Tiga Faktor Kepemimpinan Bisnis dalam Fase “Scale Up”

Scale up merupakan salah satu tahapan dalam bisnis rintisan. Di tahap ini startup menambahkan “bahan bakar” ke dalam mesin produksi untuk berkembang pesat ke dalam pangsa pasar yang dinamis dan penuh persaingan. Berbeda dengan proses starting up, saat bisnis mengejar product/market-fit, pada proses scale up banyak hal yang harus disesuaikan, salah satu yang paling signifikan adalah seputar kepemimpinan.

HubSpot mengawali debutnya sebagai startup media. Kini usianya telah menginjak 9 tahun. Dari pemaparan Brian Halligan selaku CEO HubSpot, selama 6-7 sejak bisnis berdiri mereka masih dalam mode “startup”, baru setelah itu sampai sekarang Brian menyalakan mode “scale up” mengingat kebutuhan bisnis kian meningkat. Dari situ ada beberapa pembelajaran tentang kepemimpinan yang ia catat, sebagai langkah pemimpin bisnis yang sedang dalam mode “scaling up“.

Faktor kepemimpinan

Selama beberapa tahun HubSpot mengadakan survei ke seluruh karyawannya, merilis dua pertanyaan yang dapat dijawab secara anonim. Dua poin pertanyaan merujuk pada seberapa besar sang karyawan merujuk HubSpot sebagai tempat kerja kepada rekannya dan yang kedua tentang alasan mengapa mereka merekomendasikan atau tidak merekomendasikannya. Cara ini ditempuh untuk mengevaluasi keyakinan karyawan di tiap divisi, pada ujungnya akan dihubungkan pada performa dan gaya kepemimpinan tiap kepada divisi tersebut.

Ketika skor survei turun, strategi khusus digencarkan, dengan mengumpulkan tren data historis dan komentar di survei tersebut dan mendiskusikannya dengan pemimpin divisi untuk menyusun rencana perbaikan. Sebuah strategi gemilang biasanya diluncurkan dan ternyata hasilnya sering kali makin memburuk. Pada akhirnya pola tersebut ditemukan. Strategi baru berjalan dengan hadirnya manajer baru.

Dari sini dapat diambil beberapa kesimpulan. Pertama, setelah tim kehilangan kepercayaan pada pemimpinnya, hampir tidak mungkin untuk mendapatkan kepercayaan tersebut kembali. Kedua, pemimpin memiliki “sweet spot“, ada fase berkembang dan tidak berkembang. Manusiawi. Ketika tidak sedang dalam fase gemilang tersebut, mereka tak harus ditempatkan pada pengelolaan tim besar dalam proses scale up. Pengalaman manajemen kadang bisa dihiraukan dalam fase starting up, namun dalam fase scale up mutlak diperlukan.

Faktor penyelesaian masalah

Permasalahan dalam bisnis harus selalu diidentifikasi dari awal dan pemimpin diwajibkan memiliki peran dominan dalam hal ini. Beberapa bisnis dihadapkan pada permasalahan sistematis yang dapat berdampak kepada organisasi secara keseluruhan. Bagaimana strategi penyelesaian menjadi kunci untuk menyelamatkan keutuhan tim dan proses bisnis. Di bisnis digital hal ini akan menjadi tantangan umum, mengingat tuntutan perubahan yang sangat cepat.

Ketika sebuah startup digital menghadirkan fitur baru, hal ini memaksa pelanggan untuk mengadopsi konten dengan user experience yang berbeda. Beberapa pelanggan mudah beradaptasi, beberapa banyak bertanya tentang berbagai hal baru yang disuguhkan, dan banyak lagi mencoba memberikan protes terhadap kenyamanan dengan sistem sebelumnya.

Ketika masalah muncul, tim mencoba melayani semua kebutuhan dan desakan pelanggan. Ketika tuntutan tersebut meningkat, tidak hanya tim customer service yang dicerca pertanyaan, tim pemasaran pun turut menerima pertanyaan dari pelanggan, sehingga mengganggu KPI penjualan.

Belajar dari kesalahan juga menjadi kunci untuk tidak terjerumus pada lubang bencana yang sama. Strategi menghindari kesalahan yang sama dapat dilakukan dalam berbagai hal. Di HubSpot, setiap bulan diadakan pertemuan internal antar manajer. Di dalamnya setiap divisi harus mempresentasikan beberapa hal. Selain metrik kemajuan, dalam slide juga harus selalu dituliskan poin-poin kesalahan yang pernah terjadi sebelumnya. Sebagai pengingat dan mematangkan kepekaan dalam menghindari isu yang sama tersebut.

Ketika bisnis menginjak masa scaling up, setiap komponen yang ada di dalamnya akan berhubungan erat. Tim pemasaran, tim pengembang, tim konten dan tim operasional harus berada dalam satu visi yang sama dengan performa yang sama-sama kuat. Semua bergerak cepat dan akan membutuhkan dukungan baik di masing-masing aspek.

Faktor penentuan keputusan

Penentuan keputusan perlu dilakukan secara cepat dan tepat, mengingat di fase ini gempuran persaingan bisnis akan sangat terasa. Pemimpin perlu jitu mengambil keputusan. Ketika dihadapkan pada sebuah meeting yang mungkin akan banyak yang mengajukan pendapat, pastikan sebagai pemimpin memilih keputusan berdasarkan pilihan yang tepat, bukan keputusan yang didasarkan pada argumen yang paling populer. Perdebatan akan terjadi, tapi wewenang pemimpin harus kuat dengan mengambil keputusan yang paling logis dan berdasar.

BukaLapak Siapkan Marketplace Produk Reksa Dana Melalui BukaReksa

BukaLapak mulai perluas segmentasi bisnis ke komoditas produk yang berbeda. Kali ini pihaknya mulai menginisiasi BukaReksa, sebuah layanan yang menyediakan produk reksa dana bagi member-nya untuk berinvestasi. Layanan ini rencananya baru akan dirilis resmi pada minggu ke-3 bulan Januari ini. Untuk inisiatif ini, BukaLapak bekerja sama dengan portal keuangan Bareksa.

Bareksa telah menyediakan sebuah layanan online marketplace untuk reksa dana sejak awal tahun 2015 lalu. Bareksa juga menjadi salah satu penyedia platform di pasar modal yang telah mendapatkan lisensi resmi sebagai sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana (APRD) dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK)untuk menjual reksa dana secara langsung kepada nasabah.

Memasyarakatkan investasi reksa dana untuk masyarakat umum

Di microsite BukaReksa terdapat beberapa keterangan yang memaparkan beberapa layanan yang ingin disuguhkan BukaLapak untuk produk reksa dana. Pihaknya mematok dana minimal investasi Rp 10.000,- untuk penggunanya, sesuai dengan nominal yang tertera pada angka minimum pembelian awal di CIMB-Principal BukaReksa Pasar Uang.

Prosesnya (transaksi) pun mengadopsi experience pengguna (marketplace) ala Bukalapak, termasuk dengan jenis akun yang sama. Hanya saja, khusus untuk produk ini, pengguna harus memasukkan informasi lebih mendetil dan perlu mendapatkan konfirmasi sebelum memulai transaksi. Pihaknya juga menjanjikan pengelolaan produk reksa dana oleh Manajer Investasi profesional dengan target pengembalian optimal.

Hal ini menjadi indikasi awal BukaLapak berusaha menghasilkan kanal investasi reksa dana untuk masyarakat umum dengan proses yang lebih terjangkau. Konsep ini menyasar pengguna dengan pemahaman minim terhadap investasi di pasar modal.

Terkait posisi BukaLapak sebagai rekanan penjual reksa dana kami belum bisa mendapat informasi lebih jauh. Pihak BukaLapak belum berkenan memberikan informasi detil seputar portofolio terbarunya hingga peluncuran dalam waktu dekat. Posisi BukaLapak dan legalitasnya menjadi penting diketahui mengingat jual beli reksa dana memiliki tingkat aturan dan perizinan yang cukup ketat dari otoritas, dalam hal ini OJK.

Perjalanan Marcella Einsteins, dari Bekerja di Startup hingga Mendirikan Indonesia Flight

Cerita tentang liku-liku founder startup Indonesia di balik kesuksesannya selalu menarik untuk disimak. Di tengah persaingan segmen bisnis Online Travel Agency (OTA), nama Indonesia Flight menjadi salah satu pengusung layanan yang kini patut diperhitungkan.

Startup di bawah naungan PT Globalnet Aplikasi Indotravel ini lahir dari sebuah proses belajar yang unik oleh founder sekaligus CEO-nya, Marcella Einsteins. Kariernya dimulai dari keterlibatannya dalam berbagai job desc di salah satu startup pemimpin OTA saat ini, Tiket.com. Mulai dari menjadi quality assurance (QA), copywriter, tim event, media sosial, partnership, fraud analyst hingga customer service pernah ia kerjakan.

Perempuan lulusan jurusan Teknik Informatika Binus, yang mengambil spesialisasi Artificial Intelligence, dari awal mengenyam karier sudah merasa dan bertekad bahwa menjadi entrepreneur adalah tujuan kariernya. Keyakinan tersebut juga pada akhirnya yang mengantarkannya untuk memilih bekerja di startup, ketimbang di korporasi layaknya teman-teman seangkatannya kala itu. Bagi Marcella, memilih bekerja di startup bukan tanpa alasan. Banyak hal yang melandasi dan menjadi perhitungan, mulai dari produk, visi misi yang jelas, lingkungan kerja, hingga founder.

“Kepribadian pemimpin atau founder dapat memberikan impact positif dan menjadikan saya pribadi yang berkarakter, bukan hanya dalam professional kerja, namun juga dalam kehidupan saya sehari-hari.”

Dari menjadi Quality Assurance hingga Product Manager

Bercerita kepada DailySocial, alasan Marcella menjadi QA di Tiket.com karena lowongan tersebut satu-satunya yang tersedia kala itu di luar job desc yang mengharuskannya coding. Ia merasa kurang nyaman untuk coding, karena lebih suka menjadi “kutu loncat” mencoba segala sesuatu sembari mencari jati diri. Baginya QA hanya sebuah jabatan. Selama di Tiket.com ia mencoba dan mencicipi beragam jenis pekerjaan, hingga pada akhirnya dipercaya untuk menjadi manajer produk untuk sebuah divisi baru.

“Uniknya saya mengenal CEO Tiket.com ketika itu dari game online DOTA, jauh sebelum Tiket.com dibangun […] Di bulan ke delapan bekerja, saya baru mendirikan Indonesia Flight, dengan memanfaatkan peluang penggunaan API Tiket.com dengan dibekali restu dari para founder-nya.”

Intuisi yang memberinya keyakinan bahwa Indonesia Flight akan mampu berdiri survive kendati pasar Online Travel Agency sudah sangat riuh, setidaknya sudah sangat jelas pemimpin pasarnya di Indonesia. Tahun 2012, di saat platform BlackBerry sedang berada di puncak kejayaan, Marcella justru melihat peluang lain untuk mengembangkan aplikasi di platform Android yang masih sedikit sekali peminatnya, pun demikian dengan ekosistem aplikasi lokal di dalamnya, masih sangat minim.

Berbekal belajar otodidak dan bantuan partner bisnisnya, Marcella mengembangkan aplikasi Indonesia Flight, sebagai aplikasi lokal pertama yang mampu memfasilitasi pemesanan pesawat untuk beragam maskapai di Google Play. Setahun kemudian, platform iOS segera disinggahi. Dari awal traksi pengguna menunjukkan angka yang fantastis, dalam guraunya Marcella mengatakan ketika 5 bulan setelah peluncuran pertamanya, komisi yang didapat dari penjualan tiket di Indonesia Flight sudah mampu melebihi gajinya di Tiket.com kala itu.

“Lalu apakah saya keluar dari Tiket.com? Tidak. Karena saya tahu, saya masih belum cukup berpengalaman untuk menjalankan perusahaan saya sendiri, dan dari saya sendiri pun ingin memberikan nilai lebih di Tiket.com, agar tidak menjadi seperti kacang lupa kulitnya,” ungkap Marcella.

Baru setelah 2 tahun Indonesia Flight berdiri, Marcella memutuskan untuk keluar dar Tiket.com, di saat banyak feedback dan permintaan pelanggan yang menuntut Indonesia Flight memacu inovasi dan layanannya. Seiring dengan peningkatan angka pengguna dan kualitas layanan, beberapa investor mulai melirik dan membincangkan investasi di Indonesia Flight. Hal mengejutkan, 2 bulan pasca aplikasi dirilis, jumlah unduhan aplikasi mencapai 10.000 lebih dan semuanya organic download.

Traksi dan capaian Indonesia Flight dan target ke depannya

Dalam menggerakkan roda bisnis, Marcela menekankan pada pemahaman behaviour dari pelanggan dan target pangsa pasarnya. Hal tersebut terbukti dari survei yang pernah ia buat, kendati price sensitive masih menjadi faktor pertama penentu OTA di kalangan konsumen, faktor lain yang mendominasi adalah tentang pilihan favorit, kenyamanan pelanggan dalam melakukan pembelian.

Pemesanan melalui kanal web kini juga dilayani di Indonesia Flight
Pemesanan melalui kanal web kini juga dilayani di Indonesia Flight

“Meski sudah ada raksasa pemain OTA, toh masih banyak pelanggan yang memilih membeli tiket di Indonesia Flight, bahkan kadang mereka membeli tanpa menggunakan kode promo. Demi pelanggan setia itu, membuat saya menjadi lebih semangat melanjutkan bisnis ini,” sahut Marcella menjelaskan prinsipnya dalam berbisnis.

Di bulan ke 9 bisnisnya berjalan, penjualan mencapai angka Rp 65 miliar. Angka yang sangat tinggi, mengingat kala itu Marcella mengelola platform tersebut di waktu luangnya bekerja, 2-3 jam di sela-sela waktu istirahat. Ia membalas feedback dan email sampai batas waktu jam 12 malam untuk menjaga kestabilan fokus keesokan harinya.

Keseriusannya dalam berbisnis membuahkan hasil manis, setiap tahun penjualan naik secara organik 200%, dan tahun 2016 penjualan sudah mencapai lebih dari Rp 432 miliar.

Sejak awal berdiri, Indonesia Flight sudah fokus pada profit. Di tahun pertama berdiri, berbagai kebutuhan operasional seperti membayar gaji karyawan, biaya pemasaran, dan berbagai keperluan lainnya sudah berhasil di-cover dari hasil penjualan tiket pesawat.

“Saat ini Indonesia Flight hanya fokus pada tiket penerbangan. Ke depannya kami akan melebarkan sayap ke hotel dan produk lainnya […]. Target kami tahun 2017 adalah 3x lipat (pertumbuhan) dari tahun sebelumnya.”

Juga mengembangkan aplikasi pemesanan tiket kereta api

Siapa sangka aplikasi Tiket Kereta Api yang sebelumnya banyak dikira sebagai aplikasi resmi PT Kereta Api Indonesia juga karya tim Indonesia Flight. Sampai dengan tulisan ini dibuat, aplikasi tersebut masih menjadi aplikasi #1 untuk reservasi tiket kereta di kategori Travel & Local platform Android. Jumlah unduhannya telah mencapai 2,5 juta dengan growth per tahun mencapai 200%.

“Sering dianggap sebagai aplikasi resmi dari PT KAI, terbukti dengan banyaknya email masuk yang meminta perhatian kami mengenai fasilitas kamar mandi ataupun tiket di stasiun, bahkan ada yang menanyakan nama penjaga loket karena ingin berkenalan dengan petugas wanita yang bekerja di sana.”

April 2016 lalu, aplikasi Tiket Kereta Api menjamah platform iOS. Dari pemaparan Marcella marketing cost yang dikeluarkan untuk pengelolaan aplikasi ini tidak pernah lebih dari Rp 10 juta per bulan, baik untuk digital marketing, paid channel maupun offline marketing.

Untuk pemasaran offline pun baru dilakukan akhir-akhir ini, setelah 3 tahun mengudara. Beberapa waktu lalu aplikasi mulai diperkenalkan melalui aktivitas kampanye di stasiun Pasar Senen.

Salah satu tampilan halaman aplikasi Tiket Kereta Api
Salah satu tampilan halaman aplikasi Tiket Kereta Api

Sebagai aplikasi yang tidak memiliki dan melayani pembelian di web, Tiket Kereta Api berhasil menjadi mitra terbaik kedua sebagai kanal penjual tiket berdasarkan data laporan penjualan mitra PT KAI per 8 Juni 2016.

Perencanaan matang dan keyakinan untuk tujuan cita-cita

Memilih untuk bekerja di startup dan mendirikan startup bukan hanya semata dengan pilihan melempar dadu, itulah keyakinan yang digenggam Marcella di awal kariernya. Keyakinan tersebut harus kokoh.

Di awal memulai pekerjaannya di Tiket.com, iming-iming bekerja di tempat berfasilitas bagus, insentif terjamin, dan tunjangan stabil dari lingkungan pertemanan sering terlihat menggiurkan.

Meskipun demikian ia selalu mengembalikan kepada fitrah hidup bahwa setiap manusia berhak untuk memilih jalannya. Dengan mengenali kepribadiannya sendiri tentang keinginan dan cita-citanya, Marcella selalu merasa kokoh dan yakin dengan pilihannya.

“Tanyakan kepada diri Anda, apakah siap menerima kondisi terburuk apabila startup yang kita dirikan atau startup tempat bekerja ternyata cuma bertahan seumur jagung? Di luar ketidakstabilan perjalanan startup yang ngeri-ngeri sedap, fleksibilitas dalam berinovasi dan peluang untuk menciptakan lapangan kerja bagi orang lain membuat saya memilih untuk bekerja dan membangun startup.”

Application Information Will Show Up Here

 

Application Information Will Show Up Here

Layanan Grocery Online KeSupermarket Hadirkan Konsep O2O

KeSupermarket, layanan penjualan online dari Ranch Market dan Farmers Market (Supra Boga Lestari) mengenalkan konsep O2O (Online-to-Offline) melalui fitur “Collect in Store”. Fitur ini memungkinkan pengguna untuk mengambil item yang dibeli melalui layanan e-commerce namun barangnya diambil sendiri di toko offline milik Ranch Market dan Farmers Market.

Konsep O2O dinilai cocok diterapkan untuk produk bahan makanan seperti yang dijual KeSupermarket. Bagi konsumen, hal ini untuk memastikan bahan makanan yang dibeli tersedia dan masih fresh ketika diambil di tokonya.

KeSupermarket sajikan konsep O2O untuk layanannya
KeSupermarket sajikan konsep O2O untuk layanannya

Layanan e-commerce KeSupermarket sendiri diluncurkan bekerja sama dengan Kresna Graha Investama. Ranch Market dan Farmers Market sendiri juga merupakan rekanan HappyFresh.

O2O menjadi sebuah fitur penting bisnis e-commerce di Indonesia

Konsep semacam ini bukan hal baru untuk layanan e-commerce, beberapa pemain lain di berbagai bidang seperti MatahariMall, Alfacart hingga Berrybenka sudah menguatkan konsep tersebut dalam operasional bisnisnya, dengan beragam bentuk, mulai dari sistem locker (seperti layanan PopBox) hingga menggandeng toko fisik rekanan. Tujuannya sederhana, untuk memberikan pilihan lebih banyak dalam penyampaian produk.

Penerapan skema O2O bukanlah sebuah keharusan, namun menjadi opsi yang sangat ideal diterapkan di tengah persaingan bisnis e-commerce yang ada saat ini. Logistik masih berkembang, sementara pasar menuntut kecepatan penyampaian barang dengan kualitas dan biaya efisien.

Revolusi Digital dan Dampaknya Terhadap Pengenalan Brand

Peradaban internet berhasil mengubah beragam cara lama dalam bermacam hal, tak terkecuali dalam dunia bisnis. Jika kita mengingat bahwa brand fashion olahraga Nike membutuhkan 14 tahun untuk dikenal dunia dan mencapai $100 juta penjualan (kala itu dinilai sebagai salah satu yang cukup cepat), maka saat ini sudah sangat berbeda keadaannya. Mengambil contoh layanan transportasi on-demand Uber, sejak didirikan pada Maret 2009, kini popularitasnya sudah sangat mendunia.

Tak hanya berlaku untuk produk global, akan tetapi juga pada produk lokal. Sebut saja startup ala Go-Jek, Tokopedia, Traveloka dan sebagainya. Dalam kurun waktu beberapa tahun saja sudah berhasil mengenalkan brand-nya di seluruh pelosok tanah air.

Mengamati bagaimana brand bisa berkembang begitu pesat, ada beberapa hal yang bisa diamati mengapa persebaran informasi tersebut bisa begitu signifikan. Setidaknya ada enam faktor yang dapat dimasukkan sebagai salah satu bagian dari revolusi digital yang berhasil mengubah akselerasi pengembangan brand.

(1) Perangkat pintar ada di kantong setiap orang

Mungkin kita bisa setuju dengan pernyataan berikut ini, bahwa kepemilikan ponsel pintar bagi banyak orang saat ini sudah bukan lagi masuk ke dalam kebutuhan tersier, melainkan sekunder atau bahkan primer. Karena banyak orang yang sangat bergantung pada kapabilitas aplikasi mobile untuk kesehariannya. Ponsel pintar juga mengubah habit seorang dalam melakukan kegiatan sehari-hari, dari bangun pagi sampai malam menutup mata.

Pemanfaatan ponsel pintar secara tidak langsung menjadi media yang sangat efektif untuk penyebaran informasi. Melalui pendekatan iklan, aplikasi khusus hingga penawaran langsung dapat dilakukan oleh brand untuk mendekatkan kepada konsumen atau calon konsumen prospektif. Jika cara lama harus memanfaatkan media seperti billboard, televisi, radio atau lainnya dengan pendekatan yang kurang personal, ponsel memiliki cara yang lebih personal.

Teknologi seperti big data banyak digunakan juga untuk melakukan analisis habit pengguna, sehingga brand dapat membuat prioritas penyajian ke calon konsumen secara tepat sasaran.

(2) Perangkat komputasi dan kemudahan yang ditawarkan e-commerce

Alat komputasi secara umum, baik komputer, laptop, tablet, hingga ponsel umum digunakan untuk melakukan aktivitas internet. Salah satu yang menjadi idaman saat ini adalah layanan e-commerce. Booming e-commerce sendiri sudah sangat terasa di Indonesia. Salah satu keuntungan e-commerce bagi pelanggan adalah memudahkan mereka mendapatkan barang atau brand baru yang sulit ditemukan di toko konvensional. Apa saja menjadi mudah dicari menggunakan layanan e-commerce.

Sedikit banyak kebiasaan ini memberikan kesempatan bagi brand dikenal secara lebih luas. Sebut saja Xiaomi, sedari awal melalui model flash-sale pihaknya memasarkan produk di pangsa pasar Indonesia. Brand awareness berhasil dibangun memanfaatkan tren belanja online yang sedang bertumbuh subur di Indonesia. Kuncinya kini pada strategi penyampaian informasi produk ke pengguna sehingga memunculkan ketertarikan masif.

(3) Saluran berbagi media sosial

Sama pentingnya dengan kepemilikan ponsel pintar, eksistensi atau pemanfaatan media sosial menjadi hal penting di kalangan digital society. Media sosial berhasil memunculkan budaya baru, untuk membagikan apapun yang menurut penggunanya menarik. Brand modern memanfaatkan budaya ini sebagai keuntungan, untuk menyebarluaskan apa yang ia tawarkan kepada pengguna.

(4) Target pangsa pasar yang semakin jelas dikondisikan

Menyambung dari poin-poin sebelumnya, pemanfaatan alat-alat modern di atas memberikan banyak keuntungan untuk pemilik brand. Media sosial misalnya, berbekal fasilitas analisis yang disediakan penyedia layanan media sosial, brand semakin mudah mendefinisikan ke mana ia akan memasarkan produknya. Seperti Facebook misalnya, brand dapat menempatkan iklan produk secara native mengikuti segmentasi pengguna yang diinginkan.

(5) Internet memberikan ruang tanpa batas

Penyampaian brand ke konsumen bisa dilakukan dengan banyak pilihan, dari yang berbayar sampai yang gratis. Semua bergantung bagaimana strategi yang diterapkan. Ini adalah keuntungan yang diberikan oleh internet, memberikan ruang tanpa batas untuk penyampaian informasi. Internet membuatnya lalu-lintas data menjadi lebih murah, yang berarti memberikan kesempatan pemain kecil sekalipun untuk show-off produk yang dimilikinya.

(6) Modal bukan lagi sebagai penghalang

Salah satu tantangan bisnis jaman dulu adalah ketika memulai, dan kebanyakan faktor penentu akselerasi bisnis di sisi modal. Menariknya sekarang modal bukan lagi sebuah pengganjal yang sulit untuk dilompati. Di dunia startup, kanal inkubasi dan akselerasi menawarkan kepada bisnis kesempatan untuk mendapatkan pendanaan. Di sektor konvensional pemerintah bekerja sama dengan perbankan juga memberikan kesempatan yang sama. Terlepas dari itu semua, bahkan untuk memulai bisnis di era internet bisa dimulai dengan 0 rupiah. Beberapa sudah membuktikan, misalnya dengan memanfaatkan layanan gratis seperti forum online atau marketplace sebagai tempat menjajakan produk/layanan.

Dari enam fakta di atas, sudah jelas teknologi mengubah perilaku konsumen. Dan bisa disimpulkan juga bahwa informasi dan penyebaran brand saat ini dapat lebih mudah dibandingkan sebelum revolusi teknologi. Kekuatan ini harus disadari betul, sehingga permasalahan yang muncul di era tradisional dapat terpecahkan. Scaling secara cepat juga berimplikasi pada kompetisi bisnis yang semakin ketat.

Startup sebagai Bagian Tren Social Entrepreneur

Melihat lanskap startup digital yang ada saat ini, mudah ditemui bibit baru yang mulai memainkan peranan penting pada peta kewirausahaan digital, bahkan beberapa sudah mencapai puncak kemapanan dan menjadi inspirasi para pemula. Visinya suda sangat gamblang, bukan sekedar mengejar independensi finansial, melainkan lebih banyak berorientasi pada kebebasan mencurahkan ide, kebebasan menentukan otoritas dan menghadirkan efek sosial berkelanjutan. Kata sosial menjadi perlu digarisbawahi, karena kini menjadi esensi penting dari karakter entrepreneur digital di Indonesia.

Kreativitas mengukuhkan dirinya menjadi sebuah kekuatan “muda” yang hebat. Bermakna lebih luas, kreativitas kini menjadi kunci terlahirnya pemecahan masalah yang berkontribusi langsung terhadap masyarakat. Internet memberikan sumbangsih besar — di tengah berkembangnya konektivitas atas masifnya pemanfaatan perangkat pintar — memberi ruang pendekatan baru yang mudah disebarkan. Nyatanya lebih efektif, dengan modal niat pun beberapa membuktikan bisa starting up melahirkan solusi terbarukan.

Keyakinan baru kewirausahaan untuk melahirkan dampak sosial

Tak pernah bosan kami menceritakan kisah sukses startup Indonesia. Begitu banyak memberikan inspirasi dan pelajaran bagi kita semua.

Dimulai dari mencontohkan apa yang telah digapai startup pertama Indonesia yang berhasil menyandang gelar unicorn, Go-Jek. Dalam berbagai kesempatan, Co-Founder dan CEO Nadiem Makarim selalu mengatakan bahwa visi Go-Jek dari awal ialah untuk meningkatkan pendapatan pengendara ojek dan mempermudah kehidupan orang banyak. Menurut pemuda lulusan Harvard Business School tersebut, permasalahan orang di masa sekarang ini ialah efisiensi waktu. Terlebih studi kasusnya dimulai di ibukota Jakarta.

Ojek dinilai sebagai moda transportasi gesit, mampu diajak menembus kepadatan lalu lintas. Sayangnya sistem yang ada dinilai belum mampu memberikan timbal-balik yang maksimal bagi pelaku bisnis di dalamnya. Dari situ Go-Jek dilahirkan. Sederhananya Go-Jek membuat para driver menjadi multi-skill dan multi-function. Hal ini yang menjawab pertanyaan “mengapa ojek tarifnya mahal, sedangkan melalui Go-Jek bisa menjadi murah?”. Jawabannya adalah efisiensi waktu, yang membuat biaya tersebut menjadi relatif lebih murah.

Nadiem Makarim dalam peluncuran layanan Go-Box di bulan Oktober 2015 / DailySocial
Nadiem Makarim dalam peluncuran layanan Go-Box di bulan Oktober 2015 / DailySocial

Pada umumnya driver ojek konvensional tidak banyak mengangkut order. Jikapun mendapatkan order harus bergantian dengan driver lain di pangkalan. Waktu mereka digunakan lebih banyak menunggu, bergantian. Sehingga berdampak pada menaikkan tarif. Sedangkan di Go-Jek fleksibilitas diberikan. Sistem memberikan kepada mereka sistem order, kapanpun mereka tersedia bisa memenuhi panggilan tersebut. Dampak yang ingin diwujudkan berantai, selain memberikan opsi transportasi yang murah, juga ingin membuat orang makin suka berlalu-lintas dengan kendaraan umum.

Contoh lain, mengambil cerita visi dari online marketplace yang sempat tercatat sebagai bisnis online dengan nilai investasi tertinggi di Asia Tenggara pada akhir tahun 2014. Ya, Tokopedia. Startup digital yang dipimpin William Tanuwijaya tersebut lahir dengan misi untuk membawa orang mudah berbisnis melalui medium internet.  Kisahnya juga berawal dari kegelisahan, kala itu Co-Founder lulusan Binus angkatan 1999 tersebut sempat bekerja menjadi moderator di sebuah forum online ternama kala itu, banyak keluhan tentang mekanisme yang buruk dalam jual-beli online di Indonesia. Sehingga banyak penipuan di sana-sini.

Kegelisahan tersebut makin menjadi ketika William sempat bekerja menjadi web designer, beberapa klien memintanya untuk membuatkan situs jual-beli online. Pengguna, yang pada umumnya non-tech savvy users, membuat sistem yang dibangun menjadi kurang optimal, karena kebanyakan orang akan terpaku pada urusan teknis. Sementara bisnisnya kadang menjadi terlantar. Bermodal dana investasi yang didapat, Tokopedia tetap disajikan gratis dengan fitur jual-beli yang sangat lengkap.

Di sebuah kesempatan seminar tentang startup William mengatakan, proses bisnis Tokopedia adalah membawa mitranya sukses. Ketika Toppers (sebutan untuk pemilik merchant di Tokopedia) berhasil dibantu oleh Tokopedia, maka Tokopedia juga akan sukses. Di awal misi mereka membuka lapangan pekerjaan baru. Seperti banyak dituliskan di blog resmi Tokopedia, tentang cerita kesuksesan orang yang memulai wirausaha berjualan online melalu platformnya, apa yang menjadi tujuan Tokopedia semakin jelas.

Masih banyak kisah startup lain di Indonesia yang begitu mempesona. Sebut saja Bridestory yang berhasil menjembatani pemilik jasa serba-serbi pernikahan, mengefisienkan biaya promosi yang awalnya banyak disuguhkan dalam expo dengan biaya mahal. RuangGuru, startup pendidikan yang mencoba menghubungkan antara guru (privat) dengan muridnya dalam medium digital. Dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas pendidikan dan memberikan kesempatan pada guru untuk meningkatkan kualitasnya secara kompetensi.

Empat startup tersebut memiliki pangsa pasar berbeda, namun ada satu hal yang dapat ditarik menjadi benang merah, yakni memberi dampak sosial di masyarakat. Proses bisnis mereka jelas, dan apa yang coba diselesaikan pun adalah masalah riil yang sedang diperangi oleh masyarakat. Di sinilah ternyata startup berperan, startup menoreh sukses ketika mereka mampu mengkombinasikan antara sebuah proses bisnis (perusahaan) dengan permasalahan dalam bentuk penyelesaian.

Bagaimana masyarakat menanggapi tren tersebut?

Media sosial mengubah masyarakat Indonesia secara umum dalam memandang sebuah isu. Dari apa yang bisa kita amati sehari-hari di lingkungan, pengguna media sosial selalu haus untuk terdorong terlibat pada isu sosial. Keterlibatan dilakukan dengan banyak hal, mulai dari menyebarkan semangat positif, memberikan donasi, hingga hadir dalam keterlibatan langsung menjadi relawan. Banyak insiatif sosial dalam aksi nyata yang berawal dari inisiatif di media sosial.

Awareness masyarakat menjadi sebuah titik temu pada bisnis digital (yang membawa misi sosial di dalamnya). Selain memang solusi tersebut dibutuhkan sebagai cara yang lebih mudah diakses, penilaian masyarakat atas dampak sosial yang diberikan startup digital ternyata begitu signifikan. Kami mencoba menyebutnya sebagai “cara baru dalam memasarkan produk secara native”. Bukan berarti bisnis menjual dampak sosial, namun karena nilai sosial tersebut menjadi prioritas di kalangan konsumen.

Mungkin banyak dari kita merasa pesimis, millennials memiliki kepedulian sosial yang rendah. Namun dari tren yang ada, mungkin lebih tepat jika dikatakan kepedulian sosial masyarakat modern memiliki tempat yang berbeda. Tantangannya kini pada transisi, modernisasi di Indonesia masih memiliki gap yang ketat. Di satu sisi masyarakat sudah sangat terbiasa dengan pola kehidupan digital, di sisi lain banyak yang masih merangkak dan pemula dalam beradaptasi. Tak ada cara lain yang bisa dilakukan selain melakukan sosialisasi.

Kasusnya seperti yang terjadi pada penerapan model bisnis startup digital di masyarakat. Kembali mencontohkan pada Go-Jek. Setelah menjadi viral, layanan Go-Jek banyak diminati, namun beberapa waktu silam tak sedikit penolakan dilakukan. Banyak penyedia dan pemain di jasa transportasi konvensional yang merasa dirugikan. Media menyorot secara besar, regulator pun sempat direpotkan karena berusaha berada di tengah.

Diceritakan Nadiem bahwa hal itu yang menjadi tantangan di bisnis Go-Jek. Mereka yang menolak Go-Jek umumnya karena belum memahami bagaimana sistem tersebut bekerja. Kendati sangat susah di awal, perlahan sistem tersebut mulai bisa diterima. Dan kini bisa kita rasakan bersama bahwa layanan online tetap bisa berdampingan dengan apa yang ada sebelumnya.

Kini banyak situs e-commerce dan marketplace memberikan ruang lebih luas bagi produk dalam negeri untuk menampilkan produk-produknya / Pixabay
Kini banyak situs e-commerce dan marketplace memberikan ruang lebih luas bagi produk dalam negeri untuk menampilkan produk-produknya / Pixabay

Bisa disimpulkan banyak startup digital lahir dengan visi-misi yang jelas. Dalam proses bisnisnya, mereka mencoba menyelesaikan permasalahan sosial yang ada di tengah masyarakat. Startup yang bernilai besar akan memberikan dampak signifikan pada penyelesaian masalah riil di lingkungan sosial.

Pendekatan Digital Indosat Ooredoo di Era Over The Top

Pasca layanan OTT (Over The Top) menjadi masif di kalangan pengguna perangkat komputasi, perusahaan telekomunikasi sebagai salah satu institusi terdampak harus menggerakkan strategi digital yang lebih inovatif dan agresif. Tak terkecuali bagi Indosat Ooredoo, perusahaan telekomunikasi terbesar kedua berkepemilikan 69,8 juta pengguna. Strategi e-commerce, mobile payment dan startup investment menjadi yang paling dominan terlihat dilakukan oleh Indosat saat ini.

Di e-commerce, platform Cipika dikembangkan sedemikian rupa. Dengan pengalaman pengembangan TokoOn pada tahun 2012, transformasi e-commerce Cipika bergerak gesit menyasar segmentasi yang lebih spesifik, seperti dihadirkannya model pembelian grosir melalui platform digital dihadirkan untuk menarik lebih banyak pengguna. Akses kemudahan dalam transaksi pembayaran juga digencarkan, seperti bekerja sama dengan Indormaret.

Selain e-commerce, tren di kalangan konsumen lain seperti digital wallet juga diikuti. Dengan layanan Dompetku, Indosat mencoba turut membudayakan generasi cashless memaksimalkan fungsionalitas mobile yang akrab di kalangan pengguna. Dari pemaparan Indosat, model bisnis berbasis telco & bank agnostic berhasil membawa pertumbuhan pesat di kalangan penikmat digital payment. Hingga bulan September tahun ini, pengguna aktif sudah mencapai lebih dari 4 juta, total transaksi mencapai Rp 5,5 triliun.

Menyasar consumer users di kategori lain, Cipika Bookmate hadir menyajikan koleksi buku internasional sebanyak lebih dari 500 ribu e-book dan 4000 e-book lokal. Dengan sistem pembayaran carrier billing atau potong pulsa, Indosat mencoba menawarkan kemudahan, kenyamanan dan keuntungan, bukan hanya untuk pengguna namun juga penerbit. Selain itu Cipika Play turut melengkapi portofolio produk digital yang memberikan kemudahan pengguna membeli barang di internet seperti fulltrack, voucher game online, voucher hotspot/internet dan lain-lain

Inovator lokal turut dinilai menjadi komponen penting yang perlu dirangkul, melalui berbagai program independen dan kemitraan, seperti Ideabox, Ideabox Ventures, dan SB-ISAT Fund. Indosat mencoba memberikan wadah kepada startup digital Indonesia untuk bernaung. Dengan potensi yang begitu besar dalam mengembangkan produk dan layanan digital consumer.

E-commerce yang terfragmentasi, dan optimasi potensi dari cashless generation

Bertarung di pangsa pasar e-commerce Indonesia dipastikan harus memiliki energi besar dan pendekatan yang sangat kompleks. Fokus Indosat ke arah utilisasi layanan, untuk memaksimalkan penjualan produk telekomunikasi andalan. Misalnya untuk memberikan promo barang sebagai bentuk penjualan ekslusif atau bonus poin dalam penggunaan layanan telekomunikasi tertentu. Bertarung untuk brand awareness antar layanan e-commerce yang ada akan menjadi PR yang sangat menantang, tapi e-commerce dengan potensinya memang tak boleh ditinggalkan.

Memaknai e-commerce sebagai bagian dari strategi digital dan transformasi Indosat, integrasi layanan dapat menjadi sebuah kunci. Kepemilikan jutaan pengguna perlu dipupuk dengan inovasi, untuk menghadirkan traksi yang meningkatkan kompetisi, baik secara vertikal dengan layanan lain, ataupun horisontal di lintas bisnis. Tahun 2017 Cipika harus terus dioptimalkan dengan cara-cara baru, menyelami tren digital society yang terus berkembang di pelosok negeri.

Untuk mendapatkan nominal yang besar, cashless generation dengan budaya konsumtifnya adalah sebuah peluang. Namun sebenarnya budaya digital wallet pun tampak belum terdefinisikan secara jelas. Apakah penggunaannya sudah sepenuhnya menggantikan transaksi cash, sebagai lifestyle (penggunaan tidak sebagai mode primer) ataupun lainnya.

Lagi-lagi perusahaan harus mematahkan tantangan untuk membangun kultur tersebut. Potensinya masih besar, kendati bersaing dengan layanan lain. Di sini integrasi layanan juga menjadi poin kunci. Bagaimana memperluas kanal pembayaran, memberikan keuntungan promo, dan sebagainya.

Definisi baru produk telekomunikasi: menyatu dengan layanan

Sempat menjadi “musuh” para perusahaan telco, akhirnya OTT bisa bergerak lebih leluasa tanpa distraksi. Tak lain karena telco sudah menemukan ramuan pas untuk tetap mengoptimalkan bisnis telekomunikasi sembari layanan digital “gratis” bermunculan, dengan membangun ekosistem layanan digital di dalamnya. Menyajikan konten khusus bagi penggunanya untuk beragam kebutuhan. Cipika Bookmate misalnya, mencoba hadir bersama tren membaca buku digital, menawarkan buku eksklusif dengan metode pembayaran yang sangat mudah.

Tak hanya produk Cipika, melalui kanal inkubasi dan investasinya untuk startup digital, model aplikasi konsumen seperti itu turut ingin disajikan. Startup digital lokal dinilai lebih mampu memahami kebutuhan pengguna, menyelesaikan permasalahan riil yang ada di masyarakat. OTT bukan menjadi musuh lagi, ketika konten digital dengan arus serupa dapat dikeluarkan dari dalam payung bisnis perusahaan teleco.

Tahun 2017 akan segera membuka berbagai peluang baru di sektor digital. Fintech, e-commerce, on-demand dan tipe layanan digital lain semakin matang di Indonesia. Bagaimana telco berelaborasi dengan tren tersebut akan berdampak pada kekuatan konsumsi di kalangan pengguna. Bersinergi dan memberikan banyak pilihan, atau berdiam lalu ditinggalkan.

Dari apa yang sudah dilakukan Indosat Ooredoo selama tahun 2016, tampaknya penekanan segmen digital untuk layanannya masih akan terus digencarkan.

Smartphone Sebagai Alat Peningkatan Produktivitas dan Pengembangan Diri

Mungkin tidak berlebihan jika saat ini menggeser ponsel pintar atau smartphone dari kebutuhan tersier menjadi kebutuhan sekunder. Ketergantungan masyarakat akan layanan digital, baik untuk kebutuhan pribadi ataupun bisnis membuat benda yang kini didominasi layar sentuh tersebut wajib masuk ke dalam kantong. Fungsionalitasnya sudah sangat beragam, apapun kini bisa dilakukan dalam satu sentuhan jari.

Lebih dari sekedar alat berkomunikasi dua arah, kemampuan yang dimiliki smartphone yang ada saat ini mampu menjangkau ke beragam jenis aktivitas. Lalu bagaimana memastikan smartphone tersebut menjadi alat pendukung produktivitas kita, sembari menjadikannya sebagai penyumbang kebutuhan hiburan digital harian. Memang ada juga hasil penelitian yang menyebutkan bahwa penggunaan smartphone justru mengurangi produktivitas seseorang.

Hasil penelitian tim Prof. Russell Johnson dari Michigan State University menyebutkan bahwa menjadi “mesin insomnia” penggunanya, khususnya di kalangan pekerja bisnis. Implikasinya pada stamina tubuh yang menjadi kurang fit untuk melakukan aktivitas fisik dalam bekerja. Bahkan sebuah survei dari CareerBuilder mengatakan bahwa smartphone mengurangi jam produktif karyawan di kantor.

Smartphone in Office

Namun ujung-ujungnya semua terletak pada bagaimana kita sebagai pengguna smartphone dalam menyiasati penggunaan alat bantu tersebut. Berikut ini beberapa tips yang dapat diikuti untuk memaksimalkan dan membiasakan pemanfaatan smartphone sebagai alat produktivitas yang mendukung kegiatan sehari-hari.

Sebagai alat yang paling dekat, smartphone adalah medium pengembangan diri

Dengan pemanfaatan yang benar, smartphone dapat menjadi medium informasi dan wawasan yang sangat luas. Hal tersebut sejalan dengan perkembangan pemanfaatan internet yang ada saat ini, informasi dari mana saja menjadi sangat mudah untuk diakses. Untuk memaksimalkan keuntungan tersebut, faktor pengguna akan menjadi yang paling dominan, karena harus dibiasakan dan mau untuk memulai.

Pengguna dapat memulai dengan memasang aplikasi yang dapat memudahkannya untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan tersebut, bisa disesuaikan dengan ketertarikan. Misalnya untuk pelaku startup bisa memasang aplikasi seperti Medium, Quora atau sejenisnya untuk mendapatkan insight dari sesama pengusaha atau tokoh senior lain yang membagikan ilmunya. Beberapa aplikasi juga menyediakan konten yang lebih menarik, seperti podcast atau webinar.

Menariknya pengguna dapat memanfaatkan aplikasi yang saat ini ada untuk melakukan analisis real-time atas arus informasi yang kencang. Misalnya memanfaatkan aplikasi PowerBI atau sejenisnya untuk melihat tren terkini di media sosial. Sembari mencari tahu hal baru, sambil mendapatkan informasi tambahan untuk strategi bisnis. Menemani waktu luang, smartphone bisa dimaksimalkan sebagai medium pengembangan diri.

Smartphone mengelola tugas harian secara lebih efektif

Layaknya sebuah buku harian dan pencatatan, smartphone dapat dimanfaatkan juga sebagai pengingat produktivitas harian penggunanya. Mulai dari membuat daftar aktivitas, melakukan penjadwalan meeting hingga melakukan analisis pekerjaan. Aplikasi seperti Wunderlist, Reminder, dan sejenisnya dapat menjadi “sarapan pagi” pengguna. Memeriksa apa saja yang harus dilakukan hari ini, mencatat apa saja yang harus dilakukan waktu mendatang, sehingga dapat membuat prioritas secara lebih jeli.

Terlebih jika bekerja dalam sebuah tim, kolaborasi menjadi bagian terpenting untuk memajukan pola produktivitas. Kemampuan digital untuk mudah berkomunikasi secara online membuat kegiatan kolaborasi menjadi lebih efisien. Gunakan kalender bersama untuk penjadwalan tim, atau bahkan aplikasi penugasan yang digunakan secara kolekitf.

Asisten terbaik saat bepergian

Kegiatan produktif bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja, smartphone dapat mendukung kegiatan ini sehingga menjadi lebih menyenangkan. Dengan memasang aplikasi produktivitas, semisal Microsoft Office di ponsel, kegiatan perjalanan bisa tetap diisi dengan berbagai kegiatan produktif. Memeriksa dokumen, membuat slide presentasi hingga melakukan meeting jarak jauh bisa dilakukan.

Dengan integrasi yang kuat antara aplikasi smartphone dengan kegiatan produktif penggunanya, maka peranan telepon genggam akan menjadi lebih signifikan, menjadi asisten produktivitas yang mengikuti penggunanya di mana saja dan kapan saja. Memastikan pencapaian target pekerjaan yang sesuai. Namun semua itu akan kembali pada kedisiplinan penggunanya dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang telah diatur di dalamnya.

Catatan Startup Teknologi Pendidikan Indonesia Tahun 2016

Banyak permasalahan di bidang pendidikan yang saat ini coba diakselerasi penyelesaiannya dengan teknologi. Mulai permasalahan yang ada di sekolah (keterbatasan kelas, sumber daya ajar), di pendidik (kompetensi, persebaran), hingga yang ada pada siswa (meningkatkan ketertarikan belajar, memastikan kompetensi lulusan). Produk teknologi pendidikan (edtech) yang ada saat ini dan memiliki kesempatan implementasi yang besar pada umumnya mengacu pada penyelesaian masalah tersebut.

Ada beberapa alasan mengapa pendekatan teknologi pendidikan merupakan langkah yang tepat. Masifnya persebaran konektivitas internet dan penetrasi perangkat pintar membawa sebuah paradigma baru digital society. Didukung dengan angka yang besar di jumlah sekolah, sebaran murid hingga anggaran tahunan untuk sektor pendidikan. Menjadi masalah krusial, karena berbagai pihak (termasuk pemerintah) mulai memahami bahwa optimalisasi pendidikan akan membawa bangsa di tingkat yang lebih maju.

Potensi edtech untuk terlibat dalam transformasi pendidikan modern

Di Indonesia belum ada riset komprehensif yang berhasil kami temukan, namun di Amerika Serikat sudah ada data (WCET Distance Education Enrollment Report of 2016) pada tahun 2016 sebanyak 28% dari mahasiswa telah memanfaatkan pembelajaran online minimal satu kali dalam masa belajar. Beberapa institusi mulai melegalkan dan mengukuhkan skema kelas maya yang dapat diikuti tanpa batasan tempat.

Spesifik di edtech sendiri, diperkirakan pada tahun 2020 mendatang nilainya mencapai $252 miliar secara global. Hal ini terbukti bahwa pada tiga tahun ke belakang investasi di sektor edtech sudah mencapai $55 miliar, dengan keterlibatan lebih dari 450 startup di seluruh dunia. Jika berbicara anggaran pendidikan secara umum, contohnya di APBN Indonesia tahun 2016, dana pendidikan yang dikucurkan mencapai Rp 419,2 triliun.

Namun demikian layanan atau produk yang disuguhkan edtech juga perlu mempertimbangkan permasalahan dasar yang ada di lapangan. Di Indonesia sendiri di tempat yang berbeda akan menghadapkan pada masalah yang berbeda. Namun secara garis besar edtech akan mendapatkan dukungan beberapa poin berikut mampu dirangkum pada visinya:

  • Memfasilitasi masyarakat dalam dinamika sosial yang terjadi atas dampak internet
  • Mampu bersinergi dengan bisnis, pemerintah dan lingkungan akademik
  • Memberikan efisiensi dalam akses dan sumber daya pengajaran
  • Membawa komponen pendidikan pada cara modern dalam penyampaian materi
  • Dan memberikan dorongan untuk perubahan di sekolah

Sejauh mana edtech hadir dan bermanuver di Indonesia

Kategori startup edtech (dari Global Edtech Startups) terdiri dari 5 bagian, yakni produk kurikulum, kebutuhan kelas, operasional sekolah, kebutuhan kampus dan produk pendidikan lainya. Di Indonesia semua kategori tersebut sudah terisi oleh startup-startup dalam negeri, beberpa di antaranya:

  • Produk Kurikulum: Bahaso, CodeSaya, Educa Studio, KelasKita, MejaKita, SekolahCoding, Zenius.
  • Kebutuhan Kelas: Cozora, HomeWork Hero, UtakAtikOtak.
  • Operasional Sekolah: 7Pagi, AIMSIS, Kelase, PesonaEdu, Quintal.
  • Kebutuhan Kampus dan Luar Kelas: Asdos, HarukaEdu, SemuaGuru, SquLine, Sukawu.
  • Produk Pendidikan Lainnya: BangsaCerdas, BulletinBoard, LeanSkill, GuruKite, RuangGuru.

[Baca juga: Daftar Startup Indonesia di Bidang Pendidikan]

Kategori tersebut dilihat dari proses bisnis juga masih terbagi ke dalam dua kelompok, yakni Business-to-Business (B2B) dan Business-to-Consumer (B2C). Singkatnya B2B mencoba memenuhi berbagai kebutuhan yang menjangkau institusi pendidikan, sedangkan B2C berhubungan langsung dengan pelajar di dunia maya. Desain kebutuhan pengajaran model gamifikasi, personalized learning, dan skill training menjadi yang banyak diminati oleh pengguna. Sedangkan layanan manajemen & administrasi dan analisis pendidikan menjadi yang terfavorit di kalangan institusi.

Berbicara tentang seberapa jauh, maka kita coba melihat tentang apa saja yang berhasil dicapai oleh startup edtech Indonesia. Dimulai dari penyedia layanan pendidikan berbasis media sosial Kelase, data terakhir menunjukkan total pengguna melebihi 102 ribu dengan keterlibatan 3 ribu kelas di dalamnya. Sebelumnya startup yang digawangi Winatswan Gora dkk ini juga telah mendapatkan dukungan funding dari Microsoft dalam bentuk Affordable Access Initiative.

Startup lain juga mulai mendapatkan kepercayaan lebih, baik dari pengguna maupun investor. Tahun ini Squline mengumumkan pendanaan Pre-Series A dari Prasetia Dwidharma, yang akan didedikasikan untuk perluasan fitur dan pemasaran produk. Pemain lama RuangGuru juga memperkenalkan aplikasi baru untuk orang tua murid. Hingga BangsaCerdas yang tengah mempersiapkan skema Online-to-Offline (O2O) untuk pemasaran produk di tahun mendatang. Banyak hal yang dilakukan sebagai langkah perluasan dan pendalaman pasar teknologi di Indonesia.

Peluang bertumbuhnya edtech di Indonesia tahun mendatang

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tahun depan edtech masih akan memiliki posisi yang sangat cerah, dengan porsi pasar yang sangat besar. Namun tantangannya adalah bagaimana mampu membuat sinergi bersama berbagai komponen pendidikan lain, dan membuat layanan atau produk yang disuguhkan efektif untuk pangsa pasar Indonesia.

Beberapa catatan di atas kami coba rangkum dalam infografik berikut ini:

Infographic - EdTech in Indonesia Edited

Five Tips to Becoming a Productive Remote Worker

In this digital era, remote work has become a way of life. Attendance is no longer compulsory in some companies as they have turned to key performance indicators (KPI) to evaluate employees’ productivity.

However, remote work is not as easy as it sounds. Although workers are given the opportunity to choose the most comfortable way to work, they still need to accomplish the company’s goals and expectations.

We compiled five tips for remote workers to be able to work more productively.

Build a fixed work schedule

Remote working is synonymous with time and place flexibility. Self-discipline is crucial to get the work done. Therefore, it is suggested to draw up a fixed work schedule. It is even better if the working schedule follows the company’s office hours as it ensures the employee’s availability during a time of urgency. Most importantly, create a mindset that you need to work within the allocated time.

Find a place that suits your preferences and working habits

Each person has their own working habits. Some may prefer to work at home, while others find it more comfortable to work in a coffee shop. Understanding your personal preferences and working habits will help you find the best way to work productively. Find a place that can accommodate all of your needs. If you want to work from home, make sure to tell your friends or family that you are at home to work, not for leisure.

Communicate with your team

Communication plays a crucial role in a team’s success. Therefore, while working away from the office, make sure you frequently communicate with your team. Messaging applications, task management and online workspace are some tools you need to have while working remotely, as they allow you to be easily contactable at any time and anywhere.

Be attentive and ready any time

Generally, the companies that allow working remotely are offices with flexible production systems, such as software companies, creative agencies and design firms. The tasks do not necessarily need to be done at the office.

However, this flexibility requires the employees to be attentive and ready at any time, especially in a time of crisis. It’s strongly suggested to bring electronic gadgets like mobile phones or laptops while working remotely.

Produce consistent results

At the end of the day, results are the benchmark of evaluating employees’ productivity. Use the flexible time to hone your skills. Try to produce consistent results to strengthen the company’s faith in your working ability, even if you are not physically present at the office.


Disclosure: The original article is in Indonesian and syndicated in English by The Jakarta Post