29 Faktor Penentu Konversi Website Anda

Sebagai digital performance agency, saya dan tim beberapa kali bertemu pemain e-commerce baru/brand/personal yang baru membangun e-commerce store-nya sendiri, dan kebanyakan dari mereka selalu menanyakan seputar konversi sales dengan nada frustrasi seperti:

  • Kenapa konversi sales di website e-commerce-nya sedikit?
  • Kenapa cost per conversion-nya tinggi sekali?
  • Kenapa orang abandon cart e-commerce saya?

Untuk e-commerce lama pastinya sudah mendapat pencerahan dari pengalaman beberapa tahun setelah berjalan.

Sebenarnya ada beberapa hal fundamental yang harus dipahami terlebih dahulu untuk mengatur ekspektasi konversi/sales di website Anda, satu hal yang harus Anda ingat adalah faktor penentu terjadinya konversi sales/penjualan tidak 100% tergantung dari iklan Anda.

Dan kalau Anda melihat dari list di bawah, iklan hanya sebagian kecil dari faktor lain, bahkan tidak termasuk dalam top prioritas untuk hal yang harus Anda persiapkan/bereskan.

Kabar baiknya adalah artinya masih ada kesempatan untuk pemain e-commerce baru untuk mengejar pemain e-commerce lama. Tentunya banyak hal yang harus disiapkan oleh tim internal a=Anda dari semua divisi dan juga agency periklanan Anda.

Apa sajakah faktor yang menentukan terjadinya konversi, di sini urutan menentukan prioritas, dan karena kebanyakan saya hanya menjelaskan intinya di sini, tentunya kita bisa ngobrol banyak di offline:

(1) Harga atau promosi

Banyaknya e-commerce dan marketplace membuat orang cenderung untuk memilih harga termurah, tentunya mereka juga sudah mempertimbangkan jenis barang, garansi dan hal lain yang biasanya ditawarkan sama oleh semua pemain e-commerce/market place. Coba tanya diri sendiri, jika Anda ingin membeli sebuah barang yang pasti bentuknya seperti buku, e-commerce A menawarkan harga IDR 300,000 & e-commerce B menawarkan harga IDR 290,000, dari e-commerce mana yang akan Anda beli?

Promosi juga sangat penting, ada e-commerce kopi yang bisa dibilang hampir setiap hari mengeluarkan promosi menarik, mungkin tidak setiap promosi akan berhasil, tapi mereka belajar dan setidaknya berhasil menjadi top of mind. Hal yang perlu diingat ketika melakukan promosi, buatlah promosi yang benar2 bagus, bukan palsu atau diskon palsu atau ala kadarnya.

(2) Perilaku pembeli

Kesalahan yang juga paling sering terjadi adalah mengharapkan pembeli untuk membeli barang Anda secara online, padahal barang Anda termasuk barang tipe impulsif yang harus segera dibeli ketika diperlukan dan mudah didapatkan di toko offline terdekat. Bayangkan Anda dalam perjalanan pulang ke rumah dan ingin segera mandi dan keramas, namun Anda teringat tadi pagi Anda sudah kehabisan sabun dan sampo, apakah Anda akan membeli sabun dan sampo secara online dan menunggu hingga besok atau bahkan beberapa jam jika diantar dengan kurir kilat? Atau Anda cukup mampir sebentar ke warung dan masalah Anda selesai?

Bukan berarti Anda tidak perlu berada di online, tetapi KPI untuk industri tertentu seharusnya berbeda.

(3) Brand e-commerce

Pemain baru artinya brand baru, orang tidak/belum mengenal Anda, orang belum percaya Anda, bagaimana cara Anda menangani order pembeli sampai nanti ketika ada masalah. Begitu juga dengan pemain lama, coba cel apakah brand Anda terkenal dengan hal positif atau malah sebaliknya?

(4) Penyimpanan data pembeli

Pastikan ada menu untuk pembeli yang loyal supaya mereka mudah untuk melakukan pembelian ulang, seperti alamat, kartu kredit, nomor rekening, dan sebagainya.

(5) Pilihan pembayaran

Perbanyak pilihan pembayaran dari COD, kartu kredit, debit, e-wallet, dan sebagainya.

(6) User interface & experience

Dari desain, menu sampai pengalaman di mobile semuanya harus mudah dan menyenangkan.

(7) Tracking

Tidak melakukan tracking, tidak bisa diukur, artinya tidak bisa ditingkatkan. Track semua button, event, page, add to chart, konfirmasi, penjualan sukses dan semua proses di dalam website Anda, lalu lihat mana yang bisa ditingkatkan.

(8) Remarketing/retargeting

90%+ orang suka windows shopping, hal yang sama terjadi di online, sebelum membeli mereka melakukan research dari segala hal seperti bentuk, warna, harga, ukuran, review, feedback, promo, dan sebagainya. Pastikan Anda melakukan remarketing di waktu yang tepat ke orang yang sudah interest dengan produk Anda.

(9) Kecepatan website & mobile site

Untuk sekarang ini tidak ada alasan lagi website/mobile site lambat, jika loading awal saja lama, pembeli segera berpindah ke toko sebelah.

(10) Ongkos kirim

Siapa yang tidak suka ongkos kirim gratis? Titik.

(11) After sales service

Ketika pembeli membeli barang, mendapatkan barang adalah hal pasti, untuk barang yang jelas seperti buku, elektronik, mereka sudah tahu apa yang mereka akan dapatkan, yang mereka pikirkan berikutnya adalah setelah mereka membeli bagaimana prosesnya. Mulai dari pengiriman seberapa cepat, packing, pengembalian jika barang rusak, garansi, customer service yang ramah, cepat, responsif, dan sebagainya.

(12) Brand produk

Menjual produk dari brand bagus, dengan promosi bagus, tentunya lebih mudah daripada menjual produk dengan brand yang tidak terkenal/tidak bagus. Artinya lakukan pemilihan produk-produk utama yang akan Anda promosikan dengan gencar.

(13) Sinkronisasi jumlah produk dengan stok

Pastikan barang tersedia jika produk tersebut ditawarkan, ini kesalahan umum yang membuat frustrasi pembeli jika terjadi.

(14) Kualitas gambar produk

Gambar yang bagus, meningkatkan intensi untuk segera membeli.

(15) Google Tag Manager

Sedikit teknikal di sini, simpelnya gunakan Google Tag Manager untuk mempermudah hidup developer Anda ke depannya.

(16) Google Analytics

Kumpulkan data, pelajari calon pelanggan dan pelanggan yang datang ke website Anda. Ini berhubungan dengan Google Tag Manager juga.

(17) Mobile site friendly

Rata-rata website di Indonesia 70%+ diakses dari mobile, pastikan website Anda mobile friendly.

(18) Fungsi search

Pastikan fungsi search produk e-commerce Anda bekerja dengan sangat baik, hal yang masih terjadi jika Anda mencari handphone maka ratusan aksesoris handphone masih muncul dan beberapa e-commerce tidak ada menu filter.

(19) Membeli sebagai tamu

Tidak perlu register untuk membeli, kenapa harus dipersulit?

(20) Video sebagai pelengkap

Semakin lengkap informasi/ulasan produk, semakin cepat calon pembeli menentukan keputusannya. Video adalah format yang sangat baik untuk hal itu.

(21) Produk review

Sama seperti di atas, review yang baik mempercepat pengambilan keputusan dalam membeli.

(22) Membuka jendela baru

Percaya atau tidak ada website e-commerce yang selalu membuka halaman baru ketika memilih sebuah barang, sangat mengganggu, hindari hal tersebut.

(23) Fungsi pesan ulang

Seperti penyimpanan data pembeli, namun lebih fokus untuk pembelian berulang untuk barang-barang yang selalu dibutuhkan seperti kebutuhan dapur, mandi, kopi, gula, dsb.

(24) Pesan di iklan

Selalu gunakan call to action yang kuat supaya orang tertarik melihat produk Anda.

(25) Time Targeting

Menurut Anda orang akan membeli barang di website Anda jam 3 pagi? Matikan saja iklan Anda di jam-jam yang tidak perlu, amati dulu behaviour pelanggan Anda dari Google Analytics/Adwords.

(26) Device Targeting

Mobile memang pembawa trafik terbesar, tetapi apakah konversi terjadi di sana? Jika budget Anda terbatas, Anda bisa mempertimbangkan untuk fokus di desktop.

(27) Location Targeting

Toko Anda hanya ada di beberapa wilayah atau hanya bisa melayani pengiriman beberapa wilayah? Lakukan location targeting.

(28) Operator Targeting

Sedang promo dengan beberapa operator saja? Pastikan nyalakan operator targeting.

(29) Devices Type Targeting

Promosi untuk kelas menengah atas saja? Lakukan device targeting seperti pengguna smartphone mewah saja atau sebaliknya.

Cukup? Atau ada lagi faktor penentu terjadinya konversi menurut Anda? Let me know.

Disclosure: Artikel ini dipublikasi ulang dengan penyuntingan atas izin penulis. Andy Santoso sebagai penulis merupakan CEO BigEvo & BigEvo Academy dan konsultan digital marketing. Untuk tautan menuju tulisan asli, klik di sini.

Membangun Kepercayaan Konsumen di Era Digital

Dalam jenis bisnis apapun, membangun kepercayaan merupakan kunci sukses untuk meraih keberhasilan. Tidak peduli apakah bisnis tersebut berskala besar atau kecil, kepercayaan dibutuhkan untuk terus menumbuhkan dan mengembangkan bisnis. Membangun kepercayaan merupakan salah satu upaya untuk meraih tujuan-tujuan bisnis yang lain. Misalnya saja dengan membangun kepercayaan kepada konsumen, mereka akan dengan senang hati menggunakan produk atau layanan yang ditawarkan.

Dalam kaitannya dengan membangun kepercayaan bagi sebuah bisnis, era digital membawa berbagai perubahan yang menuntut adanya perubahan strategi di berbagai bidang. Di satu sisi, perubahan ini menuntut marketer atau business owner untuk mempelajari hal baru. Namun, di sisi lain, hadirnya era digital membawa banyak sekali kemudahan bagi bisnis, khususnya untuk membangun kepercayaan pada konsumen.

Pada dasarnya, era teknologi internet memungkinkan semua hal untuk semakin terbuka. Sebagai contoh, dengan memanfaatkan media sosial, kini bisnis bisa langsung ‘bertemu’ dan mendengarkan berbagai masukan dari customer-nya. Tak hanya menerima feedback secara langsung, kini business owner bahkan bisa memahami apa orang lain pikirkan dan rasakan mengenai produk yang mereka tawarkan. Misalnya saja melalui obrolan antar pengguna media sosial atau melalui forum-forum yang banyak dibentuk oleh sesama customer.

Kemudahan-kemudahan inilah yang di satu sisi memudahkan proses pembentukan kepercayaan antara bisnis dengan konsumen. Tetapi di sisi lain, keterbukaan ini juga menuntut business owner untuk selalu waspada. Sebab, dengan keterbukaan informasi, kesalahan sekecil apapun bisa langsung diketahui oleh semua orang dan itu secara tidak langsung dapat memberikan image atau kesan yang kurang baik bagi sebuah bisnis.

Kepercayaan sebagai reputasi manajerial

Dalam banyak hal, kepercayaan akan sama pentingnya dengan bisnis itu sendiri. Kepercayaan menunjukkan adanya sistem yang baik dalam sebuah perusahaan. Kepercayaan dalam bisnis tak hanya sebagai sesuatu yang berhak didapat oleh perusahaan, namun sebagai sesuatu yang harus didapat oleh perusahaan.

Kepercayaan menjadi satu kunci awal di mana tujuan-tujuan bisnis dapat dicapai lebih lanjut. Sebagai contoh, jika sebuah bisnis memiliki sebuah produk untuk dijual kepada konsumen, sebelum ia berhasil menjual produk tersebut, tentunya bisnis harus mendapatkan kepercayaan konsumen terlebih dulu. Tentunya, dalam hal ini dibutuhkan berbagai upaya, seperti proses branding ataupun marketing.

Lagi-lagi di era digital ini, kita harus bersyukur mengingat proses branding dan marketing bisa dilakukan melalui berbagai cara yang bisa dikatakan lebih mudah dan murah dibandingkan dulu ketika bisnis masih dijalankan dengan konvensional.

Ada berbagai channel yang bisa dimanfaatkan dengan baik dalam proses ini. Misalnya saja, selain contoh customer service melalui media sosial yang telah disebutkan di atas, kita bisa juga menggunakan e-mail maupun halaman website untuk ‘berkenalan’ lebih jauh dengan konsumen. E-mail ataupun website memungkinkan bisnis untuk menjangkau seluruh user dari berbagai lapisan di wilayah.

Ibaratnya, dengan teknologi digital, kini bisnis bisa dengan mudah menemui customer di manapun ia berada. Bisnis bisa dengan mudah menyerap apapun aspirasi yang dikemukakan oleh customer. Sebaliknya, melalui teknologi ini bisnis juga bisa dengan mudah memamerkan kebolehannya di mata customer.

Kepercayaan konsumen dalam angka

Sebuah studi menunjukkan bahwa sebanyak 83% konsumen akan dengan senang hati memberikan rekomendasi mengenai produk-produk yang mereka percayai. Angka ini tentu berhubungan dengan jumlah persentase orang yang memutuskan untuk membeli sebuah produk berdasarkan rekomendasi dari orang lain. Jadi, bisa dikatakan bahwa kepercayaan menjadi salah satu kunci sebuah bisnis berhasil mendapatkan customer-nya.

Bermula dari kepercayaan yang didapat, maka bisnis akan mendapatkan rekomendasi. Kemudian, melalui rekomendasi tersebut, orang lain akan tertarik, dan begitu seterusnya.

Logo LabanaID

Transformasi Penggunaan Media Sosial: Dari Jejaring Sosial ke Jejaring Pasar

Penggunaan media sosial meningkat tajam seiring dengan perkembangan pengguna internet di Indonesia. Tak hanya di Indonesia, fenomena ini bisa dikatakan terjadi di hampir semua negara di dunia. Tak heran jika kemudian penggunaan media sosial semakin meluas. Jika dulu media sosial hanya difungsikan sebagai wadah atau platform untuk berjejaring dan membentuk pertemanan, maka seiring dengan meningkatnya pengguna media sosial dan aktivitas mereka di dalamnya, fungsi media sosial pun semakin meluas.

Sebagai salah satu media sosial dengan user terbanyak di dunia, Facebook merupakan contoh nyata dari adanya transformasi penggunaan media sosial ini di kalangan user. Facebook pada awalnya hanya didirikan sebagai tempat untuk berjejaring antar mahasiswa di Universitas Harvard. Platform yang berdiri tahun 2004 ini dibuat oleh seorang mahasiswa di sana bersama dengan beberapa rekannya di asrama tempat mereka tinggal. Mahasiswa itu kini kita kenal sebagai CEO Facebook Mark Zuckerberg.

Seiring dengan berjalannya waktu, Facebook berkembang dan semakin diminati oleh banyak orang. Ekspansi pun dilakukan ke daerah-daerah lain, termasuk di Indonesia hingga saat ini. Berbagai fitur baru pun ditambahkan. Salah satunya dalam fungsi lain Facebook sebagai marketing channel berupa platform analytics, iklan, dan juga berbagai pengaturan algoritma yang memungkinkan user untuk semakin nyaman menggunakan Facebook.

Hingga kini, Facebook memiliki jumlah pengguna aktif sekitar 1,8 juta di seluruh dunia. Jumlah fantastis inilah yang membuat Facebook menjadi salah satu platform paling strategis untuk melakukan berbagai proses marketing, dari mulai branding, user acquisition, hingga sales conversions semua bisa dilakukan di platform yang memiliki warna identik biru ini.

Mengenal berbagai metrics di Facebook Marketing

Sebagai salah satu tools digital untuk melakukan marketing, tentunya Facebook membutuhkan proses belajar yang terus-menerus dari marketer yang menggunakannya. Hal tersebut dapat dipahami mengingat Facebook memang memiliki berbagai aturan dan perubahan algoritma yang membuat cara-cara marketing ikut berubah.

Jika kita mengamati, proses atau aktivitas setiap user pada Facebook umumnya tak jauh dari kegiatan posting, like, komentar, dan juga sharing post antar sesama user. Tak cuma dari segi user yang menggunakan Facebook sebagai media sosial untuk berjejaring, kegiatan yang sama juga dilakukan bagi marketer yang melakukan proses social media marketing. Bedanya hanya, pada marketing, segala sesuatu harus terukur menggunakan metrics yang jelas.

Secara umum kita mengenal ada berbagai jenis metrics dalam Facebook marketing, misalnya saja reach, engagement, dan juga conversion. Masing-masing metrics tersebut dapat kita gunakan sesuai dengan tujuan masing-masing bisnis, seperti misalnya untuk meningkatkan brand awareness, untuk lead generation, maupun untuk sales conversion.

Jika kita mem-posting sesuatu di halaman bisnis Facebook yang kita miliki, kita bisa menghitung berapa jumlah reach yang diperoleh dalam sebuah postingReach tersebut artinya menunjukkan seberapa jauh jangkauan yang dapat dicapai dalam sebuah post di halaman bisnis. Jika post tersebut kemudian dianggap menarik bagi orang lain, ada kemungkinan user, dalam hal ini audiens, akan melakukan tindakan lanjutan seperti misalnya like, sharing, ataupun memberikan komentar pada post tersebut. Aktivitas inilah yang kemudian diukur sebagai adanya engagement.

Engagement menunjukkan sejauh mana post yang kita berikan pada audiens dapat menarik mereka untuk melakukan interaksi. Nah, jika kemudian berdasarkan dalam sebuah post terdapat call-to-action untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, misalnya menginstal aplikasi, menyukai halaman, atau yang lain, inilah yang kemudian diukur dengan metrics conversion. Artinya, sejauh mana post tersebut mampu dikonversi menjadi suatu aktivitas yang memiliki value dalam bisnis.

Ketiga metrics tersebut sama-sama memiliki peranan penting dalam proses Facebook marketing. Lagi-lagi, poin paling pentingnya adalah apa tujuan dari bisnis yang kita jalankan. Adapun metrics atau ukuran-ukuran keberhasilan suatu proses marketing dapat ditentukan setelahnya.

Logo LabanaID

Cerita Airbnb tentang Analisis Penyelesaian Masalah Pelanggan dengan Teknologi

Permasalahan yang terlihat mudah namun sebenarnya akan memberikan kompleksitas, jika tidak mampu diselesaikan dengan gesit dan cepat, berkaitan dengan pelanggan. Kendati rata-rata pergerakannya fluktuatif, startup yang sudah memiliki layanan terpercaya umumnya tetap akan membukukan jumlah pengguna dengan angka yang fantastis. Cerita tentang bagaimana tim engineer dan data Airbnb mengelola pelanggan mereka dengan teknologi menjadi hal menarik untuk dicermati, sebagai sebuah strategi pintar untuk mengakomodasi pelayanan konsumen yang masuk ke dalam sistem.

Ketika ada pertanyaan terkait penanganan data, jawabannya biasanya: “Tentu saja kami memiliki basis data khusus yang digunakan untuk menyimpan isu yang disampaikan konsumen, namun kami belum memiliki cara untuk menjawab isu tersebut (secara sistematis).”

Pada umumnya data seperti keluhan pelanggan memang hanya akan sekedar disimpan, atau mungkin menjadi sebuah to-do list yang harus satu-persatu dikelola oleh divisi customer services. Namun sayangnya tidak banyak yang mampu memetakan permasalahan tersebut berdasarkan tren, terlebih untuk melihat dominasi permasalahan secara real time. Sementara itu untuk penanganan masalah kadang diperlukan urutan prioritas. Kondisi tersebut juga sempat dialami tim Airbnb dalam urusan penanganan pelanggan.

Airbnb saat ini telah menangani 80 juta pelanggan dan terus bertumbuh dengan cepat mengikuti ekspansi yang terus digalakkan. Dengan pelanggan seperti itu, mereka memahami bahwa salah satu cara untuk mengefektifkan pelayanan terhadap pelanggan yakni harus mampu memahami/memproses data (tiket) pelanggan dengan jumlah besar sembari mendeteksi tren masalah secara real time, bahkan memprediksikannya. Lalu apa yang tim Airbnb kembangkan?

Sistem pengelompokan, analisis, dan visualisasi konten

Untuk memberikan efektivitas terhadap pekerjaan tersebut, sebuah layanan berbasis web yang mampu menghitung tren di semua tiket layanan pelanggan dikembangkan. Visualisasi dihadirkan untuk memudahkan pembacaan data, termasuk memetakan jenis masalah, peramban yang digunakan, negara pengguna, subyek permasalahan, dan beberapa atribut lainnya. Sistem tersebut oleh Airbnb difasilitasi dengan aplikasi berbasis Note.js dengan antar muka dibangun dengan React.

Realisasi sistem tersebut memerlukan peranan beragam komponen, termasuk di dalamnya infrastruktur fisik untuk menjadi sebuah data store penyimpanan tiket yang akan dianalisis. Sebuah teknologi oper sourceElasticsearch” digunakan dalam pengembangan ini. Semua tiket didata pada cluster Elasticsearch secara real-time.

Data yang masuk dihitung dalam interval tertentu untuk mengetahui tren yang ada. Menurut tim pengembang, Elasticsearch memudahkan untuk kebutuhan skalabilitas dan melakukan query aggregate di set data yang masuk.

Ilustrasinya sebagai berikut:

Gambar 1

Tren ditemukan dengan menjalankan multi-search query ke Elasticsearch untuk mendapatkan setiap atribut tiket yang telah didefinisikan. Sebuah model scoring diterapkan untuk setiap seri waktu, urutan hasil, dan mengembalikan tren atribut pada batas minimum. Setelah itu diperlukan beberapa aktivitas termasuk menyesuaikan periodisitas, menghilangkan noise data, menyesuaikan visualisasi, dan menghitung jika ada lonjakan data.

Menggambarkan tren periodik dipilih penggunaan domain frekuensi menggunakan transformasi Fourier, ketimbang menggunakan grafis. Alasannya untuk memudahkan sistem menemukan frekuensi puncak dan memberikan laporan periodik yang berurutan dari jumlah tiket pelayanan pelanggan yang masuk. Hasil akhir dapat merepresentasikan perubahan nilai maksimum serta volume tiket tertentu dari waktu ke waktu. Perhitungan data dilakukan di Redis, untuk memberikan kecepatan ekstra ketika data divisualisasikan dalam UI web.

Gambar 2

Mendefinisikan dan memprioritaskan masalah dengan cepat

Selanjutnya sebuah dashboard disiapkan untuk penggunaannya. Dari sana tren lonjakan terdefinisikan dengan baik, petugas dapat melihat apa saja yang menjadi permasalahan umum yang terjadi. Misal ada lonjakan pengguna baru yang memiliki masalah pencarian pada penggunaan aplikasi di platform tertentu. Sebelum lonjakan ini menjadi masalah yang besar, jika trennya eksponensial meningkat maka tim dapat memutuskan untuk gerak cepat melakukan follow-up perbaikan.

Gambar 3

Penggunaan sistem tersebut sudah berjalan sekurangnya enam bulan dalam tubuh Airbnb saat ini. Salah satu yang diuntungkan dengan adanya sistem ini, tim teknis khususnya dapat menangkap lebih banyak hal, mulai dari bugs yang berpotensi menjadi besar, hingga memudahkan tim dalam mendapatkan prioritas penyelesaian masalah, terlebih yang membutuhkan pembaruan salinan kode dalam aplikasi.

Application Information Will Show Up Here

Memprediksi Sektor Populer Startup Indonesia Tahun 2017

Data terakhir APJII menyebut penetrasi pengguna internet di Indonesia pada 2016 mencapai 132,7 juta dari total populasi 256,2 juta orang. Sementara perangkat yang dipakai untuk mengakses internet dari smartphone sebanyak 63,1 juta.

Kegiatan belanja sampai cara mendapatkan layanan transportasi kini bisa dilakukan secara online. Salah satu startup on-demand terpopuler Go-Jek bahkan secara publik telah mencapai tahap unicorn atau bervaluasi lebih dari $1 miliar (lebih dari 13 triliun Rupiah).

Dalam laporan Startup Teknologi Indonesia 2016, DailySocial melakukan survei ke sejumlah investor tentang sektor apa yang menjadi primadona dan fokus mereka tahun ini. Berdasarkan kompilasi tersebut, 4 sektor yang diperkirakan menjadi bakal menjadi pusat perhatian adalah fintech (teknologi finansial), e-commerce, Software-as-a-Service (SaaS), dan on-demand atau service marketplace.

Fintech

Fintech merupakan pengembangan industri jasa keuangan yang sangat bergantung dengan internet dan inovasi digital. Fintech hadir karena ada segmen layanan keuangan konvensional yang belum bisa menjangkau berbagai kalangan masyarakat.

Group CEO C88 John Patrick Ellis, yang memiliki layanan e-commerce finansial CekAja di Indonesia, mengatakan tahun lalu Indonesia mengalami kebangkitan besar di bidang fintech. Banyak usaha yang bergerak di fintech mengalami perkembangan yang signifikan, bahkan dominan dan menjadi pemain besar yang banyak membantu perkembangan industri jasa keuangan.

Menurut Ellis, optimisme yang membuat CekAja yakin dengan perkembangan fintech terletak di penetrasi pasar keuangan yang terbilang rendah. Masih banyak yang belum menjamah seluruh wilayah Indonesia. Kondisi ini disebut Ellis sebagai “double growth factor“, yakni layanan keuangan terus bertumbuh yang diiringi dengan pertumbuhan teknologi.

“Kedua hal ini saling mendukung. Karena itulah, sektor fintech [di Indonesia] diprediksi akan memiliki tiga sampai lima perusahaan unicorn di [tahun] 2020.”

Founder dan CEO Modalku Reynold Wijaya juga angkat suara mengenai potensi fintech, terutama peer-to-peer lending (P2P lending). Reynold mengatakan kehadiran Peraturan OJK nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi pada penghujung tahun lalu menjadi trigger yang kuat untuk pengembangan bisnis P2P lending ke depannya.

Kehadiran regulasi, sambungnya, membuat masyarakat Indonesia jadi semakin percaya dengan bisnis P2P lending sudah diakui dan diawasi oleh OJK. Modalku mengklaim pada tahun lalu telah menyalurkan sekitar Rp 60 miliar dengan kredit macet masih 0%.

“Kami tidak terlalu peduli dengan volume bisnis tapi bagaimana bisa scaling bisnis dengan benar. Sekarang kami mau mengarah ke smartphone agar proses jadi lebih cepat, konsentrasinya adalah convert orang-orang dari konvensional untuk beralih ke smartphone.”

Pernyataan Reynold didukung Direktur Utama Mandiri Capital Indonesia (MCI) Eddi Danusaputro. Eddi mengatakan kehadiran berbagai regulasi yang mengatur tentang fintech pada dasarnya bertujuan untuk melindungi nasabah. Hal ini juga membuat fintech jadi lebih makin matang dan memancing kehadiran para pemain baru. Eddi menilai dari segi nilai, investasi ke sektor fintech diperkirakan akan tumbuh setidaknya 50% dan mungkin bisa tumbuh 100% atau lebih.

Mengingat fintech sangat bergantung pada perkembangan teknologi digital, baik CekAja maupun Modalku menekankan pada pentingnya implementasi penerapan tanda tangan digital. Reynold menjelaskan tanda tangan digital merupakan bagian utama proses know your customer (KYC) bagi pemain fintech untuk menjangkau nasabah ke seluruh pelosok Indonesia.

Meski pemerintah sudah mengeluarkan tanda tangan digital, namun OJK sebagai pihak otoritas sertifikat (CA) belum menunjuk suatu lembaga untuk menjalankan mandatnya menjalankan kegiatan tersebut. Hal ini, menurut Reynold, perlu didorong.

“Infrastruktur di fintech harus kuat, bagaimana fintech bisa menyentuh segala pelosok Indonesia. Satu-satunya cara adalah dilakukan secara digital, maka dari itu tanda tangan digital harus diperjelaskan. Ini kan bagian dari proses KYC,” kata Reynold.

Ellis menambahkan, “Penerapan tanda tangan digital yang akan dilaksanakan oleh pemerintah di 2017 ini dapat memajukan fintech dengan dasar inklusi keuangan yang ditujukan untuk membantu masyarakat dan bisnis di Indonesia jadi lebih baik. Kami berharap regulasi mengiringi lainnya juga dapat mendukung dan memudahkan layanan perusahaan fintech.”

Di sisi lain, menurut Ellis, kehadiran asosiasi fintech dapat menjadi lahan untuk belajar dengan para pemain fintech lokal lainnya. Asosiasi menjadi jembatan para pemain untuk berkomunikasi dengan OJK dan BI. Ia menyatakan anggota asosiasi fintech selalu terbuka untuk berdialog tentang segala regulasi yang sudah ada dan akan bergulir.

“Tantangan di setiap sektor dan yang terjadi di fintech sebenarnya tidak jauh berbeda. Inilah dasar utama kenapa kami mendirikan Asosiasi Fintech Indonesia. Jadi nantinya ada lembaga dalam industri fintech yang dapat mewakili serta dapat menggambarkan tantangan yang harus dihadapi. Dengan solusi yang dibuat secara bersama akan lebih baik dibandingkan harus dihadapi secara sendiri-sendiri.”

E-commerce

Berdasarkan data berbagai sumber, pada tahun 2017 industri e-commerce di Indonesia diprediksi akan bernilai $9,3 miliar. Besarnya potensi tersebut saat ini sesuai dengan perkembangan layanan e-commerce di tanah air, baik yang umum maupun niche.

CEO Tokopedia William Tanuwijaya menyebutkan, “Dari tahun ke tahun, layanan e-commerce dan transaksi online akan semakin menjadi bagian hidup dalam keseharian masyarakat Indonesia. Masyarakat akan semakin cerdas, tidak lagi sekadar berburu diskon atau harga murah, namun menggunakan platform e-commerce untuk kemudahan hidup mereka.”

CEO Tokopedia William Tanuwijaya menyebutkan layanan marketplace akan merambah sektor fintech tahun ini.

“Selain untuk keperluan barang sehari-hari, marketplace juga akan berevolusi menjadi kebutuhan pembayaran sehari-hari, memberikan layanan finansial inklusi. Di tahun 2017 ini, open marketplace juga akan menjadi rumah baru bagi merek-merek baik lokal maupun internasional untuk memasarkan produk mereka ke masyarakat Indonesia,” kata William.

Kemudahan pembayaran untuk pembelian apapun menjadi krusial. Menurut William, tahun ini layanan e-commerce akan semakin inklusif. Selama ada konektivitas internet, pembayaran bisa dilakukan meski tidak memiliki rekening bank atau kartu kredit.

“Produk-produk e-wallet akan tumbuh di tahun 2017 untuk mendorong pemerataan ekonomi secara digital. Demikian juga dengan tumbuhnya bisnis kurir untuk mengirimkan produk-produk yang dipasarkan di marketplace,” ujar William.

Selain itu, tren akan bergeser ke hyperlocal purchase. Pembeli di daerah Sumatera Utara akan cenderung membeli dari penjual di kota Medan dibanding dari Jakarta. Walau harga barang sedikit lebih tinggi, adanya ongkos kirim akan membuatnya tetap bersaing. Apalagi barang seharusnya bisa diterima lebih cepat.

Berbeda dengan optimisme William, Managing Partner Convergence Ventures Adrian Li mengungkapkan kekhawatiran rencana masuknya Alibaba dan Amazon di Indonesia. Konsolidasi diprediksikan bakal terjadi untuk membuat perusahaan tetap bertahan.

“Semua layanan e-commerce di Indonesia saya lihat akan semakin berat di tahun 2017 ini, terutama dengan rencana hadirnya Amazon dan Alibaba di Indonesia. Kehadiran perusahaan raksasa global tersebut akan semakin menyulitkan eksistensi layanan e-commerce lokal yang saat ini sudah berhasil menjadi market leader. Saya melihat konsolidasi mungkin akan tercipta, seperti yang telah terjadi di India,” kata Adrian.

Selain konsolidasi, nantinya masing-masing brand akan memilih untuk melakukan penjualan secara langsung kepada pelanggan atau dengan cara multichannel. Strategi ini dinilai akan menjadi kegiatan jangka panjang.

Untuk layanan e-commerce yang bakal mendominasi tahun 2017 ini, Adrian mengungkapkan fashion commerce akan semakin masif bermunculan di tanah air.

“Dengan mengintegrasikan desain, manufaktur dan pasokan proses rantai penyediaan, mereka [layanan fashion commerce] mampu menyediakan pakaian yang sedang tren yang bersaing dengan biaya ritel umum,” kata Adrian.

Untuk faktor penghambat, ternyata faktor kepercayaan atau trust masih bisa menjadi momok tahun ini.

“Seperti yang disampaikan dalam laporan Google dan Temasek, pemesanan dari Indonesia 12 kali berisiko fraud berdasarkan rata-rata secara global,” kata Adrian.

SaaS

Founder and CEO Talenta, sebuah platform SaaS untuk manajemen sumberdaya manusia, Joshua Kevin, mengatakan saat ini kondisi pemain startup SaaS di Indonesia sama seperti pemain e-commerce pada 2010-2011. Tahun tersebut adalah masa ketika masyarakat Indonesia masih memiliki krisis kepercayaan dan belum percaya dengan manfaat beralih membeli barang secara online.

“Kami percaya bahwa industri SaaS akan makin cepat pertumbuhannya dan kemampuan dalam pengambilan keputusan akan jatuh ke generasi yang percaya bahwa internet dan smartphone adalah the default,” kata Joshua.

Mengenai isu keamanan komputasi awan sebagai hal yang krusial bagi pemain SaaS, Joshua mengungkapkan tidak semua pemain SaaS di Indonesia menggunakan solusi atau server dari luar Indonesia. Pihaknya mendorong insentif yang lebih dari pemerintah dan perusahaan cloud untuk membuat mereka beralih ke server lokal.

Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca, menambahkan pergerakan bisnis SaaS di Indonesia mulai bergerak dengan sangat baik. VC ini telah berinvestasi di sejumlah startup SaaS dan melihat indikasi puluhan ribu UKM sudah menggunakan berbagai solusi yang disediakan beberapa pemain SaaS yang masuk dalam portofolionya.

Menurut Willson, tantangan pemain SaaS Indonesia di kacamata investor adalah adopsi pengguna dan bagaimana UKM melihat nilai dari SaaS. Startup SaaS harus bisa mengedukasi pasar tentang manfaat produk SaaS dibandingkan perangkat lunak tradisional dan meyakinkan mereka untuk beralih ke sana.

Moka, startup penyedia layanan mobile point of sales (mPOS) dengan fokus pasar UKM, menjadi salah satu pemain SaaS yang menanjak. Co-Founder dan CEO Moka Haryanto Tanjo, senada dengan Joshua, mengutarakan saat ini Moka belum menggunakan server lokal. Pihaknya menggunakan layanan cloud yang berbasis di Singapura. Untuk perlindungan data, Moka mengenkripsi lalu lintas yang keluar dan masuk menggunakan SSL. Pihaknya juga memasang beberapa firewall untuk seluruh server.

Haryanto menambahkan tingkat persaingan bisnis SaaS di Indonesia masih sangat luas dan pasarnya sangat besar. Menurutnya, persaingan antar pemain SaaS bukanlah perhatian untuk saat ini.

On-demand

Layanan transportasi on-demand dari Go-Jek, Grab, dan Uber saat ini masih mendominasi. Kehadiran mereka mampu mengubah kebiasaan masyarakat dan kini menjadi bagian rutinitas sehari-hari.

CEO MDI Ventures Nicko Widjaja mengungkapkan, “Akan menjadi sulit untuk startup baru mencoba bersaing dengan Go-Jek, Uber, dan Grab, karena posisi mereka yang sudah berhasil menjadi market leader dan mendominasi di Indonesia. Untuk bisa bersaing dengan ‘the big three‘, perusahaan yang sebelumnya menjalankan bisnis dengan cara konvensional juga sudah harus mulai mengadopsi teknologi untuk bisa bersaing dengan perusahaan berbasis teknologi tersebut.”

Nicko melihat kolaborasi antara Blue Bird dengan Go-Jek membuktikan perusahaan yang selama ini menjalankan bisnisnya secara konvensional akan memilih untuk melakukan kerja sama dengan startup yang telah memiliki produk, talenta, dan kemampuan membuat produk berbasis teknologi. Hal tersebut bisa memangkas pengeluaran untuk mempekerjakan third party atau outsource untuk membangun teknologi dari awal.

“Peluang dari startup yang nantinya berfungsi sebagai ‘corporate enabler‘ untuk menawarkan sistem, produk, hingga teknologi kepada korporasi hingga perusahaan besar nampaknya akan semakin banyak di tahun ini dan seterusnya,” kata Nicko.

Menurut Co-Founder dan CEO Go-Jek Nadiem Makarim, tahun 2015 dan 2016 lalu merupakan tahun ketika layanan seperti Go-Jek dan layanan e-commerce masih berupaya untuk menemukan pasar dan strategi pemasaran. Tahun 2017 ini bakal menjadi tahap yang menentukan kebanyakan layanan on-demand.

“Saya melihat tahun 2017 ini bakal menjadi momentum. Bkan hanya untuk Go-Jek namun juga semua layanan on-demand lainnya di Indonesia. Tahun 2017 juga menjadi tahun semua going to mobile,” kata Nadiem.

Kendala infrastruktur yang ada di Indonesia, menurut Nadiem, justru menjadi peluang bagi layanan on-demand seperti Go-Jek untuk berkembang.

“Berbagai kendala dalam hal infrastruktur yang ada saat ini justru menjadi kesempatan bagi Go-Jek untuk memberikan solusi kepada semua masyarakat di Indonesia. Dalam hal ini Go-Jek melihat infrastruktur yang masih kurang saat ini sebagai opportunity dengan memberikan solusi kepada semua pengguna,” ujarnya.

Dalam dua tahun terakhir, layanan on-demand juga makin beragam. Tidak hanya menawarkan layanan transportasi, tetapi yang berhubungan dengan layanan domestik. Misalnya jasa asisten rumah tangga, pembersihan rumah, dan perbaikan AC. Salah satu layanan on-demand di segmen ini adalah Seekmi.

“Kami sangat beruntung di Seekmi bahwa tingkat penetrasi smartphone di kalangan vendor dan teknisi telah tumbuh secara signifikan dalam setahun tahun sejak Seekmi diluncurkan. Memungkinkan Seekmi untuk mengelola sekitar 10 ribu tenaga kerja dengan cepat dan efisien,” kata CEO Seekmi Clarissa Leung.

Clarissa melanjutkan, “Saya prediksi tahun 2017 ini akan semakin banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan teknologi, dalam hal ini aplikasi, untuk membantu mereka melakukan pekerjaan rumah rutin dari yang paling mudah hingga yang berat dengan bantuan layanan on-demand. Akan lebih banyak orang percaya dengan layanan on-demand karena terbukti mampu menghemat biaya pengeluaran.”

Di balik kemudahan berbasis teknologi, banyak generasi senior yang belum terbiasa dan kurang percaya dengan layanan on-demand.

“Seekmi pada akhirnya tetap menghadirkan layanan pelanggan melalui SMS hingga telepon langsung. Pendekatan dengan cara-cara tradisional masih perlu disematkan untuk perusahaan teknologi,” kata Clarissa.

Meskipun terlihat menjanjikan, layanan on-demand ternyata cukup sulit untuk melakukan scale up. Hal ini terjadi karena layanan on-demand sifatnya adalah hyperlocal. Masing-masing kota di Indonesia memiliki tradisi dan kebiasaan yang berbeda.

“Untuk mengatasi semua kendala tersebut masing-masing layanan on-demand tidak bisa bekerja sendiri. Dibutuhkan kemitraan atau partnership dengan perusahaan teknologi lainnya hingga perusahaan besar dan pemerintah untuk bisa mengatasi semua kendala,” kata Nicko.


Artikel ini adalah kolaborasi DailySocial dan The Jakarta Post. Juga dipublikasi dalam bahasa Inggris di halaman ini.

DailySocial:
CEO & Founder : Rama Mamuaya
Editor-in-Chief : Amir Karimuddin
Editor-in-Chief : Wiku Baskoro
Writers : Yenny Yusra, Marsya Nabila

The Jakarta Post:
Managing Editor Life : Asmara Wreksono
Editor : Keshie Hernitaningtyas
J+ team : Jessicha Valentina, Masajeng Rahmiasri, Ni Nyoman Wira
Technology : Muhamad Zarkasih, Mustofa
Infographic : Sarah Naulibasa, Sandy Riady
Video & Multimedia : Bayu Widhiatmoko, I.G. Dharma J.S., Ahmad Zamzami,
Rian Irawan, Wienda Parwitasari

Tiga Langkah Dulang Emas Lewat Videografi

Kebiasaan “ubah hobi jadi uang” tampaknya bukan perilaku yang asing lagi bagi masyarakat, apalagi kaum millenials. Internet dan produk-produk teknologi mutakhir—smartphone, tablet, dan sejenisnya—kini membuat semuanya semakin terwujud. Di antara sekian banyak hobi, fotografi dan videografi punya pamor tersendiri dalam mengubah kegiatan yang digemari jadi ladang meraup untung.

Kegiatan mengabadikan momen tersebut sebenarnya memiliki cukup banyak macam dalam spektrumnya. Dalam videografi misalnya, kamu pasti sudah tidak aneh dengan istilah video blog atau vlog. Meski terkesan sederhana dan ‘spontan’ dalam proses produksinya, namun vlog yang baik tentu berpaku pada pakem-pakem videografi tertentu.

Dan, pastinya, penghasilan para vlogger yang sukses sudah tidak dapat diragukan lagi. Tahukah kamu kalau duo YouTubers pencetus video reaction bisa mengantongi hingga sekitar 113 milyar rupiah lewat vlog-vlog mereka?

Vlog hanyalah ujung dari gunung es. Masih banyak jalur yang kamu pilih sendiri untuk berbisnis di kancah videografi. Wedding documentation? Advertising? Atau, media production? Apapun pilihanmu, terjun menyelami bisnis videografi perlu dicoba untuk kamu yang memiliki hasrat besar dalam merekam momen.

Inilah tiga langkah agar sukses menjalankan bisnis tersebut!

Karakter Videografi

Setiap seniman punya ciri masing-masing. Pun dengan seni merekam gambar. Jika fotografi atau videografi sudah menjadi hobimu dan terbiasa melakukannya, tentu menemukan karakter ‘seni’ tersebut bukan menjadi kesulitan bagimu. Ingat adagium “bisa karena biasa”.

Rencana Bisnis

Jangan lupa, sekarang kamu tidak hanya menjadikan videografi sebagai kegemaran semata. Tapi kamu siap untuk mengubah hobi ini sebagai pemasukan bulananmu. Jadi, siapkan model bisnis yang kamu inginkan dari sekarang! Tetapkan, apakah kamu ingin menjalankan bisnis video kawinan, periklanan, media production, atau bahkan bisnis penyewaan kamera?

Perlu diingat pula bahwa kamu bukan hanya videografer, namun juga seorang pebisnis! Tools dalam mengelola bisnis seperti Trello dan Dropbox patut untuk kamu coba supaya komunikasi dan kolaborasi bisnis melaju mulus.

Camera Gear

Berperang tanpa senjata? Yang benar saja! Inilah instrumen yang jelas-jelas tidak bisa kamu lewatkan. Unsur-unsur teknis dalam camcorder perlu kamu perhatikan jelas, seperti optical zoom yang mantap hingga 20x dan daya rekam gambar hingga 1080p60 50Mbit yang dapat membantu multicam production lebih mantap.

Keunggulan camcorder dalam merekam tersebut akan terasa sia-sia tanpa fitur yang dapat menjaga ketajaman hasil gambar. Untuk menunjangnya, kamu perlu 5-axis image stabilizer dan juga fitur level-shot function yang secara otomatis dapat mengatur posisi gambar dalam posisi horizontal.

Kabarnya, Panasonic punya solusi untuk kegiatan video production tadi melalui rilisan Panasonic Camcorder HC-PV100. Kamera video Panasonic dengan dual SD card slot ini cocok sekali untuk kamu yang ingin terjun penuh merekam momen secara profesional. Apalagi sekarang Panasonic Camcorder HC-PV100 lagi ada promo cashback dua juta rupiah lho!

Menyenangkan jika kita dapat mengubah hobi menjadi startup. Terlebih bila berkutat dalam fotografi dan videografi. Robert Altman menggambarkan kesenangan itu secara tepat (meskipun dalam konteks yang berbeda). “Filmmaking is a chance to live many lifetimes,” ujarnya. So, sudah siap memiliki camera gear terbaru dan membuka bisnis lewat videografi? Yuk, cek dealer penjualan Panasonic Camcorder HC-PV100 di sini!

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh Panasonic.

Bagaimana Ponsel Pintar Mengubah Paradigma Kehidupan Masyarakat Indonesia

Memiliki angka penetrasi yang sangat besar dan terus bertumbuh, pemanfaatan ponsel di Indonesia berhasil mengubah paradigma dalam kehidupan sehari-hari. Dalam laporan kuartal pertama bertajuk “Indonesia Mobile Habit 2017” oleh JakPat, ditemukan sebuah kesimpulan menarik.

Survei yang dilakukan kepada lebih dari 3500 pengguna ponsel di Indonesia ini mengemukakan sebuah fakta bahwa kebutuhan kepemilikan ponsel pintar sudah meningkat urgensinya. Sebanyak 81,19 persen responden menyatakan bahwa kepemilikan ponsel masuk dalam kategori “penting di bawah kebutuhan makan (91,68%), air (90,10%), tempat tinggal (85,19%) dan di atas kebutuhan pakaian (78,47%), kartu identitas (62,5%), kendaraan hingga dompet (57,21%). Bisa dikatakan, ponsel sudah berubah dari penempatan sebelumnya sebagai kebutuhan tersier menuju kebutuhan sekunder.

Peningkatan kebutuhan tersebut makin diperkuat dengan persentase aktivitas berikut ini. Banyak orang (45,84%) ketika bangun tidur hal pertama dicari adalah ponselnya.

Dalam keseharian, kapan seseorang pertama memeriksa ponselnya / Laporan Jakpat
Dalam keseharian, kapan seseorang pertama memeriksa ponselnya / Laporan Jakpat

Menjadi sebuah kewajaran ketika ponsel pintar berhasil memfasilitasi banyak aktivitas dalam keseharian. Tidak hanya untuk berkomunikasi, melainkan termasuk banyak hal lainnya. Mulai dari mencari informasi terkini, mendapatkan hiburan (musik, video, game dll), hingga menyelesaikan pekerjaannya.

Data berikutnya menunjukkan ragam aktivitas yang mendominasi kegiatan berponsel masyarakat di Indonesia. Kendati masih didominasi oleh aktivitas personal dan sifatnya hiburan, angka-angka yang menunjukkan persentase kegiatan “serius” mulai terlihat. Seperti untuk menjadi media belajar, menunjang pekerjaan, melakukan transaksi finansial, pemesanan hotel dan belanja. Mengapa dikatakan sebagai sebuah kegiatan serius, karena membutuhkan effort lebih –bahkan mengeluarkan biaya—untuk mengakses layanan-layanan tersebut. Simpulannya, kepercayaan pengguna meningkat dengan sebuah layanan berbasis aplikasi ponsel.

Aktivitas yang dilakukan masyarakat dengan ponsel pintarnya / Laporan Jakpat
Aktivitas yang dilakukan masyarakat dengan ponsel pintarnya / Laporan Jakpat

Aktivitas di atas umumnya dilakukan dengan rerata waktu antara 1,3 – 2,7 jam. Persentase terbesar penggunaan ponsel justru digunakan untuk bekerja (rata-rata 2,7 jam per hari), kemudian untuk berkomunikasi atau chatting (2,6 jam per hari), disusul aktivitas di media sosial, bermain game dan menonton film.

Peningkatan kebutuhan yang berimbas pada pengeluaran rutin

Bergesernya kebutuhan penggunaan ponsel di kalangan masyarakat salah satunya berimbas pada pengeluaran mereka untuk memenuhi aktivitas tersebut, yakni pembelian pulsa yang harus dilakukan untuk mengaktifkan paket data dan kebutuhan penunjang lainnya. Dari data yang didapatkan JakPat, sebagian besar masyarakat mengucurkan uang 50 – 100 ribu Rupiah untuk membeli pulsa tiap bulan.

Rata-rata pengeluaran bulanan pengguna ponsel di Indonesia / Laporan Jakpat
Rata-rata pengeluaran bulanan pengguna ponsel di Indonesia / Laporan Jakpat

Sedangkan untuk perangkat penunjang, merek populer di kalangan pengguna Indonesia masih didominasi Samsung (29,33%), Xiaomi (13,17%), Asus (11,11%), Lenovo (7,83%), Apple (6,09%), Oppo (5,18%) dan merek lainnya. Dipastikan kebutuhan untuk mengakses aplikasi modern dan layanan internet, menggeser penggunaan featured phone menjadi smartphone secara signifikan.

Selain data di atas, dalam laporan premium yang dirilis oleh Jakpat juga memberikan berbagai insights lain secara mendetil, termasuk tren pengguna membeli/berganti ponsel, pembagian berdasarkan kategori usia, hingga persentase layanan-layanan populer di kategori media sosial, musik, e-commerce hingga finansial.

Laporan premium ini bisa diperoleh secara lengkap dengan mengunjungi tautan berikut http://jakpat.net/report1.

Empat Pengaruh Digitalisasi dalam “Public Relations”

Setiap pergantian tahun pasti ada saja tren yang berubah. Mulai dari tren fashion, tren gaya rambut, tren bisnis, dan juga tren PR (Public Relations) mengalami perubahan. Dengan perkembangan digital semakin menjadi bagian hidup konsumen di Indonesia, pengaruhnya semakin tidak bisa dielakkan di dunia komunikasi.

Sebanyak 132,7 juta orang Indonesia telah menggunakan internet secara aktif. Jumlah ini menempatkan Indonesia pada posisi keenam untuk jumlah pengguna internet terbanyak di dunia.

Berikut ini empat pengaruh digitalisasi bagi brand dalam menjalankan program public relations dan komunikasi:

Strategi dalam konten untuk membangun loyalitas

Setiap brand pasti membutuhkan brand awareness. Di tahun 2017 ini, tidak hanya sebuah brand awareness yang dibutuhkan, tapi yang lebih utama adalah trust (kepercayaan). Kepercayaan konsumen terhadap suatu brand membuat brand tersebut tidak mudah dtinggalkan atau dilupakan oleh konsumennya.

Survei yang dilakukan terhadap 56 CMO di Amerika Serikat menunjukkan bahwa newsroom untuk brand dan native advertising sudah “berlebihan”. Tidak ada salahnya untuk mencoba pemasaran konten dan brand journalism untuk membangun loyalitas pelanggan terhadap brand.

Di sinilah peran content strategy diperlukan. Produk yang menarik tidak akan cukup untuk membuat konsumen terkesan. Dengan hadirnya platform digital, dari media sosial hingga email marketing, konsumen berharap brand lebih menerapkan komunikasi dua arah dan memiliki konten-konten yang relevan.

Utamakan earned media dalam influencers engagement

Terminologi buzzer di Indonesia sudah bukan hal yang baru. Brand-brand pun berlomba untuk menggunakan celebgram atau blogger yang memiliki banyak followers untuk mempromosikan produk-produk mereka.

Untuk perusahaan yang mempunyai budget berlebih, tentu ini bukan menjadi masalah. Untuk perusahaan yang ingin cost-saving, jangan khawatir. Anda masih bisa menggunakan influencers juga.

Tahukah Anda jika brand atau perusahaan Anda sebenarnya sudah mempunyai ambassador?

Ya, karyawan dan konsumen Anda sangat berpotensi untuk mempromosikan perusahaan Anda. Anda mungkin tidak harus membayar mahal, tetapi juga yang paling penting, mereka adalah orang-orang yang telah berinteraksi dengan brand Anda.

Ketika mereka berbagi testimoninya tentang produk Anda di media sosial, akan terdengar lebih jujur dan genuine, sehingga lebih dapat dipercaya konsumen Anda.

Dominasi video content

Bukankah Anda sudah sangat akrab dengan sebutan vlog (video blog) di YouTube? Ya, memang vlog sedang mendominasi jejaring video seperti YouTube. Beragam aktivitas dan perilaku manusia dapat kita temukan di sana. Dengan mudahnya juga vlog menarik perhatian orang lain untuk berkomentar.

Tidak jarang vlog yang telah mendapat banyak influencer dan sudah mampu menciptakan ‘buzz’ dilirik oleh suatu brand untuk mengulas produk mereka dan memberikan sebuah consumer experience yang berguna bagi publik. Data juga menyebutkan Indonesia menjadi salah satu negara pengakses YouTube terbesar se-Asia Pasifik.

Penonton video YouTube mengalami peningkatan sebesar 250 persen dari tahun lalu. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya infrastruktur internet dan penetrasi smartphone yang tinggi.

Analisis terhadap Return of Investment (ROI) lebih diperhatikan

Hadirnya bantuan digital memudahkan suatu brand untuk mendapatkan analisis atau pengukuran keberhasilan dari aktivitas PR yang mereka jalankan. Kekurangan PR tradisional yang sulit untuk melakukan identifikasi terhadap ROI bisa dibantu dengan mengintegrasikan digital dengan program PR Anda. Hal ini dapat lebih memudahkan Anda untuk mengukur keberhasilan program yang dijalankan.

Misalnya, jika selama ini Anda hanya mengandalkan coverage print media, kenapa tidak mencoba untuk menggunakan owned channel yang telah Anda punya seperti blog? Di dalam blog, Anda bisa menambahkan call to action yang berkaitan langsung dengan penjualan produk dan layanan Anda. Di situlah Anda bisa mengukur keberhasilan salah satu program PR Anda.


Disclosure: Tulisan tamu ini ditulis oleh Gina Dwi Prameswari. Gina adalah Content Consultant di BBOX Consulting. Ia bisa dihubungi melalui blog BBOX 

Bagaimana Perempuan Menjadi Bagian Sebuah Startup (Bagian 2)

Tulisan ini menjadi lanjutan dari artikel di tahun 2015 berjudul “Bagaimana Perempuan Menjadi Bagian Sebuah Startup”. Kala itu kami mewawancara tiga orang yang terlibat langsung dalam sebuah bisnis startup, dari sisi investor, pengembang bisnis dan juga developer. Dalam artikel tersebut dijabarkan beberapa hal teknis terkait keterlibatan perempuan dalam sebuah bisnis teknologi.

Dalam sebuah kesempatan, pada pagelaran Women in Tech yang diinisiasi oleh ADITIF (Asosiasi Digital Kreatif), sebuah diskusi terkait peran perempuan dalam industri teknologi dibahas. Kali ini fokus pada kultur kerja dan juga lingkungan yang berkorelasi dengan kenyamanan pekerja perempuan dalam bisnis teknologi, khususnya dalam ukuran startup.

Dalam kesempatan tersebut hadir GKR Hayu sebagai penanggung jawab TIK di Keraton Yogyakarta, Founder & CEO Fitinline Istofani Api Diany, Co-Founder & CEO JakPat Anggit Tut Pinilih dan CEO WeMarry Mugi Rahayu Wilujeng.

Salah satu yang melatarbelakangi diskusi ini adalah hasil survei Harvard Business Review (HBR) yang mengemukakan fakta untuk dalam industri teknologi. Dalam penelitian yang dilakukan pada tahun 2016 tersebut, dituliskan perbandingan keterlibatan perempuan dan laki-laki dalam industri teknologi adalah dua banding delapan. Hanya 9 persen dari total entrepreneur adalah perempuan.

Di sisi investasi pun juga angkanya sangat signifikan jaraknya. Data dari Entrepreneur.com mengemukakan 89 persen investor adalah laki-laki dan mereka berinvestasi pada (kebanyakan) perusahaan yang dikelola oleh laki-laki. Hanya 7 persen founder perempuan yang mendapatkan suntikan investasi dari venture capital.

Kultur yang menahun dianggap sebagai sebuah kepastian

Mengawali pemaparannya Hayu menceritakan pengalamannya masuk menjadi tim IT sebuah perusahaan perbankan diteruskan menjadi manajer produk di sebuah perusahaan pengembang game. Berbicara dari sisi kemampuan teknis, anggapan miring seputar kompetensi pekerja perempuan sudah sangat akrab ia terima. Hayu mengatakan masih sering menemui kebiasaan yang memposisikan perempuan selalu harus berada di role pekerjaan yang non-teknis. Itu jika berbicara dari sisi kapabilitas dan di lingkungan kerja menurutnya ada hal lebih mendasar yang justru mengganggu kemajuan karier perempuan di industri teknologi, yaitu lingkungan pekerjaan.

“Kantor di perusahaan IT sering kali kurang memberikan kenyamanan kepada perempuan. Hal ini terbangun secara alamiah karena umumnya perusahaan IT didominasi laki-laki. Sementara itu perempuan memiliki sifat kurang merasa aman ketika harus di lingkungan seperti itu,” ujar Hayu membuka diskusi.

Sebagai CEO, Anggit mengonfirmasi keadaan yang disebutkan dalam riset HBR di atas. Beberapa kali ia ketemu investor, tidak jarang yang menyampaikan sikap acuh dan underestimate. Namun jika dalam perspektif lingkungan kerja, karena di startup yang ia pimpin porsi jumlah perempuan dan laki-laki hampir seimbang, proses bisnis justru bisa saling melengkapi.

“Sering kali terjadi perbedaan pendapat terutama ketika mengembangkan produk. Karena tim pengembang laki-laki sering kali memfokuskan pada fitur, sedangkan perempuan lebih banyak mengulas tentang detail dan sudut pandang dari calon pengguna. Namun dari situ malah saling melengkapi,” ungkap Anggit menceritakan kultur kerja di kantornya.

Diskusi tentang Women in Tech dari Aditif

Edukasi perlu dilakukan dari sudut pandang laki-laki

CEO portal pernikahan WeMarry Mugi Rahayu Wilujeng atau akrab disapa Ajeng memberikan pendapat bahwa untuk meningkatkan awareness tentang kesetaraan ini, perlu dilakukan banyak kegiatan edukasi di sisi laki-laki. Kepekaan mereka dan mindset untuk bisa terbuka dinilai akan memberikan dampak signifikan pada meningkatnya persentase perempuan yang terjun dalam bisnis digital.

Istofani mengomentari hal yang sama. Kaitannya dengan kultur yang sudah terlanjur dianggap menjadi sebuah kebenaran, bahwa perempuan kurang pas jika harus berjibaku dengan urusan yang sangat teknis. Sulit untuk diubah, namun dengan memberikan role model yang banyak sedikit demi sedikit pandangan ini akan terkikis.

“Menariknya 90 persen customer Fitinline, yang banyak dinilai sebagai startup yang cewek banget, justru laki-laki. Ketika berhadapan dengan customer laki-laki so far tidak ada masalah. Justru ketika mereka mengetahui bahwa kita adalah perempuan, mereka dapat bersikap lebih lembut,” papar Istofani.

Pada akhirnya diskusi tersebut menyimpulkan bahwa dengan penempatan pada lingkungan yang baik (dalam startup teknologi) perempuan akan dapat berpartisipasi besar dalam proses pengembangan produk, khususnya pada bagian teknis. Kendati jumlahnya masih sangat sedikit, mengingat demand mahasiswi di bidang TIK juga tidak banyak, tantangan saat ini adalah menunjukkan panutan sebanyak- banyaknya tentang kisah sukses perempuan yang berkiprah di industri atau startup teknologi.

Emban Amanah Baru, LPS Rancang Pembaruan

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) baru-baru ini mendapat peran yang lebih besar dalam upaya memelihara ketahanan sistem keuangan negara. Tanggung jawab tersebut berkaitan dengan tugas dan perannya dalam melakukan penanganan bank gagal dengan menggunakan metode Purchase and Assumption (PnA) dan Bridge Bank serta penyelenggaraan Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) dalam penanggulangan krisis.

Antisipasi terhadap goyahnya keuangan negara akan dilakukan LPS mengingat begitu tingginya dinamika situasi keuangan, seperti misalnya kelahiran dan pertumbuhan bisnis fintech yang sukses mengisi niche market tanpa sentuhan perbankan konvensional. Di samping itu, kita juga mungkin pernah mendengar bahwa peluang kolaborasi bisnis fintech Indonesia begitu tinggi meski tingkat akses lembaga keuangan formal masih rendah.

Dengan adanya peran yang diperoleh dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK) ini, LPS terus berusaha meningkatkan kemampuan baik secara organisasi maupun individual mereka.

Sebagai titik tolak pertama untuk melangkah maju, LPS menetapkan visi dan misi baru sebagai acuan pelaksanaan mandat UU PPKSK. LPS ingin menjadi lembaga yang terdepan, terpercaya dan diakui di tingkat nasional dan internasional dalam menjamin simpanan nasabah dan melaksanakan resolusi bank untuk mendorong dan memelihara stabilitas sistem keuangan.

Guna melaksanakan amanah baru tersebut, LPS memperbarui visi dan misinya yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya ke depan. Empat misi baru utama telah dirumuskan LPS demi mencapai tujuan tersebut, antara lain adalah menyelenggarakan penjaminan simpanan yang efektif dalam rangka melindungi nasabah, melaksanakan resolusi bank yang efektif dan efisien, melaksanakan penanganan krisis melalui restrukturisasi bank yang efektif dan efisien, dan berperan aktif dalam mendorong dan memelihara stabilitas sistem keuangan nasional melalui organisasi yang kompeten.

Selain itu, LPS juga mencanangkan 2017 sebagai tahun “transformasi”, di mana LPS akan melakukan seluruh upaya penyempurnaan kemampuan dalam melakukan fungsi dan tugasnya secara menyeluruh.

Sebagai catatan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah lembaga yang dibentuk pemerintah pada 22 September 2005 untuk menjamin simpanan nasabah di bank (umum atau BPR, konvensional maupun syariah) dan turut aktif memelihara stabilitas sistem keuangan.

Selama 11 tahun beroperasi (2005-2016), LPS telah melakukan pembayaran simpanan nasabah bank yang dicabut izin usahanya sebesar Rp1,176 triliun dari 152,8 ribu rekening dan telah melakukan penanganan (resolusi) bank sebanyak 77 bank (76 bank dilikuidasi dan satu diselamatkan).

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh Lembaga Penjamin Simpanan