Fulfillment Feature Becomes TokoTalk’s Next Innovation

TokoTalk, a startup with an e-commerce website builder service, has officially launched its latest feature, fulfillment. This feature is expected to facilitate users in terms of logistics management. What makes this feature superior is the delivery of goods from multiple locations and pickup service from the seller’s location.

Tokotalk’s Head of Business Development, Kemas Antonius explained, the latest feature will also include the provision of warehouse storage and packaging of goods in collaboration with several partners. There are three old players engaged in fulfillment and warehouse services who will be invited to work together.

“It is expected that business players who use TokoTalk will no longer need to consider logistical operational issues. Starting from the order process, stock management, packaging, to delivery and couriers, especially when facing a massive order. They just sit back and focus on thinking about sales strategies,” Kemas said.

Part of the innovation series

As of August 2020 TokoTalk claims to have succeeded in getting 320 thousand business people who have created online stores through its platform. Growth reaches 30% every month. It is also said that their GMV will reach $10 million or equivalent of 148 billion Rupiah by the end of this year.

“The target is to strengthen our system in order to reach more business players or brands to join TokoTalk. We want to become a sustainable all-in-one solution platform for online business people. We want to create an ecosystem that can synergize with mutual cooperation,” Kemas added.

This fulfillment feature is not the single concern of TokoTalk. Logistics performance has long been in the spotlight of a number of players in the e-commerce industry. Big players such as Tokopedia and Bukalapak both have initiatives to improve the quality of their logistics. After all, as a seller, the 0n-time service is an essential feature.

TokoTalk has been operating since 2018. In April 2019 they have secured funding of IDR 45 billion. At that time, their focus was on service improvement and business growth.

Now, 2020 has started to enter the fourth quarter. They began to present a series of innovations as a form of commitment to improving the service quality. This fulfillment service doesn’t seem to be the last. Kemas said that they are currently developing another system and are ready to collaborate with various parties. Some are already on their timeline, such as to develop an omnichannel feature, POS, and advanced digital marketing solutions.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Belajar Dari Perjalanan Karier Daniel Tumiwa

Daniel Tumiwa punya sederet cerita tentang kariernya di industri teknologi. Hal yang paling menarik perhatian adalah ketika dia memimpin OLX Indonesia (OLX). Di masa bisnis digital sedang tumbuh pesat, OLX dengan konsep iklan baris berhasil dikenal luas masyarakat. Dua tahun berselang, tepatnya di pertengahan 2017, Daniel memutuskan untuk mundur dari jabatan CEO dan berikutnya mendirikan startup adtech Adsvokat.

Kepada DailySocial, Daniel mengaku keputusan mendirikan Adsvokat bukan alasan utama ia meninggalkan OLX. Setelah melepaskan jabatan CEO dari perusahaan iklan baris tersebut, Daniel melakukan beberapa hal, termasuk menjalankan bisnis coaching, terjun ke dunia politik, sambil bersamaan mewujudkan Adsvokat.

“Saya melihat ide Adsvokat lebih dekat dan relevan pada masanya pada waktu itu, karena sebelum-sebelumnya saya pernah menjalankan beberapa startup dan mereka sangat too advance dari zamannya dan Adsvokat ini lebih real,” terang Daniel.

Di balik tutupnya Adsvokat

Adsvokat didirikan pada tahun 2018 silam. Konsep yang ditawarkan lumayan unik. Memanfaatkan medium tradisional seperti stiker mobil, helm, kaos, luggage tag, di balik laptop, bahkan di bagian belakang smartphone sebagai media iklan. Mereka mencoba mendorong kaum muda mempromosikan brand yang disukai dengan reward penghasilan tambahan.

“Kegagalan terbesar dari Adsvokat adalah timing. Terlalu cepat. Yang kedua kurang memperhitungkan permainan cash flow.”

Ia mengklaim proses pendaftaran pengguna tidak jadi soal, penggunaan tidak ada masalah, tracking dan pengukuran pun tidak ditemui kendala. Solusi ini sudah diterima dan dimanfaatkan oleh beberapa klien awal. Masalah yang timbul disebabkan siklus keuangan yang tidak sesuai. Pengguna atau agen membutuhkan honor rutin di akhir bulan, sementara agensi memperoleh pembayaran yang selalu berjarak. Siklus yang tidak beres inilah yang akhirnya memaksa Adsvokat gulung tikar.

“Pemodalan harus besar supaya [bisa] memutar uang dan menjaga siklus masuk,” cerita Daniel.

Kendati demikian, Daniel tidak menyesali apa pun tentang Adsvokat. Ia mengaku dari awal startup ini didesain dengan cukup baik dengan transparansi. Bahkan ia mengklaim selalu menampilkan jumlah saldo perusahaan di ruang terbuka agar semua orang tahu kondisi keuangan perusahaan. Saat situasi kritis ia bisa mengatakan, “Guys, waktunya cari kerja!”.

Kini Adsvokat menjadi sejarah. Bagi Daniel, selalu ada rencana untuk menghidupkan kembali Adsvokat. Model bisnis yang dijalankannya waktu itu masih dibicarakan di balik layar dengan beberapa pihak. Model bisnis ini diklaim bisa plug n play di beberapa perusahaan yang ingin menjajaki strategi pemasaran baru, meski belum ada realisasinya hingga kini.

Dari CEO profesional menjadi founder startup

Pengalaman Daniel terbilang cukup lengkap. Dalam 5 tahun terakhir ia menyelami dua pekerjaan yang memiliki tantangan yang berbeda, sebagai CEO sebuah perusahaan teknologi dan founder sebuah startup.

Dari segi tanggung jawab atau beban pekerjaan, seorang CEO profesional harus patuh dan taat terhadap KPI atau tujuan yang ditentukan perusahaan atau group, misalnya mengejar pertumbuhan, revenue, akusisi pengguna dan semacamnya. Sedangkan founder harus bertanggung jawab seutuhnya untuk aspek apa pun yang berkaitan dengan kelancaran operasional perusahaan.

“Di OLX pressure-nya beda. Reporting line beda dan saya merasakan bahwa excitement nya beda. It’s a job kalau sebagai CEO di OLX. Kalau Adsvokat milik saya dan saya memilih untuk mengembangkan itu,” terang Daniel.

Bagi Daniel, seorang CEO profesional memiliki sistem yang sudah berjalan dan dashboard yang tertata lengkap. Biasanya yang menjadi fokus adalah pencapaian KPI. Sementara founder harus memikirkan hal yang lebih mendasar, seperti mempertahankan keberlangsungan perusahaan.

“Sebagai founder, pembelajarannya ada di cash flow [keuangan perusahaan]. [Selain itu] Kamu harus jadi magnetnya [untuk menarik talenta berbakat]. Tidak punya value atau keahlian menjadi magnet itu akan menjadi hal yang berat,” cerita Daniel.

Daniel menutup sesi wawancara dengan sebuah saran bagi siapapun yang bercita-cita mendirikan startup.

“Kalau kamu punya niat dan rasa banget untuk menjadi founder, saya pikir mending kamu berhenti, karena obyektif kamu untuk membuat startup itu salah. [Seharusnya] kamu melihat lebih ke dalam dan memulai melihat sesuatu hal yang seharusnya bisa lebih diefisienkan dan akhirnya banyak yang terbantu.”

“Jika itu awalnya, kamu akan menikmati perjalannya, karena perjalanan sebagai seorang founder itu berat. Kalau memang berharap startup ini menjadi pekerjaan dan mendapatkan uang, sekali lagi berhenti saja. Karena unfortunately di awal itu kita harus banyak memodali dan keluar uang, kecuali kita punya backup yang baik.”

Mengintip Proses Produksi Konten Pembelajaran Pemrograman Online

Ramai-ramai mempelajari hal baru adalah salah satu dampak selama pandemi setengah tahun terakhir ini. Beberapa laporan dan survei menyebutkan masyarkat mulai peduli tentang pengembangan kemampuan di masa-masa sulit seperti sekarang. Gayung bersambut, industri edtech di Indonesia sedang tumbuh subur.

DailySocial berkesempatan mengintip bagaimana proses produksi konten dua penyedia layanan belajar online Kode.id dan Dicoding. Keduanya sama-sama berada di segmen pengguna yang sama, coding atau programming dan teknologi.

Kode.id (Kode), yang merupakan bagian dari Hacktiv8, saat ini sudah memiliki 165 kelas dengan total pembelajaran lebih dari 305 jam. Ada 70% konten Kode yang diproduksi secara mandiri, namun ada beberapa yang diproduksi bekerja sama dengan Production House.

“Hacktiv8 Indonesia memiliki in-house production team yang memproduksi konten setiap harinya. Tidak hanya in-house team, tetapi studio dan perlengkapan shooting produksi pun dijalankan secara mandiri. Namun, dengan adanya penambahan konten yang pesat, kami pun mulai berkolaborasi dengan production house lokal untuk memproduksi kelas di Kode.id,” terang Founder Kode.id Ronald Ishak.

Kode.id saat ini memiliki tiga tahapan yang harus dilalui untuk memproduksi sebuah konten atau kelas. Tahap pertama dimulai dengan perancangan dan desain materi pembelajaran, kemudian dilanjutkan dengan produksi kelas, seperti shooting dan editing. Tahapan ini ditutup dengan proses quality assurance atau review. Semua tahapan ini membutuhkan waktu kurang lebih 4 minggu.

“Ada dua jenis review atau QA yang dilakukan: Content QA dan Production QA. Content QA dilakukan dengan cara melihat dan mengevaluasi materi, meliputi relevansi dengan dunia kerja, penggunaan teori yang tepat, penggunaan study case dan contoh untuk mengilustrasikan suatu topik. Sedangkan, Production QA berfokus kepada produk audio visual yang akan diterbitkan di platform Kode.id, meliputi cross check audio leveling, evaluasi kualitas gambar, konsistensi dalam editing, dan lain-lain,” lanjut Ronald.

Proses serupa juga berlaku di Dicoding. Sebagai salah satu pionir platform pembelajaran pemrograman di Indonesia, semua konten pembelajaran mereka, dasar sampai mahir, diproduksi sendiri secara in-house.

Prosesnya dimulai dengan menentukan atau mendesain alur belajar yang hendak diterbitkan, kemudian membuat daftar apa saja yang akan dibuat. Daftar ini kemudian dikonsultasikan dengan pihak eksternal (expert) untuk selanjutnya dituangkan dalam modul atau tulisan. Selanjutnya proses ditutup dengan multi layer review yang memastikan kaidah penulisan, kualitas materi, referensi, dan lainnya agar sesuai dengan standar kualitas yang mereka miliki.

Semua proses ini bisa memakan waktu berbulan-bulan,” sambung Founder Dicoding Narenda Wicaksono.

Amanda Simandjuntak, Co-Founder Skilvul, menambahkan tentang apa yang ada di balik produksi konten mereka. Menurutnya, setiap konten atau kelas yang ada di dalam Skilvil diproduksi mandiri bersama dengan beberapa kreator konten yang merupakan praktisi di industri.

Ada beberapa tahap dalam pengembangan kelas dalam Skilvul, termasuk adalah riset tentang materi dan survei ke hiring partner dan industri. Langkah ini dilanjutkan dengan pengembangan dan review. Kelas akan tetap diawasi agar tetap relevan dengan kebutuhan.

“Untuk saat ini, karena masih kelas dasar, rata-rata waktu penyelesaian per kelas adalah 1 minggu. Untuk kelas yang lebih advanced [akan di-launch bulan depan] akan memakan waktu lebih lama,” terang Amanda.

Menjaga kualitas

Saat ini konten materi pembelajaran, terutama pemrograman, sudah tersedia di banyak tempat. Baik yang berbayar maupun yang gratis. Kode dan Dicoding paham betul hal tersebut. Itu mengapa tak masalah produksi konten memakan waktu yang lama, karena yang utama adalah kualitas konten yang diberikan.

Proses menjaga kualitas ini dimulai sejak pertama kali memutuskan untuk membuka kelas. Kode, dari penuturan Ronald,  memilih untuk membuat kelas yang relevan dengan dunia kerja dan dapat diterapkan. Hal ini dikombinasikan dengan instruktur yang passionate di bidangnya.

Sementara Dicoding memulainya dengan melakukan riset, kemudian melihat ketersediaan expert yang dapat diandalkan secara in-house untuk kelas baru tersebut. Tak lupa mereka melihat kebutuhan industri dan permintaan pengguna.

Di Skilvul, karena menargetkan anak SMK dan kuliah, perusahaan mengamati bahasa pemrograman apa yang banyak dipakai di industri.

Pengembangan Diri Jadi Pilihan Aktivitas di Tengah Pandemi

Data Google Trend Indonesia menunjukkan, pencarian kursus online, pelatihan online, dan workshop online tiba-tiba melonjak tajam sejak Maret 2020 hingga sekarang. Hal ini merupakan dampak dari pandemi. Masyarakat memilih di rumah saja dan memutuskan mengikuti kelas-kelas online untuk mengisi waktunya di rumah untuk meningkatkan kompetensi.

DailySocial bersama platform mobile survey JakPat melakukan survei ke 1447 responden untuk mengetahui aktivitas atau kegiatan yang paling banyak dilakukan masyarakat. Hasilnya kebanyakan melakukan pengembangan diri dengan mengikuti kursus atau pelatihan online.

Ada 59,7% dari total responden kami setidaknya pernah mengikuti kegiatan atau cara online untuk pengembangan diri di bidang hard skill, seperti belajar coding, belajar desain, dan hal lainnya. 51% di antaranya juga setidaknya mengikuti acara atau kegiatan yang berkaitan dengan hobi atau kesukaan mereka.

Tak hanya itu, pengembangan kepribadian juga menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan. Ada 43% dari total responden yang setidaknya pernah melakukannya satu kali, misalnya mengikuti kursus untuk perihal kepemimpinan, public speaking, dan semacamnya. Ada juga yang meluangkan waktu untuk belajar bahasa asing (35%).

Kebiasaan bertransaksi secara online memudahkan monetisasi di sektor ini. 42,5% responden rela merogoh kocek untuk mengikuti kegiatan online tersebut. Sisanya mengikuti acara yang diselenggarakan secara gratis. Mayoritas (44%) di antaranya mengalokasikan Rp50.000 hingga Rp100.000, per bulan untuk budget “belajar online”, sementara ada 11,3% yang bersedia mengalokasikan Rp250.000 hingga Rp500.000.

grafik jumlah per bulan

Peningkatan aktivitas pembelajaran online juga dilaporkan Udemy. Melalui sebuah laporan Udemy membagikan data mengenai peningkatan akses online learning mereka untuk berbagai macam jenis keterampilan, mulai dari copywriting, digital marketing, hingga bermain ukulele.

Udemy_Country_Topics

Ada banyak motivasi yang menjadi pendorong masyarakat untuk mengakses pembelajaran, seperti: kejenuhan akan rutinitas monoton di rumah, mencari keterampilan baru untuk mendapatkan peluang baru, mengeksplorasi hobi baru untuk mengisi aktivitas selama di rumah, dan (khusus untuk masyarakat Indonesia tertentu) kewajiban program kartu prakerja.

Dukungan teknologi dan akses yang mumpuni

Pada dasarnya kegiatan online tidak hanya terbatas pada pelatihan. Hiburan, diskusi, dan seminar pun banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia selama masa pandemi ini. Untungnya platform-platform pendukung yang mumpuni sudah hadir.

Loket, misalnya, pada periode April-Mei mengklaim berhasil mendapati 2000 event yang terdaftar di platform mereka. Capaian lainnya yang cukup masif adalah mereka berhasil menjual 5000 tiket untuk sebuah acara konser online. Peluang untuk event online dari sisi binis nyata adanya. Goers juga melakukan sejumlah penyesuaian dan terus meningkatkan layanan agar tetap menjadi tempat membeli tiket kegiatan online yang nyaman.

Dari seluruh responden kami yang bersedia membayar, Loket menjadi layanan penjualan tiket online yang paling sering digunakan. Ada 81% persen responden yang pernah membeli tiket di sana. Pilihan berikutnya adalah Eventbrite (25,8%), Goers (23,3%), dan Maimilu (22,8%).

graphic platform

Selain pembelian tiket, akses pembayaran pun sekarang serba gampang. Tak hanya melalui akun bank, tetapi juga melalui platform uang elektronik.

Tak harus langsung

Aktivitas yang dilakukan online masih belum bisa menggantikan pengalaman ketika diselenggarakan langsung. Kegiatan seperti konser musik, pertunjukan standup comedy, atau pertunjukkan seni lainnya tentu akan berbeda jika diselenggarakan langsung. Namun, untuk beberapa kegiatan, keberadaan teknologi bisa membuat semakin banyak pilihan. Contohnya belajar.

Dengan bantuan teknologi kini belajar tak perlu dilakukan langsung secara tatap muka. Fasilitas rekaman atau pendekatan video on demand membuat peserta yang ingin belajar bisa menyesuaikan waktunya masing-masing. Semua ini kembali ke pendekatan seperti apa yang diambil penyelenggara dan preferensi pengguna itu sendiri.

Beberapa platform populer, seperti YouTube, Zoom, dan Google Meet, banyak digunakan untuk aktivitas online semasa pandemi. Ada juga platform edtech, seperti Ruangguru, Udemy, Cakap, dan IndonesiaX yang digunakan untuk sarana belajar di rumah.

grafik layanan

Momentum berbagai industri

Dari sisi konsumen/masyarakat, sesungguhnya dorongan untuk belajar online atau menikmati hari secara online semakin meningkat. Menurut hasil survei, 40% responden sangat ingin melakukan kegiatan atau aktivitas online dan 39% cukup ingin.

Tren aktivitas online di masyarakat membuka peluang baru di berbagai lini industri. Beberapa hal yang bisa dieksplorasi lebih jauh antara lain pengelolaan tiket online, platform video conference yang sederhana namun memiliki kualitas baik, platform workshop yang interaktif, dan platform pembelajaran dengan sejumlah fitur integerasi dan kolaborasi.

Hubungan Baik Gojek dan Transportasi Publik

Saat ini Gojek menjadi salah satu aplikasi yang cukup lengkap menyediakan beberapa layanan. Mulai dari transportasi, makanan, hingga layanan keuangan. Selain berusaha menjadi aplikasi super, Gojek tak melupakan awal berjalannya sebagai aplikasi transportasi. Di bidang transportasi Gojek tengah berusaha menjadi pelengkap transportasi publik.

Head of Product for Transport Gojek Vikrama Dhiman menegaskan, pihaknya selalu berusaha menghadirkan solusi komprehensif yang mewujudkan integrasi transportasi berbagai moda yang memudahkan sekaligus menjadi bagian dari transportasi publik.

“Data kami menyatakan bahwa jumlah perjalanan dengan Gojek (first-mile-last-mile) ke pusat transportasi publik juga menghemat waktu perjalanan hingga 40% pada jam-jam sibuk. Data internal kami juga menyatakan 1 dari 2 pelanggan Gojek pernah menggunakan layanan Gojek dari atau menuju hub transportasi,” terang Vikrama.

Vikrama juga menjelaskan bahwa pengguna GoRide dan GoCar untuk mencapai stasiun MRT pada Desember 2019 meningkat hampir 7 kali lipat sejak layanan kereta cepat tersebut pertama kali diluncurkan. Sebelas lokasi stasiun KRL Commuter Line dan Kereta Jarak Jauh juga disebut menjadi titik berangkat dan tujuan paling sering pengguna GoRide di wilayah Jabodetabek.

“Fitur dan layanan GoRide Instan mampu memangkas waktu tunggu pengguna hingga 40% di berbagai titik hubung transportasi publik seperti Stasiun MRT, KRL, dan Transjakarta,” imbuh Vikrama.

Untuk meningkatkan integrasi dengan transportasi berbagai moda Gojek juga sudah menghadirkan GoTransit. Sebuah layanan yang ditujukan untuk membantu pengguna untuk merencanakan dan memantau perjalanan dari/ke berbagai titik hub transportasi publik, lengkap dengan rekomendasi rute transportasi publik.

“Nantinya, layanan GoTransit ini akan memungkinkan pemesanan maupun pembelian tiket transportasi multimoda. Perjalanan yang lebih terhubung kami percayai bisa membuat masyarakat lebih banyak menggunakan transportasi publik,” lanjut Vikrama.

Prediksi masa depan transportasi di Indonesia

Vikrama lebih jauh memprediksi bahwa masa depan transportasi di Indonesia akan banyak mengadopsi teknologi kendaraan elektrik, autonomous vehicles, stasiun pengisian baterai, dan pembenahan infrastruktur umum di seluruh kota. Sambil menunggu ke arah sana, Gojek berharap bisa terus berkolaborasi dengan pemerintah dengan membantu masyarakat terhubung dengan transportasi publik seperti yang sudah mereka lakukan di 4 stasiun terpadu: Juanda, Tanah Abang, Pasar Senen, dan Sudirman.

Pihak Gojek juga menjelaskan bahwa mereka sangat peduli terhadap lingkungan dengan mempromosikan penggunaan transportasi umum dan kendaraan listrik. Salah satu bentuk kepedulian tersebut adalah inovasi berupa fitur (GoGreener) dalam aplikasi yang memungkinkan konsumen Gojek menyerap jejak karbon yang dihasilkan dari aktivitas sehari-hari dan mengonversinya dengan penanaman pohon.

“Inovasi ini menjadikan Gojek sebagai penyedia layanan ride-hailing pertama di Indonesia dan dunia yang mengembangkan inovasi carbon offset secara B2C. Upaya gotong royong ini diharapkan dapat memudahkan masyarakat untuk berperan aktif dalam melestarikan lingkungan hidup,” tutup Vikrama.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal Startup Logistik BiteShip, Berawal Pivot Kemudian Profit

BiteShip sebuah platform yang mengintegrasikan sejumlah layanan logistik mengklaim sudah berhasil mendapatkan profit di usianya yang belum menginjak satu tahun. Sering disebut sebagai layanan agregator, BiteShip adalah pivot dari layanan Noompang, aplikasi jasa nebeng. Memutuskan pindah haluan setelah melihat tren bisnis logistik membawa hal positif dalam bisnis mereka.

Model bisnis BiteShip pertama kali ditemukan ketika tim Noompang meluncurkan Noompang Coolinary. Dari sana mereka banyak bersentuhan dengan layanan logistik dan menemukan masalah ketika harus mengirimkan makanan dari satu kota ke kota lainnya dalam waktu beberapa jam. Melihat sektor logistik yang cukup potensial akhirnya mereka memutuskan membangun BiteShip.

“Ketika kami ngerjain Noompang Coolinary, kami melihat sektor logistik yang kami kerjakan bertumbuh dan jadi lebih seru untuk digali lebih dalam lagi. Kebetulan saat itu ada salah satu temen dari partnerku memiliki problem di supply chain yang perlu diselesaikan, kami jadi tertarik dengan model bisnis B2B dan jadi deh namanya Biteship,” terang CMO BiteShip Afra Sausan.

Secara sederhana layanan BiteShip bekerja dengan mengintegerasikan beberapa penyedia logistik menjadi satu tempat. Beberapa penyedia pengiriman seperti JNE, Wahana, GoSend, Paxel, SiCepat, J&T Express, Tiki, Deliveree, FedEx, Anteraja, Grab, JetExpress, SAP, Lion Parcel, Qrim, Pos Indonesia, dan RPX sudah tersedia di platform mereka.

Tim Pendiri BiteShip

Klaim profit dari modal bootstrap

Bisnis logistik saat ini memang sedang kondisi naik. Meski ada dalam masa pandemi aktivitas mengirim barang tampaknya tidak berkurang. Sebagai layanan agregator logistik Biteship bukan menjadi satu-satunya. Di segmen ini juga ada Shipper yang dalam waktu 6 bulan belakangan cukup agresif mengeksekusi rencana mereka.

Potensi segmen layanan logistik juga terlihat dari beberapa layanan yang mendapat kucuran pendanaan dalam satu tahun terakhir. Ada Kargo, Triplog, Ritase, Waresix, Logisly, Shipper, Finfleet, dan Waresix. Meski memiliki pendekatan dan model bisnis yang berbeda-beda. Semua layanan tersebut berada di sektor logistik.

Saat ini Afra mengklaim sudah berhasil mendapatkan profit dari modal operasional mandiri yang mereka jalankan. Tiga produk mereka Biteship Lite (mobile apps), Biteship Web, dan Biteship fo Business disebut diterima dengan baik oleh penggunanya.

Yang paling baru, BiteShip juga menyediakan layanan fulfillment. Sehingga pelanggan bisa mendapatkan layanan penyimpanan, pengemasan, dan pengiriman sekaligus. Ini menjadi salah satu layanan yang melengkapi ekosistem mereka, sesuai dengan taglinenya, “Menjadi layanan logistik e-commerce untuk UKM di Asia Tengara”.

“Inti dari Biteship adalah mempermudah klien kami untuk pesan berbagai kurir dalam satu platform dan juga gratis pick up tanpa ada minimal order. Biteship juga jadi go to platform untuk para developer yang ingin mengembangkan situs webnya menggunakan teknologi yang tersedia dari Biteship karena lebih sederhana dan ringkas,” terang Afra menjelaskan keunggulan BiteShip. 

Untuk saat ini pihak BiteShip masih enggan membagikan capaian mereka. Hanya saja Afra menjelaskan mereka mendapatkan 40% sampai 50% pertumbuhan setiap bulannya.

“Kami berencana untuk membawa Biteship di beberapa negara lainnya, dimulai dulu dari SEA. Karena kami melihat bahwa Biteship dengan solusi yang ditawarkannya bisa membantu bisnis bukan hanya di Indonesia tapi juga di negara lainnya. Kebetulan saat ini kami sudah memiliki 4 clients di SEA (selain Indonesia),” tutup Afra. 

Application Information Will Show Up Here

Introducing Sertiva, a Digital Certificate Issuance Service

Based in Yogyakarta, Sertiva is to offer a digital certificate (e-certificate) issuance solutions. It is considered quite relevant to the current conditions, when people are started to organize many online events.

Sertiva’s Co-Founder Saga Iqranegara said, since 2015 he has been quite active in ADITIF, an association for creative industry players. He found the fact that there was an imbalance of talent with competence. From there Sertiva is to connect job seekers and talents through a digital certificate publishing platform.

“I see that the link-and-match issue in the employment industry is quite vital because there is no single data linking the workforce with the industrial world. Then, the idea emerged to create Sertiva, a platform for issuing digital certificates or diplomas, therefore, we can asses someone’s competence which eventually will help the link-and-match process within th the industry,” Saga explained.

Sertiva is designed for three types of users. The first is for the Issuer or certificate issuer, the second is for the certificate holder or recipient, and the third is the Validator or party that verifies the authenticity of the electronic certificate.

“We implement an annual subscription system for Sertiva services. Sertiva’s clients come from various types of organizations, from communities, vocational schools, startups, even state-owned enterprises,” said Saga.

Momentum amid pandemic

Sertifikat Digital Sertiva
Sertiva is accessible through the website platform

The operational has been running for over a year. It has been trusted by 50 issuers consisting of companies and institutions with more than 2500 digital certificate holders.

At first, Saga said that they were pessimistic about the feedback. This is due to its relatively new technology and solutions. However, since the pandemic, where many activities were carried out virtually, Sertiva seemed to have gained momentum and proved that the solution they brought is in demand.

“It is proven by some clients using our service because they had to completely shift the offline to online events. Since mid-2020, we are increasingly convinced that this is the momentum for Sertiva , and our marketing targets are eventually influenced by the current circumstances shifting to e-certificate technology,” Saga added.

Currently, Saga with two other co-founders, Aji Kisworo Mukti and Donni Prabowo are trying to the product. This includes education about digital certificates.

“Our future plan is to expand the adoption of e-certificate technology from Sertiva. There are many people who are mistaken for digital certificates. The certificates in the JPEG or PDF file format that they have issued are not actual e-certificates. What we’ve been doing at Sertiva, it is necessary to provide the widest possible education to the community,” Saga said.

Sertiva is also part of the Telkom Group’s incubator program, Indigo Creative Nation, and has received initial funding through the program. Previously, they were also participants in the DSLaunchpad virtual incubator program held by DailySocial.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Mengenal Sertiva, Layanan Penerbitan Sertifikat Digital

Berkantor di Yogyakarta, Sertiva hadir menawarkan solusi penerbitan sertifikat digital (e-sertifikat). Solusinya dinilai cukup relevan dengan kondisi saat ini, di saat banyak pihak menyelenggarakan kegiatan secara online.

Co-founder Sertiva Saga Iqranegara menjelaskan, sejak 2015 ia cukup aktif di ADITIF, sebuah asosiasi wadah pelaku industri kreatif. Di sana ia menemukan fakta bahwa ada ketimpangan talenta berkompeten dengan kebutuhan. Dari sanalah Sertiva lahir untuk menghubungkan pencari kerja dan talenta melalui platform penerbitan sertiikat digital.

“Saya melihat bahwa isu link and match di dunia ketenagakerjaan lebih dikarenakan tidak ada satu data yang menghubungkan antara tenaga kerja dengan dunia industri. Kemudian muncul ide untuk membuat Sertiva ini, sebuah platform untuk menerbitkan sertifikat atau ijazah digital, sehingga kita bisa melihat kompetensi seseorang yang pada akhirnya nanti bisa membantu link and match dengan dunia kerja,” terang Saga.

Platform Sertiva didesain untuk tiga jenis pengguna. Pertama untuk Issuer atau penerbit sertifikat, kedua untuk Holder atau penerima sertifikat, dan ketiga Verifier atau pihak yang melakukan verifikasi terhadap keaslian sertifikat elektronik.

“Kami menerapkan sistem berlangganan tahunan untuk menggunakan layanan Sertiva. Klien Sertiva datang dari berbagai jenis organisasi, mulai dari komunitas, sekolah vokasi, startup, bahkan BUMN,” terang Saga.

Momentum di tengah pandemi

Sertifikat Digital Sertiva
Layanan Sertiva dapat diakses melalui platform situs webnya

Telah memulai operasional selama satu tahun lebih, saat ini mereka sudah dipercaya 50 penerbit yang terdiri dari perusahaan dan institusi dengan 2500 lebih pemegang sertifikat digital.

Saga bercerita, di awal mereka sempat pesimis solusi mereka bisa diterima. Hal ini tak terlepas dari teknologi dan solusinya tergolong baru. Namun semenjak pandemi, di mana banyak kegiatan dilakukan secara virtual, Sertiva seperti mendapat momentum dan membuktikan bahwa solusi yang mereka tawarkan ternyata banyak yang membutuhkan.

“Terbukti dengan beberapa klien yang datang karena mereka harus mengubah total bentuk kegiatannya ke online. Sejak pertengahan tahun 2020 ini kami semakin yakin momentum buat Sertiva telah datang, dan target marketing kami dengan sendirinya teredukasi oleh keadaan yang membuat mereka shifting ke teknologi e-sertifikat,” lanjut Saga.

Kini Saga, bersama dua co-founder lainnya, Aji Kisworo Mukti dan Donni Prabowo tengah berusaha untuk menyempurnakan produk. Termasuk di dalamnya edukasi mengenai sertifikat digital.

“Rencana kami ke depan adalah meluaskan adopsi teknologi e-sertifikat dari Sertiva. Karena masih banyak yang salah kaprah dengan sertifikat digital. Sertifikat dalam format berkas JPEG atau PDF yang selama ini mereka terbitkan bukanlah e-sertifikat yang sebenarnya. Untuk itu kami di Sertiva merasa perlu melakukan edukasi seluas-luasnya kepada masyarakat,” tutup Saga.

Sertiva juga tergabung pada program inkubator milik Telkom Group, yakni Indigo Creative Nation, dan telah mendapatkan pendanaan awal melalui program tersebut. Sebelumnya mereka juga menjadi peserta program inkubator virtual DSLaunchpad yang diadakan DailySocial.

Fitur “Fulfillment” Jadi Inovasi Selanjutnya dari TokoTalk

TokoTalk, startup dengan layanan e-commerce website builder meresmikan fitur terbarunya yakni fulfillment. Kehadiran fitur ini diharapkan mampu memudahkan pengguna dalam hal manajemen logistik. Yang menjadi unggulan dari fitur ini adalah jasa pengiriman barang dari multilokasi dan penjemputan barang dari lokasi penjual.

Head of Business Development Kemas Antonius Tokotalk menjelaskan, fitur ternyar ini juga akan mencakup penyediaan gudang penyimpanan dan pengemasan barang melalui kerja sama dengan beberapa mitra. Ada tiga pemain lama yang bergerak di bidang layanan fulfillment dan warehouse yang akan diajak bekerja sama.

“Harapannya, pelaku bisnis yang menggunakan TokoTalk tidak perlu lagi mempertimbangkan isu operasional logistik. Mulai dari proses pemesanan, pengaturan stok, pengemasan, hingga pengantaran ke kurir, terutama ketika menghadapi lonjakan permintaan. Mereka tinggal duduk manis saja fokus memikirkan strategi penjualan,” terang Kemas.

Bagian dari serangkaian inovasi

Hingga Agustus 2020 TokoTalk mengklaim berhasil mendapatkan 320 ribu pebisnis yang membuat toko online lewat platformnya. Pertumbuhannya mencapai 30% setiap bulannya. Turut dikatakan GMV mereka akan mencapai $10 juta atau setara 148 miliar Rupiah pada akhir tahun ini.

“Targetnya untuk memperkuat sistem kami agar menjangkau lebih banyak pelaku usaha atau brand untuk bergabung dengan TokoTalk. Kami ingin menjadi platform solusi all-in-one andalan para pelaku bisnis online. Kami ingin menciptakan suatu ekosistem yang dapat saling bersinergi dengan kerja sama yang mutual,” imbuh Kemas.

Fitur fulfillment ini tak hanya menjadi perhatian dari TokoTalk. Performa logistik sudah lama menjadi sorotan sejumlah pemain yang terjun di Industri e-commerce. Pemain besar seperti Tokopedia dan Bukalapak sama-sama memiliki inisiatif untuk meningkatkan kualitas logistik mereka. Karena biar bagaimana pun sebagai penjual ketepatan waktu sampai ke pengguna adalah salah satu hal penting.

TokoTalk sendiri merupakan startup yang beroperasi sejak 2018. Di April 2019 mereka berhasil mengamankan pendanaan sebesar Rp45 miliar. Waktu itu fokus mereka ada pada peningkatan layanan dan pertumbuhan bisnis.

Kini tahun 2020 sudah mulai masuk kuartal ke empat. Mereka mulai menghadirkan sederet inovasi sebagai bentuk komitmen dalam meningkatkan kualitas layanan. Layanan fulfillment ini tampaknya bukan yang terakhir. Kemas menceritakan, mereka tengah mengembangkan sistem lain dan siap menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Beberapa yang mereka rencanakan adalah fitur omnichannel, POS, dan advanced digital marketing solution.

Application Information Will Show Up Here

Adaptasi Layanan Otomotif Digital Selama Pandemi

Sektor otomotif termasuk di jajaran mereka yang terimbas pandemi secara signifikan. Hal ini mendorong penyesuaian yang dilakukan para pemain teknologi di sektor ini.

Penyesuaian protokol kesehatan menjadi keharusan. Selain itu beberapa inovasi juga mulai dilakukan. Beberapa pemain di industri berbagi cerita dengan DailySocial tentang bagaimana bisnis mereka saat ini dan penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan.

Jual, beli, dan sewa kendaraan

Seva, Movic, dan OLX Autos berbagi tentang bagaimana situasi layanan mereka dan pandangan bisnis mereka tentang pasar industri teknologi otomotif, khususnya untuk layanan jual, beli, dan sewa kendaraan.

OLX Autos, yang dikomandoi Johnny Widodo, sebelumnya bernama Belimobilgue. Mereka tetap optimis bisa bertahan dan melayani pelanggan mereka meski di situasi pandemi. Sejauh ini mereka mengklaim sudah beroperasi di 7 kota dengan 100 pusat inspeksi dan 2000 mitra dealer. Kondisi yang sempat melemah di bulan-bulan awal pandemi mereka prediksi akan segera bangkit.

“Kami memprediksi industri mobil bekas memerlukan waktu 2-3 bulan untuk kembali pulih seiring dengan proyeksi permintaan yang berangsur meningkat. Fakta bahwa pemerintah telah mulai membuka kegiatan perekonomian merupakan salah satu faktor yang kami yakini akan mendorong pemulihan industri dalam 2-3 bulan ke depan,” terang Johnny.

Sejalan dengan optimisme ini, mereka memperluas jaringan inspeksi mereka ke Solo pada 15 Agustus 2020 kemarin. Solo adalah kota ke-8 yang disinggahi OLX Autos, melengkapi kota-kota sebelumnya, yakni Jabodetabek, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Bali, Medan, dan Solo.

OLX Autos juga meluncurkan beberapa inovasi yang ditujukan untuk meningkatkan kenyamanan pelanggannya namun tetap mematuhi protokol kesehatan. Salah satunya menghadirkan layanan Home Inspection. Layanan ini memungkinkan inspektor OLX Autos datang ke rumah dan menjalankan proses inspeksi. Para inspektor ini sebelumnya telah dipastikan dalam kondisi steril.

“Adanya pergeseran preferensi pelanggan yang akan lebih memilih mobil pribadi daripada menggunakan transportasi umum, [..] memungkinkan pelanggan untuk bisa menjaga kesehatan dan kebersihan diri dengan lebih cermat,” terang Johnny.

OLX Autos

Kepala Divisi Astra Digital Kemas Henry Kurniawan membagikan kondisi dua layanan mereka yang ada di kategori ini, Seva dan Movic. Dari pengakuan Henry, keduanya sempat mengalami penurunan yang signifikan di awal. Meskipun demikian, perubahan pola kebutuhan masyarakat memunculkan permintaan dan peluang baru.

“Saya fokus performance Q2 2020, Untuk Seva secara overall angkanya turun hampir 50% dan peminat shifting ke mobil bekas. Movic dan Cariparkir drop hampir 70% mengingat pariwisata, bisnis, airport dan mall yang terbatas aktifitasnya. Namun kami menemukan potensi baru untuk engage dengan customer kami,” ujar Henry.

Peluang baru yang dimaksud adalah perubahan pola transportasi masyarakat. PSBB dan kekhawatiran tertular virus di transportasi umum membuat permintaan untuk sewa mingguan dan bulanan di Movic meningkat. Pola kerja kombinasi antara work from home dan work from office secara bergantian membuat tren ini meningkat. Tak mau kehilanggan momen, Movic menyambut dengan menghadirkan paket mingguan dan bulanan dengan model lepas kunci. Perubahan ini yang akhirnya membantu angka transaksi di Movic perlahan naik, membaik.

“Sebelum Covid-19, komposisi orang nyewa mobil itu 70-80% pakai driver. Nah sekarang gara-gara Covid-19 kebalik, [lebih populer] lepas kunci. [..] Jadi ternyata ada demand orang itu nyewa kendaraan mingguan, waktu dia masuk kerja. Alasannya untuk menghindari penggunaan angkutan umum,” lanjut Henry.

Sedangkan untuk Seva, Henry menjelaskan ada demand untuk pembelian mobil bekas. Pemicunya sama, keinginan untuk memiliki mobil sebagai alternatif transportasi umum di masa pandemi dan kebijakan PSBB. Untuk itu Seva mulai menjajaki pembelian mobil bekas dengan menyediakan pilihan-pilihan yang sesuai dengan budget pelanggan.

“Tugas kami menemani pelanggan selama masa pandemi ini. Untuk Seva saat ini, melihat demand yang ada, kita mulai fokus ke arah mobil bekas. Ada beberapa fitur yang sudah kita siapkan untuk memudahkan pelanggan mendapatkan mobil bekas. Untuk Movic, karena konsepnya rental marketplace, kita akan optimalkan fungsi rental. Kita akan fokus pada memudahkan pelanggan di seluruh kota. Coverage-nya kita tambah. Fokusnya rental, pakai driver maupun lepas kunci dan airport transfer,” imbuh Henry.

Layanan Mobiklin

Perawatan kendaraan

Di industri otomotif, layanan digital tak sebatas jual, beli, dan sewa. A juga layanan khusus yang menyasar perawatan, parkir, pencucian kendaraan ke rumah, hingga pembelian suku cadang. Sektor ini diisi nama-nama seperti Montir, HepiCar, Carfix, Mobiklin dan lainnya.

Sama seperti layanan jual, beli, dan penyewaan kendaraan, segmen ini pun terkena imbas pandemi. Dengan beberapa penyesuaian bisnis, sejumalah layanan ada yang masih berjalan. Hepicar, misalnya, dengan segala penyesuaian operasional justru berekspansi ke wilayah baru. Ini dilakukan sambil tetap menjaga komitmen pelayanan.

“Terhadap mitra operator layanan diberlakukan protokol layanan yang ketat, seperti wajib menggunakan masker dan sarung tangan ketika bekerja, selalu menjaga jarak aman, selalu mencuci tangan sebelum dan setelah selesai mengerjakan layanan, dan aktif berkomunikasi dengan konsumen terkait pembatasan masuk wilayah-wilayah tertentu,” ujar CEO HepiCar Nurhadiyanto.

Layanan cuci mobil Mobiklin juga melakukan beberapa penyesuaian. Meski mereka mengklaim bisnisnya tidak terpengaruh pandemi secara signifikan, inovasi dalam hal layanan pembersihan dan perawatan mobil tetap dilakukan.

CEO Mobiklin Adnan Gadi kepada DailySocial menjelaskan,”Sejauh ini tidak ada impact yang signifikan dari adanya pandemi Covid-19 terhadap perkembangan Mobiklin. Kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan semakin meningkat. Di sisi lain, masyarakat tidak ingin melakukan aktivitas di luar rumah, sehingga layanan di rumah (home service) menjadi solusi tanpa meninggalkan protokol kesehatan yang dianjurkan.”