Kisruh Startup Investasi Budidaya Angon.id (UPDATED)

Pembaca DailySocial mungkin telah melihat “keributan” di akun media sosial startup investasi budidaya Angon.id mengenai isu tuntutan pengembalian dana yang diminta hampir seluruh investor.

Di kanal Instagram, yang selama ini menjadi kanal utamanya untuk berbagi informasi, pihak Angon.id terakhir kali melakukan pembaruan status pada Oktober 2018.

Sebagai media yang pernah meliput peluncuran dan perkembangan Angon.id, kami merasa perlu mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kami mencoba menghubungi jajaran founder Angon.id, baik melalui ponsel maupun media sosial, namun sama sekali tidak terhubung.

Beberapa staf yang pernah berkomunikasi dengan DailySocial mengatakan mereka mulai meninggalkan posisinya di perusahaan pembiayaan tersebut sejak pertengahan 2018.

Kami kemudian mendapat informasi dari setidaknya dua sumber terpercaya, yang tidak mau disebutkan namanya, tentang apa yang sebenarnya terjadi.

“Fraud”

Menurut sumber kami, isu ini terjadi lantaran ada kesalahan kalkulasi bisnis. Uang yang dihimpun dari investor banyak digunakan untuk belanja operasional dan kebutuhan founder yang sifatnya tidak terlalu mendesak.

Salah satunya digunakan membeli properti yang dijadikan kantor di kawasan yang “cukup mewah” di daerah Semarang. Padahal ada tenggat waktu pengembalian dana investor untuk budidaya ternak dan hasilnya.

Diklaim total kerugian yang dihasilkan mencapai empat miliar Rupiah.

Angon.id merupakan startup hasil inkubasi program Indigo Creative Nation milik Telkom, tepatnya di bawah naungan Jogja Digital Valley.

Memulai debutnya sejak Oktober 2016, startup ini menggabungkan konsep startup investasi (fintech) sekaligus pertanian (agtech). Investor bisa menanamkan duitnya melalui Angon.id untuk membantu memodali peternak, sebelum kemudian mendapatkan bagi hasil jika ternaknya dijual.

“[Sederhananya] manajemen Angon.id melakukan fraud kepada uang investor. Kalau saya bilang kasusnya jadi mirip First Travel [dengan skala yang berbeda]. Manajemen juga sudah ‘bubar’ sejak akhir 2018 lalu,” ujar sumber kami.

Kondisi yang dihadapi tim Angon.id disebut harus diselesaikan manajemennya sendiri, sementara sumber kami mengklaim posisi Telkom hanya sebagai pembina bisnis di tahap awal dan tidak terkait dengan bagaimana startup tersebut dijalankan.

“Komunikasi terakhir dengan Agif [CEO Angon.id Agif Arianto], pihaknya berkomitmen untuk mengembalikan, secara bertahap. Kalau sekarang memang sulit sekali dihubungi.”


Update: CEO Angon.id telah memberikan tanggapannya terhadap isu kisruh dana publik di platform-nya.

Vidio Bidik 30 Juta Pengguna Aktif Bulanan, Gencarkan Penambahan Konten

Aplikasi video streaming Vidio menargetkan 30 juta pengguna aktif bulanan (monthly active user / MAU) sepanjang tahun ini. Penambahan konten berbasis premium dan kerja sama dengan operator telekomunikasi menjadi prioritas agar dapat menarik pengguna baru.

“Kami cukup yakin tahun ini bisa tembus di angka 30 juta karena kami sudah sentuh milestone saat Asian Games di angka 25 juta [MAU]. Unduhan aplikasi itu memang naik turun, tapi saat kami mulai ekspansi ke konten-konten baru yakin bisa tembus,” ujar CEO Vidio Sutanto Hartono, Jumat (22/3).

Berdasarkan data yang dipaparkan Sutanto, konten Vidio telah ditonton selama lebih dari 2,1 miliar kali dengan total durasi 12,5 miliar menit sepanjang tahun lalu.

Saat Asian Games 2018 lalu, aplikasi diunduh 60 ribu kali secara rerata tiap harinya.

User kita semua ini hasil dari organik, belum ada yang berbayar. Tahun ini kita mau mulai perbanyak kerja sama dengan telko [operator telekomunikasi -red].”

Deputy CEO Vidio Hermawan Sutanto menambahkan, konten olahraga di Vidio tergolong lengkap dibandingkan pemain video streaming lainnya. Dari 21 tayangan free to air channel, mayoritas adalah tayangan olahraga.

“Kita bisa mendapat posisi pertama untuk tayangan sport karena tahun lalu banyak event-nya dan biasanya ini eksklusif. Kita bisa tumbuh dengan 20 juta MAU itu organik tanpa ada kerja sama tanpa [operator] telko manapun,” kata Hermawan.

Vidio memiliki tiga jenis layanan yang bisa dipilih pengguna. Pertama, ada 21 channel tv lokal free-to-air yang bisa diakses secara gratis oleh pengguna. Vidio juga membuat program TV live secara in house untuk melengkapi kategori.

Kedua, video on demand (VOD) berisi konten sinetron, film dan series, berita, olahraga, entertainment, musik, dan lainnya. Sepanjang September 2018-Februari 2019, konten yang paling banyak ditonton adalah sinetron (26,7%), film dan serial (17,9%), berita (10,9%), olahraga (10,5%), dan hiburan (9,6%).

Terakhir adalah konten berlangganan (bernama Vidio Premier) yang berisi tayangan internasional, baik itu olahraga, live TV, serial, dan film. Layanan ini baru dirilis pada 3 November 2018. Hermawan masih belum mau membeberkan pencapaian Vidio Premier saat ini.

Dalam rangka memulai strategi monetisasi, tahun ini Vidio mulai berinvestasi cukup banyak untuk memproduksi konten serial original. Ini adalah hasil kerja sama dengan dua rumah produksi, yakni Sinemart dan Screen Play Films.

Selain produksi konten original, Hermawan menyebut Vidio tengah memproses kerja sama dengan seluruh operator telekomunikasi untuk bundling dengan paket data. Diharapkan lewat strategi ini dapat menjaring lebih banyak pengguna berbayar secara sekaligus.

Saat ini biaya berlangganan untuk menikmati semua konten di Vidio dibanderol mulai dari Rp30 ribu sampai Rp50 ribu per bulan, atau Rp10 ribu per harinya.

“Tantangan OTT itu adalah membentuk kebiasaan untuk berlangganan setiap menikmati suatu konten, itu yang belum ada. Di negara maju kebiasaan ini mulai terbentuk karena pemain OTT pada akhirnya menyajikan konten yang memberikan value. Konten serial ini kami sengaja sasar untuk menyasar orang yang ingin nonton tapi dengan durasi lebih pendek.”

Application Information Will Show Up Here

Laporan LD FEB UI: Tahun 2018 Mitra Gojek Berkontribusi 44 Triliun Rupiah untuk Perekonomian Indonesia

Berawal dari layanan ride-hailing, Gojek kini bertransformasi menjadi aplikasi untuk pembayaran, pengiriman barang hingga pemesanan berbagai kebutuhan. Bukan hanya mengajak lebih banyak masyarakat mengadopsi teknologi, Gojek juga sudah memudahkan pelaku UKM mempromosikan dan menjual produk secara cepat dan lebih mudah.

Untuk melihat peranan dan efek yang ditimbulkan oleh Gojek kepada mitra hingga pelaku UKM di Indonesia, Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) memaparkan hasil riset terbarunya yang bertajuk “Dampak Gojek terhadap Perekonomian Indonesia pada Tahun 2018”. Hasil Riset LD FEB UI ini menemukan kontribusi mitra Gojek dari empat layanan, yaitu layanan Go-Ride, Go-Car, dan Go-Food kepada perekonomian Indonesia mencapai 44,2 triliun Rupiah.

“Secara langsung Gojek sudah memudahkan pelaku UKM secara khusus untuk meningkatkan penjualan memanfaatkan aplikasi. Mulai dari pemesanan hingga pembayaran non-tunai,” kata Wakil Kepala LD FEB UI Paksi Walandouw.

Meningkatkan taraf hidup mitra

Survei yang dilakukan oleh LD FEB UI mengacu kepada total sampel sebanyak 6 ribu lebih responden yang terdiri dari 3886 mitra Go-Ride, 1010 mitra Go-Car, 1000 mitra Go-Resto dan 836 gabungan dari mitra Go-Life dan Go-Clean. Wilayah survei yang dilakukan oleh LD FEB UI untuk semua mitra kecuali mitra Go-Life berasal dari Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Medan, Balikpapan, Makassar dan Palembang.

Sebagai layanan yang menjadi pembuka jalan bagi layanan lainnya, Go-Ride telah memberikan kontribusi sebesar 16,5 triliun Rupiah per tahun ke perekonomian Indonesia pada 2018. Untuk mitra yang bergabung rata-rata sebelumnya memiliki penghasilan sekitar 1 juta Rupiah, setelah bergabung menjadi mitra Gojek mengalami peningkatan hingga 6 juta Rupiah. LD FEB UI mencatat penghasilan rata-rata mitra Go-Ride di Jabodetabek adalah 4,9 juta Rupiah. Sementara mereka yang tinggal di luar Jabodetabek 3,8 juta Rupiah.

Hal serupa juga terjadi dengan mitra Go-Car, yang kebanyakan memiliki latar belakang lebih tinggi dari mitra ride-hailing roda dua Gojek. Penghasilan mitra Go-Car berkontribusi 8,5 triliun Rupiah per tahun ke perekonomian Indonesia di tahun 2018.

Secara demografi LD FEB UI mencatat, 66% mitra pengemudi berusia 21-40 tahun. Sebanyak 71% mitra pengemudi memiliki tingkat pendidikan SMA ke bawah, 43% mitra pengemudi sebelumnya pernah bekerja menjadi karyawan swasta dan 90% mitra pengemudi memiliki tanggungan. Setelah bergabung menjadi mitra Gojek, penghasilan rata-rata mereka meningkat menjadi 42%. Sementara pengeluaran rata-rata mitra pengemudi meningkat 32% setelah bergabung menjadi mitra Gojek.

Membantu mitra mengadopsi teknologi

Sementara itu untuk layanan yang saat ini makin digemari oleh pengguna dan terpisah dari aplikasi induk di Gojek yaitu Go-Life, sudah memberikan kontribusi sekitar 1,2 triliun Rupiah per tahun ke perekonomian Indonesia di tahun 2018. LD FEB UI juga mencatat meskipun masih terbatas di beberapa wilayah, Go-Life juga didominasi oleh mitra yang 95% berasal dari kalangan perempuan, sangat relevan dengan beberapa layanan yang ditawarkan oleh Go-Life.

Setelah bergabung menjadi mitra Go-Life LD FEB UI mencatat, penghasilan rata-rata meningkat menjadi 72%. Sementara pengeluaran mitra meningkat 19% setelah bergabung menjadi mitra Go-Life. Omzet mitra UKM Go-Food berkontribusi 18 triliun RUpiah per tahun. Para mitra yang bergabung bisa mendapatkan keuntungan sekitar 15 juta Rupiah.

Yang menjadi fokus utama dari LD FEB UI adalah bagaimana Gojek sudah membantu pelaku UKM khususnya industri kuliner untuk memasarkan, mempromosikan hingga melakukan transaksi secara online. Bukan hanya menambah jumlah pelanggan lebih luas lagi jangkauannya, Gojek juga sudah mengajarkan pelaku UKM dan pengguna untuk melakukan transaksi secara non-tunai.

Sebanyak 75% responden UKM juga telah menerapkan pembayaran non-tunai setelah menjadi mitra dari Go-Food. Sementara itu 93% mitra UKM langsung go online dengan alasan menjadi mitra dari Go-Food. LD FEB UI juga mencatat, 72% mitra UKM klasifikasi “usaha mikro” dengan omzet 300 juta Rupiah per tahun.

Teknologi dinilai telah membantu pelaku UKM membuka jaringan dan menambah jumlah pelanggan. LD FEB UI mencatat 90% mitra bergabung dengan Go-Food untuk meningkatkan pemasaran, 78,5% mitra bergabung untuk mengadopsi perkembangan teknologi.

Application Information Will Show Up Here

Sejumlah Inovasi untuk O2O Lazada Diperkenalkan di “LazMall Brand Future Forum”

Tahun ini Lazada genap berusia 7 tahun. Dalam rangkaian perayaan ulang tahunnya, mereka menggelar acara bertajuk “Lazada Brand Future Forum”. Dalam acara tersebut pihak Lazada mengumumkan beberapa terobosan baru untuk LazMall, konsep O2O (Online to Offline) mereka, berserta kembali menegaskan visi dan misinya di pasar Asia Tenggara.

Di tahun 2019 ini Lazada menawarkan sejumlah solusi yang terangkum dalam “Super Solutions”. Tujuannya untuk mengatasi tiga tantangan yang kerap dihadapi oleh brand dan seller yakni branding, pemasaran, dan penjualan. Super Solutions ini sengaja dikembangkan untuk seluruh brand dan seller LazMall, tidak memandang besar kecilnya usaha yang digeluti sehingga mereka bisa sama-sama bersaing di persaingan di pasar e-commerce yang semakin ketat. Semuanya bisa dijumpai dalam fitur LazMall yang diluncurkan Lazada tahun lalu.

“Tidak ada seller yang terlalu kecil untuk bercita-cita dan tidak ada brand yang terlalu besar untuk menjadi Super eBusiness. Itulah sebabnya kai sangat senang dapat meluncurkan Super Solutions yang membantu brand dan seller kami menjadi lebih gesit dalam mendigitalkan bisnis mereka dan menjangkau pelanggan dengan lebih baik,” ujar CEO Lazada Group Pierre Poignant.

Super Solutions yang ditawarkan Lazada meliputi fitur-fitur baru seperti Store Builder yang memungkinkan brand dan seller membuat halaman/etalase yang disesuaikan dengan brand identity masing-masing. Fitur yang terlihat sederhana tetapi penting karena mampu menguatkan indentitas brand yang berperan menjaga loyalitas pengguna.

Lazada juga memperkenalkan Seller Pick, yang memungkinkan brand dan seller memiluh sendiri produk apa yang ingin dipromosikan kepada konsumen dan Golden Slot, sebuah fitur yang memungkinkan toko LazMall atau produk di LazMall muncul dalam pencarian teratas. Tak hanya itu Lazada juga akan memanfaatkan teknologi dari Alibaba untuk menghadirkan permainan, news feed, dan in-app live streaming yang diharpkan bisa meningkatkan konsumen engagement.

Presentasi Jing Yin

“Didukung oleh teknologi dan infrastruktur logistik Alibaba, selama setahun terakhir Lazada telah meluncurkan inovasi teknologi terdepan di industri seperti fungsi pencarian gambar, gim-gim yang melibatkan konsumen dan in app live streaming untuk menjadi satu-satunya platform Shoppertainment, di mana pelanggan dapat menonton, berbelanja, dan bermain,” tutur Poignant

Selain itu Lazada juga memperkenalkan LazMall Guarantee, untuk meningkatkan pengalaman dan kepercayaan pembeli terhadap brand. Ada juga LazMall Self Sign-Up yang memungkinkan setiap brand mendaftar dan menawarkan barang mereka di LazMall. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan bagi segmen usaha kecil menengah untuk berkompetisi secara global.

“Sejak LazMall diluncurkan pada 2018, kami telah melihat pertumbuhan yang luar biasa pada berbagai mitra brand utama kami. Kami ingin memperluas manfaat LazMall bagi lebih banyak lagi brand dan seller untuk mengangkat usaha e-commerce mereka. Kami ingin melatih dan mengembangkan mereka sehingga mereka dapat tumbuh bersama kami dan menjadi eBusinesses yang sukses dan berkelanjutan,” tutur President Lazada GroupJing Yin.

Application Information Will Show Up Here

Grab Perlengkap Layanan Fintech dan Fitur Langganan “GrabClub”

Grab, lewat Grab Financial Group, makin memperdalam layanan fintech sebagai kelanjutan dengan berbagai kemitraan strategis yang sudah diumumkan sejak tahun lalu. Namun sebagian besar layanan ini baru tersedia di Singapura dan akan dilanjutkan ke negara lainnya di mana Grab beroperasi, termasuk Indonesia.

Layanan fintech teranyar yang dirilis ini terangkum dalam roadmap bertajuk “Grow with Grab”. Di dalamnya terdapat metode pembayaran online terbaru dengan “Pay with GrabPay” yang diperuntukkan pemilik toko online. Situs online yang telah menerima metode ini adalah Qoo10 dan 11Street, keduanya termasuk pemain e-commerce terbesar di Singapura dan Malaysia.

Berikutnya adalah terintegrasinya “Pay with GrabPay” dengan mesin kasir (POS) milik merchant offline, tanpa harus mengganti perangkat lama mereka. Gerai Coffee Bean & Tea Leaf dan Paris Baguette akan menjadi pilot perdananya.

Dari sisi fintech lending, hasil dari pembentukan JV dengan Credit Saison, Grab kini menyediakan “Pay Later” dengan dua fungsi. Pertama, layanan ini memungkinkan konsumen untuk membayar layanan Grab pada akhir bulan, tanpa biaya tambahan. Kedua, sebagai kartu kredit virtual yang memungkinkan konsumen untuk mencicil barang dengan tenor tertentu dan bunga 0%.

“Kedua produk ini hanya akan diberikan kepada pengguna Grab yang layak kredit historinya. Grab Financial Group menentukan risiko kredit berdasarkan serangkaian kriteria yang ketat, mencakup berapa lama memakai Grab, frekuensi penggunaannya, dan pola pengeluaran,” terang Senior Managing Director Grab Financial Group Reuben Lai dalam keterangan resmi.

Selain itu, Grab juga menyajikan marketplace asuransi mikro, hasil JV dengan Zhong An. Tersedia asuransi medis untuk mitra pengemudi dan asuransi kecelakaan pribadi apabila mitra ingin mendapat cakupan perlindungan lebih banyak. Secara langsung layanan ini bisa diakses lewat aplikasi Grab.

Ke depannya, akan tersedia produk asuransi otomotif dengan konsep pembayaran premi “Pay-as-you-Drive”. Memungkinkan mitra pengemudi hanya membayar asuransi saat mereka mengemudi, serta asuransi jiwa mikro, dan asuransi penyakit kritis.

Terkait kapan layanan fintech ini hadir di Indonesia, belum ada keterangan resmi yang diberikan pihak Grab.

Di Indonesia, layanan fintech Grab masih menyangkut seputar sistem pembayaran. Aplikasi Grab baru menyediakan opsi pembayaran dengan pemindai kode QR untuk pembayaran Ovo di merchant offline.

Saldo Ovo yang terhubung dengan Grab, bisa untuk membayar seluruh layanan Grab mulai dari transportasi, kurir makanan, pengiriman paket, dan grocery. Juga digunakan untuk pembelian dan pembayaran tagihan listrik, pasca bayar, dan pulsa.

Belum lepas GrabClub versi beta

Di satu sisi, hingga kini Grab belum melepas paket langganan (sebelumnya bernama “GrabClub”) dari versi beta. Pada Desember 2018, DailySocial sempat memberitakan soal kehadiran fitur ini di Indonesia. Kemudian sempat menghilang dan akhirnya kembali muncul sejak pertengahan Maret 2019.

Juru bicara Grab Indonesia mengatakan fitur berlangganan tersebut masih dalam tahap uji coba. Sehingga besar kemungkinan apabila di-take out hanya bersifat sementara demi penyempurnaan layanan.

“Ketersediaan fitur ini nantinya akan diperuntukkan ke seluruh pengguna Grab, untuk itu secara lebih lanjut akan diumumkan lebih lanjut,” terangnya kepada DailySocial.

Fitur berlangganan dari Grab
Fitur berlangganan dari Grab

Fitur berlangganan saat ini dapat ditemukan dalam GrabRewards. Pengguna bisa memilih paket promo GrabFood mulai dari Rp75 ribu dan Rp125 ribu untuk berlangganan selama sebulan.

Dijelaskan bahwa paket ini berisi voucher potongan belanja senilai Rp35 ribu ini berlaku untuk pembelian GrabFood dan ongkos kirim Rp5 ribu. Apabila memilih paket seharga Rp75 ribu, pengguna akan mendapat voucher potongan untuk lima kali transaksi dan 10 kali potongan ongkos kirim.

Lalu, ada paket promo GrabExpress mulai dari Rp40 ribu berlaku selama dua minggu. Dalam paket ini pengguna mendapat potongan hingga 50% dari ongkos dan bisa dipakai hingga 20 kali transaksi.

Sebelumnya pihak Grab menyebut fitur berlangganan ini adalah senjata perusahaan dalam mengatasi perang harga dengan Gojek. Strategi jangka panjang panjang ini dipercaya memiliki tingkat retensi yang baik dalam menjaga loyalitas pengguna.

Application Information Will Show Up Here

MobilKamu Peroleh Dana Segar Seri A yang Dipimpin East Ventures dan Genesia Ventures

Platform pembelian mobil MobilKamu mengumumkan perolehan dana Seri A, dalam jumlah yang tidak disebutkan, yang dipimpin East Ventures dan Genesia Ventures. turut berpartisipasi dalam putaran kali ini Denali Mitra. Pendanaan ini diharapkan mempercepat usaha perusahaan menjadi platform pembelian mobil baru terbaik di Indonesia.

Didirikan di tahun 2015 oleh Wilton Halim, Kalen Iselt, dan Caue Motta, MobilKamu mengklaim menjadi platform pembelian mobil online yang diperhitungkan dengan penjualan tahun 2018 mencapai 150 buah mobil berbagai merk tiap bulannya. MobilKamu mendapatkan pendanaan awal di akhir tahun 2017.

Perusahaan juga telah bermitra lebih dari 80 dealer mobil Jabodetabek dan sejumlah perusahaan pembiayaan. Di tahun 2019 ini MobilKamu berencana memperluas operasi di berbagai kota. Sebelumnya fokus perusahaan hanya di Jabodetabek.

Selain platform beli mobil, MobilKamu juga memiliki situs khusus beli motor MotorKamu. Untuk menambah jangkauan pengguna, MobilKamu bermitra dengan Bukalapak dalam bentuk fitur khusus BukaMobil dan BukaMotor.

Dalam rilisnya, Co-Founder dan CEO Wilton Halim mengatakan, “Kami melihat dengan jelas betapa banyak hal yang harus ditingkatkan untuk menciptakan pasar mobil yang adil dan efisien di Indonesia bagi semua orang. Inilah yang Mobilkamu lakukan. Kami membentuk kembali masa depan perdagangan dan pembiayaan mobil baru.”

“Melalui teknologi yang eksklusif, Mobilkamu telah memperkenalkan pengalaman yang mulus dalam membeli mobil baru dengan menghilangkan kendala pada konsumen untuk berinteraksi dengan berbagai pihak. Solusi ini juga memberikan nilai tambah yang besar bagi agen penjualan mobil, perusahaan pembiayaan, dan dealer mobil untuk beroperasi secara lebih efisien hingga membuat harga mobil di pasar menjadi lebih
terjangkau. Sebagai investor awal, kami bersemangat untuk terus mendukung pertumbuhan Mobilkamu dalam membuka potensi pasar mobil baru di Indonesia,” ujar Partner East Ventures Melisa Irene.

Startup Logistik Kargo Technologies Peroleh Dana Segar dari Sequoia India dan Pendiri Uber Travis Kalanick Senilai 107 Miliar Rupiah

Kargo Technologies, marketplace logistik yang menghubungkan perusahaan dan layanan penyedia truk, mengumumkan perolehan pendanaan senilai $7,6 juta (lebih dari 107 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Sequoia India dan 10100 Fund — yang terakhir ini didirikan oleh Co-Founder Uber Travis Kalanick. Ini merupakan investasi pertama Travis di Asia Tenggara.

Pertama kali di-cover oleh DealStreetAsia, turut berpartisipasi dalam pendanaan ini sejumlah investor, yaitu Pandu Sjahrir dari Agaeti Ventures, Co-Founder Northstar Group Patrick Walujo, Intudo Ventures, Zhenfund, ATM Capital, dan Innoven Capital. Dana disebutkan akan digunakan untuk memperkuat infrastruktur dan tim teknologi perusahaan.

Didirikan oleh mantan Country Manager Uber Indonesia Tiger Fang (CEO) dan Yodi Aditya (CTO), Kargo Technologies melihat permasalahan selama ini truk pulang tanpa muatan setelah pengantaran di sentra-sentra produksi. Kargo Technologies berharap bisa meminimalisir hal ini sambil memenuhi kebutuhan perusahaan-perusahaan e-commerce dan FMCG.

Berkembangnya industri e-commerce di Indonesia, diperkirakan mencapai $53 miliar di tahun 2025 menurut studi Google dan Temasek, turut mendukung berkembangnya industri logistik yang lebih efisien dan pintar.

Kargo Technologies menawarkan platform berbasis mobile, saat ini dalam beta dan akan diluncurkan dalam waktu dekat, di platform Android untuk memudahkan perusahaan pengguna dan pengirim berinterasi dan memantau pergerakan kiriman secara real time.

Cikal bakal Kargo yang sekarang adalah Kargo yang didirikan Yodi Aditya tahun 2016 dan sempat didukung oleh East Ventures. Kami mendapatkan informasi bahwa East Ventures telah full exit dan perusahaan dijual ke Tiger Fang yang menjadi CEO baru. Di segmen logistik dan pergudangan kini East Ventures mendukung Waresix.

Dalam pernyataannya, Tiger menyebutkan, “Kargo didesain untuk mengoreksi masalah ketersediaan, transparansi harga dan kurangnya kepercayaan dalam proses pembayaran melalui satu aplikasi yang gampang dipakai.”

Regulator Transportasi Filipina Kembali Tolak Permohonan Gojek untuk Beroperasi

Permohonan Gojek untuk izin operasional di Filipina kembali ditolak regulator transportasi Filipina. Gojek dianggap melanggar aturan yang ditetapkan terkait pembatasan kepemilikan asing.

Dikutip dari Nikkei Asia Review, The Land Transportation Franchising and Regulatory Board (LTFRB) menolak permohonan peninjauan kembali keputusan sebelumnya yang diajukan perusahaan afiliasi Gojek, Velox Technology Philippines.

Perusahaan tersebut dianggap tidak mematuhi persyaratan kepemilikan saham lokal minimal 60%. Pemodal mayoritas perusahaan tersebut (99%) adalah Velox South East Asia Holdings yang berbasis di Singapura.

Perwakilan regulator Filipina Jay Sabale mengatakan keputusan ini tidak berbeda dengan keputusan terhadap pelanggaran sebelumnya.

“Mereka tidak bisa datang ke sini [Filipina] kecuali mereka mengikuti apa yang tertulis dalam undang-undang.”

Menanggapi keputusan ini, perwakilan Gojek mengungkapkan kekecewaan terhadap LTFRB dan bersiap mencari opsi lain.

“Gojek kecewa dengan keputusan LTFRB untuk menolak mosi kami [..]. Penglaju di Singapura, Vietnam, Thailand, dan Indonesia mendapat manfaat dari teknologi kami setiap hari. Namun karena keputusan ini, tampaknya pengemudi dan penumpang di Filipina harus menunggu sedikit lebih lama,” terangnya.

Sebelumnya disebutkan Gojek telah melakukan pembicaraan dengan konglomerasi lokal, Ayala Corp, untuk memasuki negara tersebut, meskipun belum ada konfirmasi. Di negara-negara di luar Indonesia, Gojek menjalin kemitraan dengan perusahaan lokal, bahkan mengadopsi branding lokal di Vietnam dan Thailand.

Dengan penutupan layanan Uber di sana, Grab praktis masih menjadi penguasa bisnis transportasi online.

Awal tahun ini Gojek mengumumkan akuisisi terhadap perusahaan pembayaran digital berbasis blockchain Coins.ph senilai $72 juta (lebih dari 1 miliar Rupiah menurut kurs hari ini).

Application Information Will Show Up Here

Warunk Upnormal Rilis “Pay at Table”, Pembayaran dengan Kode QR Berbasis Aplikasi

Gerai makanan dan minuman asal Bandung Warunk Upnormal menghadirkan inovasi pembayaran non tunai dengan pemindai kode QR “Pay at Table” yang dapat diakses lewat aplikasi Upnormal. Inovasi ini untuk menjawab kebutuhan konsumen yang banyak berasal dari kalangan milennial dan generasi Z yang adaftif terhadap perkembangan teknologi.

Konsumen tidak perlu mengantre di depan mesin kasir setiap kali memesan menu. Cukup mengunduh aplikasi Upnormal, tersedia di Google Play dan iOS, dan melakukan registrasi. Di tiap meja tersedia kode QR yang dapat dipindai lewat aplikasi, secara otomatis akan terhubung ke layar menu makanan dan siap dipilih.

Dalam aplikasi ini tersedia opsi pembayaran dengan tunai di kasir atau dengan Go-Pay. Apabila memilih dengan Go-Pay, akan diarahkan langsung ke halaman Go-Pay untuk menyelesaikan pembayarannya. Metode ini dianggap lebih efisien daripada sebelumnya, konsumen memasukkan secara manual lewat secarik kertas berisi menu dan mengantre di depan kasir sebelum pesanan diantar.

“Dalam CRP Group ini kami selalu berinovasi dan fokus menciptakan consumer experience yang reliable. Ada keinginan dari target market kita yaitu kelompok milennial yang butuh sesuatu yang keren dan kekinian. Akhirnya kita jawab itu dengan fitur Pay at Table untuk mengakomodir mereka yang tidak ingin beranjak dari kursi,” terang Deputy Director Corporate Communication CRP Group Sarita Sutedja, Rabu (20/3).

Warunk Upnormal adalah salah satu dari sembilan brand yang ada di bawah naungan Cita Rasa Prima (CRP Group). Brand lainnya adalah Nasi Goreng Rempah Mafia, Bakso Boedjangan, Sambal Khas Karmila, Fish Wow Cheese, Ayam Bersih Berkah, Bakso Abang Sayang, Martabak Maskulin, dan Juice Kidding.

Tak hanya memudahkan dari sisi konsumen, inovasi tersebut juga memudahkan tim dalam memberikan pelayanan yang optimal. Waktu tunggu pun dipersingkat, sehingga pada akhirnya tim dapat mengirimkan pesanan dalam waktu tidak lama.

Untuk sementara fitur ini baru bisa dimanfaatkan di gerai Warunk Upnormal yang berlokasi di Indofood Tower (Jakarta) dan Dipati Ukur (Bandung). Implementasi di gerai lainnya akan secara perlahan digulirkan sepanjang tahun ini.

Gerai baru yang siap beroperasi, sambungnya, kemungkinan besar akan mengadopsi fitur ini lebih dahulu. Bila ditotal saat ini ada 97 gerai Warunk Upnormal tersebar di seluruh Indonesia. Ditargetkan bakal ada tambahan 100 gerai baru sepanjang tahun ini.

Ke depannya, perusahaan akan membuka opsi pembayaran non tunai lainnya agar konsumen memiliki semakin banyak pilihan. Hanya saja, untuk tahap awal ini dimulai dari Go-Pay, lantaran memiliki basis pengguna aktif yang cukup tinggi.

Sarita melanjutkan, terkait pengembangan fitur di aplikasi, akan lebih difokuskan untuk program loyalitas. Konsumen akan diajak untuk mengumpulkan poin setiap kali bertransaksi dan bisa ditukar dengan sejumlah keuntungan. Aplikasi ini sudah dirilis sejak Oktober 2018 dan telah menjaring sekitar 30 ribu pengguna aktif.

Adopsi teknologi lainnya

Tak hanya untuk kebutuhan eksternal, secara internal grup juga mulai memanfaatkan teknologi terkini agar tetap sejalan dengan perkembangan teknologi. Sarita menyebutkan, perusahaan bekerja sama dengan studio game Agate untuk pengembangan game interaktif untuk pelatihan karyawan.

Di dalam game ini karyawan akan diberi arahan terkait penyajian pesanan dan cara memasak sesuai takaran. Visualnya sama seperti saat bermain game masak memasak. Secara internal, metode ini sudah dipakai untuk melatih karyawan Warunk Upnormal, namun baru sebatas gerai milik sendiri, belum untuk gerai franchise milik mitra.

“Sebab gerai dari mitra ini cakupannya sudah sangat luas, sampai Gorontalo. Untuk mengadakan sesi pelatihannya itu butuh waktu dan biaya yang tidak sedikit, belum lagi kalau ada perubahan SOP. Kami masih menyempurnakan aplikasi game ini baru nanti dilepas untuk pelatihan mitra.”

Application Information Will Show Up Here

Simona Ventures Mulai Debut, Galang Dana Hingga 140 Miliar

Simona Ventures memulai debutnya sebagai VC yang fokus untuk startup yang memberdayakan bisnis dan inisiatif membawa misi sosial terkait tantangan kesenjangan gender. Saat ini perusahaan tengah mengumpulkan penggalangan dana investasi dengan target $5-10 juta (sekitar Rp71 miliar-Rp142 miliar).

Managing Partner Simona Ventures Putri Izzati menjelaskan, startup yang dibidik pada tahap awal akan berada di Indonesia, perlahan merambah ke Asia Tenggara sampai akhirnya mencakup Asia Pasifik. Adapun nominalnya berkisar $50 ribu (711 juta Rupiah) sampai $200 ribu (2,84 miliar Rupiah) per startup, termasuk co-investing bersama investor lain. Diharapkan, proses penggalangan dana investasi kelar pada awal semester II/2019 mendatang.

“Sekarang kami masih dalam proses mencari potensial LP dari luar negeri dan lokal. Sebab untuk berinvestasi ke segmen ini ada tantangan bahwa mereka harus percaya, berinvestasi di segmen women empowering ini akan berdampak luas. Tidak hanya secara profit, tapi ada dampak sosial pula,” terangnya, kemarin (19/3).

Komitmen Simona terhadap segmen ini sendiri sebenarnya cukup menantang, terlebih belum banyak investor yang spesifik peduli terhadap isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, baik di Indonesia maupun global. Pun demikian, jumlah founder yang datang dari kalangan perempuan juga sedikit.

Ambil contoh tersingkat dari jumlah startup unicorn di level Asia Tenggara, di sana founder yang bertindak sebagai level decision maker dari kalangan perempuan juga sangat minim. Padahal, lanjutnya, ketika di level decision maker itu datang dari berbagai latar belakang, maka akan memberikan solusi yang jauh lebih baik buat suatu startup. Sehingga pada akhirnya perusahaan akan untung dari segi bisnis.

“Sebenarnya isu ini di industri manapun sama, yang ingin kami dukung adalah mindset-nya, kenapa harus diverse, kenapa harus ada perempuannya di level decision maker. Karena kalau di level itu ada ada diversity, enggak hanya dari segi gender saja maka akan beri suatu solusi yang jauh lebih baik, ujung-ujungnya perusahaan akan lebih profitable.”

Ditambah lagi, sejak pertama kali Putri memulai kariernya di dunia IT di 2011, isu ini belum memiliki perkembangan yang signifikan. Kendati, secara industri, kondisi Indonesia sudah jauh berbeda.

Simona akan mencari startup dengan memiliki tim yang cukup diversity, produk yang memberikan solusi tantangan mengenai gender gap, dan tidak harus bergerak di startup teknologi saja. Di samping itu, secara bisnis mereka diharapkan sudah memiliki bisnis dan pernah mendapatkan investasi.

Batch pertama program akselerator Simona

Dalam memulai debut perdananya, Simona Ventures menggandeng Digitaraya untuk menggelar program APAC Women Founders Accelerator. Perusahaan sudah memilih 11 startup yang dipimpin oleh perempuan dari negara-negara di wilayah Asia Pasifik.

Mereka datang dari berbagai latar belakang dan vertikal industri, seperti AI, sumber daya manusia, ritel, asuransi, fintech, hingga e-commerce. Berikut nama-nama peserta:

1. Avana (Malaysia): melayani usaha mikro melalui transaksi di media sosial, melalui alat otomatisasi dan business intelligence. Pemilik usaha dapat menjual produk secara online di berbagai channel, dan mengubah akun media sosial yang awalnya hanya media promosi jadi platform transaksional.

2. Fuse (Tiongkok): platform yang mengintegrasikan O2O dan mengoptimalkan solusi ritel offline dengan e-commerce. Melalui Fuse, bisnis dapat mengidentifikasi perilaku pelanggan secara offline untuk meningkatkan konversi penjualan toko.

3. Gadjian (Indonesia): adalah aplikasi untuk manajemen dan penggajian SDM berbasis cloud. Gadjian menyediakan data secara akurat untuk mengoptimatisasi peranan divisi HR terutama saat perhitungan gaji dan pajak.

4. Glazziq (Thailand): platform e-commerce yang menjual produk kacamata secara online dengan harga dua sampai tiga kali lebih murah dibandingkan toko biasa.

5. Kono (Korea Selatan): asisten berbasis AI untuk bantu perusahaan membuat jadwal rapat hingga dapat menghemat waktu dan membantu karyawan bertemu lebih banyak pelanggan, rekan, dan mitra kerja.

6. PolicyPal (Singapura): aplikasi asuansi yang menawarkan solusi menyeluruh dalam hal distribusi, manajemen, dan klaim asurasi lewat teknologi AI dan blockchain. Startup ini lulus dari MAS Fintech Sandbox di Singapura dan mendapat lisensi broker asuransi.

7. Roshni Rides (Pakistan): platform carpooling yang ramah bagi wanita yang secara rutin butuh transportasi yang nyaman.

8. Seekmi (Indonesia): solusi web dan aplikasi yang menghubungkan penyedia layanan lokal dengan pelanggan dari kalangan pekerja kerah biru.

9. Snooper (Australia): aplikasi crowdsourcing yang memberikan insentif bagi pembeli untuk mengumpulkan data dari berbagai toko yang mereka miliki untuk dianalisis oleh brand. Data ini dapat diakses melalui dashboard dan real time.

10. Stylegenie (Filipina): layanan penata busana pribadi yang membantu pelanggan mencocokkan gaya berpakaian mereka dengan data yang disediakan oleh brand ritel.

11. ViralWorks (Vietnam): wadah yang menghubungkan brand dan pemasar ke jaringan influencer sehingga memberikan peluang monetisasi bagi pengguna media sosial yang memiliki banyak followers. Dibantu juga dengan algoritma yang dapat menargetkan khalayak secara lebih efektif.

Seluruh peserta di atas akan mengikuti program akselerator selama lima hari yang dimulai dari bootcamp dan immersion berlangsung dari tanggal 25-27 Maret 2019. Esok harinya mulai demo day. Lalu, di tanggal 29 Maret 2019 akan berlangsung 1-1 meeting dengan para mentor atau calon investor.

Pembicara dan mentor datang dari para pakar dan pelaku industri, di antaranya dari McKinsey & Company Indonesia, Danone Indonesia, Google, Blue Bird Group, Sintesa Group, Go-Jek, Patamar Capital, UBS, hingga perwakilan dari Kementerian Kominfo.

“Sebagai akselerator startup di Indonesia, kami sangat sadar akan tantangan yang dihadapi para perempuan pendiri startup. Hingga saat ini, hanya 10% startup di program kami yang memiliki co-founder atau eksekutif di C-level adalah perempuan,” kata VP Strategy Digitaraya Nicole Yap.

Dia melanjutkan, “Kami yakin menciptakan lingkungan yang mendukung para perempuan dan membantu mereka jadi panutan bagi generasi berikutnya sangatlah penting. Itulah sebabnya kami bekerja sama dengan Simona untuk merayakan para founder perempuan dari Asia Pasifik dan mendukung keseimbangan gender dalam industri teknologi.”