Laporan Golden Gate Ventures tentang Tren Ekosistem Startup 10 Tahun ke Depan

Merayakan HUT mereka yang ke-10,  Golden Gate Ventures (GGV) meluncurkan laporan tentang ekosistem startup di Asia Tenggara. Di dalamnya memaparkan poin penting tentang tren ekosistem startup dalam waktu 10 tahun terakhir dan prediksi mereka dalam waktu 10 tahun ke depan.

Didirikan tahun 2011 lalu, saat ini GGV telah berinvestasi ke sekitar 60 startup dan meluncurkan empat inisiatif fund. Tesis investasi berfokus pada maraknya kehadiran kelas konsumen di Asia Tenggara. Di Indonesia portofolio mereka termasuk Alodokter, BukuWarung, Sampingan, Alami, dan GoPlay.

Tren ekosistem startup 10 tahun terakhir

Dalam satu dekade terakhir, startup di kawasan Asia Tenggara telah mengalami pertumbuhan sangat cepat. Terutama dalam hal masuknya modal, ditaksirkan telah meningkat hingga 50x lipat dari $130 juta pada tahun 2010 menjadi $6,5 miliar pada tahun 2020.

Dalam laporannya, GGV melihat makin banyak kapital yang datang dari Amerika Serikat. Termasuk di dalamnya Kleiner Perkins, Accel, KKR, Tiger Global, dan Warburg Pincus. Tercatat juga pendanaan datang dari negara seperti Tiongkok dan Jepang. Bukan hanya banyak memimpin pendanaan dalam skala yang besar, namun negara-negara tersebut juga telah banyak berinvestasi kepada perusahaan besar di Asia Tenggara.

Adapun pemodal ventura yang kemudian menjadi pemimpin di antaranya adalah Sequoia, Softbank, Tencent, dan Alibaba. Vertikal bisnis yang paling banyak mendapatkan pendanaan selama 10 tahun terakhir adalah e-commerce, fintech, hingga hiburan. Sementara GGV juga mencatat vertikal bisnis yang paling cepat mengalami petumbuhan adalah makanan dan logistik.

Hal menarik yang juga dipaparkan oleh GGV adalah ekspansi di berbagai tahapan pendanaan semakin mature seiring dengan tumbuhnya minat investor regional dan global untuk SEA. Putaran pendanaan seri A menjadi tahapan pendanaan yang mengalami pertumbuhan paling cepat. Sementara itu untuk pendanaan later stage (seri C ke atas) mengalami lompatan paling tinggi (bernilai 100x) mengingat tidak adanya putaran seperti itu dalam waktu satu dekade sebelumnya. Untuk pendanaan early stage dan putaran pendanaan awal telah bertambah jumlahnya hingga 30x.

Laporan GGV tentang investasi di Asia Tenggara / GGV

Poin menarik lainnya yang juga dipaparkan oleh GGV dalam laporannya adalah makin banyaknya kehadiran Corporate Venture Capital (CVC) di Asia Tenggara. Tercatat hanya ada segelintir CVC pada tahun 2010, yang biasanya merupakan cabang usaha yang didirikan dalam bisnis keluarga, perusahaan telekomunikasi, atau super app. Saat ini tercatat jumlahnya ada lebih dari 50 CVC.

Pada tahun 2020, beberapa CVC telah terlibat dalam sekitar 8,7% dari semua transaksi VC dan telah memimpin sejumlah putaran pendanaan, terutama di putaran seed dan seri A. Di Indonesia sendiri beberapa CVC yang cukup aktif melakukan investasi di antaranya MDI Ventures dan Prasetia Dwidharma.

Indonesia tercatat juga telah melampaui Singapura menjadi negara dengan konsentrasi tertinggi untuk startup yang memiliki modal terbaik. Rata-rata startup Indonesia telah menutup putaran pendanaan yang relatif lebih besar. Tercatat Singapura meraup bagian terbesar dari modal VC pada tahun 2010 (90%) tetapi bagian mereka menyusut menjadi 40% pada tahun 2020.

Laporan menarik lainnya yang juga dipaparkan oleh GGV adalah Indonesia telah menjadi menjadi kebutuhan pasar untuk sekitar 75% unicorn di Asia Tenggara, dan diklaim menjadi pasar paling sukses untuk berinvestasi di kawasan Asia Tenggara.

Tren ekosistem startup 10 tahun ke depan

Dalam laporannya GGV juga menyampaikan sejumlah tren ekosistem startup dalam kurun waktu 10 tahun ke depan. Di antaranya adalah makin maraknya kehadiran social commerce. GMV-nya diprediksi akan melampaui $5 miliar pada tahun 2025 dan $25 miliar pada tahun 2030 karena akan terus meningkat dalam adopsi e-commerce, bercampur dengan pertumbuhan PDB per kapita selama dekade berikutnya.

Selain itu, sektor lainnya yang juga diprediksi bakal mengalami pertumbuhan adalah healthtech. Dalam hal ini adalah platform yang menyediakan akses layanan kesehatan untuk demografi yang lebih besar, dan meningkatkan infrastruktur di Asia Tengara, terutama setelah pandemi.

Prediksi lainnya yang kemudian dipaparkan oleh GGV adalah makin besarnya kegiatan IPO di Asia Tenggara, yang diperkirakan akan melampaui 300 IPO pada tahun 2030, karena lebih banyak startup lokal yang mencari potensi exit di pasar publik domestik.

Sementara itu untuk Indonesia dan Malaysia diperkirakan akan makin banyak pertumbuhan pasar untuk platform yang menyasar kalangan muslim. Ukuran pasar Indonesia dan Malaysia akan tumbuh sekitar 8x dari ukuran saat ini pada tahun 2030, termasuk gaya hidup muslim/ekonomi halal di berbagai industri seperti fesyen, makanan, dan finansial.

Tren lainnya yang juga dibahas adalah, startup yang menyasar kepada media dan hiburan akan mendapatkan jumlah pengikut dan pendanaan yang lebih kuat, sejalan dengan industri yang mulai mengalihkan fokusnya ke solusi digital, termasuk TV/film, live streaming, dan esports. Pendanaan di bidang ini diprediksi akan melampaui $700 juta pada tahun 2030.

Masih besarnya jumlah populasi yang tidak memiliki rekening bank di Asia Tenggara, menciptakan peluang besar yang dapat memicu tumbuhnya startup unicorn khusus fintech. Potensi layanan yang kemudian masih bisa di disrupsi oleh platform fintech di antaranya adalah dompet digital, Neobanks, BNPL, dan bentuk lain dari pembiayaan.

Kegiatan merger dan akuisisi (M&A) juga diprediksi akan makin banyak terjadi dalam waktu 10 tahun ke depan. Ketika perusahaan terus bersaing untuk posisi teratas dalam vertikal mereka, akan lebih banyak mega-merger di Asia Tenggara.

Setelah Indonesia yang menjadi pasar paling banyak dituju oleh pemodal ventura dalam waktu 10 tahun terakhir, diprediksi oleh GGV dalam waktu 10 tahun ke depan, Vietnam akan menjadi negara pilihan investor di Asia Tenggara. Vietnam akan muncul pada tahun 2022 sebagai ekosistem startup utama di Asia Tenggara. Hal ini mulai terlihat dengan semakin banyaknya venture capital yang kemudian mengalokasikan dana mereka untuk berinvestasi kepada startup asal Vietnam hingga saat ini.

Sementara itu untuk pemodal ventura di prediksi dalam waktu 10 tahun ke depan akan meningkatkan Assets Under Management (AUM) menjadi dua kali lipat. AUM telah meningkat pada jalur yang stabil selama dekade terakhir dan diperkirakan jumlah tersebut akan melampaui $300 miliar pada tahun 2030.

Gambar Header: Depositphotos.com

Mempelajari Aspek Legal dan Hukum dalam Bisnis Startup

Persoalan hukum masih belum banyak yang dipahami oleh startup baru. Minimnya informasi dan wawasan tentang berbagai aspek legal, kerap menyulitkan startup untuk melangkah lebih jauh.

Untuk mengetahui lebih jauh hal-hal mendasar seputar legalitas dan aspek hukum lainnya, program inkubator DSLaunchpad ULTRA menghadirkan Founder & CEO Kontrak Hukum Rieke Caroline.

Tentang founders agreement

Bukan hanya startup di Indonesia, pemahaman soal founders agreement atau perjanjian antarpendiri startup juga telah diterapkan oleh startup secara global. Ini penting untuk dibuat, agar nantinya ada perjanjian hukum yang akurat terkait dengan hal-hal yang mendukung tumbuhnya bisnis. Mulai dari kepemilikan HKI, aktivitas usaha, modal usaha, setoran modal setiap pihak, pembagian profit, hak dan kewajiban para pihak, komitmen pendirian badan usaha, kerahasiaan, dan penyelesaian perselisihan.

“Jika saat dibangunnya startup pendiri belum menemukan partner yang tepat, penting untuk kemudian diperhatikan perjanjian antar pendiri ini saat nantinya telah ditemukan co-founder di startup. Pemahaman dan pembuatan perjanjian ini bisa membantu startup di masa mendatang,” kata Rieke.

Secara khusus perjanjian antara pendiri nantinya bisa membantu sesama pendiri untuk mendapatkan perlindungan hukum, mengamankan usaha, hak dan kewajiban antar pihak menjadi jelas, memperkecil skala risiko konflik dan tentunya meningkatkan kepercayaan.

Perlindungan merek

Persoalan hukum lainnya yang juga wajib untuk diperhatikan oleh startup saat membangun usaha adalah mendaftarkan merek atau brand startup mereka. Terdapat beragam kategori yang kemudian wajib untuk diperhatikan, mulai dari paten, merek, hak cipta, hingga desain industri. Untuk merek yang merupakan atas nama pribadi, kelompok atau perusahaan, pada umumnya bisa mendapatkan perlindungan selama 10 tahun. Artinya setiap 10 tahun, startup wajib untuk melakukan pendaftaran kembali.

Jika nantinya startup berencana untuk melakukan ekspansi ke luar negeri, pendaftaran merek tersebut juga harus didaftarkan di negara yang dituju. Terdapat beberapa bentuk brand yang wajib untuk didaftarkan, apakah itu dalam bentuk 3D, kata, merek itu sendiri, logo atau gambar, hologram, sampai suara.

Brand merupakan identitas yang sangat kuat dan menjadi ingatan seseorang. Dengan alasan itulah pentingnya membangun brand yang nantinya akan melekat di ingatan seseorang,” kata Rieke.

Selain mendaftarkan merek, penting bagi startup untuk mendaftarkan kelas barang. Dalam hal ini terkait dengan layanan atau jasa yang ditawarkan. Contohnya adalah platform seperti Gojek selain menawarkan aplikasi, mereka juga memiliki layanan jasa dan transportasi. Sementara platform seperti Kontrak Hukum selain memiliki aplikasi, mereka juga menawarkan jasa hukum.

Pemilihan PT atau CV

Meskipun keduanya memiliki sifat yang serupa, namun terdapat perbedaan antara CV dan PT. Dari sisi aturan dan kemudahan, CV lebih longgar dibandingkan. Pemilik CV bisa berkantor di mana saja bahkan di rumah, sementara untuk PT harus memiliki kantor di kawasan niaga atau perkantoran. Dari sisi modal dan pembagian harta usaha CV juga lebih fleksibel, namun untuk PT wajib untuk dipisahkan antara modal usaha dan modal pribadi untuk bisa menjalankan bisnis di bawah payung PT.

“Meskipun dimudahkan dari sisi aturan untuk CV namun terkait dengan investasi PT justru jauh lebih mudah dan tentunya menguntungkan. Dengan legalitas yang lengkap investor pada umumnya lebih memilih PT untuk berinvestasi dibandingkan dengan CV,” kata Rieke.

Untuk itu penting bagi startup menentukan dengan jelas tipe usaha yang ingin mereka bangun. Pada dasarnya semua proses tersebut wajib untuk diperhatikan untuk menjamin persoalan hukum akurat dan tentunya mengikuti peraturan yang ditetapkan untuk bisnis.

Pegawai startup

Hal menarik lainnya yang juga dibahas adalah persoalan dalam hal proses perekrutan pegawai di startup. Ada beberapa poin penting yang kemudian dibahas. Di antaranya adalah PKWTT (perjanjian kerja waktu tidak tertentu karyawan tetap probation 3 bulan), PWKT (perjanjian kerja waktu tertentu karyawan kontrak paling lama 2 tahun), NDA (non disclosure agreement/kerahasiaan), Non-Compete (anti persaingan), IP Ownership (kepemilikan HKI), dan ESOP (employee stock ownership plan).

Penting bagi startup untuk memahami dan menerapkan persoalan kepegawaian, agar terhindar dari konflik dan masalah di masa mendatang. Terutama bagi startup yang baru dirintis, sehingga ke depannya bisa menemukan formula yang tepat proses perekrutan pegawai, ketika waktunya bisnis mulai berkembang.

Indotrading Seriusi Bisnis E-procurement

Berawal sebagai aplikasi direktori bisnis, Indotrading kini telah bertransformasi menjadi platform B2B yang menyediakan sistem e-procurement menyeluruh untuk perusahaan. Awalnya mereka hanya memberikan informasi seputar supplier untuk kebutuhan bisnis, juga membantu dari hal promosi dan pengiklanan — hanya saja waktu itu belum termasuk hal-hal berkaitan dengan transaksi.

“Menjelang pandemi karena banyaknya permintaan dari pembeli, Indotrading membuka divisi unit baru untuk pengadaan dari perusahaan besar karena banyaknya supplier kami mengalami masalah di cashflow. Kemudian kami membangun sistem e-procurement untuk perusahaan,” ujar CEO Indotrading Handy Chang.

Dengan menggunakan sistem tersebut, Indotrading membantu dari sisi pembayaran terms of payment dan mencarikan supplier yang berkualitas sehingga proses pembelian dari perusahaan menjadi lebih efisien dan hemat biaya. Perusahaan kemudian bisa memangkas tenaga purchasing dengan beralih ke sistem digital.

Sejauh ini Indotrading mempunyai sekitar 80 ribu supplier terdaftar. Perusahaan juga sudah memiliki 3 kantor cabang yang berada di Surabaya, Yogyakarta, dan Medan.

Selama pandemi perusahaan mengaju mengalami penurunan jumlah pelanggan. Banyak perusahaan yang harus menunda pembayaran untuk biaya keanggotaan. Namun demikian dari sektor kesehatan dan keamanan, Indotrading mengklaim mengalami pertumbuhan. Hal tersebut yang menjadikan perusahaan bisa berjalan secara stabil.

“Indotrading meluncurkan sistem pembayaran bulanan untuk membantu cashflow dari sisi perusahaan yang terkena efek. Dari sisi procurement, Indotrading mengalami peningkatan terutama untuk sektor safety. Kami membeli barang dari supplier yang bergabung dan membantu dari sisi pendanaan pembelian,” kata Handy.

Di fitur e-commerce B2B, Indotrading memiliki alur transaksi yang berbeda dengan platform B2C pada umumnya. Yaitu dengan menerapkan proses add to shopping cart dan buy now. Sistem B2B yang dimiliki juga terbilang sangat fleksibel. Dimulai dari permintaan penawaran, pembeli kemudian bebas mengisi produk apa pun yang diinginkan meskipun barang tersebut tidak tersedia di katalog.

Supplier kami nantinya akan mengirimkan penawaran resmi dan pembeli agar kemudian bisa melakukan PO secara tunai maupun payment terms 30, 45, dan 90 hari. Biaya shipping juga fleksibel dan ditentukan secara manual melalui penawaran,” kata Handy.

Indotrading juga memiliki kapabilitas untuk menghubungkan katalog produk dengan situs atau aplikasi yang dimiliki perusahaan. Integrasi ini diharapkan memudahkan proses pengadaan di internal klien.

Layanan pembayaran Indotradingpay

Untuk memudahkan proses pembayaran, Indotrading meluncurkan fitur payment dan quotation. Memungkinkan perusahaan mengirimkan penawaran dan menerima pembayaran secara langsung di luar platform Indotrading. Proses ini dinilai memudahkan perusahaan menagih pembayaran dari konsumen secara real time. Tidak perlu menggunakan payment gateway, karena pembayaran didukung Indotradingpay.

Sementara untuk fitur quotation, saat ini masih terbatas untuk permintaan melalui Indotrading. Sistem ini nantinya bisa membantu supplier memonitor jumlah quotation yang dikirim setiap bulannya beserta laporan. Pembayaran dari quotation itu juga bisa dengan mudah menggunakan Indotradingpay.

Untuk meningkatkan eskalasi bisnis, Indotrading juga tengah aktif berbincang dengan investor untuk penggalangan dana. Dana akan dimanfaatkan untuk ekspansi di bidang transaksi B2B. Sebelumnya Indotrading telah memperoleh pendanaan seri A senilai $1,5 juta dari sejumlah investor yang dipimpin oleh OPT SEA, perusahaan investasi OPT Group Jepang untuk kawasan Asia Tenggara tahun 2015 lalu.

“Saat ini transformasi besar sedang terjadi di sektor B2B. Sektor B2C sudah sangat teredukasi secara online. Tapi B2B masih banyak yang masih dijalankan secara manual. Kami berharap transformasi akan terjadi di sektor B2B mengingat pandemi telah mempercepat digitalisasi sektor B2B,” kata Handy.

Application Information Will Show Up Here

Inovasi Fitur Insurtech Cermati Mudahkan Pelanggan Akses Layanan Darurat

Bertujuan untuk memberikan layanan lebih kepada pengguna melalui produk asuransi, Cermati menggandeng PT Tidung Jaya Mandiri merilis CERA (Cermati Emergency Roadside Assistance). Ini merupakan layanan darurat 24 penuh yang siap memberikan bantuan darurat di jalan raya untuk pengemudi kendaraan roda empat di wilayah DKI Jakarta.

Kepada DailySocial, Chief Business Officer Cermati Carlo Gandasubrata mengungkapkan, Cermati melihat ada kebutuhan masyarakat yang belum terpenuhi ketika terjadi risiko saat berkendara walaupun sudah memiliki Asuransi Kendaraan, karena asuransi biasanya hanya mengganti nilai kerugian setelah musibah tetapi belum tentu menyediakan layanan gawat darurat.

“Jika terjadi kecelakaan atau mobil tiba-tiba mogok perlu diderek, maka saat itu juga pengemudi perlu menghabiskan waktu mencari pertolongan pertama dan mengeluarkan sejumlah uang yang bisa saja tidak tersedia.”

CERA merupakan layanan inovatif dari Cermati.com dengan manfaat utama memberikan bantuan langsung 24 jam untuk mobil yang telah didaftarkan penggunanya apabila mengalami kendala atau situasi darurat di jalan. Bantuan yang bisa didapatkan meliputi bantuan towing ketika mogok atau kecelakaan, bantuan jump start aki ketika aki mati, serta penggantian atau penambalan ban kempes. Layanan ini masuk dalam vertikal bisnis milik Cermati yaitu Cermati Protect (insurtech).

Layanan CERA ini diharapkan mampu menjadi solusi guna mengatasi berbagai kekhawatiran pengemudi ketika mengalami situasi darurat di jalan. Selain itu, CERA juga bisa digunakan sebagai tambahan asuransi kendaraan, karena memiliki fungsi saling melengkapi.

“CERA juga bisa dibeli sebagai produk pelengkap Asuransi Kendaraan di mana tidak hanya nilai kerusakan yang dijamin tetapi juga bisa memberikan peace of mind ketika terjadi musibah saat berkendara di ibu kota,” kata Carlo.

Inovasi ini merupakan bagian dari strategi penetrasi insurtech melalui produk asuransi mikro. Sejauh ini, pendekatan tersebut dinilai efektif untuk menjangkau kalangan pengguna baru — dengan biaya yang relatif terjangkau dan kemudahan akses lewat digital. Selain itu, model kemitraan dengan perusahaan asuransi secara strategis juga menjadi strategi distribusi yang apik, sejalan dengan langkah transformasi digital yang bisa diambil.

Dari data yang dihimpun DSInnovate dalam laporan bertajuk “Insurtech Ecosystem in Indonesia Report 2021“, ukuran pasar asuransi di Indonesia telah mencapai $20,8 miliar pada 2020 lalu. Potensi insurtech cukup gemilang, karena dari survei ada empat elemen yang menjadi variabel utama adopsi asuransi: kemudahan klaim, produk asuransi, biaya, dan benefit; layanan digital mempermudah proses dan edukasi [termasuk informasi dan perbandingan produk].

Di klaster agregator, Cermati berkompetisi langsung dengan pemain lain, yakni CekAja. Sementara di segmen insurtech, setidaknya ada 11 pemain terdaftar yang saat ini melayani pasar. Dua yang paling signifikan janngkauannya adalah PasarPolis dan Qoala.

Vertikal bisnis Cermati

Diluncurkan pada April 2015, Cermati merupakan platform marketplace produk keuangan. Awal bulan Mei 2021 lalu mereka mengumumkan pembentukan perusahaan holding bernama Cermati Fintech Group (CFG) yang membawahi sejumlah vertikal bisnis, yakni Cermati.com (agregator produk finansial), Cermati Protect (insurtech), dan Indodana (fintech lending). Ini bersamaan dengan perolehan pendanaan terbaru mereka dalam putaran seri C.

Insurtech Cermati Protect kini telah bekerja sama dengan lebih dari 30 mitra perusahaan asuransi. Produknya cukup beragam, mulai dari asuransi kesehatan, kendaraan dan juga produk asuransi mikro yang didistribusikan lewat pemain e-commerce besar seperti Shopee, Bukalapak, Blibli, dan Tiket.com.

“Dengan pemanfaatan teknologi digital, kami akan terus berinovasi
untuk menyediakan layanan yang memberikan rasa aman, kenyamanan, dan kemudahan khususnya bagi para pengemudi di Jakarta,” tutup Carlo.

Application Information Will Show Up Here

Payfazz Secures E-money License from BI, Focusing on User Base in Rural Area

Currently focused on providing access to financial services to people in rural areas, Payfazz will soon enter the electronic money (e-money) business. It was marked by obtaining a license from Bank Indonesia on June 28, 2021 as a server-based Electronic Money Provider through PT Cashfazz Teknologi Nusantara, a subsidiary of Fazz Financial Group.

Was founded in 2017, Payfazz has helped more than 700 thousand MSMEs or agents providing more than 80 million people through its application. It enables merchants to serve various types of transactions, including PPOB payments.

“This is a very significant achievement that we have been waiting for for a long time. With the electronic money license, we can bring the company’s goal closer to becoming an integrated financial service provider application for people without access to banking services.” Payfazz’ Co-Founder & CEO, Hendra Kwik said.

Furthermore, this license will be used by the company to create more opportunities to facilitate agents, especially to assist global and local corporate clients at Xfers in collecting payments from the unbanked community.

Previously, Fazz Financial Group had obtained a remittance license through Bank Indonesia, activated payment gateways for both global and local companies through its investment in Xfers (Licence for Large Payment Institutions – MAS), penetrated the digital banking industry through collaboration with BRI Agro (BRI’s subsidiary), and developed loan services through its investment in Modal Rakyat (OJK licensed for P2P financing).

“We expect this license to bring positive impact on the company’s business as a financial service provider and drive transaction volumes three times up the current one. This electronic money license has the potential to strengthen synergies between Payfazz and other financial products within the Fazz Financial Group,” Hendra said.

As of May 2021, Fazz Financial Group claims to have processed transaction volume over $10 billion per year through its product ecosystem, and this electronic money license can increase the transaction volume even higher.

Partnership expansion

Over the past two years, Payfazz has continued to expand partnerships with fintech startups and other related services, by presenting attractive products and services for MSME players in the country. Starting from Payfazz Buku, supported by Credibook, and launching several products for MSME players.One of the products is Warung Online, which allows orders from customers to be recorded directly in the Payfazz application.

Payfazz’ basic services in particular provide bill payments, money transfers, merchant payments, loans, and deposit/savings services for the unbanked through platform partnerships with various financial institutions.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Payfazz Resmi Kantongi Lisensi E-money BI, Fokus Jangkau Pengguna di Pedesaan

Fokus untuk memberikan akses layanan finansial kepada masyarakat di pedesaan, Payfazz segera masuk ke bisnis uang elektronik (e-money). Ini ditandai dengan diperolehnya lisensi dari Bank Indonesia tertanggal 28 Juni 2021 sebagai Penyedia Uang Elektronik berbasis server melalui PT Cashfazz Teknologi Nusantara, anak usaha dari Fazz Financial Group.

Sejak diluncurkan tahun 2017, Payfazz telah membantu lebih dari 700 ribu UMKM atau agen melayani lebih dari 80 juta masyarakat melalui aplikasinya. Memungkinkan para merchant untuk melayani berbagai jenis transaksi, termasuk pembayaran PPOB.

“Ini merupakan pencapaian Payfazz yang sangat signifikan yang telah kami nantikan sejak lama. Dengan adanya lisensi uang elektronik, kita dapat mendekatkan tujuan perusahaan menjadi aplikasi penyedia jasa keuangan terpadu bagi masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan.” kata Co-Founder & CEO Payfazz Hendra Kwik.

Selanjutnya lisensi ini akan digunakan perusahaan untuk membuka lebih banyak peluang yang dapat memfasilitasi para agen, terutama untuk membantu klien perusahaan global dan lokal di Xfers dalam mengumpulkan pembayaran dari masyarakat yang tidak memiliki rekening bank.

Sebelumnya, Fazz Financial Group telah mendapatkan lisensi pengiriman uang melalui Bank Indonesia, mengaktifkan gerbang pembayaran baik untuk perusahaan global maupun lokal melalui investasinya di Xfers (lisensi Institusi Pembayaran Besar – MAS), memasuki dunia digital banking melalui kerja sama dengan BRI Agro (anak perusahaan Bank BRI), dan membuka layanan pinjaman melalui investasinya di Modal Rakyat (berlisensi OJK untuk pembiayaan P2P).

“Kami berharap melalui lisensi ini dapat berdampak positif bagi bisnis perusahaan sebagai penyedia jasa layanan keuangan dan mendorong volume transaksi tiga kali lipat dari saat ini. Lisensi uang elektronik ini memiliki potensi untuk mempererat sinergi antara Payfazz dan produk keuangan lainnya di dalam Fazz Financial Group,” kata Hendra.

Per Bulan Mei 2021, Fazz Financial Group mengklaim telah memproses lebih dari $10 Miliar volume transaksi per tahun melalui ekosistem produknya, dan dengan adanya lisensi uang elektronik ini dapat meningkatkan volume transaksi lebih tinggi lagi.

Perluas kemitraan

Selama dua tahun terakhir Payfazz terus memperluas kemitraan dengan startup fintech dan layanan terkait lainnya, dengan menghadirkan produk dan layanan menarik yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku UMKM di tanah air. Mulai dari Payfazz Buku yang didukung oleh Credibook, hingga meluncurkan beberapa produk yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku UMKM. Salah satunya adalah Warung Online, memungkinkan pesanan dari pelanggan dapat langsung tercatat di aplikasi Payfazz.

Secara khusus layanan dasar mereka menyediakan pembayaran tagihan, transfer uang, pembayaran pedagang, pinjaman, dan layanan simpanan/tabungan untuk yang tidak memiliki rekening bank melalui kemitraan platform dengan berbagai lembaga finansial.

Application Information Will Show Up Here

Bukalapak Tegaskan Segmen O2O Berbasis Kemitraan Jadi Ujung Tombak Bisnis

Bukalapak adalah salah satu startup unicorn yang dikabarkan berencana go public tahun ini. Kehadirannya di bursa saham bakal meningkatkan pembobotan saham-saham teknologi dan mendongkrak visibilitas bursa saham Indonesia di tengah-tengah tren global.

Di bursa saham Amerika Serikat dan Tiongkok, perusahaan-perusahaan teknologi sudah memiliki porsi besar. Di bursa saham Indonesia, sebagai perbandingan, perusahaan teknologi yang sudah go public masih bisa dihitung dengan jari dan skalanya belum ada yang raksasa.

Meski perusahaan belum bisa memberikan keterangan resmi tentang rencana ini, dalam perbincangan dengan DailySocial, Bukalapak menegaskan kembali pilar-pilar bisnis baru yang menjadi fokus perhatiannya.

Mitra Bukalapak

Kios mitra Bukalapak
Kios mitra Bukalapak

Meski Bukalapak mengakui bahwa pihaknya memiliki “ketertinggalan” di sisi e-commerce dibanding kompetitor, perusahaan mengklaim Mitra Bukalapak sebagai first mover di segmen O2O UMKM.

Diluncurkan hampir 5 tahun yang lalu, Mitra Bukalapak kini memiliki sekitar 7 juta mitra. Dengan peluang di kota tier 2 dan tier 3 yang begitu besar–lebih besar porsinya dibandingkan kota tier 1 yang menjadi konsumen utama online marketplace saat ini–perusahaan optimis bisa terus melakukan ekspansi pasar.

Peluang baru ini tidak hanya membantu masyarakat dapat bertahan menghadapi dampak ekonomi yang timbul dari pandemi, tetapi juga diklaim menciptakan dampak sosial-ekonomi yang positif.

Bukalapak mencatat banyak dari bisnis UMKM tersebut adalah kedai milik keluarga (warung). Untuk setiap 50-100 rumah, seseorang atau sebuah keluarga akan membuka sebuah toko di rumah mereka dan menjual Fast Moving Consumer Goods (FMCG) dasar seperti air, sabun, kopi, mie instan, dan lain-lain. Warung-warung tersebut kebanyakan adalah tumpuan masyarakat dan mulai tertinggal karena perkembangan zaman.

Bekerja sama dengan mitra, Bukalapak mengklaim dapat membuat warung-warung mengejar ketertinggalan tersebut, seperti menawarkan layanan pengantaran di hari berikutnya (Next Day) untuk kebutuhan FMCG, memungkinkan UMKM mendapatkan akses ke banyak produk dengan harga yang lebih murah.

Perusahaan juga menyediakan alat pembukuan untuk mendigitalkan bisnis dan menghasilkan data yang membuat mereka creditworthy. Para mitra juga didorong menjadi agen/distributor untuk produk digital seperti pulsa, voucher game, tiket pesawat/bus/kereta api, dan pembayaran digital untuk menyediakan pendapatan tambahan lain.

Solusi inklusi keuangan Bukalapak juga memungkinkan kemudahan pengiriman dana menggunakan jaringan para mitra. Para mitra bekerja dengan bank sebagai agen KYC, memungkinkan mereka yang tidak memiliki rekening bank untuk membuka rekening bank digital dan mengakses kredit.

Layanan finansial digital

Ini merupakan realisasi dari kemitraan layanan Banking-as-a-Service (BaaS) / Standard Chartered Bank
Bukalapak segera mealisasi dari kemitraan layanan Banking-as-a-Service (BaaS) / Standard Chartered Bank

Potensi lain yang menjadi perhatian Bukalapak adalah layanan-layanan finansial. Di luar fitur pembayaran tagihan (PPOB) yang sudah tersedia di marketplace, perusahaan mencoba berekspansi ke segmen yang lain.

Langkah pertama adalah menggandeng sejumlah layanan pembiayaan dan perbankan untuk kemudahan bagi  pembeli dan penjual. Langkah kedua, yang baru dilakukan akhir bulan lalu, adalah mengembangkan layanan investasi reksa dana di aplikasi tersendiri, yang disebut BMoney. Yang ketiga adalah mengembangkan layanan Banking-as-a-Service (BaaS) bersama Standard Chartered Bank yang menjadi salah satu investornya. Platform ini bernama generik nexus.

Ada dua fokus area yang dibidik. Pertama, menghadirkan inovasi keuangan dan e-commerce melalui ekosistem Bukalapak. Kedua, mendorong inklusi keuangan ke 100 juta pengguna dan 13,5 juta UMKM.

Kolaborasi ini nantinya menjadi solusi keuangan baru, terutama bagi mereka yang tinggal di luar kota-kota tier 1 dan membutuhkan akses cepat dan mudah ke layanan perbankan.

Meskipun dari sisi teknologi keduanya mengklaim sudah siap, namun dari sisi regulasi masih banyak aturan yang harus dipenuhi dan disesuaikan. Untuk itu kedua belah pihak memastikan nexus telah dikurasi untuk memenuhi persyaratan Bank dan regulator lokal.

Cluster CEO Indonesia & ASEAN Markets Standard Chartered Andrew Chia mengatakan, “Kami menciptakan solusi keuangan ini dalam kemitraan dengan Bukalapak untuk memberi pengguna pengalaman transformatif dan berpusat pada pengalaman pelanggan yang menggantikan pengalaman tradisional dan mengadaptasinya agar terhubung secara digital – sambil tetap memberlakukan kebijakan pengamanan bank untuk melindungi privasi data pengguna.”

Rencana IPO

Bukalapak dikabarkan bakal melantai di Bursa Efek Indonesia pada pertengahan tahun ini. Perusahaan juga disebutkan menjajaki potensi menggunakan perusahaan cek kosong (Special Purpose Acquisition Company / SPAC) untuk melantai di bursa saham Amerika Serikat.

Dana yang diharapkan diraih dari go public ini bakal menjadi salah satu yang terbesar bagi perusahaan publik di Indonesia. Saat ini Bukalapak memiliki tiga institusi sebagai pemegang saham terbesar, yaitu grup Emtek, Ant Financial (Alibaba Group), dan GIC Singapura.

Selain Bukalapak, sejumlah startup bervaluasi besar lainnya juga mempertimbangkan langkah serupa.

CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin, kepada DailySocial, mengatakan, “Kami senantiasa mengeksplorasi kesempatan bagi perusahaan untuk terus bertumbuh dan berkembang secara finansial. Namun, untuk saat ini, kami belum membuat keputusan apapun. Fokus kami saat ini adalah terus mencari strategi yang tepat untuk menjadi perusahaan yang berkelanjutan dan menciptakan nilai tambah bagi para partner dan pengguna untuk waktu-waktu mendatang.”


Disclosure: Amir Karimuddin berkontribusi dalam pembuatan artikel ini

Application Information Will Show Up Here

Menyimak Transformasi Fitur dan Layanan LINE Indonesia

Berawal dari platform messenger yang menawarkan tampilan unik dan ikonik, aplikasi LINE telah bertransformasi menjadi lebih dari sekedar chat platform dan mulai menjelajah ke ranah fintech. Bukan hanya menawarkan kemudahan transaksi dalam satu platform, mereka juga menyematkan konsep sosial dengan beberapa fitur yang telah dihadirkan.

Gebrakan paling kini yang telah dilancarkan oleh LINE adalah meluncurkan LINE Bank by Hana Bank (LINE Bank). Dalam sesi #SelasaStartup, Director of Strategy, Content, and New Biz LINE Indonesia Fanny Verona berbagi cerita seputar transformasi layanan social-fintech dan strategi LINE lainnya di Indonesia.

Layanan social-fintech

LINE Bank by Hana Bank / LINE Bank
LINE Bank by Hana Bank / LINE Bank

Meskipun masih menyasar target pengguna dari kalangan milenial dan gen Z, saat ini LINE Indonesia telah meningkatkan layanan finansial mereka dengan meluncurkan bank digital. Indonesia menjadi pasar ketiga LINE Bank, menyusul Thailand dan Taiwan.

Kerja sama ini dimulai sejak Oktober 2018, ketika LINE Financial Asia mengakuisisi 20% saham Bank Hana melalui perjanjian penyertaan modal. Hal tersebut menjadi awal terbentuknya layanan perbankan digital asing pertama, antara bank dengan perusahaan teknologi.

“Kami tentunya mengikuti semua regulasi yang ada, namun yang membedakan LINE Bank dengan perbankan lainnya adalah kemudahan yang kami tawarkan dan pengalaman pengguna yang berbeda. LINE Bank juga menargetkan kalangan milenial dan gen Z,” kata Fanny.

Fitur Split Bill Line Indonesia
Fitur Split Bill Line Indonesia

Di negara asalnya Jepang, LINE memiliki fitur yang banyak dan telah digunakan oleh pengguna. Namun demikian, tidak semua fitur tersebut bisa di implementasikan di setiap negara, termasuk Indonesia. Sebelum meluncurkan produk, tim LINE Indonesia melakukan sejumlah riset dan mencoba untuk menemukan solusi terbaik.

“Salah satu kendala yang masih kami temui adalah persoalan Split Bill atau pembagian pembayaran saat acara makan bersama di restoran. Selama ini kami masih menemui banyak orang yang menggunaan cara konvensional seperti menghitung memanfaatkan Excel untuk menentukan pembayaran masing-masing,” kata Fanny.

Dengan menghadirkan fitur Split Bill yang telah diluncurkan oleh LINE Indonesia sejak tahun 2019 lalu, memungkinkan pengguna untuk menghitung dan membagi tagihan. Fitur ini dikembangkan menggunakan teknologi OCR (Optical Character Recognition) sehingga memungkinkan untuk memindai dan menghitung tagihan secara otomatis. Diklaim menjadi fitur hitung dan bagi tagihan pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi OCR.

Varian fitur LINE Indonesia

Perbedaan secara signifikan di negara lain dengan Indonesia terkait fitur lainnya adalah Line Official Account. Di Jepang fungsi fitur ini banyak dimanfaatkan oleh pemlik restoran sebagai marketing tools. Sementara di Indonesia fitur ini justru banyak digunakan oleh penjual online sebagai media promosi dan engagement dengan pelanggan di akun media sosial.

Fitur menarik lainnya yang juga mulai banyak digunakan oleh target pengguna adalah Open Chat. Sebelumnya dikenal dengan nama LINE Square, pengguna dapat dengan bebas memperluas cakupan komunikasi mereka tanpa perlu memberikan identitas asli dan tetap menjaga privasi dari akun personal mereka. Keunikan lain yang dimiliki adalah besarnya kapasitas ruang obrolan, setiap ruang obrolan dapat menampung hingga 5000 anggota.

Transformasi juga bakal dilakukan untuk LINE Today. Jika sebelumnya hanya fokus kepada berita hangat seputar politik dan hot issue lainnya, nantinya juga akan diperkaya dengan cerita seru dan menarik, menyesuaikan tren dan minat target pengguna mereka yaitu kalangan milenial dan gen z.

“Perbedaan dari setiap negara yang menjadikan LINE sangat unik. Bahwa tidak semua negara bisa serupa dalam implementasi fitur, namun dengan mengedepankan lokalisasi menjadi sangat relevan dan tentunya dibutuhkan oleh pengguna di setiap negara,” kata Fanny.

Application Information Will Show Up Here

Brama One Ventures, Pemodal Ventura Industri Agnostik yang Fokus ke Startup Tahap Awal

Kehadiran pemodal ventura yang berasal dari kalangan perusahaan keluarga makin menjamur di Indonesia. Setelah Prasetia Dwidharma, kini venture capital besutan pasangan adik-kakak yang mulai aktif melancarkan kegiatan pendanaan adalah Brama One Ventures (BOV).

Kepada DailySocial, CEO BOV Bryant Budhiparama mengungkapkan, perusahaan modal ventura ini dibentuk untuk menambah nilai industri yang baru lahir melalui struktur investasi.

“Kami awalnya memulai sebagai angel investor. Namun, pada akhirnya Brama One bergeser untuk membangun struktur dan menciptakan fondasi yang tepat untuk mendukung ekosistem startup dan venture capital.”

Bersama saudara kandungnya yang juga menjabat sebagai CIO, Endrick Budhiparama, keduanya merupakan lulusan dari salah satu program kewirausahaan terbaik di Amerika Serikat yaitu Babson College. Dari sana mereka berdua memahami dan mendalami kultur di kewirausahaan dan startup.

“Brama One adalah industri agnostik dan kami terbuka untuk mengeksplorasi setiap peluang menarik. Yang terpenting bagi kami adalah, dapat menambahkan nilai strategis bagi perusahaan dan membebaskan para pendiri startup mendorong pertumbuhan startup,” kata Bryant.

Tidak hanya berfokus kepada Indonesia, saat ini Brama One Ventures juga telah berinvestasi ke startup di negara lainnya, termasuk Amerika Serikat dan tentunya negara lain di Asia Tenggara. Namun pada akhirnya mereka memiliki komitmen untuk fokus kepada pasar Indonesia, khususnya untuk startup di tahap seed sampai pre-series A.

Opsi tersebut dilakukan oleh Brama One menyesuaikan pendekatan mereka yang berorientasi pada pendiri startup (founder); dan bahwa Brama One yang berkembang pesat dalam menyediakan jaringan tepat dan nilai strategis bagi para pemula.

“Indonesia juga menjadi fokus [utama] kami, karena pada akhirnya kami melihat peluang untuk membantu masyarakat Indonesia mengakses industri tertentu dengan lebih mudah, dan juga bagi perusahaan kecil agar lebih efisien karena penggunaan platform digital untuk membantu bisnis mereka tumbuh lebih cepat.” kata Bryant.

Hingga saat ini Brama One Ventures telah memberikan investasi kepada Halodoc, NalaGenetics, Ayoconnect, Dropee, Boom, Gomodo, Populix dan Gotrade. Bukan hanya melirik startup popular seperti healthtech, mereka juga telah memberikan dana segara kepada platform esports hingga traveltech.

Ingin menambah portofolio startup

Bryant Budhiparama dan Endrick Budhiparama

Venture capital yang berbasis di Surabaya ini juga melihat adanya pendekatan berbeda yang dilakukan antara startup asal Jakarta dan Surabaya. Menurut Bryant, mereka memang cenderung ingin mendapatkan perspektif yang berbeda tentang bagaimana pengguna dan calon pelanggan menggunakan platform di luar Jakarta, karena budayanya juga bervariasi. Hal tersebut memberi pemahaman yang lebih baik tentang kapan sebuah startup ingin scale up, bagaimana mereka pada akhirnya dapat melayani kota-kota lainnya.

“Meskipun kami berbasis di Surabaya, CIO kami berlokasi di Jakarta dan kami juga memiliki beberapa perusahaan portofolio di luar negeri. Digitalisasi telah meruntuhkan hambatan, dan kami tidak terbatas karena lokasi. Terkait dengan apa yang kami cari, karena pandemi, semua bisa bekerja secara remote. Oleh karena itu, lokasi bagi kami hanyalah kantor pusat saja, tetapi kami mengoptimalkan platform yang memungkinkan kami untuk berkomunikasi secara efisien,” kata Bryant.

Masih ada beberapa rencana yang ingin dicapai oleh Brama One, di antaranya adalah merampungkan pendanaan kepada 3-5 perusahaan setiap tahunnya. Brama One juga ingin memperkuat komitmen mereka pada portofolio saat ini, dan membantu mereka dalam investasi yang diperlukan untuk terus mendorong pertumbuhan dan memberikan nilai kepada pelanggan.

Disinggung seperti apa pertumbuhan ekosistem startup di Indonesia ke depannya, Bryant menegaskan Indonesia akan selalu menjadi salah satu lokasi utama bagi startup dan pertumbuhan mereka, karena ukuran populasi dan penggunaan masyarakat di platform digital. Namun, yang menarik untuk dilihat dalam waktu dekat adalah bagaimana para unicorn kini sedang dalam proses untuk go public.

“Hal tersebut akan menciptakan perubahan paradigma pada permainan akhir. Di mana startup tidak hanya melihat merger and acquisition (M&A) sebagai jalan menuju likuiditas. Ini juga dapat memberikan inspirasi bagi para pendiri baru, dan kami senang melihat dorongan dan semangat tersebut dari para pemimpin masa depan,” tutup Bryant.

Venturra Discovery Tambah Portofolio di Luar Indonesia

Besarnya potensi yang ditawarkan oleh berbagai startup di Vietnam, menjadi alasan utama mengapa Venturra Discovery kemudian kembali untuk memberikan pendanaan. Setelah sebelumnya startup social commerce Mio, kali ini mereka kembali terlibat dalam pendanaan startup lain asal Vietnam, Infina.

Diluncurkan pada Januari 2021, Infina adalah aplikasi investasi digital, mereka menyebut dirinya sebagai “Rohinhood of Vietnam”. Sama seperti aplikasi Ajaib atau Bibit di Indonesia, platform tersebut menargetkan kalangan investor ritel atau dari masyarakat umum.

“Ada banyak kesamaan antara Vietnam dan Indonesia. Kami tertarik untuk menjelajahi lebih jauh lagi semua peluang yang ada di Vietnam,” kata Partner Venturra Discovery Raditya Pramana kepada DailySocial.

Selain Mio dan Infina, secara keseluruhan untuk negara Vietnam, pemodal ventura yang terafiliasi dengan Lippo Group tersebut telah memiliki empat portofolio, termasuk Med247 yang merupakan platform healthtech dan Vui App platform fintech.

Fokus ke startup Asia Tenggara

Selain Vietnam, sepanjang tahun 2018 hingga 2021, Venturra Discovery juga telah berinvestasi kepada Antler dan Cove yang merupakan startup asal Singapura. Antler merupakan venture builder untuk startup; sementara Cove adalah marketplace sewa rumah yang menghubungkan pemilik properti dengan penyewa untuk menawarkan kamar yang terjangkau.

Negara lain yang juga diincar oleh Venturra Discovery adalah Filipina. Awal tahun 2021 lalu mereka memberikan pendanaan tahap awal kepada Podcast Network Asia (PNA) senilai $750 ribu. Dipilihnya Filipina oleh Venturra Discovery untuk berinvestasi adalah, negara yang memiliki banyak keunikannya. Tidak cuma jumlah penduduknya banyak, secara demografi penduduknya relatif muda, buying power juga semakin meningkat.

Podcast saat ini masih dalam tahap awal di Asia Tenggara. Saat kita melihat podcast dengan tangga lagu teratas, sebagian besar diluncurkan dalam satu tahun terakhir. Industri ini memiliki momentum yang kuat, karena platform streaming audio menggandakan segmen ini. Kami yakin kami dapat memberdayakan para kreator untuk meningkatkan dan mengomersialkan konten mereka melalui analisis data dan dukungan produksi,” kata Raditya.