Testathon Akan Digelar di Jakarta dan Bandung, Hackathon Khusus Bagi Para “Software Tester”

Facebook bekerja sama dengan Global App Testing dalam waktu dekat akan menyelenggarakan Testathon, sebuah ajang hackathon bagi para software tester. Acara tersebut akan diadakan di dua tempat, pada tanggal 21 Januari 2017 di Jakarta dan pada tanggal 22 Januari 2017 di Bandung. Ini adalah chapter ke-11 dari ajang Testathon. Sebelumnya London, Stockholm, dan beberapa kota lainnya juga pernah menjadi tuan rumah acara khusus untuk tester ini.

Testathon mengajak perusahaan yang sudah mapan untuk memberikan pembelajaran tentang praktik terbaik dalam melakukan pengujian perangkat lunak. Selain Facebook, perusahaan lain seperti Spotify, Microsoft dan Amazon juga tergabung dalam inisiatif ini. Selain belajar, diharapkan acara ini juga menjadi ajang berkumpulnya para tester sehingga dapat bersinergi satu dengan yang lainnya.

Dalam acara ini juga akan diadakan kompetisi, 50 peserta terbaik akan mendapatkan beragam hadiah sesuai kriterianya masing-masing. Hadiah berupa berbagai perangkat teranyar seperti iPhone, smartphone Samsung, drone, tablet dan sebagainya.

Untuk mengikuti ajang ini peserta harus terlebih dulu melengkapi formulir registrasi yang dapat diakses melalui wesbite resmi Testahon: http://testathon.co. Peserta terpilih akan mendapatkan undangan yang berisi detail acara, termasuk tempat dan persyaratan yang harus dibawa.

Menjadi sebuah kesempatan langka, karena ini merupakan hackathon pertama dan bisa dikatakan satu-satunya di Indonesia yang difokuskan pagi para software tester.


Disclosure: DailySocial merupakan media partner dari acara Testahon Jakarta dan Bandung.

UC We-Media Hadirkan Program Kompensasi untuk Penulis Independen

UC News bagian dari UCWeb Inc, anak perusahaan Alibaba Mobile Business Group Company, memperkenalkan program UC We-Media. Ini adalah program kompensasi untuk para penulis, bloggers dan penerbit independen. Dimulai 6 Januari 2017, seluruh penyedia konten yang telah memenuhi persyaratan akan mendapatkan kompensasi untuk artikel blog mereka. Kompensasi yang dimaksud adalah penghargaan berupa finansial atas penerbitan karya terkait ke kanal UC News.

We-Media bertujuan untuk menyediakan konten reguler dan spesifik kepada para pengguna UC News. Program sebelumnya ini telah sukses dijalankan di negara lain dengan membawa sudut pandang dari para selebritis, bloggers, key influencers dan juga masyarakat luas ke dalam satu platform.

Tenang kompensasi yang diberikan

Kompensasi diberikan dalam tiga hal, (1) berupa bagi hasil iklan mingguan berdasarkan trafik dan kategori konten, (2) kompensasi untuk konten berkualitas dan terbaik dan (3) kompensasi untuk perekrutan anggota baru. Untuk memantau hasil karyanya, pengguna juga akan disuguhkan dengan sebuah dashboard komprehensif untuk analisis trafik dan pembaca. Termasuk untuk mendapatkan insight topik menarik untuk pembuatan artikel selanjutnya dari ketertarikan pengguna.

“[…] Kami percaya seorang penulis yang berkualitas berhak mendapatkan kompensasi, oleh karena itu hari ini kami menjelaskan detail program dan kompensasi yang bisa didapatkan oleh para penyedia konten. Tidak hanya itu, UC News akan membantu kontributor konten untuk mendapatkan traffic, penghasilan dan followers dari platform kami. Kami mengajak para kreator konten di Indonesia untuk bergabung dalam program ini,” ungkap GM Overseas Business Alibaba Mobile Business Group Kenny Ye.

Penulis atau pembuat konten yang tertarik bergabung dapat mendaftarkan diri melalui laman resmi UC News, dan akan diseleksi oleh tim terkait.

Strategi penguatan konten orisinil UC News

“Pertumbuhan konsumsi informasi yang tinggi saat ini membuat News Feed non konvensional, termasuk postingan blog, artikel yang ditulis oleh penulis independen, imagery feeds, vlogs dan video pendek menjadi populer. Terjadi peningkatan jumlah pembaca dari konten penerbit independen dan pembuat opini. Pergerakan ini membantu kami untuk menawarkan konten unik di UC News dan memperkuat peran kami sebagai wadah distribusi konten,” ungkap Ye.

Menurut laporan terbaru UC News, 3,8% (sekitar 3 juta) dari total pengguna aktif internet di Indonesia adalah blogger dengan peluang besar untuk pertumbuhan WeMedia, sebuah istilah gabungan untuk pembuat opini, penerbit independen dan kreator konten. Konsumsi konten We-Media yang sudah ada pada bulan Desember 2016 terhitung enam kali lebih tinggi dibandingkan bulan September 2016.

“Menurut observasi kami, ada potensi besar untuk konten-konten yang dihasilkan pengguna di Indonesia. Celah pasokan konten pada kategori hiburan, olahraga, teknologi, kesehatan dan gaya hidup akan memberikan kesempatan We-Media untuk dapat mengembangkan karya mereka,” pungkas Ye.

Pelajaran Penghentian Operasional Agate Jogja

Kabar berhentinya operasional Agate Jogja sempat menjadi perhatian di kalangan pengembang game. Di Yogyakarta sendiri, startup yang fokus pada produk game cukup diminati, dengan komunitas aktif bernama Bengkel Gamelan secara rutin mengadakan pertemuan dan pelatihan bersama. Sosok Co-Founder Agate Jogja Frida Dwi (atau biasa disapa Ube) memang sangat akrab di kalangan komunitas tersebut. Kemampuannya tak diragukan lagi. Beberapa waktu lalu tim yang dipimpinnya juga menyabet juara dalam perlombaan Indonesia Next Apps 3.0 yang diinisiasi Samsung dan DailySocial.

Agate Jogja tidak sepenuhnya tutup. Ube menjelaskan Agate Jogja terdiri dari beberapa bagian, yaitu (1) brand Agate Jogja, (2) Co-Founder dan timnya di Yogyakarta, dan (3) kegiatan operasionalnya. Saat ini poin( 2) sudah dibubarkan dan poin (3) dihentikan. Brand sendiri masih dipegang Agate Studio, sehingga ada kemungkinan jika brand Agate Jogja akan digalakkan kembali dengan komposisi yang berbeda.

Kami mencoba menggali apa yang bisa dipelajari dari perjalanan Ube bersama Agate Jogja, termasuk permasalahan yang melatarbelakangi keputusannya meninggalkan Agate Jogja.

Komposisi sebuah tim startup

Produk menjadi komponen penting dalam sebuah bisnis, namun bukan satu-satunya karena ada aspek lain yang harus sama-sama kuat bersinergi untuk membantu bisnis berakselerasi. Seringkali kita menemui sebuah produk yang sangat sederhana tapi mampu dikemas secara apik sehingga menarik banyak peminat, karena ditempatkan pada pangsa pasar spesifik sesuai dengan target.

Dalam startup digital umumnya pengembang akan fokus bagaimana produk tersebut dilahirkan, lalu di luar itu ada divisi lain seperti pemasaran dan riset yang mampu membungkus produk tersebut dengan branding yang tepat dalam waktu peluncuran yang tepat dan target pasar yang pas.

Hal ini disebut sebagai alasan paling mendasar penghentian operasional Agate Jogja. Kepada DailySocial, Ube mengatakan:

“Kendala terbesar saya adalah skill management kurang mumpuni, kebetulan selama 5 tahun ini saya multihat, memegang manajemen dan produksi. Ini yang membuat perkembangan Agate Jogja stagnan, membuat kami (bersama Estu Galih) selaku Co-Founder Agate Jogja merasa tidak memiliki kemampuan membantu tim berkembang dengan baik.”

Pengelolaan manajemen dalam sebuah bisnis sendiri mencakup banyak hal. Mulai dari kebutuhan operasional internal, kebutuhan pengelolaan bisnis, hingga mengakomodasi sumber daya manusia dan finansial di dalam kegiatan bisnis. Dalam kasus Agate Jogja, dua Co-Founder memiliki backgroud mendalam seputar pengembangan aplikasi. Kepiawaian keduanya dalam coding dan mendesain game sudah tidak diragukan lagi.

Pangsa pasar game di Indonesia besar, namun masih sangat dinamis

Angka pengguna ponsel pintar dan internet yang terus bertumbuh secara signifikan memang membuka banyak kesempatan baru bagi industri kreatif untuk mendulang untung, tak terkecuali di segmentasi game mobile. Beberapa survei merilis bahwa game masih mendominasi tangga atas aplikasi yang paling sering digunakan oleh pengguna ponsel pintar, beriringan dengan media sosial.

Hal yang ama dirasakan pengembang game lokal. Potensinya terasa besar, namun masih banyak yang perlu dipahami lebih dalam.

“Potensi game mobile di Indonesia besar. Hampir di setiap acara startup maupun seminar digital kreatif pasti menyajikan data dan angka yang sangat menarik. Tapi yang saya pribadi rasakan adalah user mobile game Indonesia ini unik sekali, susah ditebak. Butuh banyak hal yang perlu dipelajari dari user mobile game kita […] Soal segmentasi game mobile di Indonesia, user-nya banyak sekali dan unik butuh banyak penyesuaian yang kadang di luar cara berpikir kita sebagai developer.”

Hal tersebut mungkin senada dengan apa yang pernah DailySocial temukan dalam survei tentang pengembang game mobile lokal. Dari survei tersebut diungkapkan bahwa 49,61% dari total responden kurang aware dengan keberadaan pengembang game lokal. Kadang mereka tidak menyadari bahwa permainan yang dimainkan adalah karya anak bangsa.

Meskipun demikian, ada strategi unik yang sangat jitu dilakukan oleh para pengembang lokal, yakni mendompleng tren terkini untuk dijadikan konten berbasis game. Jika ingat game Tahu Bulat atau Dimas Kanjeng Gandakan Uang, para pengembang sangat cekatan membaca apa yang sedang menjadi pusat perhatian masyarakat, sehingga dijadikan media untuk berkreasi yang berimplikasi pada proses promosi yang sangat cepat. Di balik tantangan tersebut selalu ada jalan bagi kreator untuk memaksimalkan potensi yang ada.

“Suka duka sangat umum, sukanya saat game menjadi feature di Google Play, jumlah unduhan meningkat tajam, income turut naik. Termasuk memenangkan beberapa kompetisi, ketemu banyak rekanan yang membantu. Dukanya pun ada, seperti piutang yang terbayar dan baca komentar bintang satu dulu kalau sudah bagus baru ditambah. Overall perjalanan bersama Agate Jogja menyenangkan karena banyak kreasi yang bisa bebas saya lakukan.”

Selalu siap dan menyiapkan dalam segala kemungkinan

Tim Agate Jogja sendiri resmi dibubarkan pada Juni 2016 awal sebelum puasa. Hingga hanya menyisakan dua Co-Founder saja untuk melanjutkan aktivitas operasional dan mengikuti beberapa kompetisi. Bulan Oktober, Ube dan Estu sempat ke Bandung sementara bergabung dengan Agate Studio, tujuannya transfer pengetahuan dan diskusi soal rencana setup tim Agate baru lagi di Jogja.

Setelah berdiskusi panjang lebar akhirnya diputuskan Agate fokus produksi di Bandung saja dan kedua co-founder memutuskan kembali ke Yogyakarta dengan alasan masing-masing tidak berminat relokasi ke Bandung.

Per bulan Desember 2016 semua game Agate Jogja di Google Play sudah dipindahkan ke akun Agate Studio. Kemudian Ube dan Estu menyampaikan pengunduran diri dari Agate. Sekarang (Januari 2017) operasional Agate Jogja yang dikomandoi Ube dihentikan.

Startup tak jarang dihadapkan pada liku-liku dan dinamika bisnis yang menantang. Seperti cerita Ube di atas, banyak hal besar yang harus diputuskan, termasuk keputusan untuk mengakhiri sebuah bisnis. Risiko harus selalu menjadi salah satu pertimbangan pelaku bisnis, dan semua perlu disiasati dengan matang untuk menciptakan ketenangan.

Setidaknya ketika bisnis berhenti, para anggota tim yang ada di dalamnya tidak “kaget” karena sudah disiapkan sejak awal. Mungkin hal tersebut yang ada di benak Ube saat itu.

“Demi kebaikan semua anggota tim pula akhirnya Co-Founder Agate Jogja sepakat membubarkan tim disertai pesangon beberapa kali gaji sebagai tanda terima kasih kami atas pengabdian mereka selama ini. Pemberitahuannya juga tidak mendadak, kita sampaikan keputusan itu ke tim sebulan sebelum benar-benar berpisah jadi mereka bisa mempersiapkan rencana mereka ke depan seperti apa.”

Mati satu, tumbuh seribu

Setiap orang berhak memiliki pilihan, karena ia sendirilah yang akan menjalani dan menanggung pilihan tersebut. Melanjutkan ceritanya, Ube menerangkan bahwa setelah co-founder mundur dan operasional dihentikan, brand Agate Jogja telah dikembalikan kepada Agate Studio. Keputusan selanjutnya tentang Agate cabang Jogja ataupun Agate Jogja sudah diserahkan sepenuhnya pada tim di Bandung.

Ube dan Estu masih akan tetap bernaung dalam pengembangan game. Saat ini keduanya tengah menyelesaikan proyek pengembangan game terbarunya.

“Untuk saya sendiri saat ini tetap di game development, bersama co-founder saya kita mulai setup lagi tim kecil mulai dari awal lagi, hanya dua orang saja. Harapannya jauh lebih mudah mengelolanya. Nama kita sudah ada tapi mungkin baru kita umumkan saat game pertama yang sedang kita garap sekarang selesai dan rilis, mohon doanya.”

Chatbot Akan Menjadi Fokus Inovasi yang Signifikan

Chatbot adalah program komputer yang dapat bekerja di dalam aplikasi pesan, berinteraksi dengan pengguna dengan cara menirukan percakapan manusia. Beberapa waktu belakang popularitasnya makin meningkat, seiring dengan kemajuan algoritma yang menopangnya. Fungsionalitasnya juga mulai beragam, mulai memberikan jawaban otomatis untuk layanan konsumen, sebagai layanan pemesanan, hingga asisten virtual pribadi.

Beberapa startup lokal juga mulai mengimplementasikan ke dalam sistem produksi, sebut saja SaleStock yang beberapa waktu lalu dikabarkan mulai menggantikan peran manusia dengan chatboot untuk melayani konsumennya. Secara khusus YesBoss juga belum lama ini melakukan pivot, dari menyediakan layanan ke konsumen beralih ke layanan korporasi. Diprediksikan layanan berbasis chatbot akan semakin besar popularitasnya di tahun 2017. Hal tersebut juga yang diyakini CEO BBM Matthew Talbot.

Menurut Matthew, bot akan mendorong kemajuan besar dalam industri teknologi di tahun ini. Alasan yang paling mendasar karena aplikasi pesan telah menjadi “pembunuh” yang membuat orang menghabiskan sebagian besar waktu di ponsel mereka. Dari sisi konsumen bisnis, korporasi mulai beralih beralih dari aplikasi milik mereka sendiri, karena membangun dan memelihara aplikasi terlalu rumit dan membutuhkan biaya besar.

Layanan messenger seperti Facebook Messenger, Telegram dan kini BBM mulai merilis API (Application Programming Interface) yang dapat digunakan pengembang untuk membuat sebuah sistem chatbot melalui aplikasi tersebut.

Kapabilitas chatbot yang semakin meningkat

Chatbot berhasil menciptakan interaksi baru, hal ini tak lain karena fungsionalitas layanan chatting yang semakin meningkat. Transformasi ini pun menghadirkan berbagai kemungkinan tentang bagaimana bisnis dapat berinteraksi dengan pelanggan mereka. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Chief Product Officer eBay ketika perusahaannya meluncurkan ShopBot pada Oktober lalu, “Kami akan mendatangi pengguna ketimbang membuat mereka mengunjungi situs eBay.com atau aplikasi ponsel kami.”

ShopBot dikembangkan untuk membantu pengguna mencari hal yang mereka inginkan dalam sebuah pasar besar dengan menggunakan foto, teks (diketik ataupun via pengenalan suara). Bot juga akan menanyakan beragam pertanyaan untuk membantu menyaring pencarian, bertindak lebih seperti asisten pribadi ketimbang sebuah fitur pencarian. Banyak situs e-commerce dapat memanfaatkan bot serupa, membantu pelanggan mencari apa yang mereka butuhkan lebih cepat.

Menargetkan untuk melayani konsumen millennial

Seperti sifat teknologi pada umumnya, chatbot akan bertambah baik seiring dengan berjalannya waktu. Versi pertama melakukan tugas-tugas relatif sederhana, tetapi mereka didorong oleh kapabilitas machine learning yang sedikit banyak seperti pelatihan on-the-job. Semakin sering chatbot berinteraksi dengan manusia, semakin besar kemungkinannya untuk menjadi lebih baik lagi. Setidaknya ada lima tipe chatbot yang akan merangkul banyak konsumen digital di tahun ini, yakni Utility Bot, Character Bot, Shopping Bot, User Generated Content Bot, dan News & Entertainment Bot.

Menurut hasil survei Pingup, 50% pengguna chatbot (dan 55% dari millennial pengguna chatbot) mengatakan bahwa menggunakan chatbot milik sebuah perusahaan meningkatkan persepsi mereka terhadap bisnis perusahaan tersebut. Di saat sama, saat chatbot hadir di pasar, pengembang akan belajar dari sesama pengembang dan mampu membangun fitur lebih canggih. Saat ini raksasa teknologi seperti Google, Microsoft, dan IBM telah mengucurkan investasi besar di bidang ini.

Aplikasi pesan penjadi pusat perhatian baru dalam inovasi

Aplikasi pesan dewasa ini makin gencar menghadirkan fitur di luar esensi dari fungsionalitasnya sebagai aplikasi percakapan. Belum lama ini BBM bekerja sama dengan Reservasi meluncurkan layanan pemesanan tiket melalui chatting, sebelumnya BBM Shopping juga gandeng Bukalapak untuk berbelanja melalui aplikasi. Sebelumnya LINE yang paling gencar memaksimalkan fitur di luar chatting, yakni dengan layanan permainan dan berita. Namun secara garis besar saat ini arah transformasinya menjadi platform mobile commerce besar dan kemungkinan akan melampaui perusahaan e-commerce tradisional.

Aplikasi pesan pada umumnya memiliki sifat mobile-centric dan real-time, memanjakan pengguna untuk mendapatkan update kapan saja dan di mana saja. Pun demikian dari sisi pengembang bisnis, aplikasi pesan dapat menyediakan informasi demografis pengguna secara komprehensif, untuk dihubungkan bagi pengembangan brand, kebutuhan iklan, hingga memberikan informasi mengenai siapa pelanggan dan calon pelanggan mereka sebenarnya.

“HangOut with FreakOut” Hadirkan Diskusi tentang Pemasaran Digital Modern

Perkembangan adopsi perangkat digital yang ada saat ini menjadikan mobile marketing mulai digadang-gadang sebagai masa depan dari strategi terbaik pemasaran. FreakOut Dewina Indonesia sebagai pengusung layanan native mobile ad-platform di Indonesia melihat bahwa mobile marketing merupakan salah satu peluang dan strategi pemasaran yang paling efektif dalam menjangkau target konsumen.

FreakOut Dewina Indonesia bersemangat menyelenggarakan acara HangOut with FreakOut, mengundang para expert di bidang pemasaran digital untuk berbagi ilmu kepada para digital marketing enthusiast.

Di HangOut with FreakOut edisi Januari 2017, para pemateri akan berbagi cerita dan pengalaman dari mereka, lengkap dengan emotional value yang mereka tawarkan. FreakOut membawa sosok di balik ide gila dan eksekusi kampanye pemasaran yang memberikan kesuksesan suatu brand. Tema yang akan diangkat kali ini adalah “How to Play with Content Marketing in Mobile Era”.

Pemateri dari tiga area bisnis berbeda diajak untuk menjadi narasumber pada acara ini, meliputi:

  1. Triari Senawirawan – SVP Head of Consumer Marketing DBS Bank
  2. Hilda Hendrio – Head of Marketing Kaskus Networks
  3. Nicky Sebastian – Sr. Communication Strategist Blibli.com
  4. Tyas Dwi – Content Writer Blibli.com

Bertempat di Cinemaxx FX Sudirman, acara ini akan berlangsung tanggal 18 Januari 2017 mulai pukul 18.30 WIB. Konsep yang akan dihadirkan adalah standup show, menyampaikan konten yang insightful dengan cara yang lebih menarik. Acara ini akan dibuka untuk 265 peserta yang terdiri dari brand, agensi iklan, blogger, dan media di Indonesia.

Blibli akan menyampaikan strategi pemasaran dalam kaitannya dengan content marketing. Mengapa Blibli melakukan ini dan bagaimana cara meramunya agar meningkatkan value dan sales? Di kategori lembaga finansial, pihak DBS akan membahas dan menjawab pertanyaan tentang bagaimana bank berinteraksi dengan generasi millennial sebagai salah satu pasarnya melalui content marketing?

Sedangkan Kaskus bakal menyampaikan tentang bagaimana Kaskus menjadi media terbesar yang mampu menarik user untuk tetap setia membuat konten untuk Kaskus (User Generated Content). Kita akan melihat bagaimana User Generated Content ini berdampak dengan produk Kaskus lainnya dan bagaimana Kaskus berinteraksi dengan user supaya tetap bisa mengisi slot konten yang disediakan.

Untuk pendaftaran dan mendapatkan undangan ke acara, pembaca dapat mengunjungi laman resmi HangOut with FreakOut di sini: http://id.foutap.com/hangout-with-freakout/


Disclosure: DailySocial adalah media partner acara HangOut with FreakOut.

Memberikan Manfaat Dulu, Baru “Mengganggu” Pasar

Ada sebuah pernyataan menarik yang kami dapatkan ketika berbincang dengan Co-Founder & CEO Dicoding Narenda Wicaksono beberapa waktu lalu, ketika ia mengatakan “disruptive menjadi syarat kekinian dari startup digital”. Semua ide startup difokuskan untuk mengganggu tatanan pasar yang sudah ada. Cerita kesuksesan Go-Jek, Tokopedia, BrideStory dan beberapa startup lokal lainnya makin memompa semangat pengembang startup untuk mendestruksi model konvensional yang ada sebelumnya. Apakah salah? Jawabannya tidak, asalkan konsep sudah berada di tatanan yang tepat.

Sederhananya, tren startup “disruptive” adalah dengan menghadirkan pendekatan baru (dalam hal ini dengan digitalisasi) sehingga memberikan kemudahan dan efisiensi, tanpa mekanisme yang memaksakan. Namun jika menilik bagaimana perjalanan pembangunan startup sukses seperti Go-Jek, cerita mereka tidak ada yang ingin menjadi pengganggu model konvensional. Nadiem Makarim dan kawan-kawan awalnya membentuk Go-Jek sebagai layanan pemesanan ojek berbasis SMS, karena kala itu komunikasi handphone dengan medium SMS paling populer. Dan kini Go-Jek berevolusi menjadi aplikasi, ketika mobile app menjadi lebih populer ketimbang SMS.

Dari situ dapat disimpulkan, memulai startup untuk bisa seperti Go-Jek adalah dengan fokus pada produk yang bermanfaat, tidak mencari-cari unsur konvensional apa yang mencoba untuk diubah, kendati nantinya akan sampai ke tahap itu juga. Ada beberapa pertimbangan mengapa sebuah startup baru harus sangat berfokus pada ide yang memberikan manfaat secara riil bagi penggunanya.

Berikut ini lima hal tersebut:

Pasar semakin selektif, konsumen membutuhkan kesempurnaan

Konsumen digital di Indonesia bertumbuh pesat dengan kemajuan tren media sosial, yang menjadikannya semakin memiliki banyak wawasan dan pandangan dari orang berbeda secara mudah. Dampaknya berbagai informasi dan pengalaman dengan mudah tersebarkan. Hal ini berimplikasi pada bagaimana persaingan antar bisnis melayani konsumennya. Orang bisa dengan mudah memilih dan meninggalkan suatu layanan, lantaran ketidaknyamanan yang ia dapatkan. Tentu kita sering menemui komplain di media sosial tentang kekurangan layanan tertentu.

Konsumen makin memburu kesempurnaan karena selalu ada pesaing di antara sebuah layanan yang sama. Untuk itu inovasi di dalam startup harus selalu fokus pada improvisasi yang berimplikasi pada kenyamanan pengguna. Pada ujungnya konsumen kini bisa menilai langsung (di publik) tentang kualitas layanan tertentu.

Bukankan startup dikatakan disruptive ketika ia mampu meyakinkan banyak konsumennya untuk memilih layanan tersebut dibandingkan dengan moda konvensional yang sudah terlebih dulu ada?

Orisinilitas ide dikalahkan dengan eksekusi yang baik

Berapa banyak layanan pemesanan tiket pesawat yang saat ini bisa dengan mudah kita temui? Berapa banyak layanan antar makanan online yang saat ini bisa kita manfaatkan? Berapa banyak aplikasi produktivitas yang dapat kita pilih untuk menunjang kesibukan harian kita? Semua aplikasi selalu sudah ada pendahulunya. Namun jika dikaitkan dengan poin sebelumnya seputar konsumen, maka masih ada celah yang dapat dimanfaatkan startup baru untuk hadir di tengah persaingan antar layanan, yakni memberikan eksekusi yang lebih baik.

Eksekusi yang lebih baik dapat diwujudkan dengan fitur yang lebih andal, pelayanan yang lebih cepat hingga penawaran yang lebih terjangkau. Fokus pada “pembeda”, dalam hal ini berkaitan dengan kualitas layanan, akan lebih menjanjikan ketimbang harus berpikir keras untuk membuat sesuatu yang benar-benar baru. Sesuatu yang baru tersebut biasanya muncul bersamaan dengan temuan seiring dengan makin dituntutnya inovasi fitur dari masukan konsumen, sehingga pengembangannya akan lebih komprehensif dan tepat sasaran.

Ketepatan memaksimalkan kesempatan

Pasar digital banyak dinilai sangat bersifat dinamis. Artinya tren tersebut akan pasang surut berkembang di kalangan masyarakat. Melihat dari sisi lain, startup yang dapat lebih gesit dalam menyesuaikan produk dapat memanfaatkan tren ini.

Contoh sederhana, saat ini konsumen mulai terbiasa dengan layanan kredit tanpa kartu kredit, maka dalam layanannya startup dapat membuat promo atau fitur yang memberikan kemudahan kepada konsumennya untuk memanfaatkan fitur tersebut. Mungkin tidak akan lama, tapi setidaknya dapat mendongkrak popularitas brand dan traksi pengguna.

Digitalisasi dilakukan semua bisnis

Jika dari awal mencoba untuk mengganggu tatanan yang sudah ada, maka startup akan berhadapan dengan pemain yang sudah besar. Saat ini para bisnis (pemain lama) berbondong-bondong membuka kanal digital masing-masing. Terakhir ada Kimia Farma yang meluncurkan layanan e-commerce B2C-nya. Bayangkan saja jika ada startup yang ingin mencoba men-disrupt layanan pemesanan obat, berhadapan langsung dengan pabrik yang memproduksi obat-obatan yang dijualnya.

Berbeda ketika menargetkan kepada kebermanfaatan. Dalam kasus di atas, startup fokus pada jasa konsultasi apotekernya dalam mode chat atau on-demand, atau mekanisme lainnya, akan memiliki sasaran bisnis yang lebih spesifik, sehingga muncul dengan brand yang berbeda.

Starting up dituntut cepat, karena scaling up lebih menantang

Pada akhirnya startup saat ini harus memiliki kecepatan saat memulai, artinya tidak boleh terlalu lama dalam menggodok ide. Tantangan sebenarnya adalah pada proses scaling-up, saat startup harus dihadapkan pada dinamika pasar, persaingan hingga berbagai permasalahan internal yang mungkin muncul. Fokus pada ide yang bermanfaat, sifat ide akan berkembang menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Eksekusi ide tersebut secara cepat, kenalkan pada konsumen, revisi, maka product-market fit akan lebih cepat didefinisikan.

Satoshi Studios Fokuskan Inkubasi Startup Pengembang Blockchain di Asia Tenggara

Satoshi Studios merupakan inkubator yang fokus pada Blockchain startup di Asia Tenggara. Memusatkan kegiatannya di New Delhi India, inkubasi yang ditawarkan mengajak startup yang menggunakan teknologi Bitcoin untuk belajar ekstensif dalam pengembangan produk dan layanan Blockchain, lekat dengan Bitcoin tapi pemanfaatannya lebih luas dibandingkan dengan transaksi Bitcoin saja. Startup terpilih akan menerima seed funding $50.000 dengan ekuitas pembagian saham 8-15% kepada inkubator.

Barisan mentor berpengalaman di bidangnya menjadi wujud kepercayaan diri Satoshi Studios untuk mengibarkan bisnis Blockchain di Asia Tenggara, dengan visi menjadikan India sebagai “Blockchain Knowledge Hub for South East Asia”. Veteran di bisnis Bitcoin seperti Roger Ver, Amit Bhardwaj, Michael Terpin dan beberapa perintis Bitcoin menjadi jajaran mentor yang akan disuguhkan dalam kegiatan inkubasi.

Pendaftaran tahap satu dibuka sampai akhir Februari 2017

Program inkubasi tahap pertama akan dimulai pada tanggal 1 April 2017. Enam startup terpilih dari seluruh wilayah Asia Tenggara akan diterbangkan ke New Delhi untuk mengikuti kegiatan selama 3 bulan. Di sana peserta akan bekerja bersama melalui sesi intensif yang dibawakan oleh ahli Blockchain. Fasilitas seperti ruang kerja dan tempat tinggal akan diberikan untuk kegiatan tersebut. Misinya adalah startup mencapai product market-fit secara lebih cepat.

Tidak ada kriteria khusus seputar bidang industri yang dikerjakan startup. Hanya saja dalam proses bisnisnya startup tersebut harus memecahkan masalah di dunia nyata melalui Blockchain. Dan inkubator ini juga menerima startup yang masih dalam tahap concept-stage. Pendaftaran dan submisi informasi sebagai prasyarat dibuka online hingga tanggal 28 Februari 2017.

Membudayakan Bitcoin di Asia Tenggara

Co-Founder Satoshi Studios Sahil Baghla mengungkapkan bahwa dengan dibangunnya Blockchain hub, maka akan menumbuhkan adopsi Bitcoin di Asia Tenggara. Sehingga menjadikan wilayah ini sebagai pasar remitansi terbesar, dengan kepemilikan rekening bank terkecil di dunia. Dari sisi kesiapan kegiatan inkubasi, pihaknya mengaku telah berdiskusi dengan banyak pengusaha tentang pengembangan dan inisiatif produk yang didasarkan pada Bitcoin.

“Kami telah melihat ketertarikan dari pengusaha yang memberikan umpan balik dan ide tentang penggunaan teknologi Blockchain, dan beberapa pengusaha yang sudah kami temui juga sedang mengembangkan aplikasi yang sangat menarik […] Kami bangga didukung oleh orang-orang yang menjadi pelopor Bitcoin,” pungkas Sahil.

Dua Tahun Dicoding dan Catatan tentang Pengembang di Indonesia

Dicoding lahir sebagai sebuah developer hub di Indonesia yang coba menjembatani kemampuan para pengembang lokal dengan berbagai kesempatan dan akses belajar yang lebih luas. Bisa dikatakan Dicoding kini menjadi developer hub terbesar di Indonesia. Di awal tahun 2017, startup yang digagas oleh Narenda Wicaksono, Kevin Kurniawan, dan beberapa rekan lainnya ini baru saja menginjak di umurnya yang kedua.

Banyak pencapaian yang sudah diraih, seperti yang dituliskan oleh Kevin dalam blog resmi Dicoding. Sejauh ini terdapat 42 ribu pengembang terdaftar, dengan lebih dari 3.800 aplikasi yang dimasukkan dan jumlah unduhan mencapai 330 juta lebih.

Pencapaian tersebut menjadi sebuah indikasi adanya daya gedor yang kuat dalam internal tim, untuk itu kami mencoba untuk menggali, selama dua tahun ini apa yang menarik dari perjalanan Dicoding. CEO dan Co-Founder Dicoding Narenda Wicaksono dalam sebuah kesempatan wawancara mengatakan kesamaan Dicoding di waktu awal berdiri dan sekarang adalah visi-misi sama yang dimiliki oleh para penggeraknya, yakni mempercayai bahwa pengembang lokal memiliki potensi yang besar.

“Dicoding lahir sebagai satu upaya untuk membangkitkan semangat, mengasah kemampuan terbaik, dan meningkatkan daya saing developer Indonesia sehingga mereka mampu unggul di pasar lokal maupun global […] Sejak awal pendiriannya, kami tidak terlalu menjadikan three-ass rules sebagai patokan, atau yang sering diincar investor sebagai a smart-ass team building a kick-ass product in a big-ass market.”

Narenda melanjutkan, dari segi pasar menurutnya Dicoding merangkul segmentasi yang sangat niche, tidak terlalu besar dan masif seperti yang diharapkan oleh para investor. Pun demikian dari segi produk, Dicoding tidak pernah menargetkan untuk menjadi produk yang disruptive, sebuah kata yang sepertinya menjadi syarat kekinian dalam dunia startup digital.

“Dari segi tim, bagi kami yang terpenting bukan kecerdasan, walau kecerdasan tentu juga menjadi pertimbangan, melainkan integritas dan kemauan seseorang untuk terus belajar meningkatkan kemampuan dirinya,” lanjut Narenda.

Catatan tentang pengembang di Indonesia dari perjalanan 2 tahun Dicoding

Berbagai pendekatan dilakukan Dicoding untuk menjamah pengembang aplikasi lokal di seluruh penjuru Indonesia, melalui akademi online, workshop dan seminar, kompetisi dan berbagai hal lain. Pengalamannya bersinergi dengan ribuan pengembang lokal memberikan pandangan tersendiri bagi Dicoding. Disampaikan oleh Narenda jika melihat dari sisi kemampuan, menurutnya pengembang Indonesia tidak kalah jika dibandingkan dengan pengembang di negara lain. Namun demikian ada beberapa hal yang masih menjadi penghalang untuk maju.

Tepatnya ada tiga hal, yakni akses ke pasar, akses pendidikan teknologi pemrograman terkini, dan akses terhadap jejaring bisnis yang terhubung. Kendala-kendala tersebut yang kini menjadi target sekaligus tantangan Dicoding untuk memfasilitasinya. Dicoding juga mencoba untuk menjangkau berbagai kalangan pengembang di seluruh Indonesia, tidak hanya di Jawa. Mereka meyakini bahwa pengembang di Indonesia dapat menghadirkan potensi terbaiknya, dengan terus dibimbing dan diasah kemampuannya.

Salah satu acara untuk pengembang yang diinisiasi Bekraf dan Dicoding / DailySocial
Salah satu acara untuk pengembang yang diinisiasi Bekraf dan Dicoding / DailySocial

“Tetaplah melangkah, ciptakan karya terbaik. Ketika masalah datang menghadang, jangan cepat berputus asa dan meninggalkan karya, tetapi terus berusahalah secara persisten untuk cari solusinya. Jangan takut gagal karena kegagalan itu bagian dari keberhasilan. Tetaplah melangkah hingga suatu hari karya terbaikmu menjadi produk unggul yang bermanfaat bagi Indonesia dan dunia.”

Sebagai target inovasi di tahun 2017, Dicoding tengah menyiapkan peluncuran versi terbaru dari Dicoding Academy. Laman belajar online tersebut akan diisi dengan materi dan kurikulum yang lebih komprehensif yang dibangun bersama beberapa mitra perusahaan teknologi dunia.

Melihat Peta Persaingan Layanan “Grocery” Online di Indonesia

Penggantian CEO HappyFresh dan penjualan RedMart Singapura ke Lazada menjadi highlight akhir tahun 2016 yang menunjukkan kerasnya persaingan bisnis grocery online di kawasan Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Melihat peta persaingan yang ada, model bisnis yang tampaknya bakal bertahan adalah yang berafiliasi dengan pemain ritel konvensional yang sudah ada.

Sekitar 4-5 tahun yang lalu, beberapa pemain teknologi berusaha men-disrupt bisnis pasar swalayan. Mereka menciptakan inventorinya sendiri dan berusaha menjadi pasar swalayan yang hanya beroperasi secara online. Fast forward ke tahun 2017, kebanyakan dari mereka tidak bisa bertahan.

Hanya SeroyaMart yang tersisa dari rezim lama dan masih bergerilya berjualan melalui beberapa marketplace besar, meskipun tampaknya tidak lagi mempertahankan layanan e-commerce-nya sendiri.

Tahun ini setidaknya ada 5 pemain layanan grocery online di Indonesia. Mereka adalah HappyFresh, Honestbee, KeSupemarket, Hypermart, dan Go-Mart. Yang terakhir merupakan bagian Go-Jek. KeSupermarket adalah joint venture grup pemilik Ranch Market dan Kresna Graha Investama, sedangkan Hypermart merupakan perpanjangan tangan grup ritel Lippo yang dikelola MatahariMall.

Kendati dari sisi nominal pangsa pasar bisnis grocery online belum signifikan di Indonesia, masih ada keyakinan bagi mereka untuk mengeksploitasi lebih dalam potensi di segmen tersebut.

Grocery sebagai kebutuhan pokok masyarakat, setiap rumah membutuhkannya / Pixabay
Grocery sebagai kebutuhan pokok masyarakat, setiap rumah membutuhkannya / Pixabay

Mendefinisikan model bisnis kepada masyarakat

Jika melihat segmentasi produk yang dijajakan, grocery adalah barang yang sehari-hari dibutuhkan di setiap rumah, bahan makanan. Segmentasinya jelas, kebutuhan rumah tangga, umumnya dikelola oleh ibu atau asisten rumah tangga. Implikasinya penyedia layanan grocery perlu menyesuaikan strategi manuver (pemasaran, penyampaian produk dan lain-lain) yang sesuai dengan pangsa pasarnya.

Mengambil kasus di Jabodetabek, pasar tersebut sedang didominasi digital native dan digital immigrant, namun memiliki kadar kepekaan terhadap digitalisasi yang jauh berbeda. Para ibu di perkotaan, yang tech savvy, umumnya perempuan karier dan menyerahkan kebutuhan rumah tangga kepada asisten di rumah (umumnya non tech savvy). Sementara ibu rumah tangga yang berbelanja langsung secara sehari-hari masih banyak dikategorikan ke dalam digital immigrant.

Polanya menjadi semakin jelas, produknya menjadi kebutuhan banyak orang, tetapi pembelanjanya memiliki level yang perlu disesuaikan dan diedukasi dalam mengadopsi digitalisasi. Tantangannya tentu bagaimana membawa layanan online grocery ke segmentasi mayoritas tersebut.

Pendekatan terpadu perlu dilakukan dengan mendefinisikan ulang layanan online grocery secara lebih gamblang, memasarkannya dalam medium yang tepat dan melakukan edukasi pengguna dari hulu ke hilir. Masih terlalu lama untuk menunggu golongan digital native menjadi mayoritas konsumen di pasar produk grocery.

Keterlibatan komponen lain untuk penetrasi layanan online grocery

Melewati era millenium, pertumbuhan pengguna digital di Indonesia begitu signifikan, semua survei dan penelitian menyatakan simpulan yang sama. Internet menjadi faktor utama, kemampuannya untuk melebur jarak dan waktu membuat penggunanya terbuai. Lebih spesifik layanan internet yang makin memanjakan, ditambahkan penetrasi perangkat pintar yang tak kalah tinggi angkanya. Namun internet dan perangkat pintar tak akan mungkin sepopuler itu tanpa ada layanan/aplikasi pendukung di dalamnya.

Digitalisasi banyak didorong penetrasi mobile, e-commerce dan on-demand / Pixabay
Digitalisasi banyak didorong penetrasi mobile, e-commerce dan on-demand / Pixabay

Di Indonesia, popularitas digital dalam sektor riil banyak didorong hal-hal berikut ini yang memberikan edukasi secara native untuk adopsi layanan digital dalam aktivitas masyarakat, yakni media sosial, e-commerce dan on demand. Orang menjadi terbiasa berkomunikasi online berkat media sosial, orang menjadi terbiasa bertransaksi online berkat e-commerce, dan orang menjadi percaya untuk memilih layanan berbasis aplikasi berkat on demand.

Kembali kepada pasar online grocery, layanan ini trennya masih akan dianggap baru, sebelum ketiga hal di atas (media sosial, e-commerce, on demand) membentuk budaya baru dalam pemenuhan kebutuhan ini. Sama seperti ketika orang mulai meninggalkan taksi menuju layanan berbasis aplikasi. Selama kultur tersebut belum berhasil tertanam, tantangannya masih sangat besar, terlebih jika mengembalikan pada segmentasi konsumennya.

Ini hanya masalah waktu, karena ketiga hal di atas saat ini sudah mulai memperkenalkan sistem yang sama. Sebagai contoh melalui Go-Mart, orang yang sebelumnya sudah sangat terbiasa menggunakan aplikasi untuk memesan ojek, akan dibiasakan berbelanja menggunakan jasa tukang tersebut. Tak terkecuali segmen e-commerce yang memberikan pelayanan yang lebih luas, dengan cakupan produk makin beragam dan dukungan logistik satu jam sampai.

Ya, online grocery diperkirakan masih akan bergantung pada popularitas layanan lain dalam berkembang di Indonesia. Kendati demikian, dengan angka yang minim di wilayah yang terbatas, online grocery masih terlihat menjanjikan. HappyFresh pernah merilis sebuah laporan yang menyatakan tahun 2020 total pasar grocery online di Asia akan mencapai lebih dari Rp 182,4 triliun.


Amir Karimuddin berkontribusi untuk penulisan artikel ini

Kimia Farma Jajaki Penjualan Online, Bisnis E-Commerce Mulai Masuk di Segmen Spesifik

Kimia Farma melalui anak usahanya PT Kimia Farma Apotek merambah penjualan obat di ranah online dengan menghadirkan portal e-commerce kimiafarmaapotek.co.id. Perusahaan obat pelat merah tersebut kini sudah mulai mengoperasikan layanan online tersebut di wilayah Jabodetabek untuk varian produk obat bebas dan produk perawatan tubuh.

Kendati tidak mewajibkan adanya resep medis, penjualan lepas obat di layanan online ini akan disertai dengan menu konfirmasi dari apoteker. Sehingga pada penyampaian obat pengguna akan mendapatkan informasi mengenai gejala penyakit, manfaat dan aturan pemakaian obat yang dibeli tersebut.

Pembelian obat umumnya diperlukan dalam keadaan mendesak dan dibutuhkan cepat, untuk itu Kimia Farma Apotek menjalin kemitraan dengan layanan on-demand Go-Jek untuk jasa pengantaran obat ke alamat tujuan, tepatnya menggunakan layanan belanja Go-Mart.

Sebelumnya Go-Jek sendiri sudah memiliki layanan antar obat Go-Med, bekerja sama dengan HaloDoc/ApotikAntar.

Dengan inovasi ini diharapkan pada tahun 2017 layanan online menyumbang peningkatan penjualan mencapai 10% dari total keseluruhan untuk menumbuhkan bisnis hingga 21%. Sebelumnya pada tahun 2016 dibukukan penjualan obat mencapai Rp 3,1 triliun.

Potal e-commerce Kimia Farma Apotek, belum tersedia aplikasi mobile
Potal e-commerce Kimia Farma Apotek, belum tersedia aplikasi mobile

Layanan e-commerce di bidang medis penjualan obat

Daftar platform digital penyedia layanan kesehatan di Indonesia sudah sangat bertumbuh pesat. Sebelumnya dengan model bisnisnya masing-masing layanan seperti GoApotik, ApotikAntar, HaloDoc, dan Go-Med (dari Go-Jek) juga memberikan jasa yang sama dengan apa yang diberikan Kimia Farma. Layanan apotek lain seperti K-24 (K24klik.com) juga telah merilis model e-commerce, bahkan di Bali telah bekerja sama dengan startup on-demand Medi-Call untuk distribusi produk jualannya.

Dibandingkan dengan layanan yang menyajikan model marketplace produk obat seperti GoApotik atau ProSehat, Kimia Farma menjual obat yang diproduksi dan dikelola dalam tokonya sendiri, sedangkan layanan marketplace sebagai pengecer. Keuntungan lain Kimia Farma sudah memiliki apotek cabang di berbagai daerah, terlebih menggandeng Go-Jek sebagai jasa logistik, yang juga telah memiliki cakupan luas.

Artinya tantangan justru pada bagaimana akselerasi bisnis online ini digencarkan. Termasuk urgensi pengembangan aplikasi mobile guna memudahkan pemesanan. Dalam prototipe awalnya, Kimia Farma Apotek baru menyajikan kanal penjualan melalui media situs online.

Fragmentasi layanan e-commerce, makin spesifik dan diminati bisnis besar

Ambisi Kimia Farma Apotek dengan layanan onlinenya menambah panjang daftar korporasi atau bisnis yang mulai menjual produknya secara langsung melalui medium digital. Kendati layanan e-commerce dan online marketplace sudah semakin kuat dalam menata pangsa pasar, namun sektor jual-beli online ini masih terfragmentasi. Artinya masih memberikan banyak celah untuk berkembang, termasuk bagi bisnis tradisional untuk melakukan transformasi.

Tren ke depan layanan e-commerce makin spesifik. Kendati ada layanan yang menjual produk secara umum, situs online khusus dari setiap bisnis akan hadir. Lalu kompetisi akan berfokus pada layanan, logistik, kemudahan akses, logistik hingga harga yang ditawarkan. Karena pada akhirnya bisnis online juga akan menjadi hal yang umum, layaknya bisnis toko fisik yang saat ini ada di mana-mana.

Implikasinya saat bisnis melakukan transformasi perlu dilakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh. Membawa produk ke ranah online bukan semata-mata meletakkan pada platform e-commerce, karena di balik itu ada berbagai komponen bisnis pendukung yang harus digencarkan. Misalnya mengubah cara promosi lebih digital, mengembangkan kanal distribusi online hingga strategi pengelolaan logistik.