Platform Insurtech B2B “Aman” Mendapat Pendanaan 18 Miliar Rupiah Dipimpin GFC dan Trihill Capital

Aman (PT Insurtech Technologies Indonesia) telah mendapatkan pendanaan pre-seed (pra-awal) senilai $1,2 juta atau setara 18 miliar Rupiah yang dipimpin Global Founders Capital (GFC) dan Trihill Capital. Turut terlibat di dalam putaran tersebut 1982 Ventures, Alto Partners, dan Atlas Global Kapital.

Sejak didirikan pada 2020 oleh Steven Tannason dan Kan Le, misi Aman meringkas proses administrasi dan klaim benefit asuransi yang ditujukan perusahaan untuk para karyawannya. Guna menunjang kebutuhan tersebut, Aman memosisikan diri sebagai platform yang memadukan antara layanan asuransi, teknologi SDM, dan healthtech.

Di dalam sistemnya, terdapat sejumlah fungsionalitas yang memudahkan tim HR untuk merencanakan atau membeli paket asuransi yang sesuai dengan kebutuhannya — dengan cara dihubungkan dengan mitra broker di jaringan Aman. Kemudian Aman juga membantu tim HR dalam mendistribusikan dan pengelolaan produk tersebut sesuai porsi yang telah ditentukan.

Untuk perusahaan akan ada dasbor khusus yang diberikan berbasis web; sementara untuk karyawan ada aplikasi mobile yang disediakan untuk proses klaim.

Selain itu, di dalam aplikasinya juga terdapat sejumlah manfaat yang coba diberikan Aman kepada para penggunanya. Seperti konten terkait kesehatan/wellness, diskon spesial untuk layanan kesehatan mental dan farmasi, sampai dengan layanan pendukung lainnya seperti tes Covid-19.

Aman menargetkan perusahaan dengan ukuran menengah, termasuk ke kalangan startup digital dan UMKM di Indonesia.

Potensi asuransi di Indonesia

Menurut data terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penetrasi asuransi di Indonesia ada di angka 3,18%. Persentase tersebut mencakup asuransi jiwa (1,19%), asuransi umum (0,47%), asuransi sosial (1,45%), dan asuransi wajib (0,08%). Sementara itu angka densitas (pengeluaran rata-rata premi) sebesar Rp1,82 juta.

Angka tersebut menunjukkan masih besarnya peluang adopsi produk asuransi oleh segmen baru di Indonesia. Namun demikian, para pemain juga ditantang untuk melakukan edukasi dan penetrasi produk secara menyeluruh agar bisa merangkul kalangan yang lebih luas. Platform digital dinilai menjadi medium yang efektif untuk meningkatkan keterjangkauan produk asuransi.

Menurut laporan DSInnovate tentang perkembangan insurtech di Indonesia, sebagian pemain saat ini masih menyasar segmen ritel melalui produk mikro-asuransi. Potensi di B2B pun masih sangat besar, mengingat lanskap ini masih didominasi pemain tradisional. Beberapa startup mencoba masuk ke sini, baik yang sebelumnya B2C lalu merambah B2B, ataupun mereka yang dari awal memang fokus menyediakan platform asuransi untuk bisnis.

Selain Aman, startup insurtech lain yang menyasar B2B adalah Aigis. Baru-baru ini mereka juga mengumumkan perolehan pendanaan pra-awal senilai $1 juta dari Y Combinator, Init-6, Goodwater Capital, dan sejumlah angel investor. Layanan yang diberikan adalah sebagai platform penyedia tunjangan kesehatan bagi pegawai kantor.

Application Information Will Show Up Here

wagely Umumkan Pendanaan Pra-Seri A 119 Miliar Rupiah Dipimpin East Ventures

Setelah umumkan pendanaan awal $5,6 juta pada pertengahan tahun lalu, platform Earned Wage Access (EWA) wagely kini mengumumkan putaran pendanaan pra-seri A. Kali ini nilainya mencapai $8,3 juta atau setara 119 miliar Rupiah. East Ventures (Growth Fund) memimpin pendanaan ini dengan partisipasi Central Capital Ventura, Integra Partners, Asian Development Bank, Global Founders Capital, Trihill Capital, Blauwpark Partners, dan 1982 Ventures.

Dari seluruh putaran yang ada, total dana yang berhasil dikumpulkan wagely mencapai $14 juta — dalam kurun waktu kurang dari 2 tahun.

Seperti diketahui, layanan wagely memungkinkan karyawan perusahaan untuk mencairkan gajinya lebih awal untuk berbagai kepentingan mendesak. Selain di Indonesia, mereka turut melayani pasar Bangladesh.

Sejak 2021, wagely mengklaim mendapatkan pertumbuhan sampai 10x lipat yoy. Pertumbuhan ini didukung kemitraan bersama deretan perusahaan besar di Indonesia termasuk British American Tobacco, Ranch Market, Adaro Energy, dan Medco Energi.

Situasi pandemi yang masih berlangsung memperburuk keadaan ekonomi yang dihadapi oleh para pekerja berpenghasilan rendah dan menengah, sehingga banyak perusahaan membutuhkan solusi untuk membantu mengurangi tekanan finansial dari banyak pekerjanya.

Platform EWA di Indonesia

Berbagai layanan EWA bermunculan akhir-akhir ini, mulai dari startup yang spesifik seperti wagely, Gajiku, GajiGesa, Kini, dan GetPaid; hingga sub layanan dari platform fintech Halogaji (Halofina), KoinGaji (KoinWorks), dan Flex (Mekari).

Semua tujuannya sama, memberikan fleksibilitas kepada pekerja untuk mengakses gajinya lebih dini. Lebih detail tentang cikal-bakal layanan EWA telah kami bahas di artikel ini: Konsep Earned Wage Access Menormalisasi Pembayaran Gaji di Muka.

Produk EWA dari wagely memungkinkan pekerja dari perusahaan yang menjadi mitra wagely untuk mengakses sebagian dari gaji yang mereka peroleh secara real-time yang terhitung dari total jumlah hari mereka telah bekerja. Konsep ini dinilai telah terbukti berhasil di beberapa pasar dunia dan telah diadopsi oleh beberapa organisasi terkemuka di antaranya Walmart, Pizza Hut, dan Visa, untuk mengurangi pergantian karyawan, menambah produktivitas, dan meningkatkan penghematan biaya bisnis.

“Kami bangga telah berhasil beroperasi di dua pasar terbesar di wilayah Asia yang mempekerjakan lebih dari 150 juta pekerja. Akses instan dalam memperoleh gaji kini memainkan peran penting bagi para pengusaha dalam mengurangi pembiayaan, meningkatkan produktivitas, serta memberi kesejahteraan bagi pekerja,” ujar Co-Founder & CEO wagely Tobias Fischer.

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana, mengatakan, “Dengan pertumbuhan pesat dari wagely dalam beberapa kuartal terakhir, kami yakin wagely akan menjadi mitra pilihan bagi banyak perusahaan besar yang berkomitmen untuk mengadakan perubahan dalam kesejahteraan finansial para pekerja di Indonesia dan sekitarnya. Kami sangat antusias dalam mendukung Tobias, Didi, Kevin, dan tim wagely, karena mereka telah memperbaiki kehidupan jutaan pekerja di seluruh wilayah Asia, di mana lebih dari 75% penduduknya hidup dan bergantung dari gaji ke gaji.”

Application Information Will Show Up Here

PasarMikro Ingin Berdayakan Fungsi Tengkulak dan Ciptakan Inklusi Keuangan bagi Petani

Masih rumitnya rantai pasok bisnis agro di Indonesia menjadi salah satu alasan kehadiran platform PasarMikro di Indonesia. Perusahaan ingin membawa posisi pedagang, seperti tengkulak atau yang juga dikenal dengan istilah pengepul, ke posisi yang lebih baik lagi.

Selama ini persepsi tengkulak, yang juga berfungsi sebagai pedagang, banyak diartikan negatif oleh masyarakat umum. Menurut CEO PasarMikro Dien Wong, persepsi tersebut ingin diubah. Bersama dengan Co-Founder Hugo Verwayen (CFO) dan Demetrius Edo Djayaputra (COO), PasarMikro ingin memberdayakan para tengkulak dan membantu akses pasar dan inklusi keuangan bagi petani. Dimulai dari telur, Pasar Mikro juga memiliki rencana menambah komoditas lainnya.

“Terkait rantai pasok kami masih melihat terdapat gap sebelum mereka memindahkan produk ke penjual di kota besar. Terdapat berbagai lapisan dari rantai pasok tersebut. Kami ingin memberi solusi terbaik melalui platform, dan kami mengajak supply chain player untuk on boarding ke dalam platform,” kata Dien.

Menurutnya, peranan midddle men atau tengkulak masih dirasakan perlu oleh sebagian besar petani. Selama ini tengkulak tidak hanya membantu petani menjual produk mereka, tetapi juga berfungsi sebagai mitra dalam hal finansial dan penasihat pertanian.

Untuk memastikan tengkulak atau pengepul yang bergabung adalah yang terbaik, tim PasarMikro melakukan kurasi berdasarkan pengalaman mereka sebelumnya. Pada umumnya para tengkulak atau pengepul tersebut adalah petani yang telah sukses dan ingin membantu petani lainnya. Tidak hanya dari sisi logistik, para tengkulak atau pengepul ini juga memiliki peranan kunci yang kerap menghubungkan para petani ke para distributor dan perusahaan yang tertarik membeli komoditas pertanian tertentu.

“Kami ingin menjadikan tengkulak atau pengepul sebagai obyek utama dalam platform dan tidak mencoba untuk menghilangkan fungsi mereka. Kami juga tidak ingin menggantikan posisi mereka. Kami ingin menghubungkan mereka dengan petani dan pedagang lainnya,” kata Dien.

Sejak meluncur tahun 2020 lalu, PasarMikro telah membantu para petani untuk berdagang dan membiayai distribusi lebih dari 5.000 ton telur dan komoditas lainnya.

Pengembangan aplikasi dan rencana penggalangan dana

PasarMikro juga menyediakan berbagai layanan bagi petani dan pedagang untuk transaksi sehari-hari mereka, seperti pembukuan, peminjaman, dan marketplace bagi petani dan ekosistem untuk menjual produknya.

Aplikasi yang bisa digunakan pedagang dan petani ini diharapkan bisa memudahkan proses jual beli hingga proses bidding atau penawaran awal ke stakeholder terkait. Saat ini PasarMikro telah memiliki sekitar 600 pengguna aktif dan 160 petani. Targetnya tahun ini jumlah tersebut bisa bertambah hingga dua kali lipat. PasarMikro menargetkan wilayah Jawa Timur untuk target pasar mereka, namun tidak menutup kemungkinan ekspansi ke wilayah lainnya.

PasarMikro memiliki model bisnis pembiayaan dengan skema pembayaran tempo untuk para petani, karena mereka biasanya tidak menerima penerimaan pembayaran hasil panen tepat waktu. Sementara dengan dengan tengkulak atau pengepul mereka menjalankan skema bagi hasil.

“Ke depannya sebagai platform akan dihadirkan juga opsi berbasis fee dan langganan hanya untuk mereka yang memiliki kebutuhan lebih. Namun saat ini untuk semua pemakaian dasar akan selalu gratis,” kata Dien.

PasarMikro juga telah menjalin kemitraan dengan BRI dan Rabo Foundation, sebuah dana sosial yang didukung bank pertanian Eropa Rabobank dengan misi memberikan prospek masa depan yang berkelanjutan kepada petani kecil. Tercatat sudah ada 4.500+ ton dari berbagai jenis komoditas yang diperjualbelikan dan fasilitas pembayaran tempo $6,5 juta yang telah dikeluarkan.

Perusahaan telah mendapatkan pedanaan tahap awal dari Gayo Capital dan 1982 Ventures serta beberapa angel investor. Tahun ini mereka memiliki rencana menggalang dana kembali.

“PasarMikro menjaga penyedia utama Indonesia yaitu petani dan pedagang yang sering diabaikan. Kami mengubah lanskap untuk ekonomi digital yang lebih inklusif. Kami memperkirakan bahwa digitalisasi ekosistem memungkinkan rantai nilai makanan masa depan yang terukur,” kata Dien.

Application Information Will Show Up Here

HiPajak Umumkan Pendanaan Awal dari 1982 Ventures

Startup pengembang platform asisten virtual untuk perpajakan HiPajak mengumumkan telah mendapatkan pendanaan awal dari 1982 Ventures, perusahaan pemodal ventura dari Singapura yang berfokus pada startup fintech di Asia Tenggara. Dana segar yang tidak disebutkan nilainya tersebut, akan difokuskan perusahaan untuk pengembangan produk, sehingga lebih mempermudah aktivitas perpajakan bagi penggunanya.

Sejak berdiri pada awal 2020, HiPajak mengaku mendapatkan pertumbuhan signifikan. Dari statistik yang disampaikan, kini mereka telah merangkul lebih dari 150 ribu pengguna dan 70 ribu UMKM di berbagai wilayah di Indonesia. Menariknya, tren pengguna HiPajak memperlihatkan peningkatan pertumbuhan hingga 100 kali lipat pada rentang usia 18-24 tahun.

“Sejak diluncurkan, HiPajak selalu berkomitmen memberikan solusi yang tepat untuk urusan perpajakan, khususnya bagi orang yang memiliki profesi nonkonvensional atau pekerja lepas, serta bagi segmen UMKM. HiPajak hadir untuk menyederhanakan berbagai langkah terkait pajak penghasilan yang dapat menghemat biaya hingga 95%. Hanya dengan semudah chatting, semua orang dapat dengan mudah mengakses layanan HiPajak, bahkan bagi orang yang awam tentang pajak atau akuntansi sekalipun,” terang Founder & CEO HiPajak Tracy Tardia.

Kencangkan strategi kolaborasi

Untuk menggenjot pertumbuhan traksi, strategi kolaborasi digencarkan oleh HiPajak dengan berbagai ekosistem aplikasi berbasis pengguna besar. Salah satunya bersama Gojek, kerja sama strategis dijalankan melalui unit GoBiz – HiPajak berperan sebagai tax aggregator apps dalam membantu kurang lebih satu juta mitra atau merchant GoFood. Selain itu juga ada sejumlah mitra lain seperti LinkAja, Midtrans, dan KoinWorks.

Layanan HiPajak tidak hanya berfokus untuk mengurus proses perpajakan, mereka juga memberikan akses ke literasi perpajakan. Selain melalui aplikasi, HiPajak secara rutin mengadakan program edukasi pajak kepada mahasiswa serta melakukan sosialisasi dan workshop bagi UMKM.

Aplikasi HiPajak dilengkapi dengan 5 fitur utama terdiri dari Rekomendasi Pajak, Catat & Hitung Pajak, Bayar Pajak, Lapor Pajak, Konsultasi Pajak (Curhat Pajak), serta Pembuatan NPWP. Untuk keamanan data privasi pengguna, mereka menggunakan sistem proteksi yang berlapis dan teruji. Saat ini mereka juga diawasi dan terhubung secara langsung dengan Direktorat Jenderal Pajak. Sementara itu dalam penerimaan dana pengguna, HiPajak telah bekerja sama dengan BNI.

“Dengan kemajuan teknologi yang pesat, kami terus termotivasi dalam berinovasi mengembangkan berbagai fitur yang ada di HiPajak sehingga masyarakat dapat semakin dimudahkan dan menghilangkan kesan bahwa mengurus pajak itu sulit. Menyederhanakan layanan perpajakan bagi masyarakat akan terus menjadi prioritas utama kami. HiPajak juga akan melanjutkan kontribusinya dalam mendukung pemerintah untuk meningkatkan kinerja penerimaan pajak yang menjadi sumber pendapatan negara dan membantu percepatan pembangunan nasional,” imbuh Tracy.

Layanan pajak digital

Terkait digitalisasi layanan perpajakan, sejumlah startup di Indonesia telah hadirkan inovasi – baik yang menyasar kalangan perorangan maupun pelaku bisnis. Salah satu yang terbesar adalah OnlinePajak, akhir tahun 2021 lalu mereka tengah mengumpulkan pendanaan seri C melibatkan Visa, Tencent, dan sejumlah investor lainnya. Diperkirakan, dengan perolehan investasi tersebut, valuasi OnlinePajak telah mencapai $184 juta atau sekitar 2,6 triliun Rupiah.

Hadir sebagai layanan SaaS untuk bisnis, saat ini OnlinePajak menyajikan beberapa layanan yang dikemas dalam tiga  kategori produk utama: Invoice, Payroll, dan Lainnya. Di dalam sub-layanan Invoice terdapat beragam fitur seperti hitung/setor/lapor PPn dan PPh, pembuatan buku potong, faktur, validasi NPWP, dan lainnya. Mereka turut menyediakan API yang bisa diintegrasikan dengan layanan aplikasi yang dimiliki sebuah perusahaan.

Pemain lain ada Pajak.io, pertengahan tahun lalu mereka juga meluncurkan layanan chatbot bernama “Bee-Jak” untuk mudahkan pelaku UMKM melaporkan dan membayar pajaknya. Pendekatan ini mirip yang dilakukan HiPajak. Sementara itu ada beberapa platform lain yang juga memiliki layanan perpajakan dengan konsep unik masing-masing, mulai dari KlikPajak, Pajakku, MitraBijak, Mekari, dan lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian Fortune Business Insight, layanan pajak digital atau perangkat lunak yang membantu manajemen pajak telah mencapai $5,24 miliar pada 2018, diproyeksikan akan meningkat $11,19 miliar di tahun 2026 dengan CAGR 10,4%. Segmen UMKM menjadi salah satu sasaran menarik, mengingat di tingkat ini biasanya bisnis masih belum memiliki tim khusus yang didedikasikan untuk mengurus pajak.

Application Information Will Show Up Here

Monit.id Hadirkan Layanan Kartu Kredit Virtual untuk Bisnis

Masih sulitnya perusahaan baru dengan skala mikro-medium untuk mendapatkan persetujuan kartu kredit perusahaan dari bank, menjadi salah satu alasan platform fintech Monit.id hadir. Secara khusus mereka adalah perangkat lunak pembayaran untuk bisnis. Monit.id resmi aktif beroperasi awal tahun 2022 ini.

Melalui Monit.id, bisnis bisa mengelola keuangan mereka seperti bill payment, reimbursement, atau disbursement melalui bank transfer. Mereka juga menangani kebutuhan kartu kredit virtual untuk menangani berbagai jenis pembayaran.

“Kami ingin menawarkan cara baru untuk perusahaan ketika mengelola pembayaran untuk layanan digital menggunakan virtual kartu kredit. Apakah itu untuk keperluan tools seperti SaaS, server, hingga kampanye iklan di media sosial, semua bisa diatur dengan mudah melalui Monit.id,” kata Co-founder Monit.id Rizki Aditya.

Model bisnis dan strategi monetisasi

Persoalan penggunaan kartu kredit perusahaan yang kebanyakan masih mengandalkan kepemilikan si pendiri atau pimpinan perusahaan, menjadi satu-satunya solusi yang diterapkan oleh perusahaan saat ini ketika akan melakukan pembayaran layanan digital. Melalui Monit.id kini mereka bisa melakukan kontrol terhadap kartu, bisa menentukan limit kartu kredit, bisa mengunci merchant yang ingin digunakan dan akan menolak pembayaran yang tidak didaftarkan.

Monit.id juga memiliki visibilitas yang diklaim belum disediakan oleh bank konvensional pada umumnya. Karena billing statement biasanya akan diberikan pada akhir bulan oleh bank, sementara di Monit.id jika ada transaksi mereka bisa melihat transaksi tersebut secara langsung memanfaatkan dasbor dan notifikasi.

Saat ini Monit.id bertindak sebagai sistem integrator. Di Bank Indonesia terdapat lisensi sebagai platform yang menghubungkan kepada institusi finansial.

“Untuk strategi monetisasi saat ini masih transactional base, jadi jika kartu tersebut digunakan klien, kami akan mendapatkan interchange fee dari bank partner. Tapi mungkin ke depannya semakin banyak instrumen finansial yang disediakan tentu monetisasinya akan bertambah. Misalnya bisa melalui commision fee, interest fee dan lainnya,” kata Rizki.

Saat ini Monit.id telah menjalin kemitraan strategis denga bank CIMB Niaga dan bank UOB. Meskipun saat ini fokus menyasar kepada B2B namun melihat peluang yang ada, Monit.id tidak menutup kemungkinan untuk memberikan layanan kepada segmen B2C.

“Saat ini Monit.id menyasar layanan e-commerce dan perusahaan teknologi. Kebanyakan dari mereka memerlukan kartu kredit untuk melakukan pembayaran berlangganan server, cloud, hingga tools SaaS untuk tim engineer mereka hingga kampanye pemasaran melalui media sosial,” kata Rizki.

Pendanaan awal

Awal tahun 2022 Monit.id telah berhasil mengantongi pendanaan awal dari Init 6, 1982 Ventures, dan satu venture capital yang enggan disebutkan identitasnya. Tidak disebutkan berapa nilai investasi yang diterima, namun perusahaan ingin memanfaatkan dana segar tersebut untuk mengakuisisi lebih banyak klien dan menambah tim. Monit.id juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahapan lanjutan tahun ini.

“Kita melihat masih punya ruang bagi platform seperti Monit.id untuk tumbuh jika dilihat dari transaksi kartu kredit dan kartu debit saat ini sekitar $500 miliar. Dari situ kita bisa menyentuh 10% saja bisa menguntungkan. Bisa jadi potensi tersebut yang menjadikan investor tertarik untuk berinvestasi kepada Monit.id,” kata Rizki.

Menurut Managing Partner Init 6 Achmad Zaky, melihat kembali pengalaman dirinya membangun Bukalapak dulu, cukup frustrasi dalam mengelola pengeluaran, terutama pengeluaran digital. Sebagian besar pembayaran untuk pengeluaran digital memerlukan kartu kredit dan sangat sulit bagi perusahaan untuk mengajukan kartu kredit perusahaan ke bank.

“Dari pengalaman tersebut, kami yakin banyak perusahaan, khususnya UKM menghadapi masalah yang sama dan oleh karena itu Monit.id dapat membantu mereka untuk menjadi lebih produktif dan efisien dengan menyediakan sistem manajemen pengeluaran semua dalam satu termasuk kartu kredit perusahaan untuk pembayaran,” kata Zaky.

Ditambahkan olehnya seperti semua investasi yang telah diberikan, pendiri startup memainkan peran besar dalam keputusan yang diambil. Dalam hal ini Init 6 menyukai cara para pendiri Monit.id mengeksekusi dan membangun produk. Init 6 juga kagum pada bagaimana mereka mengganggu status quo dengan menyederhanakan proses aplikasi kartu kredit perusahaan yang terkenal ketidaknyamanan bagi perusahaan.

“Mereka telah mendapatkan kemitraan strategis dengan dua penyedia kartu kredit global dan dua bank regional. Kemitraan ini sangat penting bagi Monit.id untuk memperkuat posisi mereka di pasar dan memberikan solusi terbaik bagi klien. Kami percaya bahwa Monit dapat menjadi pengubah permainan di sektor teknologi finansial B2B,” kata Zaky.

[Video] Tips Pendekatan Ideal bagi Startup untuk Fundraising

DailySocial bersama Herston Powers dari 1982 Ventures berbagi tips dan trik tentang bagaimana pendekatan yang sebaiknya dilakukan para founder demi memuluskan penggalangan dana dari pemodal ventura.

Untuk video menarik lainnya seputar startup dan teknologi, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV.

PINA Secures Seed Funding, to Launch Investment and Financial Management App

The developer of personal financial management application PINA announced seed funding with an undisclosed amount. This round was led by 1982 Ventures, with the participation of iSeed Asia, Prasetia Dwidharma, Oberyn Capital, and a series of angel investors. The fresh funds will be used to accelerate product development and growth before its launching in November 2021.

Later, the PINA application will help people manage and grow their money by providing management and investment solutions in a single app. The startup was founded by former Grab executive Daniel van Leeuwen and financial services veteran Christian Hermawan.

“Our mission is to help everyone achieve financial independence by providing products and advice to make complex financial decisions simple and relevant. Wealth creating tools for high net worth individuals are now available to everyone. PINA empowers people to invest and manage their money in an understandable way,” Daniel said.

1982 Ventures’ Managing Partner, Herston Powers revealed to DailySocial, although the platform is yet to launch, its founders’ mature experience is enough to be a strong reason for investors to invest.

“PINA is the first Indonesian personal finance app to serve all Indonesians. The path to personal investment is not stock trading or crypto exchange, but a financial product made for the masses that focuses on building wealth. PINA’s holistic approach and values ​​are fully aligned with our mission to transform financial services and empower millions of Indonesians,” Herston said.

1982 Ventures is a venture capitalist that focuses on fintech startups. Based in Singapore, they focused on early stage funding, for businesses in Southeast Asia. Aside from PINA, Brick and Wagely are 1982 Ventures’ other portfolios in Indonesia.

Meanwhile, Prasetia Dwidharma’s CEO, Arya Setiadharma said, “PINA’s vision is to empower Indonesians to pursue and secure financial freedom in a simple and straightforward way. Reducing barriers to accessing markets is as important as educating those who want to access them – financial literacy must be a priority. ”

Other platforms that offer similar services are including Halofina, Finansialku, and Fundtatstic. Not only a personal financial recording application, it also embed investment services and financial education in its application — their mission is to make it easier for every user to achieve their financial goals.

Targeting young generation

PINA’s mission is not only to provide an easier way to invest in Indonesia’s emerging financial markets, but also to provide access, trust, and financial literacy to address the low penetration of retail investors, particularly the lower middle class, younger generation, and beginners.

In order to achieve this goal, they have partnered with several institutions, including BNI Sekuritas to offer various investment products, Asli RI for e-KYC and biometric security, and other leading asset management companies. Currently, PINA has been registered and is under the supervision of the Financial Services Authority (OJK).

Until Q2 2021, we noted some wealthtech (financial and investment management) startups that received funding from investors, including:

Announcement Startup Round Amount Investor
January-2021 Zipmex Series A $ 6,000,000 Jump Capital
March-2021 Pluang Pre-Series B $ 20,000,000 Openspace Ventures, Go-Ventures
February-2021 FUNDtastic Series A $ 7,700,000 Ascend Capital Group, Indivara Group
January-2021 Ajaib Series A $ 25,000,000 Horizons Ventures, Alpha JWC Ventures, SoftBank Ventures Asia, Insignia Ventures, Y Combinator
January-2021 Bibit Series A $ 30,000,000 Sequoia Capital India, East Ventures, EV Growth, 500 Startups
March-2021 Ajaib Series A $ 65,000,000 Ribbit Capital, Y Combinator Continuity, ICONIQ Capital, Bangkok Bank PLC, angel investors
May-2021 Pintu Series A $ 6,000,000 Coinbase, Blockchain Ventures, Castle Island Ventures, Intudo Ventures, Alameda Ventures, Angel Investor
May-2021 Bibit Series B $ 65,000,000 Sequoia Capital India, Prosus Ventures, Tencent, Harvard Management Company, AC Ventures, East Ventures

It is projected to increase, in line with market opportunities for financial management services that continue to be in demand. A study mentioned, the wealthtech solutions market size will reach $54.62 billion by 2021; and will continue to grow to $137.44 billion in 2028 with a CAGR of 12.1%.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

PINA Kantongi Pendanaan Awal, Segera Luncurkan Aplikasi Pengelolaan Keuangan dan Investasi

Pengembang aplikasi pengelolaan keuangan personal PINA mengumumkan telah mendapatkan pendanaan awal dengan nominal dirahasiakan. Putaran ini dipimpin 1982 Ventures, dengan keterlibatan iSeed Asia, Prasetia Dwidharma, Oberyn Capital, dan sejumlah angel investor. Dana segar akan dimanfaatkan untuk mempercepat pengembangan dan pertumbuhan produk sebelum diluncurkan pada November 2021 depan.

Nantinya aplikasi PINA akan membantu orang mengelola dan mengembangkan uang mereka dengan menyediakan solusi pengelolaan dan investasi di satu aplikasi. Startup ini didirikan oleh mantan eksekutif Grab Daniel van Leeuwen dan veteran layanan keuangan Christian Hermawan.

“Misi kami adalah membantu setiap orang mencapai kemandirian finansial dengan menyediakan produk dan saran yang membuat keputusan keuangan yang rumit menjadi sederhana dan relevan. Wealth creating tools yang disediakan untuk individu dengan kekayaan bersih tinggi kini tersedia untuk semua orang. PINA memberdayakan orang untuk berinvestasi dan mengelola uang mereka dengan cara yang dapat dipahami,” ujar Daniel.

Kepada DailySocial.i,d Managing Partner 1982 Ventures Herston Powers mengungkapkan, meskipun platform belum diluncurkan, namun dilihat dari pengalaman para pendirinya yang cukup matang menjadi alasan kuat bagi investor untuk memberikan investasi.

“PINA merupakan aplikasi keuangan pribadi Indonesia pertama yang melayani semua orang Indonesia. Jalan menuju investasi pribadi bukanlah perdagangan saham atau pertukaran kripto, tetapi produk keuangan yang dibuat untuk orang banyak yang berfokus pada membangun kekayaan. Pendekatan dan nilai-nilai holistik PINA sepenuhnya selaras dengan misi kami untuk mengubah layanan keuangan dan memberdayakan jutaan orang Indonesia,” kata Herston.

1982 Ventures sendiri merupakan pemodal ventura yang fokus kepada startup fintech. Berbasis di Singapura, cakupan pendanaan mereka di tahap awal, untuk pebisnis di Asia Tenggara. Selain PINA, portofolio milik 1982 Ventures lainnya di Indonesia adalah Brick dan Wagely.

Sementara itu, CEO Prasteia Dwidharma Arya Setiadharma mengatakan, “Visi PINA adalah memberdayakan masyarakat Indonesia untuk mengejar dan mengamankan kebebasan finansial dengan cara yang sederhana dan lugas. Mengurangi hambatan untuk mengakses pasar sama pentingnya dengan mendidik mereka yang ingin mengaksesnya – literasi keuangan harus menjadi prioritas.”

Platform yang menawarkan layanan serupa seperti PINA di antaranya adalah Halofina, Finansialku, dan Fundtatstic. Tidak sekadar aplikasi pencatatan keuangan pribadi, mereka juga menyematkan layanan investasi dan edukasi keuangan di aplikasinya — misinya memudahkan setiap pengguna mencapai tujuan finansialnya.

Targetkan generasi muda

Misi PINA tidak hanya menyediakan cara yang lebih mudah untuk berinvestasi di pasar keuangan yang sedang berkembang di Indonesia, tetapi juga memberikan akses, kepercayaan, dan literasi keuangan untuk mengatasi rendahnya penetrasi investor ritel, khususnya segmen kelas menengah ke bawah, generasi muda, dan pemula.

Untuk memuluskan tujuannya, mereka telah bermitra dengan beberapa pihak, termasuk perusahaan BNI Sekuritas untuk  menawarkan berbagai produk investasi, Asli RI untuk e-KYC dan keamanan biometrik, dan perusahaan manajemen aset terkemuka lainnya. Saat ini PINA telah terdaftar dan berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Hingga Q2 2021, kami mencatat terdapat sejumlah startup wealthtech (pengelolaan keuangan dan investasi) yang mendapatkan pendanaan dari investor, antara lain:

Announcement Startup Round Amount Investor
January-2021 Zipmex Series A $ 6,000,000 Jump Capital
March-2021 Pluang Pre-Series B $ 20,000,000 Openspace Ventures, Go-Ventures
February-2021 FUNDtastic Series A $ 7,700,000 Ascend Capital Group, Indivara Group
January-2021 Ajaib Series A $ 25,000,000 Horizons Ventures, Alpha JWC Ventures, SoftBank Ventures Asia, Insignia Ventures, Y Combinator
January-2021 Bibit Series A $ 30,000,000 Sequoia Capital India, East Ventures, EV Growth, 500 Startups
March-2021 Ajaib Series A $ 65,000,000 Ribbit Capital, Y Combinator Continuity, ICONIQ Capital, Bangkok Bank PLC, angel investors
May-2021 Pintu Series A $ 6,000,000 Coinbase, Blockchain Ventures, Castle Island Ventures, Intudo Ventures, Alameda Ventures, Angel Investor
May-2021 Bibit Series B $ 65,000,000 Sequoia Capital India, Prosus Ventures, Tencent, Harvard Management Company, AC Ventures, East Ventures

Proyeksinya ke depan masih akan terus meningkat, seiring peluang pasar layanan pengelolaan keuangan yang terus diminati pasar. Menurut sebuah studi, ukuran pasar solusi wealthtech akan mencapai $54,62 miliar pada tahun 2021; dan akan terus bertumbuh hingga $137,44 miliar pada 2028 mendatang dengan CAGR 12,1%.

Brick Umumkan Pendanaan Awal, Hadirkan Layanan API Fintech untuk Identifikasi Kesehatan Finansial

Brick adalah startup pengembang layanan pengelolaan data kesehatan finansial berbasis API (Application Programming Interface), kapabilitasnya memungkinkan pelaku fintech atau perusahaan teknologi untuk mendapatkan insight lebih dalam terkait kesehatan keuangan para penggunanya.  Tujuannya untuk membawa aplikasi finansial yang lebih personal dan inklusif.

Hari ini (17/3), Brick mengumumkan telah mendapatkan pendanaan awal dari sejumlah investor, meliputi pemodal ventura dan angel. Dari kalangan pemodal ventura ada Better Tomorrow Ventures, Prasetia Dwidharma, 1982 Ventures, Antler, dan Rally Cap Ventures. Sementara angel investor yang terlibat meliputi Shefali Roy (TrueLayer), Kunal Shah (Cred), Reynold Wijaya (Modalku), Quek Siu Rui (Carousell), dan pendiri Nium, Xfers, Aspire, BukuWarung, ZenRooms, CareemPay.

Startup ini didirikan oleh Gavin Tan (CEO) dan Deepak Malhotra (CTO) pada awal 2020. Keduanya memiliki pengalaman mengembangkan startup teknologi dan keuangan. Dalam keterangannya Gavin menjelaskan, “Kami melihat langsung kurangnya infrastruktur modern yang dibutuhkan untuk memberikan pengalaman fintech yang diminta pelanggan. Karena itu, kami memulai Brick untuk memberdayakan perusahaan fintech generasi berikutnya dengan infrastruktur yang mudah diterapkan, hemat biaya, dan inklusif.”

Lebih lanjut dijelaskan, Brick mengklaim telah kompatibel dengan lebih dari 90% rekening bank besar yang ada di Indonesia dan bekerja dengan lebih dari 250 pengembang, 35 perusahaan teknologi dan klien perusahaan fintech di Indonesia. Saat ini Brick juga tengah mengikuti program akselerasi Sembrani Wira yang digelar oleh BRI Ventures.

Dari gambaran yang diberikan kurang lebih proses implementasinya seperti ini. API disematkan pada aplikasi fintech yang dikembangkan mitra bisnis, untuk menjembatani layanan tersebut dengan sistem pembayaran yang digunakan dalam aplikasi. Data didapat dari proses agregasi sistem pembayaran yang digunakan pengguna akhir (bank, digital wallet, e-commerce dll). Beberapa data yang digunakan seperti identitas, akun, transaksi, saldo, pendapatan, aset finansial, hingga pembayaran kredit.

Gambaran cara kerja layanan API fintech Brick / Brick
Gambaran cara kerja layanan API fintech Brick / Brick

Mengawali debutnya di Indonesia, Brick berambisi untuk membawa layanan ini di Asia Tenggara dan akan menggunakan dana yang terkumpul untuk meningkatkan skala platform, meningkatkan cakupan, dan memperluas ke pasar berikutnya. Akhir tahun ini, mereka juga akan meluncurkan API baru untuk perusahaan telekomunikasi, dompet seluler, platform e-commerce, dan produk keuangan inovatif lainnya.

Layanan fintech API terus bermunculan

Layanan fintech berbasis API memang terus bermunculan di Indonesia, ini sejalan dengan regulasi standar API yang sudah mulai disosialisasikan Bank Indonesia sejak tahun lalu. Regulator menginginkan adanya ekosistem finansial yang lebih terbuka, memungkinkan masing-masing pemain (digital dan konvensional) untuk dapat saling mendukung dalam peningkatan literasi finansial masyarakat di Indonesia.

Misi dari hampir seluruh startup fintech yang ada di Indonesia memang mengentaskan kesenjangan di tengah masih banyaknya kalangan undeserved dan unbankable. Setidaknya saat ini ada lebih dari 400 perusahaan fintech di Indonesia — dan jumlah terus bertambah dari waktu-waktu. Dan salah satu strategi yang harus mereka lakukan untuk memenangkan pasar adalah dengan menghadirkan sistem teknologi yang lebih komprehensif.

Tujuan layanan fintech berbasis API membantu mereka (termasuk perusahaan digital yang ingin menghadirkan fitur finansial) meningkatkan kapabilitas teknologi secara lebih sederhana. Alih-alih mengembangkan dari nol dan membutuhkan waktu dan sumber daya relatif lebih besar, dengan menggunakan sistem API prosesnya akan jauh lebih singkat. Terlebih untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan opsi pilihan kanal pembayaran yang hendak disuguhkan kepada pengguna.

Adapun startup yang bermain dengan konsep tersebut sudah ada beberapa, seperti Ayoconnect, Finantier, Xendit, Midtrans, Brankas, dan lain sebagainya. Masing-masing mencoba menyuguhkan proposisi unik dengan kapabilitas tertentu.