Tips Melakukan Penggalangan Dana ke Investor ala Logisly

Penggalangan dana atau fundraising selalu menjadi topik besar bagi para pelaku startup yang tengah merintis bisnis di awal. Bahkan sejumlah unicorn yang bisnisnya sudah mapan masih melakukan penggalangan dana sampai saat ini.

Pada sesi rangkaian program inkubasi DSLaunchpad ULTRA kali ini, Co-Founder dan CEO Logisly Roolin Njotosetiadi bercerita dari A sampai Z tentang pengalaman menariknya melakukan fundraising ke investor.

Bagi pelaku startup yang baru merintis bisnis, pengalaman ini dapat menjadi tips berharga yang mungkin dapat ditiru. Untuk itu, simak selengkapnya cerita dan tips menarik dari Roolin berikut ini.

Kapan waktu tepat untuk fundraising?

Untuk menjawab pertanyaan ini Roolin mengatakan, founder harus memastikan sudah memiliki rencana bisnis dan milestone yang ingin dicapai lewat produknya. Menurutnya sia-sia melakukan penggalangan dana jika tidak tahu peruntukkan investasinya ke depan.

“Salah satu advice penting lain yang saya dapatkan dari rekan founder adalah jangan fundraising ketika modal sudah mau habis. Lakukan ketika kalian sudah reach suatu milestone,” tambah Roolin.

Memilih opsi pendanaan yang tepat

Menurut Roolin, fundraising bukanlah satu-satunya cara untuk membangun startup. Tak sedikit founder yang memilih jalur bootstrapping karena mereka dapat memiliki 100% perusahaan sepenuhnya. Tidak demikian dengan fundraising yang mana ownership akan berkurang. Fundraising juga dinilai punya tanggung jawab besar kepada para investor, terutama jika pendanaannya dari angel investor.

Namun, tidak salah juga memilih fundraising karena ada jenis bisnis yang memang membutuhkan sumber pendanaan yang kuat. Pada kasus Logisly, pihaknya melakukan fundraising karena model bisnisnya membutuhkan investasi panjang untuk membangun jaringan logistik.

“Kami bukan bisnis yang dari awal sudah profitable. Sebetulnya bisa saja, but you will spend banyak laba untuk pengembangan produk dan akuisisi pelanggan, yang artinya payback period baru terealisasi lama ketika bisnisnya sudah untung,” tuturnya.

Ia juga menggarisbawahi pentingnya memperhatikan cash flow ketika mencari pendanaan. Apabila cash flow memungkinkan perusahaan untuk segera profitable atau founder butuh investasi besar di awal sebelum cashflow positif, mereka dapat mempertimbangkan opsi fundraising.

Langkah memulai fundraising

Pertama, founder harus yakin dengan bisnis yang akan dibangun. Dalam banyak kasus, ada saja startup yang mendapatkan investor meski belum memiliki produk di awal. Investor memang akan lebih tertarik dengan produk, bahkan lebih bagus lagi kalau sudah punya traction.

Terlepas dari itu, ujar Roolin, founder tetap wajib punya visi dan rencana bisnis yang kuat, serta bagaimana cara memonetisasinya. Founder juga harus tahu pain point yang akan diselesaikan dengan produknya.

Founder harus punya kemampuan untuk meyakini investor bahwa dia dapat mengeksekusi [produk]. Caranya lewat business plan dan tim. Saya beruntung dapat funding ketika memulai [bisnis]. Ketika mengembangkan produk, saya meminta insight dari berbagai pelaku industri, sketching produknya, tetapi saya paralel juga bertemu investor, menyiapkan legal, dan tim,” paparnya.

Apa saja yang perlu dipersiapkan?

Founder wajib menyiapkan rencana bisnisnya, tujuan penggunaan investasi, dan kalau ada, berapa lama investasi akan bertahan. Beberapa hal yang dapat di-highlight dalam paparan bisnis ini antara lain cash flow, laba-rugi, pendapatan, biaya operasional, EBITDA, hingga pajak.

“Dalam kasus Logisly, saya menyertakan key metric lainnya, yaitu jumlah shipper, transporter, hingga jumlah pesanan. Ini semua dapat menjadi tolok ukur milestone yang ingin dicapai dengan kebutuhan investasi yang dicari. Goal bisnis itu adalah menyelesaikan pain point, bukan mencari investasi sebanyak-banyaknya,” ujar Roolin.

Ia juga menyoroti tentang pentingnya NDA atau tidak ketika melakukan pitching. Menurutnya, ada investor yang open NDA, tetapi ada juga yang tidak. Apapun itu, para founder idealnya tetap berkomunikasi dan memberikan sebanyak mungkin informasi terkait rencana bisnisnya kepada investor.

Kategori investor yang sesuai

Ketika memilih investor, Roolin merekomendasikan untuk mencari tahu dulu latar belakang calon investor. Misalnya, fokus tahapan investasi. Investor di startup umumnya terbagi atas investor tahap awal (seed funding), tahap growth (seri A ke atas), dan tahap lanjut (later stage).

“Kalau startup kita masih di tahap awal, baiknya cari investor yang fokus ke situ. Kemudian, cek juga fokus industri yang dicari. Ada investor yang fokus di agnostik atau banyak sektor ada juga yang hanya di vertikal tertentu saja,” ungkapnya.

Dengan keterlibatan investor, para founder sebetulnya dapat memperluas koneksi karena investor ini dapat menghubungkan founder dengan jaringan investor lainnya. Koneksi ini akan dibutuhkan ketika founder ingin melakukan penggalangan dana selanjutnya, terutama bagi bisnis yang butuh investasi tahap lanjut.

Cara menghitung valuasi

Bagi Roolin, menghitung valuasi tidak pernah memiliki patokan mutlak, semua tergantung dari kategori bisnis yang dijalankan. Namun, beberapa metrik yang dapat dijadikan patokan adalah melipatkan Gross Merchandise Value (GMV)/pendapatan/EBITDA.

“Dari metrik ini, investor berupaya membandingkannya dengan model bisnis serupa di Indonesia. Misal, dengan traction sekian, kira-kira startup ini bisa dapat pendanaan segini. Kalau startup belum punya traction, investor akan [hitung valuasi] dengan melihat business plan selama setahun atau dua tahun,” tuturnya.

Cara kedua untuk melihat valuasi adalah delusi kepemilikan saham. Ambil contoh, berapa persen saham yang diambil sebagai ganti investasi yang diperoleh. Menurut Roolin, kepemilikan saham yang diambil investor beragam mulai dari 10%-30%. Namun, kisaran paling umum adalah 15%-20%

Terakhir, menghitung valuasi pada discounted cash flow. Artinya, investor melihat berapa cash flow yang dihasilkan startup setiap bulan. Berapa perkiraan atau target cash flow di bulan berikutnya. Ia menilai cara ini lebih ideal diperuntukkan ke startup yang sudah profitable.

Membahas Strategi Bisnis dan Metrik Pertumbuhan Startup ala LinkAja

Menjalankan bisnis dalam situasi yang serba tidak pasti ini tentu tidak mudah. Pasalnya ada banyak perubahan yang terjadi dan mengharuskan perusahaan untuk bisa cepat beradaptasi. Haryati Lawidjaja selaku CEO LinkAja mengakui perusahaannya sempat tergelincir ketika pembatasan sosial terjadi di mana-mana; dan sektor transportasi, salah satu segmen terkuat LinkAja, dipaksa untuk mengurangi operasi.

Hal ini tidak serta-merta membuat timnya patah arang, justru semakin membangkitkan kreativitas untuk bisa menghadirkan solusi yang bisa menjembatani permasalahan yang terjadi saat itu. Sejalan dengan fokus perusahaan yang ingin menggarap pasar transaksi terkait kebutuhan esensial sehari-hari untuk kota-kota tier 2 dan 3, LinkAja memutuskan untuk menginisiasi digitalisasi pasar tradisional di Indonesia.

Awal karier Fey

Memulai karier sebagai financial auditor, Haryati atau yang akrab disapa Fey ini menemukan bahwa banyak sekali teknologi baru yang lahir dalam industri telekomunikasi. Setelah menjajal beberapa perusahaan, ia memilih berlabuh di LinkAja untuk membangun solusi pembayaran digital untuk bisa meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.

Menjalankan bisnis startup di bawah naungan BUMN menjadi tantangan tersendiri untuk LinkAja. Kultur startup sering dinilai tidak bersahabat dengan birokrasi pemerintahan. Di satu sisi, startup identik dengan kecepatan dan agility, hal ini mencakup individu serta sistemnya. Birokrasi, walau sering dianggap tidak efisien, sebenarnya memiliki tujuan yang baik. Selama objektif keduanya tercapai, tidak perlu proses yang panjang dan bertele-tele. Tantangannya adalah bagaimana bisa menyeimbangkan agility dan birokrasi.

“Startup merupakan organisasi yang mengedepankan kreasi dan inovasi, sementara korporasi memiliki keunggulannya sendiri dalam hal scalling up dan sustainability. Saya berusaha menggabungkan keduanya. Apa yang saya pelajari tentang sustainability, bersama dengan tim yang saling melengkapi. Kami berusaha agar kreasi/inovasi yang dilakukan saat ini bisa scale up dan sustain,” ujar Fey.

Metrik pertumbuhan yang ideal

Ada banyak hal yang bisa menjadi tolak ukur pertumbuhan suatu perusahaan, dan bisa jadi berbeda untuk masing-masing sektor. Secara umum, ada dua metrik utama yang bisa menjadi acuan untuk startup, dari sisi bisnis dan produk. Fey mengungkapkan bahwa di tahap awal, biasanya pertumbuhan diukur dari segi kuantitas atau volume, seperti total pengguna aktif, GDP, GMV dan sebagainya untuk melihat efektivitas strategi yang digunakan.

Seiring matangnya strategi perusahaan, metriknya akan mulai merambah area kualitatif, seperti lifetime value. Bagaimana pengguna menilai kinerja perusahaan menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi. Loyalitas menjadi sebuah aset nyata. Meskipun tidak bisa dimungkiri, revenue menjadi satu aspek yang esensial dalam mengukur pertumbuhan perusahaan. “Namun, jangan sampai kita terjebak dengan volume saja,” tegas Fey.

Terkait produk, LinkAja sebagai perusahaan dengan customer-centric value, mengakui bahwa timnya lebih fokus pada solusi lebih dulu daripada produk. Bukan berarti abai, namun ketika memiliki target pasar masyarakat di kota-kota tier 2 dan 3, teknologi tidak akan menjadi apa-apa jikalau bukan sebuah solusi. “Kalau belum apa-apa udah ngomongin produk canggih, orang gaj akan ngerti dan jadi takut duluan,” timpalnya.

Salah satu kunci dari pertumbuhan juga adalah kolaborasi. Fey menilai kolaborasi bisa menciptakan kesempatan yang infinite atau tak terhingga. Selain itu, hal ini juga bisa dilakukan untuk mengakselerasi pertumbuhan bisnis perusahaan tanpa harus menambah resource dan di satu sisi menghemat cost. Baginya, kompetisi sudah menjadi hal usang, saat ini kalau tidak kolaborasi akan ketinggalan.

Strategi pemasaran

Berbicara mengenai marketing atau pemasaran, masih ada miskonsepsi yang sering terjadi. Salah satunya, banyak yang masih berpikir kalau advertising adalah marketing, padahal itu hanyalah sebagian kecil. Marketing adalah bagaimana menjangkau konsumer yang tepat dengan pendekatan yang tepat di waktu yang tepat. Untuk bisa mencapai hal ini, kita harus tau targetnya siapa kebutuhannya apa, dari situ baru membuat solusi yang tepat.

Ada baiknya perusahaan dari awal sudah menentukan visi, misi dan fokusnya, dalam kasus LinkAja adalah mayoritas tier menengah ke bawah. Lalu identifikasi kesulitan mereka, dalam hal ini ada pada akses ke informasi yang terbatas. Sebelum mengembangkan solusi, disarankan untuk melakukan riset mendalam. Perhatikan media apa yang sering mereka lihat, misalnya Facebook lalu menetapkannya sebagai salah satu saluran. Saat ini, media sosial merupakan people based marketing yang memungkinkan pendekatan berbeda untuk target pasar yang berbeda pula. Selain itu, relevansi menjadi penting untuk digital marketing yang efektif dan efisien.

Dalam hal akuisisi pengguna, tidak ada standar yang ‘saklek‘ karena masing-masing industri memiliki pasar yang berbeda. Selain itu, yang tidak kalah penting dari menggaet pengguna adalah mempertahankannya. Startup di tahap awal akan memiliki strategi yang berbeda dengan yang sudah tahap lanjut. Satu hal yang pasti adalah semua harus tetap dimonitor dan ditingkatkan.

Salah satu keunggulan platform digital adalah semua aktivitas memiliki jejak. Ada banyak sekali analisa yang bisa dilakukan. Terkait conversion rate, semua akan kembali lagi pada data. Selalu gunakan data. Conversion rate dan user retention merupakan dua hal yang membutuhkan pembelajaran berkelanjutan. Tidak ada satu pil ampuh untuk bisa mengatasi semuanya, karena seiring situasi yang berubah makan kebiasaan pun ikut berubah.

Smart investment

Salah satu strategi yang populer dilakukan untuk menggaet pengguna berikut mempertahankannya adalah dengan “bakar uang”. Menurut Fey, kita harus terlebih dulu meluruskan definisi “bakar uang” ini. Ia menilai, strategi ini dibutuhkan dalam hal investasi. Indonesia sedang bertumbuh dan kita perlu melakukan investasi sebagai modal untuk bisa memenangkan tahap selanjutnya.

Lain halnya dengan predatory marketing. Baginya, strategi “bakar uang” dengan objektif seperti ini tidak mengedukasi pengguna. Bukan berarti promosi itu tidak penting, namun itu bukanlah segalanya. Ia menyarankan bisnis untuk mengatur limitasi terkait strategi “bakar uang” ini sejak awal. Tentukan KPI keberhasilan dan kegagalannya dan pastikan objektifnya jelas.

Seperti yang sebelumnya dijelaskan, data menjadi sebuah investasi yang sangat berharga. Dari situ bisa direkomendasikan layanan seperti apa yang dibutuhkan dan pergerakan perusahaan bisa jadi lebih terarah. Salah satu contoh smart investment adalah pada data analytics. Data sendiri, meskipun banyak akan jadi useless kalau tidak bisa diolah dan menghadirkan insight.

Mempelajari Aspek Legal dan Hukum dalam Bisnis Startup

Persoalan hukum masih belum banyak yang dipahami oleh startup baru. Minimnya informasi dan wawasan tentang berbagai aspek legal, kerap menyulitkan startup untuk melangkah lebih jauh.

Untuk mengetahui lebih jauh hal-hal mendasar seputar legalitas dan aspek hukum lainnya, program inkubator DSLaunchpad ULTRA menghadirkan Founder & CEO Kontrak Hukum Rieke Caroline.

Tentang founders agreement

Bukan hanya startup di Indonesia, pemahaman soal founders agreement atau perjanjian antarpendiri startup juga telah diterapkan oleh startup secara global. Ini penting untuk dibuat, agar nantinya ada perjanjian hukum yang akurat terkait dengan hal-hal yang mendukung tumbuhnya bisnis. Mulai dari kepemilikan HKI, aktivitas usaha, modal usaha, setoran modal setiap pihak, pembagian profit, hak dan kewajiban para pihak, komitmen pendirian badan usaha, kerahasiaan, dan penyelesaian perselisihan.

“Jika saat dibangunnya startup pendiri belum menemukan partner yang tepat, penting untuk kemudian diperhatikan perjanjian antar pendiri ini saat nantinya telah ditemukan co-founder di startup. Pemahaman dan pembuatan perjanjian ini bisa membantu startup di masa mendatang,” kata Rieke.

Secara khusus perjanjian antara pendiri nantinya bisa membantu sesama pendiri untuk mendapatkan perlindungan hukum, mengamankan usaha, hak dan kewajiban antar pihak menjadi jelas, memperkecil skala risiko konflik dan tentunya meningkatkan kepercayaan.

Perlindungan merek

Persoalan hukum lainnya yang juga wajib untuk diperhatikan oleh startup saat membangun usaha adalah mendaftarkan merek atau brand startup mereka. Terdapat beragam kategori yang kemudian wajib untuk diperhatikan, mulai dari paten, merek, hak cipta, hingga desain industri. Untuk merek yang merupakan atas nama pribadi, kelompok atau perusahaan, pada umumnya bisa mendapatkan perlindungan selama 10 tahun. Artinya setiap 10 tahun, startup wajib untuk melakukan pendaftaran kembali.

Jika nantinya startup berencana untuk melakukan ekspansi ke luar negeri, pendaftaran merek tersebut juga harus didaftarkan di negara yang dituju. Terdapat beberapa bentuk brand yang wajib untuk didaftarkan, apakah itu dalam bentuk 3D, kata, merek itu sendiri, logo atau gambar, hologram, sampai suara.

Brand merupakan identitas yang sangat kuat dan menjadi ingatan seseorang. Dengan alasan itulah pentingnya membangun brand yang nantinya akan melekat di ingatan seseorang,” kata Rieke.

Selain mendaftarkan merek, penting bagi startup untuk mendaftarkan kelas barang. Dalam hal ini terkait dengan layanan atau jasa yang ditawarkan. Contohnya adalah platform seperti Gojek selain menawarkan aplikasi, mereka juga memiliki layanan jasa dan transportasi. Sementara platform seperti Kontrak Hukum selain memiliki aplikasi, mereka juga menawarkan jasa hukum.

Pemilihan PT atau CV

Meskipun keduanya memiliki sifat yang serupa, namun terdapat perbedaan antara CV dan PT. Dari sisi aturan dan kemudahan, CV lebih longgar dibandingkan. Pemilik CV bisa berkantor di mana saja bahkan di rumah, sementara untuk PT harus memiliki kantor di kawasan niaga atau perkantoran. Dari sisi modal dan pembagian harta usaha CV juga lebih fleksibel, namun untuk PT wajib untuk dipisahkan antara modal usaha dan modal pribadi untuk bisa menjalankan bisnis di bawah payung PT.

“Meskipun dimudahkan dari sisi aturan untuk CV namun terkait dengan investasi PT justru jauh lebih mudah dan tentunya menguntungkan. Dengan legalitas yang lengkap investor pada umumnya lebih memilih PT untuk berinvestasi dibandingkan dengan CV,” kata Rieke.

Untuk itu penting bagi startup menentukan dengan jelas tipe usaha yang ingin mereka bangun. Pada dasarnya semua proses tersebut wajib untuk diperhatikan untuk menjamin persoalan hukum akurat dan tentunya mengikuti peraturan yang ditetapkan untuk bisnis.

Pegawai startup

Hal menarik lainnya yang juga dibahas adalah persoalan dalam hal proses perekrutan pegawai di startup. Ada beberapa poin penting yang kemudian dibahas. Di antaranya adalah PKWTT (perjanjian kerja waktu tidak tertentu karyawan tetap probation 3 bulan), PWKT (perjanjian kerja waktu tertentu karyawan kontrak paling lama 2 tahun), NDA (non disclosure agreement/kerahasiaan), Non-Compete (anti persaingan), IP Ownership (kepemilikan HKI), dan ESOP (employee stock ownership plan).

Penting bagi startup untuk memahami dan menerapkan persoalan kepegawaian, agar terhindar dari konflik dan masalah di masa mendatang. Terutama bagi startup yang baru dirintis, sehingga ke depannya bisa menemukan formula yang tepat proses perekrutan pegawai, ketika waktunya bisnis mulai berkembang.

Perjalanan Wahyoo Memvalidasi Produk untuk Pengusaha Warung Makan

Validasi produk adalah langkah penting bagi startup tahap awal yang tidak boleh terlewatkan sebelum melanjutkan ke tahapan berikutnya. Perjalanan untuk menemukan product market fit sebenarnya tidak berhenti titik tertentu, melainkan terus berlanjut dan berkala sesuai dengan perkembangan dinamika pasar.

Tiap startup punya perjalanan masing-masing saat memvalidasi produknya, Wahyoo juga punya cerita sendiri terkait hal ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, Founder & CEO Wahyoo Peter Shearer akan berbagi pengalamannya saat memvalidasi produk di Wahyoo pada sesi rangkaian program inkubasi DSLaunchpad ULTRA.

Berawal dari startup periklanan untuk warung makan

Wahyoo awalnya berdiri karena keinginan Peter untuk merevitalisasi warung makan agar semakin enak dilihat sehingga dapat dipakai brand untuk beriklan secara offline. Segmen ini dilirik Peter tak lain karena ia punya pengalaman pernah bekerja untuk perusahaan agensi. Hingga 1,5 tahun sejak awal berdirinya Wahyoo, ia mengaku belum menerapkan teknologi apapun karena fokusnya saat itu yang berbeda jauh dengan perkembangan saat ini.

Setelahnya, tim Wahyoo banyak melakukan diskusi dengan pemilik warung makan apa saja yang sebenarnya mereka butuhkan adalah rantai pasok. Ketika isu ini diangkat, mereka langsung berupaya mengatasinya lewat bermitra dengan pihak ketiga, toh perusahaan belum memiliki tim teknologi sendiri. Alhasil, semuanya dilakukan secara outsource.

“Wahyoo agak unik karena kita bukan menyiapkan teknologi dari awal, makanya enggak ada MVP. Kita sempat kewalahan karena pakai outsource tidak full time, jadi setiap ada feedback dari konsumen prosesnya lamban. Situasi ini memaksa kita untuk jalan dulu yang penting order ke kita, sampai akhirnya operasional kita berantakan banget,” ujarnya.

Situasi tersebut akhirnya teratasi berkat akuisisi Wahyoo terhadap Alamat.com. Dari situ, Wahyoo kini memiliki tim teknologi dan produk yang dapat membuat laju Wahyoo lebih lancar sebagai startup teknologi.

Setelah isu rantai pasok teratasi, kebutuhan pemilik warung makan juga ikut bertambah. Mereka butuh tambahan penghasilan di luar dagangan makanannya, Wahyoo pun bermitra dengan brand F&B untuk memperluas channel penjualnya. Berikutnya, menambahkan fitur layanan finansial untuk membantu cashflow mereka saat mengembangkan usahanya.

“Berangkat selalu dari masalah dulu, apa yang mereka butuhkan. Lalu kita buat produk dan minta validasi dari mereka, pelajari responsnya. Kami juga ingin memastikan apakah ada impact dari setiap hal yang kami lakukan karena kami ingin warung makan ini bisa sejahtera, cost efficient, generate more revenue, dan menyelesaikan financial issue-nya.”

Selalu memerhatikan metrik

Peter menekankan validasi produk itu harus dilakukan karena bisa membantu menghemat pengeluaran, baik dari segi waktu dan uang. Sekaligus cara untuk mitigasi risiko startup tersebut tutup. Pasalnya, banyak teori yang menyebut dari 10 startup hanya satu yang berhasil, sisanya gagal, itu disebabkan oleh ketidakhadirannya product market fit.

“Kita pasti ingin produk kita keren, dicari banyak orang, bahkan ekstremnya apakah ada kemungkinan konsumen bisa demo kalau produk kita tidak ada. Kalau ada impian seperti itu, maka perlu lakukan validasi pasar.”

Untuk membantu validasi, Wahyoo menggunakan metrik retensi dan kontribusi margin. Peter menjelaskan untuk retensi, mengingat target pengguna Wahyoo itu cukup unik, maka perlu proses edukasi yang harus dilakukan agar mereka menjadi pengguna setia.

Dalam mempertahankan kedua metrik tersebut, Wahyoo mendesain aplikasinya dengan fitur-fitur pendukung, seperti daily check-in, tantangan, dan sebagainya untuk menumbuhkan rasa ketergantungan dengan Wahyoo. Perusahaan pun juga memerhatikan seberapa sering konsumen memesan produk lewat Wahyoo, mengingat model bisnis utama mereka adalah pemesanan produk untuk rantai pasok.

“Kita ingin mereka sesering mungkin buka aplikasi Wahyoo dan rajin belanja. Makanya kita buat fitur daily check-in, ada macam-macam tantangan juga, ini untuk make sure lewat fitur ini bisa tumbuh behaviour untuk pakai aplikasi kita terus.”

Kemitraan dengan brand juga diperbanyak, agar pemilik warung bisa menambah sumber pendapatan dari penjualan lainnya. Terlebih dalam di tengah pandemi ini, kebutuhan tersebut makin tinggi. Peter menyampaikan, omzet dari 100 mitra warung yang disurvei turun drastis antara 25%-75% semenjak PPKM diberlakukan. Dampak paling drastis dirasakan oleh warung makan yang berlokasi dekat perkantoran dan kampus.

“Kita terus memikirkan bagaimana dapur itu tetap ngebul, makanya sekarang ini penting punya online presence. Jadi pandemi itu bagi kita bagai blessing in disguise,” pungkasnya.

Memulai Langkah Menjadi “Angel Investor”

Berdasarkan data yang dihimpun DailySocial, setidaknya ada tujuh deal di Indonesia yang mengumumkan menerima pendanaan dari angel investor di tahun 2020.

Dalam percakapan dengan DailySocial beberapa waktu lalu, Edward Tirtanata pernah menyinggung tentang kondisi angel investor di Indonesia. Menurutnya, ekosistem angel investor di sini masih belum terlalu berkembang. Padahal, tak sedikit pelaku startup yang mencari akses pendanaan tahap awal lewat jalur ini.

Indonesia saat ini sudah memiliki jaringan investasi angel melalui ANGIN (Angel Investment Network Indonesia), namun jika mengacu informasi dari sejumlah founder startup, akses untuk terhubung dengan angel investor dirasa belum banyak. Eksistensi angel investor di Indonesia sebetulnya bukannya tidak ada, hanya saja mereka cenderung tak ingin terekspos namanya.

Selain akses, ada isu lain yang cukup menarik dan banyak diperbincangkan, yakni besaran nilai investasi untuk menjadi angel investor. Apakah seseorang yang mungkin tidak kaya raya, bisa menjadi angel investor? Jika jawabannya ya, sebetulnya berapa nilai ideal yang dapat dipenuhi untuk menjadi angel investor?

Definisi angel investor

Dalam sebuah blog yang ditulis jurnalis sekaligus pemerhati investasi Chris Muller, ada beberapa tips yang dapat dicontek siapapun yang ingin menjajal peruntungan sebagai angel investor, meskipun mungkin tidak kaya raya.

Sebelum ke sana, mari kita perjelas kembali apa itu angel investor. Muller mendefinisikannya sebagai seseorang yang punya cukup uang untuk diinvestasikan ke bisnis tahap awal atau bisnis existing yang sudah berkembang. Seperti investor pada umumnya, angel investor mendambakan balik modal yang biasanya berbentuk ekuitas di perusahaan atau bagi hasil (revenue sharing).

Sementara mengutip Entrepreneur, motivasi mereka berinvestasi tak semata-mata mencari keuntungan, tetapi berdasarkan pada keinginan untuk membantu para pelaku bisnis baru. Angel investor bisa berasal dari berbagai macam profesi, seperti dokter, pengacara, pemasok, atau rekan bisnis. Berbeda dengan VC yang berdiri sebagai institusi untuk menginvestasikan uang orang lain.

Apabila mengacu regulasi di Amerika Serikat (AS), siapapun bisa menjadi angel investor selama mereka memenuhi persyaratan sebagai “investor terakreditasi” oleh Komisi Bursa Efek dari Securities and Exchange Commission (SEC), yaitu memiliki kekayaan bersih $1 juta atau lebih (tidak termasuk tempat tinggal utama) dan menghasilkan $200.000 per tahun.

Berapa modal yang dibutuhkan?

Kembali pada pertanyaan di awal, apakah bisa berinvestasi dalam jumlah uang yang kecil? Berapa jumlah yang dibutuhkan untuk menjadi angel investor? Muller mengungkap, jika mengacu rekomendasi dari yang berpengalaman, investor mengalokasikan hingga 10% dari portofolio untuk angel investment.

Memang ini tidak menjawab berapa banyak yang dibutuhkan. Jawaban termudah yang bisa diberikan adalah tergantung pada tipe dan ukuran investasi yang diincar. Jika menyontek referensi acara televisi Shark Tank, Anda bisa memulainya dengan investasi ratusan ribu dolar AS.

Sebetulnya Anda bisa saja berinvestasi dalam skala yang lebih kecil, misalnya $10.000. Meskipun demikian, Muller menggarisbawahi bahwa semakin kecil investasi, akan semakin kecil pula saham yang dimiliki (dan tentunya keuntungan). Besaran ini juga dapat menjadi faktor yang memengaruhi keterlibatan investor dalam mengambil keputusan bisnis.

Ia mencontohkan, apabila keseluruhan investasi pada portofolio sebesar $100.0000, ini akan memenuhi porsi 10% seperti disebutkan di awal. Tapi, jika ingin menginvestasikan bisnis startup yang baik, ia merekomendasikan setidaknya punya $50.000artinya portofolio keseluruhan sudah bisa mendekati $500.000.

Sementara, mengutip dalam blog Pluang, data Angel Capital Association mencatat investor dengan latar belakang kewirausahaan rata-rata menaruh sebesar $39.000. Ada juga yang berinvestasi dengan rata-rata $28.000. Tidak ada jumlah spesifik, semua bergantung pada investor dan bisnis yang diincar.

Secara kolektif, angel investor global menyiapkan dana hingga $24 miliar untuk diinvestasikan ke 64.000 startup setiap tahunnya.

Plus dan minus menjadi angel investor

Pada dasarnya berinvestasi tidak semata cara untuk menikmati keuntungan. Investasi berisiko dan Anda dapat kehilangan uang yang mungkin semuanya–inipun jika perusahaan berkinerja buruk atau bangkrut. Data lain Angel Capital Association menunjukkan setidaknya 50% dari angel investor kehilangan separuh dananya.

Lagi-lagi kita juga perlu menggarisbawahi bahwa ini adalah investasi, bukan pinjaman. Salah satu alasan mengapa pelaku bisnis menyukai angel investment adalah karena ini tidak tercatat sebagai pinjaman dalam neraca keuangan mereka. Angel investor membeli sebagian dari perusahaan. Artinya, ada jalan lain apabila bisnis gagal dan Anda kehilangan uang daripada repot mengambil tindakan jika itu pinjaman yang tak mampu dibayarkan.

Sebaliknya, angel investment juga dapat berpotensi menghasilkan return yang sangat tinggi. Muller mencontohkan, investasi Peter Thiel di Facebook menjadi salah satu angel investment terpopuler. Thiel menyuntik sebesar $500.000 ke Facebook pada 2004 silam sebelum platform besutan Mark Zuckerberg tersebut go public. Andai saja Thiel tidak menjual 80% sahamnya hingga sekarang, saham Thiel bisa bernilai sebesar $10 miliar saat ini.

Nilai plus lainnya adalah Anda dapat membangun perusahaan seperti yang diinginkan. Angel investment memungkinkan untuk memperoleh kepemilikan perusahaan, yang otomatis memampukan Anda untuk terlibat dalam membuat keputusan. Namun, ini semua dengan catatan mengacu pada ukuran investasi dan kesepakatan yang Anda buat bersama pemilik bisnis.

Tak kalah penting adalah diversifikasi investasi. Menurut Muller, angel investing memberikan pilihan kepada investor untuk memperluas portofolio investasi, seperti saham, obligasi, dan exchange traded fund (ETF). Investor dapat menjadi pemilik sebagian dari perusahaan dan dapat mengantongi imbal hasil dalam bentuk laba perusahaan.

Apakah angel investment menguntungkan?

Masih mengacu pada blog Pluang, sejumlah angel investor melaporkan pengembalian lebih tinggi sepuluh kali lipat dari investasi awal usai menjual saham mereka di perusahaan.

Menurut sejumlah riset, hanya 5-10% dari angel investment yang tercatat meraup keuntungan. Rata-rata sebanyak 11% dari perusahaan yang didanai menghasilkan exit yang positif. Itupun memiliki hasil exit yang bervariasi.

Bisa disimpulkan tidak semua exit menguntungkan bagi angel investor. Semua ini kembali lagi pada riset yang dilakukan investor terkait perusahaan dan kategori bisnis yang akan didanai. Pahami dulu bisnis yang ingin didanai sebelum memutuskan melakukan investasi.

Belajar dari Pengalaman Member.id Membangun dan Memvalidasi Produk

Dalam perjalanannya membangun bisnis, Co-founder & CEO Member.id Marianne Rumantir bercerita tentang bagaimana ekosistem startup di Indonesia berkembang hingga sekarang ini. Dunia startup tak lagi identik dengan pelaku bisnis atau produk berlatar belakang IT, tetapi juga solusi kreatif dan disruptif.

Pada kesempatan kali ini, ia berbagi pengalaman dan cerita seputar pengembangan dan validasi produk/layanan. Selengkapnya, simak paparan Marianne Rumantir pada sesi rangkaian program inkubasi DSLaunchpad ULTRA berikut ini.

Mencari tahu ide bisnis bernilai atau tidak

Pelanggan merupakan metrik validasi yang umum untuk mengetahui apakah produk/layanan yang dikembangkan bernilai atau dapat menyelesaikan masalah mereka. Menurut Marianne, terkadang perlu mengambil langkah besar untuk mengembangkan produk meskipun memakan waktu lama. Tetapi, penting pula untuk melakukan kalkulasi. Produk tidak harus sempurna, tetapi paling tidak dapat memberikan dampak terhadap pelanggan/klien.

“Di situ kami tahu bahwa we are making difference with our solution. Bukan perfect product, at least you are providing or helping them. Jika ada appetite pada produk, ini pertanda ada yang mau pakai,” ujar Marianne.

Dalam konteks pelanggan di segmen B2B, ia juga menyoroti pentingnya komunikasi dua arah serta utilisasi data untuk mengetahui implementasi produk/layanan dapat memberikan perubahan terhadap bisnis klien dan memenuhi kebutuhan mereka.

“Komunikasi secara berkala penting untuk mempertajam alignment. Tujuannya untuk memastikan kebutuhan terpenuhi, apalagi kerja sama untuk jangka panjang,” tambahnya.

Pengalaman saat melakukan product validation

Setiap startup pasti pernah melalui perjalanan berliku saat melakukan product validation. Marianne menceritakan bagaimana ia dan timnya pernah mengalami kegagalan memvalidasi produk karena pandemi Covid-19. Situasi ini membuat permintaan pasar terhadap produknya turun secara drastis.

Diungkapkannya, Member.id pernah meluncurkan aplikasi Madoo yang memungkinkan pengguna mengonversi point dan miles dari merchant, seperti OVO, Gopay, AirAsia, dan Garuda. Ketika perusahaan melakukan soft launch, pandemi pun terjadi dan penerbangan dilarang. Situasi ini menyulitkan proses validasi Madoo mengingat nilai jual aplikasi ini terletak pada tukar point dan miles.

“Padahal kami sudah lakukan riset satu setengah tahun pada R&D untuk membangun produk. Kami juga sudah investasi miliaran Rupiah. Such a bad timing. Akhirnya, kami postpone produk sampai situasinya membaik. Kadang-kadang ada situasi tidak terduga yang membuat demand pasar jatuh,” ungkapnya.

Situasi semacam ini memang tidak terelakkan. Terlepas dari itu, Marianne menyebut bahwa umumnya product validation dapat memakan waktu hingga 1-2 tahun. Ini untuk mengetahui apakah pada periode ini pelaku startup dapat memperoleh customer atau klien yang mau memakai produk/layanannya.

Mencari investor hingga exit plan

Pengembangan produk selalu akan berkaitan dengan kecukupan modal yang dimiliki startup di tahun-tahun pertamanya. Marianne menilai perkembangan industri startup semakin matang. Bagi pelaku startup, ini menjadi momentum yang tepat untuk membangun sebuah produk/layanan. Investor semakin banyak yang berani berinvestasi untuk pendanaan tahap awal (seed round).

“Situasi ini menjadi peluang bagus karena sebetulnya kita tidak perlu big money di awal untuk mengembangkan produk. We just need good amount of money dan konsep produknya untuk satu tahun pertama. Investor juga semakin banyak yang mau berinvestasi di seed,” paparnya.

Ia juga menggarisbawahi tentang beberapa hal lain seputar investor. Pertama, penting untuk mencari investor yang dapat menjadi strategic partner, terutama yang sudah memiliki banyak portofolio investasi. Ini dapat menjadi satu kesempatan bagi startup untuk mencari customer baru/klien dari portofolio milik investor.

Kedua, mencari investor yang dapat memberikan pendampingan dalam membangun produk dan bisnis hingga exit plan. “Kalau di VC, [investasi VC] startup tidak minta balik modal, hanya tutup bisnis yang berarti no longer burning money. Setiap investor punya exit plan yang berbeda. Makanya, cari investor yang dapat kasih konsultasi untuk bangun bisnis.”

Cerita Proses Validasi Pasar Mekari, Mulai dari Sleekr hingga Keputusan Konsolidasi

Di tengah pasar yang kompetitif dan serba tidak pasti, pengusaha dituntut untuk sangat berhati-hati dengan langkah-langkah yang diambil untuk memulai sebuah bisnis. Sebelum berbicara mengenai sustainability atau status “unicorn”, seorang founder harus bisa lebih dulu memvalidasi ide startup mereka.

Terkait hal tersebut Co-Founder & CEO Mekari Suwandi Soh berbagi banyak dalam sesi webinar DSLaunchpad ULTRA pekan lalu.

Dalam perjalanan kariernya, ia sempat menjajal banyak bidang seperti quality assurance, consulting productivity, dan business process improvement. Sebelum pada tahun 2014, ia mulai melihat peluang untuk bisnis software dalam membantu meningkatkan kinerja sumber daya manusia atau human resources (HR) pada perusahaan. Mimpi awalnya adalah untuk mendigitalkan semua proses manual dan repetitif dalam lingkup HR. Ia ingin mengembangkan solusi teknologi untuk mengubah cara kerja HR yang dinilai masih sangat konvensional.

Berawal dari proyek akhir pekan, Sleekr solusi HR berbasis cloud yang awalnya hanya digunakan untuk internal perusahaan, resmi diluncurkan untuk publik di tahun 2015. Selama beroperasi beberapa tahun, platform tersebut berhasil mencapai sejumlah milestone hingga akhirnya memutuskan untuk melakukan konsolidasi dengan beberapa startup yang kini dikenal dengan Mekari.

Fokus pada area kompetensi

Ketika pertama kali melihat peluang dalam industri HR, ada banyak sekali masalah yang bisa diangkat, seperti manajemen kinerja, pelatihan karyawan, gaji, dan sebagainya. Pada saat itu, Suwandi yang masih bekerja full-time di perusahaan sebelumnya merasa tidak bisa mencakup semuanya dalam satu waktu. Maka dari itu, ia memutuskan untuk mengangkat masalah yang paling sering ditemukan dan sesuai dengan kompetensi timnya. Dalam hal ini adalah employee database dan time-off.

“Agak berbeda dengan B2B software, kita tidak bisa melakukan bare minimum. Masalah dalam ranah HR ada banyak, maka dari itu, dalam mengembangkan software ini kita cari masalah yang paling bisa kita build, yaitu employee database, dan yang umum ditemui di semua perusahaan adalah time-off. Setelah itu baru expand,” ujar Suwandi

Karena Sleekr saat itu adalah proyek akhir pekan dan masih bootstrapping, Suwandi sendiri mengaku ada banyak hal yang harus dipelajari untuk bisa sampai pada product/market fit. Dengan jaringan investor, ia belajar menyusun pitch deck dan mulai membuat konsep produk. Setelah mencapai traksi yang signifikan dan diterima pasar, baru ia mulai fokus. Dalam validasi pasar, traksi bisa berupa adopsi fitur dan kemauan membayar atau willingness to pay.

Di masa awal pengembangan produk, Suwandi mengaku ingin lebih dulu menyasar pasar global. Hal ini didasari oleh kecenderungan masyarakat Indonesia yang masih belum mau merogoh kocek untuk solusi teknologi. Namun, seiring perjalanan ia menemukan fakta bahwa ini hanya masalah segmen seperti apa yang disasar.

Mengenai target market global, Suwandi turut mengungkapkan,”Hal itu memang menarik, jarang ada produk SaaS asal Indonesia mencapai hasil signifikan di luar. Namun, yang harus diperhatikan adalah kita harus realistis dengan kompetensi engineering di Indonesia. Jika punya keyakinan dan kompetensi tinggi, maka tidak ada yang tidak mungkin,” tambahnya.

Aktif berinteraksi dengan pengguna

Dalam proses menemukan pasar yang tepat, diperlukan komitmen yang juga kuat. Suwandi mengakui, di masa awal produknya rilis untuk publik, ia juga bekerja sebagai customer support. Ia berinteraksi langsung dengan pengguna dan mengamati setiap prosesnya. Dari situ ia mempelajari kebiasaan pengguna dan fitur seperti apa yang memegang peran dan yang tidak signifikan.

“Kita sebagai founder bisa ambil peran sebagai customer support beberapa lama sampai punya tim yang bisa dipercaya, itu merupakan area yang sangat vital.”

Pada beberapa perusahaan, sebelum mengembangkan produk, akan ada tim yang ditugaskan untuk melihat seperti apa kebutuhan pengguna. Mereka akan menemui sejumlah pengguna dan berdiskusi. Itu merupakan proses validasi yang pertama. Setelah produk dikembangkan, ada banyak alat bantu untuk mendapatkan data. Dari situ akan dilihat isunya seperti apa dan estimasi waktu untuk bisa menemukan product/market fit.

Pentingnya relasi yang baik dengan pengguna kembali dicetuskan Suwandi ketika menjawab salah satu pertanyaan terkait pergerakan inovasi di dunia startup yang serba dinamis, ia mengatakan bahwa sulit untuk bisa menjaga inovasi untuk tidak ditiru oleh pemain lain. Namun satu hal yang penting adalah seberapa besar pemahaman kita terhadap pengguna. “Fitur bisa ditiru tapi pemahaman pengguna susah ditiru.” sebutnya.

Kembali pada visi dan misi

Di tahun 2019, Sleekr meresmikan konsolidasi dengan tiga startup, yaitu Talenta, Jurnal, dan Klikpajak. Ketika itu timnya menyadari bahwa software HR belum menjadi prioritas pada banyak bisnis. Ada kebutuhan lebih mendesak seperti accounting atau pembukuan. Mereka mulai mempertimbangkan bundle yang sesuai dan mencari produk yang juga relevan. Pada saat itu visi mereka bukan lagi fokus ke HR tapi lebih ke business operating system.

Tidaklah mudah untuk menyatukan lebih dari dua perusahaan dengan visi dan misi masing-masing, namun keempat perusahaan ini berhasil menyesuaikan berbagai aspek hingga tercipta satu kesepakatan dengan merek baru yaitu Mekari. Mekari sendiri diambil dari satu kata kerja, mekar. “Kita ingin punya peran aktif membuat UKM di Indonesia empowering the progress of business and its people,” tambahnya.

Dalam proses awal melakukan merger ini, terjadi perubahan dari kompetisi jadi konsolidasi. Untuk menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan, perusahaan melakukan meeting internal untuk membahas visi dan misi. Dalam pertemuan itu, dibahas juga ekspektasi serta komitmen masing-masing. Jadi, ke depannya sudah bisa diproyeksikan seperti apa. Begitu juga dengan yang lain, semua harus disepakati di awal. Suwandi menegaskan meskipun bukan pembicaraan yang nyaman, tapi penting untuk dilakukan sejak awal.

Terkait masa depan Mekari, Suwandi mengungkapkan, “Visi kita adalah menjadi bisnis platform yang bisa memberdayakan bisnis-bisnis di Indonesia. Yang ingin kita capai adalah agar Mekari bisa ada di semua bisnis di Indonesia. Definisi kesuksesan kita adalah ketika pengguna bisa meningkatkan produktivitas operasional bisnis menggunakan software kita.”

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Menengok Strategi Penggalangan Dana ala BukuKas

Digitalisasi UMKM adalah topik besar yang banyak dibahas sepanjang pandemi, karena sektor inilah yang paling terdampak dan paling membutuhkan solusi digital agar tetap bertahan. Di saat yang bersamaan, potensi besar tersimpan di sektor ini. Makanya dalam setahun belakangan, banyak pemain baru bermunculan dan sukses menarik para investor untuk menyuntikkan dananya.

Salah satu startup dengan pertumbuhan eksponensial belakangan ini adalah BukuKas. Dalam waktu dua tahun startup yang fokus pada aplikasi pengembang pencatatan finansial untuk UMKM ini, sukses menutup putaran pendanaan seri B senilai $50 juta (lebih dari 727 juta miliar Rupiah). Nominal ini cukup besar untuk pendanaan seri B yang biasanya dimulai dari rentang $30 juta sampai $60 juta.

Apa yang sebenarnya membuat bisnis pencatatan finansial untuk UMKM ini begitu terlihat seksi di mata investor? Lalu bagaimana strategi growth hacking BukuKas bisa menutup putaran Seri B dalam waktu dua tahun saja? Untuk membahas ini, #SelasaStartup mengundang Co-Founder dan CEO BukuKas Krishnan Menon.

Selalu utamakan product market fit

Produk BukuKas sebenarnya sangat simpel yakni pencatatan finansial untuk UMKM. Namun untuk mencapai di produk sekarang, perusahaan harus berkali-kali melakukan riset, melihat tren di industri dan bertanya ke pengguna. Pada tiga bulan pertama BukuKas, perusahaan banyak menaruh investasi di product market fit.

Toh, product market fit itu selalu berproses tidak pernah berhenti karena inovasi selalu ada yang baru. Maka dari itu, dibutuhkan tim awal dengan obsesi tinggi, punya pengalaman yang mendalam soal industri, dan mengarahkan seluruh energi yang ada untuk mencapai produk yang baik.

“Sebab untuk menciptakan produk yang mudah digunakan itu tidak mudah prosesnya. Bisa dibuktikan dari usage aplikasi kami di industri seperti apa karena kita melihat apa yang dibutuhkan market,” ucap Menon.

Tim awal tersebut, dibangun dengan solid dan berdedikasi tinggi. Menon menyarankan untuk memberikan mereka saham perusahaan agar punya rasa memiliki, sehingga tidak sekadar menggaji saja apalagi kalau perusahaan belum bisa menggaji mereka dengan nilai tinggi.

Kondisi tersebut untuk mengatasi retensi karyawan yang berkualitas, terlebih supply talenta berkualitas itu terbatas. “Buat mereka juga memiliki perusahaan, itulah cara kami untuk mendapatkan karyawan bagus di tahap seed.”

Buat pitch deck yang interaktif

Membuat deck adalah pekerjaan yang sedikit tricky karena harus merangkum informasi tentang perusahaan, rencana bisnis, dan potensi pasar. Menon merekomendasikan deck tidak boleh lebih dari 15 halaman untuk tetap menjaga durasi tetap singkat. Diusahakan pula selalu mengutamakan grafis dengan minimal teks agar lebih interaktif.

“Kesalahan dasar yang biasa dilakukan founder adalah membuat deck seperti buku teks. Usahakan minimal teks, maksimalkan grafis dan tidak lebih dari 15 slides.”

Ia juga menyarankan untuk membuat isi deck perusahaan dapat dikomparasi dengan perusahaan lain yang sejenis sehingga investor tidak perlu membaca semua halaman. Cara ini terbukti bisa mengurangi waktu dan membuat orang jadi lebih tertarik dengan perusahaan Anda.

Tak hanya itu, untuk melatih kelancaran presentasi, sebelum menuju VC dengan dana yang lebih besar, ada baiknya untuk masuk ke angel investor terlebih dulu. Menon melihat angel investor adalah permulaan yang tepat untuk berlatih karena umumnya mereka akan memberikan banyak masukan yang berguna untuk para founder.

“Mereka juga bisa memberikan koneksi baru kepada founder, sehingga cocok untuk founder yang minim koneksi dalam membuka lebih banyak koneksi.”

Lakukan pendanaan dari sekarang

Menon melanjutkan saat ini adalah momen yang tepat untuk melakukan fundraising karena pandemi ini membuktikan bahwa cara kerja digital adalah masa depan. Oleh karena itu, founder harus membuat proyeksi nominal pendanaan yang dibutuhkan untuk runway 18 bulan ke depan. Dana tersebut harus memiliki rencana bisnis yang jelas dan rinci.

Anggapan bahwa pada tahap awal investor itu berinvestasi pada founder, menurut Menon, itu sepenuhnya benar. Bahwa siapa pun sebenarnya bisa membuat produk yang sama. Pembedanya adalah bagaimana mengambil kesempatan tersebut dengan menawarkan solusinya apakah nyata atau tidak.

“Tidak ada strategi spesifik yang kami lakukan saat mendapat investasi awal. Kami hanya menjadi diri sendiri, jujur, dan tetap mission driven.”

Menon percaya kapital yang besar akan membuat probabilitas suatu perusahaan menjadi pemimpin pasar jadi lebih besar. Namun, ia menampik bahwa kapital bukanlah faktor utama. Sebab ada banyak hal lain yang mendukung kesempatan tersebut.

Berbagi Pelajaran dan Pengalaman Menarik dari Program Inkubator Startup DSLaunchpad

Selalu ada pengalaman menarik yang diperoleh para peserta program inkubasi startup. Tak hanya pelajaran berharga bagi pengembangan bisnis, pelaku startup juga dipertemukan dengan berbagai orang hebat di bidangnya. Salah satunya melalui DSLaunchpad, program inkubator yang diselenggarakan oleh DailySocial.id.

Pada sesi #SelasaStartup kali ini, kami berbincang dengan Head of Marketing GoPlay Rizki Suluh Adi dan Co-founder Sertiva Saga Iqranegara yang masing-masing pernah berpartisipasi sebagai mentor dan peserta di DSLaunchpad 1.0. Simak selengkapnya, sejumlah pengalaman menarik yang dibagikan keduanya berikut ini.

Mengambil langkah pertama

Secara umum, Rizki menilai salah satu tantangan utama yang dihadapi pelaku startup adalah bagaimana mengambil langkah pertama untuk memvalidasi ide. Istilahnya adalah sanity check. Menurutnya, sanity check dilakukan untuk memastikan ide yang diambil dapat berguna atau tidak, dapat dikembangkan atau tidak, atau apakah sudah pernah digunakan orang lain atau tidak.

Sanity check menjadi aspek yang krusial mengingat peserta program inkubasi ini datang dengan idealisme masing-masing. Mereka bahkan tak hanya diikuti oleh pelaku startup yang sudah memiliki perusahaan, tetapi ada juga yang datang hanya dengan ide matang, tetapi masih ingin melakukan brainstorming.

Berbagi pada pengalamannya tahun lalu, ungkap Rizki, para mentor menambahkan satu aspek sanity check lagi, yaitu mengembangkan ide bisnis dengan mempertimbangkan pandemi Covid-19.

“Mengapa sanity check perlu? Banyak startup yang datang dengan mimpi the romance of startup. Misalnya, ingin menjadi startup unicorn, atau startup yang punya growth, dan bisa burning money. Namun, dunia ini mulai berubah, ada masalah baru dan orang-orang menjadi selektif,” ungkap Rizki.

Dengan menambahkan satu aspek baru, startup kini tak lagi hanya fokus untuk bertumbuh, tetapi bagaimana fokus untuk mencapai garis tersebut. Pandemi Covid-19 juga mengakselerasi kebutuhan yang sebelumnya dianggap belum waktunya dikembangkan. “Salah satu keunggulan startup dibanding lainnya adalah speed. Co-founder bisa kasih keputusan dengan cepat untuk mengakselerasi kebutuhan,” tambahnya.

Mempertemukan dengan koneksi baru

Rizki melanjutkan, program inkubator turut membantu mempertemukan pelaku startup dengan jaringan investor dan klien potensial. Dari pengalaman sebelumnya pada batch pertama, ia memperkenalkan grup peserta yang ia mentori dengan para investor dan klien B2B. Dengan catatan, peserta yang dipertemukan dengan investor ini adalah mereka yang sudah memiliki ide tervalidasi.

“Kita tidak bisa membangun semua sendiri. Maka itu penting punya ide yang tervalidasi, mempertajam masalah, dan mencoba apakah orang mau membayar produk yang kita buat. Selain itu, penting juga untuk bisa mengeksekusi ide. Orang bisa punya banyak ide, tetapi yang bisa mengeksekusinya itu yang bisa survive,” paparnya.

Mengembangkan startup dari luar Jakarta

Menurut data internal DailySocial.id, sebanyak 73% peserta DSLaunchpad berasal dari luar Jakarta. Dalam kaitannya dengan industri startup, sering kali ada anggapan sulit membangun startup dari luar Jakarta karena keterbatasan akses untuk mengembangkan bisnisnya. Contoh, akses pasar dan permodalan. Maka itu, program inkubator dirasa menjadi salah satu medium penting untuk memperoleh akses tersebut.

Saga mengakui bahwa ada satu titik di mana startup mau tak mau harus ke Jakarta untuk mencari mitra strategis dan mengembangkan pasar dengan strategi tertentu. Akan tetapi, ia menilai hal tersebut bukan selalu menjadi faktor penentu kesuksesan. Sekadar diketahui, Sertiva berasal dari Yogyakarta yang bergabung menjadi peserta DSLaunchpad angkatan pertama.

“Mendirikan startup bisa itu dari mana saja. Toh para startup unicorn saja pada akhirnya membangun tim di luar Jakarta,” ucapnya.

Merealisasikan kebutuhan lebih cepat

Ada pengalaman menarik lainnya yang dialami Saga saat menjadi peserta. Sejak akhir 2019 hingga awal pandemi Covid-19, Saga bersama timnya sempat melakukan pivot layanan sertifikat digitalnya. Sebut saja dari produk A ke B.

Ketika ia bergabung menjadi peserta DSLaunchpad, ia mengaku bertemu kenalannya yang kebetulan menjadi mentor di program tersebut. Yang menariknya lagi, mentor ini ternyata berminat menggunakan produk awal Sertiva sebelum di-pivot.

“Mentor kami hampir saja membeli layanan serupa Sertiva dari luar negeri yang harganya mahal. Setelah bicara soal kebutuhan mereka, kami akhirnya memutuskan untuk kembali ke produk awal. Intinya, pandemi ini seperti mesin waktu, di mana sesuatu yang bakal terjadi dalam 2-3 tahun ke depan, justru terealisasi lebih cepat. Di sisi lain, kami juga tak hanya dapat mentor, tetapi juga customer di program ini,” tuturnya.

Mentoring virtual tetap efektif

Terlepas dari kegiatan yang dilakukan secara virtual, Rizki menyebut ada banyak kesempatan dan pelajaran baru yang diperoleh di program inkubator DSLaunchpad. Para mentor juga diberikan keleluasaan untuk meracik kegiatan mentoring sesuai dengan preferensinya masing-masing.

Hal ini juga turut diamini oleh Saga yang menjadi alumni angkatan pertama. Menurut pengalamannya, para mentor yang disediakan tak cuma berbekal teori saja, tetapi juga pengalamannya dalam mengembangkan bisnis startup.

“Memang ada sedikit perbedaan dalam mengikuti program inkubator offline dan online. Tapi, kami lihat semua berjalan lancar dan tetap efektif. Bahkan, permintaan kami untuk tukar mentor yang sudah di-assign juga diperbolehkan karena kami pikir sebelumnya kurang pas dengan produk yang kami buat,” kata Saga.

Mengenal Kubernetes dan Manfaatnya Bantu Startup Lebih Lincah

Google pertama kali memperkenalkan istilah “Kubernetes” pada 2014 berdasarkan pengalamannya selama satu setengah dekade terakhir menjalankan berbagai workloads hasil kontribusi dari berbagai komunitas pengembang dalam ekosistem teknologinya.

Selepas pengembangan awal, Kubernetes pun kian populer di kalangan pengembang dunia. Hal itu tak lepas dari fitur yang diusungnya diklaim memiliki sejumlah keuntungan, di antaranya skalabilitas, portabilitas, deployment yang konsisten, dan separated automated operation and development.

Sejumlah keuntungan dari Kubernetes sejalan dengan semangat startup dan kalangan enterprise yang ingin mempercepat transformasi digitalnya. Terlebih sejak pandemi, banyak pihak yang merasakan dampak dari beralih ke digital. Dalam membahas ini lebih jauh, #SelasaStartup kali ini mengundang VP & Managing Director Southeast Asia SUSE Isabella Kusumawati untuk berbagi pandangannya.

VP and Managing Director Southeast Asia SUSE Isabella Kusumawati / SUSE
Kubernetes adalah sistem orkestrasi kontainer open source yang menyediakan kerangka kerja bagi developer untuk mengatur kontainer

SUSE itu sendiri adalah perusahaan perangkat lunak untuk enterprise yang memiliki solusi Kubernetes dinamai Rancher. Berikut hasil rangkumannya:

Apa itu Kubernetes dan Mengapa dibutuhkan?

Kubernetes adalah sistem orkestrasi kontainer open source yang menyediakan kerangka kerja bagi developer untuk mengatur kontainer ini. Kontainer adalah cara modern yang dilakukan oleh para developer untuk mengemas aplikasi software, sehingga bisa lebih mudah didistribusikan dengan cepat dan efektif. Namun kalau ada terlalu banyak kontainer, ini bisa menjadi sangat sulit untuk dikelola.

Untuk mengoptimalkan fungsi teknologi kontainer, umumnya pengembang memanfaatkan sebuah aplikasi khusus, salah satu yang belakangan sering direkomendasikan adalah Kubernetes. Selain itu, Kubernetes bersifat portabel karena dapat disesuaikan dan dapat memfasilitasi otomatisasi, penerapan, dan konfigurasi kontainer di seluruh kelompok host.

Kubernetes berdiri di atas platform Linux dan dirancang sedemikian rupa untuk mempermudah pengembang mengelola kontainer yang berisikan sekian aplikasi melalui proses yang singkat dan mudah.

“Dengan memasukkan aplikasi ke dalam kontainer dan menggunakan Kubernetes, Anda telah merancang sistem yang bisa support zero down time. Didukung dengan distribusi sistem yang secara otomatis dapat terintegrasi dengan solusi penyimpanan, rollout dan rollback yang sangat penting bagi IP,” terang Isabella.

Dengan menggunakan Kubernetes, para pengguna dapat memperoleh sejumlah keuntungan di antaranya skalabilitas, portabilitas, deployment yang konsisten, dan separated automated operation and development. Misalnya untuk skalabilitas, Kubernetes secara otomatis men-scale cluster berdasarkan kebutuhan pengguna.

Dalam skenario ini, ketika trafik berada di kontainer besar, aplikasi secara otomatis bisa melakukan load balancing traffic, sehingga distribusi trafik tetap bisa dijalankan dengan stabil. Dengan demikian, pengguna dapat menghemat biaya dan sumber tenaga.

Kemampuan ini tentunya sangat berguna untuk aplikasi yang trafiknya sering tidak bisa diprediksi. Perusahaan harus tetap online melayani pembelian tiket acara online misalnya, di mana konsumen membeli tiket 24 jam dalam sehari, tujuh hari seminggu dengan beban yang bervariasi setiap saat. Kendati, Anda tahu gambaran garis besar tentang beban dan trafik pengunjung, serta pola-pola waktunya. Namun, ada saat-saat di mana ada lonjakan yang bertambah secara eksponensial.

Kubernetes untuk semua tahapan perusahaan

Isabella menegaskan, meski terkesan Kubernetes sangat tepat untuk level enterprise karena sangat mendukung proses transformasi digital, namun sebenarnya dapat diaplikasikan oleh semua level perusahaan. “Apalagi startup yang sangat cost conscious, Kubernetes dapat membantu mereka dalam menekan ongkos pengembangan aplikasi.”

Dengan sifatnya yang open source, pengguna akan diuntungkan karena model berlangganannya pay-as-you-use dan dilengkapi monitor manager yang otomatis memberikan rekomendasi untuk scale up atau down.

Umumnya, Kubernetes banyak dipakai oleh perusahaan yang bergerak di teknologi atau yang punya trafik tinggi, seperti manufaktur, ritel, telekomunikasi, distribusi, healthcare, dan lain-lain. “Telko saat ini paling sibuk saat Covid-19 karena mereka harus terus memastikan bandwidth cukup, mengurangi down time, harus selalu up time.”

Sementara itu, bagi perusahaan besar yang ingin menggunakan Kubernetes adalah metode baru karena dapat mempercepat proses pengembangannya. Isabella mencontohkan, sebuah perusahaan hanya membutuhkan waktu maksimal 1,5 bulan dari rencana awal 10 bulan dalam membangun aplikasi.

“Karena dulu saat bangun aplikasi, harus bangun satu per satu ke dalam folder yang tidak beraturan. Dengan clustering, kita menciptakan cluster-cluster sesuai bidangnya masing-masing. Sehingga saat mau mulai baru, tidak perlu brainstorming sudah sampai mana.”

Untuk membantu implementasi Kubernetes lebih masif, SUSE membuat buku Kubernetes Management For Dummies, untuk mendapatkan bantuan dalam membangun lingkungan Kubernetes tingkat perusahaan. Dilengkapi pula dengan komunitas yang hadir di tiap negara, termasuk Indonesia yang mengadakan pertemuan rutin untuk berbagi tentang informasi terbaru dan meminta bantuan apabila menghadapi masalah teknis saat migrasi.

“Kami juga membuat buku panduan untuk mahasiswa Rancher University agar bisa mempelajari Kubernetes sedari awal.”

Panduan tersebut akan mempermudah saat pengguna migrasi, pasalnya banyak tantangan dalam prosesnya karena pengguna memaksakan versi mereka sendiri. Ada sejumlah panduan yang langkah-langkahnya harus diikuti, misalnya operating system terbaru. “Tapi masih banyak yang tidak percaya dan merasa yakin bisa melewati tahap tersebut tanpa kendala. Saat tidak sesuai dengan best practise akan ada kendala, tapi tergantung kompleksitas clustering yang ingin dibangun,”pungkasnya.

Gambar Header: Depositphotos.com