travel growth. The year 2022 growth is much faster than the typical year, due to revenge travel post covid.

Indonesia’s internet economy will likely reach $330 billion in value by 2030, almost double the current Southeast Asia’s digital economy value of $170 billion, according to a recent report by Google, Temasek, and Bain released in 2021.

Third, Indonesia’s GDP per capita is currently at USD 4000 per capita. Travel inflection point typically happens at USD 7000 per capita level, as we have seen in other markets. As Indonesia crosses this GDP per capita level, travel growth (and OTA growth) is expected to accelerate even more.

I am optimistic that 2023 will be a better year than 2022 in terms of travel. However, we also need to be prepared should things don’t turn out as rosy, by controlling our expenses well. Personally, I think when we finally overcome the pandemic, we’ve grown even stronger. It’s just like the saying “What doesn’t kill you makes you stronger”.

Luna Maya Bergabung di Jajaran Investor Waste4Change

Startup pengelolaan sampah Waste4Change meresmikan kerja sama strategis berbentuk investasi dengan aktris sekaligus pengusaha, Luna Maya, dalam rangka mewujudkan pengelolaan sampah yang bertanggung jawab di Indonesia. Bergabungnya Luna dalam jajaran investor diharapkan bisa mendorong sinergi kedua belah pihak untuk pengelolaan sampah yang lebih optimal.

Sebelumnya, Waste4Change dan brand kosmetik NAMA Beauty milik Luna telah memperoleh suntikan dana dari AC Ventures. Sinergi antar keduanya diharapkan bisa mendorong pertumbuhan layanan Waste4Change di beberapa sektor, termasuk pengembang properti, kawasan komersial, dan pariwisata.

Sebelum bergabung ke dalam jajaran investor, Luna diketahui telah lebih dulu menjadi klien dalam layanan Personal Waste Management Waste4Change. Layanan ini merupakan jasa angkut sampah langsung dari rumah untuk memastikan sampah milik klien diangkut secara aman, terpilah, dan diproses agar daur ulangnya optimal dan mengurangi jumlah sampah yang berakhir ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir).

Sejak didirikan pada 2014, Waste4Change fokus menawarkan solusi pengelolaan sampah secara holistik untuk rumah tangga dan perusahaan. Didukung oleh teknologi dan kemitraan, perusahaan aktif menawarkan 4 solusi, yaitu Consult, Campaign, Collect, dan Create.

Rencananya, perusahaan ingin mendorong dan mengaktifkan kembali layanan B2C, sehingga tidak hanya melayani perusahaan dan bisnis saja, namun juga dapat melibatkan peran dari masyarakat secara individual. Waste4Change sendiri memiliki situs bernama Send Your Waste untuk mempermudah individu mendaur ulang sampah anorganik secara bertanggung jawab.

Berdasarkan keterangan dalam situsnya, Waste4Change telah memiliki lebih dari 22 ribu pengguna aktif dan telah mengelola lebih dari 31 ribu ton sampah hingga saat ini. Ke depannya, perusahaan tengah menargetkan peningkatan pengelolaan sampah secara signifikan menjadi 2.000 ton per hari.

Saat ini, layanan pengelolaan sampah Waste4Change telah mencakup wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Surabaya, Sidoarjo, Semarang, Bandung, dan Medan.

Kinerja pengelolaan sampah di Indonesia

Berdasarkan data UNEP (2017), Indonesia diketahui menjadi negara penghasil sampah terbesar di ASEAN di angka 64 juta ton per tahunnya. Dengan populasi penduduk tertinggi ke-4 di dunia dan rendahnya kesadaran masyarakat untuk mendukung budaya daur ulang sampah menjadi tantangan besar yang harus dihadapi bangsa ini.

Mengutip Data Indonesia, kinerja pengelolaan sampah Indonesia disebut semakin membaik pada 2022. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melaporkan, skor Indeks Kinerja Pengelolaan Sampah (IKPS) di Indonesia sebesar 50,25 poin pada 2022. Nilai tersebut mengalami kenaikan 0,38% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar 50,06 poin.

Sumber: Data Indonesia

Capaian ini tidak dapat dipisahkan dari fakta bahwa semakin banyak startup ataupun layanan pengelolaan sampah di Indonesia. Selain Waste4Change, startup yang menawarkan layanan serupa adalah Rekosistem, Kibumi dan Octopus yang baru saja terpilih mengikuti program akselerator besutan Google. Melalui pendekatan yang sedikit berbeda, Rebricks mengolah sampah plastik menjadi bahan bangunan.

Dari sisi pemerintah, KLHK juga telah menerapkan skema pengelolaan sampah dengan pengembangan elaborasi prinsip dasar reduce, reuse, dan recycle (3R), yaitu mengoptimalkan rantai nilai pengelolaan sampah di sumber dengan pemanfaatan teknologi dan peningkatan fasilitas pengolahan sampah yang dikelola secara profesional serta terintegrasi.

Selain itu, pemerintah juga mengoptimalkan fasilitas pengolahan sampah seperti PLTSa, RDF, SRF, biodigester, dan magot untuk sampah biomassa; operasional TPA diperuntukkan khusus sebagai tempat pembuangan sampah residu pada tahun 2050; dan penguatan kegiatan pemilahan sampah di sumber dan pemanfaatan sampah sebagai bahan baku daur ulang.

Tanggal 21 Februari di setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) yang mengingatkan semua pihak bahwa persoalan sampah harus menjadi perhatian utama. Upaya penanganan dan pengelolaan sampah harus melibatkan seluruh komponen masyarakat yang meliputi Pemerintah baik Pusat dan Daerah, akademisi, aktivis, komunitas, dunia usaha, asosiasi profesional dan bahkan individual.

Menilik Peluang Digitalisasi Sektor Perdagangan Indonesia

Sektor perdagangan masih menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia, menyumbang 13-14 % dari PDB negara. Presiden Jokowi dalam pidato pelantikannya di tahun 2019 juga menegaskan harapannya agar Indonesia bisa masuk dalam lima besar ekonomi terkuat dunia dengan tingkat kemiskinan mendekati 0 persen di 2045 mendatang.

Pertumbuhan sektor ini berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian negara dan UMKM. Selain itu, kehadiran banyak pemain teknologi yang mendorong transformasi digital semakin menopang pertumbuhan sektor ini. Indonesia perlu bebenah dan beradaptasi untuk bisa menjaga peluang dan mempercepat pertumbuhan.

Berdasarkan laporan Kearney bertajuk “Capturing the growth of Indonesia’s digital trade sector“, nilai barang dagangan bruto pasar perdagangan Indonesia mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 3,4 persen CAGR—mencapai Rp2.357 triliun. Namun dibandingkan dengan negara sejenis, sektor ini dinilai bisa tumbuh hingga 7 persen.

Principal Kearney Ishan Nahar mengungkap empat permasalahan utama yang memengaruhi pertumbuhan sektor perdagangan di Indonesia, yaitu kurangnya akses pembiayaan, operasi bisnis yang tidak efektif, persaingan penjualan dan pemasaran yang ketat, serta adopsi transaksi nontunai yang masih terbilang rendah.

UMKM Indonesia disebut hanya menerima 18 persen dari total pinjaman bank dibandingkan dengan negara-negara panutan lainnya dengan rasio mencapai 40 hingga 60 persen. Hal ini menunjukkan bahwa usaha kecil di Indonesia masih mengalami kesulitan dalam mengakses pembiayaan.

Begitu pula dari sisi operasional bisnis, dari sekitar 60 juta UMKM di Indonesia, terdapat kurang dari 30 persen yang mengadopsi solusi digital untuk aktivitas bisnis mereka. Situasi ini menghalangi mereka untuk merasakan manfaat digitalisasi, seperti operasi bisnis yang lebih efektif, kemudian berdampak pada produktivitas yang kurang optimal.

Di luar persaingan serta operasional, satu hal yang juga jadi perhatian adalah adopsi pembayaran digital. Data menunjukkan bahwa rasio pembayaran nontunai saat ini berada di angka 47 persen, yang berarti kebanyakan transaksi ritel masih dilakukan dengan uang tunai. Situasi ini meningkatkan risiko operasi yang tidak efisien, seperti kesalahan pembukuan.

Isu-isu ini terkait dengan struktur sektor perdagangan Indonesia. Transformasi digital adalah jawaban yang jelas untuk membangun struktur tahan masa depan. Dengan transformasi digital, pelaku sektor perdagangan, khususnya UMKM, akan memiliki peluang untuk meningkatkan produktivitasnya dengan operasional bisnis yang lebih efektif.

Transformasi digital juga menciptakan manfaat bagi pelanggan dengan meningkatkan pengalaman berbelanja dan memberikan akses peritel tradisional ke pasar yang lebih besar sehingga mereka dapat memperluas operasinya.

Peluang percepatan transformasi digital

Sektor perdagangan Indonesia melibatkan ragam pemain, termasuk sekitar 70 persen UMKM. Peran UMKM sendiri sangat besar untuk pertumbuhan perekonomian Indonesia. Dengan jumlahnya yang mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha, kontribusi UMKM terhadap PDB juga mencapai 60,5%.

Laporan dari Kearney ini membandingkan pertumbuhan sektor perdagangan Indonesia dengan beberapa negara terkemuka (Amerika Serikat, China dan Jepang) serta tiga rekan regionalnya (India, Singapura, dan Malaysia). Terdapat empat inisiatif yang dapat dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan sektor perdagangan Indonesia secara digital.

Analisis terkait inisiatif digital untuk mempercepat pertumbuhan di sektor perdagangan Indonesia / Kearney

Pertama, mempercepat adopsi layanan digital yang mutakhir dalam operasional pemain sektor perdagangan utama. Hal ini dilakukan karena masih adanya gap yang cukup besar dari sisi adopsi digital di sektor perdagangan Indonesia.  Digitalisasi yang inklusif diprediksi akan menguntungkan bisnis ritel melalui efektivitas operasional dan peningkatan pengalaman berbelanja pelanggan.

Kedua, memperkuat fondasi industri digital dan meningkatkan kompetensi UMKM. Salah satunya dengan mengembangkan platform UMKM yang memiliki layanan beragam. Hal ini memungkinkan distribusi digitalisasi dan mendorong sinergi antar layanan yang dapat memperkuat fondasi digital UMKM. Fondasi yang kuat akan semakin melancarkan program peningkatan kompetensi digital.

Ketiga, memperluas jangkauan pasar pemain teknologi regional ke kota-kota tier-2 ke bawah. Perusahaan teknologi memiliki peluang besar untuk berekspansi ke kota-kota tier 2-4 untuk menawarkan akses ke pelanggan yang lebih luas dan menciptakan lebih banyak ruang untuk berkembang. Laporan Kearney bersama Alpha JWC juga mengungkap bahwa ekonomi digital di area tier 2 dan 3 diproyeksi tumbuh lima kali lipat dalam lima tahun ke depan.

Terakhir, peningkatan tata kelola, pendanaan dan penciptaan regulasi yang kondusif. Lingkungan pendanaan pemain teknologi yang kompleks mengharuskan pemerintah untuk melihat dari dua sudut pandang: bagaimana mempermudah akses pemain teknologi ke investasi dan bagaimana menciptakan pasar yang menarik untuk menarik perhatian investor.

Ishan menambahkan, “Untuk mencapai Visi Indonesia 2045, Indonesia harus mengimplementasikan inisiatif nasional yang tepat untuk menyempurnakan struktur sektor perdagangan, terutama dalam meningkatkan UMKM dan layanan pelanggan, memperluas ekosistem sektor perdagangan, serta memperkuat tata kelola, pendanaan, dan lingkungan regulasi.”

Sumber pendanaan dan investasi yang memadai sangat penting untuk memacu transformasi digital di sektor perdagangan Indonesia. Pada tahun 2020, investasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di sektor perdagangan dibatasi sebesar Rp5 triliun, dan perkiraan tahun 2030 hanya sebesar Rp15 triliun – atau setara dengan 0,03 hingga 0,04 persen dari PDB.

Sementara itu, investasi TIK rata-rata di negara-negara tetangga regional dan negara-negara terkemuka dengan transformasi digital yang efektif – seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Jepang – adalah 0,25 persen dari PDB. Dengan memperluas investasi TIK untuk sektor perdagangan ke tingkat negara pembanding, pasar e-commerce Indonesia diperkirakan dapat tumbuh sekitar 20 persen CAGR—mencapai Rp 3.729 triliun hingga Rp 4.148 triliun selama dekade berikutnya.

Gambaran percepatan pertumbuhan perdagangan digital di Indonesia / Kearney

Ekosistem Digital di Indonesia

Di Indonesia sendiri, digitalisasi UMKM masih memiliki potensi yang sangat besar. Dari jumlah total UMKM yang mencapai 64 juta, baru sekitar 29 persen UMKM yang digitaly onboard. Masih ada sekitar 71 persen UMKM lainnya yang dapat digarap agar segera bisa memanfaatkan peluang-peluang yang ada di ruang digital.

Dari sisi pembiayaan, sudah banyak platform teknologi yang memungkinkan akses permodalan untuk segmen produktif seperti Akseleran, Modalku dan Koinworks. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sampai Februari penyaluran ke sektor produktif mencapai Rp 8,43 triliun atau 61,21% dari akumulasi penyaluran pembiayaan secara total.

Di samping itu, sektor e-commerce Indonesia merupakan salah satu pasar dengan pertumbuhan terpesat di dunia. Ekonomi digitalnya bernilai sekitar $77 miliar pada tahun ini menurut laporan e-Conomy 2022, dan diprediksi mencapai $130 miliar pada 2025 dengan dominasi dari sektor e-commerce. 

Salah satu yang menopang industri ini adalah hadirnya konsep awal e-commerce enabler untuk memudahkan brand principal masuk ke ranah online. Beberapa perusahaan yang menawarkan layanan ini termasuk aCommerce, SIRCLO, dan JetCommerce

Alih-alih hanya sebagai kanal transaksi, e-commerce enabler telah menjadi solusi end-to-end sampai ke proses distribusi. Beberapa platform akhirnya meluncur dengan layanan yang lebih spesifik, misalnya manajemen kendaraan logistik truk atau kapal seperti Kargo Tech, Logisly, Andalin dan Waresix yang juga menawarkan layanan manajemen warehouse.

Startup Logistik KiriminAja Raih Pendanaan, Rencanakan Ekspansi Bisnis

Setelah resmi meluncur di tahun 2020, startup enabler logistik KiriminAja mengumumkan rencana ekspansi di tahun 2023. Ini sebagai tidak lanjut atas perolehan pendanaan segar baru-baru ini — tidak disebutkan detailnya. Penguatan bisnis juga ditandai dengan masuknya Djohari Zein di jajaran komisaris bersama Budi Isman dan Yulian Afrizal.

Founder & CEO KiriminAja Fariz GTJ mengungkapkan bahwa dana segar akan digunakan untuk mengakselerasi bisnis dan mengakuisisi pasar yang lebih luas. Selain itu, perusahaan juga akan meningkatkan layanan customer dan mendorong pengembangan beberapa produk baru.

“Beberapa inisiatif yang akan akan dikembangkan di antaranya Cash Advance COD, dan pemberian modal bisnis, sesuai dengan visi KiriminAja membangun ekosistem edukasi untuk meningkatkan pertumbuhan UKM di Indonesia,” tambah Fariz.

KiriminAja merupakan startup teknologi yang memberikan kekuatan di bidang supply chain untuk membantu UMKM serta pebisnis online. Perusahaan menyediakan opsi fleksibel untuk pelanggan dengan dengan banyak pilihan ekspedisi dan sistem yang mudah digunakan personalized service.

Dalam wawancara terpisah, Fariz menegaskan positioning KiriminAja di pasar logistik Indonesia. “Orang awalnya mengira kami ini perusahaan jasa ekspedisi. KiriminAja bukan itu. Kami justru merupakan marketplace dari perusahaan ekspedisi,” jelasnya.

Selama hampir tiga tahun berdiri, perusahaan yang berbasis di Yogyakarta ini mencatatkan kenaikan transaksi hingga 800% pada Desember 2022 dibandingkan tahun sebelumnya. Perusahaan mengaku akan tetap agresif dalam mengejar pertumbuhan namun menghindari adanya perang harga dalam prosesnya. Beberapa program yang belum lama ini diluncurkan adalah KiriminAja One Year Coaching, Modal Bisnis KiriminAja, serta Reward Loyalty.

Hingga saat ini, KiriminAja telah memiliki basis pengguna sekitar 200 ribu orang yang tersebar di seluruh Indonesia dengan basis terbesar di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DKI Jakarta. Sebagai perusahaan, KiriminAja juga telah berkembang dari 12 karyawan saat pertama kali mulai beroperasi, hingga sekarang telah melampaui 200 karyawan memasuki tahun ketiganya.

Logistik enabler di Indonesia

Sistem logistik berperan krusial dalam sistem ekonomi di sebuah negara, bahkan menjadi penopang utama industri seperti ritel, manufaktur, sampai dengan pertanian. Mulai dari petani, ke pengepul, ke pasar, hingga sampai ke dapur kita, semua akan melalui proses logistik.

Faktanya, permasalahan di lini logistik juga pelik, mengakibatkan inefisiensi secara sistematis dari proses di hulu hingga ke hilir. Contoh paling sederhana pada sistem transportasi. Tidak sedikit inovator teknologi yang mencoba menghadirkan sebuah transformasi di sistem logistik.

Aggregator logistik merupakan jasa yang menghubungkan antara penjual, pembeli serta perusahaan di bidang ekspedisi barang. Jasa ini membantu pebisnis melakukan manajemen pengiriman dengan secara tepat. Peranan logistik ini menjadi sangat krusial terlebih di saat permintaan pengiriman barang dari bisnis online seperti e-commerce di tanah air terus melaju pesat.

Dalam laporan DSInnovate yang bertajuk “Digitalisasi Logistik di Indonesia 2022” terdapat sejumlah data menarik yang dipaparkan, seperti minat investor terhadap startup yang bergerak di bidang logistik. Sepanjang tahun 2022 ini 14 transaksi pendanaan yang diberikan, membukukan $169,6 juta atau setara 2,6 triliun Rupiah.

Di Indonesia sendiri, potensi bisnis e-commerce enabler terbilang menggiurkan, apalagi di Indonesia. Sektor e-commerce Indonesia merupakan salah satu pasar dengan pertumbuhan terpesat di dunia. Ekonomi digitalnya bernilai sekitar $77 miliar pada tahun ini menurut laporan e-Conomy 2022, dan diprediksi mencapai $130 miliar pada 2025 dengan dominasi dari sektor e-commerce.

Selain KiriminAja, beberapa perusahaan yang menawarkan jasa serupa enabler termasuk aCommerce, SIRCLO, dan JetCommerce.

Strategi “New-Age Hospitality” Mengantar RedDoorz Capai BEP di 2022

Startup jaringan perhotelan di Asia Tenggara, RedDoorz, berhasil membuktikan strategi mereka dalam bertahan di masa pandemi. Di tahun 2022, perusahaan mencatat pertumbuhan pendapatan hingga 5x lipat dibandingkan sebelum pandemi.

Sebelumnya, mereka sempat mengumumkan rencana perubahan strategi bisnisnya untuk menjadi perusahaan new-age hospitality. Salah satu strategi utama perusahaan adalah membangun merek hotel baru “Sans Hotel” di akhir tahun 2020.

Melalui ‘brand’ ini, RedDoorz membidik pelancong dari generasi Z dan milenial dengan mengedepankan konsep akomodasi yang youthful, design-inspired, dan warmth dengan memadukan teknologi pintar dan harga terjangkau.

Perubahan strategi ini terbukti mendorong pengembangan jumlah properti perusahaan mencapai 55 persen sejak tahun 2019. Hingga saat ini, RedDoorz telah mengakomodasi sekitar 3 ribu properti di 257 kota di seluruh Indonesia. Pencapaian ini menjadi sebuah pembuktian resiliensi bisnis RedDoorz di tengah masa pandemi.

Diluncurkan sejak tahun 2015, Indonesia menjadi pasar terbesar RedDoorz. Meskipun begitu, RedDoorz juga beroperasi  di Singapura, Vietnam, Filipina, dan Thailand. Di bulan Oktober 2022, RedDoorz Indonesia dan Filipina disebut telah mencapai break even point (BEP) atau tidak lagi merugi.

Regional VP Marketing RedDoorz Henry Manampiring mengungkapkan, “Melalui implementasi strategi dan fundamental bisnis yang berfokus kepada property owners dan customers, kami berhasil memenuhi janji kami untuk mencapai BEP di tahun 2022.” Dengan pencapaian ini, setiap pemasukan yang didapatkan perusahaan ke depannya akan terhitung sebagai keuntungan.

Memasuki tahun 2023, RedDoorz membagikan beberapa strategi dan rencana untuk meningkatkan kinerja bisnis ke depannya. Salah satunya dengan memperbarui sistem loyalty program menjadi lebih sederhana untuk meningkatkan pengalaman pemesanan dan menginap. RedDoorz juga akan memperkuat jaringan offline seller dan memperluas jangkauan propertinya.

VP of Multibrands RedDoorz Adil Mubarak juga menambahkan, “Melalui berbagai strategi dan inisiatif, perusahaan menargetkan untuk meningkatkan jumlah properti hingga dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya dan mencapai BEP untuk RedDoorz Southeast Asia di Q4 2023.”

Industri budget hotel di Indonesia

Berdasarkan data BPS, jumlah usaha penyedia akomodasi, termasuk hotel berbintang di Indonesia pada tahun 2021 tercatat sebesar 24.1 ribu, menurun dari tahun sebelumnya di tengah tekanan dari pandemi Covid-19. Angka tersebut menurun 10,43% dari tahun sebelumnya. Walaupun tren penurunan terjadi di seluruh kategori, akomodasi seperti hotel melati dan vila terpukul lebih keras.

Memasuki tahun 2022, industri pariwisata mulai kembali bangkit. Menurut data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), pergerakan wisatawan domestik di tahun 2022 sudah menunjukkan angka yang positif. Tercatat per November 2022 terdapat 800 juta pergerakan, di atas target yaitu 550 juta pergerakan.

Dari sisi online travel agent (OTA), kebangkitan juga tengah dirasakan beberapa pemain di tanah air. Salah satunya Tiket.com yang di masa pandemi telah meluncurkan beberapa inovasi baru dengan menawarkan pengalaman online. Dalam wawancara bersama DailySocial.id, CEO Tiket.com George Hendrata mengungkap bahwa di masa pandemi sekalipun, pasarnya masih bertumbuh.

Dalam pasar hotel budget Indonesia, OYO sebagai pesaing langsung RedDoorz tengah mengembangkan jumlah pilihan akomodasi segmen premiumnya. Perusahaan juga menargetkan untuk melengkapi properti dengan perangkat teknologi yang dapat membantu pelanggan merancang, dan menjalankan penawaran promosi mereka sendiri untuk meningkatkan okupansi dan mendukung pemaksimalan pendapatan.

Di Indonesia sendiri, selain RedDoorz dan OYO, beberapa perusahaan yang menawarkan fasilitas hotel budget adalah Bobobox dan ZenRooms. Startup sejenis lainnya, Airy, sudah lebih dulu gulung tikar. Platform tidak lagi menampilkan listing untuk pemesanan di atas tanggal 31 Mei 2020.

Application Information Will Show Up Here