Pimpin Transformasi Digital Kalbe Farma, Risman Adnan Eksplorasi Inovasi Kemanusiaan

“Bagi saya, industri kesehatan lebih beresonansi karena dampaknya sangat luas terhadap masyarakat. Business nature-nya tidak balapan seperti industri lain, karena kita punya waktu panjang untuk berinovasi.”

Risman Adnan tidak sepenuhnya meninggalkan industri teknologi setelah hampir dua dekade berkarier di sana. Selepas Microsoft dan Samsung, Risman melakukan transisi karier signifikan dengan bergabung ke PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) pada Januari 2023. Masih dalam pusaran elemennya, ia tertantang mentransformasi digital salah satu perusahaan farmasi terbesar Indonesia ini untuk go global.

Transformasi digital, ungkapnya, adalah sebuah maraton inovasi dengan proyeksi ROI jangka panjang. Yang terjadi saat ini, banyak perusahaan go digital, tetapi hanya diartikan sebagai another IT. Lalu, peta jalan apa yang dipersiapkan Risman untuk membawa Kalbe Farma ke tingkat global?

Transformasi Kalbe

Risman didapuk sebagai Corporate Digital Technology Director di Kalbe Farma, berperan mendorong inovasi pada bisnis existing dan mengeksplorasi peluang baru secara bersamaan. Untuk menjalankan dua fungsi itu, Kalbe Farma membentuk divisi Corporate Digital Technology (CDT) yang dipimpin olehnya.

CDT kembali terbagi dalam dua divisi besar, yakni Kalbe Digital University (KDU) untuk pembelajaran berkelanjutan di bidang teknologi; dan Kalbe Digital Lab (KDL) untuk pengembangan inovasi maupun riset. KDL akan membantu unit bisnis di Kalbe Farma untuk menghadirkan fitur/layanan atau komersialisasi ide/inovasi berdasarkan riset yang dilakukan.

Sebagai informasi, saat ini Kalbe Farma menaungi berbagai lini bisnis kesehatan dari hulu ke hilir, mulai dari pembuatan obat, produk kesehatan, klinik, hingga distribusi. Kalbe Farma juga memiliki layanan berbasis digital, seperti KlikDokter (telemedis), Mostrans (logistik), dan EMOS (distribusi).

(Ki-ka) Aplikasi mobile EMOS, KlikDokter, dan Mostrans / Sumber: situs resmi

“Melewati lebih dari 50 tahun, apa langkah selanjutnya untuk bertahan sebagai perusahaan kesehatan terbesar di Asia Tenggara? Kalbe sudah mulai ekspansi ke luar Indonesia. Namun, untuk mengikuti regulasi yang lebih advanced, ternyata butuh teknologi yang lebih efisien. Kami harus mempersiapkan tech value agar dapat bersaing di lokal, regional, dan global. Kalbe punya R&D yang mengikuti inovasi  dari hulu ke hilir,” jelasnya saat berbincang dengan DailySocial.id.

Ia mengaku saat ini tengah fokus menggarap peta jalan transformasi serta membangun kapabilitas dan jumlah timnya di CDT. Fokusnya tak mencari pro-hire, melainkan lulusan baru yang dapat di-nurture talentanya sejak awal.

“Di Indonesia, bicara pengalaman orang, itu pasti praktikal, tidak punya pemahaman fundamental. Mereka hanya familiar dengan tools atau framework. Mudah dilatih, tetapi fundamentalnya susah dibangun. Orang dengan pengalaman praktikal tidak akan membawa inovasi. Kalau mau invonasi harus  sering baca paper atau riset akademis.”

Life science dan logistik

Risman mengamati banyak perusahaan bertransformasi digital, tetapi baru sebatas pada tahap eksperimental. Layanan digital masih diamini sebagai bisnis tambahan yang memanfaatkan teknologi dan perilaku konsumen. Ia mengaku digital mindset menjadi tantangannya untuk mentransformasi ribuan karyawan.

“Apa itu inovasi? Apakah merujuk pada hasil sebelumnya, standar industri, atau riset akademis? Bisa banyak. Di Samsung, inovasi itu mengacu pada ‘what you can do in term of product features and capabilities that your competitor can’t do’. Di Kalbe, inovasi adalah ‘what we can do better compare to before‘. Misalnya, inovasi tahap lanjut demi kemanusiaan, tidak didorong oleh kompetisi,” ujar Risman.

Risman menyebutkan dua area besar yang akan menjadi prioritas pengembangan inovasinya tahun ini, yakni life science (berkaitan dengan makhluk hidup serta distribusi dan logistik. Pada fokus pertama, ia tengah mendalami studi mengenai genomik dan patologi, turut didukung dengan pemanfaatan teknologi AI.

“AI punya dua bidang besar, yakni computer vision dan NLP—ya termasuk juga robotic automation. Ini penting karena berkaitan dengan intelegensi manusia. Kita sedang eksplorasi ketiga kompetensi ini untuk genomik dan patologi. Di lini distribusi, saya banyak habiskan waktu di Enseval dan BioFarma (mitra) untuk belajar dan bantu pengembangan produk digital. Secara garis besar, kami sedang fokus diferensiasi lini digital, termasuk aplikasi, layanan, dan digital biology.”

Ia mengungkap tengah menginkubasi produk genomik. Sedikit informasi, genomik adalah studi tentang genom sebuah organisme. Pemeriksaan genomik diyakini dapat menjadi alternatif perawatan preventif  karena dapat mengetahui risiko penyakit hingga pengobatan yang tepat seseorang. Terlepas manfaatnya, ujarnya, butuh waktu lama untuk menginkubasinya menjadi sebuah produk.

“Alat [untuk ambil sample] sudah ada. Namun, apakah sudah optimal digunakan sesuai teknologi sekarang? Sistem paling kompleks ada pada tubuh manusia karena terdapat sel, kromosom, dan DNA. Terdapat jalinan protein yang meregulasi tubuh kita. Mulai banyak yang masuk ke sini sekarang. Bisa mengetahui, kalau sakit, bagusnya pengobatan bagaimana. ”

Venture builder

Belakangan, perusahaan skala besar telah melirik pengembangan inovasi atau model bisnis baru melalui partisipasi investasi, mulai dari telekomunikasi, keuangan, hingga industri kreatif. Risman mengungkap berinvestasi di perusahaan teknologi tidak selalu menjadi pilihan tepat. Dalam kasus Kalbe, contohnya, investasi bukan menjadi hal menarik jika melihat skala perusahaan.

Pihaknya kini tengah mengeksplorasi model venture builder yang dinilai lebih menarik untuk pengembangan inovasi di luar lingkungan Kalbe. Menurutnya, bisa jadi venture builder itu menjadi jalan pembuka untuk bermitra dengan pihak di luar negeri.

“Kami masih pelajari apakah [venture builder] cocok untuk perusahaan, seperti Kalbe. Dengan mindset dan kultur kerja baru, mungkin saja inovasi yang diinkubasi sebelum pilot sampai komersialisasi, dapat dibantu dengan venture builder. Kalau sebatas investasi, itu bukan hal yang menarik untuk Kalbe. Digital itu masih sulit untuk menghitung valuasinya,” ungkapnya.

Hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah mencari founder, yang tidak hanya menghasilkan ide, tetapi juga mampu mengeksekusinya dan meningkatkan skala bisnisnya sehingga bisa mencapai profitabilitas. “Jadi, kami harus mencari bentuk yang pas untuk masuk ke korporasi. Bring and scale ideas.”

Perang algoritme

Di tengah ledakan data internet, pelaku bisnis dituntut untuk lebih memahami kebutuhan customernya. Pasar dapat berubah dengan cepat, sedangkan masyarakat menginginkan pelayanan yang lebih personal.

Berkaca dari perkembangan industri teknologi selama satu dekade terakhir, Risman menilai bahwa pengembangan aplikasi sudah tidak lagi relevan untuk bersaing di masa depan. Justru algoritme akan menjadi faktor kunci dalam memenangkan pasar.

Ia mencontohkan raksasa e-commerce dunia Amazon yang membangun algoritme untuk memperkuat kata pencarian produknya. Algoritme ini menjadi salah satu kekuatan Amazon untuk bersaing di pasar.

Pada layanan e-commerce, algoritme dapat dimanfaatkan pada use case lain, misalnya meningkatkan pengalaman belanja, memprediksi next purchase date, atau memperkirakan kapan stok barang penjual akan habis. 

“Saya rasa sekarang kita berada di fase equilibrium pada pengembangan layanan digital lewat aplikasi, API, atau database. Selanjutnya apa? Customer intelligence, intelligence service, dan data analytic di dalam aplikasi. Membuat aplikasi itu mudah, yang sulit adalah merancang user experience dengan fitur intelegensi,” tuturnya.

The real war selanjutnya adalah diferensiasi terhadap algoritme untuk meningkatkan pengalaman customer. Namun, menurutnya, kemampuan di Indonesia belum sampai di level intelligence experience karena membutuhkan level matematika yang lebih tinggi.

Hipotesis OCBC NISP Ventura Terhadap Strategi Investasi “Beyond Banking”

OCBC NISP Ventura (ONV), lengan permodalan startup dari Bank OCBC NISP, memastikan optimismenya dengan strategi investasinya terhadap startup “embedded finance”, sebab diyakini semua vertikal bisnis (beyond banking) memiliki aspek kebutuhan finansial dalam rangka pengembangan usahanya.

Terhitung sejak pertama kali beroperasi di 2020, perusahaan telah berinvestasi ke 15 startup di berbagai vertikal, termasuk di antaranya proptech (99 Group, Dekoruma, Rukita), fintech (AwanTunai, GajiGesa), online media (IDN Media, USS Networks), agritech (EdenFarm), dan e-commerce enabler (Sirclo).

“Ada yang bilang kami tidak terukur setiap berinvestasi. Sebenarnya, kami memiliki besaran strateginya [setiap berinvestasi]. Ambil contoh, kreator konten itu adalah the next big things tapi sekarang mereka belum bisa dapat service bank yang setara. Perusahaan media mengerti dunia tersebut dan bisa kasih value pendapatan income mereka,” terang Managing Director OCBC NISP Ventura Darryl Ratulangi saat media briefing di Jakarta, (08/8).

Ia melanjutkan, “Ketika kreator konten bisa dikolaborasikan dengan bank, maka bank akan mendapat segmen market baru. Ambisi kita bisa berikan service perbankan untuk para freelance seperti ini. Tapi tidak mungkin bangun ini sendiri, sulit untuk meng-assess-nya, makanya harus kolaborasi.”

Contoh lainnya adalah investasi yang dikucurkan ONV untuk Edenfarm. Darryl menerangkan, aspirasinya adalah mempermudah proses pengajuan kredit usaha untuk pengadaan suplai barang-barang pangan untuk industri horeka. Caranya dengan membuat pre-approval kredit, lewat data historis transaksi merchant Edenfarm akan diperoleh estimasi pendapatan tanpa mereka perlu memasukkan berbagai persyaratan.

“Jadi tanpa perlu bisa apply loan, bank bisa memberikan loan sekian juta untuk per merchant-nya, kemudian tinggal kontak. Jadinya banking bisa seamless. Ini kami sebut embedded finance, produk keuangan dikemas dalam bentuk berbeda dan distribusinya dengan channel yang beda.”

OCBC NISP Ventura berinvestasi pada startup dengan tahap awal hingga seri A dengan nominal berkisar dari $1 juta sampai $3 juta (Rp15 miliar sampai Rp45 miliar). Bentuk pendanaannya bisa melalui penyertaan modal, pembelian obligasi konversi, dan lainnya. Sejauh ini seluruh startup didanai melalui penyertaan saham. ONV baru berinvestasi untuk startup asal Indonesia saja.

Nilai sinergi

Seperti mandat CVC pada umumnya yang harus selalu bersinergi dengan grup perusahaan, Darryl mengaku angkanya belum pernah diukur secara nominal. Ia memberikan contoh dari hasil investasi untuk AwanTunai. Tidak hanya investasi ekuitas, tapi juga fasilitas kredit (channeling) juga diberikan untuk startup tersebut. Disebutkan, channeling yang dikontribusikan dari AwanTunai mencapai Rp100 miliar per bulannya.

“Walau nominal ini masih kecil, tapi ini jadi permulaan yang bagus untuk sebuah startup. Harapannya nilai sinergi dari seluruh portofolio bisa lebih besar lagi.”

OCBC NISP Ventura berpartisipasi sebanyak dua kali putaran pendanaan yang digelar AwanTunai, pada seri A2 dan pra-seri B di 2021. Pada tahun sebelumnya, Bank OCBC NISP masuk sebagai salah satu lender institusi untuk AwanTunai untuk fasilitas channeling. Selain perusahaan, jajaran investor lainnya yang bergabung dalam kedua putaran tersebut, antara lain BRI Ventures, Insignia Ventures, dan Global Brains.

Pun dari segi profit yang berhasil dicapai, menurutnya, baru bisa dilihat secara paper gain karena seluruh portofolio masih bersifat aktif dan belum ada langkah exit yang dipilih OCBC NISP Ventura. Besar kemungkinan realisasi profit yang bisa dituai perusahaan baru terlihat pada 2025-2027 mendatang.

“Karena sifat investasi kita jangka panjang 5-7 tahun, jadi profit baru secara paper gain. Kita baru mulai di 2020, mulai 2025-2027 adalah saat-saat kita bisa mulai realized yang ada di portofolio [gain atau loss], sampai titik itu belum tiba, belum akan realized jadi sebuah profit.”

Iklim investasi

Dalam laporan DealStreetAsia SEA Deal Review Q1 2023, dipaparkan terdapat 195 kesepakatan pendanaan ekuitas yang diterima startup dari VC di Asia Tenggara sepanjang Q1 2023. Meskipun angka ini lebih tinggi dari kuartal sebelumnya dengan total 187, volume-nya 37% lebih rendah secara year-on-year (YoY).

Berdasarkan total modal yang terkumpul pada Q1 2023 sebesar $2,08 miliar, turun 25% dari Q4 2022 dan 52% YoY dari periode yang sama tahun lalu. Di Indonesia saja, menandatangani 36 kesepakatan dengan total $432 juta atau sekitar 20,8% dari keseluruhan pangsa nilai pendanaan ekuitas di kawasan Asia Tenggara.

Menurut Darryl, data di atas memperlihatkan bahwa Indonesia masih memiliki potensi ekonomi digital terbesar se-Asia Tenggara. Walau begitu, perusahaan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi, tidak fear out missing out (FOMO) ikut suntik startup yang tiba-tiba mentereng.

“Kami tidak punya fokus sektor dan tidak ada target harus disbursed berapa pada tahun ini. Kami lihatnya harus tetap oportunistis, ketika ada startup dengan pertumbuhan bagus dan harga cocok, maka kita akan masuk”

Terlebih, Indonesia akan segera masuk ke tahun politik. Menurut dia, tahun politik itu biasanya terjadi peningkatan konsumsi karena perputaran uang dari partai.

Industri yang berhubungan langsung, seperti e-commerce, logistik, pangan, akan merasakan dampak dari tahun politik ini. “Kita selalu bullish dengan pertumbuhan ekonomi ke depan,” pungkasnya.

Tokocrypto Rencanakan Penggalangan Dana, Tunda Ekspansi Produk Non-Trading Kripto

Tokocrypto mengungkapkan sedang menggalang pendanaan eksternal, untuk memperkuat produk trading aset kripto agar semakin mudah diakses semua orang. Perusahaan mencari investor strategis dengan ekosistem ritel yang kuat untuk lakukan kolaborasi bisnis.

“IPO tertunda dan bukan prioritas sekarang. Yang sedang kita kaji, kita terbuka untuk external fundraising untuk mencari potential partner yang bisa kasih kita value dari ekosistem dan kolaborasi produk dan B2B. Sudah mulai prosesnya [fundraising],” ucap CEO Tokocrypto Yudhono Rawis dalam media gathering di Jakarta, kemarin (9/8).

Sebagai catatan, pada akhir tahun lalu Binance resmi mengakuisisi Tokocrypto dengan kepemilikan saham hampir 100%. Para co-founder memilih untuk exit dan manajemen digantikan dengan orang-orang baru. Binance pertama kali masuk sebagai pemegang saham di Tokocrypto pada 2020.

Dampak besar lainnya dari akuisisi tersebut, Tokocrypto mengurangi lebih dari separuh karyawannya hingga tersisa 30% saja. Kondisi ini juga didukung dengan tren pasar kripto yang sedang bullish hingga sekarang.

“Waktu memutuskan restrukturisasi, kita mengedepankan untuk fokus pada bisnis exchange. Alasannya cost, saat market slow yang kita mau pastikan dari segi cost harus efisien buat sustain, makanya komisi [sebagai pemasukan] harus tetap sustain karena ini penting.”

Yudho pun memastikan perusahaan tidak akan lagi melakukan PHK ke depannya. Proses perekrutan mulai ditempuh, namun lebih selektif untuk posisi tertentu saja.

“Sekarang sudah in a good shape, ketika market sudah membaik kami mau expand lagi, hiring tapi selectively, sebab industri kripto itu up and down jadi kita harus responsible. Pelan-pelan bangun fondasi dan mau responsible ke depannya untuk tim member-nya.”

Alhasil berbagai faktor eksternal tersebut, membuat Tokocrypto untuk kembali memfokuskan diri pada bisnis exchange (trading/jual-beli) aset kripto. Terlebih, disebutkan saat ini perusahaan menduduki posisi sebagai exchange kripto nomor wahid di Indonesia berdasarkan pangsa pasar per Juni 2023, menurut Coingeko dan CoinMarketCap.

Menurut Yudho, masih banyak kesempatan yang bisa dilakukan untuk memperdalam penetrasi aset kripto. Misalnya, integrasi API yang memungkinkan investor Tokocrypto dapat melihat saldonya di aplikasi keuangan lain.

Dampak dari pengalihan fokus ini terlihat pada ditundanya pengembangan produk-produk perusahaan di luar trading, salah satunya NFT Marketplace Tokomall yang dirilis pada Agustus 2021.

“Kami masih aktif mengelola user yang masih ada tanpa melakukan aktivitas marketing. Nanti ketika market dan pengaturan sudah lebih jelas, pastinya mau kita reactivate lagi. Sekarang kita postpone, mau fokus mengembangkan bisnis exchange.”

Pencapaian Tokocrypto

Disebutkan saat ini Tokocrypto memiliki lebih dari 3 juta pengguna terdaftar dengan 400 ribu di antaranya aktif bertransaksi setiap bulannya. Tercatat rata-rata volume transaksi perdagangan hampir tembus ke angka $300 juta per bulan sepanjang semester I 2023 dengan transaksi rata-rata harian $10 juta.

Diklaim, Tokocrypto menjadi exhange kripto terbesar yang menawarkan lebih dari 350 aset kripto yang dapat diperdagangkan. Aplikasinya telah diunduh lebih dari 4 juta kali sejak pertama diluncurkan.

Dipaparkan sepanjang periode lima bulan pertama di tahun ini, perusahaan telah menyetor pajak ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan sebesar Rp42,4 miliar. Ini terkait pengenaan pajak pada transaksi aset kripto yang wajib dibayarkan sebesar 0,11% untuk PPn pembelian aset kripto dan 0,1% untuk PPH penjualan aset kripto.

Mengenai demografi pengguna Tokocrypto, CMO Tokocrypto Wan Iqbal menjelaskan, sebagian besar datang dari kalangan usia 18-30 tahun (56,7%), 31-45 tahun (33,9%), 46-55 tahun (9,4%). Mereka tersebar di seluruh Indonesia, namun mayoritas berada di kota-kota besar, seperti Jabodetabek, Jawa, dan Bali.

“Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi kami untuk terus memperkenalkan aset digital dan kripto ke kota-kota lainnya, pada periode Januari sampai Juni 2023, kami telah menjangkau lebih dari 27.000 orang di 22 kota di Indonesia,” kata Iqbal.

Dalam meningkatkan kenyamanan dan pengalaman pengguna, ada sejumlah fitur baru di platform Tokocrypto, mulai dari Bukti Pajak, Profit and Loss, Easy Buy/Sell, layanan customer support 24/7 Live Chat, Price Alert dan peluncuran IDR. Seluruh fitur tersebut diharapkan dapat mendorong pengguna untuk mitigasi potensi risiko dan keuntungan lebih baik.

Untuk memastikan keamanan dan transparansi, Tokocrypto juga sudah merilis Proof of Reserve (PoR) atau Bukti Cadangan yang diaudit secara akurat. Perusahaan menyadari pentingnya kepercayaan pengguna dalam menghadapi industri yang dinamis dan berkembang pesat seperti aset kripto. Dengan cara ini, pengguna dapat memastikan bahwa dana mereka disimpan secara utuh 1:1 dan dapat diverifikasi.

Sepanjang tahun ini, perusahaan akan memperkuat produk Earn & Staking dan Local Token Listing. Yudho menjelaskan sekarang timnya sedang menyusun whitepaper terkini untuk token milik perusahaan TKO yang berisi rencana-rencana demi meningkatkan utilitasnya berkat bekerja sama dengan ekosistem.

Prospek industri aset kripto

Pada saat yang bersamaan, Yudho juga banyak berbagi optimismenya terhadap industri kripto, ditandai dengan hadirnya bursa aset kripto di Indonesia dan prospek pasar kripto secara global.

Mengenai kehadiran bursa kripto, ia merasa ini menandai standardisasi keamanan untuk bertransaksi kripto jadi setara. Hal tersebut tentunya membuat jaminan keamanan buat konsumen jadi lebih terjamin. Namun secara teknisnya, mengingat masih baru, jadi semuanya masih dalam tahap persiapan, termasuk pembahasan mengenai besaran biaya yang dibebankan ke konsumen.

Ia hanya menyampaikan bahwa sekarang Tokocrypto sudah mendaftar sebagai anggota dan nantinya ada surat rekomendasi dari Bappebti yang menandai perusahaan sebagai anggota resmi. “Mungkin setelah itu ada integrasi ke sistem dan lain-lain, sekarang prosesnya masih diskusi terus.”

Ia melanjutkan, “Bursa harus memastikan bawa value buat konsumen. Karena standar keamanan kita di exchange ini tinggi, jadi sekarang standarnya sama buat industri. Jadinya di industri ini [mencegah kasus] FTX terjadi di Indonesia.”

Walau secara global industri ini masih bearish, Bitcoin Halving akan terjadi pada 2024 menandai momen penting bagi investor kripto karena harga Bitcon akan terapresiasi setelah halving. Bitcoin Halving adalah peristiwa setiap empat tahun sekali, yang mana hadiah mining satu blok Bitcoin akan dibagi dua setiap 210 ribu blok hingga mencapai batas maksimum 21 juta.

Berdasarkan data terakhir di 11 Mei 2020, saat itu terjadi Bitcoin Halving ketiga, membuat harga BTC naik 700% pada all-time-high di 2021. Seperti diketahui, Bitcoin memiliki jumlah yang terbatas sebesar 21 juta, maka pasokan Bitcoin yang tersedia akan berkurang, yang meningkatkan nilai Bitcoin yang belum ditambang. Alhasil, terjadi peningkatan volatilitas Bitcoin setelah Halving, sebab asetnya akan menjadi lebih menarik.

Dengan akan diselenggarakannya Bitcoin Halving di tahun depan, maka akan menjadi tahun yang menarik bagi investor maupun penambang Bitcoin, meski fenomena ini cenderung terjadi pada kuartal akhir 2023.

“Secara historical, sekitar enam bulan menuju Halving harga akan naik. Sekarang angkanya masih flat dalam tiga bulan terakhir, harapannya akan naik terus menuju Halving tiba. Terlebih itu, ekonomi makro di Amerika Serikat juga sudah hentikan kenaikan bunga, ini sinyal yang bagus buat kripto.”

Saat ini, terdapat 30 legal exchange yang sudah memperoleh izin dari Bappebti. Dengan banyaknya pemain ini menandai bahwa Indonesia adalah pasar menggiurkan bagi industri aset kripto. Padahal pada 2020, Indonesia hanya memiliki 12 pemain saja.

Indikator lainnya juga terlihat dari pertumbuhan jumlah investor, terdapat empat juga investor kripto pada 2020. Setahun kemudian tumbuh hampir 4 kali lipat menjadi 11 juta investor, dan pada tahun lalu angkanya mencapai 16,7 investor.

Kendati jumlah investor meningkat, terjadi penurunan transaksi terutama pada 2022. Jumlah transaksi aset kripto di Indonesia sebesar Rp 64,9 triliun pada 2020 dan tercatat Rp 859,4 triliun pada 2021. Pada 2022 tercatat nilai transaksi yang sebesar Rp306,4 triliun.

“Jadi walau transaksi turun, jumlah investornya naik terus. Ini mencerminkan potensi pasar yang baik di Indonesia,” pungkas Yudho.

Application Information Will Show Up Here

eFishery’s Gibran Huzaifah on Turning Local Problems into a Global Winner

Gibran Huzaifah was only a university student when he started a small business with a few catfish ponds. As the business grew, he managed to address several issues and find the opportunity to create solutions based on these problems. In 2013, Gibran, and Chrisna Aditya decided to execute their idea through eFishery.

The early days were quite challenging, the company needs to build the product, and introduce it, while simultaneously educating people about it. In order to achieve growth, eFishery must expand geographically, deploy teams on the ground, establish points, and build community centers. The approach feels more complex than it seems. They continuously and patiently nurture the market.

In the first half of 2023, the company announced that it has netted $200 million in Series D funding. It has entitled them to be Indonesia’s 15th unicorn and the first one in aquaculture or aquatech/fishtech. The company has transformed to be an all-in-one solution for the fish industry. They offer solutions from upstream to downstream, helping fish farmers to improve efficiency and effectiveness in their business.

DailySocial has an opportunity to discuss with the founder himself, Gibran Huzaifah, and absorb various insights. Our team has translates the interview below.

How do you see the Indonesian startup industry landscape today, compared to when you first founded eFishery?

When eFishery was founded in 2013, the startup industry was a real niche. It’s not even part of a public conversation. The competition was quite small and the players are very limited. The early unicorns were still in the early stage of funding. The VC industry was beginning to rise. Also, there were quite limited talents in the tech and digital industry.

In terms of aquaculture or fishtech, I think we’re the only player back then, even globally. Over the past ten years, there are more diverse innovations in this area, some worked and some failed. However, the ecosystem is getting mature nowadays, there are an estimated 50 to 60 players in the market, and each of them is still growing and offering various solutions in the fishtech industry.

Who was Gibran Huzaifah before eFishery? How was your first encounter with the startup industry?

I used to have catfish ponds, it’s a small business I started when I was a university student. In fact, I have no background in tech at all. However, I see the problem and the opportunity, and I discussed it with fellow business players in the industry. Then, the idea is finally come up and I decided to create the prototype myself, and it worked.

Also, the tech sector is rapidly growing at that time. There is some development in the consumer tech and inflection point. I used to create the prototype based on SMS with a Blackberry device. However, a year has changed many things. We used to only sell tech–based tools for fish cultivation until we finally see the huge potential and tried to ride the wave toward the tech solution.

Gibran with fellow undergraduates at Bandung Institute of Technology

Have you always wanted to be an entrepreneur? What do you think is the most essential quality for entrepreneurs, especially in this digital era?

First, they need to start with the problem, make sure it’s big enough, and focus on how to solve it. If we start with the problem, there must be a solution that sticks and eventually grows. Second, a continuous learning mentality. As an entrepreneur, in this dynamic industry, there is a possibility that the company will outgrow its founder, it’s best if we can learn and grow faster in order to keep up.

In terms of leadership, we need to have a vision and make sure to build a team that aligns with it. The company’s growth doesn’t rely solely on the founders. The most important thing is to hire the right person, deliver understandable direction, and build a winning team.

What really inspired you to create eFishery? What makes you believe this could be a big thing then?

When I created eFishery, what I did was basically solve problems I knew from my experience in fish cultivation. I hadn’t thought much of the industry, but I do care about the community. We did market validation just to know how big is the potential market. What makes us consistent? Because we focused on the problems and built solutions that reflect them, then we see how big is the market.

At that time, we already know that Indonesia held the biggest potential fish market, however, we’re only listed second in production. In terms of the fish market, Indonesia has big potential, but when executed right, I say it can be the biggest. As we start with something that has the biggest innate potential, eventually it will get bigger.

I created eFishery knowing many people underestimated me. At that time, poultry or other agricultural products were seen as more promising. However, I see the industry not only for its current potential but in the long run. I have a vision that in the future, people will eventually shift from catching fish to cultivating it.

When you created eFishery, do you have any experience in the startup industry? What kind of challenges do you find hardest to overcome?

The most challenging time is in the early days, especially to acquire customers. They’re not familiar with automation, they didn’t even use a smartphone. The business wasn’t savvy back then. We spent about the first 3 to 4 years educating the market. People might see eFishery grow rapidly in the last three years because they didn’t see the early struggle. It takes patience and dedication to consistently educate the market for 7 years.

We build the product, introduce it, then educate people about it. In order to achieve growth, we must expand geographically, deploy teams on the ground, establish points, and build community centers. The approach is complex. The growth model is not as simple as creating a platform and advertising it. It is geographically and culturally challenging.

eFishery has officially become the latest Indonesian unicorn. How do you feel? Do you think this kind of status can boost the growth of your business?

Honestly, I’m not that excited about the status. In fact, the funding is more likely to be a milestone we can celebrate. There aren’t many startups that can make it up here, and we did it with consistent hard work, innovation, and growth. We’ve been trying to create something, and the growth is finally visible.

However, I always told my team to beware of distractions, as the spotlight can blind your eyes and prevent you from seeing clearly. Unicorn never was the point, never was the goal. Just because we achieve some kind of status that is considered important, we shouldn’t lose the sense of what is really important.

7 years of educating the market and still counting/eFishery

The status only represents the valuation, and valuation is not the real representation of the company’s value. When we talk about funding and potential partners, that is when I’m most excited. There are many things to elaborate on, possible things. We also have plans to pursue an IPO, which has become a milestone target for the next few years.

Let’s elaborate more about your plans with the funding. How would you expand eFishery’s ecosystem? And how do you think it is going to impact the whole agri/aquaculture industry?

First, we’ll be focusing on expanding our ecosystem. We currently have around 150 thousand farmers, and we’re targeting to reach 1 million by 2025. For 7 years we are already focused on the upstream, currently, we are developing a downstream market channel. We already have farmers, lock the supply, and now it’s time to expand downstream. We need to reach the downstream market and create bigger value for farmers, therefore improving their standard of living.

Aside from that, the company is looking to expand outside the country. We care to replicate what we are doing here in other countries, currently, we have eyes for India. The country has a similar market, although they are bigger for the shrimp market. The characteristics of its farmers are also similar, independent, semi-intensive, and small. What’s interesting is India’s market is more concentrated in one are while Indonesia is a country with thousands of islands.

I find that many experienced startup founders are shifting to the investment industry. Are you getting intrigued with the investment scene and will follow their lead?

Personally, I invest in the idea that I think I would do myself if my plate is empty. It’s not some kind of diversification from my current company, but I’d likely back certain ideas that I want to see the realization of its solution. The thing is, even though when eFishery is getting mature and I started to think about starting something new, I wouldn’t be a full-time investor. I will always be a founder.

As a founder, how do you see the tech winter has impacted the startup ecosystem?

Basically, there are things that triggered this tech winter, such as the surging interest rate. Macro economics become the scapegoat. Investors might prefer lending money that invest to companies with high returns but also high risk. However, the root cause is somehow the unsustainable growth of the business, distracted by different metrics, and many growth models turn out to be short-term. Therefore, the fundamental values are nowhere to be seen.

In the near future, when you have time to start something new, what do you think will be the next big thing?

I’m definitely biased. Agriculture becomes the first thing on my list since its problem is still very huge, also its solutions. When we have the right business model and product, the agriculture business can be a big thing. In general, there are also many things to do from upstream to downstream.

I also see some problems that maybe should’ve been solved by the government but it didn’t optimize. For example, there are some companies in waste management that are getting the spotlight. Also, there are emerging ideas that can draw interest in Indonesia, such as carbon credit. I think it can partly solve the environment and social local problems. Also, MSMEs are still a big issue, as no sustainable growth models that focused on the real problem are being developed to date.

Fokus Platform SyariHub Hadirkan Metode Belajar Mengaji Secara Online

Platform edtech SyariHub asal Surabaya menawarkan kursus mengaji online secara privat. Berdiri sejak paruh 2020, SyariHub mengklaim telah mengalami pertumbuhan bisnis yang positif.

Kepada DailySocial.id, COO SyariHub Reza Zamir bercerita mengenai layanan, metode pengajaran, hingga pengembangan bisnisnya tahun ini yang dibangun bersama istri sekaligus CEO SyariHub, Evilita Adriani.

Kurikulum dan metode pengajaran

Sistem pengajaran yang dihadirkan oleh SyariHub adalah memiliki opsi untuk menentukan sendiri kursus mengaji secara online. Memanfaatkan kurikulum yang dimiliki dan kerap diperbarui setiap 3 bulan, murid bebas untuk memilih sendiri metode belajar mengaji yang mereka inginkan.

“Kebanyakan murid yang datang ke SyariHub tidak tahu belajar mengaji dengan metode apa. Kita sediakan metode yang sudah dimiliki guru masing-masing. Namun, ada beberapa metode yang di-request oleh pengguna, tidak banyak jumlahnya,” kata Reza.

Sejak awal SyariHub mengklaim telah memiliki murid yang langsung bersedia untuk membayar kursus di SyariHub dengan menerapkan sistem berlangganan. Dengan demikian perusahaan bisa menjalankan bisnis mereka, memanfaatkan pendapatan yang ada.

Salah satu alasan mengapa banyak murid yang bersedia langsung membayar adalah, harga yang ditawarkan sangat terjangkau mulai dari Rp250 ribu per bulan. SyariHub mencatat sebanyak 55% pengguna mereka adalah dari kalangan dewasa dan sisanya adalah anak-anak. Lokasinya juga tersebar, bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di luar negeri.

Sementara, untuk pengajar yang terdiri dari ustadz/ustazah, saat ini jumlahnya ada sekitar 100 orang. Untuk proses perekrutan yang mereka terapkan adalah melalui job portal hingga rekomendasi secara referral dari guru-guru yang sudah ada. SyariHub mengenakan komisi kepada para guru dari setiap kelas atau kursus yang mereka berikan kepada murid.

“Yang membedakan SyariHub dengan lainnya adalah fokus kami kepada proses belajar mengaji. Fokus belajar membaca Al-Quran secara privat, kita sediakan guru untuk belajar secara online menggunakan waktu secara fleksibel,” ucapnya.

Sebelumnya Reza dan istri sempat membangun bisnis syariah bernama Ojesy (kepanjangan dari Ojek Syar’i). Namun, perusahaan harus tutup di tahun 2019. Di 2020, keduanya mulai membangun SyariHub.

Platform digital dan sistem LMS

Melalui platform-platform digital, belajar mengaji menjadi lebih mudah diakses dan fleksibel bagi banyak orang. Melalui platform seperti Zoom, guru dan murid bisa langsung melakukan proses belajar-mengajar.

Platform Zoom untuk proses belajar mengaji / SyariHub

Konsep tersebut yang juga diterapkan oleh SyariHub di mana sebagian besar murid mereka menggunakan laptop hingga tablet. Untuk memberikan opsi lebih banyak, SyariHub juga berencana untuk meluncurkan aplikasi.

SyariHub juga membangun sendiri sistem Learning Management System (LMS) untuk membantu guru mengelola pengajaran yang diberikan kepada murid mereka. LMS ini juga berfungsi sebagai sistem admin SyariHub dengan para pengajar.

Belajar dari pengalaman bekerja terdahulu, Reza juga menilai sistem LMS punya peluang sebagai sebagai sumber pendapatan baru dengan menawarkannya kepada institusi pendidikan hingga pihak terkait lainnya. Untuk saat ini, LMS yang dikembangkan baru digunakan untuk keperluan internal.

“Kita ada sistem LMS sendiri yang kita bangun, tapi memang hanya digunakan untuk guru dan admin SyariHub. Namun bagi kami, LMS bukan dibangun untuk pengguna, melainkan untuk guru dengan murid dan sistem administrasi internal kita,” kata Reza.

Capai profitabilitas

SyariHub masih menjalankan bisnis secara boostrapping dan belum berencana untuk melakukan penggalangan dana. Namun, SyariHub membuka peluang penggalangan dana tahap awal jika penawaran dari investor sesuai.

Sejak awal berdiri, SyariHub mengklaim telah mencapai profitabilitas dan menjalankan bisnis dari pendapatan yang diperoleh. Tahun ini, SyariHub menargetkan kenaikan jumlah pengguna hingga 80% dan menambah jumlah pengajar.

Perusahaan menyebut telah bekerja sama dengan guru-guru bersertifikasi. Dengan pendekatan pengajaran yang efektif dan efisien, guru-guru ini siap membimbing para profesional dan anak-anak mereka dalam belajar mengaji.

“Target SyariHub adalah meningkatkan existing customer untuk belajar mengaji online secara privat sehingga semakin banyak orang di Indonesia maupun di luar negeri yang bisa membaca Al-Quran dengan baik dan benar. Kami ingin meningkatkan customer luar negeri yang jumlahnya masih 10% dari total customer aktif.” Tutup Reza.

Tjufoo Paparkan Peran Brand Aggregator dalam Mengakselerasi UMKM

Sebagai salah satu ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara, Indonesia menawarkan peluang yang besar bagi brand aggregator untuk berperan penting dalam membentuk lanskap ritel. Salah satu platform yang berkecimpung dalam lanskap tersebut adalah Tjufoo. Menargetkan pelaku UMKM, Tjufoo memberikan dukungan dalam bentuk pendanaan hingga akselerasi bisnis.

Perkuat infrastruktur

Baik Amerika Serikat dan Tiongkok telah menyaksikan pertumbuhan yang pesat dalam layanan e-commerce selama bertahun-tahun. Perusahaan seperti Amazon dan Alibaba telah mendominasi pasar, yang secara signifikan memengaruhi perilaku konsumen dan dinamika pasar.

Di Indonesia, layanan e-commerce terus berkembang pesat, namun masih menghadapi tantangan seperti penetrasi internet yang terbatas di daerah pedesaan dan kendala infrastruktur logistik, menghambat penetrasi e-commerce secara penuh.

“Sampai kita bisa berada di posisi negara-negara tersebut, brand aggregator yang menyasar D2C saat ini harus membangun infrastruktur. Terutama untuk distribusi online dan offline, yang menurut saya saat ini masih susah untuk bisa mengelola kedua hal tersebut. Dan kami di Tjufoo sudah melakukan proses tersebut cukup baik, namun kami merasa bisa bekerja lebih baik lagi,” kata Founder & CEO Tjufoo TJ Tham.

Distribusi lokal juga berperan penting dalam membantu UMKM mengatasi berbagai tantangan dan membuka peluang pertumbuhan. UMKM sering menghadapi kendala sumber daya dan logistik, sehingga menyulitkan mereka untuk menjangkau basis pelanggan yang lebih luas dan memperluas pasar mereka. Dengan memanfaatkan keahlian dan jaringan distributor lokal, UMKM dapat fokus pada kekuatan inti mereka sekaligus mendapatkan wawasan pasar yang lebih baik.

“Menurut saya jika ingin melakukan scale-up untuk menjadi brand nasional masih sulit dan akan membutuhkan waktu agar infrastruktur lebih matang. Karena alasan itulah kebanyakan brand lebih memilih untuk bekerja sama dengan brand aggregator seperti Tjufoo, karena kami menyediakan infrastruktur tersebut dan keahlian khusus,” imbuh TJ.

Dalam perjalanan bisnisnya yang baru berusia satu tahun, Tjufoo mengklaim telah mencapai profitabilitas dan telah berinvestasi kepada 6 brand. Di antaranya ACMIC, Granova, Cypruz, Dew It, Muscle First, dan Dapur Cokelat. Perusahaan juga berencana untuk menambah sekitar 2 sampai 3 brand baru untuk diinvestasikan dan bergabung ke dalam ekosistem Tjufoo tahun ini.

Pengaruh tech winter

CEO Tjufoo TJ Tham bersama dua mitra brand / Tjufoo

Menurut TJ, brand aggregator dinilai dapat beradaptasi dengan perubahan kondisi pasar, menjaga hubungan yang kuat dengan brand mereka, dan terus memberikan nilai kepada konsumen selama masa-masa sulit. Faktor tersebut menjadi salah satu alasan mengapa kondisi tech winter, tidak terlalu terpengaruh kepada mereka.

Kebanyakan kondisi tersebut sangat berpengaruh kepada perusahaan yang masih melakukan kegiatan bakar uang dan memiliki runway terbatas. Sementara Tjufoo sejak awal sudah fokus untuk profitable. Selanjutnya fokus mereka membuat bisnis yang sustainable dan terus tumbuh.

Serupa dengan bisnis lainnya, menjaga stabilitas keuangan, mendiversifikasi sumber pendapatan, dan menerapkan praktik manajemen risiko yang baik menjadi penting untuk mengurangi dampak potensial dari fluktuasi ekonomi. Bagi brand aggregator yang fokus pada kategori niche atau menawarkan nilai unik kepada konsumen, berada pada posisi yang diuntungkan saat menghadapi tech winter atau krisis finansial.

“Secara teknikal seperti venture capital dan private equity, apa yang mereka inginkan dari portofolio mereka adalah certain return. Menurut saya memiliki startup yang sudah profitable, apakah itu brand aggregator atau industri lainnya, bisa memberikan value ke stakeholder terutama bagi investor menjadi diversifikasi yang baik dari portofolio mereka,” kata TJ.

Jika dulunya valuasi ditentukan oleh investasi senilai satu miliar dolar, menurut TJ kini memiliki portofolio startup yang sudah mencapai profitabilitas menjadi lebih berharga, dibandingkan dengan penilaian valuasi.

Dalam dunia bisnis, profitabilitas dan valuasi satu miliar dolar merupakan dua metrik penting yang mempengaruhi pengambilan keputusan dan minat investor. Meskipun valuasi tinggi dapat membuka pintu bagi peluang pertumbuhan, namun hal tersebut tidak boleh mengesampingkan pentingnya profitabilitas. Menemukan keseimbangan antara profitabilitas dan valuasi merupakan kunci bagi pertumbuhan yang berkelanjutan dan kesuksesan secara jangka panjang.

Dalam perjalanan penggalangan dana yang telah dilakukan, tahun 2022 lalu Tjufoo telah mengantongi pendanaan pra seri A dengan nominal dirahasiakan dari TNB Aura dan dan Venturra Discovery. Tahun ini perusahaan berencana untuk bisa mendapatkan dana segar tahap seri A.

Dorong lebih banyak brand aggregator

Agar UMKM lebih banyak mendapat bantuan dan membangun infrastruktur yang lebih solid, kehadiran lebih banyak brand aggregator bisa mempercepat proses tersebut. Ketika ada beberapa brand aggregator yang beroperasi di pasar, hal tersebut akan mengarah pada peningkatan persaingan, yang dapat menguntungkan berbagai stakeholder, termasuk brand, konsumen, dan platform aggregator itu sendiri.

“Karena pengalaman saya sebelumnya di Grab bekerja secara dekat dengan orang lapangan (mitra pengemudi dan merchant) saya merasa ingin membantu mereka, dan saya belajar banyak dari mereka. Saya ingin membantu mereka scale-up. Menurut saya menjadi ideal untuk berinvestasi kepada UMKM, karena semakin banyak uang yang diberikan kepada mereka semakin besar potensi mereka untuk tumbuh,” kata TJ.

TJ berharap akan lebih banyak lagi pemain serupa. Dalam hal ini tidak harus menjadi kompetitor karena masih sangat luasnya potensi pasar terutama di ritel. Selain perusahaan ritel besar, ke depannya diprediksi akan lebih banyak lagi pelaku UMKM yang bakal hadir. Hal tersebut menurut TJ menjadi ideal bagi brand aggregator untuk berinvestasi kepada D2C brand agar bisa membesarkan industri bersama.

Saat ini selain Tjufoo, pemain yang sudah hadir di Indonesia menargetkan bisnis D2C dan menawarkan layanan serupa di antaranya adalah, Una Brands, Evo Commerce , USS Networks dan Hypefast.

CEO Triv Ungkap Rencana Strategis Perusahaan dan Tanggapi Dinamika Industri Kripto

Pandemi yang terjadi pada tahun 2020 memiliki dampak signifikan pada penetrasi cryptocurrency, termasuk di Indonesia. Digitalisasi yang ada dinilai berperan menjadi katalisator adopsi dan pengembangan platform crypto exchange. Khususnya menjadi jawaban saat orang mencari opsi investasi alternatif dan menjelajahi solusi keuangan digital.

Salah satu platform crypto exchange yang saat ini beroperasi dan telah mengantongi izin otoritas adalah Triv. Kepada DailySocial.id, Founder & CEO Triv Gabriel Rey mengungkapkan rencana strategis perusahaan ke depan.

Luncurkan inovasi beragam

Pada awalnya, Triv dikenal sebagai platform brokerage yang memfasilitasi transaksi aset kripto secara langsung. Kini perusahaan juga telah meluncurkan beberapa fitur lain seperti Staking dan Gadai Koin. Bahkan disampaikan Rey, dalam waktu dekat Triv akan meluncurkan produk Tokenized Stock, yang berasal dari saham brand ternama di Amerika Serikat.

Untuk merealisasikan tujuan tersebut, tahun ini Triv juga akan mengupayakan penggalangan dana. Turut disinggung, melalui performanya sejauh ini Triv juga telah mencapai titik profitabilitas dan akan fokus kepada ekspansi produk dan layanan.

Produk Tokenized Stock dari Triv / Triv
Produk Tokenized Stock dari Triv / Triv

Triv mengklaim telah memiliki sekitar 2 juta pengguna terdaftar. Dan sejak pandemi, pertumbuhan pengguna mengalami peningkatan hingga 400%. Bukan hanya mereka yang sudah familiar dengan kripto, namun pengguna berusia 25-34 tahun yang tergolong baru pertama kali mencoba untuk berinvestasi di kripto.

“Semua produk yang Triv hadirkan ingin memiliki konsep apa yang bisa kita hadirkan untuk menambah value kepada pengguna. Saat ini Triv sudah tumbuh bukan cuma sebagai platform jual-beli kripto saja, produk kita juga sudah bertambah dan bervariasi,” kata Rey.

Disinggung apakah ke depannya Triv ingin menambah investasi digital lainnya selain kripto, Rey menegaskan bahwa mereka masih fokus kepada kripto dan tidak memiliki niat untuk menambah opsi lainnya.

“Dengan harga yang menurun mereka tetap berani mengambil transaksi dan masih berani membeli bitcoin, masih berani take position dalam trading bitcoin dan saya melihat perkembangan pasar kripto semakin positif” kata Rey.

Tahun ini Triv memiliki target untuk menambah produk sekaligus menambah jumlah pengguna. Jika memang menemukan investor yang ideal, Triv juga membuka peluang untuk penggalangan dana.

Sejak berdiri tahun 2015 lalu, perusahaan masih menjalankan bisnis secara boostrapping dan telah mencapai profitabilitas tahun 2021-2022 lalu.

Lanskap pasar crypto exchange di Indonesia

Pasar kripto global telah mengalami pertumbuhan dan transformasi luar biasa dalam beberapa tahun terakhir, dengan pertumbuhan yang pesat di negara seperti Amerika Serikat dan Eropa. Pandemi yang terjadi di awal tahun 2020 menjadi momentum bagi industri kripto untuk tumbuh secara pesat di Amerika Serikat hingga Eropa. Namun demikian ketika saat ini demand kripto di negara barat mulai menurun, tidak demikian dengan negara di Asia dan Asia Tenggara pada khususnya.

“Saya melihat the next bull market bukan lagi dari negara-negara barat lagi tapi negara di Asia. Bisa jadi dimulai di Asia Tenggara dan Asia, karena banyak potensi pertumbuhan pengguna yang masif dibandingkan barat, yang istilahnya sudah mature sekali pasarnya,” kata Rey.

Ia melihat pertumbuhan pasar crypto exchange dalam beberapa tahun ke depan bakal terjadi di negara Asia. Hal ini dikarenakan mulai banyak negara di Asia yang membuka peluang bagi pasar crypto exchange untuk berkembang.

Di Indonesia sendiri Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan telah meresmikan pendirian bursa kripto. Menurut Rey  inisiatif ini memudahkan pemain industri kripto seperti Triv dalam memberikan laporan.

Jika sebelumnya proses tersebut dilakukan secara manual ke Bappebti, kini semua proses bisa langsung dilaporkan ke bursa. Dari sisi keamanan, kehadiran bursa kripto juga meminimalisir terjadinya kecurangan yang merugikan kepada nasabah, seperti yang terjadi pada kasus FTX.

Namun demikian, agar industri kripto bisa tumbuh secara positif di Indonesia, regulator harus bisa bergerak cepat dan beradaptasi dengan teknologi dari industri kripto. Selain itu idealnya pemerintah dalam hal ini regulator, mendukung platform seperti Triv dan platform crypto exchange lainnya dalam hal pajak, bursa kliring dan terkait lainnya. Terlebih mengingat bahwa pajak transaksi kripto di Indonesia sendiri sudah cukup tinggi dibandingkan di negara tetangga.

Pajak resmi transaksi kripto di Indonesia sendiri sudah cukup tinggi, 0,21% dari setiap transaksi kripto, atau 300% lebih tinggi dari negara tetangga. Malaysia sendiri hanya menetapkan pajak final kripto di angka 0,01%, jadi jauh lebih murah. Menurut Rey jika hal itu sampai terjadi maka akan ada capital flight, perginya dana investasi kripto di Indonesia ke luar negeri.

“Kalau sampai akhirnya over all cost transaksi kripto di exchange Indonesia lebih tinggi dibanding di exchange luar negeri akibat penerapan berbagai pajak dan biaya tersebut, maka otomatis nasabah akan trading ke luar, sehingga khawatirnya ada capital flight. Efek lebih lanjutnya adalah penurunan keseluruhan dari investasi di industri kripto Indonesia” urai Rey.

Untuk itu Rey menyarankan ke para pihak pemangku kepentingan industri kripto, baik regulator maupun para pelaku bisnisnya untuk sama-sama menjaga iklim kompetisi industri kripto dalam negeri tetap dijaga dengan baik. Salah satunya dengan tetap menjaga berbagai biaya pajak dan transaksi kripto di Indonesia tetap kompetitif dibandingkan luar negeri.

Application Information Will Show Up Here

Jack Resmikan Kehadiran, Usung Kemudahan Manajemen Keuangan Perusahaan

Startup fintech remitansi Transfez memperkenalkan produk baru yang berbeda dari sebelumnya. Bernama “Jack”, layanan ini memfokuskan diri sebagai platform manajemen keuangan komprehensif untuk bantu tim keuangan di perusahaan.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Jack dan Transfez Edo Windratno menjelaskan inisiatif awal Jack dimulai setelah Transfez beroperasi. Ditemukan data bahwa para penggunanya ada yang datang dari kalangan UMKM. Mereka memanfaatkan solusi remitansi untuk bayar tagihan ke vendornya di luar negeri.

“Yang mana saat itu, legacy player masih mewajibkan konsumennya untuk datang [ke kantor cabang] untuk kirim uang. Dari sana kita tahu ada insight untuk B2B yang akhirnya launch Transfez for Business untuk bantu korporasi transfer uang,” ujar Edo.

Berjalannya waktu, ditemukan lagi kondisi bahwa ternyata transfer uang adalah satu dari sebagian kecil masalah finansial yang dihadapi oleh korporat. Terlebih lagi, di Indonesia itu untuk bisnis remitansi di kalangan ritel tergolong receiving countries bukan sending countries, mengingat banyak tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri dan mengirim uang untuk keluarganya di tanah air.

Dengan kata lain, untuk mendorong remitansi dapat bertumbuh lebih eksponensial harus masuk ke segmen B2B.

Transfez sebagai perusahaan pada umumnya juga mengalami isu tersebut. Kemudian divalidasi langsung ke lapangan sampai akhirnya mantap untuk membuat brand baru secara terpisah. Transfez for Business itu sendiri merupakan produk yang usianya baru sembilan bulan lalu dihadirkan oleh perusahaan.

“Jack dan Transfez for Business ini sangat jauh berbeda [dari segi fitur]. Sementara itu, Transfez sudah dikenal sebagai brand remitansi, akhirnya kami gunakan Jack agar lebih fresh.”

Edo pun memastikan bahwa secara brand, Jack dan Transfez merupakan entitas terpisah yang masih dalam satu entitas perusahaan. Hanya saja, fokus kedua brand tersebut berbeda. Transfez fokus pada layanan transfer lintas negara untuk kalangan ritel, sementara Jack bantu konsumer korporasi yang sudah berbadan usaha dengan solusi yang lebih kompleks.

Terkait pencapaian Transfez sejauh ini, disebutkan lini ini sudah cetak untung karena telah memiliki unit economic yang sehat dan mampu mengakuisisi pengguna secara organik. Diklaim pertumbuhan jumlah transaksi naik 6,2 kali lipat per tahunnya. Profil penggunanya berasal dari ekspatriat, pelajar, orang tua, dan pengusaha importir.

Produk Jack

Diterangkan lebih jauh, Jack dikembangkan sebagai respons terhadap berbagai tantangan keuangan yang dihadapi oleh bisnis di Indonesia, seperti akses terbatas pada kartu kredit korporat dan prosedur keuangan yang tidak efisien. Dengan memanfaatkan kekuatan teknologi AI terdepan, Jack merevolusi proses keuangan dan meningkatkan produktivitas hingga sepuluh kali lipat dengan memperhatikan tingkat privasi dan keamanan data.

CEO Jack dan Transfez Edo Windratno / Jack

Jack menyediakan rangkaian solusi keuangan komprehensif, di antaranya Corporate Cards, Reimbursement, Bill Payment, Local Transfer, dan International Transfer. Platform ini membantu bisnis menyelesaikan permasalahan desentralisasi yang didapat dari penggunaan beberapa platform dan vendor berbeda, dengan menawarkan solusi holistik untuk meningkatkan kualitas kontrol finansial berdasarkan dengan data real-time dan tersentralisaasi pada sistem.

Dengan Jack, pemilik bisnis dan tim finansial bisa memiliki kontrol penuh atas pengeluaran perusahaan, meningkatkan akuntabilitas karyawan melalui tracking system secara real-time, mengotomasi pembayaran, memangkas biaya transaksi, dan mengurangi beban kerja tim finance. Dilengkapi dengan alur approval yang mudah melalui aplikasi mobile atau portal, Jack membantu setiap kliennya untuk dapat mengelola keuangan secara fleksibel.

“Yang membedakan kami adalah adanya integrasi antara submission, approval hingga payment-nya. Problem-nya selama ini disintegrasi financial software, ada yang pakai tools a, tools b, kami bisa integrasikan itu semua. Flow-nya dapat diatur dan ketika ada approval, dana bisa langsung di-disburse.”

Edo mencontohkan, untuk kebutuhan reimburse, tim finance dapat onboard para karyawan untuk memfoto tagihan lalu submit ke platform. Setelahnya akan masuk ke proses approval di tim finance. Tak hanya tim finance saja, tapi sistem di Jack dapat dikostumisasi orang terakhir yang dapat approve untuk setiap pengajuan.

“Ketika orang terakhir yang ditunjuk sudah approve untuk reimburse, engine kita bisa tembak untuk mulai transfer. Itu baru untuk reimburse, masih ada banyak pengeluaran lainnya yang akan kita kembangkan dengan fitur-fitur demi memangkas waktu kerja tim finance.”

Diklaim, dalam beberapa bulan setelah peluncuran Jack versi beta melalui platform Transfez for Business, kemampuan Jack telah diakui oleh para klien di berbagai skala bisnis, mulai dari UKM, startup, hingga korporasi, seperti Visinema, Adhimix Precast Indonesia, Impactto, dan Love Bonito.

Jack telah membantu para klien memangkas total waktu kerja tim finance hingga 7,800 jam, serta menghemat biaya transaksi dan operasional hingga 60% atau senilai lebih dari Rp 30 miliar per tahunnya.

Karena solusi Jack ini sektor agnostik, artinya perusahaan dapat menjangkau semua vertikal bisnis yang memiliki 10-250 karyawan. Diharapkan ke depannya semakin banyak klien korporasi yang dapat bergabung. Solusi sejenis juga ditawarkan oleh pemain asal Singapura, Aspire.

Application Information Will Show Up Here

Bukan Disrupsi, Broom Uraikan Sengkarutnya Ekosistem Jual-Beli Mobil Bekas

Mengukur pasar mobil bekas di Indonesia berbeda jauh dengan industri mobil baru. Tidak seperti Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia) yang secara rutin merilis penjualan mobil sebagai tolak ukur untuk banyak hal, tidak ada data resmi yang mengukur seberapa besar pangsa pasar mobil bekas di negeri ini.

Walau demikian, startup yang bermain di segmen ini, Broom, mengestimasi kasar bahwa pasar ini bernilai 3x hingga 4x lipat dari data penjualan mobil baru. Mengacu dari data Gaikindo, penjualan mobil baru pada 2022 tembus 1 juta unit. Artinya, pasar mobil bekas diestimasi terjual hingga 5 juta unit untuk periode yang sama dan menjadi prospek yang menggiurkan bagi para pemain otomotif.

Broom juga mengompilasi dari berbagai sumber data mengenai kondisi diler di Indonesia. Hasilnya disimpulkan bahwa terdapat sebanyak 50 ribu diler rata-rata memiliki 4-5 unit mobil di garasi/area parkir yang mereka sewa. Sementara untuk penjual yang bersifat makelar, jual mobil karena dapat info dari pihak lain, diestimasi angkanya bisa dua kali lipat sekitar 100 ribu diler.

“Angka estimasi ini tidak kelihatan secara resmi karena pemainnya banyak,” papar Co-founder dan CEO Broom Pandu Adi Laras di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dari riset internal, juga ditemukan bahwa 8 dari 10 orang memilih mobil sebagai pembelian pertama dalam awal karier mereka. Lalu sebanyak 90% transaksi mobil bekas terjadi di diler mobil bekas. Sehingga diler menjadi titik penjualan utama mobil bekas, di mana pun titik awal dari outlet mana saja, ujung-ujungnya terjadi di diler.

Tambah menarik lagi karena siklus kerjanya yang simpel. Diler beli mobil lalu taruh di garasi sebagai showroom, lalu tunggu sampai mobil terjual, dan baru mereka akan mendapat keuntungan.

Pada umumnya, turnover inventori unit mobil di tiap diler tergolong cepat untuk mobil niaga. Rata-rata per unitnya butuh 3-4 minggu sudah terjual dengan harga jual berkisar Rp120 juta sampai Rp200 juta. Tapi ini tergantung lagi pada jenis, merek, dan tahun mobil.

“Memang di dunia otomotif, khususnya jualan mobil bekas ini pemainnya cukup banyak. Kenapa banyak? Karena menarik harga mobil sekali terjual antara Rp120 juta-Rp200 juta untuk mobil niaga dari observasi kami, inventory turnover-nya cepat dan sizeable, sekali jual langsung dapat uangnya.”

Broom app

Lantaran sebagian besar diler ini masih berskala UMKM, dalam artian rata-rata kapasitas untuk menyimpan mobil hanya berkisar 4-6 mobil yang ditaruh di garasi rumah mereka. Isu yang mereka hadapi juga persis sama dengan UMKM kebanyakan di Indonesia. Yakni, operasional yang masih konvensional, mengandalkan buku dan papan tulis untuk mencatat pemasukan dan pengeluarannya.

Serta, dikarenakan skala bisnisnya mikro, mereka kesulitan dalam mengakses pinjaman ke lembaga keuangan dalam rangka mengembangkan bisnisnya. Pinjaman tersebut biasanya digunakan untuk memutar/menambah stok mobil agar garasi mereka dapat memberikan lebih banyak pilihan buat konsumen.

“Ini dua problem yang kami temukan di diler mobil bekas. Mereka terbatas akses finansial, dengan memanfaatkan nilai ekonomis dari stok yang mereka miliki hadir solusi Broom Buyback. Lalu karena perputaran stok lama, mereka butuh kemudahan untuk memutar stok lebih cepat, solusi yang kami hadirkan adalah Broom Hive.”

Kedua produk tersebut sudah dirintis secara publik. Buyback telah hadir sejak Broom pertama kali beroperasi di 2021. Produk ini menyediakan solusi untuk mengatur kecepatan perputaran inventori mobil di diler dengan cara menjual sementara stok mobil menumpuk ke Broom untuk dibeli kembali sesuai durasi yang ditentukan.

Selanjutnya, BroomHive merupakan showroom offline milik Broom untuk permudah diler menjual unitnya dengan mudah dan cepat, sekaligus memberi akses kepada konsumen ke berbagai pilihan mobil bekas. Pembeda menarik BroomHive dengan showroom mobil kebanyakan adalah unit-unit yang dipajang berasal dari mitra diler yang menitipkan unitnya untuk dijual oleh Broom.

Solusi tersebut menjawab seluruh masalah yang dihadapi stakeholder, yakni konsumen akhir, diler, hingga lembaga keuangan, mengingat di BroomHive juga tersedia mitra asuransi dan leasing.

Bukan disrupsi

Pandu mengakui bahwa solusi yang ditawarkan Broom ini bukanlah mendisrupsi proses kerja para diler, melainkan memanfaatkan teknologi untuk mengatur inventori para diler. Setelahnya, diler akan mendapat pencatatan keuangan yang nantinya bisa dipakai apabila mereka mau mengajukan pinjaman usaha.

“Yang Broom mau fokuskan adalah membuat alur proses jual-belinya lebih streamline, dari yang awalnya cuma catat di kertas, sekarang sudah digital.”

Menariknya, tim Broom menemukan bahwa ada fenomena yang mana para pebisnis diler merasa sudah nyaman dan cukup dengan apa yang mereka jalankan selama ini. Bila ditelaah lebih lanjut, sambungnya, sebenarnya “nyaman” versi mereka itu semu, sebab tidak disadari sebenarnya merepotkan karena banyak hal yang harus diurus dalam operasional bisnisnya.

Broom

“Mereka merasa nyaman karena ada wisdom sudah punya pelanggan misalnya, karena demikian hidupnya dirasa sudah streamline. Tidak apa-apa kalau mereka merasa demikian karena yang kami berikan ini adalah kesempatan untuk level up, dengan mendatangkan lebih banyak traffic karena secara nature bisnis ini tidak sesantai itu.”

Sebagai langkah edukasi, Broom akan terus aktif mengadakan aktivitas offline bersama komunitas diler mobil bekas sebagai target utama penggunanya.

“Ambisi kami adalah menginginkan semua diler punya teknologi sama, akses keuangan yang sama, dan mutu layanan dapat ditingkatkan.”

Pendekatan hulu ke hilir ini berbeda dengan kebanyakan pemain startup yang membidik vertikal otomotif. Umumnya mereka masuk ke hilir dengan menyediakan platform marketplace yang memungkinkan semua orang dapat dengan mudah menjual mobil secara lebih mudah dan menjangkau lebih banyak calon pembeli. Strategi ini digarap oleh OLX Autos, Carsome, Oto, mobil88 (Astra), Carro, dan masih banyak lagi. Moladin jadi pesaing terdekat bagi Broom.

Berencana masuk ke hilir

Pada Juli kemarin, Broom memperkenalkan anak usaha PT Taktis Maju Sejahtera (TMS), yang sudah resmi terdaftar sebagai Penyedia Inovasi Keuangan Digital (IKD) dalam Klaster Agregator di OJK. Menurut Pandu, langkah ini mengawali Broom untuk masuk ke ranah konsumer akhir. Sebagai agregator, TMS akan menjadi channeling Broom untuk bermitra dengan berbagai lembaga jasa keuangan yang relevan dengan industri otomotif.

“TMS akan menawarkan solusi baru dan bernilai bagi para pelaku industri otomotif, khususnya di pasar mobil bekas. Sebagai agregator IKD, kami bertujuan untuk merampingkan dan meningkatkan layanan keuangan untuk memenuhi kebutuhan unik sektor ini,” pungkasnya.

Adapun untuk rencana pengembangan diler, perusahaan membidik perluasan ke area Bali dan kota lain di Jawa.

Dipaparkan per Juli 2023, Broom sudah bekerja sama dengan 6.000 showroom, memiliki tujuh kantor cabang yang tersebar di Jabodetabek, Surabaya, Solo, dan Yogyakarta. Broom disebutkan mencetak omzet sebesar Rp1,2 triliun, ditargetkan tahun ini angka tersebut dapat naik hingga 3 kali lipat.

Application Information Will Show Up Here

Blitz Mobility Pacu Industri Logistik Lewat Solusi Terpadu dan Kendaraan Listrik

Berdasarkan laporan e-Conomy SEA 2022, output karbon yang dihasilkan dari kanal digital sebetulnya bisa lebih rendah dibandingkan bisnis dengan kanal penjualan tradisional apabila dioptimalkan. Salah satunya lewat penggunaan kendaraan listrik.

Laporan ini mengungkap, untuk mengurangi jejak karbon e-commerce, pelaku logistik yang menjadi salah satu tulang punggung utama industri ini, dapat memanfaatkan kendaraan listrik untuk mengelola pengiriman last-mile serta mengonsolidasikan operasional ke model satellit distribution.

Skenario di atas tengah direalisasikan oleh Blitz Electric Mobility, startup pengembang solusi manajemen logistik yang didukung armada motor listrik untuk segmen B2B. Blitz didirikan oleh Saivya Chauhan pada 2019 dan beroperasi pada awal 2022. Lewat solusi yang dikembangkan, Blitz berupaya menjawab tuntutan ESG dari para mitra bisnisnya.

Solusi logistik dan kendaraan listrik

Blitz Electric Mobility adalah penyedia layanan 4PL yang menawarkan jasa logistik terpadu, baik penjadwalan kurir maupun pengiriman. Model bisnis utamanya ada dua. Pertama, mengembangkan solusi logistik end-to-end untuk membantu klien meningkatkan efisiensi operasional dan pengiriman barang.

Dalam memastikan pengoperasian yang efisien, Blitz mengimplementasikan teknologi AI agar dapat mengoptimalkan kinerja pengemudi dan armada. Selain itu, solusi ini juga disebut dapat mengoptimalkan rute, melakukan smart scheduling, dan menghasilkan insight berbasis data yang didukung dengan management tool.

Kedua, Blitz juga menyediakan kendaraan listrik yang dipasok dan dibiayai oleh mitra OEM. Kendaraan listrik ini dapat dimiliki oleh kurir dengan skema lease-to-own dalam jangka waktu 3-4 tahun. Pembayarannya pun diambil langsung dari pendapatan kurir. Adapun, kendaraan listrik ini didukung dengan solusi manajemen armada dan data telematic SaaS.

“Kami memiliki value proposition pada kemampuan untuk menjamin margin per pengiriman lebih tinggi. Caranya melalui logistic tech stack kami, digabungkan dengan machine learning, AI, dan modeling algoritma prediktif. Kami tidak berkompetisi dengan perusahaan logistik lain. Fokus kami adalah kemitraan B2B, integrasi seamless dengan operasional mereka sehingga bisa memberikan pengiriman dengan margin rendah ke kami. Ini menguntungkan kedua pihak dan dapat mendorong pertumbuhan industri,” ungkap Founder dan CEO Blitz Electric Mobility Saivya Chauhan.

Dalam mengintegrasikan solusinya ke operasional klien, Blitz membidik peningkatan volume pengiriman atau pengurangan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengiriman.

Ia mencontohkan salah satu klien dari farmasi yang melakukan rata-rata 5.000-7.000 pengiriman per bulan. Setelah bekerja sama dengan Blitz, klaimnya perusahaan telah meningkatkan volume pengiriman per bulan menjadi 10.000-12.000. Pada contoh lainnya, salah satu perusahaan teknologi mampu menghemat waktu hingga 16% menjadi 2,5 jam pada pengiriman daging beku dari waktu pengiriman semula selama 3 jam.

Strategi penetrasi

Merujuk pada laporan terbaru AC Ventures dan Asosiasi Ekosistem Mobilitas Listrik (AEML), pasar kendaraan listrik dalam negeri tercekal sejumlah tantangan mulai dari keterbatasan ekosistem produksi, infrastruktur baterai, hingga rantai pasok lokal.

Saat ini, jaringan charging station dan battery swap kendaraan listrik belum banyak dikarenakan biaya investasi infrastruktur pengisian/penukaran baterai masih mahal. Harga kendaraan listrik juga tidak murah, sedangkan opsi pembiayaannya belum banyak. Spesifikasinya terbatas sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan banyak pengendara. Per 2022, baru ada 439 high-powered general charging station di 328 titik lokasi dan 961 BSS di Indonesia.

Isu di atas dialami Blitz dalam memperkenalkan konsep mobilitas listrik dan logistik berkelanjutan kepada calon pengguna. Ia mengaku kebanyakan klien lebih memprioritaskan aspek kecepatan dan biaya murah pada pengiriman, tak peduli metode pengirimannya.

Selain itu, ungkapnya, keterbatasan teknologi baterai menyulitkan setiap merek kendaraan listrik untuk beroperasi di seluruh kota karena ketersediaan jenis baterai dan stasiun pengisian daya yang berbeda. Dan ini menjadi isu yang paling dikhawatirkan oleh calon pembeli/pengguna.

“Mereka tidak dapat menggunakan stasiun pengisian daya yang ada dan lebih memilih yang kompatibel dengan kendaraan mereka. Kurangnya infrastruktur serta desain yang belum sesuai membuat pasar kendaraan listrik sulit berkembang,” tuturnya.

Beberapa strategi telah disiapkan oleh perusahaan di antaranya adalah bekerja sama dengan ekosistem OEM lewat skema sewa. Dengan strategi ini, Blitz mengaku dapat memilih model kendaraan yang sesuai dengan kebutuhan mengingat tidak semua model dapat memenuhi persyaratan, seperti tipe baterai hingga pengiriman kargo. Saat ini, terdapat lebih dari 100 manufaktur motor listrik yang berbeda di Indonesia.

Kemudian, pihaknya memberikan insentif kepada pengemudi, termasuk memberi dukungan dalam bentuk BPJS, pelatihan, hingga program kepemilikan dengan skema lease-to-own. Dengan memanfaatkan tech stack internalnya, Blitz dapat menetapkan jumlah pengemudi kepada klien dalam sehari.

“Kurang dari 30.000 unit kendaraan listrik terjual di 2015, jauh dibandingkan kendaraan berbahan bakar gas yang terjual sebanyak 5,52 juta unit di 2022. Mitra OEM kami mengakui kesulitan dengan penjualan di pasar, makanya mereka setuju untuk bekerja sama dengan kami lewat skema sewa untuk menyebarkan unit kendaraan mereka di lapangan.”

Blitz telah bekerja sama dengan 35 klien, termasuk Grab, Lazada, dan Paxel, dari berbagai sektor antara lain logistik, e-commerce, F&B, transportasi, ritel, grocery dan pertanian, cold storage, farmasi, hingga perbankan.

Raih EBITDA

Saat ini, ungkap Saivya, Blitz masih mengandalkan pendanaan internal untuk beroperasi karena sudah mencapai keuntungan. Blitz beroperasi sejak Februari 2022 dan mengklaim telah meraih EBITDA setahun setelahnya.

Perusahaan mengantongi pertumbuhan pendapatan per bulan sebesar 16% dengan tingkat retensi dan konversi masing-masing 100%. Artinya, Blitz melakukan pilot tentang cara kerja sebelum bekerja sama dengan klien. Rata-rata pengiriman per bulan mencapai 300 ribu dengan tingkat performa kinerja kurir hingga 50% lebih baik.

Total pengiriman 1,7 juta
Total pengemudi 1200
Total klien 35
Emisi CO2 per kg yang dicegah 3.863.399 
Pemangkasan waktu pengiriman 16%
Pengurangan biaya pengiriman bagi klien 42%

“Kami tidak bergantung pada pendanaan eksternal untuk beroperasi. Fokus kami sejak awal adalah membangun model bisnis yang berkelanjutan. Pendekatan ini memampukan kami mengejar pertumbuhan tanpa bakar uang,” ungkapnya.

Menurutnya, pelaku startup sulit memperoleh kesepakatan pendanaan dari VC sehingga perlu tetap resilien, dan menghindari keputusan yang berujung pada tech winter pada tahun lalu.