Antler Indonesia and Its Mission to Foster Local Startup Communities

After officially announcing the Indonesia’s first cohort, a startup builder program Antler has plans to launch quality startups from local founders.

Antler Indonesia’s Partner & Country Head, Subir Lohani revealed to DailySocial, if the previous program provided opportunities for startup founders globally, this program is specifically made for Indonesian startup founders with aim to provide the best solutions in Indonesia.

Similar to the program in Singapore, all programs provided to the participans of Indonesian cohort programs are still the same. In order to adapt to market trends and conditions, the program is localized to suit the ecosystem and startup community in Indonesia.

Nevertheless, Subir emphasized, diversity remains Antler’s vision. Although the program will be held in Jakarta, it is possible for startups from other regions to join and participate in the program intensively. Likewise, the startup category is quite agnostic.

“Since the beginning, we have tried to always be hands-on to those who take part in the program. Whether it’s an existing team to startup founders who don’t have a team and co-founders. We are trying to find the right team and of course the relevant business model,” Subir said.

In the previous program held in Singapore, most of the chosen ones were startup founders with working background in unicorn to decacorn startups, for Indonesia’s special programs, all startup founders with different backgrounds have the same opportunities as startup founders with experience.

Base and Sampingan are the two startups that have participated in the Antler’s previous programs from Indonesia. Both founders are Gojek graduates.

“It is undeniable that those who have previously worked in well-known technology companies in Indonesia, mostly have experience and insight to quite sharp skills, when they finally decide to establish a startup,” Subir said.

The company plans to invest in at least 100 companies in Indonesia within the next 4 years, with the first investment in Indonesia to be made in early 2022.

Global expansion

Antler is currently available across 17 locations globally. Most recently, the program launched in Toronto and Ho Chi Minh City. There is a specific reason why Antler is expanding their presence in different countries. Especially in a country with warm and great potential for a startup community.

In terms of program, Antler considers this activity as enriching their knowledge about market conditions and startup communities in various countries. However, from an investment perspective, Antler also sees greater opportunities to invest in various countries.

“We can also help startups participating in the program to expand their business globally, if they have plans to expand in the future,” he said.

After obtaining $300 million funding last October, Antler plans to use the fresh funds to invest in advanced startups. In Southeast Asia, Antler has the South East Asia Fund, most of which is used for Antler’s operations in Southeast Asia.

“We see that there are many venture capital focused on advanced stage investments today. We have helped startup growth since the beginning, we want to continue to support startups to grow until they exit,” Subir said.

In terms of advanced funding, Antler creates opportunities for investors to partner with them, providing fresh capital to help startups grow their companies. Currently, Antler has partnered with various global venture capitalists. In Indonesia alone, Antler with its startup graduates, are attracting investors.

In this case, Subir emphasized that it is not surprising for investors to have an eye for Antler’s startup graduates. As it happens with Y Combinator graduates. He said, apart from quality startups, with global experience, the Antler team can see what trends and business models are relevant and certainly have the potential to grow. There are some of Antler’s startup graduates who then continued their program at Y Combinator.

“With my experience as a professional and in the tech industry, as well as the support of the team, I hope to be able to help Indonesian startup founders provide relevant insights and tips for their startup growth,” Subir said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Antler Indonesia dan Misinya Dukung Pertumbuhan Komunitas Startup Lokal

Setelah resmi mengumukan peluncuran cohort pertama Indonesia, program startup builder Antler memiliki rencana untuk meluncurkan startup berkualitas dari founder lokal.

Kepada DailySocial.id, Partner & Country Head Antler Indonesia Subir Lohani mengungkapkan, jika program sebelumnya memberikan kesempatan kepada pendiri startup secara global, di program ini khusus untuk pendiri startup Indonesia yang ingin memberikan solusi terbaik d Indonesia.

Tidak berbeda dengan program di Singapura, di cohort Indonesia semua program yang diberikan kepada peserta masih sama. Untuk menyesuaikan tren dan kondisi pasar, program tersebut dilokalisasi menyesuaikan dengan ekosistem dan komunitas startup di Indonesia.

Meskipun demikian, Subir menegaskan, keragaman tetap menjadi visi dari Antler. Meskipun nantinya program akan berlangsung di Jakarta, namun tidak menutup kemungkinan bagi startup asal daerah lain untuk bisa bergabung dan mengikuti program secara intensif. Demikian juga dengan kategori startup yang diusung yaitu agnostik.

“Sejak awal kami berupaya untuk selalu hands on kepada mereka yang mengikuti program. Apakah itu tim yang sudah ada hingga pendiri startup yang belum memiliki tim dan co-founder. Kami berupaya untuk menemukan tim yang tepat dan tentunya bisnis model yang relevan,” kata Subir.

Jika pada program sebelumnya yang masih digelar di Singapura kebanyakan yang dipilih adalah pendiri startup yang pernah bekerja di startup unicorn hingga decacorn, untuk program khusus di Indonesia semua pendiri startup dengan latar belakang berbeda memiliki kesempatan yang sama dengan pendiri startup yang telah memiliki pengalaman.

Startup yang pernah mengikuti program Antler sebelumnya asal Indonesia adalah Base dan Sampingan. Kedua pendiri startup tersebut merupakan lulusan Gojek.

“Tidak dimungkiri mereka yang sebelumnya sudah pernah bekerja di perusahaan teknologi yang sudah ternama di Indonesia, kebanyakan memiliki pengalaman dan wawasan hingga skill yang cukup tajam, ketika akhirnya memutuskan untuk mendirikan startup,” kata Subir.

Perusahaan berencana untuk berinvestasi di setidaknya 100 perusahaan di Indonesia selama 4 tahun ke depan, dengan investasi pertama di Indonesia akan dilakukan pada awal 2022.

Perluas lokasi secara global

Saat ini Antler telah tersebar di 17 lokasi secara global. Yang terbaru adalah diluncurkannya program di Toronto and Ho Chi Minh City. Ada alasan khusus mengapa Antler memperluas kehadiran mereka di berbagai negara. Terutama di negara yang memiliki komunitas startup yang sedang hangat dan memiliki potensi.

Dari sisi program Antler melihat kegiatan ini bisa memperkaya pengetahuan mereka tentang kondisi pasar dan komunitas startup di berbagai negara. Namun dari sisi investasi Antler juga melihat peluang lebih besar untuk berinvestasi di berbagai negara.

“Kami juga bisa membantu startup yang mengikuti program untuk memperluas bisnis secara global, jika mereka memiliki rencana untuk melakukan ekspansi ke depannya,” kata Subir.

Setelah mengantongi pendanaan senilai $300 juta bulan Oktober lalu, Antler berencana untuk memanfaatkan dana segar tersebut untuk memberikan investasi kepada startup tahapan lanjutan. Di Asia Tenggara sendiri, Antler memiliki South East Asia Fund, yang sebagian besar dana tersebut digunakan untuk operasional Antler di Asia Tenggara.

“Kita melihat saat ini sudah banyak venture capital yang fokus kepada investasi tahapan lanjutan. Kami telah membantu pertumbuhan startup sejak awal, kami ingin terus mendukung startup untuk berkembang hingga exit,” kata Subir.

Untuk pendanaan tahapan lanjutan, Antler membuka kesempatan bagi investor untuk bermitra dengan mereka, memberikan modal segar untuk membantu startup mengembangkan perusahaan. Saat ini Antler sudah banyak bermitra dengan berbagai venture capital secara global. Di Indonesia sendiri kehadiran Antler dengan startup lulusannya, banyak yang kemudian dilirik oleh investor untuk berinvestasi.

Melihat hal tersebut Subir menegaskan tidak heran ketika startup lulusan program Antler menjadi pilihan investor. Demikian juga dengan startup lulusan Y Combinator. Menurutnya selain startup berkualitas, dengan pengalaman yang dimiliki secara global, tim Antler bisa melihat tren dan model bisnis apa yang relevan dan tentunya memiliki potensi untuk berkembang. Sudah banyak startup lulusan program Antler yang kemudian melanjutkan program di Y Combinator.

“Dengan pengalaman yang saya miliki sebagai profesional dan di dunia teknologi, serta dukungan tim, saya berharap bisa membantu pendiri startup Indonesia memberikan insight dan tips yang relevan untuk pertumbuhan startup mereka,” kata Subir.

Sempat Tertunda, Antler Segera Buka Cohort Pertama di Indonesia

Antler, program startup builder dan inkubator global asal Singapura, menunjuk mantan CEO Carmudi Subir Lohani sebagai country head untuk Antler Indonesia. Di bawah pimpinan Lohani, Antler akan tancap gas dengan meluncurkan cohort pertama pada Januari 2022 mendatang.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Lohani menjelaskan sebenarnya rencana Antler masuk ke Indonesia sudah diumumkan pada akhir 2019. Namun eksekusinya sempat tertunda karena pandemi, hingga akhirnya resmi menunjuk dirinya sebagai country head untuk Indonesia.

“Tidak ada yang berbeda dengan rencana sebelumnya. Kami ingin membuat program lokal di Jakarta. Antler ingin membuka akses kepada lebih banyak entrepreneur Indonesia untuk merintis startup melalui platform kami, mendapat funding, dan ekosistem,” terangnya.

Di bawah pimpinannya, Antler akan membangun tim kecil untuk memulai cohort pertama di Jakarta pada Januari 2022 dan mulai berinvestasi ke startup melalui fund Southeast Asia. Ditargetkan dalam debut perdananya, Antler dapat berinvestasi tahap awal untuk 10-15 startup, dengan target jangka panjang pada empat sampai lima tahun mendatang dapat menjaring 100 startup lokal.

“Antler akan menjadi salah satu dari sedikit pemain pre-seed terstruktur di Indonesia, dengan kemampuan untuk mendukung para founder startup dalam perjalanan mereka sejak awal. Kami bermitra dan membina para founder membangun tim yang kuat untuk mewujudkan visi mereka menjadi usaha yang scalable di pasar lokal dan global.”

Menurutnya, talent pool di Indonesia sangat banyak dan beragam. Antler mencari founder yang berfokus pada eksekusi, fleksibel, dan memiliki visi yang jelas tentang masalah yang ingin mereka pecahkan. “Para founder harus cukup tangguh untuk dapat membangun untuk jangka panjang,” sambungnya.

Program inkubator Antler berjalan selama enam bulan dalam dua fase. Pada fase pertama berjalan selama sepuluh minggu, tim Antler membantu para founder untuk memvalidasi ide bisnis mereka, membuktikan kesesuaian pasar produk, dan membangun tim yang kuat.

Kemudian pada fase kedua, Antler berinvestasi dalam tim terkuat, yang akan terus membangun dan meningkatkan skala startup mereka untuk persiapan Demo Day. Sejumlah startup lokal telah menjadi alumni di Antler melalui cohort Singapura. Base, Sampingan, Robin, dan Bubays adalah beberapa nama di antaranya.

Hingga kini, Antler telah mendukung 90 startup di Asia Tenggara sejak cohort pertama di Singapura pada Juli 2018. Di 2020 saja, Antler telah mengumpulkan 27 startup berpotensi. Secara keseluruhan, dari tujuh cohort yang telah diselenggarakan, secara total berhasil mengumpulkan pendanaan lebih dari $70 juta.

Di kancah global, Antler telah berinvestasi ke 58 startup baru hingga paruh pertama 2021. Selain Indonesia, Antler pada tahun ini juga meresmikan kehadirannya di Vietnam, Korea Selatan, dan Kanada.

Tren vertikal startup berikutnya

Menurut Lohani, ekosistem teknologi Indonesia masih dalam tahap awal, meskipun generasi startup pertama telah mencapai status unicorn, decacorn, dan exit IPO seperti Bukalapak. Generasi berikutnya bakal ramai dari vertikal yang semakin terdiversifikasi, seperti agritech, digitalitasi UMKM, fintech, dan B2B.

Di vertikal fintech misalnya, dengan kelas menengah yang semakin berkembang, ia percaya bahwa layanan e-wallet, manajemen kekayaan, investasi milenium dan platform tabungan makin banyak muncul di kelas aset tradisional dan non-tradisional. Kemudian, untuk digitalisasi UMKM, semakin banyak startup yang menyediakan solusi seputar ini. Baik itu dari rantai pasokan dan sektor terkait lainnya untuk lebih memungkinkan pertumbuhan UMKM di tanah air.

“Indonesia memiliki potensi untuk menjadi pemimpin regional dalam agritech, dengan pemain yang berfokus di Indonesia yang ingin berkembang untuk memecahkan masalah serupa di skala regional.”

Selain Antler, sebelumnya sudah ada sejumlah program akselerator global juga kini semakin aktif mengincar startup lokal untuk berpartisipasi dalam setiap cohort yang digelar. Mereka adalah Plug and Play, Accelerating Asia, Surge, Y Combinator, Endeavor, Google, dan masih banyak lagi.

Brick Umumkan Pendanaan Awal, Hadirkan Layanan API Fintech untuk Identifikasi Kesehatan Finansial

Brick adalah startup pengembang layanan pengelolaan data kesehatan finansial berbasis API (Application Programming Interface), kapabilitasnya memungkinkan pelaku fintech atau perusahaan teknologi untuk mendapatkan insight lebih dalam terkait kesehatan keuangan para penggunanya.  Tujuannya untuk membawa aplikasi finansial yang lebih personal dan inklusif.

Hari ini (17/3), Brick mengumumkan telah mendapatkan pendanaan awal dari sejumlah investor, meliputi pemodal ventura dan angel. Dari kalangan pemodal ventura ada Better Tomorrow Ventures, Prasetia Dwidharma, 1982 Ventures, Antler, dan Rally Cap Ventures. Sementara angel investor yang terlibat meliputi Shefali Roy (TrueLayer), Kunal Shah (Cred), Reynold Wijaya (Modalku), Quek Siu Rui (Carousell), dan pendiri Nium, Xfers, Aspire, BukuWarung, ZenRooms, CareemPay.

Startup ini didirikan oleh Gavin Tan (CEO) dan Deepak Malhotra (CTO) pada awal 2020. Keduanya memiliki pengalaman mengembangkan startup teknologi dan keuangan. Dalam keterangannya Gavin menjelaskan, “Kami melihat langsung kurangnya infrastruktur modern yang dibutuhkan untuk memberikan pengalaman fintech yang diminta pelanggan. Karena itu, kami memulai Brick untuk memberdayakan perusahaan fintech generasi berikutnya dengan infrastruktur yang mudah diterapkan, hemat biaya, dan inklusif.”

Lebih lanjut dijelaskan, Brick mengklaim telah kompatibel dengan lebih dari 90% rekening bank besar yang ada di Indonesia dan bekerja dengan lebih dari 250 pengembang, 35 perusahaan teknologi dan klien perusahaan fintech di Indonesia. Saat ini Brick juga tengah mengikuti program akselerasi Sembrani Wira yang digelar oleh BRI Ventures.

Dari gambaran yang diberikan kurang lebih proses implementasinya seperti ini. API disematkan pada aplikasi fintech yang dikembangkan mitra bisnis, untuk menjembatani layanan tersebut dengan sistem pembayaran yang digunakan dalam aplikasi. Data didapat dari proses agregasi sistem pembayaran yang digunakan pengguna akhir (bank, digital wallet, e-commerce dll). Beberapa data yang digunakan seperti identitas, akun, transaksi, saldo, pendapatan, aset finansial, hingga pembayaran kredit.

Gambaran cara kerja layanan API fintech Brick / Brick
Gambaran cara kerja layanan API fintech Brick / Brick

Mengawali debutnya di Indonesia, Brick berambisi untuk membawa layanan ini di Asia Tenggara dan akan menggunakan dana yang terkumpul untuk meningkatkan skala platform, meningkatkan cakupan, dan memperluas ke pasar berikutnya. Akhir tahun ini, mereka juga akan meluncurkan API baru untuk perusahaan telekomunikasi, dompet seluler, platform e-commerce, dan produk keuangan inovatif lainnya.

Layanan fintech API terus bermunculan

Layanan fintech berbasis API memang terus bermunculan di Indonesia, ini sejalan dengan regulasi standar API yang sudah mulai disosialisasikan Bank Indonesia sejak tahun lalu. Regulator menginginkan adanya ekosistem finansial yang lebih terbuka, memungkinkan masing-masing pemain (digital dan konvensional) untuk dapat saling mendukung dalam peningkatan literasi finansial masyarakat di Indonesia.

Misi dari hampir seluruh startup fintech yang ada di Indonesia memang mengentaskan kesenjangan di tengah masih banyaknya kalangan undeserved dan unbankable. Setidaknya saat ini ada lebih dari 400 perusahaan fintech di Indonesia — dan jumlah terus bertambah dari waktu-waktu. Dan salah satu strategi yang harus mereka lakukan untuk memenangkan pasar adalah dengan menghadirkan sistem teknologi yang lebih komprehensif.

Tujuan layanan fintech berbasis API membantu mereka (termasuk perusahaan digital yang ingin menghadirkan fitur finansial) meningkatkan kapabilitas teknologi secara lebih sederhana. Alih-alih mengembangkan dari nol dan membutuhkan waktu dan sumber daya relatif lebih besar, dengan menggunakan sistem API prosesnya akan jauh lebih singkat. Terlebih untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan opsi pilihan kanal pembayaran yang hendak disuguhkan kepada pengguna.

Adapun startup yang bermain dengan konsep tersebut sudah ada beberapa, seperti Ayoconnect, Finantier, Xendit, Midtrans, Brankas, dan lain sebagainya. Masing-masing mencoba menyuguhkan proposisi unik dengan kapabilitas tertentu.

Sampingan Announces Series A Funding of 71 Billion Rupiah

Sampingan announces the closing of $5 million Series A funding or equivalent to 71 billion Rupiah. This round was led by Altara Ventures, with the participation of Access Ventures, XA Network, iSeed SEA, and two investors in the previous round, Golden Gate Ventures and Antler. Currently, the startup founded by Wisnu Nugrahadi, Margana Mohamad, and Dimas Pramudya has managed to raise up to $7.1 million in funds.

Fresh funds will be focused on strengthening the technology, product, and sales teams. Since their launch in 2019, they have served around 150 corporate clients with 850 thousand workers. Its services allow business partners to connect with blue-collar workers to perform various types of work, such as making sales, creating product reviews, conducting surveys, installing applications, etc.

In Indonesia, there are several platforms that specifically target blue-collar workers (informal workers). In general, it consists of two forms. First, there is a job marketplace that allows companies to recruit prospective workers with a more formal recruitment process. While agency services usually provide certain jobs on the platform, registered workers can take on and do the task directly, and get a commission after successful submission.

Platform Pekerja Kerah Biru di Indonesia

The presence of these services is based on a fairly large niche market. Based on BPS data in 2019, these workers dominate the informal sector with a rate of 57.27%. Sampingan’s internal data also recorded an increase during the pandemic. From March to December 2020, the number of Sampingan applications downloads exceeding 1 million, increased by 4 times. The number of partners also increased significantly during this period, without announcing a detailed number.

Previously, in an interview with DailySocial, the founders said that Sampingan was inspired by an outsourcing business model that applies daily or monthly targets to workers. In the process, Sampingan uses a similar approach to that model, providing pay based on performance results (pay per performance).

Sampingan was started as Antler startup generator’s first batch program in Singapore. In 2020, the program finally arrived in Indonesia to provide mentorship and investment programs to prospective founders. Apart from Sampingan, there are also local startups generated from this program, including Bubays and Cooklab.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Sampingan Umumkan Pendanaan Seri A 71 Miliar Rupiah

Sampingan mengumumkan telah menutup pendanaan seri A senilai $5 juta atau setara 71 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin Altara Ventures, dengan partisipasi Access Ventures, XA Network, iSeed SEA, serta dua investor di putaran sebelumnya yakni Golden Gate Ventures dan Antler. Sejauh ini, startup yang didirikan Wisnu Nugrahadi, Margana Mohamad, dan Dimas Pramudya ini berhasil mengumpulkan dana hingga $7,1 juta.

Dana segar akan difokuskan untuk penguatan tim teknologi, produk, dan penjualan. Sejak diluncurkan pada 2019, mereka telah melayani sekitar 150 klien perusahaan dengan 850 ribu pekerja. Layanannya memungkinkan mitra bisnis terhubung dengan pekerja “blue collar” untuk melakukan berbagai jenis pekerjaan, seperti melakukan penjualan, membuat ulasan produk, melakukan survei, pemasangan aplikasi, dll.

Di Indonesia, saat ini sudah ada beberapa platform yang khusus menyasar pekerja kerah biru (pekerja informal). Secara umum terdiri dari dua bentuk, pertama ada job marketplace memungkinkan perusahaan untuk memperoleh calon pekerja dengan proses perekrutan yang lebih formal. Sementara layanan keagenan bisanya menyuguhkan pekerjaan tertentu di platform, lalu pekerja terdaftar dapat mengambil dan mengerjakan tugas tersebut secara langsung, dan mendapatkan komisi setelah berhasil melakukan submisi.

Platform Pekerja Kerah Biru di Indonesia

Hadirnya layanan tersebut didasari adanya ceruk pasar yang cukup besar. Berdasarkan data BPS, per tahun 2019 kalangan pekerja tersebut mendominasi sektor informal dengan angka 57,27%. Data internal Sampingan bahkan mencatat adanya kenaikan di masa pandemi. Selama Maret s/d Desember 2020, jumlah unduhan aplikasi Sampingan naik 4x lipat, melebihi 1 juta unduhan. Jumlah mitra pun juga bertambah cukup signifikan di masa tersebut kendati tidak disebutkan angkanya.

Sebelumnya dalam wawancara bersama DailySocial, para founder mengatakan pengembangan Sampingan terinspirasi dari model bisnis outsourcing yang mengenakan target harian atau bulanan ke pekerja. Dalam proses kerjanya, Sampingan menggunakan pendekatan mirip dengan model tersebut, memberikan bayaran berdasarkan hasil kinerja (pay per performance).

Sampingan lahir dari program startup generator Antler batch pertama di Singapura. Tahun 2020 lalu, program tersebut akhirnya bersinggah di Indonesia untuk memberikan program mentorship dan investasi ke calon founder. Selain Sampingan, ada startup lokal yang lahir berkat program tersebut, di antaranya Bubays dan Cooklab.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal Istilah “Startup WhatsApp”, Membangun Bisnis di Atas Platform Komunikasi

WhatsApp secara de facto adalah platform percakapan paling populer di Indonesia. Tak hanya untuk percakapan sehari-sehari, platform ini juga telah menjadi platform komunikasi di kalangan bisnis–termasuk ketersediaan akun khusus bisnis.

Sebuah tren baru mendorong pemanfaatan WhatsApp yang lebih luas. Sebuah startup, dengan sumberdaya terbatas pun, bisa mulai membangun bisnisnya menggunakan WhatsApp sebagai kanal komunikasi dan distribusi.

Di artikel ini, DailySocial mencoba menjabarkan peranan WhatsApp sebagai sebagai platform yang memudahkan startup menjalankan bisnis dan scale up.

Aplikasi untuk bisnis

WhatsApp Business adalah aplikasi yang dapat diunduh secara gratis dan didesain khusus untuk pemilik bisnis kecil. Pengguna dapat membuat katalog untuk menampilkan produk dan layanan dan terhubung dengan pelanggan  menggunakan fitur-fitur untuk mengautomasi, menyortir, dan menjawab pesan secara cepat.

Semua pilihan tersebut menjadi menarik bagi startup baru yang masih terkendala untuk menciptakan platform secara mandiri.

Menurut Lisa Enckell, Partner Antler, membangun produk di atas WhatsApp terbilang lebih cepat dibandingkan membangun untuk beberapa platform, seperti web, iOS, dan Android. Hal tersebut memungkinkan startup bertemu dengan calon pengguna di platform yang sudah mereka gunakan setiap hari. Kesempatan ini juga bisa dimanfaatkan startup untuk membangun Minimum Viable Product (MVP) dan dengan cepat menguji permintaan untuk produk baru.

“Kami juga telah melihat contoh hebat beberapa startup [binaan Antler] yang telah memanfaatkan WhatsApp. Di antaranya adalah Sama [Singapura] dan Sampingan yang terus membangun produk mereka di WhatsApp saat mereka berkembang,” kata Lisa.

Beberapa startup telah menemukan jalan keluar keterbatasan sumberdaya mereka dan sekarang menjalankan banyak layanan di atas WhatsApp. Memvalidasi dengan pelanggan lebih cepat dan murah. Perusahaan-perusahaan ini tidak hanya mobile-first, tetapi mereka juga WhatsApp-first.

“Ada banyak friksi ketika mereka harus mengunduh aplikasi baru, sementara aplikasi yang digunakan setiap harinya tidak banyak. Menjadi bagian dari aplikasi yang sudah digunakan banyak orang bisa menjadi cara yang tepat untuk terlibat dengan pengguna. Ini adalah kanal komunikasi dan distribusi, mirip dengan kehadiran di media sosial atau menggunakan pemasaran email,” kata Lisa.

Ia melanjutkan, “Ini adalah emerging platform. Anda harus terbuka terhadap perubahan besar. Pelajari API mereka dan pastikan Anda dapat melakukan semua hal yang ingin Anda lakukan dengan produk Anda. Uji dan coba. Pada akhirnya alasan menggunakan WhatsApp mungkin hanya untuk onboarding atau komunikasi dengan pengguna, kemudian ciptakan produk yang independen dan relevan.”

Melayani enam ribu seller Sampingan

Untuk memastikan aktivitas bisnis yang dilakukan sudah tepat, Sampingan selalu melakukan testing dan eksperimen. Sampingan kini melayani 6000 Reseller dan menjual lebih dari 150.000 produk menggunakan WhatsApp sebagai salah satu kanal utama. Perusahaan melihat potensi WhatsApp sebagai alat untuk scaling up

“Startup diharuskan untuk jeli dalam melihat fitur yang disediakan dan bagaimana fitur itu dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk mengembangkan bisnis,” kata CEO Sampingan Wisnu Nugrahadi.

Untuk memperkuat bisnis, Sampingan selalu fokus kepada customer, baik dari sisi experience, product, maupun feature

Keamanan data pengguna dan perusahaan adalah salah satu fokus Sampingan dalam menjalankan bisnis. WhatsApp sebagai channel komunikasi yang dipilih oleh Sampingan juga membantu dalam meningkatkan sisi keamanan. Terlebih lagi, dengan end-to-end  encryption yang dimiliki oleh WhatsApp,” kata Wisnu.

SIRCLO Chat

Sebagai platform e-commerce enabler, SIRCLO memiliki alasan yang kuat mengapa perusahaan menjadi partner WhatsApp Business API. Sejak pertengahan tahun 2019, SIRCLO menjadi partner WhatsApp Business API dalam menyediakan solusi chat commerce (SIRCLO Chat) agar merchant di Indonesia dapat semakin mengoptimalkan kanal/aset digital yang mereka miliki untuk meningkatkan transaksi via online.

“Menurut riset We Are Social, pada tahun 2019 ada 125 juta pengguna WhatsApp di Indonesia. Di sini kami melihat potensi yang besar dari medium berbasis chat (chat commerce) yang digunakan oleh pemilik bisnis untuk mengelola transaksi dengan pelanggan, khususnya melalui WhatsApp,” kata perwakilan SIRCLO.

Di Indonesia sendiri transaksi melalui chat sudah terjadi lebih dari satu dekade yang lalu, saat penjual dan pembeli menggunakan Blackberry Messenger untuk transaksi jual beli. Hanya saja, waktu itu, transaksi akan dilakukan atau direkap secara manual.

“Dengan memanfaatkan WhatsApp, penjual dengan mudah dapat terhubung dengan pelanggan mereka. Sifat orang Indonesia yang suka chat untuk membeli barang juga menjadi alasan kenapa penjual dapat beralih menggunakan WhatsApp. Dengan adanya solusi bisnis seperti SIRCLO Chat, saat ini merchant tidak hanya bisa mengirim pesan saja, tapi aktivitas ini juga didukung oleh sistem e-commerce dari sisi backend-nya.”

Untuk startup yang memiliki niat memanfaatkan WhatsApp ke dalam bisnis mereka, ada beberapa poin menarik yang ditekankan. Teknologi tidak sekadar chatbot/aplikasi untuk chat, tapi yang bisa melayani transaksi, mulai dari create order, integrasi dengan pembayaran otomatis, dan integrasi dengan sistem pengiriman. Startup juga harus siap melakukan scale up. Sistem WhatsApp yang dipilih harus siap ketika merchant menerima ratusan hingga ribuan chat tiap harinya.

“Semua tetap butuh sentuhan manusia. Robot tidak bisa menggantikan manusia seutuhnya. Ketika memilih teknologi WhatsApp, chatbot digunakan untuk membantu meringankan kerja manusia mengautomasi hal-hal repetitif. Tapi ketika bicara tentang pelanggan, pertanyaan mereka bisa jadi sangat unik dan beragam, sehingga sentuhan manusia tetap dibutuhkan.”

Asisten digital Botika

Selain popularitas WhatsApp yang tidak tertandingi di Indonesia, Botika memilih WhatsApp sebagai kanal distribusi dan komunikasi untuk memperkuat produk dan teknologi yang dimiliki. Saat ini Botika telah menyiapkan satu kanal di WhatsApp sebagai Assistant, yang nantinya memudahkan kosumen berinteraksi dengan produk Botika yang bernama LUNA.

“Botika melihat penggunaan WhatsApp oleh startup merupakan tool awal dalam scale up startup. Karena memang mereka menjaga komunikasi dan mengelola konsumen melalui WhatsApp, sehingga menjadi tantangan pengembangan selanjutnya dalam penggunaan teknologi pendukung, misalnya aplikasi. Kami juga melihat startup yang sudah besar pun saat ini menguatkan kanal komunikasinya melalui chat dengan chatbot, dan melakukan otomatisasi di kanal WhatsApp API Business,” kata Co-Founder & CMO Botika Eri Kuncoro.

Terkait concern keamanan, Botika melihat penerapan sistem yang berlapis dalam proses ini didukung standard privacy policy WhatsApp. Tujuannya agar data tidak digunakan atau diberikan ke pihak lain untuk kepentingan di luar kepentingan klien.

“Saran [saya] untuk startup yang ingin menggunakan WhatsApp untuk berinteraksi dengan klien atau konsumen mereka, mulailah gunakan tools pendukung proses interaksi di kanal WhatsApp tersebut. Salah satunya menggunakan satu dashboard yang bisa menghubungkan berbagai kanal dengan banyak tim customer service yang dimiliki,” kata Eri.

Potensi jadi platform pembayaran

Uji coba pembayaran menggunakan WhatsApp di Brazil
Uji coba pembayaran menggunakan WhatsApp di Brazil

Setelah Gojek mendapatkan dana segar dari Facebook awal bulan Juni 2020 lalu, gaung rencana Facebook menggunakan WhatsApp sebagai platform pembayaran di Indonesia semakin kencang. Di negara lain, seperti India dan Brazil, WhatsApp Pay sudah diimplementasikan untuk membantu UKM berjualan dan menerima pembayaran.

Uji coba penggunaa WhatsApp sebagai alat pembayaran di Brazil dilakukan atas kerja sama dengan beberapa mitra, di antaranya adalah perbankan dan penyedia layanan proses pembayaran. Di Indonesia, GoPay menjadi kandidat kuat partner perdana jika fitur ini diimplementasikan.

Bubays Baby Food Producers Optimizing Technology for Delivery Service

Bubays is an online channel that sells complementary foods for babies (MPASI). The idea appears when the founder participated in Antler‘s startup generator program in Singapore.

“We’re looking for relevant issues with parents on a daily basis. The fact is there are many Indonesian people, especially young moms, having difficulty in finding MPASI. The success of MPASI is due to some factors; from parents knowledge, types and quality of the food; and eating culture,” Bubays’ Co-Founder & CEO, Muhammad Faiz Ghifari

Bubays is currently focused on food types and quality, because there are many kinds of baby food in the market contain a preservative, high added sugar, even the worse is baby food on the shelves has been existing longer than the baby.

“In addition, we’ve seen a high stunting rate in Indonesia, almost at 30%. This can happen because of low nutrition in the Children’s 1000 first days,” he added.

One of the baby food products by Bubays / Bubays
One of the baby food products by Bubays / Bubays

One of the Bubays products is baby porridge with various basic ingredients, made with texture variants according to the age of the child. They also assured each production process is closely monitored by nutritionists. The procedure is also ensured to be safe and hygienic.

“We deliver fresh and ready to eat MPASI. Our experts also ensure that the product received is suitable for the baby’s needs,” Faiz continued.

Faiz is not alone, he has a co-founder named Ifatul Khasanah. Faiz has an educational and career background in engineering and marketing. While Ifatul is a food scientist who focuses on nutrition and child development. To accelerate the business, Bubays has also secured pre-seed funding from Antler worth 1.5 billion Rupiah.

Muhammad Faiz Ghifari and Ifatul Khasanah as Bubays founders / Bubays
Muhammad Faiz Ghifari and Ifatul Khasanah as Bubays founders / Bubays

Currently, Bubays only available around Jabodetabek. There are at least 100 customers are using the service. Nevertheless, they are quite optimistic that consumers will continue to grow. According to BKKBN data, there are at least 4.8 million babies born in Indonesia every year. Millennial trends that associates with busyness and high mobility also become an important point that is considered by the Bubays team to market their products – they need instant nutritious food solutions for their babies.

In Indonesia, it is quite easy to find SMEs who make food products for babies, from the small seller level to the producers with certain brands. Some of them also sell their merchandise through online channels, such as social media and online marketplaces. The easy ordering is kind of an added value that Bubays offer.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Produsen Makanan Bayi Bubays Optimalkan Teknologi untuk Layanan Pesan Antar

Bubays adalah kanal online yang menjual produk makanan pendamping air susu ibu (MPASI). Ide pengembangan usaha tersebut muncul ketika founder mengikuti program startup generator Antler di Singapura.

“Kami mencari masalah yang relevan dengan kehidupan sehari-hari yaitu sebagai orang tua. Kami menemukan fakta bahwa masih banyak masyarakat Indonesia, terutama ibu muda, yang kesulitan memberi MPASI. Keberhasilan pemberian MPASI dipengaruhi berbagai faktor; dari pengetahuan orangtua, jenis dan kualitas makanan, hingga budaya makan,” jelas Co-Founder & CEO Bubays Muhammad Faiz Ghifari.

Bubays sendiri fokus pada faktor jenis dan kualitas makanan, karena mereka melihat kebanyakan produk makanan bayi di pasaran mengandung pengawet, tinggi gula tambahan, bahkan yang lebih miris ada makanan bayi di rak toko yang usianya lebih lama dari usia bayi itu sendiri.

“Selain itu kami melihat di Indonesia tingkat stunting masih tinggi, hampir 30%. Hal ini bisa disebabkan salah satunya karena nutrisi yang tidak optimal pada 1000 hari pertama pertumbuhan anak,” imbuhnya.

Bubur Bayi Bubays
Salah satu produk bubur bayi yang diproduksi Bubays / Bubays

Salah satu produk Bubays adalah bubur bayi dengan aneka bahan dasar, dibuat dengan varian tekstur sesuai dengan usia anak. Mereka turut meyakinkan, setiap proses produksi diawasi ketat oleh ahli gizi. Prosedurnya juga dipastikan aman dan higienis.

“Kami mengantarkan MPASI siap makan dan segar. Ahli nustrisi kami juga memastikan bahwa produk yang diterima sesuai dengan kebutuhan bayi,” lanjut Faiz.

Selain Faiz, turut menjadi co-founder adalah Ifatul Khasanah. Faiz memiliki latar belakang pendidikan dan karier di bidang teknik dan pemasaran. Sementara Ifatul merupakan seorang food scientist yang fokus pada permasalahan gizi dan tumbuh kembang anak. Untuk mengakselerasi bisnis, Bubays juga sudah membukukan pre-seed funding dari Antler senilai 1,5 miliar Rupiah.

Muhammad Faiz Ghifari
Muhammad Faiz Ghifari dan Ifatul Khasanah selaku founder Bubays / Bubays

Saat ini cakupan pangsa pasar Bubays baru di seputar Jabodetabek. Sekurangnya kini sudah ada sekitar 100 pelanggan. Kendati demikian, mereka cukup optimis bahwa konsumennya akan terus bertumbuh. Menurut data BKKBN, setidaknya setiap tahun ada 4,8 juta bayi lahir di Indonesia. Tren milenial yang erat dengan kesibukan dan mobilitas tinggi turut menjadi poin penting yang menjadi konsiderasi tim Bubays untuk memasarkan produknya — mereka butuh solusi instan makanan bernutrisi untuk bayinya.

Di Indonesia, cukup mudah ditemukan pelaku UKM yang membuat produk makanan nustrisi untuk bayi, dari yang level penjual kecil sampai ke produsen produk dengan brand tertentu. Sebagian dari mereka turut menjual dagangannya melalui kanal online, seperti media sosial dan online marketplace. Kemudahan pemesanan kini dijadikan poin plus yang coba dihadirkan Bubays.

Program “Startup Generator” Antler Meluncur di Indonesia Tahun 2020

Didirikan tahun 2017 lalu di Singapura, Antler sebagai startup generator berencana berinvestasi sekaligus membantu calon entrepreneur dan pendiri startup mengembangkan startup mereka di Indonesia. Masih dalam tahapan pencarian individu yang berkualitas, rencananya Antler akan meresmikan batch pertama di Indonesia tahun 2020 mendatang.

Managing Partner Antler Jussi Salovaara mengungkapkan, program yang dilancarkan perusahaannya berbeda dengan program inkubasi atau akselerator yang sudah banyak dikembangkan secara global.

Fokus ke individu yang memiliki visi, pengalaman, serta latar belakang pekerjaan dan pendidikan yang mendukung, Antler ingin membantu mereka mendirikan bisnis yang sehat dan meminimalisir terjadinya kegagalan saat mendirikan startup.

“Bukan hanya membantu mereka mendirikan startup yang relevan, program yang dihadirkan Antler juga membantu mereka menciptakan bisnis yang tidak terlalu mainstream dan mencoba untuk memberikan solusi dan peluang bisnis yang tepat.”

Antler memiliki rencana membantu 20 startup Indonesia setiap tahunnya dengan memberikan dukungan kepada pendiri startup untuk membentuk tim yang tepat, memberikan pendanaan untuk tahapan awal (pre-seed dan seed), dan memberikan akses ke platform hingga jaringan secara global.

Investasi yang akan digelontorkan Antler adalah $100 ribu per startup.

Antler juga akan memberikan berupa grant atau uang saku setiap dua bulan kepada peserta yang mengikuti program. Mereka yang berhasil bakal mengikuti program lanjutan selama beberapa bulan berikutnya yang fokus untuk meluncurkan dan mulai menumbuhkan perusahaan mereka dengan dukungan dari para mentor, penasihat, dan VC. Tidak melulu didukung mentor asing, Antler juga didukung mentor asal Indonesia yang berkualitas, termasuk CEO GDP Venture Martin Hartono dan Presiden Direktur Blue Bird Noni Purnomo.

Saat ini Antler sudah tersebar di 8 lokasi, yaitu Singapura, London, New York, Sydney, Stockholm, Oslo, Nairobi dan Amsterdam. Sejak program pertamanya di Singapura tahun 2018 lalu, Antler mengklaim telah menghasilkan lebih dari 80 perusahaan teknologi baru.

Menargetkan eks pegawai startup unicorn

Dua contoh startup lulusan program Antler adalah Sampingan yang telah mendapatkan pendanaan tahapan awal dari Golden Gate Ventures dan Base yang telah memperoleh dana tahap awal dari East Ventures dan Skystar Capital. Kedua startup ini memiliki kesamaan, yaitu para pendirinya pernah menjadi pegawai startup unicorn Gojek.

Menurut Jussi, salah satu profil peserta program Antler yang berpotensi adalah memiliki pengalaman bekerja di startup ternama atau memiliki latar belakang pengalaman bekerja di korporasi dan perusahaan besar.

“Saya melihat lulusan atau mantan pegawai startup unicorn menjadi peserta yang paling berpotensi. Seperti yang sudah dibuktikan oleh Wisnu Nugrahadi (Sampingan) dan Yaumi Fauziah Sugiharta (Base) yang sebelumnya pernah bekerja di Gojek.”