Startup Pertanian Eden Farm Dapatkan Pendanaan Awal 24,8 Miliar Rupiah

Eden Farm adalah startup agrotech yang coba menghadirkan layanan distribusi produk sayur segar di restoran dan cafe. Platform yang mereka bangun menghubungkan secara langsung petani dengan pemilik bisnis. Guna mengakselerasi bisnisnya, belum lama ini mereka membukukan pendanaan baru dari Global Founders Capital untuk meningkatkan seed round senilai $1,7 juta lebih (setara 24,8 miliar Rupiah).

Sebelumnya startup yang digawangi oleh David Gunawan ini juga telah mendapatkan partisipasi pendanaan dalam tahap yang sama melalui program Y Combinator, dengan keterlibatan Everhaus, Soma Capital, S7 Venture dan sejumlah angel investor. Saat ini The Duck King, Cruchchaus Salads, OldTown White Coffe, Crystal Jade hingga Gyu-Kaku jadi beberapa nama yang sudah menjadi pelanggan Eden Farm.

Selain sayuran –yang berasal dari kebun petani tradisional dan hidroponik—dan buah segar, mereka juga melayani pemesanan makanan kering dan bumbu dapur. Ke depan juga akan melayani pembelian daging dan ikan dari peternak. Melayani secara end-to-end, selain jaminan kualitas dan harga yang dinilai lebih stabil, Eden Farm turut sajikan jasa pengantaran.

Didirikan sejak 2017, saat ini sudah melayani gerai-gerai di seputaran Jabodetabek. Sudah ada sekitar 60 mitra petani yang menjadi pemasok barang dagangan. Eden Farm meyakini, bahwa dengan solusinya permasalahan pebisnis kuliner selama ini –pasokan, stabilitas dan volatilitas harga yang ekstrem—dapat disiasati.

Mengenai strategi untuk menjamin stabilitas harga, selain mengambil langsung barang dari petani, mereka juga mengaplikasikan pembelian produk secara grosir. Kontrol kualitas selalu diterapkan, sebelum dikirim tim akan memeriksa dan mencuci produk tersebut. Menariknya, Eden Farm siap menampung jika ada produk yang sudah diantar dan tidak bisa digunakan.

Ekspansi juga akan menjadi fokus setelah pendanaan ini. Rencananya mereka akan segera hadir di Bali, Bandung, Malang, Medan dan Surabaya; dengan target ambisius merangkul 25 ribu restoran –termasuk yang berskala UKM.

Application Information Will Show Up Here

Telkomsel dan Pertamina Berkolaborasi, Implementasi Solusi IoT pada Truk Pengangkut BBM

Telkomsel resmi melakukan penandatanganan kerja sama dengan PT Pertamina Patra Niaga untuk menerapkan solusi FleetSight pada kendaraan operasional truk pengangkut Bahan Bakar Minyak (BBM).

Direktur Utama Telkomsel Emma Sri Hartini mengungkapkan, kolaborasi ini adalah salah satu langkah perusahaan untuk menggenjot bisnis di segmen B2B melalui solusi berbasis teknologi, seperti IoT, big data, dan digital advertising.

“Ke depannya, kami akan menggaungkan bisnis B2B lewat mobile solution dengan mengintegrasikan ke nomor [SIM]. Cakupan jaringan 4G kami kan luas. [Solusi] ini tentu akan memudahkan akses,” ujar Emma di acara MoU dengan Pertamina Patra Niaga, Senin (2/9).

Sementara Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Nina Sulistyowati menyebutkan, penerapan FleetSight adalah bagian dari inovasi digital yang dilakukan untuk mencapai efisiensi dan produktivitas perusahaan.

“Banyak sekali kecelakaan kerja atau hal lain yang terjadi pada pendistribusian BBM. Makanya, lewat solusi ini dapat meningkatkan keamanan dan kenyamanan berkendara, termasuk menekan penipuan,” ujar Nina di sela-sela MoU ini.

Mewujudkan Smart Mobil Tangki (MT)

Dalam penjelasannya, GM Fleet Management Telkomsel Arief Teguh Hermawan mengatakan, solusi berbasis Internet of Things (IoT) ini akan diimplementasikan dalam tiga tahap. Tahap pertama, pemasangan FleetSight telah dilakukan di 1.800 armada dan siap beroperasi mulai September ini.

Sedangkan tahap kedua dan ketiga adalah peningkatan fitur FleetSight dengan mengintegrasikan sejumlah sensor tambahan dengan fungsi berbeda-beda, seperti mengidentifikasi parameter rem kendaraan dan kekentalan oli mesin.

Ia menyebut ada total 17 fitur FleetSight yang akan ditanamkan Telkomsel ke dalam moda transportasi distribusi BBM. Saat ini, sudah ada tiga yang telah beroperasi dan lima fitur yang masih dalam tahap pengembangan.

Sebetulnya, kata Arief, Fleetsight bukanlah solusi baru, melainkan solusi existing untuk segmen ritel yang diluncurkan sejak 2017. FleetSight dievolusi sejak tahun lalu sejalan dengan fokus baru Telkomsel di segmen B2B.

Big picture dari Fleetsight ini adalah [solusi] kendaraan karena kami sekarang fokus di B2B bukan di B2C. Setidaknya sekarang ada 4-6 juta kendaraan komersial, di mana adopsi [fleet management] masih di bawah 20 persen,” tuturnya.

Secara fungsi, solusi FleetSight dikembangkan untuk memonitor dan mengontrol armada kendaraan melalui perangkat berbasis satelit yang disematkan pada berbagai jenis sensor atau peralatan tambahan kendaraan.

FleetSight mampu merekam mobilitas kendaraan dan mengumpulkan informasi dalam bentuk insight dan data. Informasi ini akan diolah agar dapat memberikan peringatan secara real-time saat kendaraan melebihi kecepatan beroperasi atau melintasi rute yang bukan seharusnya.

“Kami sedang jajaki dengan beberapa sektor lain untuk implementasi solusi fleet management. Beberapa use case juga sudah disiapkan. Misalnya, monitoring genset untuk transportasi publik atau melacak pengiriman di sektor logistik,” tutup Arief.

BRI Rencanakan Akuisisi Startup Fintech untuk Kuasai Kredit Mikro

BRI resmi menunjuk Sunarso sebagai Direktur Utama menggantikan Suprajarto lewat RUPSLB yang digelar kemarin (2/9). Di bawah kepemimpinannya, perseroan akan terus konsisten meningkatkan dominasinya pada pembiayaan UMKM yang lebih luas.

“BRI harus bisa melayani rakyat sebanyak mungkin dengan harga semurah mungkin,” ujarnya dikutip dari Tempo.

Dia berujar cara tersebut hanya bisa dilakukan dengan menggencarkan transformasi digital dan kultural, menciptakan model bisnis dan pelayanan yang efisien.

“Biaya-biaya harus diturunkan, proses juga harus dipercepat dengan digitalisasi, sasarannya kami akan lebih fokus ke mikro yaitu menyasar ceruk pasar yang belum disentuh bisnis pembiayaan lain.”

Dia memperjelas, pasar mikro yang dimaksud di satu sisi bersinggungan dengan area pembiayaan fintech. Perseroan akan menciptakan produk khas fintech, seperti pembiayaan dalam jumlah lebih kecil dan tenor yang lebih cepat, dan proses yang mudah dilakukan secara digital.

“Kami akan go smaller dan go shorter, sehingga BRI harus memiliki [unit usaha] fintech, serta mempunyai kapasitas dan kapabilitas sebagai [perusahaan] fintech juga.”

Sunarso membeberkan keinginannya untuk membuat perusahaan fintech untuk bidang kredit, tabungan, hingga pembayaran. Meskipun demikian, dia masih memikirkan akan seperti apa skema membuat fintech ini, entah ditempatkan di anak perusahaan, bisa memiliki sendiri atau kolaborasi.

Sebenarnya strategi ini sudah dijalankan perseroan melalui anak usahanya BRI Agro yang meluncurkan aplikasi Pinang (Pinjaman Tenang). Lewat aplikasi ini, konsumen bisa mengajukan kredit dengan plafon Rp20 juta dan tenor satu bulan hingga 12 bulan. Proses pengajuannya hanya memakan waktu 10 menit.

Kinerja kredit UMKM di BRI mendominasi seluruh portofolio kredit. Dari total kredit Rp888,32 triliun, sebesar 76,72% di antaranya, atau senilai Rp681,5 triliun, adalah kredit UMKM dengan pertumbuhan 13% per tahun.

OJK Rilis “Gesit”, Permudah Pantau Pemain Fintech

Otoritas Jasa Keuangan merilis laman mini di portal OJK bernama Gerbang Elektronik Sistem Informasi Keuangan Digital (Gesit) sebagai media interaksi antara OJK, penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD), dan masyarakat. Peluncuran ini sekaligus merayakan hari jadinya OJK Infinity yang pertama.

Laman mini ini merupakan bentuk awal dari pengembangan supervisory technology (SupTech) untuk IKD. SupTech adalah pendekatan baru OJK dalam mengawasi industri jasa keuangan dengan memanfaatkan teknologi. IKD menjadi tahap pertama yang akan diawasi OJK dengan cara ini.

“SupTech ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemantauan terhadap penyelenggara terkait aspek, kepatuhan terhadap aturan yang berlaku,” kata Wakil Ketua OJK Nurhaida saat meresmikan Gesit, Selasa (3/9).

Laman Gesit berisi agenda kegiatan dan pengumuman terkait IKD dan data statistik seputar keuangan digital. Statistik ini meliputi grafik jumlah permohonan pencatatan penyelenggara IKD, klaster IKD tercatat, dan data pencatatan dan regulatory sandbox IKD.

Seluruh informasi di atas akan secara berkala diperbarui datanya, harapannya seluruh masyarakat dan industri bisa saling terinfo satu sama lain mengenai perkembangan IKD.

Di samping itu, Gesit juga mengakomodir kebutuhan pelaku IKD yang ingin tercatat di OJK dengan registrasi secara online, atau ingin reservasi untuk kebutuhan konsultasi, ruang meeting, coworking space, dan group visit.

Gesit merupakan bagian dari OJK Infinity, sebuah inisiasi regulator untuk mendekatkan diri dengan publik yang ingin cari tahu tentang fintech. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menambahkan, OJK Infinity telah menjadi forum bagi para pelaku industri fintech baik di Indonesia maupun mancanegara, melalui diskusi serta kolaborasi antara regulator dan inovator dalam rangka pengembangan IKD.

Dia mencontohkan, regulator telah bekerja sama dengan otoritas di Singapura, Monetary Authority of Singapore (MAS), dan dalam waktu dekat segera bekerja sama dengan badan pengawas pasar modal Malaysia, Securities Commission.

“OJK juga sedang melakukan pembahasan mekanisme kerja sama dengan Japan Financial Services Authority,” tambahnya.

Sejak pertama kali diperkenalkan pada Agustus 2018, OJK Infinity telah melayani 397 konsultasi dan menerima lebih dari 800 pengunjung, terdiri dari pelaku IKD, pelaku jasa keuangan, pemerintah, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya.

Berdasarkan data statistik terkini di OJK, terdapat 48 penyelenggara IKD yang telah mengantongi status tercatat di bawah POJK 13/2018. 34 penyelenggara diantaranya ditetapkan sebagai contoh model untuk diuji coba dalam regulatory sandbox dari 120 permohonan yang masuk di OJK.

48 penyelenggara IKD ini terbagi menjadi 15 klaster, dengan rincian berikut beserta nama penyelenggaranya:

1. Agregator : Alami, CekAja, Cermati, Disitu, MoneyZ, Lifepal, Waqara, Kreditpedia, GoBear, Dokter Dana, Pinjaman Pedia, Bandingin, Cashcash Pro, Pinjamania
2. Credit scoring: Acura Labs, Avatec, Trusting Social Indonesia (TSI), Tongdun
3. Claim service handling: Qoala, Biru
4. Digital DIRE: PropertiLord
5. Financial planner: Halofina, Finansialku, Funtastic, Pede, Arkara Finance, PayOK
6. Financial agent: Hijra, Vospay, Bantoe, GIVB
7. Funding agent: eFunding
8. Online distress solution: Amalan
9. Online gold depository: Indogold
10. Project financing: Kerjasama, Likuid, Propertree, Inspecro, Kandang.in
11. Social network and robo advisor: Stockbit
12. Block-chain based: Alumnia, iGrowChain, Biosphere, AfterOil
13. Verification non-CDD: Iluma
14. Tax and accounting: Jurnal
15. e-KYC: Privy.id

Deputi Komisioner OJK Institute Sukarela Batunanggar menegaskan seluruh perusahaan di atas akan diuji bersama dalam regulatory sandbox. Nanti akan keluar hasil rekomendasi apakah model bisnis mereka bisa dilanjutkan atau ada yang perlu diperbaiki.

“Daftar di atas adalah batch I, kita sudah buka batch ke-2 dan tercatat ada 28 penyelenggara yang mencatatkan diri. Yang terpilih ada 13 penyelenggara yang masuk ke regulatory sandbox. Sekarang kita sudah masuk ke batch 3,” tutup Sukarela.

Saat Hoaks yang Dibuat Makin Canggih, Kecerdasan Buatan Jadi Harapan Melawannya

Persoalan berita palsu atau hoaks bukan soal remeh-temeh lagi. Selain muatannya yang berbahaya, sebarannya yang masif melalui media sosial merupakan ancaman nyata bagi siapa pun termasuk sebuah negara.

Seiring berkembangnya teknologi, berita palsu dan hoaks juga menjelma lebih canggih seperti menggunakan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) untuk memanipulasi audio atau video. Namun seperti halnya kejahatan itu dibuat, solusi dalam melawan berita palsu dan hoaks juga terletak pada AI seperti yang dijelaskan CEO Prosa.ai Teguh Eko Budiarto dalam #SelasaStartup edisi kali ini.

Produksi dan sebaran hoaks memang tanpa henti. Kementerian Komunikasi dan Informatika mengidentifikasi sekitar 771 hoaks dan 800.000 situs penyebar hoaks sepanjang Agustus 2018 hingga Februari 2019. Chatbot Anti Hoaks, chatbot buatan Kominfo dan Prosa yang ada di Line dan Telegram, menerima 2.103 aduan hoaks dari April-Agustus 2019.

“Untuk menggunakan manusia saja untuk melawan ini tidak cukup. Kita perlu mengotomatisasi deteksinya lalu menetralisasinya,” ujar Teguh.

Seperti yang dikatakan Teguh di awal, dampak hoaks memang sudah tak bisa dianggap remeh. Amerika Serikat dilanda badai berita palsu dan hoaks pada pemilu terakhir, Myanmar mengalami kerusuhan besar antaretnis akibat hoaks di Facebook, hingga Jerman menciptakan peraturan baru untuk menghukum platform media sosial jika gagal mencegah penyebaran hoaks di sana.

Menurut Teguh, sebuah kabar palsu atau hoaks kerap kali difabrikasi dengan tujuan tertentu, entah itu untuk melenyapkan legitimasi targetnya atau untuk menggoyang pemerintahan yang demokratis.

“AI sama manusia beda. Ketika bohong manusia merasa tingling atau seperti merinding tapi AI tidak. Perlu AI untuk mengetahui berita palsu buatan AI,” ucap Teguh.

Hoax Intel buatan Prosa merupakan contoh pemanfaatan AI untuk membasmi berita palsu. Chatbot Anti-Hoaks juga menjadi wujud pemanfaatan lain yang dilakukan bersama Kominfo untuk menjaring hoaks yang lebih banyak di tengah masyarakat.

Cara kerja mesin ini sederhananya dimulai dari memasukkan sebuah kabar yang sudah beredar untuk diverifikasi. Mesin kemudian bakal melakukan analisis terhadap kueri dan memeriksa di pangkalan data untuk menguji apakah kabar itu hoaks atau bukan.

Dari rangkaian proses itu, keterlibatan manusia hanya terletak pada pengaduan yang bisa dilakukan lewat situs web pemerintah, aplikasi Line, dan Telegram; serta diskusi dalam menarik kesimpulan tentang informasi tersebut.

Teguh mengatakan sejauh ini mesin mereka masih terbatas pada teks. namun ia menjanjikan deteksi serupa dapat dilakukan pada hoaks berbentuk gambar dan video serta terintegrasi di media sosial dan mesin pencari sesegera mungkin.

“Ini masih jauh dari sempurna tapi setidaknya kita sudah menemukan titik terang. Ada harapan dengan banyaknya informasi yang tersebar kita punya senjata untuk memeranginya,” pungkas Teguh.

Gandeng Investree, Mbiz Hadirkan Akses Layanan Finansial

Setelah sebelumnya diberitakan telah menjalin kerja sama strategis dengan layanan fintech lending, Mbiz mengumumkan secara resmi kemitraan dengan Investree untuk membantu supplier mendapatkan pembiayaan. CEO Mbiz Rizal Paramarta menyebutkan, fokus Mbiz adalah memberikan pembiayaan ke supplier dari kalangan UKM guna menyelesaikan proyek melalui platform Mbiz dan Mbizmarket.

“Saat ini masih banyak supplier kalangan UKM yang kesulitan untuk memenuhi permintaan dari klien, [..] untuk menjadi supplier korporasi dan enterprise pembayaran dilakukan setelah proyek selesai. Untuk bisa mengatur keuangan mereka, diperlukan dana besar dari para supplier.”

Rizal menambahkan, termin pembayaran dapat mempengaruhi akselerasi produktivitas bisnis perusahaan-perusahaan yang terlibat, terutama jika waktu yang ditentukan tidak sesuai dengan ekspektasi atau kebijakan manajemen keuangan yang berlaku. Situasi ini bisa terjadi tidak hanya di bisnis UKM tetapi juga penyedia maupun pembeli berskala besar.

Menurut CEO Investree Adrian Gunadi, kerja sama antara Investree dan Mbiz ini merupakan salah satu langkah strategis penjualan perusahaan dalam bentuk acquisition channel. Tujuan utamanya mendukung target pertumbuhan Investree tahun 2020 mendatang. Hal ini merupakan salah satu strategi perusahaan untuk menjangkau pengusaha UKM di daerah-daerah lain seluruh Indonesia dengan lebih efisien.

“Nantinya semua borrower akan menikmati proses pengajuan pinjaman yang seamless dengan memanfaatkan integrasi teknologi antara Investree dan Mbiz. Jenis pinjaman yang ditawarkan dalam kerja sama ini adalah Invoice Financing, Pre-Invoice Financing, dan Buyer Financing. Ketiga produk tersebut termasuk dalam produk pembiayaan supply chain di Investree,” kata Adrian.

 

Meskipun saat ini Mbiz telah memperkenalkan platform marketplace yang menyasar konsumen UKM bernama Mbizmarket, pembiayaan  ini juga bisa dimanfaatkan perusahaan-perusahaan yang ada di ekosistem Mbiz.

Disinggung apakah nantinya Mbiz berencana untuk memperluas kemitraan dengan institusi keuangan atau layanan fintech lending lainnya, Rizal menegaskan fokus mereka saat ini melihat perkembangan kerja sama strategis dengan Investree terlebih dahulu. Namun jika ada pihak-pihak terkait yang ingin menjalin kolaborasi dengan Mbiz, tidak menutup kemungkinan adanya kerja sama strategis lainnya.

Sebelumnya Mbiz juga telah menghadirkan layanan leasing menggandeng Tokyo Century Corporation, perusahaan pembiayaan terbesar di Jepang.

Secara keseluruhan, pelaku e-procurement yang memanfaatkan platform Mbiz dan Mbizmarket saat ini diklaim terus mengalami peningkatan. Skala perusahaan yang memanfaatkan platform mereka juga beragam, mulai dari perusahaan besar hingga UKM. Dibandingkan dengan tahun 2018 lalu, tahun ini Mbiz mencatat jumlah perusahaan penyedia barang dan jasa meningkat 60%, sedangkan perusahaan pembeli barang dan jasa meningkat hingga 40%.

 

Sociolla Peroleh Pendanaan Seri D 567 Miliar Rupiah Dipimpin EV Growth dan Temasek

Social Bella (pemilik brand Sociolla) mengumumkan perolehan pendanaan Seri D sebesar $40 juta (lebih dari 567 miliar Rupiah) yang dipimpin EV Growth dan Temasek. Jajaran investor baru yang masuk dalam putaran ini adalah EDBI, Pavilion Capital, dan Jungle Ventures.

Pendanaan ini sepenuhnya akan diarahkan untuk merekrut lebih banyak talenta baru dan mengembangkan teknologi khususnya di So.Co. Penambahan lokasi gerai offline Sociolla juga akan terus dilakukan ke depannya, meski perusahaan menegaskan belum ada rencana untuk ekspansi ke luar negeri.

Funding ini baru close minggu lalu. Ada empat investor baru yang masuk dan satu investor EV Growth sudah ikut dari funding tahap awal dan menjadi co-lead investor untuk Seri D ini,” terang Co-Founder dan CEO Social Bella John Rasyid, Senin (2/9).

Co-Founder dan Presiden Social Bella Christopher Madiam menambahkan, “Melalui kerja sama strategis yang kami miliki dengan para investor, kami dapat terus membangun ekosistem beauty-tech yang terus berkembang pesat.”

Tahun lalu, perusahaan mengumumkan pendanan Seri C sebesar $12 juta (sekitar 169 miliar Rupiah) yang dipimpin EV Growth, platform kecantikan Jepang Istyle Inc., dan UOB Ventures.

Fokus kembangkan So.Co

Social Bella memiliki tiga unit bisnis, yakni di bidang commerce (Sociolla), media (So.Co dan Beauty Journal), dan brand development. Sociolla itu sendiri adalah bisnis unit tertua karena sudaha ada sejak perusahaan berdiri, sekaligus kontributor terbesar di Social Bella. Kendati, angka detailnya tidak disebutkan secara detail.

“Seluruh bisnis berjalan secara parelel, tidak ada yang kami unggulkan. Tapi memang bisnis commerce itu sudah berjalan sejak empat tahun, itu yang menjadi kontributor utama kami,” ucap Christopher.

“Oleh karenanya, GMV itu bukan jadi metriks pencapaian perusahaan karena kami bukan hanya punya e-commerce saja, tapi juga ada medianya. Yang mana untuk metriks di media itu berbeda, bukan GMV. Ini yang menjadikan bisnis kami menjadi unik,” tambahnya.

So.Co menjadi bank database konsumen yang kini menjadi salah satu fokus perusahaan untuk di kembangkan. So.Co menyimpan berbagai data konsumen, baik dari profil mereka, transaksi, dan lainnya yang dimanfaatkan oleh perusahaan untuk memberikan pengalaman lebih baik.

Konsep aplikasi So.Co makanya cukup berbeda karena gabungan dari Sociolla dan Beauty Journal. Sehingga tidak hanya diperuntukkan buat konsumen yang ingin beli barang online di Sociolla saja, tapi juga buat orang-orang yang ingin membaca ulasan, dan kegiatan lainnya.

Christopher memastikan ke depannya akan ada tambahan fitur yang bisa meningkatkan pengalaman konsumen jadi lebih baik di dalam So.Co. Pengguna So.Co tidak hanya end user saja tapi juga brand.

So.Co juga hadir sebagai alat login konsumen sebelum masuk ke gerai offline Sociolla untuk bantu mereka menentukan produk mana yang mereka butuhkan sesuai kondisi kulit masing-masing. Harapannya ketika masuk toko, konsumen tidak lagi harus meraba-raba, produk apa yang cocok untuk mereka.

Karena ingin menjadi sebuah ekosistem, makanya semua teknologi dibangun sendiri oleh perusahaan, termasuk untuk mesin POS di dalam gerai karena sudah terintegrasi dengan So.Co.

“Bahkan gudang kami sudah terintegrasi dengan teknologi karena kami ingin semuanya menjadi satu ekosistem yang saling terhubung.”

Christopher memastikan seluruh data yang dikumpulkan So.Co, tidak akan dimanfaatkan perusahaan untuk dimonetisasi demi menarik penjualan. Justru dimanfaatkan untuk diolah kembali agar ada peningkatan dari sisi user experience, sehingga pihaknya menjamin privasi konsumen akan tetap terjaga.

Bila melihat dari monthly unique visitor, John menyebut ada sekitar 5 juta-7 juta kunjungan dan pengguna teregistrasinya sekitar 1,2 juta orang. Secara kumulatif ada lebih dari 20,2 juta pengunjung yang telah bergabung dengan platform Social Bella sejak 2018, baik melalui situs Sociolla, So.Co, maupun Beauty Journal.

Dari seluruh strategi di atas, diharapkan dapat mendongkrak jumlah unique visitors menjadi 100 juta pengguna pada 2021 mendatang.

Application Information Will Show Up Here

Menilik Pentingnya Kebijakan Satu Data bagi Daerah

Apa dampak terburuk dari data yang tidak akurat, tercerai-berai, dan tidak sinkron bagi sebuah negara? Bisa menjadi awal terbentuknya kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai, bahkan bencana nasional. Untuk menyiasati hal tersebut, Indonesia pun tengah dalam perjalanan menciptakan agenda “satu data” yang komprehensif untuk menunjang pembangunan.

Data berperan penting di tiap pengambilan keputusan. Ada berapa banyak warga miskin yang butuh bantuan kesejahteraan, berapa anak yang belum tersentuh pendidikan agar dibuatkan sekolah, atau berapa banyak cadangan beras untuk menentukan kecukupan pangan dalam satu tahun; merupakan contoh bagaimana data bagi pemerintah dalam mengatur hajat hidup orang banyak.

Contoh paling ekstrem mungkin terjadi pada Nigeria pada 2014 lalu. Saat itu tiba-tiba saja Nigeria menjadi negara dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) terbesar di Afrika sesederhana karena mereka mengganti metode penghitungannya.

Deputi II Kantor Staf Presiden Yanuar Nugroho dalam International Lokadata Conference 2019 menceritakan pentingnya kebijakan satu data. Dengan sekian banyak agenda pemerintahan yang sedang dan akan berjalan, data yang tepat jadi kebutuhan terpenting untuk melakukan semua itu.

“Ke depan apa yang kita kerjakan? Infrastruktur diteruskan, SDM dibangun, investasi didorong, reformasi birokrasi, penggunaan teknologi. Tapi untuk melakukan itu semua butuh akurasi data dan ketersediaan data,” ujar Yanuar.

Inilah yang melandasi terbitnya Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang “Satu Data Indonesia“. Perpres ini diupayakan untuk menghilangkan perbedaan data di lembaga dan kementerian sekaligus menyirnakan ego sektoral yang kerap muncul sehingga kerap timbul data yang tumpang-tindih di tubuh pemerintahan sendiri.

Contoh data tumpang-tindih itu terjadi pada kisruh impor beras yang melibatkan Kementerian Perdagangan dan Bulog pada pertengahan tahun lalu. Saat itu Kemendag bersikeras untuk mengimpor beras karena data menunjukkan ada kekurangan, namun di saat bersamaan Bulog sebagai operator impor tidak setuju karena stok beras nasional dianggap masih mencukupi.

Pihak swasta juga pernah mengkritik pemerintah akibat data pemerintah yang tak akurat itu. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pernah protes karena data produksi jagung yang ditampilkan Kementerian Pertanian menunjukkan peningkatan, padahal data asosiasi dan citra satelit membuktikan produksi menurun. Imbasnya, harga jagung melambung, harga barang melonjak, ketersediaan pangan defisit, hingga kemungkinan impor.

Efek satu data bagi daerah

Kebijakan satu data tentu bakal berpengaruh hingga ke layanan publik di tiap pemerintahan daerah. Dalam era penyelenggaraan smart city, Staf Khusus Kepala Bappenas Danang Rizki Ginanjar menyampaikan, pemerintahan daerah terjebak dalam konsep smart city yang canggih dengan anggaran yang sangat besar dan ujungnya jadi tidak efisien.

Setelah kebijakan satu data diteken, pemerintah menyiapkan sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE). Sehingga nantinya pemerintah daerah cukup menduplikasi dan menyesuaikan sendiri dari satu aplikasi yang disiapkan pusat.

“Kalau SPBE ini adalah pilar, di bawahnya harus ada fondasi dulu berupa data yang sama,” ujar Danang.

Wali Kota Padang Panjang Fadly Amran menyepakati bahwa data yang sudah dikalibrasi sangat penting bagi pemerintahan daerah. Padang Panjang merupakan contoh kota yang sudah memakai konsep smart city dalam memecahkan masalah di daerahnya. Masalah utama yang jadi kendala mereka adalah data antara kantor dinas saja dapat berbeda-beda. Padahal hal ini menurut Fadly berpengaruh pada strategi mereka dalam mengentaskan kemiskinan.

“Tujuan Padang Panjang dengan smart city-nya adalah mempunya satu data, satu peta, yang benar-benar terintegrasi dan dipakai semua dinas,” ungkap Fadly.

CEO Qlue Rama Raditya mengatakan konsep smart city makin penting untuk menyelesaikan masalah suatu daerah. Salah satu yang Rama soroti adalah arus urbanisasi yang diperkirakan terus meningkat. Bank Dunia bahkan memperkirakan arus urbanisasi di Indonesia meningkat terus hingga 70 persen pada 2030. Namun seperti diketahui urbanisasi dipastikan membawa masalah baru mulai dari kemacetan, meningkatnya jumlah sampah, dan lain-lain.

“Di DKI sendiri banyak orang yang pikir Qlue sudah tidak ada tapi sebenarnya tindak lanjutnya masih di atas 91 persen dari pemprov, membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat pada pemerintah hingga 87 persen,” pungkas Rama.

Menggandeng perusahaan smart city seperti Qlue ini merupakan salah satu alternatif yang dapat diambil pemerintahan daerah selain membuat platform mereka sendiri. Cara ini terbilang cukup populer dan praktis melihat dari 15 kota yang bekerja sama dengan Qlue dalam mengembangkan smart city di daerah mereka.

Gojek Mulai Uji Coba Fitur Voucher Berlangganan untuk GoRide

Gojek mulai melakukan uji coba sistem voucher berlangganan untuk layanan GoRide. Fitur dan penawaran serupa sebelumnya juga ada di GoFood.

Layanan ini memungkinkan pengguna membeli paket layanan hemat. Bisa jadi ini akan menjadi fitur yang menggantikan model promo. Model layanan berlangganan seperti ini nantinya akan menjadi salah satu strategi yang bisa bisa membuat pengguna betah.

Untuk penawaran yang dijumpai dalam masa uji coba ini nominalnya cukup menggiurkan. Contohnya seperti tangkapan layar di bawah, dengan harga Rp9.000 kita bisa mendapat voucher GoRide seharaga Rp160.000.

screenshot_20190830-152821_gojek

Sejauh ini belum ada informasi apa pun dari pihak Gojek mengenai fitur voucher berlangganan GoRide. Saat tulisan ini ditulis, website resmi Gojek pun masih nihil informasi. Besar kemungkinan startup yang dibesarkan Nadiem Makarim dan Kevin Aluwi ini masih mencari skema dan penawaran yang sesuai.

Informasi yang ada saat ini, pengguna hanya bisa membeli voucher berlangganan GoRide satu kali. Masa penawaran pun terbatas dalam kurun waktu promosi.

Menghadirkan penawaran menarik tampaknya menjadi bagian dari “perlombaan” Grab dan Gojek dalam menarik pengguna baru dan menjaga mengguna setia mereka. Setelah memanjakan pengguna dengan sederet promo dan cashback perlombaan tampaknya akan dilanjutkan melalui ragam voucher dan fitur berlangganan.

Lebih dulu hadir, Grab juga mempunyai fitur serupa. Memungkinkan pengguna membeli voucher yang bisa digunakan untuk mendapatkan layanan. Sedikit berbeda, Grab menggunakan sistem berlangganan, tergantung jenis dan durasi paket yang dibeli. Bisa dua mingguan dan bulanan.

Application Information Will Show Up Here

Hary Tanoe Usul Pemerintah Bentuk Venture Capital Patungan BUMN dan Swasta

Bos MNC Group Hary Tanoesoedibjo mengusulkan pemerintah membentuk perusahaan modal ventura untuk mendukung perkembangan startup Indonesia. Ia menilai langkah itu perlu untuk mencegah kepemilikan pemilik modal asing yang berlebihan.

Sebagai solusi, Hary menyarankan pemerintah menggerakkan semua elemen pengusaha mulai dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), swasta, hingga individu; agar berpartisipasi dalam pembentukan perusahaan modal ventura tersebut.

“Kumpulkan BUMN, perusahaan-perusahaan swasta, individu-individu, semua chip-in, 2 ribu pihak kalau rata-rata Rp10 miliar sudah terkumpul Rp20 triliun,” ungkap Hary seperti dikutip dari iNews.

Menurut sang taipan media, pembentukan venture capital oleh pemerintah penting agar Indonesia tetap memiliki startup yang tumbuh dan besar di Tanah Air. Pasalnya ia melihat ada kecenderungan investor di startup lokal yang sudah besar justru lebih banyak berasal dari luar negeri.

Jika tren itu berlanjut, Hary menilai Indonesia sendiri yang berpotensi tidak akan bisa menikmati kesuksesan startup buatan warganya.

“Saya dengar Gojek lagi negosiasi sama Amazon mau masuk. Padahal prinsipalnya sendiri, pemegang saham lokal Gojek itu sudah kurang dari 5 persen,” imbuhnya.

Di Indonesia, jumlah pelaku industri modal ventura sudah cukup banyak. Per Juni 2019, OJK mencatat pelaku industri ini mencapai 61 perusahaan, terdiri dari 57 konvensional dan 4 syariah. Adapun penyertaan modal dari 61 perusahaan itu tercatat Rp10,62 triliun per Juli 2019, atau naik dari Rp8,13 triliun pada Juli tahun lalu.

Angka itu terbilang relatif masih kecil jika dibandingkan dengan kucuran modal yang mengalir dari perusahaan luar negeri. Sebagai contoh misalnya, Gojek saat ini tercatat sudah menghimpun dana hingga US$3,1 miliar atau Rp44 triliun. Sebagian besar investor mereka berasal dari perusahaan asing mulai dari Tencent, Google, Temasek, hingga Visa. Hanya Global Digital Niaga dan Astra International yang tercatat sebagai investor lokal di Gojek.

Hal ini juga terjadi di unicorn lain seperti Traveloka, Bukalapak, dan Tokopedia yang banyak dihuni oleh pemodal dari luar negeri.