Halodoc Angkat Aldi Haryopratomo Jadi Dewan Penasihat, Ungkap Ambisi Ekspansi Regional

Startup healthtech tumbuh subur selama pandemi karena meningkatnya awareness masyarakat terhadap kesehatan. Halodoc sebagai salah satu pemain di industri ini turut memaparkan sejumlah pencapaian dan rencana bisnis yang akan dilakukan pada tahun ini.

Dalam kesempatan yang sama, perusahaan juga mengangkat Aldi Haryopratomo sebagai bagian dari Board of Advisor. Sebelumnya, Aldi merupakan CEO Gopay dan Founder Mapan, saat ini juga menjabat sebagai komisaris di eFishery.

Seperti diketahui, Gojek merupakan investor awal dari Halodoc, saat ini layanan telemedicine-nya juga sudah diintegrasikan ke dalam aplikasi ride-hailing tersebut. Begitu pun eFishery, lengan investasi Gojek memimpin pendanaan seri B mereka.

Kehadiran Aldi dengan wawasannya di industri fintech pembayaran untuk segmen mikro diharapkan dapat memberi banyak masukan kepada Halodoc untuk pengembangan berikutnya. Semisalnya, pengalaman Aldi saat mengembangkan layanan keuangan Gopay ke negara-negara di mana Gojek ekspansi.

Pasalnya, Co-Founder & CEO Halodoc Jonathan Sudharta menuturkan, kini Halodoc juga berambisi untuk ekspansi regional, membawa hasil pembelajaran dari Indonesia untuk negara yang disasar. Belum ada informasi lebih lanjut kapan rencana tersebut dapat terealisasi.

Ia bilang, dirinya dan Aldi sudah mengenal semenjak remaja. Dari awal ia mulai merintis Halodoc pada empat tahun lalu, Aldi menjadi salah satu rekan diskusi rutin yang banyak memberikan masukan. “Bergabungnya Aldi sebagai bagian keluarga besar Halodoc akan memperkuat misi Halodoc dalam menjembatani akses kesehatan bagi lebih banyak masyarakat Indonesia,” ujarnya dalam konferensi pers virtual, Senin (1/3).

Turut menambahkan terkait ekspansi, Aldi berpendapat bahwa fintech dan kesehatan adalah industri yang saling mirip, baik itu karena penuh regulasi dan tiap negara punya regulasi yang berbeda-beda. “Tapi keduanya punya potensi yang menarik. Yang terpenting fondasi harus kuat, mencari tim lokal yang mengerti bagaimana bisa mengembangkan startup di lokasi tersebut,” kata Aldi.

Pencapaian bisnis Halodoc dan tren pengguna

CMO Halodoc Dionisius Nathaniel menjelaskan, perusahaan banyak melakukan adaptasi sepanjang tahun lalu, mengingat awareness masyarakat terhadap layanan seperti Halodoc meningkat. Dirunut dari awal Maret 2020, Halodoc memulainya dengan menambah suplai kemitraan dengan dokter untuk layanan telemedicine, hingga kini jumlahnya telah mencapai lebih dari 20 ribu dokter umum dan spesialis.

“Di bulan yang sama kami berinisiatif untuk meluncurkan AI chatbot untuk mengecek risiko Covid-19. Traction-nya cukup baik ada 12 juta orang yang sudah pakai ini,” tuturnya.

Bulan berikutnya, Halodoc meluncurkan fasilitas drive thru rapid test di berbagai lokasi dan membuat janji untuk tes Covid-19. Memasuki kuartal III 2020, perusahaan menambah jumlah psikolog hingga 200 orang karena mendapati tingginya permintaan konsumen untuk berkonsultasi ke psikiater, yang kemungkinan disebabkan sulitnya menyesuaikan diri dengan kondisi pandemi.

Lalu, pada kuartal terakhir menambah fitur konsultasi Dokter Hewan. Dion mengungkapkan fitur terakhir ini berhasil tumbuh secara organik meski perusahaan tidak melakukan kegiatan pemasaran. Di samping itu, menambah rangkaian fitur wellness seperti kalender kehamilan, kalender menstruasi, kalkulator BMI, dan pengingat obat.

Dari keseluruhan inovasi tersebut, Halodoc berhasil meningkatkan jumlah pengunduh hingga dua kali lipat secara yoy. Terdapat 18 juta pengguna aktif bulanan dan trafik dari pembaca artikel juga naik dua kali lipat. Mayoritas pengguna ini datang dari kota besar, seperti Jakarta, Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Surabaya.

Dari segi umur, kebanyakan mereka berada di kelompok usia 21-20 tahun, dengan komposisi perempuan 60% daripada laki-laki 40%. Adapun, layanan Halodoc yang paling banyak digunakan adalah telekonsultasi (naik 10x lipat), toko kesehatan (5x lipat), dan buat janji (3x lipat).

Adapun jumlah tes Covid-19 yang sudah difasilitasi Halodoc mencapai lebih dari 600 ribu tes, mayoritas masyarakat memilih swab antigen ketimbang tiga jenis tes Covid-19 lainnya (rapid antibodi, PCR, dan serologi). Sementara itu, jumlah mitra rumah sakit dan apotek kini sudah lebih dari 4 ribu mitra, lebih dari 20 ribu dokter umum dan spesialis, dan 22 penyedia asuransi.

Dari seluruh pencapaian ini, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesai Halodoc, misalnya persebaran pengguna yang masih di kota besar dan kelompok usia di generasi milenial. Padahal, bila diamati layanan kesehatan ini sebenarnya juga dibutuhkan oleh para orang tua.

“Ini jadi tantangan bagi kami bagaimana memperluas akses kesehatan karena secara umum masih banyak masyarakat yang belum terbiasa dengan layanan telekonsultasi,” kata Dion.

Oleh karena itu, edukasi perlu digencarkan dan kolaborasi dengan berbagai pihak akan dilanjutkan perusahaan untuk menciptakan lebih banyak dampak sosial yang lebih luas.

Application Information Will Show Up Here

Aldi Haryopratomo is Appointed as eFishery Commissioner

The Aquaculture startup eFishery appointed Aldi Haryopratomo as a commissioner. Aldi’s figure as the former CEO of GoPay is considered relevant for a company that is currently entering a hypergrowth period, in order to reach millions of fish cultivators in Asia.

Aldi will step down as CEO effective January 2021, after serving for three years. Now Andre Soelistyo, Hans Patuwo, and Ryu Suliawan are jointly developing the payment sector at Gojek Group.

In an official statement, eFishery Founder & CEO Gibran Huzaifah said the company needed an experienced person in the startup field in developing the eFishery business. He expects Aldi can provide direction so that eFishery can grow and reach 1 million fish farmers over the next three years, increasing positive socio-economic impacts in the aquaculture ecosystem.

“Aldi shares the same vision with us. In addition, he has superior experience and expertise in developing products and building organizations that target MSMEs, rural communities, and the informal sector to have an impact on a massive scale, such as when GoPay and Mapan reached millions of users,” Gibran said, Thursday (21/1).

eFishery itself received series B funding from Go-Ventures and Northstar Group in August 2020, targeting to provide comprehensive and integrated services, from cultivation operations, financing, to distribution.

Personally, Aldi and Gibran met for the first time in 2015, when Gibran was chosen to be Endeavor Entrepreneur and Aldi became a mentor. Finally, the two of them meet regularly to discuss eFishery direction.

There is a common vision & mission between the two, both promote the community in the village. At that time, Aldi was building Mapan (formerly known as RUMA), an online social gathering application that focuses on rural communities, right before Mapan was fully acquired by Gojek in 2017.

Aldi also said that Indonesia needs more entrepreneurs like Gibran and startups like eFishery to reach MSMEs which still find it difficult to benefit from technology. “I am grateful to be a small part of eFishery until now. Hopefully, eFishery can continue to recruit the nation’s best young generation and help millions of fish cultivators.”

Last year, eFishery reached a 4 times increase in revenue compared to the previous year. The company’s innovations have been acknowledged to have helped farmers increase their production capacity by 26% which resulted in an increase in farmers’ income by up to 45%.

This year, the company targets to launch an integrated Smart Farming Solution service specifically designed to increase the efficiency and productivity of shrimp farming. The company wants to participate in realizing the government’s target to increase shrimp exports by 250% in 2024.

Application Information Will Show Up Here

Aldi Haryopratomo Ditunjuk sebagai Komisaris eFishery

Startup akuakultur eFishery mengangkat Aldi Haryopratomo sebagai komisaris. Sosok Aldi selaku eks CEO GoPay dianggap relevan buat perusahaan yang saat ini memasuki periode hypergrowth, dalam rangka merangkul jutaan pembudidaya ikan di Asia.

Aldi mundur sebagai CEO efektif per Januari 2021, setelah menjabat selama tiga tahun. Kini Andre Soelistyo, Hans Patuwo, dan Ryu Suliawan bersama-sama mengembangkan lini pembayaran di Gojek Group.

Dalam keterangan resmi, Founder & CEO eFishery Gibran Huzaifah mengatakan, perusahaannya membutuhkan sosok berpengalaman di bidang startup dalam pengembangan usaha eFishery. Ia berharap Aldi dapat memberikan arahan agar eFishery dapat tumbuh dan menjangkau 1 juta pembudidaya ikan selama tiga tahun ke depan, meningkatkan dampak sosial ekonomi yang positif dalam ekosistem akuakultur.

“Aldi berbagi visi yang sama dengan kami. Selain itu, ia memiliki pengalaman dan keahlian unggul dalam mengembangkan produk dan membangun organisasi yang menyasar UMKM, masyarakat rural, dan sektor informal untuk bisa memberikan dampak di skala yang masif, seperti saat GoPay dan Mapan yang sudah mencapai jutaan pengguna,” kata Gibran, Kamis (21/1).

eFishery sendiri memperoleh pendanaan seri B dari Go-Ventures dan Northstar Group pada Agustus 2020, menargetkan untuk menyediakan layanan menyeluruh dan terintegrasi, mulai dari operasional budidaya, pembiayaan, hingga distribusi.

Secara personal, Aldi dan Gibran bertemu pertama kali di 2015, ketika Gibran terpilih menjadi Endeavor Entrepreneur dan Aldi menjadi mentor. Akhirnya, mereka berdua bertemu secara rutin untuk berdiskusi terkait arahan buat eFishery.

Ada kesamaan visi misi antara keduanya, yakni sama-sama memajukan masyarakat di desa. Kebetulan saat itu, Aldi sedang membangun Mapan (dulu bernama RUMA), aplikasi arisan online yang fokus ke masyarakat desa, tepat sebelum Mapan diakuisisi penuh oleh Gojek pada 2017.

Aldi turut menambahkan, Indonesia membutuhkan lebih banyak entrepreneur seperti Gibran dan startup seperti eFishery yang ingin menjangkau UMKM yang sulit memperoleh manfaat dari teknologi. “Saya bersyukur bisa menjadi bagian kecil dari eFishery hingga kini. Semoga eFishery bisa terus merekrut pemuda pemudi terbaik bangsa dan membantu jutaan pembudidaya ikan.”

Tahun lalu eFishery mencatatkan peningkatan pendapatan hingga empat kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Inovasi perusahaan yang sudah dirilis, tercatat telah membantu pembudidaya dalam meningkatkan kapasitas produksi sebesar 26% yang berdampak pada peningkatan pendapatan para pembudidaya hingga 45%.

Pada tahun ini perusahaan menargetkan dapat meluncurkan layanan terpadu Smart Farming Solution yang didesain khusus untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas budidaya komoditas udang. Perusahaan ingin turut serta dalam merealisasikan target pemerintah untuk meningkatkan ekspor udang hingga 250% di 2024 mendatang.

Application Information Will Show Up Here

Gojek to Reshuffle Management for Financial Business Effectivity

Yesterday (18/11), Gojek announced the reshuffle of the C-level management structure to strengthen the company’s two main portfolios, namely services under Gojek and financial which will be effective as of January 2020.

Co-CEO Gojek will share the tasks. Kevin Aluwi will lead the Gojek service, while Andre Soelistyo will lead the digital and financial payment line. They both remain as Co-CEOs of Gojek Group. Changes only occur at the operational level of the company, so they do not have an impact on the organizational structure as a group.

“We will continue our role as Co-CEO of the Gojek Group, but each of us will have a more specific scope and responsibilities going forward,” said Kevin and Andre in an official statement.

Andre will lead three business units, digital payments (Gopay), financial services such as PayLater, and B2B and merchant solutions.

Both of them explained that in the development of two large business portfolios under the Gojek Group, namely services under the Gojek brand and digital & financial payment services, they have grown bigger. Each portfolio requires different skills and focus.

The management focus on strengthening these two portfolios was carried out due to the stronger corporate fundamentals this year. Total GTV on the Gojek group platform reached $12 billion, increased by 10% from the previous year. Meanwhile, GTV Gopay grew to exceed the total transaction value in the pre-pandemic period.

“Therefore, we must optimize our team to maximize the growth of each of these big businesses. [..] Now is the right time to look back at our business and ensure that Gojek can run optimally, therefore, it will be even more successful in the future. ”

Another line shifting of management is that Hans Patuwo will head the payments business, previously he served as COO of Gojek for nearly three years. Moreover, Ryu Suliawan will lead the B2B and merchant solutions. He previously held the position of Head of Merchants Gojek and also Founder of Midtrans, a payment gateway company that was acquired by Gojek in 2017.

Andre, Hans, and Ryu will develop payment lines next year, Gojek’s current financial business is led by Aldi Haryopratomo as CEO of Gopay who has served for three years. Aldi will step down next year, it was not clear about his next venture.

“Under Aldi’s leadership, Gopay has grown rapidly and has become an important part of the way Indonesians transact. Gojek will always be grateful for Aldi’s services and contributions [..] Aldi will continue to be a friend and advisor who is trusted and respected by everyone in the Gojek Group,” Andre added.

Aldi also said, “I am very grateful to be able to be a part of the development of Gopay and with the team that has helped build the company into what it is today. [..] I am confident that the company will continue to provide access to financial services for the people who need it most.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Gojek Rombak Manajemen Untuk Perkuat Bisnis Finansial

Kemarin (18/11), Gojek mengumumkan perubahan struktur manajemen C-level untuk perkuat dua portofolio utama perusahaan, yakni layanan di bawah Gojek dan finansial yang efektif berlaku per Januari 2020.

Co-CEO Gojek akan berbagi tugas. Kevin Aluwi akan memimpin layanan Gojek, sementara Andre Soelistyo pimpin lini pembayaran digital dan finansial. Mereka berdua tetap menjabat sebagai Co-CEO Gojek Group. Perubahan hanya terjadi di tataran operasional perusahaan, sehingga tidak berdampak terhadap struktur organisasi secara grup.

“Kami akan melanjutkan peran kami sebagai Co-CEO Gojek Group, namun masing-masing dari kami akan memiliki ruang lingkup dan tanggung jawab yang lebih spesifik ke depannya,” ujar Kevin dan Andre dalam pernyataan resmi.

Andre akan memimpin tiga unit usaha, yaitu pembayaran digital (Gopay), layanan jasa keuangan seperti PayLater, dan solusi B2B dan merchant.

Keduanya menjelaskan, dalam perkembangan dua portofolio bisnis besar di bawah Gojek Group, yaitu layanan di bawah brand Gojek dan layanan pembayaran digital & keuangan telah tumbuh semakin besar. Tiap portofolio membutuhkan keahlian dan fokus yang berbeda.

Penguatan fokus manajemen pada kedua portofolio ini dilakukan menyusul fundamental perusahaan yang semakin kuat pada tahun ini. Total GTV di dalam platform Gojek group mencapai $12 miliar naik 10% dari tahun sebelumnya. Sementara, GTV Gopay tumbuh melebihi total nilai transaksi di masa pra-pandemi.

“Oleh karena itu, kami harus mengoptimalkan tim kami untuk memaksimalkan pertumbuhan dari masing-masing bisnis besar tersebut. [..] Saat ini merupakan saat yang tepat untuk melihat kembali bisnis kami dan memastikan Gojek dapat berjalan semakin optimal agar semakin sukses lagi di masa depan.”

Jajaran manajemen lainnya yang ikut bergeser adalah Hans Patuwo akan mengepalai bisnis pembayaran, sebelumnya ia menjabat sebagai COO Gojek selama hampir tiga tahun. Kemudian, Ryu Suliawan akan memimpin lini untuk solusi B2B dan merchant. Ia sebelumnya memegang posisi sebagai Head of Merchants Gojek yang juga Founder Midtrans, perusahaan payment gateway yang diakuisisi Gojek pada 2017.

Andre, Hans, dan Ryu akan mengembangkan lini pembayaran pada tahun depan, saat ini bisnis keuangan Gojek dipimpin oleh Aldi Haryopratomo sebagai CEO Gopay yang sudah menjabat selama tiga tahun. Aldi akan mundur mulai tahun depan, tidak dijelaskan ke mana ia akan berlabuh.

“Di bawah kepemimpinan Aldi, Gopay telah berkembang pesat dan telah menjadi bagian penting dari cara masyarakat Indonesia bertransaksi. Gojek akan selalu berterima kasih atas jasa dan kontribusi Aldi [..] Aldi akan terus menjadi sahabat dan penasihat yang dipercaya dan dihormati semua orang di Gojek Group,” imbuh Andre.

Aldi menambahkan, “Saya sangat bersyukur dapat bisa menjadi bagian dari perkembangan Gopay dan bersama tim yang telah membantu membangun perusahaan menjadi seperti sekarang ini. [..] Saya yakin bahwa perusahaan akan terus memberikan akses ke layanan keuangan bagi masyarakat yang paling membutuhkan.”

Application Information Will Show Up Here

GoFood and GoPay Optimism for Gojek to be a Profitable Company

GoFood and GoPay are known as Gojek’s two main businesses with the most significant growth of all services. Last year, GoFood is said to gain $2 billion revenue, 50 million transactions per month and grow by 2.5 times. While GoPay contributes for $6.3 billion, not to mention the growth rate.

In one of the sessions by PE-VC Summit 2020 last week (1/15), inviting Gojek’s Chief Food Officer, Catherine Hindra and Gopay’s CEO Aldi Haryopratomo to dig more insights on how the two services play role in Gojek’s business.

Aldi said, 2019 is a good year for business growth, also the beginning of efficiency strategy. How to make the most of every penny from investor’s pocket, engineer’s time management has finally paid off. “This is one of the benefits of being a low capitalized player in this industry,” he said.

The urge of efficiency actually comes from the investors and most are private equity, among those are Northstar and Warburg Pincus. Both are encouraging founders to run Gojek’s business as prudent.

Catherine also said, all the initiatives from investors have directed Gojek to the right business model into profitability. By the time, the benchmark of Gofood’s achievement grows in terms of the transaction number, into gross transaction value (GTV), and now revenue.

We’re now on the right track, the progress is in line with our plan. That’s [the information] it,” he said.

Gofood’s significant growth is actually not in comparison to a similar industry in China. Food delivery in China has reached 13%-15% of the total consumption, while Indonesia is still a long way to go. Therefore, some of China’s innovations often become a role model.

He also highlighted the achievement of Gofood and Gopay is not simply due to its features, but also each other’s bound in one ecosystem.

“we’re not working individual, but as a company that gives the holistic solution. This is what makes us different from others.”

In fact, the company’s DNA has given the whole solution to consumers. Therefore, not only about digital payment and food delivery but the whole daily aspect.

To compare with Grab, Gojek’s funding has a big gap. Since it was founded in 2010, Gojek has secured $3 billion funding in 12 rounds. While Grab reached $9 billion in 12 rounds. Therefore, Gojek has enough cash for a tech company in ASEAN.

In order to build the regional existential, Grab performs expansion in an organic and inorganic way. In a way to make Uber an acquisition in the ASEAN market. While Gojek is just begun the expansion in late 2018.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Keyakinan GoFood dan GoPay Bawa Gojek Jadi Perusahaan “Profitable”

GoFood dan GoPay kini dikenal sebagai dua bisnis utama Gojek yang paling cepat pertumbuhannya ketimbang layanan lain. Pada tahun lalu, disebutkan GoFood mencetak revenue $2 miliar, 50 juta transaksi per bulan dan pertumbuhan naik 2,5 kali lipat. Sementara Gopay berkontribusi $6,3 miliar, meski pertumbuhannya tidak disebutkan.

Dalam salah satu sesi yang diangkat Indonesia PE-VC Summit 2020 pekan lalu (15/1), mengundang Chief Food Officer Gojek Catherine Hindra dan CEO GoPay Aldi Haryopratomo untuk membahas lebih dalam bagaimana kedua layanan ini berperan dalam bisnis Gojek.

Aldi menerangkan, 2019 adalah tahun yang baik dalam hal pertumbuhan bisnis, sekaligus dimulainya strategi efisiensi. Bagaimana memaksimalkan setiap dolar uang investor yang keluar, pembagian waktu engineer, sudah terbayar penuh. “Inilah salah satu keuntungan menjadi pemain berkapitalisasi rendah di industri ini,” ucapnya.

Dorongan efisiensi ini sebenarnya datang tak lain dari para investor yang kebanyakan adalah private equity, di antaranya Northstar dan Warburg Pincus. Keduanya mendorong para founder untuk menjalankan Gojek dengan cara yang prudent.

Catherine menambahkan, seluruh dorongan para investor membuahkan GoFood dalam model bisnis yang sesuai dengan arah profitabilitas. Dari waktu ke waktu, benchmark pencapaian GoFood berkembang dari awalnya angka transaksi, menjadi gross transaction value (GTV), dan sekarang revenue.

“Sekarang kita ada track yang benar, progresnya sesuai dengan yang kita rencanakan dari awal. Baru itu (informasi) yang bisa saya bagikan,” katanya.

Pencapaian GoFood yang pesat, sebenarnya belum seberapa dibandingkan industri serupa di Tiongkok. Industri food delivery di sana penetrasinya sudah mencapai 13%-15% dari total konsumsi, sedangkan di Indonesia masih jauh di bawah itu. Alhasil, berbagai inovasi yang diterapkan di negeri tirai bambu tersebut seringkali menjadi acuan para pemain food delivery.

Dia juga menekankan pencapaian GoFood dan GoPay sebenarnya bukan karena fitur-fitur layanan yang disediakan oleh masing-masing, melainkan keterikatannya satu sama lain di dalam satu ekosistem yang sama.

“Kami tidak bekerja secara individu, tapi sebagai grup perusahaan yang memberikan solusi secara holistik. Mungkin ini yang membedakan kami dengan yang lainnya.”

Pasalnya, DNA yang ditanamkan dalam perusahaan adalah memberikan solusi kepada konsumen secara keseluruhan. Sehingga tidak hanya menyentuh soal pembayaran digital dan food delivery saja, tapi seluruh aspek kehidupan sehari-hari.

Dibandingkan Grab, perolehan dana yang diperoleh Gojek bisa dikatakan cukup terpaut jauh. Sejak didirikan di 2010, Gojek mengantongi pendanaan $3 miliar dalam 12 putaran. Sedangkan Grab mencapai $9 miliar dalam 12 putaran. Meski demikian, nominal yang didapat Gojek tergolong cukup besar untuk perusahaan teknologi yang beroperasi di ASEAN.

Dalam memperkuat eksistensinya di regional, Grab melakukan ekspansi baik secara organik maupun anorganik. Salah satunya melalui akuisisi Uber khusus untuk operasionalnya di ASEAN. Sementara Gojek sendiri baru mulai keluar kandang menjelang akhir 2018.

Application Information Will Show Up Here

Petinggi Dana, GoPay, LinkAja, dan Ovo Tanggapi Strategi Bakar Uang

Strategi ‘bakar uang’ lumrah dipakai oleh perusahaan baru dalam mengakuisisi konsumen dalam waktu yang singkat. Ada pro kontra bila ini dilakukan dalam waktu lama. Selain tidak sehat untuk industri, juga konsumen akan didorong untuk hidup konsumtif.

Bagaimana para pemain fintech pembayaran menanggapi strategi ini? Pertanyaan ini diangkat dalam salah satu sesi di Indonesia Fintech Summit & Expo 2019 hari kedua, kemarin (24/9). Mengundang Aldi Haryopratomo (GoPay), Harianto Gunawan (Ovo), Vincent Iswara (Dana), Danu Wicaksana (LinkAja), dimoderatori oleh Ketua Aftech Niki Luhur.

Seluruh pemain sepakat bahwa promosi dilakukan untuk mengedukasi masyarakat yang sehari-harinya masih menggunakan transaksi tunai dalam kesehariannya. Harianto mengelaborasi lebih dalam. Dia menjelaskan ada dua hal yang membuat konsumen mau beralih dan menggunakan aplikasi pembayaran, yakni kepercayaan dan kenyamanan.

“Proses bank dalam bangun kepercayaan di pasar sampai bertahun-tahun, kita [perusahaan teknologi] tidak bisa melakukan seperti itu. Cara tercepat dalam meraih kepercayaan, siapa itu kita, perlu dengan insentif. Ini adalah investasi terbesar yang perlu dilakukan untuk bangun kepercayaan,” katanya.

Untuk bisa mendorong orang pindah dari transaksi tunai ke nontunai, butuh proses. Terlebih, menurutnya mayoritas penduduk di Asia Tenggara masih menggunakan tunai. Di Indonesia saja, layanan pembayaran digital masih di bawah 10%.

Sepakat dengan Harianto, Aldi menambahkan insentif itu dibutuhkan untuk mengalihkan orang dari tunai ke non tunai. Namun dia menekankan, insentif yang diberikan harus kepada orang yang tepat dan waktu yang tepat pula. Pun, insentif tidak hanya diberikan ke pembeli saja, tapi juga ke mitra penjual.

“Mitra kami mayoritas adalah UKM, ketika kami beri insentif, mereka bisa merasakan langsung dampaknya. Penjualan mereka naik double. Dari sini, mereka akan merasa perlu untuk geser ke non tunai.”

Sementara itu, Vincent juga menekankan bahwa promosi itu bukan satu-satunya hal yang mendorong masyarakat untuk beralih ke digital. Menurutnya yang terpenting adalah akses, bagaimana mereka bisa memanfaatkan layanan ini untuk top up dan cash out semudah bertransaksi tunai.

Pasalnya, bertransaksi digital ini tidak mengurangi nominal saldo yang ada di ATM. Makanya Dana fokus perbanyak kerja sama untuk keagenannya, beberapa nama di antaranya Ramayana, Bukalapak, dan Alfa Group.

“Pada akhirnya ini mengenai edukasi, burning money untuk mengubah gaya hidup digital itu tidak murah, butuh effort, waktu, dan mindset.”

Vincent mencontohkan, kejadian nyata ini dialami sendiri oleh Dana saat menggelar acara offline. Konsumen tidak perlu bayar apapun asalkan mengunduh aplikasi Dana untuk bertransaksi di dalamnya. Menariknya dari total pengunjung, hanya 20% yang mau untuk pakai Dana.

“Kejadian ini mindblowing. Saya tanya ke mereka kenapa tidak mau pakai? Mereka bilang kurang nyaman sehingga lebih baik pakai tunai saja. Ini memperlihatkan butuh effort ekstra untuk mengubah mindset.”

Terakhir, Danu mengaku pihaknya lebih memilih untuk bakar uang secara tepat guna. Dengan menggabungkan pengalaman dari tiga bank pemegang saham di balik Dana dengan semangat agility dari startup, menghasilkan insight penting agar perusahaan lebih cerdas dalam bakar uang.

“Ada dua metrik yang kita ukur sebelum bakar uang, dari persentase orang yang datang dari tunai dan nasabah bank ke LinkAja. Itu terlihat seberapa tinggi yang butuh e-money. Lalu peta distribusinya, apakah dari 2nd atau 3rd tier. Ini penting buat tahu investasi yang kita tempatkan benar-benar sentuh mereka.”

Kesediaan untuk menerapkan ekosistem terbuka

Pertanyaan lain yang diajukan moderator kepada para panelis adalah apakah keempat pemain ini bersedia untuk merelakan infrastruktur yang sudah dibangun untuk dipakai bersama pemain sejenis yang tak lain adalah kompetitor langsungnya.

Menanggapi ini, Harianto menegaskan Ovo bukan kompetitor dengan GoPay, LinkAja, dan Dana. Justru kompetitor keempatnya adalah uang tunai. Untuk itu pihaknya sangat terbuka dengan kolaborasi, terutama dengan perbankan.

Dia juga mengapresiasi penerapan QRIS oleh BI, yang dinilai sangat brilian dalam mendukung integrasi antar pemain dan interoperabilitas satu sama lain. Imbas akhirnya adalah pemain dapat menekan ongkos yang harus mereka keluarkan untuk mengakuisisi merchant.

“Kita sangat terbuka, makanya menganut open ecosystem. Jika kita bisa bersatu maka bisa mengalahkan dominasi cash.”

Aldi menanggapi pertanyaan ini dengan mengumbar info terbaru bahwa saat ini mesin EDC dari GoPay sudah bisa menerima pembayaran dari LinkAja, dalam mendukung ekosistem terbuka. Dari sisi LinkAja, tentunya hal ini bisa mengurangi ongkos perusahaan dalam investasi mesin EDC baru dan menempatkannya di merchant mereka.

“Ekosistem terbuka itu adalah gol kita, infrastruktur yang kita bangun bisa dipakai oleh partner. QRIS juga sangat menguntungkan kita untuk mencapai gol kita,” tutupnya.

Visa Gets Involved in Gojek’s Series F Funding

Visa today (7/17) announced to take part in Gojek’s series F funding. There’s no further information of the amount, both companies are to collaborate for non-cash payment options in Southeast Asia.

“We’re glad to have this partnership, Visa and Gojek shared the same vision. We (Visa and Gojek) wants to make your daily life easier by facilitating people to pay and be paid,” Visa’s Regional President APAC, Chris Clark.

Visa is to take more chances with Gopay for collaborations, including to expand coverage for unbankable and SMEs. It was also said by Go-Pay’s CEO, Aldi Haryopratomo. He wants to include Visa in adopting the developing payment platform for better reach throughout Southeast Asia.

Earlier in the same month, Siam Commercial Bank is said to participate in Gojek’s funding. The Series F round aims for $3 billion, participated also from JD, Tencent, Google, Astra International, Mitsubishi Corporation, Siam Commercial Bank, and Visa.

High-tension business competition

Another point of view to consider is about those competing in the super app game with the ambition to win the SEA market. Grab has announced a deal with Mastercard for strategic partnership in terms of payment last October. The first step is to launch a virtual credit card targeting Grab’s users in Southeast Asia.

In terms of Thailand’s digital market, Siam Commercial Bank prefers to invest in Gojek, while Kasirkornbank has participated in Grab’s fundraising. It’s getting more relevant when Yamaha Motor invests in Grab and Mitsubishi Motor to Gojek.

Super app has become a magnet that attracts companies to strive for winning the moment of tech consumer’s shifting trend with Gojek and Grab as the “vehicle” in the regional transition.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Visa Umumkan Keterlibatannya dalam Pendanaan Seri F Gojek

Hari ini (17/7) Visa mengumumkan telah terlibat dalam putaran pendanaan seri F yang tengah digalang Gojek. Tidak diinformasikan mengenai nominal yang diberikan, nantinya kedua perusahaan akan bekerja sama menyediakan opsi pembayaran non tunai bagi konsumen di Asia Tenggara.

“Kami sangat senang dengan kemitraan ini, karena Visa dan Gojek dapat berbagi tujuan bersama. Kami (Visa dan Gojek) ingin membuat kehidupan sehari-hari lebih nyaman dengan memudahkan orang untuk membayar dan dibayar,” ujar Regional President APAC Visa Chris Clark.

Nantinya Visa akan lebih banyak menggarap prospek bersama unit usaha Gopay, termasuk memperluas cakupan layanan untuk unbankable dan UKM. Hal tersebut turut disampaikan CEO Go-Pay Aldi Haryopratomo. Bersama Visa ia ingin membawa platform pembayaran yang dikembangkan agar lebih terjangkau di seluruh kawasan Asia Tenggara.

Sebelumnya, di bulan yang sama, Siam Commercial Bank juga disebutkan berpartisipasi dalam pendanaan Gojek. Pendanaan putaran Seri F kali ini, yang menargetkan dana hingga $3 miliar, setidaknya telah memperoleh partisipasi dari JD, Tencent, Google, Astra International, Mitsubishi Corporation, Siam Commercial Bank, dan Visa.

Persaingan bisnis yang semakin menarik

Sudut pandang lain yang juga layak disimak ialah mengenai persaingan bisnis para pendukung super app yang berambisi menguasai pasar Asia Tenggara. Sekitar bulan Oktober 2018 lalu, Grab mengumumkan deal bersama Mastercard untuk memulai kerja sama strategis di bidang pembayaran. Realisasi awalnya dengan meluncurkan kartu kredit virtual yang menyasar pengguna Grab di Asia Tenggara.

Khusus pasar digital di Thailand, Siam Commercial Bank memilih berinvestasi ke Gojek, sedangkan Kasikornbank telah berpartisipasi dalam pendanaan Grab. Menjadi makin relevan saat membandingkan investasi Yamaha Motor ke Grab dan Mitsubushi Motor ke Gojek.

Super app seakan-akan telah menjadi magnet tersendiri, menggugah setiap perusahaan untuk berbondong-bondong memenangkan momentum pergeseran tren konsumen teknologi dengan Gojek dan Grab menjadi “lokomotif” transisi tersebut di kawasan regional.

Application Information Will Show Up Here