Tawarkan Pengalaman Baru, Bank Mandiri Siap Hubungkan Layanan Bank dan Virtual Imersif

Setelah ramai transformasi perbankan ke ranah digital, kini industri perbankan nasional memasuki babak baru dengan mantap merambah dunia realitas virtual, Metaverse.

Eksplorasi ini dilakukan guna memenuhi semua kebutuhan nasabah dan menawarkan pengalaman yang berbeda dari banking konvensional maupun digital pada umumnya. Dengan teknologi AR, VR, dan AI yang ditawarkan, Metaverse digadang mampu mewujudkan interaksi di sektor perbankan pada dunia virtual selayaknya di kehidupan nyata. 

Bank Mandiri siapkan diri untuk ekspansi ke Metaverse

Untuk membangun masa depan dunia perbankan nasional dan mewujudkan visi beyond banking, Bank Mandiri berencana untuk melakukan inovasi dengan memperluas layanan digitalnya ke dalam dunia Metaverse.

Diketahui baru-baru ini (16/3),  bank berpita emas ini sudah mengumumkan rencana ekspansi bisnis ke metaverse dengan menandatangani nota kesepahaman  dengan WIR Group, perusahaan yang berfokus pada teknologi Metaverse seperti Augmented Reality (AR), Virtual Reality (VR), dan Artificial Intelligent.

Direktur Information Technology PT Bank Mandiri, Tbk (Persero), Timothy Utama, dalam talkshow yang bertajuk “The Future of Immersive Livin’ Experience in Metaverse” menyatakan konsep yang diusung di Metaverse membuka peluang sebesar-besarnya bagi layanan keuangan milik Bank Mandiri, mulai dari simpan-pinjam, transaksi pembayaran, trade, layanan basic banking hingga advance banking, untuk dapat hadir melayani nasabah tanpa dibatasi oleh ruang fisik.

“Konsep Metaverse ini  seperti parallel universe dari dunia nyata, di mana nantinya kita tidak hanya menghadirkan layanan perbankan seperti yang saat ini ada di dunia nyata, but kita juga bisa menghadirkan inovasi-inovasi yang belum ada, beyond banking.”

Pak  Tim, begitu Timothy biasa disapa, menjelaskan, penggarapan ekspansi Bank Mandiri ke Metaverse masih tahap awal dan butuh rencana komprehensif. Selain itu, diharapkan dengan adanya rencana ini, Bank Mandiri dapat ikut membantu mendorong pertumbuhan ekonomi digital Indonesia sesuai dengan visi pemerintah.

“Metaverse ini masih pada tahap early stage, kami pun masih perlu belajar. Namun, kami melihat komunitas di Metaverse ini bisa sangat besar dan apabila kami dapat berkolaborasi dengan mereka, peluang bisnis  dapat tercipta dan akan jadi win-win solution untuk komunitas maupun Bank Mandiri. Inovasi-inovasi berikutnya yang kami rencanakan di Livin’ by Mandiri, saya rasa memiliki potensi juga untuk bisa dikolaborasikan di Metaverse,” jelas Tim.

Kendati demikian, kita bisa melihat model prototipe Metaverse Indonesia yang akan dikembangkan tersebut pada pameran Digital Transformation Expo (DTE) di perhelatan G20 yang akan berlangsung tahun ini di Bali.

Metaverse dan regulasi di belakangnya

Kata “Metaverse” gencar menjadi perbincangan setelah raksasa dunia Facebook, mengumumkan perubahan namanya menjadi “META”. Konsep metaverse yang sudah lama hadir ini sebenarnya banyak ditemukan dalam game. Contohnya game berbasis web, second life yang menawarkan  interaksi virtual menggunakan avatar. 

Tak hanya untuk hiburan, beberapa ahli berpendapat bahwa Metaverse ini juga berpotensi melahirkan banyak peluang ekonomi baru. Apalagi dengan munculnya terobosan dari beberapa raksasa industri perbankan yang mulai menjajaki Metaverse. Para pemain di sektor ini akan ditantang untuk menciptakan pengalaman bertransaksi yang sangat mengesankan di dunia realitas virtual 3D.

Sementara untuk persiapan pengaturan dan pengawasan model bisnis baru ini, OJK sebagai regulator masih mempelajari lebih lanjut mengenai potensi industri keuangan di Metaverse. OJK juga bersedia untuk menyediakan platform sandbox sebagai sarana pengujian inovasi sebelum diluncurkan ke publik. Hal ini dilakukan dengan semangat bahwa OJK perlu mengantisipasi segala kemungkinan yang muncul dari pengembangan dunia Metaverse yang dimanfaatkan oleh perbankan maupun institusi keuangan lainnya.

iPrice Segera Perluas Cakupan Bisnis ke Pinjaman Online

Platform agregator e-commerce asal Malaysia, iPrice, berhasil meraih pendanaan tambahan senilai $5 juta atau setara 71,7 miliar Rupiah dari Itochu Corporation yang merupakan konglomerasi asal Jepang dan KDDI Open Innovation Fund III yang dioperasikan oleh Global Brain Corporation. Pendanaan ini akan digunakan untuk meningkatkan peran perusahaan dalam membantu pembeli mendapatkan penawaran terbaik seiring maraknya pertumbuhan pasar e-commerce di Asia Tenggara.

Bersamaan dengan pendanaan yang baru saja diterima, iPrice juga akan memperluas cakupan layanan ke pasar pinjaman online dengan membantu pengguna menemukan tidak hanya penawaran e-commerce terbaik, tetapi juga pinjaman digital terbaik untuk pembelian mereka.

Laporan Google memprediksi bahwa transaksi pinjaman digital akan mencapai $92 miliar pada tahun 2025 karena percepatan perkembangannya saat ini di Asia Tenggara, dan platform perbandingan harga ini akan berinovasi terus memenuhi permintaan konsumen.

Berbekal visi ini, iPrice sangat antusias untuk menyambut Itochu. Meskipun lebih dikenal sebagai trading company, Itochu memiliki pengalaman luas di bidang pinjaman dari anak perusahaannya, PT ITC Auto Multi Finance, yang mengoperasikan bisnis pinjaman di Indonesia dengan merek Payku.

“Kami sangat optimis bahwa kami dapat memaksimalkan pengalaman pinjaman digital dari investor kami, Itochu. Langkah pertama dalam kerja sama strategis kami adalah menambahkan anak perusahaan Itochu, Payku, sebagai mitra pinjaman utama di Indonesia. Pengalaman dibidang ini sangat penting karena kami berambisi untuk meningkatkan ekspansi menembus pasar pinjaman,” ujar CEO iPrice Paul Brown-Kenyon.

Terkait kemitraan baru dengan Payku, iPrice akan melakukan observasi jika pengguna membeli produk dengan harga termurah dan masih membayar tarif pinjaman yang tinggi. Sederhananya, pengguna bisa dikatakan belum mendapatkan penawaran terbaik. Maka dari itu, dengan adanya kerja sama ini, iPrice dan Itochu akan membantu meningkatnya pilihan pinjaman digital untuk konsumen di Asia Tenggara.

Fokus dan pertumbuhan bisnis

Laporan Facebook dan Bain &Company menyebutkan bahwa pada tahun 2021, jumlah platform yang digunakan oleh konsumen digital SEA terus meningkat menjadi rata-rata 7,9 situs web per pengguna, hampir 52% lebih banyak dari tahun 2020. Tren ini menunjukkan peningkatan kebutuhan akan katalog produk yang lebih dikurasi. Tujuannya adalah untuk membantu pengguna dan konsumen menghemat harga di antara banyaknya marketplace yang tersedia.

Dengan misi meningkatkan transparansi, kenyamanan, dan kepercayaan kepada pasar e-commerce di seluruh Asia Tenggara untuk membantu pembeli menghemat harga, iPrice juga meluncurkan layanan Price Watch pada pertengahan tahun 2021 lalu. Fitur ini memungkinkan pengguna di Indonesia untuk menerima notifikasi penurunan harga produk yang mereka inginkan langsung di aplikasi iPrice. Layanan ini akan terus diluncurkan di Singapura, Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Thailand sepanjang 2022.

Dalam wawancara bersama tim DailySocial.id di tahun 2021 lalu, Paul juga mengungkapkan visi jangka panjang mereka untuk menjadi pendamping e-commerce untuk kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan rencana mereka saat itu, iPrice memiliki harapan untuk mencapai profitabilitas dalam waktu 2-3 tahun ke depan.

“Kami telah meraih profit di tahun 2018 dan akan kembali meraup profit di kemudian hari. Namun, pada saat ini, kami akan fokus melanjutkan investasi besar, seperti membantu pengguna mendapatkan pinjaman terbaik, untuk memperkuat proposisi nilai kami kepada pengguna kami dan menangkap peluang yang ditawarkan oleh ekonomi digital SEA.” jawab representatif iPrice ketika disinggung terkait profitabilitas.

Hingga saat ini, iPrice telah melayani lebih dari 125 juta pengguna unik di seluruh wilayah Asia Tenggara melalui platformnya. Perusahaan telah membandingkan dan membuat katalog yang dikurasi dari 7+ miliar penawaran e-commerce yang berasal dari lebih dari 8 juta penjual. iPrice sendiri telah bermitra dengan beberapa institusi terpercaya. Selain Payku, mitra pinjaman iPrice lainnya termasuk Home Credit (Indonesia), Julo (Indonesia), Cashalo (Filipina), Smartpay (Vietnam), dan ZIP (Singapura, diluncurkan pada H1 2022).

Application Information Will Show Up Here

Aldmic Hadirkan Platform Voucher Digital, Hasil Konsolidasi dengan COOP Marketing

PT Aldmic Technology Indonesia mengumumkan pendanaan seri A dengan nilai yang tidak disebutkan dari COOP Marketing, pemain sejenis asal Korea Selatan. Dana segar ini akan digunakan untuk memperlebar cakupan model bisnisnya, dengan menjajaki segmen B2C lewat platform Pay’s Gift.

Pendanaan ini sekaligus membawa Coop Marketing menjadi shareholder utama di perusahaan. Menurut pemberitaan Korea IT Times, Coop Marketing sebenarnya sudah mulai menggelontorkan investasinya sejak Maret 2021 lalu. Langkah ini turut menjadi strategi COOP untuk memulai kehadirannya di Indonesia. Kini Aldmic juga menjadi Aldmic COOPN Digital, membaurkan kemampuan yang dimiliki kedua perusahaan untuk memberikan layanan lebih kepada pelanggan di Indonesia.

Aldmic sebelumnya dikenal sebagai pengembang platform agregator loyalty dan merchant. Perusahaan ini didirikan pada 2015 oleh Aldwin Wijaya, Rini Cen, dan Willy Thomas. Sebelumnya fokus mereka membantu brand untuk meningkatkan loyalitas para pelanggannya, salah satu inovasi yang sudah ditelurkan adalah Samsung Gifts Indonesia. Kini Aldmic berupaya untuk menambah fokus bisnis dengan menumbuhkan budaya pemberian hadiah peer-to-peer di Indonesia.

“Sebagai platform mobile gifting pertama di Indonesia, Pay’s Gift bertujuan untuk merevolusi kebiasaan pemberian hadiah di Indonesia dengan cara yang fleksibel, praktis, dan berkelanjutan. Kami ingin menjadikan hadiah digital sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, terutama untuk mengekspresikan apresiasi dan terima kasih satu sama lain. Pembelian voucher di platform Pay’s Gift bisa dilakukan secara instan, dengan lebih dari 70 pilihan brand dari berbagai kategori,” ungkap Co-Founder & CEO Aldmic COOPN Digital Willy Thomas.

Potensi pasar yang besar

Turut disampaikan bahwa langkah Aldmic untuk memasuki lini B2C didasarkan pada tren pasar yang positif. Menurut survei Global Gift Card tahun 2021, pasar pemberian gift card di Indonesia akan tumbuh pesat dari $1.365,7 juta pada tahun 2020 menjadi $2.302,6 juta pada tahun 2025.

Tak hanya itu, karena masyarakat Indonesia kian terbiasa bertransaksi online, permintaan untuk voucher digital pun ikut meningkat. Dibandingkan dengan kategori produk lain yang cenderung mengalami penurunan selama pandemi, pembelian pulsa dan voucher digital di kanal e-commerce justru naik sebesar 4% dari tahun 2019-2020.

Selain tren positif tersebut, Pay’s Gift juga meyakini bahwa Indonesia memiliki potensi penduduk dan kultur yang sejalan dengan fokus perusahaan. Masyarakat memiliki kebiasaan untuk saling memberikan hadiah, terutama pada momen-momen spesial seperti Tahun Baru, Lebaran, Natal, ulang tahun, dan Imlek. Untuk memasuki kultur tersebut, Pay’s Gift berupaya menciptakan tren baru untuk bisa saling mengirimkan hadiah kepada orang yang dikasihi tanpa perlu bertatap muka langsung.

“Ke depannya, kami berupaya untuk terus mengembangkan jangkauan dan spesialisasi Pay’s Gift dengan menambah jumlah mitra merchant dalam platform. Tidak hanya dari segi jumlah, kami juga ingin bekerja sama dengan lebih banyak brand lokal di setiap kota. Kami juga menjajaki kemungkinan untuk membuka layanan internasional, sehingga pengguna bisa mengirimkan hadiah digital untuk teman/keluarga yang berada di negara lain,” imbuh Willy.

Mendalami Strategi dan Inovasi Rukita Dalam Upaya Memimpin Pasar Proptech Indonesia

Sebagai salah satu sektor industri yang terdampak pandemi, industri properti diklaim sebagai sektor yang pemulihannya cukup signifikan. Di dalamnya, sejumlah penyedia platform property technology (proptech) juga dinyatakan tengah bersiap untuk melaju lebih pesat dan bersaing dalam memenangkan pasar. Derasnya arus kompetisi di industri ini tentu mendorong para pemainnya untuk terus konsisten dalam berinovasi mempersembahkan produk, dan layanan yang menjawab kebutuhan pasar properti.

Rukita, yang dikenal sebagai platform penyedia sewa hunian jangka panjang, merupakan salah satu startup proptech yang menarik perhatian kami. Pertumbuhannya yang pesat di sela usianya yang masih terbilang belia, membuat Rukita patut dipertimbangkan dalam mencari calon pemimpin industri proptech Indonesia di masa mendatang. Untuk mencari tahu lebih dalam, DailySocial.id sempat berbincang dengan Xu-Zonne Ho, Co-Founder dan Chief Technology Officer Rukita tentang bagaimana strategi Rukita dalam bersaing dan memenangkan pasar melalui inovasi teknologi. Seperti apa?

Evolusi teknologi dalam mengimprovisasi pengalaman di ekosistem industri properti.

Sebagai pimpinan di departemen teknologi perusahaan, Xu memiliki pandangan menarik soal mengapa evolusi teknologi mampu menawarkan solusi, sekaligus meningkatkan pengalaman pelaku pasar di industri properti. Dirinya berpendapat, implementasi kemajuan sains teknologi bagi industri properti sangat kompleks. Mulai dari teknologi pemetaan, data science, AI, Virtual Reality, hingga Internet-of-Things (IoT) seluruhnya dihadirkan untuk tak hanya menjawab permasalahan, namun juga meningkatkan pengalaman bagi para pelaku pasarnya.

Xu menambahkan, pemanfaatan teknologi modern bagi industri properti juga kian relevan dengan situasi saat ini. “Sekarang bahkan calon pembeli Anda tidak harus datang ke lokasi untuk melihat langsung keadaan properti. Anda hanya cukup memasang headset VR untuk melihat bahkan sampai pada desain interior bangunan tersebut sekaligus dapat memvisualisasikan project Anda ke depannya,” ujar pria yang akrab disapa Xu ini kepada DailySocial.id.

Melalui pengembangan teknologi yang konsisten, Rukita menawarkan solusi yang komprehensif bagi pasar sewa hunian jangka panjang.

Xu mengaku, Rukita saat ini berfokus pada banyak hal. Salah satu fokusnya adalah tentang bagaimana pengembangan produk teknologi Rukita mampu meningkatkan pengalaman terhadap para pelaku ekonomi di dalam ekosistemnya, mulai dari konsumen (penyewa), agen properti, hingga rekan atau mitra. Berbicara mengenai mitra, bisnis Rukita sejatinya bergantung pada pengakuisisian hal tersebut, sebab, produk teknologi yang ditawarkan Rukita juga dihadirkan sebagai property management yang diyakini mampu mengakselerasi mitra dalam mengelola operasional.

“Jadi yang kita lakukan sejauh ini adalah property management, keseluruhan proses manajemen semuanya didigitalisasi seperti pembayaran sewa sampai reporting dari operasional. Misalnya Anda adalah seorang pemilik kost, Anda bisa mengetahui berapa keuntungan harga sewa yang akan Anda dapatkan bulan ini, bulan depan, atau bahkan minggu depan,” paparnya.

Teknologi juga punya peran krusial untuk business development Rukita.

Xu menjelaskan, bahwasanya 80% proses sales di Rukita dijalankan secara digital. Mulai dari keperluan sales, booking, dan lain sebagainya, dapat diselesaikan dengan baik melalui teknologi yang dikembangkan oleh Xu dan tim dalam mempersingkat proses-proses yang dahulu masih dilakukan secara manual.

Ia mencontohkan, teknologi sangat membantu untuk mengerucutkan proses dalam mengelola ribuan sales inquiries setiap harinya. Implementasi teknologi lainnya yang tak kalah krusial dalam menjaga mesin bisnis Rukita terus berputar diklaim Xu melalui solusi teknologi bagi mitra bisnis Rukita.

“Bagi mitra properti kita, mereka bisa mengakses secara real-time, informasi-informasi penting melalui (produk) mobile apps kita. Saat ini kita memiliki aplikasi khusus yang sengaja diperuntukkan buat pemilik properti. Jika dahulu mereka diharuskan untuk call atau email untuk sekedar meminta laporan bulanan, nah sekarang mereka bisa pantau langsung performance-nya secara real time. Intinya, teknologi sangat membantu kita buat scale-up bigger, dan juga membantu kita mengorganisasikan segala hal dengan semua stakeholder baik dengan tenants maupun para property partner,” imbuh Xu.

Rencana Rukita dalam upaya memimpin pasar proptech tanah air.

Xu mengaku, sebagai platform penyedia sewa hunian jangka panjang, kontribusi Rukita bagi industri properti tanah air belum mengarah untuk mengakomodir kebutuhan industri proptech secara keseluruhan. Meski demikian, dirinya menyatakan konsistensi menjadi modal yang terus dipegang Rukita untuk mengakomodasi pasar yang membutuhkan hunian bersama (kost, co-living space, dan sejenisnya) dengan layanan dan kualitas yang ditingkatkan, namun dengan biaya yang dapat dinikmati oleh berbagai kalangan.

“Jadi long-term goal kita adalah mampu menyediakan tempat tinggal yang nyaman, terjangkau, dan hassle-free di seluruh Indonesia,” tambahnya.

Beberapa waktu lalu, Rukita juga baru saja mengakuisisi Infokost yang merupakan startup yang bergerak di bidang online listing untuk sewa hunian seperti indekos dan sejenisnya. Dalam keterangannya, melalui pengakuisisian ini Rukita menargetkan bakal memperluas cakupan bisnisnya untuk semakin memantapkan kiprahnya di industri proptech tanah air.

Advertorial ini didukung oleh Rukita.

East Ventures Suntik Platform Kreator Konten “TipTip” Sebesar 143 Miliar Rupiah

TipTip, platform untuk kreator konten di Asia Tenggara, mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal sebesar $10 juta (sekitar 143 miliar Rupiah). Angka tersebut diklaim sebagai salah satu pendanaan tahap awal terbesar yang pernah ada. Putaran ini dipimpin oleh East Ventures, dengan partisipasi dari Vertex, EMTEK, SMDV, dan beberapa family offices terkemuka.

TipTip didirikan oleh Albert Lucius, eks pendiri di Kudo yang berhasil diakuisisi oleh Grab pada 2017. Saat ini, TipTip beroperasi di Indonesia dan Singapura, memiliki tim lebih dari 70 karyawan.

Mudahkan kreator lakukan monetitsasi

TipTip hadir sebagai platform pilihan bagi kreator konten untuk memonetisasi dari hobi mereka melalui sesi video yang personal, penjualan konten digital premium, dan peluang untuk berinteraksi langsung dengan pengikut (followers) mereka. TipTip turut hadir untuk mengisi kesenjangan akan beberapa fitur penting yang dihadapi oleh kreator konten di negara berkembang di Asia Tenggara, seperti kurangnya peluang monetisasi, pembayaran lokal dan integrasi KYC yang terbatas, serta tantangan terkait pembuatan dan distribusi konten melalui perangkat smartphone.

“Kami sangat menghargai dukungan dan kepercayaan yang kami terima di putaran pendanaan ini sebelum peluncuran TipTip ke publik. Keyakinan mereka semakin memperkuat visi kami akan potensi ekonomi kreator, dan bagaimana solusi yang ditawarkan TipTip dapat menjadi one-stop solution untuk semua content creator di kawasan Asia Tenggara,” ucap Founder TipTip Albert Lucius dalam keterangan resmi, Selasa (29/3).

Menurut Albert, dana segar akan dimanfaatkan perusahaan untuk mengakselerasi pertumbuhan TipTip dalam menjangkau dan memberdayakan ekonomi kreator di kawasan ini. Juga, memperluas tim dan mempercepat adopsi platform. Aplikasi TipTip sendiri belum diresmikan secara publik, peluncuran eksklusif (khusus undangan) rencananya akan dilaksanakan pada April mendatang. Lalu diikuti peluncuran publik untuk pasar Indonesia pada bulan berikutnya.

Co-founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengatakan, “Kami percaya pada potensi ekonomi kreator di kawasan ini, terutama setelah melihat pertumbuhan pesat potensi pasar selama pandemi COVID-19. Jelas bagi kita bahwa beberapa perilaku konsumen yang terbentuk selama pandemi akan terus berlangsung setelah pandemi. TipTip berada di posisi yang tepat untuk menangkap hal tersebut. TipTip adalah produk untuk dunia pasca pandemi yang dirancang selama pandemi.”

Pertemukan brand dan influencer

Tercatat saat ini besarnya permintaan untuk kegiatan digital marketing terutama yang memanfaatkan influencer tumbuh secara signifikan jumlahnya. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Influencer Marketing Hub, pandemi telah mempercepat pertumbuhan influencer marketing pada tahun 2020, dan jumlah ini diperkirakan akan berlanjut pada tahun 2021.

Dari hanya $1,7 miliar pada tahun 2016, influencer marketing diperkirakan telah tumbuh menjadi ukuran pasar sebesar $9,7 miliar pada tahun 2020 dan diperkirakan akan melonjak lebih jauh ke $13,8 miliar pada tahun 2021.

Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa platform yang menyediakan wadah untuk content creator, influencer, dan brand untuk memanfaatkan kegiatan pemasaran dengan konsep tersebut. Mulai dari platform seperti Partipost, AnyMind Group, Hiip, Indonesia Creators Economy besutan IDN Media, hingga Lynk.id yang bertujuan memberikan tools terpadu kepada kreator.

Perusahaan teknologi Gojek pun mengumumkan kerja sama dengan platform marketing influencer Allstars untuk permudah mitra UMKM Gojek terhubung dengan influencer melakukan kegiatan pemasaran. Allstars hadir menyediakan platform untuk menghubungkan brand dengan influencer untuk keperluan promosi di media sosial. Tidak hanya menguntungkan brand, influencer pun sebetulnya juga perlu dijembatani, terlebih bagi mereka yang baru beralih profesi.

Udana Permudah UMKM Raih Pendanaan dari Jalur Crowdfunding

Alternatif pendanaan untuk UMKM kini terus bertambah dengan kehadiran Udana. Startup securities crowdfunding (SCF) ini berambisi menjadi platform urun dana yang paling dipercaya di Indonesia karena mengusung transparansi penuh dari proses mitigasi hingga listing, sehingga dapat memberikan rasa kepercayaan bagi para investor.

Udana didirikan oleh Eric Wicaksono dan saat ini telah mengantongi izin usaha dari OJK dengan badan hukum PT Dana Rintis Indonesia. Perusahaan disebutkan telah memperoleh pendanaan ekuitas dengan nominal dan investor yang dirahasiakan.

Kepada DailySocial.id, Eric menuturkan ambisinya merintis Udana tak lain karena terbatasnya akses pendanaan bagi UMKM yang terus menjadi isu. Kondisi tersebut berdampak pada sulitnya para pemilik usaha saat ingin mengembangkan bisnisnya ke tahap lanjutan. Karenanya, hanya sedikit UMKM yang bisa naik kelas. Di sisi lain, minat investasi masyarakat sedang meningkat sepanjang pandemi. Masyarakat pun giat mencari alternatif instrumen untuk memperoleh pendapatan pasif melalui jalur investasi.

“Udana hadir untuk memberikan alternatif atau cara baru berinvestasi yang memberi lebih banyak pilihan dan kebebasan bagi pemodal. Kami juga turut hadir sebagai solusi meningkatkan pertumbuhan bisnis UMKM dengan mempertemukan para pebisnis dengan gagasan yang inovatif dengan calon pemodal potensial,” katanya.

Tidak dirinci secara spesifik jenis UMKM yang disasar oleh Udana. Ia hanya menuturkan, diferensiasi yang ditawarkan Udana dibandingkan pemain sejenisnya adalah pihaknya melakukan proses validasi dan kurasi yang ketat sebelum sebuah UMKM listing melalui platformnya. Ditambah, platformnya terbuka terhadap data kinerja bisnis yang dapat dipantau oleh pemodal setiap saat, termasuk saat pembagian dividen dari hasil yang akan mereka dapatkan.

Eric melanjutkan, Udana juga memberikan benefit khusus yang diberikan untuk pebisnis UMKM dan pemodal. Untuk pebisnis, mereka akan mendapat pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan bisnisnya dan akan terus dipantau secara berkala agar dapat meningkatkan kinerja usahanya. Sementara, bagi pemodal akan mendapatkan benefit, seperti membership dan lainnya yang dapat dinikmati dari masing-masing bisnis yang mereka danai.

“Udana ingin memberikan rasa sense of belonging yang membuat pemodal dapat merasakan secara langsung pertumbuhan dari bisnis yang diinvestasikan dan pastinya masih banyak kejutan-kejutan lainnya apabila menjadi salah satu pemodal di Udana.”

Proses kurasi

Dalam proses kurasi dan valuasi bisnis, perusahaan melakukan semua tahapannya dengan ketat, selayaknya yang diterapkan oleh perusahaan modal ventura, tapi dengan sedikit penyesuaian karena objek yang dikurasi adalah UMKM. Kegiatan ini dilaksanakan oleh tim analis bisnis Udana yang akan melakukan uji tuntas secara ketat (in-depth due diligence) dari aspek bisnis, legal, dan finansial dalam proses pemilihan bisnis.

Setelah bisnis berhasil listing, tim akan memantau perkembangan bisnisnya dan siap membantu pebisnis apabila terjadi penurunan performa atau membutuhkan bantuan lainnya. “Hal ini bertujuan untuk memberikan instrumen investasi yang berkualitas dan berpotensi untuk dapat dikembangkan.”

Diklaim saat ini ada enam penerbit sedang dalam tahap akhir kurasi di Udana yang mayoritas bergerak di industri kuliner. Harapannya pada akhir kuartal kedua seluruh UMKM tersebut ini dapat segera menggelar penggalangan dana. Adapun, untuk target sepanjang tahun ini bidik pendanaan untuk 20 UMKM senilai Rp40 miliar.

Industri urun dana, sambungnya, masih dalam tahap awal di Indonesia, sehingga kondisi tersebut harus dimanfaatkan dengan baik oleh ekosistem. Oleh karenanya, perusahaan bekerja sama dengan ekosistem untuk menggalakkan edukasi kepada masyarakat terkait risiko investasi yang dapat muncul ketika menaruh dananya di instrumen urun dana, kelebihan, dan kekurangannya. Terlebih, langkah tersebut selaras dengan ambisi Udana yang ingin memosisikan dirinya sebagai platform yang paling dipercaya.

“Harapannya pemodal memiliki pengetahuan dan mengetahui risiko sebelum memutuskan untuk berinvestasi di crowdfunding. Udana memiliki tujuan yang positif, yaitu ingin bersama-sama membangun ekosistem crowdfunding di Indonesia agar dapat menjadi salah satu motor penggerak perekonomian di Indonesia,” pungkasnya.

Secara industri, OJK mencatat sepanjang 2021, terdapat tujuh platform yang memperoleh izin usaha. Jumlah ini meningkat 75% dibandingkan tahun sebelumnya, yang hanya tercatat sebanyak empat Penyelenggara. Pada periode yang sama, jumlah penerbit/pelaku UMKM yang berhasil menghimpun dana melalui SCF juga meningkat 48,84% dari sebelumnya 129 perusahaan menjadi 192 perusahaan di 2021.

Dari sisi Pemodal SCF juga mengalami peningkatan yang signifikan, yakni sebesar 319,56% dari sebelumnya 22.341 pemodal menjadi 93.733 pemodal di 2021. Total dana yang dihimpun juga meningkat sebesar 115,48% dari Rp191,2 miliar menjadi Rp412 miliar.

Cloud server, Layanan Komputasi Data yang Wajib Diterapkan Oleh Pelaku Startup

Bergantung dengan teknologi dan internet di era sekarang adalah hal biasa, bahkan dua variabel tersebut bisa memudahkan pekerjaan apapun. Melalui kecepatan teknologi dan internet menjadi pilihan para pekerja di bidang teknologi untuk menjalankan bisnisnya dengan cepat dan efisien.

Salah satunya, dengan mengadopsi cloud server untuk menjalankan bisnis yang berbasis teknologi. Namun, saat ini cloud server tidak hanya dijalankan oleh pelaku startup saja, penggunaan cloud server sudah menjadi hal yang lumrah bagi perusahaan berskala besar, seperti industri medis dan kesehatan, hingga industri berskala kecil semacam usaha mikro kecil menengah (UMKM) atau bisnis lokal.

Adapun cloud server merupakan layanan server virtual yang bergerak dalam lingkup cloud computing. Sedangkan, cloud computing adalah teknologi untuk menyimpan dan membagikan data melalui jaringan internet. Singkatnya, cloud server menjadi sebuah layanan server yang mengandalkan jaringan internet.

Cloud server menciptakan efisiensi teknologi

Sesuai dengan definisinya, cloud server akan berfungsi untuk memproses komputasi data aplikasi, data personal, hingga website. Selain itu, dengan mengadopsi cloud server juga perusahaan dapat meminimalisir kehilangan data karena cloud server tidak bergantung dengan hardisk. Sehingga, jika ada pencurian komputer, Anda tidak perlu khawatir terkait backup data.

Pemanfaatan cloud server dalam operasional perusahaan di era sekarang juga menjadi langkah yang tepat. Pasalnya, 81% perusahaan sudah menyimpan satu-dua aplikasi mereka dalam layanan cloud server.

Dilihat dari jumlah pengguna yang sudah meningkat dan mengandalkan jaringan internet, tentunya cloud server memberikan manfaat dan kemudahan yang leluasa bagi penggunanya. Salah satunya adalah anggaran yang dikeluarkan akan lebih rendah.

Selain biayanya yang murah, mengadopsi cloud server juga tidak perlu memikirkan batas limit penyimpanan data karena Anda bisa dengan mudah melakukan upgrade penyimpanan. Hal ini menjadi poin plus bagi Anda yang memiliki bisnis yang sedang berkembang.

Hadirnya cloud server juga memberikan kemudahan bagi startup untuk mendapatkan inovasi baru. Dengan cloud server, mengakses data akan jauh lebih mudah dan cepat, bahkan Anda tidak perlu khawatir dengan tingkat keamanan karena pada cloud server minim terjadinya human error. Bahkan, cloud server juga dapat membuat kolaborasi tim yang dapat memenuhi peluang untuk mencapai target.

Tidak hanya kemudahan itu saja yang akan Anda dapatkan, Anda juga bisa memilih layanan cloud server sesuai kebutuhan perusahaan. Ada empat layanan cloud server yang dapat dipilih, yakni Public Cloud, Private Cloud, Community Cloud, dan Hybrid Cloud.

Neo Virtual Compute (NVC), cloud server yang menjadi pilihan para startup tech

Memilih menggunakan cloud server juga menjadi pilihan terbaik di tahun 2022 karena perusahaan Anda tidak perlu khawatir terkait pemeliharan server hingga pemeliharaan traffic penggunaan. Akan tetapi, untuk memilih perusahaan yang menyediakan cloud server tentu harus disesuaikan dengan kebutuhan startup Anda. Saat ini, banyak layanan cloud lokal yang tersedia, salah satunya Neo Virtual Compute (NVC) yang berada di bawah naungan Biznet Gio Cloud.

Layanan NEO Virtual Compute bisa menjadi pilihan terbaik untuk startup yang memiliki traffic tinggi ataupun e-commerce yang membutuhkan storage dengan kapasitas tinggi karena memiliki fitur multi availability zone dengan free bandwidth hingga 10 Gbps di 3 data center berbeda yang saling terhubung. Hal ini memudahkan user dalam merancang infrastruktur di region berbeda untuk mendukung keberlangsungan bisnis bila terjadi masalah teknis atau melakukan update layanan digitalnya pada salah satu region.

Cloud Server Neo Virtual Compute juga sangat bisa diandalkan untuk menjalankan aplikasi dengan workload yang tinggi namun tetap lancar karena menggunakan resources yang didedikasikan hingga 64 GB RAM, 16 Core vCPU dan 60 GB SSD Storage yang juga bisa di-scalable kapan saja sesuai kebutuhan.

Beralih ke akses pembayaran, NEO Virtual Compute dapat menggunakan metode pembayaran “pay-as-you-go” yang tentunya memudahkan Anda untuk menggunakan resource dengan tepat. Selain itu, biasanya Anda harus mengkonversi mata uang untuk melakukan pembayaran saat memesan cloud server luar negeri belum ditambah biaya lainnya yang tidak terduga, namun dengan kualitas produk yang sama Anda dimudahkan dengan melakukan pembayaran dalam mata uang rupiah. Biznet Gio juga sudah mendapatkan sertifikasi lengkap dari segi jaminan mutu layanan dengan ISO 9001, dan untuk keamanan dari perihal jaminan privasi transaksi daring dengan sertifikat PCI DSS, hingga sistem keamanan untuk cloud dengan 5 sertifikasi keamanan standar yang telah diakui dunia seperti SOC Type 2, ISO 27001, ISO 27701, ISO 27017, ISO 27018.

***

Disclosure: Artikel ini ditulis oleh Tasya Kania

Tren Konsumen OTT di Indonesia

Belum lama ini, The Trade Desk dan Kantar merilis laporan bertajuk “Future of TV“. Di dalamnya meramu temuan hasil survei yang dilakukan kepada 6700 konsumen (16 tahun+) di Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand terkait kebiasaan konsumsi media pada November 2021. Salah satu simpulannya, popularitas OTT meningkat di tahun ketiga pandemi.

Khusus di Indonesia, survei tersebut mengemukakan bahwa 1 dari 3 orang Indonesia menonton konten OTT, totalnya saat ini ada 83 juta konsumen. Secara total mereka menonton 3,5 miliar jam setiap bulannya — atau rata-rata 41,4 jam per bulan tiap penonton. Pertumbuhan bisnisnya sendiri mencapai 40% yoy, menjadikan Indonesia memimpin konsumsi sekaligus pasar OTT di Asia Tenggara.

Demografi penikmat OTT

Di Indonesia, konsumen OTT lebih banyak dari kalangan perempuan dengan rata-rata konsumsinya melebihi 4 jam per hari. Sementara itu dikaitkan dengan usia, gen Z dan milenial [rentang usia 16-34 tahun] menjadi yang paling signifikan, jika ditotal persentasenya sampai 52%.

Demografi pengguna OTT di Indonesia / The Trade Desk, Kantar

Survei juga menyoroti preferensi pengguna dalam memilih layanan media hiburan. Responden dari Indonesia 62% memilih OTT; dan 40% televisi tradisional. Dari tahun ke tahun, gap antara penikmat OTT dan televisi tradisional terus meningkat, di tahun 2020 mencapai 13%, kemudian meningkat 22% di tahun 2021. Khusus untuk Gen Z sendiri, mencapai 27%. Bahkan 27% dari penikmat OTT mengaku sudah tidak menonton TV tradisional selama minimal 3 bulan.

“OTT memainkan peran penting bagi orang Indonesia karena membantu menghilangkan stres dari pekerjaan atau belajar dan melewati masa lockdown tersulit yang pernah ada. Saya pikir itu akan terus memainkan peran penting dalam kehidupan kita karena menawarkan hiburan yang terjangkau di mana orang dapat mengaksesnya di seluruh perangkat kapan saja, di mana saja,” ungkap periset di laporannya.

Preferensi memilih OTT

Dengan berbagai platform OTT yang ada, konten Drama Korea menjadi yang paling favorit, disusul konten Film Barat. 74% penonton perempuan di Indonesia menjadikan Drama Korea menjadi tontonan favorit, sementara 61% penonton laki-laki lebih memilih konten berbau olahraga.

Tren lain yang turut ditangkap dalam laporan, pengguna di Indonesia memanfaatkan OTT untuk “me time”. Sebanyak 6% dari total pengguna OTT tinggal sendiri di rumah/apartemen/indekosnya. Sementara 54% hampir selalu menonton sendiri dan 94% terkadang menonton sendiri.

Menariknya, untuk medium menonton opsi smart TV mulai dilirik, kendati smartphone masih menjadi perangkat utama. 27% dari responden berencana untuk membeli smart TV di 6 bulan mendatang, 55% di 18 bulan mendatang.

Preferensi pengguna OTT di Indonesia / The Trade Desk, Kantar

Model berlangganan ataupun iklan masih memiliki hati di kalangan pengguna OTT. Hal ini mengingat 90% dari pengguna di Indonesia menggunakan lebih dari 1 aplikasi.

Lilla by Sociolla Hadirkan Aplikasi, Bantu Penuhi Kebutuhan Ibu Muda di Era Digital

Sebagai sebuah perusahaan yang bergerak di bidang teknologi kecantikan terintegrasi, Social Bella menguatkan kehadirannya dengan meluncurkan aplikasi Lilla by Sociolla. Setelah resmi diperkenalkan pertengahan tahun 2020, platform ini bertransformasi untuk menghadirkan ekosistem, serangkaian solusi, yang menjawab segala kebutuhan ibu dan anak di era digital.

Selama pandemi, pergeseran pola perilaku konsumen dari offline ke online yang cukup signifikan terlihat dari adanya peningkatan tren berbelanja kebutuhan secara online. Dewasa ini, para ibu juga semakin digital savvy dan banyak yang memanfaatkan platform digital dalam mencari berbagai informasi penting serta pemenuhan kebutuhan mulai dari masa kehamilan, menuju proses persalinan, dan terus berlanjut hingga tahapan tumbuh kembang anak.

Dalam salah satu forum diskusi yang Lilla selenggarakan bersama para ibu, ternyata kemudahan informasi di era digital juga terkadang membuat ibu mengalami kesulitan dalam mencari platform digital yang lengkap dan menyediakan informasi terpercaya serta kredibel mengenai ibu dan anak.

General Manager Lilla, Nurul Sulisto mengungkapkan, “Dampak dari keadaan tersebut tidak jarang membuat ibu menjadi overwhelmed ketika harus memilah informasi serta produk yang tepat dan juga terpercaya. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya solusi cerdas yang mampu memenuhi kebutuhan serta membantu memudahkan perjalanan ibu, terlebih di tengah banyaknya arus informasi serta produk-produk yang belum tentu sesuai dengan fase yang sedang dijalani oleh ibu”.

Secara strategis Lilla menghadirkan ekosistem dengan pendekatan yang inovatif serta berfokus pada progressive mom karena Lilla melihat ibulah yang membuat keputusan dalam pemenuhan kebutuhan dirinya dan buah hati. Dengan demikian, ekosistem baru Lilla hadir dengan tiga unsur utama, yaitu teknologi, brand, dan ritel.

“Kami paham betapa pentingnya untuk memiliki support system yang saling terintegrasi untuk kemudahan ibu dalam memenuhi segala kebutuhannya, sehingga Lilla turut mengembangkan ekosistem lengkap ini dengan memposisikan ibu sebagai fokus utama untuk segala langkah inovasi kami“, ujar Nurul.

Hal ini juga diakui oleh salah satu praktisi kesehatan yang juga berperan dalam proses validasi informasi di aplikasi Lilla, dr. Dinda Derdameisya, Sp.OG. Ia merasa para ibu semakin kritis dan menginginkan informasi cepat atas pertanyaan seputar kehamilan, terutama di era digital ini. “Karakteristik ini mendorong mereka untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya untuk kemudian disaring dengan validasi dari dokter,” tambahnya.

Fitur utama aplikasi

Terdapat empat fitur utama dalam aplikasi Lilla yang telah tersedia dalam platform, di antaranya; Easy Shopping  yang menghadirkan rekomendasi produk dan kategori yang menyesuaikan dengan tahap tumbuh kembang anak. Produk yang tersedia sudah terkurasi yang tentunya berkualitas, bersertifikasi BPOM, Kemenkes dan SNI, sehingga terjamin aman bagi ibu dan buah hati.

Selain itu, juga terdapat fitur Motherhood Tracker, para ibu bisa memantau perjalanan kehamilan, hingga mengamati setiap fase tumbuh kembang anak. Lalu Personalized Experience untuk menerapkan konsep personalisasi dalam seluruh fitur di aplikasi. Terakhir, Learn from the Expert  yang berisi informasi terpercaya mengenai berbagai topik ibu dan anak, seperti perkembangan anak, kandungan, hingga menyusui yang sudah divalidasi oleh para ahli dalam bidangnya.

Kembangkan ritel O2O dan private label

Ke depannya, Lilla optimis dapat mencapai 1 juta pengguna hingga akhir tahun 2022 melalui terciptanya pengalaman berbelanja yang lebih lengkap. Lilla berencana mengembangkan gerai ritel berkonsep omnichannel yang menggabungkan integrasi online dan offline. Di sisi lain Lilla akan meluncurkan private label guna memenuhi kebutuhan ibu dan buah hatinya yang akan segera diluncurkan pada April mendatang. Hal ini sejalan dengan prinsip berkelanjutan yang diterapkan perusahaan untuk membantu mengurangi limbah.

Melalui pendekatan terbaru serta ekosistem digital terlengkap bagi ibu dan buah hati, Lilla diharapkan dapat menemani ibu di segala situasi. “Lilla memiliki tujuan untuk membuat perjalanan ibu menjadi lebih mudah sehingga ibu bisa menikmati berbagai momen istimewa bersama anak tercinta. Ke depannya, Lilla ingin tumbuh bersama ibu, menjadi support system terpercaya serta sahabat terbaik yang selalu ada di setiap tahap kehidupannya dan membantu mereka menikmati perannya sebagai seorang ibu dengan cara terbaik,” ujar Nurul.

Layanan sejenis yang juga telah beroperasi di Indonesia termasuk platform digital komunitas parenting, Parentalk, yang belum lama ini mengumumkan ekspansi bisnisnya dengan mengakuisisi Good Enough Parents, platform edukasi berbasis web bagi orang tua masa kini.

Ekosistem commerce Social Bella

Awalnya, memang Lilla merupakan bagian dari Sociolla dengan fokus pada pemenuhan kebutuhan kecantikan dan perawatan diri ibu serta buah hatinya. Namun seiring perjalanan Lilla, melalui pengamatan serta studi yang dilakukan kepada ibu kami pun memahami begitu luasnya kebutuhan ibu di luar perawatan diri dan kecantikan.

Saat ini Lilla sudah terpisah dari Sociolla. Lilla berdiri sebagai bisnis unit tersendiri dalam ekosistem Social Bella (induk usaha Sociolla dan Lilla), perusahaan teknologi terdepan di Indonesia yang berorientasi pada SHEconomy, yang termasuk di dalamnya kebutuhan market ibu dan anak.

Diluncurkan pada 2015, bisnis Social Bella berevolusi dari e-commerce kecantikan dan perawatan diri terdepan di Indonesia menjadi ekosistem kecantikan dan perawatan diri online dan offline yang berskala besar dan berkelanjutan.

Selain Lilla, Social Bella memiliki beberapa pilar bisnis yang terus berkembang dan diperkirakan telah melayani kebutuhan sekitar 42 juta pengguna selama tahun 2020. Ada SOCO, super app kecantikan yang dapat membantu pengguna menikmati pengalaman kecantikan secara holistik. Lalu Beauty Journal, media online kecantikan dan gaya hidup dengan layanan pemasaran O2O dari hulu ke hilir.

Selanjutnya, ada Sociolla, e-commerce terdepan di Indonesia di bidang kecantikan dan perawatan diri yang sekarang juga memiliki offline store
berkonsep omnichannel. Terakhir, Brand Development sebagai unit bisnis yang menawarkan layanan distributor ujung ke ujung untuk merek kecantikan dan perawatan diri, yang dipercaya oleh berbagai pemilik merek internasional terkemuka.

Social Bella juga telah didukung oleh para modal ventura terkemuka lokal dan global, termasuk perolehan pendanaan terakhir senilai 818 miliar Rupiah atau sekitar $57 juta dipimpin L Catterton, sebuah perusahaan investasi berbasis di Amerika Serikat. Indies Capital bersama dua investor sebelumnya, yakni East Ventures dan Jungle Ventures, turut terlibat dalam pendanaan ini.

Sebelumnya pada pertengahan tahun 2020, Social Bella juga baru mendapatkan pendanaan senilai $58 juta dari Temasek, Pavilion Capital, dan Jungle Ventures. Akhir-akhir ini perusahaan sedang agresif memperluas kanal omnichannel dengan membuka toko-toko offline di berbagai kota. Saat ini bisnis B2C mereka “Sociolla” sudah memiliki 21 toko di 9 kota di Indonesia dan 1 toko di Ho Chi Minh, Vietnam.

Application Information Will Show Up Here