Google App “Primer” Is Now Providing Content in Bahasa Indonesia

Google announces the latest update of a learning app “Prime” for Indonesian’s users. Currently, it has 54 content titled in Bahasa Indonesia, approximately within 5 minutes. It is done by the assumption that Primer was designed for mobile users. This app has launched in August 2017 and free to download in Android and iOS version.

“The updated version of Primer comes with the latest feature of skills, rewards, and curated methods. It’s designed to help users focus more on the ability they want to build or learn. Users will now get badges as the reward, that is expected to encourage them to learn harder,” Veronica Utami, Google Indonesia’s Head of Marketing, said.

In general, there are some content coverages include business planning, brand building, website and social media development, marketing via email, sales, business management, digital marketing in general, and content development. Primer is now providing additional lessons developed by Womenwill related to opportunities for women entrepreneurs in Indonesia.

Primer app in Android / Google Indonesia
Primer app in Android / Google Indonesia

“Our purpose is to educate and encourage the public to learn by providing relevant content, easy to understand, and capable to facilitate public in developing business and acquiring new customers,” she added.

Google’s commitment to developing Indonesia’s talent is already mentioned at “Google for Indonesia” in 2016, the education-based approach has become the main focus. One by one, the vision is being developed for Indonesia’s internet users in general.

Regarding content distribution, Google Indonesia has formed an exclusive partnership with Dicoding. The content will be distributed using Dicoding platform. There are 125 modules, 35 videos, and 24 quizzes in Bahasa Indonesia discussing the initial step for development to the publication of Android app in Google Play.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Bang Joni Umumkan Pembaruan Fitur di Acara “Meat Up” Freeware Space

Beberapa waktu lalu, Grupara Venture Capital bekerja sama dengan BJtech mengadakan sebuah sesi community gathering dua tahunan bertajuk “Meat Up”. Acara yang diselenggarakan di Freeware Labs Kemang tersebut berhasil menghadirkan ratusan tamu dari kalangan pimpinan dan eksekutif bisnis, termasuk dari  Google, Golden Gate Venture, Tokopedia, Gojek, Stellar Kapital, Ismaya, dan Amazon Web Service.

Selain acara non-formal, dalam kegiatan komunitas ini turut disematkan beberapa agenda. Salah satunya ialah peluncuran BJtech, merupakan produk terbaru dari PT Jualan Online Indonesia (atau dikenal dengan Bang Joni). Platform chatbot tersebut diklaim telah disempurnakan dengan algoritma kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang canggih untuk membuat layanan menjadi lebih personal.

“Membawa semangat ‘Bot for Everyone’, kami ingin menunjukkan bahwa chatbot dapat dibuat oleh siapa saja di Indonesia dari berbagai latar belakang mulai dari Unit Bisnis Mikro (UKM), selebriti, hingga karyawan,” ujar CEO Bang Joni, Diatce Harahap (Ache)

Menjadi sebuah layanan berbasis Platform as a Services (PaaS), Ache mendemokan bahwa pembuatan bot kini hanya memerlukan waktu 15 menit saja. Christa Sabathaly selaku LINE@ Senior Business Development Manager turut hadir dalam acara peluncuran ini. LINE@ sendiri menjadi salah satu aplikasi alternatif yang saat ini banyak digunakan oleh pengembang layanan berbasis chatbot seperti Bang Joni.

Founder & CEO Freeware Spaces Group Aryo Ariotedjo selaku tuan rumah turut menyampaikan apresiasinya terhadap anggota komunitas yang telah mendukung acara tersebut. Ia mengatakan, “Sangat menyenangkan melihat berbagai kalangan, mulai dari pengusaha, profesional, investor, dan korporasi bergabung di acara ini dalam suasana santai. Saya berharap acara ini dapat membuka kesempatan untuk memperluas jaringan dan menguatkan bisnis satu sama lain.”

Disclosure: DailySocial merupakan media partner acara “Meat Up” yang diselenggarakan oleh Grupara Venture Capital

Aplikasi “Primer” Google Kini Berisi Konten Berbahasa Indonesia

Google mengumumkan pembaruan aplikasi pembelajaran “Primer” untuk pengguna di Indonesia. Disebutkan kini Primer telah memiliki 54 judul konten dalam Bahasa Indonesia. Rata-rata setiap materi disajikan dalam durasi singkat yang dapat diselesaikan dalam lima menit. Hal tersebut dilakukan dengan asumsi Primer didesain sebagai pembelajaran yang difokuskan untuk pengguna perangkat mobile. Aplikasi ini gratis untuk pengguna Android dan iOS, telah diluncurkan pertama sejak bulan Agustus 2017 lalu.

“Versi terkini dari Primer dilengkapi dengan fitur terbaru yaitu keterampilan, hadiah, dan metode belajar yang terkurasi. Ini didesain untuk membantu untuk lebih fokus terhadap kemampuan yang ingin mereka bangun atau pelajari. Pengguna sekarang akan mendapatkan badge sebagai reward mereka, yang diharapkan dapat mendorong mereka untuk terus belajar,” kata Head of Marketing Google Indonesia Veronica Utami.

Secara umum ada beberapa cakupan konten yang disediakan, meliputi pembahasan perencanaan bisnis, membangun merek dagang, pengembangan situs web dan media sosial, pemasaran via email, penjualan, manajemen bisnis, pemasaran digital secara umum, dan pengembangan konten. Aplikasi Primer kini juga dilengkapi pelajaran tambahan yang dikembangkan oleh program Womenwill, yakni seputar peluang wirausaha bagi perempuan di Indonesia.

Tampilan aplikasi Primer di Android / Google Indonesia
Tampilan aplikasi Primer di Android / Google Indonesia

“Tujuan kami adalah untuk mengedukasi dan mendorong masyarakat untuk belajar, dengan cara memberikan konten-konten yang relevan, mudah dipahami dan dapat membantu masyarakat Indonesia dalam membangun bisnis mereka dan mendapatkan pelanggan baru,” imbuh Veronica.

Komitmen Google untuk pengembangan talenta di Indonesia sebarnya memang sudah dicanangkan pada inisiatif “Google for Indonesia” yang diumumkan pada 2016 lalu, pendekatan berbasis pendidikan menjadi salah satu fokus. Satu demi satu visi tersebut kini terus dikembangkan untuk pengguna internet di Indonesia secara umum.

Soal distribusi konten belajar, sebelumnya Google Indonesia juga secara khusus menjalin kerja sama dengan Dicoding. Melalui platform yang dimiliki Dicoding, Google Indonesia mendistribusikan konten belajar khusus di bidang pengembangan aplikasi Android. Disediakan 125 modul, 35 video dan 24 kuis dalam bahasa Indonesia membahas tentang langkah awal pengembangan hingga publikasi aplikasi Android di Google Play.

Application Information Will Show Up Here

BLOCK71 Akan Hadirkan “Kopi Chat” di Bandung, Bahas Seputar Model Bisnis Startup

BLOCK71 Jakarta akan menyelenggarakan acara bertajuk “Kopi Chat” di Kota Bandung pada tanggal 12 April 2018 mendatang. Acara ini diadakan untuk menambah pengetahuan kepada ekosistem startup di kota tersebut. Inisiatif BLOCK71 dilakukan lantaran pemerintah Bandung begitu bersemangat menjadikan wilayahnya sebagai “Silicon Valley-nya Indonesia”. Acara diskusi rutin diharapkan dapat menguatkan pemahaman tentang startup itu sendiri.

Untuk Kopi Chat pertama, BLOCK71 akan mengundang CEO Tinker.id Ajie Santika dan CEO Ruangreka Panji Prabowo. Kedua pemateri tersebut akan membahas materi dengan tema “How to choose the best business model“. Setidaknya ada enam fokus area yang akan dijelaskan, yakni seputar model bisnis, tipe-tipe model bisnis dan cara untuk memilih model bisnis yang benar, waktu yang tepat untuk memilih model bisnis, akibat dan konsekuensi dari pemilihan model bisnis tertentu.

“Dari hasil diskusi kami dengan komunitas startup di Bandung, banyak yang menyampaikan bahwa mereka berharap ada lebih banyak acara startup berkualitas dan juga akses ke investor. Kami menampung masukan itu dan telah mengeksekusi apa yang bisa kami lakukan,” ujar Merrya Nawati, Community Manager BLOCK71 Jakarta.

Merrya menambahkan, sebagai ecosystem builder bagi startup, BLOCK71 berupaya untuk mengadakan acara rutin dengan tujuan untuk menyajikan konten dan kesempatan networking bagi pelaku startup Bandung. Salah satu caranya adalah dengan mengundang para speaker berpengalaman dan investor untuk datang dan bertemu langsung dengan startup Bandung.

Untuk detail pelaksanaannya, acara akan dilaksanakan di Eduplex Bandung, dimulai pukul 18.00 – 21.00 WIB. Di akhir acara, para peserta juga akan mendapatkan kesempatan untuk pitching di depan pembicara mengenai startup mereka. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan pertukaran ide dan penyelesaian masalah yang dihadapi startup, serta sebagai sarana latihan untuk melakukan pitching di depan investor.

Peminat acara ini dapat mengunjungi tautan berikut untuk informasi dan pendataran: http://bit.ly/kopichatbusinessmodel.


Disclosure: DailySocial adalah media partner untuk acara Kopi Chat Bandung

Laporan DailySocial: Survei “User Experience” untuk Aplikasi Mobile 2018

Dalam pengembangan aplikasi mobile ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan developer, salah satunya mendesain User Experience (UX). Keluaran desain UX ialah mengarahkan aktivitas saat berselancar di aplikasi, mulai dari proses pendaftaran, penggunaan fungsionalitas sistem, hingga mengakses informasi bantuan.

Pada tahun 2018 ini, konsumen smartphone di Indonesia tidak lagi di tahap adopsi awal. Mereka sudah makin terbiasa dengan layanan berbasis aplikasi. Ketika berbicara tentang UX akan muncul pertanyaan, seperti apa kebiasaan pengguna saat mengakses aplikasi saat ini? Menjawab pertanyaan tersebut, DailySocial bekerja sama dengan JakPat Mobile Survey Platform mengadakan sebuah survei bertajuk “Mobile App User Experience Survey 2018”.

Survei tersebut melibatkan 2092 responden pengguna smartphone di seluruh Indonesia. Beberapa temuan menarik di antaranya:

  • 35,71 persen dari total responden masih nyaman dengan proses pendaftaran aplikasi secara manual menggunakan email.
  • 95,22 persen dari total responden menganggap verifikasi email saat pendaftaran aplikasi penting dilakukan untuk keamanan.
  • 77,06 persen dari total responden menggunakan dan mengharapkan ketersediaan Bahasa Indonesia untuk penggunaan aplikasi sehari-hari.

Selain temuan data di atas, masih ada pembahasan lain yang dirangkum dalam hasil survei, termasuk preferensi penggunaan layar, perbandingan penggunaan antara mobile web dan mobile app, kebiasaan saat ingin menemukan informasi di aplikasi, hingga model bantuan yang paling diminati.

Untuk selengkapnya, silakan unduh laporan gratis Mobile App User Experience Survey 2018.

Mengeksplorasi Potensi Pemanfaatan Blockchain di Indonesia

Melalui artikel terdahulu yang bertajuk “Mengenal Cryptocurrency dan Mekanisme Transaksinya”, DailySocial mengulas konsep dasar cryptocurrency dan cara kerja blockchain sebagai salah satu aplikasinya. Dari ulasan tersebut disimpulkan, bahwa secara umum blockchain memberikan beberapa manfaat ketika diterapkan dalam sebuah proses bisnis. Pertama, sifatnya yang terdesentralisasi dapat memperluas akses keuangan karena tidak terbatas adanya perantara dalam proses transaksi. Hal ini sekaligus menghadirkan efisiensi karena tidak ada batasan waktu dan tempat dalam operasinya.

Kedua, menciptakan solusi keuangan dengan biaya transaksi yang lebih murah –jika dibandingkan dengan rate transaksi konvensional—dengan tetap mengedepankan keamanan transaksi. Sifat mata uang crypto yang tersusun dari algoritma rumit (terenkripsi) dan divalidasi oleh jaringan yang mengusung membuat blockhain dinilai sangat aman. Dengan keunggulan tersebut, diharapkan bisnis perbankan akan menjadi yang paling merasakan disrupsi blockchain, terlepas dari penerapan riil saat ini yang masih terbatas.

Menurut Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Eny Panggabean, penerapan blockchain di sektor finansial publik di Indonesia dapat didesain menjadi beragam bentuk. Misalnya untuk mendukung layanan pembayaran lintas negara (cross-border payment) dan remitansi melalui private blockchain. Selain yang merujuk langsung pada transaksi finansial, Eny turut menyampaikan beberapa skenario lain yang dapat didorong melalui blockchain, misalnya mencatat kepemilikan tanah, membantu rekap perdagangan saham, hingga merekam obligasi pemerintah.

Ettienne Reinecke, CTO Dimension Data Group, turut memberikan contoh penerapan blockchain yang dirasa cukup visioner dengan perkembangan digital, yakni mendukung bisnis Internet of Things (IoT). Dalam IoT platform berjalan secara real-time, pebisnis akan menghasilkan jutaan transaksi yang dikumpulkan dari mesin yang terdistribusi. Log yang dihasilkan akan sangat banyak. Jika sistem tersebut menerapkan model transaksional dan harus dikelola secara tersentralisasi, menggunakan middleware sebagai perantara,  kemungkinan besar sistem akan menjadi lambat dan mahal.

Mengenal risiko

Di balik sifatnya yang terdesentralisasi, modal blockchain juga menghadirkan beberapa risiko yang perlu dicermati. Sistem berbasis blockchain tergolong sangat “bebas”, artinya tidak ada jaminan perlindungan konsumen seperti dalam proses yang tersentralisasi (misalnya Bank Indonesia sebagai regulator). Semua transaksi dikelola di ranah publik, sehingga privasi data konsumen juga terancam tidak terjaga baik. Di luar  sistem, blockchain juga memungkinkan terjadinya kegiatan kriminal, seperti pencucian uang dan pendanaan untuk kegiatan terorisme –pihak berwenang akan sulit untuk melayak atau mengontrol kegiatan transaksi tersebut.

Salah satu tugas utama negara dalam sektor keuangan ialah menjaga stabilitas sistem yang ada. Jika blockchain tidak diregulasi, besar kemungkinan akan terjadi disrupsi yang mengganggu sistem. Kebijakan sentralisasi yang ada saat ini selalu menitikberatkan kebijakan moneter dari aturan yang dirilis Bank Indonesia. Untuk itu jika memang ke depannya akan dimungkinkan penerapan blockchain secara masif, sejak sekarang perlu ada banyak hal yang dilakukan, khususnya untuk pihak yang berkepentingan meregulasi sistem moneter di negara.

Hal krusial yang tidak pertama dilakukan ialah adanya uji coba dan melakukan pembuktian dari keandalan yang ditawarkan oleh blockchain ain. Dari situ, pemerintah perlu menyesuaikan regulasi dan menyusun aturan untuk penegakan hukum sebagai payung penyangga sistem yang berjalan, misalnya guna mencegah kegiatan pencucian uang atau korupsi. Lalu, harus ada tata kelola, manajemen risiko, dan standardisasi operasional yang kuat, tujuannya untuk menghindari fragmentasi pasar. Untuk membangun sistem blockchain sebenarnya juga diperlukan investasi yang tidak sedikit, sehingga perlu dilakukan kajian mendalam soal ROI (Return of Investment) dari penerapannya.

Studi kasus penerapan blockchain di Indonesia dan dunia

Bank Central Asia (BCA) mengklaim saat ini sudah menggunakan teknologi blockchain untuk aktivitas operasional di internal perusahaan. Visi dari penerapannya ialah untuk mempercepat transaksi pembayaran, mengurangi kompleksitas transaksi di back-office. Selain itu juga ada POS Indonesia, perseroan ini mengembangkan sebuah sistem bernama “Digiro.in”, yakni penerapan blockchain untuk layanan multicurrency atau lebih tepatnya ialah untuk evolusi layanan giro yang menjadi salah satu model bisnis yang diterapkan POS Indonesia.

Ada juga Digital Artha Media Corporation (DAM Corp), sebuah perusahaan fintech-enabler beroperasi di Indonesia yang mencoba mengembangkan solusi white label blockchain untuk membantu perusahaan di bidang finansial. Solusi yang ditawarkan diklaim mampu membantu perusahaan dalam melakukan transisi dari model bisnis tersentralisasi menjadi terdesentralisasi. Sebuah startup asal Singapura juga baru mengumumkan kehadirannya di Indonesia. Bernama Veiris, startup tersebut mengusung teknologi visual komputer berbasis blockchain guna membantu korporasi menyelesaikan proses Know Your Customer untuk meningkatkan engagement dengan para mitra.

Infografik penerapan blockchain di Indonesia / DailySocial
Infografik penerapan blockchain di Indonesia / DailySocial

Di luar negeri, blockchain juga sudah mulai terealisasi. Misalnya di Kanada, Royal Bank of Canada (RBC) sudah mengembangkan sebuah sistem berbasis Distributed Ledger Technology (DLT) yang diberi nama Hyperledger. Penerapannya sudah diaplikasikan untuk membantu transaksi dengan cabang bank di wilayah Amerika Serikat dan Kanada. Menariknya, Hyperledger didesain secara terbuka, melalui mekanisme tertentu institusi perbankan bisa terhubung ke dalamnya. Di Singapura, Bank Oversea-Chinese Banking Corporation (OCBC) menerapkan blockchain untuk membantu memuluskan transaksi antar kantor Cabang di Singapura dan Malaysia. Dengan suksesi tersebut, diklaim membuat proses transaksi hanya memakan waktu maksimal 5 menit.

Pendapat para pakar soal implementasi blockchain

Dalam sebuah kesempatan diskusi di sesi #SelasaStartup yang diselenggarakan DailySocial, salah satu pemateri Country Blockchain Leader IBM Indonesia, Juliandri Jenie, menerangkan lebih lanjut seputar implementasi blockchain di beberapa bidang. Di awal presentasinya ia menunjukkan tentang ambisi Spotify membawa blockchain di industri musik digital. Pada bulan April 2017 lalu, Spotify mengakuisisi sebuah startup blockchain bernama Mediachain Labs. Tujuannya Spotify ingin menghadirkan sebuah mekanisme perhitungan dan pembayaran royalti yang lebih adil untuk pencipta musik. Keunggulan blockchain yang ingin dikembangkan ialah untuk melacak melacak siapa pencipta lagunya, judul lagu yang sudah diciptakan, dan sebagainya, sehingga royalti dapat didistribusikan dengan lebih tepat juga.

Untuk di Indonesia Janie menjelaskan ada beberapa bidang yang dapat dioptimalkan dengan blockchain, salah satunya di bidang supply-chain. Menjelaskan soal aplikasinya, ia menuturkan:

Blockchain akan sangat terasa manfaatnya untuk perusahaan supply chain. Keuntungan yang bisa mereka rasakan adalah peningkatan visibilitas informasi logistik dan dokumentasi di seluruh rantai pemasok. Keuntungan lainnya termasuk mengurangi biaya dan risiko melalui otomasi, pelacakan yang dapat diukur dan aman terhadap risiko fisik dan kejadian dalam rantai pasokan, serta memungkinkan terciptanya model bisnis baru.”

Menjelang akhir tahun lalu, DailySocial turut hadir dalam konferensi blockchain internasional di Bali. Di sana beberapa ahli menyampaikan ide dan penemuannya soal pemanfaatan blockchain di tingkat lanjut. Salah satu praktisi blockchain yang hadir adalah Chief Scientist CyberMiles Michael Yuan. Dalam presentasinya ia menjelaskan bagaimana bisnis e-commerce dapat terbantu dengan teknologi blockchain, misalnya untuk menghadirkan efisiensi dalam manajemen identitas, termasuk membantu mewujudkan sistem pelacakan dan keaslian produk, karena semua data bisa disimpan di dalam blockchain dan disinkronisasikan ke semua jaringan. Solusi seperti itu dinilai bisa merevolusi kembali bisnis dan teknologi e-commerce.

Menurut Matej Michalko, CEO Decent, di konferensi yang sama, blockchain dinilai dapat menjadi solusi dari masalah menaun yang menghantui industri konten, yakni pembajakan. Dengan sistem blockhain, para kreator dengan mudah menjual dan mendistribusikan konten ke para penikmat konten secara langsung dengan mekanisme yang disebut dengan “data exchange”. Bayangkan jika sebuah konten dapat didistribusikan dengan enkripsi dan identitas yang unik untuk setiap penikmatnya. Ketika terjadi distribusi di luar ketentuan, pelacakannya akan lebih mudah atau bahkan menjadi mustahil lantaran sistem enkripsi yang diterapkan.

Bank Indonesia sebagai regulator

Sebagai langkah preventif, Indonesia perlu segera menyusun kebijakan baku soal blockchain. Perkembangannya tidak terlihat, namun jika melihat tren teknologi yang ada sebelumnya yang memiliki perkembangan sangat cepat, Bank Indonesia menjadi komponen kunci di sini.

Pertama, dalam kaitannya dengan perlindungan konsumen, perlu diciptakan solusi pengaduan, penanganan, atau transparansi dalam setiap proses bisnis yang diterapkan.

Infografik payung regulasi yang perlu disiapkan untuk blockchain di Indonesia / DailySocial
Infografik payung regulasi yang perlu disiapkan untuk blockchain di Indonesia / DailySocial

Bank Indonesia juga perlu menjadi trigger terjadinya kolaborasi lintas otoritas, termasuk membangun kemitraan dengan pihak internasional mengingat cakupan blockchain tidak terbatas di suatu negara. Untuk mencegah dampak negatif dalam penyelenggaraan sistem pembayaran, perlu adanya ketetapan untuk menjamin kesetaraan di sistem pembayaran yang diaplikasikan. Yang terakhir, sekaligus paling esensial, Bank Indonesia perlu menjadi penentu skala prioritas. Teknologi boleh saja maju dengan tetap mempertimbangkan perkembangan, stabilitas, dan integritas ekonomi negara.

Menurut pemaparan Bank Indonesia dalam sebuah kesempatan, pihaknya membutuhkan waktu dua tahun untuk menyelesaikan proses kajian penerbitan uang digital, kurang lebih akan selesai pada tahun 2020 mendatang. Tampaknya regulasi blockchain akan menjadi salah satu bagian di dalamnya.

Antusiasme blockchain di Indonesia sebagai sinergi tahap awal

Menyusul perkembangan blockchain yang ada di dunia dan di Indonesia, enam perusahaan blockchain lokal (Blocktech Indonesia, Blockchain Zoo, IndoDAX, Indonesian Blockchain Network, Luno, dan Pundi X) mendirikan Asosiasi Blockchain Indonesia.

Diketuai CEO IndoDAX Oscar Darmawan, asosiasi tersebut membawa sejumlah visi. Salah satunya ialah untuk mendorong kolaborasi antara pemangku kebijakan dengan pelaku usaha yang akan menggunakan blockchain dan cryptocurrency sebagai landasan teknologi.

Sebagai langkah awal, asosiasi juga telah menjadi bagian Kamar Dagang Indonesia (KADIN) untuk bersama-sama merumuskan program penyelarasan perkembangan blockchain dengan regulasi di Indonesia.

Grab Financial Resmi Diluncurkan di Indonesia, Bagian Inisiatif Pasca Akuisisi Bisnis Uber di Asia Tenggara

Grab Indonesia merilis pengumuman resmi seputar langkah selanjutnya yang akan dilakukan pasca akuisisi bisnis Uber di Asia Tenggara per 26 Maret lalu. Secara umum akan dilakukan penguatan layanan yang telah ada memanfaatkan aset yang sebelumnya dimiliki Uber. Satu hal yang baru ialah peresmian program Grab Financial di Indonesia.

Grab Financial merupakan program ekonomi digital yang mencakup mobile payment, micro-financing, asuransi, dan layanan keuangan lainnya. Fitur teranyar Grab Indonesia ini menargetkan penciptaan peluang pendapatan bagi 100 juta wirausaha mikro di Indonesia hingga 2020 kelak. Di Singapura, Grab Financial sebenarnya sudah diluncurkan sejak pertengahan Maret lalu.

Head of GrabPay Jason Thompson dalam sebuah kesempatan menyampaikan bahwa visi utama Grab Financial memperluas inklusi keuangan bagi masyarakat di Asia Tenggara, khususnya untuk unbankable society.

Di sisi fitur ada beberapa model yang coba disuguhkan dalam Grab Financial. Pertama adalah layanan pembayaran, untuk membantu masyarakat melakukan pembayaran berbagai kebutuhan. Kedua ialah program reward and loyalty yang didesain agar menciptakan konsumen loyal di layanan finansial tersebut. Sistem keagenan diaplikasikan dalam distribusi layanan Grab Financial.

Untuk operasional bisnis di Indonesia, Grab Financial tetap memanfaatkan kemitraan strategis bersama anak usaha Lippo Group, dalam hal ini OVOm karena adanya kebutuhan penggunaan lisensi e-money dari Bank Indonesia yang belum bisa didapat Grab atau mitra bisnis lainnya.

Selain itu kemitraan yang dimiliki bersama Kudo dan PayTren diharapkan dapat mendukung persebaran (agen) layanan GrabFinancial. Untuk mendukung pembiayaan, secara khusus Grab Financial Services Asia juga telah menggandeng perusahaan asal Jepang Credit Saison. Untuk layanan asuransi, Grab telah bermitra dengan perusahaan asuransi Chubb.

“Dalam jangka panjang, kami memiliki ambisi yang lebih besar lagi. Grab akan menjadi mobile platform online to offline (O2O) nomor satu. Bagi masyarakat Indonesia, kami hadir di sini untuk ikut mengatasi berbagai tantangan terbesar, seperti kemacetan, inklusi keuangan, dan peningkatan penghasilan keluarga,” ujar Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata.

Untuk terus menumbuhkan pelayanan Grab Financial, perluasan layanan akan terus digenjot, termasuk memanfaatkan 75% dari seluruh mitra pengemudi Uber di Indonesia yang telah bergabung ke Grab.

Application Information Will Show Up Here

Asia Pacific Media Forum 2018 Invites Startups to Create Marketing and Advertising Automation Solution

BIG BREAK competition will be held as part of Asia Pacific Media Forum (APMF) 2018, inviting Asia-Pacific startups to propose a solution for advertising, marketing, and consumer engagement in anticipating industrial revolution. The five select startups will be pitching in front of 1000 delegates of APMF 2018 in Bali, 2-4 May 2018.

It’s part of APMF contribution in building a creative ecosystem to support innovation. This initiative in line with Presiden Joko Widodo’s priority to build an entrepreneurial ecosystem, for the industry to explore the digital economy potential.

To participate in BIG BREAK 2018, startup may submit its proposal before April 14, 2018 through http://apmf.com/bigbreak. Submitted proposals will be evaluated by the panel of experts that include Eka Sugiarto (Unilever’s Head of Media for Indonesia and SEA), Andy Budiman (Kompas Group’s Director of Radio and Digital), Ajay Gupte (Wavemaker Indonesia’s CEO), Sunilkumar Suvvaru (Capella Digital’s Director), andAndi Boediman (Ideosource’s Managing Partner).

The delegates of companies, innovators, trend makers, and media will be discussing on how industry stay relevant among ongoing revolution. Andi Sadha, Head of APMF said, “Among the rapid implementation of automation and artificial intelligence, the existing business model and skill are threatened.”

McKinsey predicts there will be transition on entire workforce starting in 2030. The rapid growth of automation will affect all disciplines and replace up to 60% of the active workers.

“Therefore, industry players need new ways and solutions in re-writing its business model to stay relevant in the new era. This is an opportunity for startups to innovate,” he continued.

Rama Mamuaya, CEO & Founder of DailySocial.id, who also serves as Head of BIG BREAK selection committee said, “Startup companies play an important role in managing hidden potential in the digital economy. We are excited in welcoming the solutions offered in response to the recent industry challenge.”

Startups will be able to pitch their solution and the select five will receive a platinum ticket for all sessions of APMF 2018, two exhibition tickets, and networking session with five well-known curators.

Since initially held in 2005, APMF has become biennale event in three main format: Conference, involving all delegates with many speakers in short sessions; Advanced Class, intensive classes, each led by top-tier speakers with limited seats, participants can learn directly from the experts and develop plans for business; and Expo, an exhibition of the latest solutions in technology, communication, and digital.

AMPF 2018 will introduce Braindates, a new format where limited participants can directly meet the speakers for further discussion.

This year, several top speakers will be presenting, including Nielsen Global’s Vice President of Digital Audience Measurement Marissa McArdle, Universal Music Group Global’s SVP for Brand Partnership Manuel Hubault, Frame A Trip’s Founder Dian Sastrowardoyo, and BEKRAF’s Vice Chairman Ricky Pesik. Speakers will be displaying their latest findings and insights on consumer’s behavior, disruptive technology applications (big data, blockchain, and machine learning), along with shifting in media landscape.


Disclosure: DailySocial is a media partner of Asia Pacific Media Forum 2018. Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

GVS 2018 Hadir Kembali, Bawa Investor dari Silicon Valley untuk Startup Lokal

Global Ventures Summit (GVS) 2018 akan diadakan di Jakarta. Ini adalah kali kedua GVS singgah di sini, setelah kesuksesannya di tahun 2017 lalu di Bali, acara ini diprakarsai oleh Parkpine Capital. GVS merupakan rangkaian kegiatan tur untuk mempertemukan startup potensial dengan investor pilihan dari Silicon Valley. Acara ini akan diselenggarakan pada tanggal 25-27 April 2018, bertempat di JW Marriott Jakarta.

Acara terbagi ke dalam dua agenda utama, yakni pemaparan workshop oleh pemateri ternama, dari kalangan investor, dan pitch battle yang memperebutkan total hadiah US$50.000 dan kunjungan ke Silicon Valley untuk bertemu dengan investor potensial. Acara ini turut menghadirkan pemateri dari dalam negeri untuk memberikan insight kondisi bisnis startup terkini, baik dari sudut pandang investasi, bisnis, dan regulasi.

Tahun ini GVS membawa tema besar “Empowering Scalable Technologies in High Growth Markets”, menghubungkan 100+ venture capital dan 200+ angle investor di empat kota yang disinggahi, yakni Meksiko, Los Angeles, Dubai, dan Jakarta. Beberapa lineup investor yang akan hadir termasuk Lo Toney (Google Ventures), Joshua Slayton (AngelList), Jay Eum (TransLink Capital), dan beberapa pemateri lainnya.

GVS Pitch Battle

Rangkaian acara pitch battle di GVS dapat diikuti oleh tim yang terdiri minimal dua orang. Pitching yang dikumpulkan berupa business plan yang berhubungan dengan teknologi. Masing-masing kota akan dipilih satu pemenang. Dalam sesi ini akan ada lima juri yang terdiri dari investor, pelaku startup dan figur bisnis lainnya. Setiap tim akan diberikan waktu 6 menit untuk mempresentasikan idenya, dan 3 menit untuk sesi tanya jawab dengan juri.

​Selain itu peserta juga dapat mengikuti workshop khusus bertajuk “Silicon Valley Deck Workshop: Perfect Your Pitch” yang akan membahas hal-hal apa saja yang perlu dipersiapkan dalam sebuah kegiatan pitching, mulai dari materi presentasi sampai dengan cara menyampaikannya.

Informasi lebih lanjut dan pendaftaran untuk acara Global Ventures Summit 2018 dapat disimak melalui situs resminya: http://www.gvsummit.co/tickets.

Disclosure: DailySocial merupakan media partner Global Ventures Summit 2018

Ambisi Menaklukkan Ekonomi Digital Lewat Wacana “Silicon Valley”

Beberapa kali mungkin kita pernah mendengar inisiatif untuk mengangkat kota tertentu di Indonesia untuk menjadi pusat kewirausahaan digital, atau istilah kerennya “Silicon Valley-nya Indonesia”. Di Bandung dan Yogyakarta misalnya, pemerintah setempat mencanangkan kehadiran hub industri digital, dimulai dengan membangun fasilitas dan mencoba memberikan akses bisnis yang dibutuhkan.

Di Yogyakarta, dua lokasi di daerah Piyungan (Bantul) dan Sentolo (Kulon Progo) disiapkan dengan luas total wilayah mencapai 25,86 hektar untuk hub seperti ini. Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda DIY Budi Wibowo menyebutkan bahwa dua area tersebut akan menjadi Silicon Valley-nya Indonesia. Investasi yang digelontorkan tidak sedikit, yakni senilai 7 triliun Rupiah.

Kondisi di Indonesia

E-Commerce menjadi salah satu industri yang sudah dalam tahap matang di Asia Tenggara dan di Indonesia. Perkembangannya kini dapat menjadi sebuah tolok ukur tentang bagaimana para pemainnya mampu menguasai pasar internet. Menariknya, pangsa pasar e-commerce di Indonesia didominasi kekuatan pemain lokal.

Top 2 Shopping App in SEA / DailySocial
Top 3 Shopping App in SEA / DailySocial

GO-JEK, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak menjadi startup yang telah mencapai gelar “unicorn”. Tahun ini beberapa startup juga tengah merencanakan untuk melakukan IPO (Initial Public Offering) untuk memperkuat permodalan guna melakukan ekspansi. Tahapan tersebut dibutuhkan, karena jika melihat data, pemain lokal telah mampu menjadi “raja” di Indonesia untuk beberapa lanskap penting, termasuk on-demand, hospitality, dan digital technology.

Sayangnya permasalahan justru hadir dari ketidaksiapan pasar. Sebagai contoh, setelah isu seputar persaingan layanan transportasi berbasis aplikasi dan konvensional mereda, kini permasalahan justru datang dari dalam. Mitra pengemudi menuntut upah yang lebih layak. Lagi-lagi ini tentang bagaimana regulasi selayaknya berperan menjadi kanopi bisnis digital itu sendiri.

Inovasi berjalan kencang, regulasi selalu berusaha untuk mengiringi, walaupun tidak mungkin secepat itu. Perbedaannya adalah seberapa fleksibel pemerintah menanggapi berbagai dinamika perubahan dari digitalisasi itu sendiri.

Silicon Valley sebagai role model

Kunjungan Presiden Jokowi ke Silicon Valley / Facebook Mark Zuckerburg
Kunjungan Presiden Jokowi ke Silicon Valley / Facebook – Mark Zuckerburg

Pada pertengahan Februari 2016 lalu, Presiden Joko Widodo menyambangi daerah selatan San Francisco Bay Area untuk melihat secara langsung geliat ekosistem digital di sana. Jokowi bertemu dengan beberapa petinggi perusahaan teknologi, termasuk Mark Zuckerburg dan Sundar Pichai. Selain menjajal Oculus Rift untuk permainan virtual di kantor Facebook, kunjungan tersebut membawa pulang beberapa inisiatif, salah satunya upaya peningkatan kuantitas developer di Indonesia dan kegiatan akselerasi startup.

Pemerintah sendiri mencanangkan di tahun 2020 mendatang Indonesia akan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi digital terkuat di Asia Tenggara. Area digital dinilai penting menjadi ujung tombak ekonomi Indonesia, didasarkan pada kondisi populasi pengguna internet yang terus merangkak naik. Harapannya, persentase konsumen digital yang besar dapat diakomodasi dengan produk dan inovasi dari dalam negeri.

Indonesia Internet Market Overview / DailySocial
Indonesia Internet Market Overview / DailySocial

Inovasi, regulasi, dan akses menjadi sebuah sinergi yang kini tengah terus diupayakan berbagai pihak di Indonesia untuk mewujudkan cita-cita Silicon Valley tersebut. Penguatan inovasi dilakukan dengan berbagai program berbentuk inkubasi dan akselerasi. Di sisi lain, kendati belum sempurna, kebijakan pemerintah sudah mulai mengarah ke dukungan perkembangan teknologim misalnya aturan soal fintech, transportasi daring, atau investasi startup.

Beberapa pemain lokal tengah bersiap melakukan ekspansi ke wilayah regional. Hal ini menjadi kabar baik, karena ekspansi berarti menunjukkan operasi bisnis tersebut sudah menancapkan akar yang kuat di basis utamanya. Namun ekonomi digital tidak bisa ditopang melalui segelintir pemain saja. Definisi ekosistem adalah ketika banyak pemain terlibat di dalamnya untuk mendongkrak kemapanan industri digital itu sendiri.

Ada dua hal yang menjadi pusat perhatian ketika ingin mengadopsi “konsep Silicon Valley”, yaitu penataan industri digital dan kultur pengembangan bisnis yang ada di sana. Desain area bisnis di Silicon Valley memperlihatkan tentang bagaimana keteraturan diciptakan, memungkinkan kolaborasi dan kompetisi beradu bersama. Implikasinya dapat menciptakan pergerakan inovasi dan adopsi yang cepat untuk tren-tren digital terbaru.

Akhir-akhir ini “kerasnya” hidup dan bisnis di Silicon Valley membuat banyak startup hengkang. Salah satunya disebabkan gaya dan biaya hidup yang dirasa makin memberatkan para pelaku bisnis startup di sana.

Yang perlu dilakukan

Dalam laporan tahunan DailySocial, beberapa isu dipetakan sepanjang tahun 2017. Ada empat hal yang digarisbawahi, yakni Talent Shortage, Regulatory Hurdles, Matchmaking between Investors & Founders, dan Paradox of Unicorn. Terkait dengan talenta misalnya, permasalahannya bukan soal jumlah ketersediaan, melainkan soal kualifikasi. Hal ini menjadi PR bersama, khususnya pemerintah harus mengupayakan sistem pendidikan (kurikulum) yang mampu menunjang kebutuhan SDM yang berkualifikasi.

Jika melihat semangat yang dicetuskan pemerintah tentang “Silicon Valley”, ada kecenderungan hanya pada penyediaan infrastruktur tempat berkumpulnya para pelaku digital. Di luar fasilitas megah yang diciptakan, ada hal-hal fundamental yang perlu dioptimalkan terlebih dulu. Blok industri megah untuk bisnis teknologi tidak akan menunjukkan kemajuan tanpa diimbangi oleh hasil inovasi yang menakjubkan. Inovasi tersebut baru dapat tercetus jika isu mendasar, seperti SDM, regulasi, atau akses terhadap bantuan yang mendukung sudah berproses dengan baik.