Misi Warung Pintar Group Perkuat Ekosistem Bisnis Warung

Startup binaan East Ventures, Warung Pintar, kini telah bertransformasi menjadi startup yang mengedepankan konsep new retail dengan memperkuat posisi di pasar e-commerce B2B.

Setelah mengakuisisi Bizzy awal tahun ini dengan nilai mencapai $45 juta atau sekitar Rp633 miliar, masih banyak rencana dan target yang ingin dicapai perusahaan. Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO Warung Pintar Agung Bezharie mengungkapkan beberapa poin penting dan rencana perusahaan yang telah bervaluasi centaur (lebih dari $100 juta) ini ke depannya.

Menjawab permasalahan di ekosistem

Co-Founder & CEO Warung Pintar Agung Bezharie saat kegiatan / Warung Pintar

Berdiri di tahun 2017, Warung Pintar menawarkan solusi untuk permasalahan yang dihadapi pelaku usaha mikro yang selama ini menjadi fondasi perekonomian Indonesia. Pengembangan produk yang terjadi di dalam Warung Pintar Group saat ini diklaim merupakan hasil pemahaman mendalam.

“Setiap eksperimen, diskusi-diskusi yang terjadi dengan berbagai stakeholder di dalam ekosistem general trade, dan juga berbagai perspektif yang terus bersinggungan dari tim Warung Pintar mempertajam solusi yang kami coba hadirkan untuk terus memberikan nilai lebih di dalam proses distribusi di bisnis warung di Indonesia,” kata Agung.

Untuk dapat menghadirkan solusi, ide sederhana yang menjadi langkah awal Warung Pintar perlu terus berevolusi agar tetap relevan dan dapat menjawab permasalahan setiap pelaku industri di ekosistem.

“Hari ini Warung Pintar Group memiliki solusi paling lengkap untuk setiap stakeholder di dalam ekosistem bisnis warung. Mulai dari solusi untuk pemilik warung, pedagang grosir, distributor kecil hingga besar, dan juga para pemilik brand. Kami mendigitalisasi dan mengintegrasikan setiap stakeholder dengan sistem supply chain kami sehingga menciptakan transparansi dan efisiensi yang lebih baik.”

Dengan mengedepankan teknologi di awal, Warung Pintar mencoba untuk menggarap semua hal yang paling relevan di ekosistem. Langkah tersebut banyak dilakukan para pemain industri yang melihat permasalahan kompleks di berbagai sisi.

Ekspansi area layanan

COO Warung Pintar Harya Putra dan CEO Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro di Banyuwangi

Saat ini makin banyak startup yang menyasar kota-kota di tier 2 dan 3.  Agung memastikan Warung Pintar tidak hanya fokus pada ekspansi di kota-kota tier 1.

Banyuwangi menjadi langkah awal persebaran mereka di luar kota besar dan menjadi blue print dalam menentukan strategi yang tepat sesuai kebutuhan kotanya. Perusahaan dan Pemkab Banyuwangi menerapkan strategi hyperlocal, berupa pemberdayaan UMKM setempat untuk berjualan di Warung Pintar dan menjadikan unit Warung Pintar sebagai pusat informasi pariwisata.

Perusahaan mengklaim telah berhasil memperbanyak active transacting user hingga lebih dari 100.000 warung. Per hari ini Warung Pintar Group telah berada di lebih dari 150 kota dan kabupaten di Indonesia. 52 warehouse milik Warung Pintar Group bekerja sama dengan lebih dari 350 Grosir dan Distributor di Indonesia memungkinkan perusahaan untuk merambah lebih banyak kota dalam waktu yang lebih singkat.

Positioning Warung Pintar Group hari ini adalah solusi terlengkap untuk setiap stakeholder dalam ekosistem bisnis warung di Indonesia,” klaim Agung.

Warung Pintar juga aktif menjalin kerja sama strategis dengan startup dan perusahaan teknologi. Salah satunya adalah dengan pengembang aplikasi pengelola arus kas pengusaha mikro BukuWarung tahun 2020 lalu. Masing-masing startup yang merupakan portofolio East Ventures ingin mengakomodasi kebutuhan khusus para pelaku UMKM di Indonesia, seperti warung-warung kecil.

Tahun 2020 lalu Warung Pintar juga meresmikan kolaborasi dengan Grab dalam rangka mempermudah konsumen Grab berbelanja kebutuhan sehari-hari melalui warung milik Juragan Warung Pintar (sebutan pemilik warung) di dalam opsi GrabMart. Kerja sama ini sudah terjalin sejak akhir Juni 2020. Ditargetkan melalui kerja sama tersebut sampai akhir tahun 2020 setidaknya dapat menambah 400 warung ke dalam GrabMart yang berlokasi di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya.

Selama pandemi, Grab telah mendigitalisasi lebih dari 185 ribu UKM dan 32 ribu pedagang tradisional di ratusan kota di Indonesia ke dalam ekosistem digitalnya.

Rencana usai akuisisi Bizzy

Warung Pintar dan Bizzy bersinergi di pasar retailer dan B2B / East Ventures
Warung Pintar dan Bizzy bersinergi di pasar retailer dan B2B / East Ventures

Pasca akuisisi Bizzy, solusi yang ditawarkan perusahaan menjadi semakin lengkap, termasuk untuk pemilik warung, pedagang grosir, distributor, hingga brand atau manufacturer. Akuisisi ini menggabungkan dua perusahaan (yang kebetulan merupakan portofolio East Ventures) yang telah bekerja sama dengan 600 merek dan melayani 230 ribu retailer di 65 kota seluruh Indonesia.

Bizzy tetap menjadi entitas yang akan fokus menjembatani sinergi kedua perusahaan dengan brand dan distributor, serta memungkinkan mereka untuk menjadi ekosistem pengecer digital. Warung Pintar lebih fokus pada upaya digitalisasi para retailer-nya, sedangkan Bizzy fokus dalam melayani para mitra brand dan distributor.

“Sejak awal hingga hari ini visi Warung Pintar tetap sama, yaitu mendigitalisasi channel distribusi terbesar di Indonesia yaitu warung, serta komunitas yang ada di sekitarnya, sehingga mereka siap menjadi masa depan kemajuan ekonomi Indonesia,” tutup Agung.

Application Information Will Show Up Here

DStour #89: Berkunjung ke Kantor Lamudi

Terletak di gedung Capital Place, Jakarta, kantor baru Lamudi menawarkan ruangan kerja yang luas dan fungsional menyesuaikan kondisi kerja saat pandemi. Memiliki lounge room, rooftop, hingga dekorasi yang mendukung semangat kerja, Lamudi berharap kantor baru mereka bisa dinikmati dengan sepenuhnya oleh pegawai saat pandemi dan nantinya jika pandemi telah usai. Simak liputan #DStour virtual berikut ini selengkapnya di kantor Lamudi.

Komitmen BEENEXT untuk Mendukung Pendiri Startup Indonesia

Setelah tahun lalu menutup dua dana kelolaan (fund) baru, mengumpulkan $160 juta atau setara 2,2 triliun Rupiah, pemodal ventura asal Singapura, BEENEXT, tahun ini memiliki sejumlah rencana yang ingin dilancarkan untuk ekosistem startup di Indonesia.

Kepada DailySocial, Partner BEENEXT Faiz Rahman mengungkapkan, pihaknya selalu terbuka kepada setiap peluang dan tantangan untuk melayani/berkontribusi kepada masyarakat bersama dengan pendiri startup. BEENEXT juga masih berfokus kepada investasi tahap awal dan mendukung para pendiri startup yang memiliki solusi untuk setiap masalah besar di setiap negara tempat mereka beroperasi.

“Kami memang memiliki beberapa area di mana kami pikir kami dapat menambahkan lebih banyak nilai seperti fintech, marketplaces/e-commerce, consumer tech, SaaS, agritech, healthcare, dan lainnya. Tetapi lebih dari itu, kami menghormati dan mengikuti panduan pendiri karena kami yakin para pendiri lebih tahu dari kami.”

Sebelumnya BEENEXT terlibat dalam pendanaan awal kepada Transfez bersama dengan East Ventures. Disinggung apa alasan utama mereka tertarik untuk berinvestasi kepada Transfez, Managing Partner BEENEXT Hero Choudhary mengungkapkan, pihaknya selalu mencari peluang untuk terlibat dengan ide-ide fintech inovatif terutama para pendirinya.

“Kami sangat beruntung bertemu Edo dan Bondan [founder Transfez] yang merupakan pendiri  hebat dan merasa beruntung dapat bermitra untuk berpartisipasi dalam perjalanan mereka melalui investasi ini. Mereka mengidentifikasi pernyataan masalah besar di wilayah yang memiliki implikasi sosial yang tinggi. Pendekatan digital murni mereka juga sangat relevan di dunia pasca pandemi. Keputusan investasi kami didasarkan pada kepercayaan pada para pendiri dan kebutuhan pasar.”

Melalui kemitraan dengan lebih dari 200 startup, BEENEXT kini mengklaim telah memiliki jaringan para pendiri yang luas di seluruh Asia Tenggara, India, dan Jepang. Sepanjang tahun 2020 dan 2021, BEENEXT termasuk venture capital yang lumayan aktif berinvestasi kepada startup. Di Indonesia mereka juga berinvestasi pada Jendela 360, Segari, dan Esensi Solusi Buana.

Ekosistem startup Indonesia

BEENEXT mencatat saat ini ekosistem Indonesia tumbuh lebih cepat dari sebelumnya. Terlihat dari semakin banyak pendiri yang membangun perusahaan dan memecahkan masalah besar.

Di Indonesia saat ini banyak pendiri yang memiliki pengalaman yang luas dalam mengoperasikan dan wawasan mendalam dalam meningkatkan skala bisnis di perusahaan tempat mereka bekerja; lalu sekarang mereka memutuskan untuk menjadi founder. Diketahui beberapa mantan karyawan startup besar memang telah menjadi pendiri yang sukses.

“Kami melihat jumlah dan kekuatan pengusaha tumbuh, siklus pendiri berikutnya muncul di banyak vertikal. Kami mendengar banyak berita positif di pasar tentang inisiatif go public. IPO yang sukses menjadi bukti bagi Indonesia sebagai pasar yang tidak dapat kami abaikan. Kami percaya berita positif ini juga mendorong dan menginspirasi lebih banyak orang terutama generasi muda untuk memulai usaha mereka,” kata Faiz.

Di sisi lain dukungan pemerintah seperti infrastruktur (fisik, logistik, pembayaran) juga makin meningkat. Pemerintah sangat mendukung dalam menumbuhkan inovasi. Indonesia saat ini juga berada pada tahap yang baik dalam hal penetrasi internet, PDB per kapita dan ukuran relevan lainnya. Memberikan perhatian lebih dari investor global kepada Indonesia untuk berinvestasi berkelanjutan.

“Di sisi lain, pandemi di tahun 2020 juga telah mempercepat adopsi digital di berbagai bidang. Indonesia berada dalam tahapan penting dalam sejarah dan kami sangat optimis dan percaya pada potensi masa depan,” kata Faiz.

Transfez Secures Seed Funding Led by East Ventures and BEENEXT

After announcing fundraising plan last year, the fintech platform Transfez that offers digital remittance services today (5/19) just finalized its seed round. This round was led by East Ventures and BEENEXT.

“We are very pleased to have two well-known investors supporting Transfez’s mission. Currently, cross-border payments are complex due to different terms and payment channels in each country. As a result, transactions are expensive and time-consuming. Our goal is to simplify the complex process,” Transfez’ CEO, Edo Windratno said.

The company plans to use the fresh money for product development and market penetration. Currently, Transfez serves the B2C sector offering money transfer services to 26 foreign currencies in more than 50 countries. In addition, Transfez will also expand its services to the B2B payment sector in the near future.

Was founded in early 2020, Transfez has processed a total of IDR1.5 trillion ($105 million) transactions. Apart from the Covid-19 pandemic, they also claim to have experienced a 30 times growth of transactions processed in the past year.

Transfez offers international money transfer services cost up to 10 times lower than conventional banks with an all-digital and real-time process. Customers can send and receive their money in minutes because Transfez has liquidity in every country where the company operates.

“We believe that the Transfez team has the ability to serve millions of Indonesians to send and receive money digitally around the world in a more cost-effective, seamless and secure way,” East Ventures’ Partner, Melisa Irene said.

The rise of remmittance players in Indonesia

Since 2015, there are many remittance services provided by foreign to local platforms in Indonesia. One of the main reasons is to cater for the large number of migrant workers abroad in terms of sending money to their families back home.

The Central Bureau of Statistics (BPS) reports that there are around 276,553 migrant workers abroad. Taiwan, Malaysia and Hong Kong are three most favorite harbor for our workers. Meanwhile, the number of Indonesian students studying in other countries is 20,225 people. Both students and the workforce are the foundation of the remittance business, but the market might continue to widen.

Aside from fintech platforms such as Transfree, Xendit, TransferWise, Wallex, Zendmoney, OY!, TrueMoney, RemitPro which try to offer similar services, banking services like BNI have started to actively develop their technology by establishing strategic collaborations with related parties to strengthen remittance services.

Meanwhile, BRI Ventures is involved in funding Nium, a remittance startup from Singapore.

Yusuf Rendy Manilet, an economist from the Center of Reform on Economics (CORE), said that the popularity of remittances this year cannot be separated from its huge potential. The opportunity remains as digital players are yet to reach all layers put remittances as the next most promising fintech service derivation.

One of the factors driving the large potential for remittances is the number of Indonesian workers and students abroad. Moreover, Yusuf said, Indonesia will experience a demographic bonus. The growth of the productive age will pick up – something he considers reassuring investors of the prospects for the remittance business.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Surplus dan Misinya Tumbuhkan Gerakan “Zero Food Waste”

Salah satu persoalan yang masih kerap dialami oleh industri F&B adalah  besarnya food waste atau terbuangnya makanan berasal dari hotel, restoran, katering, supermarket, dan masyarakat pada umumnya. Dari statistik yang kami dapat, sekitar 13 juta ton makanan di Indonesia terbuang tiap tahunnya.

Berangkat dari isu tersebut, platform Surplus resmi meluncur. Layanan tersebut memungkinkan para pelaku usaha F&B untuk dapat menjual produk makanan berlebih dan imperfect produce yang masih aman dan layak untuk dikonsumsi di jam-jam tertentu sebelum tutup toko, dengan diskon setengah harga (closing-hour discounts/clearance sale).

“Berbeda dengan platform lainnya, secara khusus Surplus bukan hanya sebagai food marketplace yang menjual produk makanan seperti beberapa pemain lainnya, namun konsepnya hanya menjual produk makanan berlebih dan imperfect produce kepada pelanggan, untuk mengatasi permasalahan food waste,” kata Managing Director PT Ekonomi Sirkular Indonesia Muhammad Agung Saputra.

Ditambahkan olehnya, di sisi lain mitra bisa mendapatkan pelanggan baru serta pendapatan tambahan dari produk berlebihnya. Diperkirakan margin 50% dari setiap produk yang terjual akan lebih menguntungkan untuk meng-cover HPP (Harga Pokok Penjualan) daripada terbuang sia-sia. Untuk strategi monetisasi yang diterapkan adalah revenue-sharing dengan mitra sekitar 10% dari setiap transaksi melalui aplikasi.

“Jumlah mitra Surplus saat ini berkisar 400 lebih yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, dan Yogyakarta. Sementara itu untuk kategori mitra yang bisa bergabung dengan Surplus adalah yang umumnya berpotensi menghasilkan banyak produk makanan berlebih seperti bakery & pastry, kafe, restoran, hotel, supermarket, katering & pertanian,” kata Agung.

Bagi mitra yang ingin memanfaatkan aplikasi Surplus, bisa mengunggah foto makanan berlebih atau imperfect produce yang akan dijual cepat melalui aplikasi Surplus Partner di jam tertentu sebelum jam tutup toko makanan/restoran tersebut.

Kemudian bagi pelanggan bisa menentukan pilihan makanan yang diinginkan melalui menu khusus. Selanjutnya makanan yang dipilih bisa diambil sendiri di restoran atau toko terkait, atau dapat memilih menggunakan pengiriman GoSend yang sudah terintegrasi eksklusif di aplikasi Surplus. Untuk pilihan pembayaran Surplus menyediakan opsi seperti Ovo, Gopay, dan Dana.

“Setiap transaksi di aplikasi Surplus, maka pihak pelanggan dan mitra telah berkontribusi untuk mendukung gerakan zero food waste karena telah menyelamatkan lingkungan dari ancaman food waste,” kata Agung.

Pandemi dan dan target Surplus

Meluncur saat pandemi bulan Maret 2020 lalu, ternyata cukup menyulitkan bagi Surpus untuk menjalankan bisnis. Pandemi membuat mitra yang sudah bergabung di awal menjadi tidak aktif dan kesulitan untuk mengakuisisi mitra untuk bergabung selama masa pandemi. Dampak lainnya adalah target pelanggan Surplus yaitu mahasiswa, pekerja kantoran hingga anak indekos menjadi sangat susah untuk diakuisisi, karena adanya kebijakan PSBB dan WFH serta belajar dari rumah.

“Namun setelah satu tahun Surplus bertahan di tengah pandemi, kami bisa membuat tren pertumbuhan positif dari segi transaksi dengan YoY sekitar 1500% (periode April 2020-April 2021). Diharapkan tren pertumbuhan positif ini tetap terjaga hingga berakhirnya pandemi,” kata Agung.

Tahun ini ada sejumlah target yang ingin dicapai oleh Surplus, di antaranya adalah dapat menjangkau 10.000 pengguna aktif dan menjangkau 1000 lebih mitra dan bergabung kepada zero food waste movement. Sehingga dapat mengurangi laju food waste sekitar 10-15% di area Jabodetabek, Bandung dan Yogyakarta di akhir tahun 2021.

“Kami juga sedang mempersiapkan penggalangan dana dalam bentuk crowdfunding melalui platform Kickstarter yang rencananya akan di-launching pada 1-2 bulan ke depan. Kami juga sangat terbuka kepada investor yang mempunyai visi-misi yang sama atau sedang mencari investasi kepada green startup atau perusahaan yang menghasilkan dampak sosial dan lingkungan,” kata Agung.

Menurut laporan ANGIN bertajuk “Investing in Impact in Indonesia”, pada tahun 2013 konsep investasi berdampak atau startup dengan pendekatan “hijau” atau ramah lingkungan, masih sangat jarang di Indonesia. Namun sekarang makin familiar karena mulai ada VC yang membuat fund khusus untuk investasi di sektor berdampak.

Ada sejumlah investor berdampak yang telah berinvestasi di Indonesia, baik itu pemain lokal dan asing. Beberapa telah memiliki tim representatif di Indonesia. Totalnya mencapai 66 investor, dengan rincian 61 dari fund luar negeri dan lima sisanya dari Indonesia.

Sementara itu, investor mainstream yang telah mengucurkan sejumlah dananya untuk sektor berdampak jumlahnya jauh lebih banyak, hampir dua kali lipatnya sebanyak 107 investor. Dengan rincian 32 investor lokal dan 75 investor dari luar negeri.

Application Information Will Show Up Here

Transfez Kantongi Pendanaan Tahap Awal Dipimpin East Ventures dan BEENEXT

Setelah tahun lalu sempat mengutarakan rencana penggalangan dana, platform fintech yang menawarkan layanan remitansi digital Transfez hari ini (19/5) mengumumkan baru menyelesaikan putaran tahap awal mereka. East Ventures dan BEENEXT terlibat memimpin pendanaan ini.

“Kami sangat senang memiliki dua investor ternama yang mendukung misi Transfez. Saat ini, pembayaran lintas negara rumit karena adanya persyaratan dan jalur pembayaran yang berbeda-beda di setiap negara. Akibatnya, transaksi menjadi mahal dan memakan waktu. Tujuan kami adalah menyederhanakan proses yang rumit tersebut,” kata CEO Transfez Edo Windratno.

Dana segar ini akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk pengembangan produk dan penetrasi pasar. Saat ini, Transfez melayani sektor B2C yang menawarkan layanan pengiriman uang ke 26 valuta asing di lebih dari 50 negara. Selain itu, Transfez juga akan memperluas layanannya ke sektor pembayaran B2B dalam waktu dekat.

Diluncurkan pada awal tahun 2020 lalu, saat ini Transfez telah memproses total transaksi senilai Rp 1,5 triliun ($105 juta). Terlepas dari pandemi Covid-19, mereka juga mengklaim telah mengalami pertumbuhan sebesar 30x lipat dalam jumlah transaksi yang diproses dalam satu tahun terakhir.

Transfez menawarkan layanan transfer uang internasional berbiaya hingga 10x lebih rendah dibanding bank konvensional dengan proses yang serba digital serta real-time. Pelanggan dapat mengirim dan menerima uang mereka dalam hitungan menit karena Transfez memiliki likuiditas di setiap negara tempat perusahaan beroperasi.

“Kami percaya bahwa tim Transfez memiliki kemampuan untuk melayani jutaan orang Indonesia untuk mengirim dan menerima uang secara digital di seluruh dunia dengan cara yang lebih hemat biaya, lancar, dan aman,” kata Partner East Ventures Melisa Irene.

Maraknya pemain remitansi di Indonesia

Sejak tahun 2015 lalu layanan remitansi sudah banyak dihadirkan oleh platform asing hingga lokal di Indonesia. Salah satu alasan utama adalah, untuk meng-cater banyaknya pekerja migran dan TKI di luar negeri dalam hal pengiriman uang kepada keluarga di tanah air.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah TKI di luar negeri berjumlah 276.553 orang. Taiwan, Malaysia, dan Hong Kong merupakan tiga tujuan favorit bagi pekerja kita. Sedangkan jumlah pelajar Indonesia yang menimba ilmu di negara lain 20.225 orang. Baik pelajar maupun tenaga kerja merupakan fondasi bisnis remitansi, namun pasar mereka berpotensi terus melebar.

Bukan hanya platform fintech seperti Transfree, Xendit, TransferWise, Wallex, Zendmoney, OY!, TrueMoney, RemitPro yang mencoba untuk menawarkan layanan serupa, layanan perbankan seperti BNI juga mulai aktif mengembangkan teknologi mereka dengan menjalin kolaborasi strategis dengan pihak terkait untuk memperkuat layanan remitansi.

Sementara BRI Ventures terlibat dalam pendanaan Nium, startup remitansi asal Singapura.

Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai, popularitas remitansi di tahun ini tak lepas dari potensinya yang memang besar. Potensi besar yang relatif belum lama terjamah oleh pemain digital menempatkan remitansi sebagai derivasi layanan fintech berikutnya yang paling menjanjikan.

Salah satu faktor pendorong besarnya potensi remitansi adalah jumlah tenaga kerja dan pelajar Indonesia di luar negeri. Terlebih, menurut Yusuf, Indonesia akan mengalami bonus demografi. Pertumbuhan kelompok usia produktif masih akan meningkat — sesuatu yang ia anggap meyakinkan para investor akan prospek bisnis remitansi.

Application Information Will Show Up Here

Misi Ajaib Mendorong Pertumbuhan Pasar Modal Indonesia

Berdiri sejak tahun 2018, Ajaib Group kini memiliki dua instrumen investasi di platform digitalnya, yaitu Ajaib Sekuritas (PT Ajaib Sekuritas Asia – hasil akuisisinya terhadap Primasia Unggul Sekuritas) untuk saham dan Ajaib Reksadana (PT Takjub Tekonologi Indonesia) untuk produk reksa dana.

Bisa dibilang Ajaib adalah salah satu platform investasi dengan pertumbuhan paling pesat saat ini didukung dengan pendanaan kuat. Awal tahun ini Ajaib telah mengumumkan dua perolehan pendanaan Seri A dengan nilai total $90 juta atau Rp1,3 triliun.

Co-Founder dan CEO Ajaib Anderson Sumarli berbagi cerita kepada DailySocial tentang mimpi-mimpinya membangun platform digital untuk anak muda ini.

Terinspirasi Robinhood

Founder Ajaib Group Yada Piyajomkwan dan Anderson Sumarli / Ajaib

Sebagai anak muda, Anderson dan teman-temannya merasa frustrasi terhadap kurangnya platform perdagangan saham yang membantu investor pemula belajar tentang perdagangan saham. Ia terinspirasi banyaknya broker online inovatif, termasuk platform seperti Robinhood di Amerika Serikat dan XP Investimentos di Brasil.

Dengan misi mengedukasi masyarakat akan pentingnya investasi, Anderson membangun Ajaib untuk menciptakan pengalaman jual/beli saham online yang mudah diakses bagi investor pemula di Indonesia.

“Untuk bisa menarik perhatian lebih banyak target pengguna, Ajaib dilengkapi dengan tampilan aplikasi yang ramah pengguna dan mudah dipahami, menyediakan materi edukasi bagi investor pemula serta layanan jual/beli saham dengan biaya rendah. Ajaib juga menyediakan layanan investasi reksa dana tanpa biaya sebagai diversifikasi,” kata Anderson.

Ia membangun Ajaib bersama Co-Founder Yada Piyajomkwan, Salah satu titik tolak Ajaib adalah lolos di program inkubator Y Combinator. Hal tersebut menjadi momen yang membanggakan bagi Anderson, karena dapat mewakili teknologi Indonesia di kancah dunia.

“Kami sangat bersyukur karena Ajaib diakui oleh inkubator teknologi kelas dunia seperti Y Combinator. Melalui pengalaman tersebut, saya bertemu dengan para pemimpin teknologi luar biasa dari seluruh dunia dan mempelajari banyak hal dari mereka,” kata Anderson.

Dimulai dari reksa dana

Co-Founder & CEO Ajaib Group Anderson Sumarli / Ajaib

Ajaib menyediakan portofolio yang personal berdasarkan profil risiko pengguna. Dimulai dari reksa dana, tahun 2020 Ajaib Group mengumumkan akuisisi terhadap Primasia Unggul Sekuritas (Primasia Sekuritas). Pialang saham tersebut kemudian dialihnamakan menjadi Ajaib Sekuritas.

“Kami percaya pada kekuatan investor-investor muda ritel Indonesia. Kami juga percaya bahwa produk dan edukasi terbaiklah yang akan menang. Ajaib tumbuh dengan pesat secara organik dan kami akan terus berinvestasi pada pengembangan produk serta kampanye edukasi kami,” kata Anderson.

Menurut Anderson saat ini jumlah investor saham di Indonesia masih sangat sdikit. Tercatat pada bulan Desember 2020 lalu, kurang dari 2 juta orang Indonesia yang memiliki akun investasi saham, atau kurang dari 1% dibandingkan total populasi. Sangat jauh jika dibandingkan dengan Tiongkok dan Amerika Serikat.

Penetrasi investasi saham di Indonesia, menurut Anderson, juga masih sangat rendah, karena investasi saham hanya disediakan untuk seseorang dengan kekayaan yang mampu membayar komisi tinggi dan terbiasa melakukan perdagangan melalui pialang offline.

“Ajaib adalah broker saham online pertama di Indonesia. Ajaib membuat investasi saham dapat diakses oleh milenial melalui aplikasi dengan biaya rendah dan tampilan aplikasi yang ramah pengguna,” klaim Anderson.

Ingin tambah investor milenial

Masih banyak rencana dan target yang ingin dicapai perusahaan. Saat ini Ajaib fokus menjangkau dan mengedukasi lebih banyak milenial tentang pentingnya investasi dan perencanaan keuangan sejak muda. Hal tersebut dilakukan guna mendukung upaya pemerintah dalam mengedukasi masyarakat akan pentingnya investasi saham dan perencanaan keuangan sejak dini.

Ajaib menggandeng Bursa Efek Indonesia untuk inisiasi 1000 Program Generasi Saham. Program tersebut merupakan kegiatan edukasi literasi keuangan dan fokus pada daerah-daerah di Indonesia dengan tingkat literasi keuangan yang rendah.

Berdasarkan data di Bursa Efek Indonesia (BEI), pertumbuhan investor saham baru sepanjang 2020 meningkat signifikan. Tercatat ada penambahan sebanyak 590.658 SID baru dan investor pasar modal telah tumbuh 53,47% dibanding tahun 2019. 70% dari total investor baru pada 2020 didominasi kaum milenial dengan rentang usia 18-30 tahun.

1 dari 5 investor saham di Indonesia diklaim berinvestasi di Ajaib.

Meskipun demikian, pertumbuhan investor saham baru ini juga perlu diimbangi dengan edukasi agar kualitas investor domestik meningkat dan memastikan generasi muda Indonesia memahami pentingnya berinvestasi sejak dini.

“Saya percaya pada kekuatan milenial di Indonesia. Saya yakin milenial akan mendorong pertumbuhan pasar modal Indonesia dalam waktu dekat,” tutup Anderson.

Application Information Will Show Up Here

Edtech Startup Rolmo Officially Launches, Providing Learning Concept from Industry’s Role Model

The pandemic has accelerated the Indonesian edutech platform. Not only for the formal education, but also informal education in a broad sense. From education regarding finance and investment, programming languages, to parenting. One of the local platforms that strives to contribute to the informal education sector is Rolmo.

Rolmo’s Founder, Jonathan Aditya revealed to DailySocial, althoug using a similar concept with most edtech platforms, they provide different approach for content by focusing on the role model. For example, there is a class on the platform featuring Andra Matin with his life experiences, knowledge, and lessons learned in a career as an architect.

“To date, there are still very few learning options in Indonesia to achieve success and life goals based on experiences, mistakes, and suggestions from role models. Most of the current solution is to offer engineering study, which can be found free or paid on the platforms. We believe that this solution [Rolmo] is well received, especially by people around the productive age,” Jonathan said.

Aside from Indonesia, Rolmo expects its platform to be available in other countries. Therefore, the platform is not simply a website, but also an application. Rolmo has equipped with translations in 12 languages ​​in every course offered.

Along with other founders, Johanes Adika, Rolmo is expected to be ‘the’ platform for the wider community who wants to gain insights, learn directly from their role model.

“Through Rolmo, we want to create opportunities for as many individuals as possible to have access to good education. Another thing Rolmo wants to achieve is to create equal opportunities for anyone to be able to learn from these role models. We believe that by being able to learn from role models, everyone can achieve their goals,” Johanes said.

The VR/AR technology

Currently, courses are available to purchase by users. After making a purchase, they can access it for one year. Using the video-based learning method, every content is available via smartphone and desktop. Not only videos, Rolmo also provides a more intimate experience using 360° Virtual Reality (VR) and Augmented Reality (AR) technology.

By implementing 360 ° VR, users can get closer to role models. Previously, Rolmo has applied it in various cases, one example is a course by Andra Matin. Users are invited for tour of one of the buildings designed by Andra Matin. The user can look around as if they were there.

In the next five years, Rolmo projects the AR technology will be available not only through smartphones, but also with new tools like glasses.

“We get that not everyone has the funds, access and time to be able to see and meet Andra Matin directly. The AR technology will help visualize learning materials in three dimensions. For instance, users can see the Andra Matin project mockup,” Jonathan said.

In the future, Rolmo will add learning materials from other role models from other fields such as interior design, graphic design, product design, business, fashion, photography, film, music, and others.

“This year we are targeting to be able to present more than 20 role models in various fields. We also plan to raise funds in the pre-seed stage,” Jonathan said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Startup Edtech Rolmo Meluncur, Tawarkan Konsep Belajar dari “Role Model” di Berbagai Bidang

Pandemi telah mengakselerasi platform edutech di tanah air. Bukan hanya yang menyasar pendidikan formal, namun juga pendidikan informal secara meluas. Mulai dari edukasi mengenai finansial dan investasi, bahasa pemrograman, hingga parenting. Salah satu platform lokal yang kemudian tertarik untuk berkontribusi kepada sektor edukasi informal adalah Rolmo.

Kepada DailySocial, Founder Rolmo Jonathan Aditya mengungkapkan, meskipun memiliki cara kerja yang serupa dengan kebanyakan platform edtech, namun pendekatan konten mereka berbeda, yakni dengan menitikberatkan pada sosok role model. Sebagai contoh, di platform terdapat kelas dari Andra Matin yang berisi pengalaman, ilmu, dan pembelajaran hidupnya dalam berkarier sebagai arsitek.

“Di Indonesia hingga kini masih sedikit sekali pilihan belajar untuk meraih kesuksesan dan tujuan hidup dari pengalaman, kesalahan, dan saran dari para role model. Mayoritas, solusi yang ada sekarang yaitu menawarkan pembelajaran keteknikan, yang dapat ditemukan di platform berbayar maupun gratis. Kami yakin bahwa solusi ini [Rolmo] diterima dengan baik, terutama oleh masyarakat di rentang usia produktif,” kata Jonathan.

Selain di Indonesia, Rolmo berharap platform mereka bisa digunakan di negara lainnya. Hal tersebut yang kemudian menjadikan platform tidak hanya berupa situs, namun juga berupa aplikasi. Rolmo juga telah dilengkapi dengan terjemahan dalam 12 bahasa dalam setiap kursus yang diluncurkan.

Bersama dengan pendiri lainnya yaitu Johanes Adika, Rolmo diharapkan bisa menjadi platform pilihan bagi masyarakat luas yang ingin menambah ilmu, belajar langsung dari tokoh idola mereka.

“Lewat Rolmo, kami ingin membuka kesempatan bagi sebanyak mungkin individu untuk memiliki akses edukasi yang baik. Hal utama lain yang juga ingin dicapai oleh Rolmo adalah menciptakan kesetaraan peluang bagi siapa pun untuk bisa mendapatkan pembelajaran dari para role model tersebut. Kami percaya bahwa dengan bisa belajar dari para role model, setiap orang bisa meraih tujuan mereka,” kata Johanes.

Pemanfaatan teknologi VR/AR

Untuk saat ini pengguna bisa melakukan pembelian untuk masing-masing pilihan kursus. Setelah melakukan pembelian, pengguna dapat mengaksesnya selama satu tahun. Menggunakan metode video base learning, setiap pengguna bisa mengaksesnya melalui smartphone dan desktop. Tidak hanya berupa video, Rolmo juga memberikan pengalaman yang lebih intim menggunakan teknologi 360° Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR).

Dengan menerapkan 360° VR bisa mendekatkan pengguna dengan role model. Sebelumnya Rolmo juga telah mengaplikasikannya di berbagai kasus, salah satu contohnya pada kursus oleh Andra Matin. Pengguna diajak berkeliling di salah satu bangunan yang didesain oleh Andra Matin. Pengguna dapat melihat sekeliling, seakan-akan berada di sana.

Dalam lima tahun ke depan, Rolmo melihat penggunaan AR dapat dinikmati tidak hanya melalui smartphone, tetapi juga dengan alat perangkap baru seperti kacamata.

“Kami sadar tidak setiap orang memiliki dana, akses dan waktu untuk dapat melihat dan bertemu langsung dengan Andra Matin. Penerapan AR akan membantu visualisasi materi pembelajaran secara tiga dimensi. Salah satu contohnya yaitu pengguna dapat melihat maket proyek Andra Matin,” kata Jonathan.

Ke depannya Rolmo juga akan menambah materi pembelajaran dari role model lain dari bidang lain seperti desain interior, desain grafis, desain produk, bisnis, fesyen, fotografi, film, musik, dan lainnya.

“Tahun ini kami menargetkan untuk bisa menghadirkan lebih dari 20 role model di berbagai bidang. Kami juga berencana melakukan penggalangan dana tahap pre-seed,” kata Jonathan.

Application Information Will Show Up Here

Belum Kantongi Izin OJK, KitaBisa Hentikan Penerimaan Donatur Baru di Saling Jaga

Setelah sebelumnya diperkenalkan kepada publik awal bulan April 2020 lalu, layanan crowdinsurance Saling Jaga yang diinisiasi oleh KitaBisa diminta oleh Satgas Waspada Investasi (SWI) untuk dihentikan operasinya karena belum mengantongi izin dari OJK.

Seperti yang dilansir dari Detik, program ini diduga merupakan kegiatan perasuransian sebagaimana dimaksud dalam UU No. 40 Tahun 2014, sehingga harus mendapatkan izin usaha perasuransian dari OJK.

Kepada DailySocial dalam wawancara sebelumnya, Co-Founder & CEO Kitabisa Alfatih Timur mengungkapkan, produk Saling Jaga telah didaftarkan ke regulatory sandbox OJK dan saat ini statusnya masih menunggu proses selanjutnya dari pihak otoritas.

“Adapun KitaBisa sebagai platform crowdfunding donasi tetap akan bernaung di bawah izin Penggalangan Uang dan Barang (PUB) Kementerian Sosial Republik Indonesia,” kata Alfatih.

Memanfaatkan teknologi yang dikembangkan Kitabisa, skala komunitas yang bisa ikut patungan bisa diperluas secara signifikan. Jika sebelumnya konsep patungan untuk saling menjaga hanya bisa dilakukan oleh komunitas dalam satu desa, kini bisa dilakukan dengan ribuan bahkan jutaan orang se-Indonesia. Semakin banyak anggota bergabung, semakin kecil jumlah kontribusi untuk membantu anggota yang membutuhkan, semakin banyak pula orang yang bisa terbantu.

Menghentikan penerimaan donatur baru

Per Maret 2021 Kitabisa mencatat, ada lebih dari 650 ribu anggota yang sudah bergabung di Saling Jaga dan telah menyalurkan bantuan total Rp2 miliar kepada 500 orang anggota yang terdiagnosis positif Covid-19 atau penyakit kritis.

Untuk saat ini sesuai dengan permintaan dari regulator, perwakilan KitaBisa menyebutkan bahwa mereka memutuskan untuk menghentikan penerimaan donatur baru dan menghormati himbauan OJK.

Tapi lainnya untuk donatur terdaftar tetap berjalan, karena menurut mereka pengaplikasian program Saling Jaga sudah mendapatkan izin dari Kemensos. Saat ini pihak KitaBisa masih melakukan koordinasi dengan pihak terkait dan akan memberikan informasi lebih lengkap terkait layanan Saling Jaga selanjutnya minggu depan.

Application Information Will Show Up Here