CoLearn Umumkan Pendanaan Seri A 143 Miliar Rupiah, Ramaikan Persaingan Edtech Lokal

Startup edtech CoLearn mengumumkan telah mendapatkan pendanaan seri A senilai $10 juta atau setara 143 miliar Rupiah. Putaran investasi ini diikuti sejumlah investor, di antaranya Alpha Wave Incubation, GSV Ventures — juga pemodal ventura di putaran pendanaan awal mereka yakni Surge (Sequoia Capital India) dan AC Ventures. Perusahaan berencana untuk menggunakan dana segar ini untuk mengembangkan produk, teknologi, dan pemasaran.

“Meskipun memiliki ekosistem pendidikan terbesar keempat di dunia dengan 50 juta murid, 3 juta guru, dan sekitar setengah juta sekolah; selama beberapa dekade kualitas pendidikan di Indonesia tetap jauh di bawah potensi yang sebenarnya. Semangat untuk memotivasi murid dan memastikan mereka bisa sukses di dunia yang kian mengglobal adalah hal yang menggerakkan kami semua di CoLearn,” ujar Co-Founder & CEO CoLearn Abhay Saboo.

Abhay melanjutkan, “Orang Indonesia banyak yang belum sadar bahwa pendidikan adalah sarana untuk memperbaiki kekuatan ekonomi negara. Orang tua belum menyambungkan kedua titik itu. Tapi sekarang, perlahan-lahan sudah ada perubahan. Misi kami adalah mempercepat perubahan itu dengan meningkatkan kualitas pendidikan.”

Selain Abhey, CoLearn turut didirikan oleh  Marc Irawan dan Sandeep Devaram. Sejak aplikasi diluncurkan pada Agustus 2020, saat ini mereka mengklaim telah memiliki 3,5 juta siswa. Dalam debut awalnya, CoLearn juga didukung beberapa investor seed [selain yang sudah disebut di atas], termasuk Leo Capital, TNB Aura, S7V, January Capital, Alpha JWC Venutres, Taurus Ventures, Alter Global, dan Mahanusa Capital.

Salah satu fitur andalan mereka adalah memungkinkan siswa untuk menanyakan solusi dalam menjawab soal di suatu pelajaran (dalam mengerjakan PR) — rata-rata per bulan ada sekitar 5 juta pertanyaan yang diunggah. Dalam sistem disematkan teknologi AI sehingga mengautomasi proses penemuan solusi.

CoLearn juga memiliki layanan konten pendidikan yang di kemas dalam video on-demand dan sesi kelas live online yang dibawakan secara interaktif oleh tutor berpengalaman. Selain itu juga memiliki program pelatihan untuk guru. Targetnya, dalam 2 tahun ke depan mereka ingin bisa melatih 200 guru terutama di bidang STEM.

Layanan serupa juga ditawarkan startup edtech lain, misalnya untuk membantu menjawab soal pelajaran, Ruangguru memiliki fitur “Roboguru” menggabungkan kapabilitas Photo Search dan User Generated Content membantu siswa mengerjakan PR secara mandiri di rumah. Sementara untuk konten pembelajaran, selain Ruangguru juga memiliki layanan yang sama, ada penyedia platform lain seperti Zenius dan Quipper juga bermain di sana.

Sektor edtech cukup terakselerasi akibat pandemi. Aktivitas pendidikan berbondong-bondong menuju online, membuat layanan edtech dijadikan pilihan untuk menemani kegiatan school from home. Investor melihat ini sebagai langkah permulaan untuk makin serius menggarap lanskap bisnis ini. Sepanjang Q1 2020 ada setidaknya 3 pendanaan yang menyasar bisnis edtech — sepanjang tahun 2020 ada 10 transaksi.

GSV Ventures, salah satu investor CoLearn, memiliki spesialisasi di bidang teknologi pendidikan. Dalam sambutannya, Deborah Quazzo selaku Managing Partner mengatakan, “Peluang untuk membangun solusi belajar yang sukses untuk negara keempat terbesar di dunia sangat besar. Bisnis-bisnis yang terbaik tercipta ketika para pengusaha mengambil masalah yang besar dan penting, lalu menyelesaikannya. CoLearn sedang melakukan hal itu.”

Hingga saat ini Ruangguru menjadi startup edtech dengan valuasi terbesar di Indonesia. Data internal kami menyebutkan, bahwa mereka telah mencapai aspiring unicorn tahap akhir (valuasi mendekati $1 miliar). Awal Minggu ini mereka baru umumkan perolehan dana $55 juta yang merupakan lanjutan dari seri C yang digalang perusahaan.

Application Information Will Show Up Here

Shipper Announces Series B Funding Worth 923 Billion Rupiah

Shipper Logistics aggregator startup announced series B funding worth $63 million or equivalent to 923 billion Rupiah. This round was led by DST Global Partners and Sequoia Capital India with the participation of previous investors, including Prosus Ventures, Floodgate, Lightspeed, Insignia Ventures, AC Ventures and Y Combinator. Previously, the Y Combinator W19 graduate secured series A funding in mid-2020 and was led by Proses Ventures.

Fresh funds will be focused on developing technology and massively expanding its logistics network, serving MSMEs throughout Indonesia. Shipper Services provides fulfillment and delivery services through a network of fulfillment centers, delivery partners, and digitally managed retail points. According to the statistics, the company currently serves thousands of e-commerce businesses that distribute millions of products every day.

“The funding will significantly help Shipper increase its technological and operational capacity, while continuing to expand the company’s service network. We are proud of the achievements of our customers who use our services, and we are excited to continue to achieve success with our customers and logistics partners,” Shipper’s Co-Founder & CEO, Phil Opamuratawongse said.

The pandemic that has driven an increase in delivery packages volume purchased online, which has topped up Shipper’s transaction value. Several strategic efforts over the past year, including partnering with Dana to present logistics solutions in the digital payment application. To expand its business model, Shipper also acquired two logistics startups Porter and Pakde.

“We started Shipper four years ago, starting from personal experience when we observed difficulties in packaging and shipping as online merchants. In building Shipper, we always used an approach from MSME players perspective as it is our identity. We are very happy to be able to contribute and strengthen the MSME segment as well as to help strengthen the national logistics ecosystem,” Shipper’s Co-Founder & COO, Budi Handoko added.

Based on the 2020 Startup Report, there were 8 funding transactions involving logistics startups. The large market demand encourages various related businesses to rapidly accelerate and expand. Apart from Shipper, logistic startup Andalin has secured series A funding from BRI Ventures.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Shipper Umumkan Pendanaan Seri B Senilai 923 Miliar Rupiah

Startup agregator logistik Shipper mengumumkan telah menerima pendanaan seri B senilai $63 juta atau setara 923 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh DST Global Partners dan Sequoia Capital India dengan partisipasi investor sebelumnya, meliputi Prosus Ventures, Floodgate, Lightspeed, Insignia Ventures, AC Ventures, dan Y Combinator. Sebelumnya jebolan Y Combinator W19 ini telah membukukan pendanaan seri A pada pertengahan 2020 lalu dipimpin Proses Ventures.

Dana segar akan difokuskan untuk pengembangan teknologi dan memperluas jaringan logistiknya secara masif, melayani UMKM di seluruh Indonesia. Layanan Shipper menyediakan jasa pemenuhan dan pengiriman melalui jaringan fulfillment center, mitra pengiriman, dan titik ritel yang dikelola secara digital. Statistik yang disampaikan, saat ini perusahaan melayani ribuan bisnis e-commerce yang mendistribusikan jutaan produk setiap harinya.

“Pendanaan yang kami dapatkan akan sangat membantu Shipper dalam meningkatkan kapasitas teknologi dan operasional, seraya terus memperluas jaringan layanan perusahaan. Kami bangga terhadap pencapaian para pelanggan yang menggunakan jasa kami, dan kami sangat antusias untuk terus meraih kesuksesan bersama pelanggan dan mitra logistik kami,” ungkap Co-Founder & CEO Shipper Phil Opamuratawongse.

Pandemi yang terjadi juga mendorong peningkatan volume pengiriman paket yang dibeli online, menjadikan nilai transaksi di Shipper turut terdongkrak naik. Beberapa upaya strategis juga dilakukan sepanjang tahun lalu, termasuk bermitra dengan Dana menghadirkan solusi logistik di aplikasi pembayaran digital tersebut. Untuk memperluas model bisnisnya, Shipper juga melakukan akuisisi dua startup logistik Porter dan Pakde.

“Kami memulai Shipper empat tahun lalu berangkat dari pengalaman pribadi saat melihat banyaknya kesulitan dalam melakukan pengemasan dan pengiriman paket sebagai pedagang online. Dalam membangun Shipper, kami selalu menggunakan pendekatan dari sudut pandang pelaku UMKM karena itu adalah jati diri kami. Kami sangat senang untuk dapat berkontribusi dan memperkuat segmen UMKM sekaligus untuk ikut mendorong penguatan ekosistem logistik nasional,” imbuh Co-Founder & COO Shipper Budi Handoko.

Berdasarkan Startup Report 2020, tahun lalu ada 8 transaksi pendanaan yang melibatkan startup logistik. Besarnya permintaan pasar mendorong berbagai bisnis terkait untuk mengakselerasi dan melakukan ekspansi secara lebih cepat. Tahun ini, selain Shipper startup logistik Andalin juga membukukan pendanaan seri A dari BRI Ventures.

Application Information Will Show Up Here

KitaBeli Announces 144 Billion Rupiah Series A Funding, to Focus on Rural Social Commerce

The social commerce platform KitaBeli today announced series A funding worth $10 million or equivalent to 144.3 billion Rupiah. This round was led by Gojek’s investment arm, Go-Ventures, and also supported by AC Ventures and East Ventures as the previous investors.

The fresh funds will be used to expand service coverage throughout Java, expand the logistics network, and develop its mobile applications. In addition, product diversification will be enhanced, starting with beauty products. Since launching in March 2020, KitaBeli claims to reach 80% business growth.

From our observation on the app, it is currently limited to a few areas in the provinces of Central Java, West Java, East Java, DKI Jakarta, and Banten. In seconds, it works like an e-commerce application, however, it focuses on serving daily needs; and capable to form purchasing groups (currently through a quick connection to form a WhatsApp group).

KitaBeli offers internal logistics for delivery options with D +1 maximum claim. The model runs through a network of partnerships that have been built in each area of ​​its operation. This concept is considered to be effective since daily needs do require a fast delivery process.

From the official statement, this application will be focused on users in rural areas, including those who have never done online shopping. The Co-Founder & CEO, Prateek Chaturvedi said, the social commerce business model that connects businesses with end-users makes it possible to form and maintain loyalty.

Not to rely on resellers

Tim pengembang aplikasi KitaBeli / KitaBeli
KitaBeli development team / KitaBeli

Social commerce services are mushrooming in Indonesia. The Super App also focuses on a similar concept in the rural areas. However, just like any other platform – including Woobiz, RateS, BorongBareng, or RateS – the partnership model is a reseller. In addition to being the end consumer, people are encouraged to become a bridge between business and customers using a commission system.

It’s quite different with KitaBeli, they don’t build a network of resellers or marketing agents. Each item is ordered directly through the app by end-users (direct-to-consumer), allowing them to participate in group purchases for more effective pricing. Prateek also said that this concept allows companies to minimize the risk of losing their customer base whether an agent/partner decides to quit.

KitaBeli was founded by Prateek Chaturvedi, Ivana Tjandra, Subhash Bishnoi, and Gopal Singh Rathore. Users invite their acquaintances or join to form groups based on regional proximity, then buy products together at a discounted price. Pinduoduo in China is a successful example of this business model.

“With the concept of sharing and inviting your friends to join the application, our users get more discounts. They can also see what their friends are buying, and join the group of friends, to get a cheaper price,” Prateek explained in a previous interview with DailySocial.

Go-Ventures investment

Regarding investment, Go-Ventures’ SVP Investment, Aditya Kumar said that e-commerce penetration in rural areas is quite low. There are some factors, including a lack of trust, product availability, and high logistics costs. KitaBeli’s business model is considered relevant to solve these challenges.

There is no further details on whether there will be an integration of KitaBeli with Gojek, considering that one of the VC’s missions is to form a consolidation of strengthening the ecosystem.

For local startups, Go-Ventures has invested in several other players. Also to lead the investment for eFishery’s series B funding, Pluang’s series A, as well as investing in the Kumparan and Narasi media.

Pluang alone is now integrated into the GoInvestasi feature, making it easy for Gojek users to invest gold online. In addition, Kumparan also provides news through the Gojek application.

Meanwhile, for startups outside Indonesia, some of the announced investments include funding to an Uganda-based ride-hailing platform called SafeBoda, the Mobile Premier League (MPL) esports platform from India, and cloud kitchen startup Rebel Foods from India.

Rebel Foods has arrived in Indonesia to form a new cloud kitchen business line under the Gojek Group. Meanwhile, MPL’s presence in Indonesia is also supported by Gopay payments as its initial payment platform.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

KitaBeli Umumkan Pendanaan Seri A 144 Miliar Rupiah, Garap “Social Commerce” di Daerah

Platform social commerce KitaBeli hari ini mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $10 juta atau setara dengan 144,3 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin unit ventura milik Gojek, yakni Go-Ventures, serta didukung AC Ventures dan East Ventures selaku investor tahap awalnya.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk memperluas cakupan layanan di seluruh Jawa, menumbuhkan jaringan logistik, dan mengembangkan aplikasi selulernya. Selain itu diversifikasi produk juga akan dilakukan, dimulai dengan menghadirkan produk kecantikan. Sejak diluncurkan pada Maret 2020, KitaBeli mengklaim telah berhasil menumbuhkan bisnis hingga 80%.

Dari uji coba kami dalam menggunakan aplikasi, saat ini baru terbatas melayani sedikit wilayah di provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Banten. Sekilas cara kerjanya seperti layaknya aplikasi e-commerce, hanya saja fokus menyajikan kebutuhan sehari-hari; dan dapat membentuk kelompok pembelian (saat ini melalui sambungan cepat untuk membentuk grup WhatsApp).

Opsi pengiriman yang diberikan juga dari logistik internal KitaBeli dengan klaim pengiriman maksimal H+1 hari. Modelnya melalui jaringan kemitraan yang telah di bangun di setiap wilayah operasinya. Konsep ini dinilai akan efektif, mengingat kebutuhan sehari-hari memang membutuhkan proses pengantaran sesegera mungkin.

Dilansir dari pernyataan resminya, aplikasi ini akan difokuskan untuk pengguna di luar kota-kota besar, termasuk orang yang belum pernah melakukan belanja online sebelumnya. Menurut Co-Founder & CEO Prateek Chaturvedi, model bisnis social commerce yang menghubungkan bisnis dengan pengguna akhir memungkinkan untuk membentuk dan menjaga loyalitas yang lebih besar.

Tidak mengandalkan basis reseller

Tim pengembang aplikasi KitaBeli / KitaBeli
Tim pengembang aplikasi KitaBeli / KitaBeli

Layanan social commerce cukup menjamur di Indonesia. Aplikasi Super juga memfokuskan konsep serupa di pedesaan. Namun sama seperti platform lain – termasuk Woobiz, RateS, BorongBareng, atau RateS – model kemitraan yang dijalin berbentuk reseller. Selain menjadi konsumen akhir, masyarakat didorong untuk menjadi jembatan antara bisnis dengan pelanggan dengan sistem komisi.

KitaBeli sedikit berbeda, mereka tidak membangun jaringan reseller atau agen pemasaran. Setiap barang dipesan langsung melalui aplikasi oleh pengguna akhir (direct-to-consumer), memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam pembelian berkelompok untuk mendapatkan harga yang lebih efektif. Prateek juga mengatakan, konsep ini memungkinkan perusahaan meminimalkan risiko kehilangan basis pelanggan jika ada agen/mitra yang  memutuskan berhenti.

KitaBeli didirikan oleh Prateek Chaturvedi, Ivana Tjandra, Subhash Bishnoi, dan Gopal Singh Rathore.  Pengguna aplikasi KitaBeli mengundang kenalannya atau bergabung untuk membentuk grup didasarkan pada kedekatan wilayah, kemudian membeli produk bersama dengan potongan harga. Pinduoduo di Tiongkok adalah contoh sukses dari model bisnis ini.

“Dengan konsep berbagi dan mengajak teman Anda untuk bergabung dengan aplikasi, pengguna kami mendapatkan lebih banyak diskon. Mereka juga bisa melihat apa yang dibeli temannya, dan bergabung dengan grup teman tersebut, untuk mendapatkan harga yang lebih murah,” jelas Prateek dalam wawancara sebelumnya dengan DailySocial.

Investasi Go-Ventures

Menanggapi investasinya, SVP Investment Go-Ventures Aditya Kumar mengatakan bahwa penetrasi e-commerce di luar perkotaan besar masih rendah. Ada beberapa faktor, di antaranya kurangnya kepercayaan, ketersediaan produk, dan biaya logistik yang tinggi. Model bisnis yang digarap KitaBeli dianggap relevan untuk menyelesaikan tantangan tersebut.

Belum diinfokan apakah selanjutnya akan ada integrasi KitaBeli dengan Gojek, mengingat salah satu misi venture arm tersebut membentuk konsolidasi penguatan ekosistem.

Untuk startup lokal, Go-Ventures telah berinvestasi ke beberapa pemain lainnya. Termasuk memimpin pendanaan seri B eFishery, memimpin pendanaan seri A Pluang, juga berinvestasi ke platform media Kumparan dan Narasi.

Pluang sendiri sekarang sudah terintegrasi membentuk fitur GoInvestasi, mudahkan pengguna Gojek berinvestasi emas secara online. Demikian pula pemberitaan kumparan yang sempat disuguhkan juga lewat aplikasi Gojek.

Sementara untuk startup di luar Indonesia, beberapa investasi yang diumumkan termasuk pendanaan ke platform ride-hailing Uganda bernama SafeBoda, platform esports Mobile Premier League (MPL) asal India, dan startup cloud kitchen Rebel Foods asal India.

Rebel Foods sudah diboyong ke Indonesia membentuk lini bisnis cloud kitchen baru di bawah Gojek Group. Sementara kehadiran MPL di Indonesia juga didukung pembayaran Gopay sebagai platform pembayaran tahap awalnya.

Application Information Will Show Up Here

Segari Receives Seed Funding, Focus on Providing Fresh Groceries

The online grocery platform Segari today (22/3) announced seed funding. This round was led by Beenext with the participation of AC Ventures and Saison Capital. Some angel investors involved are undisclosed.

Segari (PT Sayur Untuk Sudah) was founded by three, including Yosua Setiawan (CEO), Farand Anugerah (COO), and Farandy Ramadhana (CTO). Segari’s vision is to bring high-quality fresh products to households in Indonesia.

“Getting high quality and consistent [fresh produce] is difficult. Not everyone is capable, that is why we focus on it. While other players may focus on expanding SKUs, lowest prices, or expanding areas; we build infrastructure to focus on quality. This is what our customers love,” Setiawan said.

One of the approaches, Segari utilizes a micro warehouse network and thousands of agents in Jakarta for product distribution. Currently, ordering is available via the mobile website or released application.

Segari ensured that each product arrived at the customer’s house no more than 15 hours after harvesting. It is not by keeping stock of goods, but by making a strict prediction of customer demand by balancing the harvest schedules of the farmers.

“We are building an internally tailored end-to-end technology infrastructure to deal with this complex supply chain issue. This includes product receiving from farmers, to long-distance delivery to customers,” Ramadhana added.

Segari exists amid the growing online grocery industry. Even though this category only plays a small part in the whole e-commerce GMV, there is great potential for the Indonesian market. Case studies from abroad, as those conducted by Ding Dong Mai Chai (China), Big Basket (India), Ocado (Europe); shows the potential of online grocery services to hypergrowth and lead to unicorn-equivalent valuations.

Survey by Segari team shows that despite the social restrictions caused by the pandemic, people in Jakarta still went to supermarkets or markets to buy groceries. They do not fully believe in online transactions for fresh products, because they are worried about the quality and freshness of the product.

For AC Ventures’ Managing Partner, Adrian Li, “Segari’s value proposition in producing high-quality products through a data-driven and micro warehouse approach to set them apart from other platforms.” He also believes that fresh products have the potential to become the next opportunity for the e-commerce business, especially because they are driven by changing trends that occur due to Covid-19.

It is undeniable, the online grocery competition is getting tougher. Apart from the new arrivals, legacy players are continue to expand the scope of their products and businesses. For example, Happyfresh, which now covers the Java and Bali areas – besides, it has partnered with Grab and Bualapak.

In addition, there is Sayurbox which continues to expand its market coverage. Recently, they reportedly received an investment from Tokopedia – the consolidation allows them to connect with the ecosystem of the largest local marketplace customer in Indonesia. Also, there is a Kedai Sayur with a unique approach, collaborating with thousands of mobile vegetable seller partners.

On the other hand, the Decacorn Gojek also continues to explore the online grocery market through GoMart. Other big players like Blibli are also doing the same thing through their O2O strategy.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Segari Dapatkan Pendanaan Awal, Fokus Hadirkan Produk Bahan Makanan Segar

Platform online grocery Segari hari ini (22/3) mengumumkan perolehan pendanaan awal. Putaran ini dipimpin oleh Beenext dengan keterlibatan AC Ventures dan Saison Capital. Beberapa angel investor yang tidak disebutkan namanya juga turut andil.

Segari (PT Sayur Untuk Semua) didirikan oleh tiga orang founder, meliputi Yosua Setiawan (CEO), Farand Anugerah (COO), dan Farandy Ramadhana (CTO). Visi Segari adalah menghadirkan produk segar kualitas tinggi untuk kalangan rumah tangga di Indonesia.

“Mendapatkan [produk segar] dengan kualitas tinggi dan konsistensi itu sulit. Tidak semua bisa melakukannya, tapi itulah mengapa kami menjadikannya sebagai fokus. Sementara pemain lain mungkin fokus pada memperbanyak SKU, harga termurah, atau perluasan area; kami membangun infrastruktur untuk fokus pada kualitas. Dan ini yang disukai oleh pelanggan kami,” kata Yosua.

Salah satu pendekatannya, Segari memanfaatkan jaringan gudang mikro dan ribuan agen di Jakarta untuk proses distribusi produk. Untuk saat ini proses pemesanan dapat dilakukan lewat situs mobile web atau aplikasi yang sudah dirilis.

Segari juga memastikan, setiap produk sampai ke rumah pelanggan tidak lebih dari 15 jam sejak dipanen. Yang dilakukan tidak dengan melakukan penyimpanan stok barang, melainkan membuat prediksi permintaan pelanggan secara ketat dengan menyeimbangkan jadwal panen petani mitra mereka.

“Kami membangun infrastruktur teknologi end-to-end secara internal disesuaikan untuk menangani masalah rantai pasokan yang kompleks ini. Termasuk mencakup penerimaan produk dari petani, hingga pengiriman jarak jauh ke pelanggan,” imbuh Farandy.

Platform Segari hadir di tengah pertumbuhan industri online grocery. Kendati kategori ini masih menyumbang sebagian kecil dari GMV produk e-commerce secara keseluruhan, namun ada potensi besar yang dapat dieksplorasi untuk pasar Indonesia. Studi kasus dari luar negeri, seperti yang dilakukan Ding Dong Mai Chai (China), Big Basket (India), Ocado (Europe); menunjukkan potensi layanan online grocery untuk melakukan hypergrowth dan menuju valuasi setara unicorn.

Dari survei yang disampaikan tim Segari, kendati ada pembatasan sosial akibat pandemi, masyarakat di Jakarta masih banyak pergi ke supermarket atau pasar untuk membeli bahan makanan. Mereka belum sepenuhnya percaya dengan transaksi online untuk produk segar, karena khawatir dengan kualitas dan kesegaran produk.

Menurut Managing Partner AC Ventures Adrian Li mengatakan, “Proposisi nilai Segari dalam menghasilkan produk berkualitas tinggi melalui pendekatan berbasis data dan gudang mikro membedakan mereka dari platform lain.” Ia pun meyakini, bahwa produk segar berpotensi menjadi peluang berikutnya dari bisnis e-commerce, khususnya karena didorong oleh perubahan tren yang terjadi akibat Covid-19.

Tidak dimungkiri, persaingan di lanskap online grocery memang semakin ketat. Di luar pemain baru yang berdatangan, ada pemain legasi yang terus memperluas cakupan produk dan bisnisnya. Sebut saja Happyfresh yang kini sudah mencakup area Jawa dan Bali — selain itu telah bermitra dengan Grab dan Bualapak.

Kemudian ada juga Sayurbox yang terus memperluas cakupan pasarnya. Terakhir mereka dikabarkan mendapatkan investasi dari Tokopedia — konsolidasi tersebut memungkinkan mereka untuk terhubung dengan ekosistem pelanggan marketplace lokal terbesar di Indonesia tersebut. Selain itu ada Kedai Sayur dengan pendekatan yang unik, menggandeng ribuan mitra penjual sayur keliling.

Di sisi lain, decacorn Gojek juga terus mengeksplorasi pasar online grocery melalui GrabMart. Pemain besar lainnya seperti Blibli juga lakukan hal yang sama lewat strategi O2O miliknya.

Application Information Will Show Up Here

Esensi Solusi Buana Secures Series A Funding Worth 43.5 Billion Rupiah

Esensi Solusi Buana (ESB) today (15/3) announced series A funding worth $3 million or 43.2 billion Rupiah. The investment was led by Beenext with the participation of Skystar Capital, Selera Kapital, Innovation Partners, and a previous round investor, AC Ventures.

The fresh funding will be focused on developing features and technology, including extensive partnerships with restaurants to create a more inclusive ecosystem. ESB alone provides a SaaS platform for digitizing the culinary business, which includes ordering systems, POS (Point of Sales), KDS (Kitchen Display System), CDS (Customer Display System), loyalty platforms, and ERP.

Regarding market size, based on research, the F&B business in Indonesia contributes around $57 billion in annual revenue. The trend continues to grow along with the increasing number of middle-class consumers. Unfortunately, the pandemic is on its way to drop the culinary business order, impacting 80% of business players.

“We built ESB in 2018 to introduce automation and reduce costs for F&B outlets […] Today we are also helping clients improve their operations and build more resilient businesses during the pandemic,” ESB’s Co-Founder & CEO, Gunawan Woen said.

One of its popular features allows culinary outlets to provide delivery. ESB also released the EZ Order application for both merchant and driver-partners.

“Previously invested in Moka (acquired by Gojek), we are very excited about a platform with the potential to revolutionize the way merchants and vendors operate. ESB’s data-driven and hardware-agnostic approach enables the platform to solve pressing problems for today’s sellers […] This current round will allow ESB to accelerate their growth and seize closer opportunities in the F&B market,” AC Ventures’ Managing Partner, Adrian Li said.

In an earlier interview with DailySocial, Gunawan said that restaurants will lose income starting from 10% (even more) due to inefficiency. Therefore, three aspects need to be improved, including order & outlet management, HQ & operations management, and purchase & vendor management. These solutions can be resolved by technology.

In addition, there are several other digital platforms that also serve a similar market share. For example, DigiResto, developed by MCAS, was recently received investment from the logistics company SiCepat. With a concept that is more integrated with cloud kitchens, the “decacorn” Gojek and Grab also have special services to democratize culinary merchants’ business processes, through the GoBiz and GrabMerchant applications.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Esensi Solusi Buana Umumkan Pendanaan Seri A 43,2 Miliar Rupiah

Esensi Solusi Buana (ESB) hari ini (15/3) mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $3 juta atau 43,2 miliar Rupiah. Investasi dipimpin oleh Beenext dengan partisipasi Skystar Capital, Selera Kapital, Inovasi Partners, dan investor di putaran sebelumnya yakni AC Ventures.

Dana yang didapat akan difokuskan untuk pengembangan fitur dan teknologi, termasuk memperdalam kemitraan dengan restoran guna menciptakan ekosistem yang lebih inklusif. ESB sendiri menyediakan platform SaaS untuk digitalisasi bisnis kuliner, di dalamnya termasuk sistem ordering, POS (Point of Sales), KDS (Kitchen Display System), CDS (Customer Display System), platform loyalitas, dan ERP.

Terkait ukuran pasar, merujuk pada hasil riset yang disampaikan, bisnis F&B di Indonesia menyumbang sekitar $57 miliar dalam pendapatan tahunan. Trennya terus bertumbuh seiring dengan peningkatan jumlah konsumen kelas menengah. Sayangnya pandemi cukup membuat tatanan bisnis kuliner bergejolak kencang, berimbas pada 80% pebisnis.

“Kami membangun ESB pada tahun 2018 untuk memperkenalkan otomatisasi dan mengurangi biaya untuk di gerai F&B […] Saat ini kami juga membantu klien meningkatkan operasional mereka dan membangun bisnis yang lebih tangguh selama masa pandemi,” ujar Co-Founder & CEO ESB Gunawan Woen.

Salah satu fitur populer digunakan adalah memungkinkan gerai kuliner untuk melayani pesan-antar. ESB juga merilis aplikasi pemesanan EZ Order baik untuk mitra merchant maupun pengemudi.

“Setelah sebelumnya berinvestasi di Moka (diakuisisi oleh Gojek), kami sangat senang dengan platform yang berpotensi merevolusi cara pedagang dan vendor beroperasi. Pendekatan agnostik berbasis data dan perangkat keras ESB memungkinkan platform untuk memecahkan masalah yang mendesak bagi pedagang saat ini […] Putaran saat ini akan memungkinkan ESB untuk mempercepat pertumbuhan mereka dan menangkap peluang yang lebih berdekatan di pasar F&B,” sambut Managing Partner AC Ventures Adrian Li.

Sebelumnya dalam wawancara bersama DailySocial, Gunawan menceritakan, restoran akan kehilangan pendapatan mulai dari 10% (bahkan lebih) akibat dari inefisiensi. Oleh karenanya, ada tiga aspek yang perlu ditingkatkan, yakni manajemen order & outlet, manajemen HQ & operasional, dan manajemen purchase & vendor. Solusi tersebut dapat terselesaikan apabila memanfaatkan teknologi.

Selain ESB, ada beberapa platform digital lain yang juga melayani pangsa pasar serupa. Misanya DigiResto yang dikembangkan MCAS, baru-baru ini juga dapatkan investasi dari perusahaan logistik SiCepat. Dengan konsep yang lebih terintegrasi dengan cloud kitchen, decacorn Gojek dan Grab juga memiliki layanan khusus untuk mendemokratisasi proses bisnis merchant kuliner, yakni lewat aplikasi GoBiz dan GrabMerchant.

Application Information Will Show Up Here

Raena’s Target in Indonesia Post Series A Funding and Business Pivot

The impact of the pandemic can significantly drive startup businesses, especially for those who promote online services and trending products among communities. One that has experienced an increase during the pandemic is Raena. The platform helps promotional activities take advantage of social media influencers.

In order to increase traction, the company’s decided to pivot (in the sense of turning a business direction to widen market share), by providing integrated solutions not only for influencers but also for women who want to have additional income to become beauty entrepreneurs.

Raena’s Founder & CEO, Sreejita Deb revealed to DailySocial, from the beginning to the end of 2020, Raena’s new business line has experienced massive growth. One of the reasons is the increasing number of people who make online transactions during the pandemic.

“Even though many claims pivoting is something negative, for us, it is an opportunity for business to be more flexible. Previously, we only provide a platform to influencers, now, we want to provide a comprehensive solution for those who want to have their own business,” Sreejita said.

Raena’s new concept is social commerce, managing all the needs and processes that are usually performed by online sellers. Starting from managing stock of goods, suppliers, selecting brands, to logistics. For those who want to join Raena and want to become a seller, they can focus more on developing their number of followers on social media, WhatsApp, marketplace channels such as Shopee, Lazada, Tokopedia, and others.

“Previously, we have a one-to-one model that links one supplier to one influencer. Now, we offer a many-to-many model, which connects various brands and various suppliers to various influencers,” she added.

Series A funding

In order to massively grow business, Raena has completed a $9 million Series A fundraising activity led by Alpha Wave Incubation and Alpha JWC Ventures. Other investors involved in this year’s funding include AC Ventures, Beenext, Beenos, and Strive. In 2019, Raena secured $1.8 million in early-stage funding.

“To date, we have not spent too much money on marketing activities. That’s why we are not too aggressive in raising funds. Our focus is to increase the value of influencers or those who join Raena,” Sreejita said.

With this fresh fund, Raena’s future plans are to increase the number of sellers, increase the number of brands, and the internal team. Currently, Raena has a team consisting of 15 people in Indonesia. And until the end of next year, the number is planned to be increased. Raena also sees the Indonesian market as the main target.

Alpha JWC Ventures said the reason they were interested in investing was Raena’s vision to empower female entrepreneurs throughout Indonesia by opening access to high-quality beauty products. In addition, Raena is a solution for brands that expect to enter Southeast Asia, especially Indonesia, and for entrepreneurs who are looking for business consistency.

“By serving these two segments, Raena is entering a large market that continues to grow along with the growing middle class in Indonesia and Southeast Asia. With the expertise of Raena’s founding team and our support, we are confident that Raena can grow into a leading player in the Southeast Asian beauty industry,” Alpha JWC Ventures’ Co-founder & General Partner, Chandra Tjan said.

Previously, DailySocial had reviewed the beautytech trend in Indonesia, which is defined as a new model for actors in the beauty industry to reach consumers. Its business model no longer revolves around conventional distribution channels but combines the strengths of technology and digital.

Based on the Euromonitor report, the beauty market value in Indonesia was estimated to reach $8.46 billion in 2022, up from the estimated value in 2019 of $6.03 billion.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here