UI Career & Scholarship Expo Kembali Diselenggarakan

Career Development Center Universitas Indonesia (CDC UI), pusat pengembangan kerier dan kualitas sumber daya manusia di bawah Direktorat Hubungan Alumni Universitas Indonesia, akan segera melangsungkan pameran karier dan beasiswa dalam “UI Career & Scholarship Expo XXIV 2017”.

Kegiatan ini mengundang puluhan perusahaan/instansi yang sedang mencari tenaga kerja untuk berpartisipasi dengan melakukan pameran, presentasi perusahaan, rekrutmen dan wawancara. Selain itu akan ada juga lembaga dan universitas pemberi dana beasiswa yang akan menyuguhkan pameran dan mempresentasikan mekanisme beasiswa yang ditawarkannya kepada pengunjung.

Pengunjung UI Career & Scholarship Expo XXIV 2017 merupakan alumni dan mahasiswa dari berbagai universitas terkemuka yang berada di daerah Jabodetabek dan sekitarnya. Kegiatan ini diharapkan dapat membantu para job seeker untuk mendapatkan informasi pekerjaan sesuai dengan bakat dan minat mereka serta membantu perusahaan untuk mendapatkan pelamar yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. Pada kegiatan ini, para job seeker akan bertemu langsung dengan pihak perusahaan, mulai dari proses lamaran hingga seleksi diadakan oleh perusahaan yang bersangkutan.

Expo ini bakal dilaksanakan hari Kamis s/d Sabtu, tanggal 14-16 September 2017 di Balairung Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok. Informasi dan pendaftaran dapat ditemukan melalui laman resminya di laman http://cdc.ui.ac.id/uiexpo.


Disclosure: DailySocial merupakan media partner UI Career & Scholarship Expo XXIV 2017

Hadi Kuncoro Mundur dari aCommerce Indonesia, Kini Jadi CEO Feedr

CEO aCommerce Indonesia, Hadi Kuncoro, telah mundur dari jabatannya dan kini menjadi CEO perusahaan baru bernama Feedr. Perusahaan tersebut juga salah satunya bergerak di bidang logistik dan fulfillment untuk memfasilitasi bisnis dalam hype perdagangan digital saat ini.

Feedr memiliki misi utama untuk menghubungkan pedagang di Indonesia ke kanal distribusi melalui medium digital. Sistem yang disuguhkan mengintegrasikan layanan logistik dan pembayaran sekaligus dalam satu dashboard. Saat ini pihaknya mengklaim telah menjangkau di 9 negara dengan mengintegrasikan lebih dari 24 marketplace di wilayah tersebut.

Dalam menjalankan bisnisnya, Feedr bermitra dengan layanan pembayaran online iPaymu.

Untuk memudahkan bisnis dapat diakses oleh pembeli global, Feedr menyediakan beberapa kanal termasuk Channel Integration untuk membantu bisnis menyiapkan akun di marketplaace global sekaligus mengintegrasikan sistem pembayaran. Disediakan juga Sales Channel untuk operasional bisnis, dari pemrosesan pesanan hingga layanan pelanggan. Ada pula sistem logistik, fulfillment dan pemasaran.

Feedr ingin memberikan solusi end-to-end dengan mengakomodasi sistem pemasaran digital, konversi transaksi dengan COD dan solusi payment gateway dan logistik yang terintegrasi. Untuk merealisasikan misi tersebut, mereka telah menjalin beberapa kemitraan strategis dengan perusahaan logistik dan pembayaran digital.

Social Media Week Jakarta 2017 Akan Hadirkan Pemateri dari Perusahaan Unggulan

Pada tanggal 11-15 September 2017 mendatang, pagelaran akbar Social Media Week Jakarta 2017 akan digelar. Hari ini panitia telah mengumumkan jajaran pembicara utama yang akan tampil pada sesi Conference. Pemateri dihadirkan dari perusahaan besar, mulai dari Facebook, Google, Mashable, Line, LinkedIn hingga Kantar Millward Brown.

Social Media Week sendiri merupakan sebuah konferensi internasional yang mengumpulkan dan berbagi ide, inovasi, dan wawasan terbaik seputar bagaimana media sosial dan teknologi mengubah bisnis, masyarakat, dan budaya di seluruh dunia.

Beberapa pembicara Keynote untuk sesi Conference yang diumumkan hari ini termasuk Reynold DSilva (Head of Vertical Marketing Asia Pacific Facebook), Gwendolyn Regina (Director of Strategy and Business Development, Asia Pacific Mashable), Frank Koo (Head of Southeast Asia Talent Solutions LinkedIn).

Selain itu ada juga Pankaj Khushani (Head of Media Technology Solutions Southeast Asia, India & Korea Google), Henry Manampiring (Client Partner CPG dari Facebook, Revie Sylviana, Business Deveopment Director LINE Indonesia), Charles Tidswell (VP Japan, Asia Pacific untuk Socialbakers), dan Olivier Girard (Customer Success Director Asia Pacific untuk Digimind).

Sebagai ajang perhelatan media sosial terbesar di Indonesia, Social Media Week Jakarta telah menjadi platform bagi praktisi industri media sosial dan digital marketing untuk mengumpulkan dan berbagi ide, inovasi, dan wawasan terbaik untuk kemajuan industri media sosial dan digital di Indonesia.

“Saya sangat gembira dengan susunan pembicara utama di ajang Social Media Jakarta tahun ini. Saya yakin wawasan yang dibagikan nanti akan membantu para praktisi industri mewujudkan potensi media sosial dan teknologi digital di Indonesia. Kami tidak sabar untuk menyambut nama-nama besar ini di panggung Conference kita,” ujar CEO Merah Cipta Media Group sekaligus Chairman Social Media Week Jakarta Antonny Liem.

Rangkaian sesi Conference dari ajang Social Media Week Jakarta tahun ini akan dibuka dengan keynote dari Facebook dengan topik Your Brand on Mobile – The Future of Communication for Marketers. Topik pembuka ini sekaligus menggaris bawahi tema global yang diusung oleh Social media Week tahun ini, Language and the Machine The Future of Communication.

Selain Facebook, LINE dan LinkedIn yang juga akan turut berbagi wawasan tentang topik-topik menarik seputar masa depan komunikasi untuk para pelaku industri pemasaran, kapitalisasi media sosial untuk mengembangkan kesempatan, potensi aplikasi messaging, memaksimalkan potensi social commerce di berbagai channel media sosial, optimalisasi konten, dan masih banyak lagi.

Selain tema di atas, tentu masih banyak hal menarik yang dapat dipetik dari acara ini. Karena berbagai topik yang disajikan dipastikan sangat relevan dengan kondisi yang ada saat ini di lanskap digital di Indonesia dan dunia. Bagi yang tertarik hadir, informasi mengenai jadwal konferensi, pembelian tiket, serta selengkapnya dapat dilihat di situs resmi Social Media Week Jakarta 2017 https://socialmediaweek.org/jakarta.

––

Disclosure: DailySocial merupakan media partner Social Media Week Jakarta 2017

Stickearn di Tengah Potensi Car Advertising yang Mulai Banyak Diperebutkan

Car branding atau car advertising sejatinya bukanlah sebuah mekanisme baru dalam periklanan. Menjadi sebuah terobosan karena saat ini startup mulai memfasilitasi konsumen dan brand sebuah jembatan untuk saling terhubung. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Stickearn.

Melalui sebuah sistem berbasis web dan mobile, Stickearn memberikan kemudahan untuk pemilik mobil bisa menawarkan diri kepada brand untuk beriklan di mobilnya. Brand (dalam hal ini advertiser) diberikan kemudahan untuk memilih model iklan seperti apa yang ingin ditempelkan ke mobil tersebut.

Keuntungan lainnya, advertiser dapat memantau secara real time mobilitas dan jarak tempuh iklan tersebut melalui dashboard aplikasi khusus. Dashboard juga dapat menghitung secara akurat seberapa besar impresi yang terbentuk dari pemasangan iklan, sehingga para advertiser dapat menerima efek iklan dengan sangat akurat.

[Baca juga: Hadirnya StickEarn, Klana, dan Menjamurnya Digitalisasi Bisnis Car Advertising]

Stickearn didirikan pada Januari 2017 oleh Garry Limanata, Sugito Alim, Hartanto Alim dan Archie Carlson. Setidaknya sudah 31 brand yang bekerja sama dengan Stickearn saat ini. Startup yang berkantor pusat di Cempaka Putih ini juga mengklaim telah menjangkau di 13 kota besar di Indonesia.

“Melihat potensi yang luar biasa dari car branding ini, memungkinkan berbagai macam industri bisa memanfaatkan sarana ini untuk meraih target audience yang lebih besar lagi,” ujar Sugito Alim selaku Co-Founder Stickearn.

Saat ini Stickearn juga tengah melakukan kerja sama eksklusif dengan Grab melalui top performing drivers. Tingkat mobilitas pengemudi Grab yang tinggi tentunya menghasilkan pengaruh dan kolaborasi yang baik antara pengiklan dan mitra Stickearn. Dengan terus meningkatnya ketertarikan para pemasar terhadap branding ini, Stickearn juga akan memperluas bisnisnya dengan pemasangan iklan di kendaraan roda dua.

“Tidak hanya pemasangan iklan di body luar mobil, Stickearn juga memberikan pengiklan ruang yang lebih besar lagi melalui brosur-brosur yang dapat diletakkan di dalam mobil, sehingga para penumpang dapat mendapatkan informasi yang lebih mendetail dari pengiklan,” imbuh Sugito.

Potensi car branding untuk periklanan masa kini

Proses pemasangan stiker iklan pada kaca mobil / Stickearn
Proses pemasangan stiker iklan pada kaca mobil / Stickearn

Sebuah survei dari The American Trucking Association menunjukkan grafik yang selalu meningkat pada tingkat keefektifan iklan di kendaraan. Studi menyatakan 97% responden mengingat iklan yang dipasang pada kendaraan, 98% berpikir bahwa iklan tersebut menciptakan citra positif dari pemasang iklan. Sementara itu, 96% responden meyakini bahwa iklan di kendaraan lebih efektif ketimbang reklame dan 75% responden berkesan dengan brand yang diiklankan pada kendaraan tersebut.

Studi lain yang tak kalah menarik dari The Outdoor Advertising Association of America (OAAA) menunjukkan bahwa 95% orang Amerika terpapar iklan dari kendaraan yang lalu lalang dan 47% responden berusia 18-34 tahun berkesan setelah melihat iklan tersebut.

Lalu kondisi tersebut dihubungkan dengan masyarakat Jakarta rata-rata menghabiskan 400 jam per tahun di jalanan untuk bepergian dan bekerja. Artinya, rata-rata satu kali perjalanan di Jakarta ditempuh dalam waktu 2 jam. Terlebih pada hari-hari tertentu, 35% orang di Jakarta hanya menghabiskan waktu mereka di jalan. Sejalan dengan meningkatnya jumlah kendaraan dan pesatnya perkembangan teknologi tentunya hal ini membuka peluang bagi pemain seperti Stickearn.

Potensinya yang besar juga membuat para pemain di bidang car advertising, sebut saja nama seperti Klana, Wrapmobil atau bahkan Sticar yang saat ini mengklaim sudah memiliki 1000 mitra. Tentu diperlukan strategi jitu dalam mengeksplorasi pasar.

Strategi Stickearn di tengah persaingan yang ketat

Kerja sama yang baik menurut Sugito menjadi kunci kesuksesan bisnis ini. Yang menjadi pembeda Stickearn pihaknya kini mempunyai hubungan kerja sama yang baik dengan perusahaan jasa transportasi online. Setiap driver diberikan KPI (Key Performance Indicator) 2500 km per bulan. Kemudian untuk memastikan kualitas berjalan dengan baik, konsultasi gratis dan jasa desain juga diberikan.

“Saat ini kami fokus berkreasi untuk menciptakan produk-produk yang inovatif, serta bagaimana membuat para klien dapat mencapai target dan goal mereka dengan Stickearn,” ujar Sugito.

Turut dibahas juga terkait dengan regulasi kendaraan bermotor. Umumnya mobil atau motor harus memiliki warna yang sama dengan apa yang tertulis di surat kendaraan bermotor. Dengan pemasangan stiker sedikit banyak pasti akan mengubah warna tersebut. Sugito menjelaskan, bahwa di Stickearn full-body stickers pun hanya 60 persen saja, artinya warna dasar tetap tidak akan berubah dan masih sesuai dengan yang tertera di kendaraan bermotor.

Kendati butuh melakukan akselerasi cepat, hingga saat ini Sitckearn belum membuka pendanaan investor dari luar manajemen.

Application Information Will Show Up Here

Creative Business Cup 2017 Indonesia Telah Digelar, Atnic Terpilih untuk Maju di Final Global

Seleksi finalis Creative Business Cup (CBC) telah diselenggarakan, tepatnya pada 26 Agustus 2017 lalu bertempat di Jakarta Convention Center bebarengan dengan FDGexpo 2017. Acara Creative Business Cup ini sudah berjalan selama tujuh kali, berharap dapat menumbuhkan inisiatif dari para pengusaha di industri kreatif dengan membantu mereka memvalidasi ide bisnis, menghubungkan dengan investor dan pasar global, serta meningkatkan kompetensi inovatif.

Di sini acara ini diselenggarakan untuk memilih tim yang akan merepresentasikan Indonesia dalam final global dari Creative Business Cup 2017 di Copenhagen, Denmark di bulan November nanti. Tema besar tahun ini ialah konektivitas, dengan harapan dapat menumbuhkan sinergi antara pemain industri, stakeholder di masing-masing wilayah, dan komunitas bisnis untuk mengembangkan diri.

Industri kreatif menjadi fokus dalam CBC karena dinilai dapat memberikan sumbangsih yang besar dalam pertumbuhan ekonomi global, dan membantu dalam transformasi di berbagai lini industri. CBC Indonesia sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Ciputra Foundation dan Kibar. Tahun lalu finalis terpilih “Phinisi Edubox” mewakili Indonesia dalam ajang final, dengan karyanya berupa aplikasi edukasi yang dapat membantu proses pendidikan di tempat yang sulit terjangkau konektivitas internet.

Tahun ini CBC Indonesia diselenggarakan oleh Global Entrepreneurship Network Indonesia bekerja sama dengan Ciputra Entrepreneurship Center (CEC), Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), dan Kedutaan Besar Denmark untuk Indonesia. Seleksi ini mengusung beberapa agenda, salah satunya ialah pitching yang dilakukan oleh para finalis, untuk mempresentasikan ide dan produk mereka.

Beberapa mentor yang dihadirkan termasuk David Soukhasing (ANGIN), Fajar Hutomo (Bekraf), Andi Budiman (Ideosource), dan Astrid Kusumowidagdo (CEC).

Finalis Creative Business Cup 2017 Indonesia

Ada 10 finalis dalam CBC 2017 Indonesia yang melakukan presentasi pitching di FGDexpo 2017 lalu. Pertama ada Unixon Printing dengan produknya berupa aplikasi self-service printing. Kedua ada Ezycon, memproduksi panel dinding untuk kerangka bangunan yang lebih efektif menggunakan daur ulang styrofoam. Yang ketiga ada Indexalaw, yakni sebuah platform agregator untuk menghubungkan berbagai pihak dalam urusan legal.

Kelima ada Shipper, yakni sebuah aplikasi logistik untuk membantu para pelaku e-commerce mendapatkan layanan pengiriman barang yang bagus. Keenam ada Homedika, sebuah martketplace online untuk produk dan layanan kesehatan di Indonesia. Ketujuh ada pengembang portal Siapapeduli.id, yakni sebuah layanan crowdfunding untuk pembiayaan di bidang kesehatan. Selanjutnya ada Travest.com yakni sebuah situs investasi di bidang properti.

Kedelapan ada Kinetik Medikal yang menghadirkan inovasi yang memanfaatkan teknologi 3D Printing dan Laser Cutting untuk merancang dan memproduksi peralatan medis. Selanjutnya ada Sirtanio Organic Indonesia yang memproduksi beras organik dengan misi sosial untuk meningkatkan pendapatan petani dan memperbaiki kondisi lingkungan. Dan terakhir ada Atnic yang memanfaatkan teknologi IoT untuk membantu petani udang dalam mengelola kualitas air guna menciptakan bisnis yang berkelanjutan.

Dari hasil penjurian Atnic berhasil menjadi National Champion dalam ajang ini, untuk selanjutnya mewakili Indonesia dalam final Creative Business Cup 2017 di Denmark.


Disclosure: DailySocial merupakan media partner Creative Business Cup 2017 Indonesia.

Kudo Dikabarkan Jadi Kendaraan Legal GrabPay di Indonesia

Setelah resmi mengumumkan akuisisinya atas Kudo sejak awal April lalu, Grab mulai memperlihatkan strategi bisnis atas langkahnya tersebut. Kudo disebutkan menjadi kendaraan legal untuk memperkuat penetrasi GrabPay di Indonesia. Sebagai sebuah layanan dompet digital, syarat kepemilikan lisensi e-money dari Bank Indonesia tentu menjadi dasar yang wajib diperjuangkan. Rumor lain adalah hadirnya Country Manager tersendiri untuk GrabPay di Indonesia, meskipun kami belum mendapatkan konfirmasi soal ini.

Hal ini bukan cara baru yang dilakukan perusahaan seperti Grab. Rivalnya di Indonesia, GO-JEK, melakukan hal serupa, dengan mengakuisisi MV Commerce untuk mendapatkan lisensi e-money dan memindahkan lisensi tersebut ke PT Dompet Anak Bangsa, sebuah unit bisnis terpisah yang khusus mengurusi GO-PAY.

Mendapatkan perizinan e-money bukan perkara mudah, sejauh ini yang telah terdaftar di situs BI baru 25 perusahaan saja, didominasi perbankan dan perusahaan telekomunikasi. Kudo akan berperan sangat penting untuk Grab, kredibilitasnya di pasar Indonesia menjadi sebuah kendaraan berharga untuk menguatkan Grab dalam peperangan di industri ini.

Dua raksasa ride sharing ini memang tak lagi dihadapkan pada persaingan di vertikal layanan transportasi. Lebih dari itu, sistem pembayaran akan berkontribusi lebih maksimal bagi RoI (Return on Investment) bisnis.

Babak baru industri on-demand adalah tentang persaingan kekuatan sistem pembayaran GO-PAY dan GrabPay. Sementara rival lainnya, Uber, belum sampai pada titik tersebut di Indonesia.

90K Code Hackathon Akan Diselenggarakan di Universitas Ciputra Surabaya

Sebuah hackathon bertajuk “90K Code” akan diselenggarakan oleh program studi Informatika (IMT) dan Sistem Informasi Bisnis (ISB) Universitas Ciputra. Sesuai dengan namanya 90K Code, di acara ini para peserta akan mengikuti hackathon sepanjang 90.000 detik atau 25 jam penuh, bertempat di kampus Universitas Ciputra Surabaya yang terletak di Surabaya Barat. Acara ini akan diselenggarakan pada 8-9 September 2017 mendatang.

Para developer aplikasi akan berkumpul dan merancang bangun sebuah aplikasi baru dalam waktu singkat. Tidak hanya berkompetisi, peserta juga dapat membangun networking, mendapatkan masukan untuk ide bisnisnya dari mentor yang telah banyak bergelut di dunia startup yang dihadirkan, serta dapat saling belajar dari peserta lain. Acara ini terbuka untuk kalangan mahasiswa maupun umum.

Sebagai apresiasi dari upaya para peserta, panitia dengan dukungan Accurate Accounting menyediakan hadiah yang nilainya cukup besar, yakni uang tunai Rp36 juta. Peserta akan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu kategori umum dan kategori mahasiswa. Diharapkan dengan pembagian menjadi dua kategori ini, para mahasiswa akan bersemangat untuk berkompetisi dan belajar dari para seniornya. Pada kategori umum disediakan hadiah senilai Rp 22 juta, sedangkan untuk mahasiswa disediakan sebesar Rp14 juta.

Adapun tema dalam kompetisi ini meliputi Document Security Service, Communication Support Service, Marketplace Support Service, dan Fintech Support Service.  Juri pada hackathon ini dihadirkan dari kalangan penggiat startup, yang akan menilai semua karya yang dipresentasikan secara obyektif dan memilih karya terbaik dari segi ide hingga implementasi yang dihasilkan.

Untuk informasi lebih lanjut dan pendaftaran, kunjungi laman resminya melalui http://informatika.uc.ac.id/90kcode.

Disclosure: DailySocial merupakan media partner 90K Code Hackathon.

EVA Mungkinkan Siapa Saja Membuat “Chatbot” Secara Instan

Chatbot menjadi salah satu prioritas pengembangan inovasi dalam bisnis digital dewasa ini. Kemampuannya untuk mengotomatisasi beberapa bidang layanan dianggap efektif dalam pelayanan konsumen, karena sejauh ini memang penerapannya masih banyak seputar customer services. Melihat tren tersebut sebuah startup bernama EVA (Electronic Virtual Assistant) meluncur, menawarkan platform online untuk menciptakan chatbot, atau yang disebut dengan Instant Chatbot Creator.

“EVA adalah sebuah platform untuk membuat chatbot yang dapat dijalankan dalam berbagai messaging service. Dengan EVA siapa pun bisa lebih fokus kepada pengembangan konten/respons interaktif tanpa dibebani kesulitan hal-hal teknis,” terang Co-Founder & Advisor EVA Hikmat Rizal.

Misi EVA memungkinkan siapa saja untuk dapat membuat chatbot di beragam platform messaging, saat ini telah mencakup Telegram Messenger, Facebook Messenger, LINE, dan web-based chatbot—tanpa harus memiliki keahlian pemrograman. Terlebih untuk pembuatan mesin pintar ala chatbot dibutuhkan pendalaman kemampuan seputar NLP, AI ataupun Machine Learning. Chatbot keluaran dari EVA mampu melayani beberapa skenario implementasi, mulai dari layanan pelanggan, mengelola komunitas, sistem transaksi, dan lain sebagainya.

Untuk mengenali bahasa yang dikirimkan pengguna, EVA menggunakan teknologi NLP (Natural Language Processing), termasuk untuk mengenali jika ada kesalahan ketik dalam pesan yang dikirimkan hingga tipikal percakapan. Pengguna juga akan mendapati sebuah laman Console admin, untuk mengisikan pengetahuan dasar untuk Chatbot, misalnya tentang bagaimana merespons sapaan, atau pengetahuan lainnya. Hal ini perlu didefinisikan khusus, karena umumnya bahasa yang digunakan akan sangat tergantung dengan segmentasi calon konsumen yang ditargetkan.

“EVA kebanyakan saat dipergunakan untuk layanan pelanggan, yang sudah menggunakan EVA sebagai platform chatbot-nya antara lain Paytren. Sebenarnya untuk chatbot cakupannya sangat luas, misal sebagai agen penjualan, chatbot bisa melayani pertanyaan informasi produk hingga closing produknya. Chatbot juga bisa di implementasikan sebagai konsultan virtual, misalnya untuk konsultasi kesehatan, dan banyak lagi,” imbuh Rizal.

Menyertakan AI Marketplace di dalam platform EVA

Secara kemampuan dasar, EVA dilengkapi dengan AI (Artificial Intelligence) dan KB (Knowledge Base) yang dapat menambah kemampuan dan kepintaran chatbot. AI adalah sebuah program yang dibangun agar EVA memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu. KB adalah sebuah bank data informasi yang dimasukkan oleh pemilik EVA. Data yang telah tersimpan, sewaktu-waktu dapat ditanyakan atau diakses oleh pemilik atau pengguna yang berinteraksi dengan chatbot.

Yang paling unik, di EVA terdapat AI Marketplace. Fitur ini memungkinkan para developer untuk membangun AI  yang nantinya bisa dipasarkan untuk dapat digunakan oleh para pemilik EVA. Seperti mobile app marketplace, AI Marketplace adalah tempat bagi para pemilik EVA untuk menambah (upgrade) kemampuan tertentu agar chatbot yang dimilikinya mempunyai kemampuan/ kecerdasan seperti yang diinginkan. Developer dapat menjual AI yang mereka ciptakan dengan Chat Kredit sebagai nilai tukarnya.

Beberapa AI yang sudah terdapat di martketpace misalnya Ai Form kecerdasan untuk membuat formulir melalui chatbot. Ada juga Ai Wikipedia, untuk memberikan kecerdasan pada chatbot dalam mengakses basis data Wikipedia dan lain sebagainya.

Berawal dari iseng membuat chatbot di WhatsApp

Rizal bercerita sebelum mengembangkan EVA, ia bersama teman-temannya iseng membuat sebuah bot yang bisa ditanya dan menjawab, kala itu di platform WhatsApp. Responnya luar biasa dari para pengguna, kemudian terpikir untuk mengembangkan sebuah bot komersial. Awalnya dasar kebutuhannya adalah untuk otomatisasi transaksi secara virtual. Hingga pada akhirnya dibawalah konsep tersebut ke Wira Pradana, angle investor yang kini juga menjadi bagian tim pengembangan EVA.

“Ide Wira untuk segera melahirkan chatbot, diakomodasi oleh tim developer, sehingga terlahir chatbot dengan fungsi khusus seperti Bot Monei untuk pengelola keuangan, Bot Chatpax untuk menyimpan dokumen, Bot Commerce untuk transaksi online,” ujar Rizal.

Wira Pradana saat mempresentasikan EVA dalam final Amvesindo Demo Day 2017 / Amvesindo
Wira Pradana saat mempresentasikan EVA dalam final Amvesindo Demo Day 2017 / Amvesindo

Dalam kesempatan yang sama Wira Pradana turut menyampaikan beberapa hal mengapa bisnis mulai aware dengan sistem berbasis chatbot. Pertama lebih efisien karena pengguna tidak perlu memasang atau mengunduh aplikasi tambahan, cukup menggunakan aplikasi pesan yang biasa digunakan.

Dari sisi pengalaman pengguna juga akan lebih mengena, dengan kecerdasan yang dimiliki, konsumen tersebut akan serasa seperti sedang dilayani oleh petugas (orang). Di sisi pengguna juga lebih menghemat penggunaan paket data, karena sistem/aplikasi bekerja di background, interface ke pengguna cukup melalui chatbot saja.

Sebagai informasi tambahan, beberapa waktu lalu EVA juga menjadi pemenang pertama dalam pagelaran Amvesindo Demo Day 2017.

Mengenal Lanskap Industri Travel dan Pergerakan Digitalnya

Salah satu industri yang cukup berkembang pesat di era digital ini adalah perjalanan atau travel. Cakupannya cukup luas dengan segmentasi yang dimiliki. Mungkin beberapa dari pembaca mengenal beberapa istilah seperti Online Travel Agency (OTA), Hospitality dan lain sebagainya. Bahkan penguraiannya pun sekarang makin spesifik. Contoh saja soal kehadiran budget hotel, sebagai evolusi layanan penginapan yang mengakomodasi travellers.

Untuk mengulas tentang bisnis travel, kami berdiskusi dengan Larry Chua, Co-Founder Caption Hospitality. Pengalamannya di industri travel tidak diragukan lagi. Bersama Caption Hospitality saat ini ia mengembangkan sebuah solusi terpadu yang diperuntukkan pemilik hotel atau penginapan untuk memiliki sistem teknologi, untuk mengakselerasi bisnisnya di era digital.

Larry Chua - Co-Founder dan CEO Caption Hospitality / Caption
Larry Chua – Co-Founder Caption Hospitality / Caption Hospitality

Awal mula industri travel dan perkembangannya

Di awal perbincangan, kami membahas tentang industri travel online yang ada saat ini. Istilah seperti OTA cukup membingungkan bagi orang awam. Larry pun sepakat akan hal tersebut, ia mengungkapkan lanskap ini memiliki cakupan sangat luas. Industri travel pada mulanya ada untuk melengkapi kebutuhan bisnis, sehingga di awal kemunculannya banyak bermunculan istilah bisnis yang disebut dengan “corporate travel”.

Apa yang dicakup dalam bisnis tersebut ada dua hal, pertama ialah moda transportasi (pesawat, kereta api, bus, hingga ojek) dan akomodasi (hotel, hostel, guest house, hingga kos). Ini adalah hal paling fundamental. Hingga pada akhirnya kini moda perjalanan makin terjangkau, pergeseran pun dimulai, banyak orang melakukan travelling untuk tujuan di luar perjalanan bisnis, yakni bersantai.

Di masa lalu pemasok akomodasi dan agen transportasi menggunakan sistem keagenan untuk menjual inventory mereka, merujuk pada proses distribusi. Proses itu berjalan bukan tanpa alasan, didominasi konsumen bisnis alur transaksinya didesain untuk mampu menyesuaikan kebutuhan perkantoran, misalnya ada cerdit term dengan jangka pembayaran tertentu dan lain sebagainya. Sistem ini juga untuk mencegah pemindahbukuan dan penanganan yang terlalu banyak oleh agen.

Jadi apa yang disebut OTA sebenarnya sebuah kanal distribusi baru untuk para pemasok. Nilai plus yang mereka berikan adalah saluran 24 jam untuk pemesanan moda transportasi dan akomodasi. Dengan keunggulan yang diberikan, mereka bertarung memasarkan dan mengarahkan lalu lintas pengguna ke situs web mereka. Dengan upaya ini, sebagian besar OTA mengenakan biaya dari 17% – 30% dari harga jual pemasok akomodasi. Contoh OTA populer saat ini seperti Traveloka, Pegipegi, Tiket, Rajakamar dan sebagainya.

Bagaimana OTA dan penyedia jasa bersinergi?

Larry memulai dengan sebuah pertanyaan, apakah hotel bisa bertahan tanpa OTA? Jawabannya iya. Sebaliknya, bisakah OTA bertahan tanpa hotel? Jawabannya tentu tidak. OTA hanya seperti sebuah marketplace, tanpa pemasok produk akomodasi atau travel maka bisnis mereka tidak akan jalan. Masalahnya mereka (hotel) sangat baik dalam menjalankan bisnisnya (akomodasi), namun banyak yang tidak mengerti tentang teknologi dan dunia digital.

Teknologi di sisi penyedia jasa hotel (hoteliers) tidak berkembang cukup pesat. Baru akhir-akhir ini saja penggunaan perangkat lunak berbasis komputasi awan atau sejenisnya mulai terlihat sebagai improvisasi layanan. Hal itu menurut Larry wajar, karena jika hoteliers memiliki pengetahuan yang mendalam tentang ruang digital, mereka tidak memerlukan OTA untuk melakukan pemasaran.

Faktanya masih ada beberapa kelompok hotel yang tidak mencantumkan propertinya di OTA dan masih berjalan baik. Ini adalah contoh sisi lain dalam konteks ini. Namun gelombang ketiga evolusi online travel tampaknya juga akan segera hadir. Raksasa internet Google pun telah bereksperimen banyak dalam lini industri travel, perubahannya tentu akan banyak memberikan keuntungan untuk bisnis.

Persaingan industri travel yang ada saat ini

Menurut Larry, travel adalah salah satu vertikal bisnis yang paling menguntungkan untuk situs e-commmerce, deals atau semacamnya. Sebelum di Caption, Larry pernah memimpin sebuah travel department bisnis e-commerce, yakni Ensogo dan Deal.com. Ia lanjut menceritakan, pada satu titik pendapatan netto travel department menutupi seluruh biaya bulanan perusahaan.

Jadi apa yang terjadi saat ini dalam bisnis travel di Indonesia bukan “hal aneh” bagi Larry, misalnya akuisisi Tiket.com oleh Blibli. Perusahaan e-commerce seperti Bukalapak dan Tokopedia akan mulai bergerak penuh ke dalam ruang ini dan juga tidak akan mengejutkan jika nanti unicorn lain seperti Go-Jek akan mulai bermain di dalam ruang ini.

Turut ditekankan Larry bahwa ini adalah sebuah langkah bertahap ketika perusahaan mulai mengendalikan basis data pengguna dalam jumlah pesat. Mereka semua beroperasi sebagai pasar. Pertanyaan selanjutnya adalah model seperti apa yang bisa dijual kepada konsumen untuk menghasilkan keuntungan dan harga tiket tertinggi.

Gambaran umum lanskap industri travel / Caption Hospitality
Gambaran umum lanskap industri travel / Caption Hospitality

Hospitality untuk menggerakkan digitalisasi industri

Masih banyak masalah dan tantangan yang dihadapi pemilik properti. Pebisnis di Indonesia (secara umum) perlu belajar dari industri di daerah seperti Bali dan meniru tingkat layanan. Teknologi pasti sangat berperan dalam hal ini, membantu hoteliers menjadi lebih laku, serta membantu membuat biaya operasional menjadi lebih efisien. Namun demikian tetap ada masalah yang belum terselesaikan, misalnya untuk pengelolaan insentif ruang rapat, akomodasi perjalanan bisnis, hingga pengelolaan pemanfaatan fasilitas spesifik seperti kolam renang.

Untuk menguraikan kebutuhan digitalisasi, kebanyakan orang berpikir bahwa situs web adalah jawabannya. Namun dari pengamatan Larry, situs web hotel banyak yang perlu dipikirkan dan dirancang ulang sehingga dapat menginspirasi dan mengubah lalu lintas kunjungan menjadi pemesanan, bahkan traksi. Fakta penting lainnya adalah kebanyakan orang di Indonesia melihat informasi perjalanan dan bertransaksi di ponsel.

Kenyataannya lainnya adalah sebagian besar hotel masih melibatkan beberapa perusahaan pengembangan situs web atau perancang freelance untuk mengembangkan situs web mereka. Parahnya pengembang tersebut tak sedikit yang memiliki pengetahuan minim tentang perilaku travelers. Sayangnya kita tidak lagi tinggal di tahun 1998, situs web tidak lagi hanya ditujukan untuk kebutuhan informatif.

Edukasi berkelanjutan sangat dibutuhkan di Indonesia tentang ruang digital dan teknologi. Menurut Larry, banyak pengelola hotel masih memiliki pola pikir tahun 1990-an. Kita masih bisa melihat properti menggunakan pena dan kertas manual untuk check-in, kita masih bisa menemukan hotel yang tidak memiliki website yang tepat. Di sini Hospitality berperan. Larry mendefinisikan Hospitality sebagai pemasok dan salah satu aspek inti dari perjalanan. Tanpa Hospitality dan hoteliers, tidak ada “bisnis travel“.

Jim Geovedi Dikabarkan Menjadi CTO OVO

Pengembang aplikasi finansial untuk program loyalitas OVO dikabarkan telah merekrut CTO (Chief Technology Officier) baru. Menurut sumber terpercaya, pakar teknologi informasi dan komunikasi Jim Geovedi yang ditunjuk untuk mengisi posisi tersebut. Pihak OVO juga telah mengonfirmasi seputar penunjukan ini.

Nama Jim Geovedi sendiri akhir-akhir ini banyak dilibatkan ke dalam struktur perusahaan digital atau startup di Indonesia. Terakhir ada Kata.ai (YesBoss), KoinWorks, dan Beritagar yang menjadikannya sebagai advisor atau penasihat teknologi dalam bisnisnya.

Jim sendiri dikenal sebagai seorang ahli dalam keamanan sistem jaringan. Baru-baru ini ia juga berkonsentrasi pada pengembangan dan penelitian teknologi cerdas berbasis NLP dan Machine Learning.

OVO merupakan salah satu unit bisnis di bawah naungan LippoX, yakni perusahaan digital payment milik grup Lippo. Sebagai platform cross-coalition loyalty program, OVO ingin memberikan mengakomodasi loyalitas pengguna dengan cara baru.

Pengguna tidak dibatasi hanya dapat mengumpulkan dan menukarkan di satu merchant rekanan saja. Konsumen dapat mengumpulkan dan menukarkan di semua merchant rekanan OVO.

Pembaruan pada pukul 16.50: Konfirmasi pihak OVO atas perekrutan tersebut.

Application Information Will Show Up Here