IDEAL Debut dengan Pendanaan Pra-Awal 57 Miliar Rupiah, Demokratisasi Proses Pengajuan KPR

Startup proptech yang fokus membantu memudahkan proses pembiayaan atau pengelolaan hipotek “IDEAL” mengumumkan perolehan pendanaan pra-awal senilai $3,8 juta atau senilai 57 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh AC Ventures dan Alpha JWC Ventures, dengan partisipasi dari Living Lab Ventures dan Ciputra Group.

Dana segar akan dimanfaatkan IDEAL untuk pengembangan produk, perekrutan dan peningkatan layanan. Startup ini didirikan oleh sejumlah founder, meliputi Albert Surjaudaja, Ian Daniel Santoso, Indira Nur Shadrina, dan Jeganathan Sethu.

Layanan dan model bisnis

Platform IDEAL membantu pengguna menghitung biaya dan cicilan pembiayaan properti secara detail sesuai dengan kebutuhan dan preferensi yang dimiliki. Mereka turut menyediakan sistem aplikasi yang memungkinkan pengguna melakukan pengajuan pembiayaan di beberapa bank sekaligus. Yang menarik, ada sebuah dasbor untuk memantau status perkembangan pengajuan tersebut.

Tujuan IDEAL adalah menyederhanakan dan mendigitalkan proses administrasi yang selama ini rumit dan memakan waktu serta biaya besar. Di samping memberikan rasa aman, karena dokumen-dokumen bisa dikelola secara aman — tidak perlu lagi mengirim foto KTP via WhatsApp ke agen atau sejenisnya.

Model bisnis IDEAL dengan mengenakan komisi kepada bank dan developer properti untuk setiap pengajuan yang berhasil terfasilitasi. Di debut awalnya, saat ini IDEAL telah bekerja sama dengan lima bank, termasuk CIMB, OCBC, dan Maybank; juga dengan pengembang properti seperti Sinar Mas Land, Ciputra Group, dan Agung Sedayu Group.

“IDEAL menjadi spesial karena kami mengutamakan pikiran dan hati konsumen dalam mengambil keputusan pengembangan produk. Karena itu, kami juga hadir dengan jaringan yang luas, baik di bidang perbankan maupun pengembang properti. Kami percaya bahwa investor kami memiliki visi yang sama, yaitu membantu masyarakat Indonesia mencapai kehidupan ideal mereka, dimulai dengan digitalisasi proses KPR,” ujar Albert selaku CEO.

Permasalahan dalam pembiayaan properti

Menurut data Bank Indonesia, pada tahun 2021 industri KPR lokal bernilai $39 miliar dengan proyeksi pertumbuhan lima tahun ke depan 17%. Gen Y dan Gen Z dinilai akan mendominasi populasi pekerja dalam 10 tahun ke depan, sehingga disinyalir akan menjadi target pasar utama sektor properti.

Saat ini 75% pembelian rumah di Indonesia dilakukan secara KPR, namun demikian karena literasi finansial yang minim membuat mayoritas pemohon belum memahami sepenuhnya proses-proses tersebut. Sementara itu, di sisi pemberi pinjaman mereka juga mendapat tantangan seperti proses pengiriman dokumen yang berantakan, keamanan data, dan masih banyak lagi.

Untuk mengatasi masalah tersebut, startup seperti IDEAL mendigitalkan sejumlah proses untuk memberikan pengalaman baru yang lebih ringkas. Di sisi lain paradigma hipotek sebagian besar bergantung pada saran agen properti, IDEAL memberikan kendali kembali kepada pembeli, sehingga mereka dapat memilih produk KPR terbaik yang tersedia di pasar.

Sejumlah startup proptech lain juga memberikan solusi serupa. Di antaranya Tanaku, Ringkas, dan Pinhome. Ketiganya juga baru mendapatkan pendanaan tahun ini.

Application Information Will Show Up Here

Omni HR Memperoleh Pendanaan Pra-Awal 36 Miliar Rupiah, Fokus di Pasar Indonesia dan Singapura

Omni HR memperoleh putaran pendanaan pra-awal (pre-seed) $2,4 juta (sekitar 35,9 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Alpha JWC Ventures dan Picus Capital. Dana segar ini akan digunakan untuk mendukung pengembangan produk all-in-one lebih lanjut, seperti modul rekrutmen dan manajemen kinerja yang ditarget meluncur di semester II 2022.

Sejumlah investor lain yang ikut berpartisipasi antara lain FEBE Ventures, Basis Set Ventures, Ratio Ventures, dan Frances Kang (Horizons Ventures). Putaran pendanaan ini juga didukung sejumlah angel investor, yakni Ultimate Software.

Co-founder Omni HR Brian Ip mengatakan, sebagian besar perusahaan di Asia Tenggara menggunakan software untuk mengelola kebutuhan SDM. Hanya saja produk tersebut hanya mendukung fungsi administrasi dasar, sedangkan banyak proses lain yang masih dilakukan secara manual.

Software di sektor HR termasuk software yang paling membutuhkan lokalisasi dikarenakan aturan ketenagakerjaan setiap negara berbeda. Situasi ini justru dianggap dapat menciptakan peluang bagi pemain lokal yang ingin membangun platform manajemen karyawan secara modern dan scalable,” ujarnya dalam keterangan resmi.

Sementara, Co-founder & General Partner Alpha JWC Ventures Jefrey Joe menambahkan, “Omni tengah membangun platform secara end-to-end yang mencakup siklus karyawan dan otomatisasi alur kerja demi membantu perusahaan mengelola operasional SDM mereka. Kami meyakini Omni HR punya potensi unik untuk bertumbuh dengan cepat dan menjadi platform SaaS pilihan untuk SDM.”

Sebagai informasi, Omni HR didirikan oleh mantan eksekutif Goldman Sachs Brian Ip dan insinyur data YC Chan pada 2021. Saat ini Omni HR beroperasi di Singapura dan Indonesia.

Omni HR mengembangkan sistem manajemen karyawan yang mendigitalisasi dan mengotomatisasi operasional SDM secara end-to-end dalam satu platform. Saat ini, Omi HR menawarkan berbagai proses automasi SDM, seperti orientasi karyawan dan pengelolaan dokumen.

Lokalisasi pasar

Lebih lanjut, pihaknya menilai saat ini Indonesia tengah mengalami tren pergeseran pada kegiatan HR dari model konvensional ke digital. Sejak soft-launching pada Maret 2022, Co-founder Omni HR YC Chan menyebutkan produknya telah adopsi oleh sejumlah perusahaan untuk berbagai kebutuhan. Pihaknya menyatakan komitmennya untuk berkembang yang dimulai dari pasar Singapura dan Indonesia.

“Kami memiliki traction yang menjanjikan dan kami memulai dengan awal yang baik. Tak hanya itu, posisi kami juga lebih unggul dibanding pemain lama, bukan hanya karena solusi teknologi saja, tetapi juga pemahaman kami terhadap pasar lokal yang memungkinkan kami merancang produk sesuai kebutuhan mereka,” tuturnya.

Selain itu, ujarnya, para investor yang terlibat dalam pendanaan ini membawa kombinasi unik, baik pemahaman operasional maupun dukungan strategis. Bagi perusahaan, Alpha JWC telah banyak memimpin investasi di Asia Tenggara, seperti Ajaib dan Carro. Adapun, Picus Capital memiliki pengalaman luas berinvestasi di perusahaan teknologi SDM, seperti Bennie dan Workmotion.

Omni HR meyakini proses transformasi digital yang tengah berlangsung dan adopsi solusi di Asia Tenggara juga dapat mendorong awareness terhadap pentingnya penggunaan platform manajemen karyawan.

“Kami percaya pasar Asia Tenggara belum banyak diisi oleh solusi komprehensif dan terlokalisasi untuk mengelola tenaga kerja secara efisien. Omni HR telah membangun solusi yang melampaui fungsionalitas administratif dasar untuk mengotomatisasi alur kerja berulang. Kebutuhan ini terakselerasi berkat meningkatnya adopsi solusi di perusahaan dan tren remote working yang kian sulit dikelola dengan infrastruktur IT tradisional.” Tutup Partner & Managing Director di Picus Capital Florian Reichert.

Perkembangan HR-Tech lokal

Pasar HR-Tech di Indonesia dapat dikatakan cukup berkembang. Jumlah pemain yang menawarkan solusi HR juga semakin banyak seiring dengan meningkatnya kebutuhan perusahaan/UMKM dan akselerasi teknologi. Solusi yang ditawarkan juga cukup menyeluruh, mulai dari rekrutmen, pengelolaan karyawan, employee benefit, hingga payroll.

Dalam catatan kami, beberapa startup HR-Tech juga mendapat pendanaan, seperti Mekari yang telah di tahap lanjut, GajiGesa, Fast-8 Group, dan Kini. Lainnya juga tengah agresif memperluas fitur mereka, seperti Payuung dan Vinmo yang meluncurkan platform earned wage access (EWA).

Sebagai salah satu solusi yang banyak diadopsi, EWA cukup banyak dikembangkan startup di Indonesia untuk mengurangi ketergantungan karyawan terhadap pinjaman online berbunga dengan produk dana darurat.

Berdasarkan laporan Verified Market Research, pasar HR Tech global mencapai $23,32 miliar di 2021 dan angkanya diperkirakan menembus $38,86 miliar di 2030. Proyeksi ini utamanya didorong oleh meningkatnya kebutuhan solusi HR oleh perusahaan. 

Adapun, riset PwC di awal tahun ini menyebutkan sejumlah tantangan utama perusahaan di bidang HR yang terdiri dari persoalan rekrutmen (39%), modernisasi sistem (36%), employee upskilling (28%), remote atau hybrid working (24%), dan employee benefit (22%).

Agriaku Secures Series A Funding Worth of 520 Billion Rupiah

The agritech startup, Agriaku, announced a Series A funding round of $35 million (approximately 520 billion Rupiah) led by Alpha JWC Ventures. Previous investors, including MDI Growth (ARISE, Centauri, and MDI) and Go-Ventures participated in this round, along with new investors, BRI Ventures, and Mandiri Capital Indonesia.

In addition, Agriaku added the list of strategic investors, such as Gentree Fund, K3 Ventures, and public company Thai Wah, which will help the company’s international expansion in the future. Alto Partners, InnoVen Capital, and Mercy Corps Social Ventures Fund also participated in the latest round.

On the same occasion, Agriaku also welcomed two new figures in its leadership ranks, Abraham Seodjito (CSO) and Valmik Mirani (CCO). Abraham previously worked at Traveloka Thailand as Chief Product Officer of Financial Services. Meanwhile, Mirani is Assistant Vice President at Paytm and Vice President for Marketplace Strategy Office at Tokopedia. These two leaders will strengthen technology-based solutions and operational performance at Agriaku.

In an official statement, some Agriaku investors also have a statement. Alpha JWC Ventures’ partner, Eko Kurniadi said that agriculture is one of the biggest contributors to the Indonesian economy, but this sector still faces many inefficiencies, including in the supply chain.

Agriaku is best positioned to empower Toko Tani by securing a consistent supply of agricultural tools at transparent prices, expanding its supplier network, and providing the necessary financing to grow its business. “We are happy to collaborate and be a part of Agriaku’s journey,” he said, Monday (11/7).

ARISE’s Partner, Aldi Adrian Hartanto added, “It was an honor to witness the extraordinary execution by the Agriaku team from day one. We are proud to continue to support the team for the third time and beyond to empower more Toko Tani and other agricultural stakeholders across the archipelago.”

Agriaku product

Source Agriaku

Agriaku was founded by Irvan Kolonas and Danny Handoko in May 2021. This startup aims to increase farmers’ productivity and income backed by technology. This is because the agricultural sector in this country contributes 13.7% of GDP 2020. However, the upstream agricultural market is highly fragmented with an unorganized value chain.

“The fragmented upstream agriculture industry makes it difficult for farmers, suppliers, and retailers to get what they need on time, resulting in frequent supply and price volatility. In addition, they also have problems with low manual work efficiency, inadequate logistics services, and limited access to financing,” Agriaku’s Co-founder and President, Irvan Kolonas said.

In overcoming these problems, Agriaku provides a B2B marketplace platform, connecting producers and suppliers so that they can provide farming tools directly to retailers (Toko Tani) at competitive prices. Furthermore, Toko Tani will distribute the products directly to farmers. Agriaku has two applications, Agria Aku Mitra App (to serve Farmers’ Shops) and Agriaku Seller Web (for suppliers).

It is said that Agriaku is now available in more than 500 cities in Java, Sumatra, and Sulawesi. The company is to expand services, establishing its position as a provider of comprehensive agribusiness solutions. The fresh funds will be used to expand Toko Tani’s network and its distributors, also the product and technology team, therefore, they can continue to innovate.

Irvan said AgriAku will focus on optimizing the economic unit and expanding revenue with innovation through value-added services, including logistics and financing to distributors and manufacturers to help them grow operationally with the AgriAKU platform. “We will strengthen market penetration by expanding toko tani and distributor networks, as well as business expansion to provide agricultural products.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Startup Pertanian Agriaku Peroleh Pendanaan Seri A 520 Miliar Rupiah

Startup agritech Agriaku mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $35 juta (sekitar 520 miliar Rupiah) dipimpin Alpha JWC Ventures. Investor sebelumnya, yakni MDI Growth (ARISE, Centauri, dan MDI) dan Go-Ventures berpartisipasi dalam putaran ini, bersama investor baru, BRI Ventures dan Mandiri Capital Indonesia.

Tak hanya itu, Agriaku turut menambah kehadiran investor strategis, seperti Gentree Fund, K3 Ventures, dan perusahaan publik Thai Wah, yang ke depannya akan membantu ekspansi internasional perusahaan. Alto Partners, InnoVen Capital, dan Mercy Corps Social Ventures Fund turut serta dalam putaran terkini.

Pada saat yang bersamaan, Agriaku juga menyambut dua sosok baru dalam jajaran kepemimpinannya yakni Abraham Seodjito (CSO) dan Valmik Mirani (CCO). Abraham sebelumnya bekerja di Traveloka Thailand sebagai Chief Product Officer Financial Services. Sementara Mirani adalah Assistant Vice President di Paytm dan Vice President untuk Marketplace Strategy Office di Tokopedia. Kedua sosok ini akan memperkuat solusi berbasis teknologi dan kinerja operasional di Agriaku.

Dalam keterangan resmi, sejumlah investor Agriaku turut memberikan pernyataannya. Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi menyampaikan, pertanian adalah salah satu kontributor terbesar perekonomian Indonesia, namun sektor ini masih menghadapi banyak inefisiensi, termasuk di rantai pasoknya.

Agriaku memiliki posisi terbaik untuk memberdayakan Toko Tani dengan mengamankan pasokan alat pertanian secara konsisten dengan harga yang transparan, memperluas jaringan pemasok mereka, dan menyediakan pembiayaan yang diperlukan untuk mengembangkan usaha mereka. “Kami senang dapat bermitra dan menjadi bagian dari perjalanan Agriaku,” ucapnya, Senin (11/7).

Partner ARISE Aldi Adrian Hartanto menambahkan, “Merupakan suatu kehormatan untuk menyaksikan eksekusi yang luar biasa oleh tim Agriaku sejak hari pertama. Kami bangga dapat terus mendukung tim untuk ketiga kalinya dan seterusnya untuk memberdayakan lebih banyak Toko Tani dan pemangku kepentingan pertanian lainnya di seluruh nusantara.”

Produk Agriaku

Sumber: AgriAku

Agriaku didirikan oleh Irvan Kolonas dan Danny Handoko pada Mei 2021. Startup ini memiliki misi ingin meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani dengan bantuan teknologi. Pasalnya, sektor pertanian di negara ini kontribusinya sebesar 13,7% dari PDB 2020. Namun, pasar pertanian hulu sangat terfragmentasi dengan rantai nilai yang tidak terorganisir.

“Industri hulu pertanian yang terfragmentasi mempersulit petani, pemasok, dan pengecer untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan dengan tepat waktu yang mengakibatkan seringnya terjadi ketidakstabilan pasokan dan harga. Selain itu, mereka juga menghadapi masalah rendahnya efisiensi kerja manual, layanan logistik yang tidak memadai, serta terbatasnya akses pembiayaan,” ucap Co-founder dan President Agriaku Irvan Kolonas.

Dalam mengatasi masalah-masalah tersebut, Agriaku menyediakan platform B2B marketplace, menghubungkan produsen dan pemasok agar dapat menyediakan langsung alat tani ke pengecer (Toko Tani) dengan harga kompetitif. Kemudian Toko Tani akan mendistribusikan langsung produk ke para petani di lapangan. Agriaku memiliki dua aplikasi, yaitu AgriaAku Mitra App (untuk melayani Toko Tani) dan AgriAku Seller Web (untuk supplier).

Diklaim, Agriaku kini telah hadir di lebih dari 500 kota di Jawa, Sumatra, dan Sulawesi. Perusahaan akan menambah layanannya, menjadikan posisinya sebagai penyedia solusi agribisnis yang komprehensif. Dana segar yang diperoleh juga akan dimanfaatkan untuk perluas jaringan Toko Tani dan distributornya, memperluas tim produk dan teknologi agar dapat terus berinovasi.

Menurut Irvan, AgriAku akan fokus pada optimalisasi unit ekonomi dan memperluas pendapatan dengan berinovasi dalam menawarkan layanan-layanan yang bernilai tambah, seperti logistik dan pembiayaan kepada para distributor dan produsen untuk membantu mereka berkembang dari segi operasional dengan platform AgriAku. “Kami juga akan memperkuat penetrasi pasar di perluasan toko tani dan jaringan distributor, serta ekspansi bisnis seperti penyediaan hasil pertanian.”

Application Information Will Show Up Here

Vida Confirms Series A Funding, Focusing to Ampllify System Security and Technology

Digital signature provider VIDA has confirmed its series A funding. In the release, there was no mention of the company’s fresh funding. However, this news confirms DailySocial.id’s previous reports regarding the funding.

From our sources, VIDA managed to raise fresh funds of $50.5 million or around 691 billion Rupiah. However, his party refused to comment on the nominal funding obtained.

The investors announced were actually less than what we’ve been informed. In an official statement, investors participating are include Alpha JWC Ventures, DST Global Ventures, Breyer Capital, Future Shape, AC Ventures, and Endeavor Catalyst.

Several investors will also hold advisory positions, including Jim Breyer (Breyer Capital) and Tony Fadell (Principal Future Shape LLC, known as the inventor of the iPod and iPhone and Founder & CEO of Nest Labs).

VIDA will use this new capital to deepen its expertise in information security and machine learning. Moreover, continuing the educational process to encourage  public trust in digital interaction and transaction.

“We will use this funding to continue investing in products and talent to provide a seamless verification and authentication experience for all users. In addition, we will continue to encourage acceleration of the company’s vision to deepen our position in various strategic industrial sectors, such as financial services, e-commerce, and also health services,” VIDA’s Founder & Group CEO, Niki Luhur said, yesterday (6/6).

VIDA’s Co-founder CEO Sati Rasuanto also said that this funding marks a new phase for the company’s growth, with the presence of experienced partners in the world-class digital industry. “Not only providing ammunition for VIDA to continue to grow but also strategic direction and support for VIDA’s business can push our position wider in the digital signature industry,” Sati said.

The investor’s representative also provide a statement. One of them is Jim Breyer of Breyer Capital. He said, “VIDA’s founders have demonstrated a solid understanding of the complexities and opportunities of the ever-growing digital signature market, and VIDA has deepened its expertise in artificial intelligence and cybersecurity to be able to produce reliable authentication and verification products. We believe VIDA will continue to disrupt new frontiers in Indonesia and globally, and provide world-class digital signature services and products to the customers.”

Founded in 2018 by Niki Luhur, Sati Rasuanto, and Gajendran Kandasamy, VIDA provides secure digital signature services for businesses and the public. Armed with a full license as an Electronic Certificate Operator (PSrE) under the Ministry of Communication and Informatics and various other global accreditations, VIDA provides world-class services such as certified electronic signatures, and online identity verification services (e-KYC), and other authentication services.

VIDA products have been used by millions of Indonesians through various popular digital services from various industries such as financial services, e-commerce, transportation, telecommunications, and health. Utilizing deep expertise in terms of information security, VIDA plays an important role in assisting business partners in reducing fraud, increasing trust in online transactions, and providing a secure digital environment for users to do business.

In order to make VIDA a world-class cybersecurity company, the management also announced the appointment of Hamilton-Turner as CTO. Turner is an Assistant Professor of Computer Science at Vanderbilt University, USA, with 12 years of experience in cybersecurity, authentication, distributed systems, cryptography, and optimization algorithms.

The development of digital signature industry

VIDA, Privy, TekenAja, and Digisign are currently capturing the huge market potential of digital/electronic signature products. According to Fortune Business Insight, the market size for digital signature services has reached $3 billion by 2021. This year it is expected to increase to $4.05 billion and grow to $35.03 billion by 2029 at a CAGR of 36.1%.

Meanwhile, according to DocuSign’s analysis, the total addressable market in Indonesia is still very wide open. The potential could be as high as $25 trillion. This is due to the use cases are getting wider. Moreover, crucial sectors such as banking have also adopted this service to support its online banking services. In addition, related services have also received attention from regulators, for example, digital signature products penetration in the PSrE at Kominfo and e-KYC’s implementation in the OJK regulatory sandbox.

The innovations carried out by TekenAja, for example, are developing E-Stamp integrated with API and to add up for business transactions process. Both are complementing the existing legal digital signature solutions.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

VIDA Konfirmasi Pendanaan Seri A, Fokus Perkuat Teknologi dan Keamanan Sistem

Startup pengembang layanan tanda tangan digital VIDA mengumumkan perolehan pendanaan seri A. Dalam rilis, tidak disebutkan dana segar yang direngkuh perusahaan. Namun demikian, kabar ini mengonfirmasi pemberitaan DailySocial.id sebelumnya mengenai pendanaan tersebut.

Dari informasi yang kami dapat, VIDA berhasil mengumpulkan dana segar $50,5 juta atau sekitar 691 miliar Rupiah. Kendati demikian pihaknya enggan memberikan komentar terkait nominal perolehan pendanaan.

Nama-nama investor yang diumumkan pun lebih sedikit dari informasi yang kami terima. Dalam keterangan resmi, investor yang berpartisipasi dalam putaran ini di antaranya Alpha JWC Ventures, DST Global Ventures, Breyer Capital, Future Shape, AC Ventures, dan Endeavor Catalyst.

Pasca-pendanaan, beberapa investor akan memegang posisi sebagai advisor, di antaranya Jim Breyer (Breyer Capital) dan Tony Fadell (Principal Future Shape LLC, dikenal sebagai penemu iPod dan iPhone dan Founder & CEO Nest Labs).

VIDA akan memanfaatkan dana segar ini untuk memperdalam keahliannya di bidang keamanan informasi dan machine learning. Serta, melanjutkan proses edukasi untuk mendorong peningkatan kepercayaan masyarakat dalam berinteraksi dan bertransaksi secara digital.

“Kami akan menggunakan hasil pendanaan ini untuk terus berinvestasi pada produk dan talenta demi hadirkan pengalaman verifikasi dan autentikasi yang seamless bagi para seluruh pengguna. Tak hanya itu, kami akan terus mendorong akselerasi dari visi perusahaan untuk perdalam posisi kami di berbagai sektor industri strategis, seperti jasa keuangan, e-commerce, dan juga layanan kesehatan,” terang Founder & Group CEO VIDA Niki Luhur, kemarin (6/6).

Co-founder CEO VIDA Sati Rasuanto menambahkan, pendanaan ini menandai fase pertumbuhan baru bagi perusahaan, dengan kehadiran mitra yang berpengalaman di industri digital kelas dunia. “Tidak hanya menyediakan amunisi bagi VIDA terus tumbuh, tetapi juga arahan dan dukungan strategi bagi bisnis VIDA dapat mendorong posisi kami lebih luas di industri identitas digital,” ujar Sati.

Perwakilan dari investor juga turut memberikan pernyataannya. Salah satunya Jim Breyer dari Breyer Capital. Dia bilang, “Para founders di VIDA telah menunjukkan pemahaman yang kuat mengenai kompleksitas serta peluang yang ada dalam pasar identitas digital yang terus tumbuh, dan VIDA telah memperdalam keahlian mereka dalam artificial intelligence dan keamanan siber untuk dapat menghasilkan produk verifikasi dan autentikasi yang meyakinkan. Kami percaya VIDA akan terus mendisrupsi batas-batas baru di Indonesia dan global, serta menyediakan layanan dan produk identitas digital kelas dunia bagi para pelanggan mereka.”

Didirikan pada tahun 2018 oleh Niki Luhur, Sati Rasuanto, dan Gajendran Kandasamy, VIDA menyediakan layanan identitas digital yang aman bagi bisnis dan masyarakat. Berbekal lisensi penuh sebagai Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE) berinduk di bawah Kementerian Kominfo serta beragam akreditasi global lainnya, VIDA hadirkan layanan kelas dunia seperti tanda tangan elektronik tersertifikasi, layanan verifikasi identitas online (e-KYC), dan layanan autentikasi lainnya.

Produk VIDA telah digunakan oleh jutaan masyarakat Indonesia melalui berbagai layanan populer digital dari berbagai industri seperti jasa keuangan, e-commerce, transportasi, telekomunikasi dan juga kesehatan. Memanfaatkan keahlian yang mendalam dari sisi keamanan informasi, VIDA berperan penting membantu para partner bisnis dalam mengurangi tindak penipuan (fraud), meningkatkan rasa percaya (trust) dalam transaksi online, hingga menyediakan digital environment yang aman untuk para penggunanya melakukan bisnis.

Dalam rangka menjadikan VIDA sebagai perusahaan yang memiliki keamanan siber kelas dunia, manajemen sekaligus mengumumkan penunjukan Hamilton Turner sebagai CTO. Turner merupakan Asisten Profesor Ilmu Komputer di Universitas Vanderbilt, AS, dengan pengalaman 12 tahun di dunia keamanan siber, autentikasi, sistem terdistribusi, kriptografi, dan algoritma optimasi.

Perkembangan startup layanan tanda tangan digital

VIDA, Privy, TekenAja, hingga Digisign tengah merebutkan potensi pasar yang besar dari produk tanda tangan digital/elektronik. Menurut Fortune Business Insight, ukuran pasar untuk layanan tanda tangan digital telah mencapai $3 miliar pada 2021. Tahun ini diperkirakan akan meningkat menjadi $4,05 miliar dan bertumbuh hingga $35,03 miliar pada 2029 dengan CAGR 36,1%.

Sementara di Indonesia, menurut analisis DocuSign, total addressable market masih terbuka sangat luas. Potensinya bisa mencapai $25 triliun. Hal ini dikarenakan use case penggunaan yang semakin luas. Terlebih sektor krusial seperti perbankan juga sudah mengadopsi untuk mendukung layanan perbankan online-nya. Selain itu, layanan terkait juga sudah mendapatkan perhatian dari regulator, misalnya untuk produk tanda tangan digital masuk ke PSrE di Kominfo dan e-KYC masuk di regulatory sandbox OJK.

Inovasi yang dilakukan TekenAja misalnya, yang mengembangkan E-Materai yang terintegrasi dengan API dan E-Stamp untuk melengkapi kebutuhan dalam melakukan transaksi bisnis. Keduanya melengkapi solusi tanda tangan digital yang legal yang sudah hadir.

Application Information Will Show Up Here

Mangkokku Bags 101 Billion Rupiah Series A Funding Led by Alpha JWC and Emtek

Mangkokku culinary startup received series A funding of $7 million or around 101 billion Rupiah led by Alpha JWC Ventures and EMTEK, followed by Cakra Ventures. Through this funding, the company will expand physical outlets and build a culinary brand ecosystem to become the largest F&B group of companies in Indonesia.

On a general note, Mangkokku had recently secured a $2 million seed funding from Alpha JWC Ventures, or around 29 billion Rupiah in 2020.

In his official statement, Mangkokku’s Co-founder & CEO, Randy Kartadinata said, the company has achieved product-market fit and has a loyal customer base with ricebowl as a first product. Mangkokku will be taking the next step by launching a holding company “Nusantara Culinary Group” to offer more menu variations and taste preferences to consumers.

“Mangkokku is ready to become the largest F&B group of companies in Indonesia that targets the mass market with a complete ecosystem of culinary brands,” Randy said.

Meanwhile, Alpha JWC Ventures’ Co-founder and General Partner, Jefrey Joey added, “Mangkokku continues to reach new milestones since last year’s first investment. Mangkokku’s strong fundamentals with innovation and sustainable R&D allow them to consistently launch new products, including contemporary and Indonesian dishes with the highest quality chef standards. We are excited to take this partnership further.”

Mangkokku was founded by Randy Kartadinata, Arnold Poernomo, Gibran Rakabuming, and Kaesang Pangarep which offers quality culinary products like professional chefs and can be enjoyed by anyone. The company aims to be the go-to comfort food choice made with local flavors so that it is familiar to the tongue of the Indonesian people.

Post-pandemic strategy

Based on internal data, Mangkokku has claimed growth in sales and the number of outlets. Currently, Mangkokku has 50 outlets spread across Jakarta, Surabaya, Bandung, Malang, Semarang, and Solo. Mangkokku also said that it has served four million orders in a year both online and offline.

As the Covid-19 pandemic situation started to recede, Randy revealed that he would continue to expand his physical outlets. In the next few months, Mangkokku will open more flagship restaurants and cloud kitchens in new cities. His team will collaborate more, like its previous initiatives with the judges and winners of MasterChef Indonesia and Garena’s Free Fire.

Moreover, his team will continue to prioritize purchases through online channels. In order to enhance the ordering experience, Mangkokku is to launch an app by the third quarter of this year.

“Mangkokku will strengthen its presence, both online and offline through new outlets, flagship dine-in restaurants with outstanding customer experiences, mobile applications, and most importantly exclusive dine-in restaurants to accommodate various types of food preferences. We aim to be an all-rounder new culinary retail company,” he explained.

Recently, Mangkokku launched its first flagship outlet located in Jakarta, which comes with a modern, cozy concept, accompanied by a special dine-in menu. It claims to have received thousands of customers in the first four weeks of its opening.

“With discipline, customer-focused strategy, thoroughness, and maintaining the quality of our operations, Mangkokku will become a sustainable business in the long term.” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Mangkokku Dapat Pendanaan Seri A 101 Miliar Rupiah Dipimpin Alpha JWC dan EMTEK

Startup kuliner Mangkokku mendapatkan pendanaan seri A sebesar $7 juta atau sekitar 101 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Alpha JWC Ventures dan EMTEK, serta partisipasi dari Cakra Ventures. Melalui pendanaan ini, Mangkokku akan menambah jumlah outlet fisik dan membangun ekosistem brand kuliner untuk menjadi grup perusahaan F&B terbesar di Indonesia.

Sebagai informasi, sebelumnya Mangkokku telah mengantongi investasi tahap awal dari Alpha JWC Ventures sebesar $2 juta atau sekitar 29 miliar Rupiah di 2020.

Dalam keterangan resminya, Co-founder & CEO Mangkokku Randy Kartadinata mengatakan, perusahaan telah mencapai product-market fit dan memiliki basis pelanggan loyal dengan produk ricebowl sebagai starting point. Kini Mangkokku siap mengambil langkah selanjutnya dengan meluncurkan perusahaan holding “Nusantara Culinary Group” untuk membawa lebih banyak variasi menu dan preferensi selera kepada konsumen.

“Mangkokku siap untuk menjadi grup perusahaan F&B terbesar di Indonesia yang membidik mass market dan memiliki ekosistem dengan rangkaian brand kuliner,” ungkap Randy.

Sementara, Co-founder dan General Partner Alpha JWC Ventures Jefrey Joey menambahkan, “Mangkokku terus mencapai milestone baru sejak investasi pertama kami tahun lalu. Fundamental kuat Mangkokku dengan inovasi dan R&D berkelanjutan memungkinkan mereka meluncurkan produk baru secara konsisten, yakni kontemporer dan hidangan khas Indonesia dengan kualitas standar chef terbaik. Kami bersemangat melanjutkan kemitraan ini ke evolusi berikutnya.”

Mangkokku didirikan oleh Randy Kartadinata, Arnold Poernomo, Gibran Rakabuming, dan Kaesang Pangarep yang menawarkan produk kuliner berkualitas ala koki profesional dan dapat dinikmati siapa pun. Perusahaan membidik posisi sebagai pilihan go-to comfort food yang dibuat dengan rasa lokal sehingga familiar bagi lidah masyarakat Indonesia.

Rencana pasca-pandemi

Berdasarkan data internal, Mangkokku telah mencatat pertumbuhan penjualan dan jumlah outlet masing-masing 6x lipat dan 3x lipat. Saat ini Mangkokku punya 50 outlet yang tersebar di Jakarta, Surabaya, Bandung, Malang, Semarang, dan Solo. Mangkokku juga menyebut telah mengantongi empat juta pesanan dalam setahun via online dan offline.

Dengan situasi pandemi Covid-19 yang mulai surut, Randy mengungkap akan kembali melanjutkan ekspansi outlet fisiknya. Dalam beberapa bulan ke depan, Mangkokku akan membuka lebih banyak restoran flagship dan cloud kitchen di kota-kota baru. Pihaknya juga akan menambah kolaborasi Mangkokku, seperti yang sudah dilakukan sebelumnya dengan juri dan pemenang MasterChef Indonesia hingga Free Fire milik Garena.

Kendati begitu, pihaknya akan tetap memprioritaskan pembelian melalui kanal online. Untuk meningkatkan pengalaman pemesanan, Mangkokku akan meluncurkan aplikasi pada kuartal ketiga tahun ini.

“Mangkokku akan memperkuat kehadirannya, baik online maupun offline melalui outlet baru, restoran dine-in flagship dengan customer experience luar biasa, aplikasi mobile, dan yang terpenting restoran dine-in eksklusif untuk mengakomodasi berbagai jenis preferensi makanan. Kami membidik menjadi all-rounder new culinary retail company,” jelasnya.

Baru-baru ini, Mangkokku meluncurkan outlet flagship pertama yang berlokasi di Jakarta, hadir dengan konsep modern, cozy, dan disertai menu dine-in spesial. Pihaknya mengaku mendapat ribuan pelanggan dalam empat minggu pertama pembukaannya.

“Dengan kedisiplinan, strategi yang berfokus pada konsumen, ketelitian, dan menjaga kualitas operasional kami, Mangkokku akan menjadi sustainable business dalam jangka panjang.” Tutupnya.

Indika Energy, Alpha JWC, and Horizons Ventures to Pour 218 Billion Rupiah for EV Company Development

PT Indika Energy Tbk (IDX: INDY) along with Alpha JWC Ventures and Horizons Ventures established a joint venture named Ilectra Motor Group (IMG). The three also invested a total of $15 million or around 218 billion Rupiah in IMG to develop two-wheeled electric vehicles (E2W).

This strategic act was announced in Indika Energy’s public expose last week, Friday (5/20). Of IMG’s total investment, $7.5 million came from Alpha JWC Ventures and Horizons Ventures, and the remaining $7.5 million is equity investment from Indika Energy. Meanwhile, IMG is Alpha JWC Ventures and Horizons Ventures’ first portfolio in the electric vehicle sector.

In his official statement, Indika Energy’s Director and Group Chief Investment Officer Purbaja Pantja said, IMG will execute the development of a two-wheeled electric vehicle that has been ongoing for more than a year. In addition, IMG will also develop a supporting ecosystem that is still relatively new through external partnerships.

“We also want to support the government’s objective to reach 3.2 million units of electric two-wheeled vehicles by 2035. From a business perspective, this business diversification can boost our non-coal revenue by 50 percent by 2025,” Purbaja said.

Chandra Tjan, Alpha JWC Ventures’ Co-Founder and General Partner also said that the E2W sector has a lot of potential, however, players in this sector are quite low in numbers, resulting in its lack of adoption. “We intend to bring the best two-wheelers with a holistic ecosystem and experience that can serve millions of riders. Together, we can build a greener and more sustainable world,” he added.

On the general note, PT Indika Energi Tbk. (Indika Energy) is a diversified investment company in Indonesia with a main focus on developing sustainable new businesses in several sectors, such as energy, logistics, digital, to green business.

Electric Vehicle

Currently, the electric vehicle market is very promising, considering that Indonesia is a country with the highest penetration of two-wheeled vehicles in the world at 42% based on vehicle ownership per 100 population, and is also the third-largest with 6 million motorcycles sold annually.

Therefore, the market for two-wheeled electric vehicles is projected to grow rapidly, especially since the price is equivalent to that of non-electric two-wheeled vehicles. In addition to lower operating costs, the government is also promoting the use of renewable energy.

In order to top the current market in Indonesia, IMG will introduce its first two-wheeled electric vehicle by the end of 2022. The company to present a fleet that is designed with advanced design and performance, equipped with technology and a supporting ecosystem.

Meanwhile, Horizons Ventures’ Portfolio Curator, Frances Kang believes that IMG’s holistic approach can create an enjoyable electric vehicle experience while transforming the mobility ecosystem into a greener one. “E2W adoption could offer a cleaner option for millions of two-wheeler drivers in Indonesia. As the car penetration grows and global climate change accelerates, reducing vehicle emissions significantly becomes an urgent mission,” he said.

Digital company initiative

A number of technology and investment companies have started to speak up their concerns about the use of electric vehicles in Indonesia. Ride-hailing giants GoTo and Grab are the two which have tested and implemented electric vehicles in its services.

Their commitment to tackling climate change and a green environment has also continued through a number of initiatives. For example, GoTo through Gojek and integrated energy company TBS Energi Utama established a joint venture with PT Karya Baru TBS to develop two-wheeled electric vehicles, battery packaging technology, and battery exchange infrastructure, and electric vehicle financing.

Meanwhile, Grab cooperates with PLN to develop an electric vehicle ecosystem in a few steps starting from the Greater Jakarta area. In Singapore, Grab has partnered with Hyundai to operate a fleet of electric vehicles.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Indika Energy, Alpha JWC, dan Horizons Ventures Gelontorkan 218 Miliar Rupiah Bangun Perusahaan Kendaraan Listrik

PT Indika Energy Tbk (IDX: INDY) bersama Alpha JWC Ventures dan Horizons Ventures mendirikan perusahaan patungan (joint venture) bernama Ilectra Motor Group (IMG). Ketiganya juga mengguyur investasi ke IMG dengan total sebesar $15 juta atau sekitar 218 miliar Rupiah untuk mengembangkan kendaraan listrik roda dua (E2W).

Kolaborasi ini telah diumumkan dalam paparan publik Indika Energy pada pekan lalu, Jumat (20/5). Dari total investasi yang diperoleh IMG, sebesar $7,5 juta berasal dari Alpha JWC Ventures dan Horizons Ventures, dan sisanya $7,5 juta equity investment dari Indika Energy. Adapun, IMG menjadi portofolio pertama Alpha JWC Ventures dan Horizons Ventures di sektor kendaraan listrik.

Dalam keterangan resminya, Director dan Group Chief Investment Officer Indika Energy Purbaja Pantja mengatakan, IMG akan mengeksekusi pengembangan kendaraan listrik roda dua yang sudah berjalan lebih dari satu tahun yang lalu. Selain itu, IMG juga akan mengembangkan ekosistem pendukung yang saat ini masih terbilang baru melalui kemitraan eksternal.

“Kami juga ingin mendukung target pemerintah untuk mencapai 3,2 juta unit kendaraan listrik roda dua pada 2035. Dari sisi bisnis, diversifikasi bisnis ini dapat mendongkrak pendapatan nonbatubara kami naik hingga 50% pada 2025,” ungkap Purbaja.

Co-Founder dan General Partner di Alpha JWC Ventures Chandra Tjan menambahkan, sektor E2W punya potensi melimpah, tetapi pemain di bidang ini terbatas saat ini sehingga adopsinya belum luas. “Kami ingin menghadirkan kendaraan roda dua terbaik dengan ekosistem dan pengalaman menyeluruh yang dapat melayani jutaan pengendara. Bersama-sama, kita dapat membangun dunia yang lebih hijau dan berkelanjutan,” tambahnya.

Sebagai informasi, PT Indika Energi Tbk. (Indika Energy) adalah perusahaan investasi terdiversifikasi di Indonesia dengan fokus utama pada pengembangan bisnis baru yang berkelanjutan di sejumlah sektor, seperti energi, logistik, digital, hingga green business.

Kendaraan listrik

Saat ini pasar kendaraan listrik masih menjadi ladang subur mengingat Indonesia merupakan negara dengan penetrasi kendaraan roda dua tertinggi di dunia sebesar 42% berdasarkan kepemilikan jumlah kendaraan per 100 populasi penduduk, dan juga ketiga terbesar dengan 6 juta motor terjual tiap tahunnya.

Dengan potensi ini, pasar kendaraan listrik roda dua diproyeksi tumbuh cepat, terlebih harganya juga setara dengan kendaraan non-listrik roda dua. Selain biaya operasional lebih rendah, pemerintah juga tengah menggalakkan penggunaan energi terbarukan.

Untuk membidik posisi pemain terkemuka di Indonesia, IMG akan memperkenalkan kendaraan listrik roda dua pertamanya pada akhir 2022. IMG akan menghadirkan armada yang dirancang dengan desain dan performa canggih, dilengkapi juga dengan teknologi dan ekosistem pendukung.

Sementara, Portfolio Curator di Horizons Ventures Frances Kang meyakini pendekatan holistik IMG dapat menciptakan pengalaman penggunaan kendaraan listrik yang menyenangkan sekaligus dapat mengubah ekosistem mobilitas menjadi lebih hijau. “Adopsi E2W dapat menawarkan opsi yang lebih bersih bagi jutaan pengendara di Indonesia. Seiring berkembangnya penggunaan mobil dan percepatan perubahan iklim global, pengurangan emisi kendaraan yang signifikan menjadi misi yang mendesak.” Tutupnya.

Inisiasi perusahaan digital

Sejumlah perusahaan teknologi dan investasi juga mulai menyuarakan concern mereka terhadap penggunaan kendaraan listrik di Indonesia. Raksasa ride-hailing GoTo dan Grab termasuk di antaranya yang telah melakukan uji coba dan mengimplementasi kendaraan listrik dalam layanan mereka.

Komitmen mereka terhadap penanggulangan perubahan iklim dan lingkungan yang hijau juga berlanjut lewat sejumlah inisiasi. Misalnya, GoTo melalui Gojek dan perusahaan energi terintegrasi TBS Energi Utama mendirikan joint venture PT Karya Baru TBS untuk mengembangkan kendaraan listrik roda dua, teknologi pengemasan baterai, infrastruktur penukaran baterai, hingga pembiayaan kendaraan listrik.

Sementara, Grab menggandeng PLN untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik secara bertahap yang dimulai dari kawasan Jabodetabek. Di Singapura, Grab menggaet Hyundai untuk mengoperasikan armada kendaraan listrik.