Kemitraan Telko Jadi Strategi Khas Debut OTT Asing, Lionsgate Play Gandeng Telkomsel

Layanan video streaming Lionsgate Play makin memantapkan penetrasinya di Indonesia. Dari rencana awalnya, platform asal Ameria Serika tersebut memang hendak mulai mengudara di Indonesia di penghujung kuartal pertama tahun ini. Guna mendapatkan traksi awal yang baik, mereka mengumumkan telah bekerja sama dengan Telkomsel.

Seperti diketahui, operator seluler pelat merah tersebut mengoperasikan aplikasi MAXstream. Di dalamnya berisi konten agregasi dari berbagai perusahaan video on-demand, baik lokal maupun mancanegara. Kerja sama non-eksklusif di atas juga akan memungkinkan pengguna MAXstream mengakses konten film dan serial yang disuguhkan Lionsgate.

Kepada DailySocial, General Manager Lionsgate Play Indonesia Guntur S. Siboro mengatakan, kerja sama ini diharapkan bisa memperkenalkan layanan video streaming tersebut ke basis pengguna Telkomsel. Terlebih saat ini mereka juga memiliki paket langganan internet khusus yang memberikan layanan tambahan berupa akses ke MAXstream.

“Kolaborasi ini baru permulaan, dengan perkembangan yang lebih menarik lagi dengan Telkomsel yang direncanakan untuk beberapa bulan mendatang,” kata Guntur.

Disney+ Hotstar dalam debut awalnya juga pakai strategi serupa, menggandeng Telkomsel sebagai mitra awal untuk penetrasinya di Indonesia. Saat ini pengguna Telkomsel mendapatkan akses khusus (bahkan gratis) ke aplikasi VOD tersebut. Strategi tersebut tampak berjalan baik, menurut data terbaru Media Partners Asia (MPA), hingga awal tahun ini Disney+ Hotstar sudah memiliki 2,5 juta pelanggan di Indonesia.

Terlepas dari itu, pasar VOD di Indonesia makin menarik. Di tengah gempuran pemain asing, layanan lokal juga terus mempertajam cengkeramannya. Apalagi konglomerasi media MNC Group mulai memboyong unit OTT-nya untuk melantai di bursa Amerika Serikat, artinya terbuka kesempatan yang lebih besar bagi investor global untuk mulai ikut menggarap pasar VOD di Indonesia.

Selain Vision+ dari MNC, ada pemain lokal lainnya yang juga sudah punya basis pengguna cukup signifikan. Salah satunya Vidio, yang merupakan bagian dari konglomerasi media lainnya, EMTEK. Laporan MPA juga mengatakan di awal tahun ini Vidio sudah memiliki sekitar 1,1 juta pelanggan berbayar.

Decacorn Gojek juga mantap dengan bisnis OTT-nya lewat Goplay. Bahkan mereka sudah mulai menggalang pendanaan secara independen untuk mengakselerasi bisnisnya.

Diyakini pasar VOD masih terbuka lebar untuk persaingannya. Menurut hasil riset Brightcove dalam laporan bertajuk “The Future of OTT in Asia”, konten menjadi salah satu penentu ketertarikan pengguna terhadap layanan VOD. Sehingga dengan strategi pendekatan konten yang tepat, suatu layanan bisa saja memenangkan pasar di kemudian hari.

Di luar Asia, nama Lionsgate Play dikenal dengan nama STARZPLAY, demikian pula di negara asalnya Amerika Serikat. Nama Lionsgate Play dipilih untuk negara di Asia, karena nama “Star” sebelumnya telah dimiliki terlebih dulu oleh perusahaan ternama di Asia yang juga merupakan perusahaan media terkemuka.

Application Information Will Show Up Here

Platform Proptech Rentfix Mulai Lakukan Ekspansi ke Singapura

Rentfix hadir sebagai platform teknologi properti (proptech) sejak 2017 lalu. Tahun ini mereka mantapkan langkah untuk memperluas cakupan bisnis ke Singapura. Saat ini situs Rentfix.sg sudah dapat diakses untuk pengguna di sana. Kepada DailySocial CEO Rentfix Effendy Tanuwidjaja mengungkapkan, situs dan aplikasinya menyediakan platform digital dilengkapi dengan layanan dedicated agents untuk kategori properti residensial maupun komersial.

Hingga saat ini Rentfix mengklaim telah memiliki sekitar lebih dari 3000 pengguna dan 55 jumlah mitra penyewa maupun pembeli. Akhir tahun 2020 lalu Rentfix meluncurkan fitur “Rentfix Jual Beli”. Bisnis jual-beli ini diluncurkan karena banyaknya permintaan dari para pengguna yang ingin memiliki hunian dengan cara dan proses yang mudah.

“Masih banyak properti yang disewa di pasaran tetapi ternyata tidak ditempati dan dibiarkan kosong. Misalnya gudang sudah disewa sekian tahun tetapi kosong. Rentfix melihat peluang itu, ruang-ruang properti kosong tersebut kami transformasikan melalui platform digital,” kata Effendy.

Saat ini Rentfix belum mendapat pendanaan dari investor. Perusahaan masih berupaya untuk fokus mengoptimalkan nilai transaksi sewa dan jual-beli properti guna meningkatkan okupansi untuk terus mendapatkan hasil.

Model bisnis dan strategi monetisasi

Model bisnis yang diterapkan oleh Rentfix terdiri dari dua jenis, yakni bisnis sewa dan jual-beli properti. Untuk transaksi sewa, platform hanya mengambil sekitar 1% dari setiap transaksi yang berhasil. Kemudian untuk jual-beli mereka memberikan kemudahan dan penawaran transaksi yang menarik bagi konsumen dalam membeli properti.

“Misalnya untuk memiliki rumah, konsumen hanya perlu merogoh kocek Rp500 ribu untuk dapat mereservasi properti yang diinginkan. Model bisnis tersebut pun didukung dengan strategi monetisasi kami, yakni memberikan solusi dalam penjualan properti bagi para calon mitra,” kata Effendy.

Rentfix juga memberi penawaran strategi bisnis marketing yang terdiri dari kerja sama sebagai Mitra Reguler dan Mitra Prioritas yang diperuntukkan untuk lebih mendukung keberhasilan mitra-mitra dalam memasarkan properti sewa dan penjualan properti.

Disinggung apa yang membedakan Rentfix dengan platform serupa lainnya yang menawarkan layanan yang sama, disebutkan mereka lebih memosisikan diri sebagai layanan e-commerce properti. Tujuannya ingin menciptakan sebuah proses transaksi berbasis teknologi, sehingga seluruh proses sepenuhnya bisa dilakukan secara daring; mulai dari pemesanan, pembayaran, hingga perjanjian sewa.

“Jika ada transaksi pembelian properti yang batal pun Rentfix dapat mengembalikan dana (refundable) yang sudah dibayarkan oleh pembeli. Menariknya lagi, Rentfix memberikan layanan pasang properti secara gratis selamanya bagi masyarakat Indonesia dalam memasarkan propertinya di Rentfix. Setiap properti yang terdaftar di Rentfix dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia,” kata Effendy.

Pandemi dan bisnis Rentfix

Saat pandemi banyak pemilik properti memasarkan unitnya untuk disewakan di platform Rentfix. Salah satu alasannya adalah, properti akan tetap menjadi kebutuhan yang dicari dan diperlukan oleh masyarakat. Rentfix mencatat selama Q1 2020, adanya lonjakan permintaan dari segmen sewa pergudangan. Permintaan pergudangan di kategori komersial lebih tinggi jumlahnya dibandingkan kategori lainnya. Selama pandemi juga ada permintaan yang lebih banyak untuk sewa di tipe pergudangan seiring dengan naiknya permintaan di ritel online.

Sebaliknya penyewaan tempat tinggal dan tempat usaha di kategori residensial tercatat mengalami perlambatan permintaan. Fokus calon penyewa kebanyakan untuk mengisi kebutuhan jangka pendek. Selama kuartal pertama tersebut  setidaknya ada 500 daftar baru yang didaftarkan di platform tersebut per bulannya.

“Oleh sebab itu, di tengah situasi yang serba tak pasti seperti saat ini, digital ekonomi memiliki peran yang sangat penting. Masyarakat akan tetap mengandalkan dan membutuhkan perusahaan teknologi properti untuk berbagai keperluan tempat tinggal di situasi pandemi seperti saat ini,” kata Effendy.

Application Information Will Show Up Here

Pluang Secures Pre-Series B Funding, to Expand Partnerships and Product Development

Investment app Pluang announced to finalize pre-series B fundraising of $20 million or 288.8 billion Rupiah. The funding consortium was led by Openspace Ventures backed by investors who have been involved in the previous rounds, including Go-Ventures.

The company is to use the fresh fund to develop and launch new financial products, expand product offerings among business partners. The company also plans to build a team and develop automation features.

“Previously, these investment assets were only available to the well-off. However, we believe that everyone should have the same opportunity to enhance their savings. Therefore, our new products will later accommodate this goal,” Pluang’s Co-Founder, Claudia Kolonas said.

Pluang has received Series A funding worth $3 million in March 2019. The team claims to reach more than one million active users on the application. The biggest growth is up to 20 times in 2020. Pandemic is said to be a factor triggering this growth that encourages the public to start investing.

“Pluang has successfully demonstrated tremendous business growth in the last 12 months. We are very enthusiastic to support Pluang, along with the company’s ambition to continue to facilitate Indonesians to invest,” Openspace Ventures’ Founding Partner, Shance Chesson said.

Business focus

Pluang’s current focus on product is to utilize government bonds as a means of saving and investing for communities. Feature updates with automation will also help users put saving as a daily routine.

“We plan to expand our product coverage in 2021 by focusing on new products. Therefore, our users can access various investment assets easily and comfortably,” Claudia said.

Currently, Pluang has been selected to provide mini-app features in other applications such as Gojek (GoInvestment), DANA (DANA eMAS), and Bukalapak (BukaEmas). Claudia also said that her team had managed to book efficient user acquisition costs (CAC). To date, gold has proven to be the best choice of its products.

At the end of 2020, Pluang released a new investment product on its platform, allowing users to invest in crypto assets. In collaboration with Zipmex as a partner in transactions, crypto assets offered are starting from Bitcoin and Ethereum as digital currencies with the largest capitalization value today.

Gold investment app

Gold investment is considered to be a good starting point for increasing the penetration of digital investment services to a wider audience – we call it gold as a digital investment catalyst. Apart from having less risk, many Indonesians have done the activity of turning gold into an investment, only by manual method (buying and selling directly at the store.

Based on this information, investment applications have continued to emerge in the past decade, including gold instruments. Our data shows there are at least 9 application providers that offer investment products.

Platform Minimal Investasi
e-mas Rp100
Indogold Rp500
Lakuemas Rp50.000
Pegadaian Rp5.000
Pluang Rp10.000
Sehatigold Rp20.000
Tamasia Rp10.000
Tanamduit Rp10.000
Treasury Rp5.000


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Pluang Kantongi Pendanaan Pra-Seri B, Fokus Perluas Kemitraan dan Produk

Pengembang aplikasi investasi Pluang mengumumkan telah merampungkan penggalangan dana pra-seri B sebesar $20 juta atau 288,8 miliar Rupiah. Konsorsium pendanaan tersebut dipimpin oleh Openspace Ventures didukung investor yang telah terlibat di putaran sebelumnya, termasuk Go-Ventures.

Dana segar akan digunakan perusahaan untuk mengembangkan dan meluncurkan produk finansial baru, memperluas penawaran produk di mitra-mitra bisnis. Perusahaan juga memiliki rencana untuk membangun tim dan mengembangkan fitur automasi.

“Sebelumnya, aset-aset investasi tersebut hanya tersedia bagi kalangan yang mampu. Namun kami percaya bahwa setiap orang seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan nilai tabungannya. Oleh karenanya, produk-produk baru kami nantinya akan mengakomodasi tujuan tersebut,” kata Co-Founder Pluang Claudia Kolonas.

Sebelumnya Pluang telah mendapatkan pendanaan Seri A senilai $3 juta pada Maret 2019. Pluang mengklaim telah berhasil merangkul lebih dari satu juta pengguna aktif di aplikasi. Pertumbuhan paling besar berada pada tahun 2020, sampai 20x lipat. Salah satu faktor pemicu pertumbuhan tersebut adalah pandemi yang membuat semakin besar minat masyarakat untuk berinvestasi.

“Pluang berhasil menunjukkan pertumbuhan bisnis yang luar biasa dalam 12 bulan terakhir. Kami sangat antusias untuk mendukung Pluang, seiring ambisi perusahaan untuk terus memfasilitasi masyarakat Indonesia untuk menabung,” ujar Founding Partner Openspace Ventures Shance Chesson.

Fokus bisnis Pluang

Salah satu fokus pengembangan produk Pluang saat ini adalah memanfaatkan obligasi pemerintah sebagai sarana menabung sekaligus berinvestasi masyarakat. Pembaruan fitur dengan atuomasi juga akan membantu pengguna dalam menjadikan menabung sebagai rutinitas sehari-hari.

“Kami berencana untuk memperluas cakupan produk kami di 2021 dengan berfokus pada produk-produk baru. Sehingga, pengguna kami dapat mengakses beragam aset investasi secara mudah dan nyaman,” ujar Claudia.

Saat ini, Pluang sudah terpilih untuk menyediakan fitur mini-apps di dalam aplikasi lain seperti Gojek (GoInvestasi), DANA (DANA eMAS), dan Bukalapak (BukaEmas). Claudia juga menyampaikan pihaknya telah berhasil membukukan biaya akuisisi pengguna (Customer Acquisition Cost/CAC) yang efisien. Dan sejauh ini tercatat produk yang menjadi pilihan utama pengguna adalah emas.

Pada akhir tahun 2020 lalu, Pluang merilis produk investasi baru di platformnya, memungkinkan pengguna untuk berinvestasi di aset kripto. Menggandeng Zipmex sebagai mitra dalam pemrosesan transaksi, aset kripto yang diperdagangkan mulai dari Bitcoin dan Ethereum selaku mata uang digital dengan nilai kapitalisasi terbesar saat ini.

Aplikasi investasi emas

Investasi emas dinilai menjadi awalan yang baik untuk meningkatkan penetrasi layanan investasi digital ke kalangan yang lebih luas — kami menyebutnya sebagai emas sebagai katalisator investasi digital. Selain risikonya lebih minim, sebenarnya kegiatan menjadikan emas sebagai investasi sudah banyak dilakukan masyarakat Indonesia, hanya saja dengan cara manual (jual-beli secara langsung di toko.

Atas dasar tersebut, di Indonesia dalam satu dekade terakhir terus bermunculan aplikasi investasi yang mencakup instrumen emas. Dari data kami, setidaknya ada 9 penyedia aplikasi yang saat ini bisa digunakan untuk berinvestasi.

Platform Minimal Investasi
e-mas Rp100
Indogold Rp500
Lakuemas Rp50.000
Pegadaian Rp5.000
Pluang Rp10.000
Sehatigold Rp20.000
Tamasia Rp10.000
Tanamduit Rp10.000
Treasury Rp5.000
Application Information Will Show Up Here

Openspace Ventures’ Strategy Post Third Managed Fund Worth $200 Million

In the middle of March 2021, Openspace Ventures announced to complete its third managed fund worth $20 million. This fund has marked a total commitment of $425 million.

Openspace Ventures‘ Director, Ian Sikora revealed to DailySocial that Indonesia is a very important market. In the future, they will continue to focus on enhancing the company’s presence in Indonesia.

“Nearly one-third of our portfolio located in Indonesia and we expect this trend to continue with the third fund. Recently, we welcome Aristo Setiawidjaja as Senior Advisor and Jocelyn Susilo as Senior Analyst, both are based in Jakarta. We will continue to develop our local Indonesian team in the coming months. ”

Openspace Ventures’ first and second fund were launched in 2014 and 2017. Regarding the investment value for Indonesian startups, Ian avoids revealing further detail. However, according to itscommitment, they will continue to actively seek out potential startups in the country.

“Openspace remains agnostic and explores opportunities in each sector. The third fund will target more than 15 investments in Southeast Asia,” Openspace Ventures’ Associate, Tania Shanny Lestari said.

Founded in 2014, the Singapore-based company has a total portfolio of 33 investments across key sectors including logistics, fintech, agritech, edtech, healthtech, cleantech, and B2B SaaS. Indonesia is claimed to be their key country with several investments, including Gojek, FinAccel, Halodoc, TaniHub Group, and the recent ones, iSeller, Zenius, and Pluang.

The Openspace team consists of 25 people from 12 countries. The company held offices in Bangkok, Jakarta, and Manila; also in the process of setting up an office in Ho Chi Minh City.

Supporting woman entrepreneurs

They are currently held activities focused on supporting women entrepreneurs in Southeast Asia by launching special mentoring activities for female entrepreneurs or aspiring entrepreneurs. Apart from celebrating International Women’s Day, Openspace Ventures expects to expand women’s participation in the venture capital ecosystem through this activity in Southeast Asia, including in Indonesia.

To date, there have been around 42 participants registered for this activity, all of which will be directly supported by the Openspace Ventures team. Some of the information or education that will be given to participants includes investment, technology, HR, data science, Emotional and Spiritual Quotient (ESQ) & impact.

“For those who intend to join, the opportunity is still open until the end of March. There will be a mentoring session to be scheduled according to the skill set request. And the mentors will spend around 1-2 sessions with the participants.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Targetkan Pertumbuhan Tiga Kali Lipat, Travelio Perluas Kemitraan

Salah satu platform proptech yang cukup berhasil melakukan diversifikasi saat pandemi adalah Travelio. Berdiri sejak tahun 2015 lalu, layanan yang disuguhkan adalah platform manajemen properti untuk mengelola beragam apartemen fully furnished terstandardisasi yang disewakan secara online.

Awal Q4 2020, Travelio resmi memperluas bisnis ke penyewaan apartemen unfurnished dan rumah dengan tempo penyewaan menengah hingga jangka panjang. Ekspansi ini merupakan hasil kerja samannya dengan sederet pengembang properti ternama di Indonesia seperti Intiland, Ciputra Group, Trans Property, PP Property, Meikarta, dan Adhi Commuter Properti.

“Travelio dipercaya karena track record yang bagus. Kita punya 5 tahun pengalaman mengelola properti khususnya apartemen. Bisnis ini juga tadinya belum ada. Saat ini kita berinovasi untuk mengolah dan menyediakan apartemen unfurnished dan rumah,” kata Co-Founder CEO Travelio Hendry Rusli.

Pandemi dan bisnis Travelio

Sebelumnya sejak awal pandemi tahun lalu, Travelio juga telah memperkenalkan Travelio Mart. Situs yang berisikan produk sayuran, buah, daging, dan lainnya yang dibutuhkan oleh pengguna; memanfaatkan makin besarnya permintaan pembelian grocery secara online. Langkah strategis ini dilakukan Travelio untuk mengakali turunnya bisnis mereka di awal pandemi.

Travelio mencatat di kisaran Q2 2020 bisnis merosot tajam, terutama di segmen sewa apartemen harian. Banyak dari pengelola apartemen juga menutup sewa harian untuk meminimalisir mobilisasi penghuni. Namun, Travelio berinisiatif untuk mendorong booking jangka panjang (bulanan dan tahunan). Travelio juga memberlakukan pembersihan unit menggunakan disinfektan untuk menjamin keamanan tamu.

Hingga saat ini Travelio memiliki tiga produk utama, di antaranya adalah Ready to Rent (RTR), Travelio Property Management (TPM) dan Realty. Secara keseluruhan dari ketiganya Travelio telah memiliki lebih dari 8000 properti yang telah disewakan. Untuk TPM sendiri hampir 4300 properti. Mereka juga mengklaim terdapat dua juta lebih pengguna yang telah mengunduh aplikasi, sementara lebih dari 100 ribu orang sudah menjadi pelanggan.

Tahun ini Travelio memiliki target pertumbuhan bisnis hingga tiga kali lipat. Upaya yang telah mereka lakukan di antaranya adalah, memaksimalkan produk yang sudah ada dan berencana untuk meluncurkan layanan jual beli apartemen di kuartal ketiga tahun ini.

“Kita berharap bisa jadi market leader. Hal ini bisa mendukung visi besar Travelio untuk menjadi perusahaan berbasis teknologi terbesar di Asia Tenggara yang menyediakan pengelolaan dan penyewaan properti terintegrasi,” kata Hendry.

Application Information Will Show Up Here

Teja Ventures Invests in Binar Academy; to Secure a Second Managed Fund

Binar Academy, the edutech platform developed by Alamanda Shantika, has completed its seed funding from Singapore-based venture capital, Teja Ventures. The investment value was undisclosed.

Teja Ventures Partner, David Soukhasing revealed to DailySocial that selecting Binar Academy to join its portfolio was based on a strong belief in the company founder with fairly positive track record.

“Binar Academy has had a fairly good number of clients, ranging from middle to upper class. It also has the potential to scale-up and provide good solutions quickly and have a fairly solid foundation,” David said.

Was founded in 2017, Binar Academy is now available in around 33 cities in Indonesia. Earlier this month, they released an application that is available on the App Store and Play Store. Since the beginning, Binar Academy focus to be able to deliver new digital talents who are capable to master programming languages ​​through the platform.

Aside from education, Binar Academy also channels several talents relevant to the needs of companies and startups to join as employees.

Apart from Binar, there are several other startups that provide “bootcamp” concept education services. One of those is Hacktiv8, they provide a lot of education about programming, including channeling their graduates to partner companies. There is also Skilvul, which is also correlated with the Impact Byte program.

Teja Ventures plans

Previously, David was known as Managing Director of ANGIN (Angel Investment Network Indonesia). Then, together with his partner Virginia Tan, who is also ANGIN’s client, he founded Teja Ventures in 2019. They also focus on supporting women founders.

“Teja Ventures is one of ANGIN’s clients (as we have 120 other clients including ADB, TINC, Moonshot Ventures) and also connected with me because I am one of the four partners, including one from Indonesia,” David said.

After Binar Academy, Teja Ventures’ next plan is to continue investing in startups with good potential. Starting from beauty tech, SME supply chain, wellness, and others. Teja Ventures strives to support its portfolio companies in Indonesia, including Duithape, Burgreens, Green Butcher, Shox / Rumah, and Siklus.

“In the future, Teja Ventures is currently preparing for the second managed fund and to continue maintaining good momentum from the LP and deal-flow,” David said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Teja Ventures Berikan Pendanaan ke Binar Academy; Segera Bukukan Dana Kelolaan Kedua

Binar Academy, platform edutech yang dikembangkan oleh Alamanda Shantika telah merampungkan pendanaan tahap awal dari venture capital berbasis di Singapura, Teja Ventures. Tidak disebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi yang diberikan kepada Binar Academy.

Kepada DailySocial, Partner Teja Ventures David Soukhasing mengungkapkan, dipilihnya Binar Academy untuk masuk dalam portofolio mereka adalah kepercayaan dan keyakinan kuat kepada pendiri perusahaan yang selama ini memiliki track record yang cukup positif.

“Binar Academy selama ini juga telah memiliki jumlah klien yang cukup baik, mulai dari kalangan menengah hingga ke atas. Selain itu juga memiliki potensi untuk scale-up dan memberikan solusi yang baik dengan cepat dan memiliki fondasi yang cukup solid,” ungkap David.

Didirikan tahun 2017 lalu, Binar Academy saat ini telah hadir di sekitar 33 kota di Indonesia. Awal bulan ini mereka juga telah merilis aplikasi yang saat ini sudah bisa diunduh di App Store dan Play Store. Fokus Binar Academy sejak awal adalah untuk bisa melahirkan talenta digital baru yang mampu menguasai bahasa pemrograman melalui platform.

Selain edukasi, Binar Academy juga menyalurkan beberapa talenta yang relevan dengan kebutuhan perusahaan hingga startup untuk bergabung bersama mereka menjadi pegawai.

Selain Binar, ada beberapa startup lain yang menyajikan layanan pendidikan berkonsep “bootcamp”. Satu di antaranya adalah Hacktiv8, mereka juga banyak memberikan edukasi soal pemrograman, termasuk menyalurkan lulusannya kepada perusahaan mitra. Pemain lainnya adalah Skilvul, yang juga terkorelasi dengan program Impact Byte.

Rencana Teja Ventures

Sebelumnya David dikenal sebagai Managing Director ANGIN (Angel Investment Network Indonesia). Kemudian bersama relasinya Virginia Tan, yang juga merupakan klien dari ANGIN, mendirikan Teja Ventures sejak tahun 2019. Mereka juga memiliki konsentrasi lebih untuk mendukung pendiri bisnis dari kalangan perempuan.

“Teja Ventures adalah klien dari ANGIN (karena kami memiliki 120 klien lain termasuk ADB, TINC, Moonshot Ventures) dan juga  terhubung dengan saya karena saya adalah salah satu dari empat partner, yang mencakup Indonesia,” kata David.

Setelah memberikan pendanaan kepada Binar Academy, rencana Teja Ventures selanjutnya adalah terus memberikan investasi kepada startup yang memiliki potensi yang baik. Mulai dari beautytech, supply chain UKM, wellness, dan lainnya. Teja Ventures juga terus berupaya untuk mendukung perusahaan portofolio mereka di Indonesia seperti Duithape, Burgreens, Green Butcher, Shox/Rumahan, dan Siklus.

“Ke depannya Teja Ventures juga tengah mempersiapkan penggalangan dana untuk kelolaan dana kedua dan terus menjaga momentum baik dari LP dan deal-flow,” kata David.

Rencana Openspace Ventures Usai Bukukan Dana Kelolaan Ketiga Senilai $200 Juta

Pertengahan bulan Maret 2021 lalu, Openspace Ventures mengumumkan telah berhasil merampungkan pengumpulan dana kelolaan ketiga dengan nilai mencapai $20 juta. Pendanaan ini juga menjadikan total komitmen kapital yang mereka kelola menjadi $425 juta.

Kepada DailySocial, Director Openspace Ventures Ian Sikora mengungkapkan, Indonesia adalah pasar yang penting bagi mereka. Ke depannya mereka akan terus fokus untuk mengembangkan kehadiran perusahaan di Indonesia.

“Hampir sepertiga dari portofolio kami berada di Indonesia dan berharap tren ini akan berlanjut dengan pendanaan ketiga. Baru-baru ini kami juga menghadirkan Aristo Setiawidjaja sebagai Senior Advisor dan Jocelyn Susilo sebagai Senior Analyst yang keduanya berbasis di Jakarta. Kami akan terus mengembangkan tim lokal Indonesia dalam beberapa bulan mendatang.”

Dana pertama dan kedua yang diterima oleh Openspace Ventures diluncurkan pada tahun 2014 dan 2017 lalu. Disinggung berapa nilai investasi yang bakal dikeluarkan khusus untuk startup asal Indonesia, Ian enggan menyebutkan lebih lanjut. Namun sesuai komitmen yang disampaikan, mereka akan terus aktif mencari startup potensial di tanah air.

“Openspace tetap sektor agnostik dan menjajaki berbagai oportunitas di setiap sektor. Pendanaan ketiga akan menargetkan lebih dari 15 investasi di Asia Tenggara,” kata Associate Openspace Ventures Tania Shanny Lestari.

Didirikan pada tahun 2014, perusahaan yang berbasis di Singapura ini secara keseluruhan telah memiliki portofolio 33 investasi di seluruh sektor utama termasuk logistik, fintech, agritech, edtech, healthtech, cleantech, dan B2B SaaS. Indonesia diklaim menjadi negara kunci mereka dengan beberapa investasi yang telah digelontorkan kepada startup asal Indonesia sebelumnya, seperti Gojek, FinAccel, Halodoc, TaniHub Group. Yang terbaru termasuk iSeller, Zenius dan Pluang.

Tim Openspace terdiri dari 25 orang yang berasal dari 12 negara. Perusahaan memiliki kantor di Bangkok, Jakarta, dan Manila; sedang dalam proses mendirikan kantor di Kota Ho Chi Minh.

Mendukung pengusaha perempuan

Salah satu kegiatan yang saat ini tengah mereka lancarkan untuk mendukung pengusaha perempuan di Asia Tenggara adalah, dengan meluncurkan kegiatan mentoring khusus untuk entrepreneur atau calon entrepreneur perempuan. Selain merayakan Hari Perempuan International, melalui kegiatan ini Openspace Ventures berharap bisa memperluas partisipasi perempuan di ekosistem venture capital di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.

Tercatat hingga saat ini sudah ada sekitar 42 peserta yang telah mendaftar kegiatan ini, yang secara keseluruhan akan didukung langsung oleh tim Openspace Ventures. Beberapa informasi atau edukasi yang bakal diberikan kepada peserta di antaranya adalah investasi, teknologi, HR, data science, Emotional and Spiritual Quotient (ESQ) & impact.

“Untuk mereka yang ingin mendaftar masih terbuka kesempatan tersebut hingga akhir bulan Maret ini. Dari situ nantinya akan di jadwalkan mentoring session sesuai permintaan skill set. Dan para mentor akan menghabiskan waktu sekitar 1-2 sesi dengan peserta.”

Tokocrypto to Offer CeDeFi Token through Binance Smart Chain

The crypto asset marketplace platform Tokocrypto will develop Indonesia’s first claimed hybrid CeDeFi (TKO) token on the Binance Smart Chain. Binance is an early-stage investor in Tokocrypto.

TKO combines Centralized Finance (CeFi) and Decentralized Finance (DeFi) mechanisms. Financial products with the DeFi mechanism are considered to help accelerate the improvement of financial literacy in Indonesia because they provide low fees, fast transactions, and easy to use.

In order to bridge the gap, Tokocrypto will focus on educating users about crypto finance and developing CeFi utilities, such as TKO Deposit, TKO Savings & TKO Cashback at Tokocrypto. Currently, Tokocrypto is building a liquid pool, while TKO is still in the process of distributing it to the community as a reward. TKO will be officially released by Tokocrypto in April 2021.

“Binance has been our support at Tokocrypto. Through this closer collaboration, it is expected to drive crypto adoption through TKO tokens throughout Indonesia. This will also allow us to leverage human resources and support throughout the BSC ecosystem,” Tokocrypto’s CEO Pang Xue Kai said.

DeFi’s existence as an open financial system is available in Indonesia. Although it is yet to be an official means of payment, Bitcoin and other crypto-assets have been recognized as commodities that can be traded in 13 crypto asset traders officially registered with BAPPEBTI. This crypto asset trading mechanism is regulated in Bappebti Regulation No. 5 of 2019.

Supported by Tokocrypto community

DeFi becomes very relevant for the Indonesian market, but there’s still no proof of successful players running DeFi. Tokocrypto has the ambition to fully support this ecosystem. One of those is by developing the community they have today.

“We want to become a DeFi platform in Indonesia, together with the community we want to initiate it. Currently, there are many products that are driven by the community,” Tokocrypto’s COO, Teguh Kurniawan Harmanda added.

Tokocrypto is the first crypto asset trader registered with BAPPEBTI. Born by a group of crypto enthusiasts who have full faith in the benefits offered by blockchain technology, Tokocrypto has a big goal to help Indonesians understand this industry and to integrate this technology into society and the global economy.

Although it’s still a lack of public interest to start investing in crypto assets, Teguh believes that market interest will begin to grow this year and in the future. One of the reasons is the support of the government and regulators, which encourage growth and awareness of the wider community of crypto assets.

“It is undeniable that there are lots of people still pessimistic about crypto assets. However, by the increasingly mature market and the growing number of stock investors, stock influencers, online motorcycle taxi drivers, to students playing with crypto assets, I am sure the market’s interest in Crypto assets will increase in number,” Teguh said.

He said that crypto-assets today and in the future are not only a place of speculation but have become a safe haven asset for the wider community. For this reason, it is wise for the community to be fully aware of what kind of funds are then worthy of being invested. Do not let personal funds or routine deposits be put into crypto-asset investments.

“For that I am responsible not only for the company but also as Chairman of the Indonesian Crypto Asset Traders Association (ASPAKRINDO), wanting to provide true and accurate education to the public about crypto-asset investment,” Teguh said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian