Adtech Platform Adsvokat Plans for New Fundraising This Year

To support its platform, both on developing news features and achieving growth, Adsvokat, an adtech platform founded by Daniel Tumiwa, plans to raise new funding round this year. Currently running as bootstrap business using personal money and funding from angel investors, Adsvokat focuses to raise Series A fund.

“Previously, we had a meeting with 26 local and global investors. There are currently three investors in a serious appraisal for the next funding round,” Daniel Tumiwa, ADSvokat’s Co-Founder and Chief ADSvokator, said.

Adsvokat implements O2O (Online-to-offline) concept and starts operating since July 2017. The company already has 100 students as member and four clients. They are Tokopedia, Telkomsel, Clear (Unilever), and BCA.

“Our next target is to have at least 60 thousand adsvokator [Adsvokat users] of student and 60 clients of various brands,” he said.

While simple, it’s using machine learning

Besides applying selfie to measure the campaign success. Adsvokat also pin an in-app tracker to see adsvokator activities in various medium. Adsvokat utilizes stickers on cars, helmets, smartphones, and clothing as a medium.

“The sticker must match the set criteria for its placement. Ideally, it cannot be combined with other brand’s stickers. One adsvokator can choose up to 3 medium from the select brand for a campaign,” Achmad M. Usa, Adsvokat’s COO, said.

Even with simple technology, Adsvokat claims to use machine learning technology to determine how many student adsvokators interested in existing campaigns and how many supporting products required by each campaign.

“We also ensure the Adsvokat app to minimize battery drain on smartphones. We apply data optimization with a comprehensive compression method. By those means, automatic data procession can be avoided and certainly conserve the phone’s battery,” Heru Herlambang, Adsvokat’s CTO, said.

Referral feature

Using referral feature, by asking 10 friends, to help marketing activities, Adsvokat is positioned as marketing medium that’s yet to be developed by other services. As a bridge between brand and users, Adsvokat claims it’s a powerful way for offline marketing.

“Impression for the current product is considered small in measurement compared to direct advocacy. Hence  the utilization of referral system to expand the current market activities,” Tumiwa said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Adsvokat Berencana Galang Dana Seri A Tahun Ini

Untuk mengembangkan berbagai fitur dan mempercepat pertumbuhan, Adsvokat, platform adtech yang didirikan Daniel Tumiwa, berencana melakukan penggalangan dana tahun ini. Sementara menjalankan bisnis secara boostrap, memanfaatkan uang pribadi dan pendanaan dari angel investor, Adsvokat fokus melakukan fundraising tahapan Seri A.

“Sebelumnya kami telah melakukan pertemuan dengan 26 investor lokal dan asing. Saat ini sudah 3 investor yang masih dalam tahapan penjajakan serius dengan kami untuk pendanaan berikutnya,” kata Co-Founder dan Chief ADSvokator ADSvokat Daniel Tumiwa.

Adsvokat mengusung konsep O2O (online-to-offline) dan mulai beroperasi sejak Juli 2017 lalu. Perusahaan telah memiliki 100 mahasiswa yang bergabung dan empat klien, yaitu Tokopedia, Telkomsel, Clear (Unilever), dan BCA.

“Target kami selanjutnya adalah memiliki sekitar 60 ribu adsvokator [pengguna Adsvokat] dari kalangan mahasiswa dan 60 klien dari berbagai brand,” kata Daniel.

Simpel dengan pemanfaatan machine learning

Selain menerapkan selfie untuk pengukur kesuksesan kampanye, Adsvokat juga menyematkan tracker di aplikasi untuk melihat aktivitas yang telah dilakukan adsvokator tersebut dalam berbagai medium yang dipilih. Adsvokat memanfaatkan stiker di mobil, helm, smartphone, pakaian sebagai medium.

“Stiker tersebut harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan untuk penempatannya. Idealnya tidak menyatu dengan stiker dari brand lainnya. Satu orang adsvokator bisa memilih 3 medium dari brand yang dipilih untuk satu kampanye, kata COO Adsvokat Achmad M Usa.

Meskipun teknologi yang digunakan terbilang sederhana, Adsvokat mengklaim menggunakan teknologi machine learning untuk bisa menentukan berapa banyak adsvokator dari kalangan mahasiswa yang tertarik dengan kampanye yang ada, hingga berapa banyak produk pendukung yang dibutuhkan oleh masing-masing kampanye tersebut.

“Kami juga memastikan agar aplikasi Adsvokat tidak menghabiskan daya batere di smartphone. Kami terapkan optimasi data dengan metode kompresi yang komprehensif. Dengan cara tersebut bisa menghindari pemrosesan data secara berkala dan tentunya menghemat batere smartpone,” kata CTO Adsvokat Heru Herlambang.

Fitur referral

Meskipun metode pengukuran yang dimiliki Adsvokat saat ini terbilang belum menyeluruh, namun melalui fitur referral, yaitu mengajak 10 teman untuk membantu kegiatan pemasaran, Adsvokat berharap bisa menjadi medium kegiatan pemasaran yang belum banyak dikembangkan oleh layanan lainnya. Sebagai jembatan antara brand dan pengguna, Adsvokat mengklaim cara tersebut sangat ampuh untuk kegiatan pemasaran secara offline.

“Impresi untuk produk saat ini memang terbilang kecil pengukurannya dibandingkan dengan advokasi secara langsung, yaitu memanfaatkan sistem referral untuk memperluas kegiatan pemasaran yang ada,” kata Daniel.

Application Information Will Show Up Here

Daniel Tumiwa Dirikan Adsvokat, Startup Adtech dengan Skema Online-to-Offline

Nama Daniel Tumiwa sudah tidak asing lagi di dunia startup Indonesia. Sempat menjabat sebagai CEO OLX Indonesia, akhir bulan Mei 2017 lalu Daniel hengkang dari platform iklan baris tersebut. Kini Daniel membangun sebuah startup baru yang menyasar sektor teknologi periklanan, Adsvokat.

Kepada DailySocial, Daniel mengungkapkan alasan dibalik didirikannya Adsvokat, model bisnis yang dimiliki, dan skema O2O (online-to-offline) bagi dunia periklanan di Indonesia.

Sempat kapok membangun startup

Sebelumnya, sekitar tahun 2008, Daniel sempat membangun startup yang menyasar industri musik. Namun setelah berjalan selama dua tahun, ia tidak bisa membawa perusahaan ke pertumbuhan yang baik dan harus gulung tikar. Pengalaman buruk tersebut yang membuat Daniel enggan untuk membangun startup kembali dan memilih bekerja di perusahaan yang lebih mapan, di antaranya PT Djarum, Multiply, Garuda Indonesia, lalu ke OLX Indonesia.

“Usai saya keluar dari OLX Indonesia, ada beberapa perusahaan yang menawarkan saya untuk bergabung bersama mereka. Namun setelah melakukan diskusi dengan keluarga, saya akhirnya memutuskan untuk membangun startup lagi,” kata Daniel.

Di tahun 2018 ini Daniel melihat, masyarakat Indonesia sudah cukup “mature” menerima perubahan teknologi dan makin semaraknya skema sharing economy yang sukses diperkenalkan Go-Jek. Memanfaatkan teknologi, Go-Jek tidak hanya memberikan lapangan pekerjaan baru bagi mitra pengemudi, namun juga kebiasaan baru menggunakan smartphone untuk berbagai kebutuhan.

“Saat ini inovasi, yang sebelumnya sulit untuk dikembangkan, menjadi mungkin dengan kehadiran teknologi, sekaligus kesiapan masyarakat yang tentunya menjadi target pasar,” kata Daniel.

Inspirasi dari lingkungan sekitar

Melihat tren dan perkembangan di ibukota, Daniel mendapatkan inspirasi mengembangkan memberdayakan medium tradisional dengan memanfaatkan teknologi. Lahirlah ide Adsvokat yang memanfaatkan teknologi dan kebiasaan masyarakat saat ini.

“Penambahan huruf ‘s’ sendiri sengaja kami sematkan untuk mempertegas posisi kami yang menyasar sektor advertising [ads]. Adsvokat ingin mengangkat advertising tradisional ke media digital,” kata Daniel

Berbeda dengan layanan yang dihadirkan perusahaan atau startup adtech yang ada saat ini, Adsvokat justru memanfaatkan peluang offline yang mulai ditinggalkan perusahaan adtech. Kebanyakan saat ini fokus ke segmen digital.

“Cara ini mulai ditinggalkan karena semua perhatian sekarang ke digital, padahal medium advertising tradisional dari dulu hingga ke depannya masih efektif. Salah satu alasan ditinggalkannya cara-cara offline karena belum ada pengukurnya, saya percaya saat ini teknologi memungkinkan untuk mengukur cara ini,” kata Daniel

Memanfaatkan medium tradisional seperti stiker di mobil, helm, kaos, luggage tag, di balik laptop, bahkan di belakang smartphone, Adsvokat ingin mengajak kalangan millennial mempromosikan brand yang disukai secara sukarela dengan rewards berupa penghasilan tambahan.

Pemanfaatan selfie dan penerapan gamification

Secara khusus Adsvokat menyaring ambassador Adsvokat dari kalangan mahasiswa. Nantinya, untuk memperluas kampanye yang ada, ambassador tersebut diminta untuk mengajak 10 orang temannya untuk ikut mempromosikan brand yang dipilih.

“Jadi siapa pun bisa memilih brand yang disuka, kemudian bisa mengadvokasi brand melalui medium pilihan mereka. Sepuluh orang memberikan komentar positif untuk brand tentunya akan menjadi berharga,” kata Daniel.

Cara kerjanya terbilang mudah. Usai melakukan pendaftaran, pengguna diminta memilih kampanye iklan yang masih berjalan di aplikasi Adsvokat. Jika profil pengguna tersebut disetujui, ia bisa memilih jenis medium yang ingin dipromosikan. Lakukan foto selfie sebagai pengukur keberhasilan kampanye tersebut pada setiap pengguna.

“Melalui cara selfie ini nantinya proses pengukuran impresi dari kampanye tersebut didapatkan. Cara yang sangat mudah namun terbilang efektif untuk menjalankan kampanye promosi secara offline,” ujarnya.

Selfie diklaim bisa mengukur impresi, misalnya promosi melalui stiker helm yang ditentukan berdasarkan waktu hingga lokasi. Semua bisa dihasilkan impresinya untuk penentuan rewards.

Dengan metode ini, Daniel mengklaim brand akan memiliki channel yang jelas, bisa diukur, dan memiliki relasi langsung dengan konsumen. Diharapkan hal ini bisa dimanfaatkan menyuarakan kebaikan brand dengan memanfaatkan ambassador Adsvokat.

Jika ambassador tersebut telah mampu menjalankan tugasnya selama 3 bulan dengan beberapa brand, ia akan mendapatkan “kenaikan pangkat” dan berhak untuk mengikuti Adsvokat Youth Conference. Dalam kegiatan ini ambassador akan mendapatkan pengetahuan seputar cara tepat membangun bisnis, digital marketing, dan pengetahuan lainnya langsung dari pakarnya.

“Di sinilah korporasi bisa terlibat langsung untuk memberikan peluang kepada ambassador dari Adsvokat mendapatkan pengetahuan seputar brand, bahkan merekrut tenaga magang dari ambassador Adsvokat tersebut,” kata Daniel.

Untuk menambah jumlah poin, ambassador tersebut juga bisa menikmati gamification berupa tugas-tugas yang harus diikuti dengan pendekatan permainan ala Pokemon Go.

Skema O2O

Dengan model bisnis yang terbilang sangat sederhana namun diklaim mampu memberikan hasil pengukuran yang akurat, Adsvokat diharapkan bisa menjadi tolar ukur penerapan skema O2O bagi sektor periklanan di Indonesia. Saat ini, menurut Daniel, belum ada startup atau platform adtech yang menerapkan cara ini.

“Setelah melakukan pertemuan dengan investor dan pelaku adtech di Indonesia, saya belum melihat ada yang menerapkan cara ini. Model bisnis ini merupakan jalur baru tersendiri yang diharapkan bisa membuka peluang offline di dunia adtech, sesuai dengan standarisasi, impresi dan berapa bayak yang dihasilkan untuk pajak iklan,” kata Daniel.

Application Information Will Show Up Here

Perkuat Portofolio Adtech, MDI Ventures Terlibat Pendanaan untuk Startup Selandia Baru Postr

Bertujuan untuk memperkuat portofolio di industri adtech (teknologi periklanan), MDI Ventures terlibat dalam pendanaan startup asal Selandia Baru, Postr dengan nilai total putaran pendanaan sekitar $2.5 juta. Pendanaan kali ini dipimpin mantan pimpinan SingTel, Koh Boon Hwee.

Memperkuat sinergi portofolio MDI Ventures

Kepada DailySocial, CEO MDI Ventures Nicko Widjaja mengungkapkan, pendanaan tersebut dilakukan MDI setelah sebelumnya Postr telah berkolaborasi dengan produk dari Telkomsel, Roli.

“Postr sebelumnya telah meluncurkan produk yang serupa dengan Roli, yang merupakan produk dari Telkomsel, di lima operator mobile di berbagai negara (Optus di Australia, O2 di Jerman, Singtel di Singapura, Skinny Mobile di New Zealand, dan Globe di Filipina). Melalui pendanaan ini, Postr berencana untuk melakukan ekspansi ke Amerika Latin, Timur Tengah dan India.”

Postr merupakan platform yang bisa digunakan oleh pengguna smartphone untuk memanfaatkan fitur screen lock atau layar kunci di smartphone mereka untuk kemudian digunakan menampilkan iklan dan konten menarik lainnya.

“Tentunya kami dari MDI melihat kolaborasi yang baik antara Postr dengan Telkomsel melalui Roli untuk meningkatkan ARPU. Biaya yang terbilang rendah namun proses deployment yang cepat dan memiliki efek yang baik, merupakan pendekatan yang kami butuhkan untuk meningkatkan customer loyalty,” kata Nicko.

Ditambahkan Nicko, Postr saat ini memiliki teknologi yang menarik untuk diterapkan, sejalan dengan pipeline Telkomsel untuk mempromosikan engagement pelanggan aktif.

“Serupa dengan Postr, portofolio dari MDI memiliki pasar yang beragam di seluruh dunia. Dan kami dari MDI menyambut baik kolaborasi dengan Postr dan portofolio yang lain. Tesis sinergi yang telah kami publikasikan beberapa waktu yang lalu, akan menjadi proses tawar menawar kami, ketika waktunya menyambut portofolio yang baru, yaitu akses pasar yang beragam,” tutup Nicko.

MDI cukup aktif berinvestasi di industri adtech secara global. Termasuk portofolionya adalah Geniee (Jepang), Ematic (Singapura), Kofera (Indonesia), dan LotusFlare (Amerika Serikat)

Adopsi Media Videotron, Startup “Car Advertising” Adroady Resmi Hadir

Adroady, startup yang bergerak di bidang “car advertising”, meresmikan kehadirannya di Indonesia. Tidak seperti kebanyakan pemain di bidang yang sama, startup ini mengadopsi konsep programmatik dari media videotron, sejumlah perangkat IoT, dan machine learning sebagai terobosannya.

“Kami melihat ada peluang dari bisnis car advertising, media iklan stiker kurang menarik karena statis. Setelah riset hampir dua tahun, kami yakin format dengan video ini bisa diterapkan di Indonesia karena ada pasarnya,” terang CEO dan Founder Adroady Edward Halley kepada DailySocial.

Untuk format bisnisnya, Adroady menyediakan perangkat sendiri, terdiri atas videotron yang dirakit sendiri berukuran 1 m x 0,5 m, dua kamera yang terpasang dalam mobil, single board computer (SBC), dan aplikasi untuk pengemudi.

Pengiklan dapat berkreasi lebih leluasa karena format iklan yang disajikan berbentuk video berdurasi 30 detik. Kamera yang terpasang dalam mobil, satu dipakai untuk menghitung objek di belakang kendaraan dan satu lagi untuk pengamanan pengemudi.

SBC juga di pasang dalam mobil mitra pengemudi untuk dihubungkan ke aplikasi. Setiap kali ada pembaruan dari pengiklan akan tersimpan ke dalam server Adroady, dalam lima menit sekali akan dikirimkan notifikasi ke aplikasi. Nanti aplikasi akan mengirimkan data terbaru ke SBC untuk ditampilkan ke videotron.

Aplikasi dipakai untuk menarik data dari SBC terkait hasil impresi yang dihasilkan pengemudi dan dapat dilihat secara langsung oleh pengiklan. Pengemudi tidak perlu mengatur apapun dari smartphone karena semua perangkat sudah terhubung secara programmatik.

Menurut Edward, konsep ini menjamin koneksi internet tetap terjaga karena sinyal yang dipakai berasal dari smartphone pengemudi.

“Ketika pengiklan upload sesuatu dalam dashboard, bisa langsung tayang di mobil-mobil sesuai dengan cakupan area yang diinginkan. Tentunya bagi pengiklan, cara ini akan lebih menarik karena mereka bisa mengatur sendiri jadwal campaign yang diinginkan.”

Dia mengklaim, bila dibandingkan dengan anggaran yang harus dianggarkan pengiklan untuk satu videotron di pinggir jalan, jauh lebih murah tidak sampai setengah harga dari pasaran. Menurutnya, investasi untuk satu videotron umumnya sekitar Rp20 juta.

Adapun, biaya iklan yang harus dikucurkan pengiklan dihitung berdasarkan views dengan rincian US$15 per 1000 views. Sementara pengemudi akan dibayar Rp17 per view.

Target dan rencana pengembangan fitur

Edward melanjutkan, inovasi Adroady berikutnya adalah mendeteksi kendaraan berdasarkan plat dan merek kendaraan untuk menghasilkan metrik baru, yakni unique view. Dengan demikian pengiklan nantinya dapat lebih spesifik menyasar target konsumen sesuai dengan citra brand.

Untuk sementara, metode penghitungan yang dihasilkan Adroady per satu view adalah mendeteksi objek di belakang kendaraan dengan radius dua meter dan sudut 60 derajat. Itu dianggap melihat iklan. Apabila mobil yang sama terus berada di belakang mobil mitra, view hanya akan dihitung sampai empat kali.

“Kami masih proses pengembangan agar bisa deteksi plat dan merek kendaraan. Itu pengembangan lebih lanjut dari machine learning kami untuk jadi vision machine learning.”

Soal penambahan mitra pengemudi, ke depan Adroady akan menjalin dengan agensi untuk merangkul komunitas pengemudi online. Diharapkan sampai akhir tahun ini dapat mengakuisisi 1.000 unit mobil dan mulai ekspansi daerah. Wilayah cakupan Adroady sementara ini baru sekitar Jabodetabek. Tak hanya itu, pihaknya juga mulai mempersiapkan motor sebagai objek iklan.

Sejauh ini Adroady sudah bermitra dengan lima brand sebagai pengiklan. Mereka adalah Rumah.com, Lazada, Nusatrip, Ralali, dan Panorama Tours. Total tim mencapai tujuh orang, dengan jumlah tersebut mampu memproduksi tiga videotron dalam sehari.

Adroady diungkapkan juga telah menerima investasi tahap awal dari angel investor yang merupakan perusahaan marketplace iklan berbasis di Singapura dengan nilai yang tidak disebutkan.

AnyMind Group Officially Launches CastingAsia Marketplace Influencer and TalentMind HR Platform

After previous announcement to launch AI-based recruitment optimation platform SaaS, AnyMind Group, the parent company of AdAsia Holding has officially released TalentMind in Bangkok, Thailand. It was announced in the event that AnyMind is now appointed as the parent company of AsAsia Holdings, covering AdAsia, TalentMind and CastingAsia.

Using the study of depth algorithm

This TalentMind platform targeting B2B will be offered to companies for the easier talent searching, using data from social media, CV and competencies. The process using natural language (NLP) is claimed to narrow the TalentMind search up to the relevant candidates.

“Our HR team has integrated TalentMind to their workload and using the platform to rent additional team for the vertical expanding,” said AnyMind Group’s Co-founder and CEO Kosuke Sogo.

Overall, TalentMind has four stages to determine candidates, begins with the screening using media social data and candidate’s resumee, then analytics to determine framework competency, sourcing to involve the candidates directly on platform and the last is matching candidates to requirements and criteria set.

“We already use AI machine to push influencer match in social media and now escalated into HR industry using series of AI-based solutions in all business aspects,” said Sogo.

CastingAsia marketplace influencer

Targeting micro-influencers, the official CastingAsia is expected to smoothen brand marketing through influencer. On the other hand, influencer can also get profits by joining the marketplace.

“The challenge is how to be an influencer and how to get the right price range. As with the advertiser and brand interested to use influencer in marketing event,” said Shingo Hayashi, CastingAsia’s Regional Head.

Besides CastingAsia as a platform and marketplace, there are other features provided such as CastingAsia engagement as a managed service solution which gives information to marketers regarding local and regional marketing with marketing execution.

“Besides connecting influencer with brand, brand group can also choose the influencer match their criteria in 9 countries where CastingAsia’s products available,” said Hayashi.

To make it easier for brand monitoring the real-time ongoing campaign, there is a dashboard filled with informations to analytics from the campaign for its brand. While influencer can also review its performance by signing up using social media. Later on the landing page, will appear the analytics and the ongoing campaigns, to be followed by influencers.

“Currently we have more than 10 thousand influencers and micro-influencers, we expect to increase it to 50 thousands by 2018,” he added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

AnyMind Group Resmikan Peluncuran Marketplace Influencer CastingAsia dan HR Platform TalentMind

Setelah sebelumnya mengumumkan bakal meluncurkan platform SaaS optimasi rekrutmen berbasis AI, AnyMind Group perusahaan induk dari AdAsia Holding secara resmi meluncurkan TalentMind di Bangkok, Thailand. Dalam kesempatan tersebut turut diumumkan bahwa kini AnyMind ditunjuk sebagai perusahaan induk AdAsia Holdings, yang membawahi AdAsia, TalentMind dan CastingAsia.

Memanfaatkan pembelajaran algoritma mendalam

Platform TalentMind yang menyasar B2B ini nantinya akan ditawarkan kepada perusahaan untuk memudahkan pencarian kandidat pegawai, memanfaatkan data dari media sosial, CV, hingga kompetensi. Pengolahan yang memanfaatkan pemrosesan bahasa alami (NLP) diklaim membuat pencarian TalentMind bisa mengerucut kepada kandidat yang relevan untuk perusahaan.

“Tim HR kami telah mengintegrasikan TalentMind ke dalam alur kerja mereka dan telah menggunakan platform tersebut untuk menyewa tim tambahan untuk perluasan vertikal ini,” kata Co-founder dan CEO AnyMind Group Kosuke Sogo.

Secara keseluruhan, TalentMind memiliki empat fase saat menentukan kandidat, dimulai dengan screening memanfaatkan data media sosial dan resume kandidat, kemudian analytics untuk menentukan kerangka kerja kompetensi, sourcing yaitu melibatkan kandidat secara langsung di platform, dan yang terakhir matching yaitu pencocokan kandidat ke perusahaan berdasarkan model perekrutan dan bakat yang dimiliki kandidat.

Dengan memanfaatkan pembelajaran algoritma mendalam (deep learning), TalentMind ideal digunakan untuk organisasi yang memungkinkan perusahaan menemukan kandidat yang sesuai dengan persyaratan dan kriteria yang ditentukan.

“Kami telah menggunakan mesin AI untuk mendorong pencocokan influencer di media sosial dan sekarang mengeskalasi ke dalam industri HR memanfaatkan serangkaian solusi berbasis AI di seluruh bisnis,” kata Sogo.

Marketplace influencer CastingAsia

Menargetkan influencer micro-influencers, diharapkan CastingAsia yang secara resmi diluncurkan, bisa membantu brand melancarkan kegiatan pemasaran melalui influencer. Di sisi lain, influencer juga bisa mendapatkan profit, jika bergabung dalam marketplace tersebut.

“Kendala saat ini yang banyak ditemukan adalah bagaimana caranya menjadi influencer dan bagaimana influencer tersebut bisa mendapatkan kisaran harga yang tepat. Demikian juga dengan advertiser dan brand yang tertarik untuk memanfaatkan influencer untuk kegiatan pemasaran,” kata Regional Head CastingAsia Shingo Hayashi.

Selain CastingAsia sebagai platform dan CastingAsia sebagai marketplace terdapat fitur lainnya yang tersedia, yaitu CastingAsia engagement, yang merupakan solusi layanan terkelola yang memberikan informasi kepada marketer mengenai pemasaran lokal dan regional serta eksekusi pemasaran.

“Selain menghubungkan influencer dengan brand, pihak brand sendiri dengan mudah bisa menentukan influencer yang cocok sesuai kriteria di 9 negara di mana produk CastingAsia tersedia,” kata Hayashi.

Untuk memudahkan brand memonitor kampanye yang sedang berlangsung secara real-time, disediakan sebuah dashboard yang berisikan informasi hingga analytics dari kampanye tersebut untuk brand. Sementara untuk influencer bisa melihat juga performa dari mereka dengan mendaftarkan diri menggunakan media sosial. Nantinya di landing page tersebut, bisa dilihat juga analytics dan kampanye yang sedang berlangsung dan bisa diikuti oleh influencer.

“Saat ini kami memiliki basis lebih dari 10 ribu influencer dan micro-influencer, kami bertujuan untuk mengembangkannya menjadi 50 ribu pada akhir tahun 2018,” kata Hayashi.

Rencana AdAsia Luncurkan Marketplace “Influencer” untuk Brand dan Advertiser

Besarnya peluang untuk kegiatan pemasaran yang lebih efektif memanfaatkan influencer, menjadikan kegiatan ini pilihan pertama dari brand hingga advertising untuk melancarkan kegiatan pemasaran. Melihat potensi yang menjanjikan tersebut, AdAsia perusahaan teknologi yang fokus kepada adtech di negara Asia Pacific, berencana untuk fokus mengembangkan produk tersebut memanfaatkan Artificial Intelligence (AI).

Kepada media, Co-founder dan CEO AdAsia Kosuke Sogo mengungkapkan, saat ini secara global AdAsia telah memperoleh sekitar 10 ribu influencer, dan menargetkan 100 ribu influencer secara global dalam waktu 1-2 tahun ke depan.

“Dengan memanfaatkan influencer kami bisa membantu brand dan advertiser mendapatkan influencer yang tepat dan relevan memanfaatkan teknologi AI, serta menyebarkan kegiatan promosi tersebut kepada berbagai channel yang kami miliki.”

Di Indonesia sendiri teknologi AI yang digunakan AdAsia untuk mengolah data dan melihat consumer-behaviour diklaim merupakan layanan pertama yang hadir di Indonesia.

Tiga produk unggulan AdAsia

Untuk menampung semua data yang dimiliki oleh AdAsia memanfaatkan teknologi AI, rencananya pada awal tahun 2018 mendatang, AdAsia akan meluncurkan produk terbaru bernama CastingAsia. Dengan platform ini nantinya brand dan advertiser bisa memanfaatkan marketplace influencer yang telah dikumpulkan oleh AdAsia memanfaatkan teknologi Ai dan pengolahan data. Dengan demikian memudahkan brand dan advertiser menemukan influencer yang tepat.

Selain CastingAsia produk unggulan lainnya dari AdAsia adalah AdAsia Digital dan AdAsia Ad Network serta AdAsia Video Network. Sementara klien dari AdAsia kebanyakan datang dari perusahaan OTA, FMCG, layanan e-commerce, ritel hingga produk kecantikan.

“Kami berusaha memanfaatkan teknologi AI di semua layanan yang kami hadirkan, agar bisa lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan klien,” kata Kosuke.

Mendirikan R&D Center di Vietnam

Sejak didirikan pada tahun 2016 lalu, AdAsia telah beroperasi di Singapura, Bangkok, Jakarta, Ho Chi Minh, Hanoi dan Taipei. Dalam waktu dekat AdAsia juga akan melakukan ekspansi ke Uni Emirat Arab serta India. Ekspansi tersebut merupakan salah satu rencana dari AdAsia usai mendapatkan pendanaan Seri A dari JAFCO Asia sebesar $12 juta bulan April 2017 lalu.

“Rencananya kita juga akan membangun data center di Ho Chi Minh untuk mengolah data dan tentunya menerapkan teknologi AI di semua produk yang dimiliki oleh AdAsia,” kata Kosuke.

Disinggung tentang adanya rencana untuk melakukan fundraising tahun 2018 mendatang, Kosuke menyebutkan saat ini belum memiliki rencana, namun melihat besarnya minat dari beberapa investor yang ingin berinvestasi di AdAsia, Kosuke dan tim masih membuka peluang untuk melakukan fundraising.

Perluasan ke platform SaaS HR

Meskipun mengklaim sebagai perusahaan yang bergerak dibidang periklanan, namun tahun 2018 mendatang AdAsia akan melebarkan bisnisnya dengan menghadirkan produk SaaS (software-as-a-Service) berupa HR platform memanfaatkan teknologi AI.

“Dengan software ini nantinya bisa membantu perusahaan menemukan kandidat yang tepat memanfaatkan data dari berbagai sumber yang diolah memanfaatkan teknologi AI,” tutup Kosuke.

Kaskus Pours Strategic Investment at Adtech Startup ProPS

Kaskus, social commerce platform, announces strategic investment for ProPS (PT Promedia Punggawa Satu), an adtech company with unspecified investment value. This is a limited investment and Kaskus is a minority and passive shareholder.

ProPS CEO, Edi Taslim, to be joining GDP Venture, Kaskus majority shareholder, to assist Kaskus business development.

The main reason behind Kaskus investment in ProPS is its experienced founding team that make the company successfully market their products in a short time. It’s hoping that ProPS existence can complete Kaskus advertising technology.

“Data driven advertising initiatives and platform developed by ProPS play an important role in completing the digital advertising ecosystem. We believe ProPS can complete Kaskus’ advertising technology,” said Kaskus CEO, On Lee, in an official statement, Friday (17/11).

ProPS develops data management platform and publisher trading desk. The company was founded in March 2016 by Edi Taslim and Ilona Juwita.

Company’s mission is to advance publishers and advertisers by empowering ProPS to understand the audience. That includes maximize the use of 1st, 2nd, and 3rd party data for the purpose of audience buying and selling recommendation. Content recommendation and product experience is included.

“Since the very beginning, ProPS is already committed to support local publishers. Kaskus’ network and experience will provide ProPS an opportunity to strengthen technology services and to utilize audience data for digital advertising,” said Taslim.


Original article is in Indonesian, translated by Kristian Siagian

Application Information Will Show Up Here

Cepatswipe, Layanan Iklan di Pengunci Layar Besutan Swiperich Khusus Pasar Indonesia

Model mobile advertising masih terus dieksplorasi sampai saat ini. Tingginya penetrasi dan pertumbuhan perangkat membuat masa depan iklan di perangkat bergerak ini terlihat cukup menjanjikan. Hal ini yang juga diyakini oleh Cepatswipe, pengembang platform lockscreen advertising bagian dari Swiperich Pte. Ltd., sebuah perusahaan digital bermarkas di Singapura. Sebagai informasi, selain memiliki Cepatswipe di Indonesia, mereka juga memiliki Agila Rewards di Filipina.

Produk lockscreen advertising saat ini sudah sangat banyak di pasaran, baik di pasar luar maupun pasar lokal. Hal tersebut tentu memaksa setiap pemainnya untuk memiliki nilai unik, baik yang ditawarkan kepada konsumen atau brand produk sebagai mitra bisnis. Untuk menggali informasi lebih lanjut seputar Cepatswipe dan strateginya untuk pangsa pasar Indonesia, DailySocial berbincang dengan Teguh Kurniawan Harmanda (Manda) selaku Head of Business Development Cepatswipe Indonesia.

“Walaupun Swiperich didirikan di Singapura, 80% dari tim adalah orang Indonesia, dan semua engineer kami adalah orang Indonesia yang tinggal di berbagai kota di Indonesia,” ujar Manda.

Tim Cepatswipe menyadari betul bahwa model periklanan yang ditawarkan bukan yang pertama di Indonesia dan bukan satu-satunya. Menurut Manda, yang membedakan Cepatswipe dengan layanan lain, pihaknya memiliki rekanan untuk penjualan di Indonesia, yaitu Alternative Media Group (AMG) merupakan salah satu pionir di bidang DOOH (Digital Out of Home) terbesar di Indonesia.

“Dari sisi mitra bisnis, kami memberikan targeting user yang lebih spesifik dari campaign yang dilakukan. Sehingga diharapkan data yang dihasilkan ke advertiser lebih berkualitas. Selain itu tujuan kami adalah membawa dari online marketing ke offline store untuk convert ke penjualan,” lanjut Manda.

Bukukan lebih dari 200 ribu pengguna sejak Mei 2017

Sejak soft launching yang dilakukan akhir bulan Mei 2017, Cepatswipe mengklaim telah memiliki lebih dari 200 ribu pengguna. Di balik itu Manda turut menceritakan, bahwa sempat ada hacker yang juga coba membobol sistem Cepatswipe, yang menjadikan tim engineer harus berusaha keras untuk memastikan layanan tetap prima, sembari memperkuat sistem keamanan. Tidak bisa pungkiri, banyak pengguna yang merasa jengkel dengan kehadiran iklan di aplikasi ponsel pintar.

“Tidak ada yang salah dengan promo, iklan, dan konten yang bermanfaat lainnya. Hanya bagaimana mengemas dalam bentuk yang lebih menarik dan ditambahkan dengan rewards yang rutin diberikan ke user,” jelas Manda.

Apa yang dilakukan Cepatswipe ingin lebih dari hanya menampilkan iklan di layar pengunci ponsel pengguna. Bagi brand, Cepatswipe juga menyuguhkan data dan analisis dan tren penjualan produknya. Layar kunci Cepatswipe tidak hanya menampilkan promo atau iklan, tetapi juga bisa membuat polling untuk disebar ke pengguna yang kemudian bisa menjadi pertimbangan bagi brand untuk membuat keputusan dan strategi marketing bagi produk brand tersebut.

“Pada saat pengguna Android ingin membuka HPnya, maka perhatian mereka sedang tertuju ke layar yang secara fullscreen menampilkan iklan. Dengan begitu maka brand mendapatkan perhatian penuh dari pengguna,” kata Manda menjelaskan efektivitas iklan di layar pengunci ponsel.

Mendapat investasi dari Pedals

Beberapa waktu lalu, pada pagelaran Product Development Conference yang digelar di Jakarta, Swiperich bertemu dengan Pedals. Pertemuan tersebut berlanjut pada diskusi intensif yang berujung pada kucuran pendanaan Pedals ke Swiperich. Tidak ada informasi detail mengenai seberapa besar pendanaan yang diterima. Pasca pendanaan tersebut, Cepatswipe melakukan grand launching di acara International AdAsia 2017 di Bali pada 8 November 2017 kemarin.

“Melalui pendanaan yang kami dapatkan, berencana untuk kembali agresif dari sisi marketing dan product development agar menjadi layar kunci advertising terfavorit dan menjadi tujuan brand untuk memasang campaign-nya di aplikasi Cepatswipe,” pungkas Manda.