Kata.ai Tawarkan Solusi Layanan Pelanggan Manfaatkan WhatsApp Business API

Kata.ai, yang selama ini dikenal sebagai startup yang fokus pada pengembangan solusi Artificial Intelligence (AI) dan Natural Language Processing (NLP), kembali mengumumkan solusi terbarunya yakni solusi layanan pelanggan melalui WhatsApp. Solusi ini ditawarkan bagi para perusahaan yang ingin menyederhanakan proses pelayanan pelanggan.

Solusi terbaru Kata.ai ini akan memanfaatkan keahlian mereka di bidang chatbot, AI, dan pemrosesan bahasa natural dan dikombinasikan dengan WhatsApp Business API .

Ada tiga jenis layanan pelanggan berbasis WhatsApp yang dikembangkan. Yang pertama adalah layanan customer support 24/7 yang memungkinkan pelanggan menyampaikan keluhan atau pertanyaan terkait jasa dan produk perusahaan melalui satu nomor akun WhatsApp. Percakapan nantinya bisa dilayani oleh chatbot atau agen-agen customer service.

Layanan kedua yang dikembangkan adalah notifikasi. Layanan ini memungkinkan perusahaan dapat mengirimkan pemberitahuan terkait status pemesanan, konfirmasi order hingga termasuk kode otentik kepada setiap pelanggannya.

Layanan terakhir yang disiapkan adalah layanan purna jual. Layanan yang memungkinkan perusahaan dapat memantau kepuasan pelanggan mereka sekaligus membangun hubungan yang lebih baik dengan konsumen yang ada.

“Kami telah melakukan integrasi dengan WhatsApp Business API untuk menawarkan solusi bagi para perusahaan yang ingin berinteraksi langsung dengan para konsumen melalui aplikasi WhatsApp. Saat ini, masih sangat sedikit perusahaan yang memiliki akses ke layanan WhatsApp Business API di Indonesia, padahal data menunjukkan WhatsApp adalah aplikasi perpesanan yang dipilih oleh paling banyak masyarakat Indonesia. Dengan adanya integrasi ke WhatsApp Business API, kini semua perusahaan di Indonesia dapat memiliki akun WhatsApp Business dan menjawab kebutuhan konsumen dengan lebih cepat dan lebih efektif,” ujar CEO Kata.ai Irzan Raditnya.

Semua solusi yang ditawarkan oleh Kata.ai akan dilengkapi dengan AI dan NLP sehingga chatbot dapat memberikan jawaban otomatis sesuai dengan format yang ditentukan sebelumnya. Sistem AI juga akan dapat mendeteksi jawaban konsumen dan memberikan respon yang sesuai dengan kata kunci tertentu. Semua solusi ini akan menawarkan fleksibilitas waktu, karena sistem akan berjalan 24/7 tanpa dibatasi jam operasional tertentu.

Irzan menambahkan, ia berharap dengan menghadirkan solusi baru ini Kata.ai dapat membantu lebih banyak perusahaan untuk meningkatkan kepuasan konsumen dengan interaksi dan hubungan yang lebih efektif.

“Di satu sisi, pelanggan akan lebih mudah mendapatkan jawaban dan bantuan dari perusahaan. Mereka tidak perlu repot masuk ke website, hanya perlu membuka aplikasi WhatsApp di ponsel dan mengetikkan keluhan atau pertanyaan. Di sisi lain, perusahaan juga dapat berkomunikasi dengan konsumen secara langsung. Kapan pun dibutuhkan. Risiko kekecewaan pelanggan karena respons yang lama bisa berkurang secara signifikan,” tutup Irzan.

Kia Pamerkan AI yang Dapat Mengadaptasikan Suasana Kabin Mobil Berdasarkan Mood Penumpang

Sebagai salah satu gelaran teknologi terakbar, wajar apabila CES sering dimanfaatkan pabrikan otomotif untuk memamerkan teknologi-teknologi yang mereka siapkan untuk masa yang akan datang. Lihat saja Kia, yang di CES memperkenalkan teknologi Real-time Emotion Adaptive Driving (R.E.A.D.) sebagai bagian dari visi “Beyond Autonomous Driving” mereka.

R.E.A.D. pada dasarnya merupakan sistem berbasis AI yang mampu mengadaptasikan suasana kabin mobil berdasarkan mood penumpang. Asumsinya, di masa yang akan datang sudah tidak ada lagi istilah “pengemudi”, sehingga penumpang harus diperlakukan secara istimewa selama dalam perjalanan.

Beragam sensor dimanfaatkan sistem ini untuk memonitor suasana hati penumpang berdasarkan faktor-faktor seperti ekspresi wajah, laju jantung maupun aktivitas elektrodermal. Setelahnya, pengadaptasian suasana kabin bakal dilakukan dengan memperhatikan kelima indera manusia.

Real-time Emotion Adaptive Driving

Fungsionalitas R.E.A.D. turut ditunjang oleh kursi mobil yang dapat bergetar mengikuti frekuensi musik yang tengah mengalun. Tentu saja kursi ini juga bisa menjadi mesin pijat ketika dibutuhkan, sekaligus menjadi bentuk peringatan ekstra demi menjamin keselamatan penumpang.

Di samping R.E.A.D., Kia juga memperkenalkan V-Touch, sistem kontrol berbasis gesture yang memanfaatkan kamera 3D untuk memonitor pergerakan mata maupun jari-jemari penumpang. Berkat V-Touch, penumpang dapat mengakses beragam fitur dan pengaturan mobil tanpa bantuan tombol maupun layar sentuh sama sekali.

Seperti yang saya bilang di awal, semua ini merupakan bagian dari visi “Beyond Autonomous Driving” yang digagaskan Kia, yang berarti implementasinya masih sangat jauh. Terlepas dari itu, teknologi-teknologi semacam ini merupakan indikasi bahwa ke depannya mobil bakal beralih fungsi menjadi lounge berjalan ketimbang sebatas moda transportasi.

Sumber: Kia dan Engadget.

Berkat Smart Reply, Hangouts Chat Jadi Sedikit Berbeda dari Slack

Februari lalu, beredar kabar bahwa Google berniat menghadirkan fitur Smart Reply pada semua produknya yang mendukung fungsi pengiriman pesan. Akurasi kabar itu sudah mulai kelihatan; Google baru saja merilis Smart Reply untuk Hangouts Chat, aplikasi komunikasi timnya yang banyak terinspirasi Slack.

Sekadar mengingatkan, Smart Reply memanfaatkan kecerdasan machine learning untuk mengenali pesan-pesan dalam bahasa Inggris, lalu menyuguhkan tiga respon anjuran yang bisa diberikan. Respon anjurannya ini tentu saja disesuaikan dengan konteks pesan yang ada.

Fitur ini pertama hadir di aplikasi Inbox by Gmail tiga tahun silam. Secara perlahan, Smart Reply kemudian diwariskan ke Gmail, sekaligus berevolusi menjadi fitur lain bernama Smart Compose, yang memungkinkan pengguna untuk menulis email dari awal sampai akhir dengan bantuan anjuran yang serupa.

Hangouts Chat Smart Reply

Kehadiran Smart Reply di Hangouts Chat merupakan langkah evolusi yang masuk akal. Tidak seperti di Gmail, di Hangouts Chat beberapa pesan dari orang yang berbeda sekaligus bisa masuk secara bersamaan, dan Smart Reply semestinya bisa membantu pengguna tidak mangkir dari konteks yang dibicarakan ketika ada beberapa pesan yang perlu dibalas.

Perlu diingat juga, respon anjuran yang disajikan Smart Reply tidak bersifat mutlak. Setelah memilih salah satu dari tiga opsi balasan yang tersedia, pengguna masih bisa mengeditnya atau menambahnya jadi lebih panjang lagi jika perlu.

Sumber: Google.

Indonesia Menuju Adopsi Kecerdasan Buatan yang Lebih Matang

“Kecerdasan buatan merupakan sebuah kreasi yang membentuk masa depan kita,” tutur Irzan Raditya, co-founder sekaligus CEO Kata.ai saat membuka konferensi INTERACT di Jakarta beberapa waktu lalu.

Dalam keynote speech-nya, Irzan menegaskan bahwa kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) tak akan menggantikan pekerjaan manusia seperti yang diprediksi banyak pihak, termasuk Stephen Hawking yang menyebut pengembangan AI justru jadi akhir dari kehidupan manusia.

“Teknologi ini justru membantu [manusia] untuk berpikir kreatif dan strategis, dan juga sebagai akselerator,” ungkap pria berkacamata tersebut.

Yang dimaksud kreatif dan strategis oleh Irzan adalah menangkap peluang pengembangan AI dengan memanfaatkannya di sejumlah sektor industri. Konferensi bertajuk “AI for Intelligent Digital Transformation” dirasa pas dengan sejumlah sektor di Tanah Air yang punya sekelumit masalah. Contohnya, sektor kesehatan (healthcare).

Di salah satu sesi INTERACT, Timur Bawono, GM PT Medlinx Asia Teknologi, mengungkapkan bahwa industri kesehatan di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan, seperti kurangnya tenaga medis, belum terdigitalisasinya dokumen/database/rekam medis pasien, hingga sulitnya masyarakat mengakses layanan kesehatan karena keterbatasan wilayah/lokasi.

“Sebagai penyelanggara IT yang fokus di healthcare, kami ingin industri ini terbantu teknologinya. Misalnya AI, teknologi ini bisa bantu kelola dan analisa data sehingga bisa membuat keputusan dan rencana bisnis yang lebih achieveable. Karena data di rumah sakit, klinik, dan lainnya belum terdigitalisasi,” jelas Timur.

Sementara menurut Alfonsius P Timboel, VP Products Halodoc, pihaknya kini mulai serius menggarap AI untuk menjaga kualitas layanan. AI dapat dimanfaatkan untuk mengatasi ribuan konsultasi pengguna. Artinya, konsultasi yang tadinya ditangani dokter, kini bisa dibantu penanganannya oleh mesin tanpa mengurangi kualitas konsultasi itu sendiri.

Kembali lagi, Irzan berujar AI sama dengan ragam teknologi lain yang dapat diimplementasikan untuk berbagai sektor sesuai kebutuhan. Saat ini saja, sudah banyak perusahaan di sejumlah sektor di Indonesia yang memanfaatkannya untuk keperluan bisnis, seperti telekomunikasi dan perbankan.

Healthcare misalnya, teknologi ini bisa membantu pasien yang tinggal di daerah dan menghubungkannya dengan dokter-dokter di kota besar. Ini tinggal menunggu waktu, semua industri perlu kalau tidak mereka akan ketinggalan,” ujarnya lagi.

Saat ini, lanjutnya, posisi Indonesia dalam hal pengadopsian AI memang masih tertinggal jauh dari negara-negara kiblat teknologi macam Amerika Serikat dan Tiongkok. Semakin banyak data terstruktur akan meningkatkan input untuk AI. Terlebih, di sana regulator telab memberikan dukungan penuh untuk mengimplementasi AI, seperti profiling.

“Sekarang Indonesia sedang di fase realisasi. Tapi, pertumbuhan AI tak bisa bergantung pada kami, harus dari perusahaan besar ikut implementasi. Data atau tanpa data, algoritma secanggih apapun, tidak akan jalan kalau tidak ada yang adopsi. Tapi ini awal baik, startup [yang bergerak di bidang AI] mulai banyak.”

Inovasi baru peringkas informasi teks

Di konferensi INTERACT, Kata.ai juga memamerkan inovasi terbarunya untuk Kata Platform 3.0, versi terbaru Kata Platform yang dirancang untuk mengembangkan chatbot. Text Summarization yang akan hadir tahun depan, dipamerkan lewat sebuah demonstrasi apik oleh Pria Purnama, VP Product and Engineering Kata.ai.

Text Summarization merupakan inovasi lanjutan yang dapat mengolah informasi teks panjang menjadi ringkasan tiga hingga empat kalimat secara otomatis. Fitur ini dapat mempermudah pembaca untuk mencerna artikel berita lewat aplikasi pengiriman pesan.

DailySocial berkesempatan menyaksikan demo fitur terbaru ini. Ada dua berita dari situs Tempo.co yang dijadikan sebagai contoh. Sama seperti tampilan dan fungsi di Google Translate, fitur ini meringkas berita lebih dari 3000 karakter menjadi kurang dari 400 karakter saja.

Burhan Solikhin, Executive Director Tempo.co, yang juga hadir di sesi Demo Day ini, turut mengungkap bahwa AI juga dapat berfungsi untuk mengecek dan menyaring berita hoax di masa depan.

“Mungkin kami bisa membuat kolaborasi dengan Kata.ai untuk membuat filter [berita hoax] dengan AI. Misi kami adalah untuk publik dan republik, sehingga kami ingin kualitas berita semakin baik, seperti berita startup dan UKM, saat ini masih kurang.”

Saat ini Kata Platform telah digunakan lebih dari 3.700 developer untuk mengembangkan chatbot, dengan total pesan di chatbot Kata Platform telah mencapai 400 juta pesan. Setidaknya, terdapat lebih dari 30 perusahaan terkemuka yang menggunakan chatbot ini, superti Telkomsel, BRI, Unilever, Alfamart, dan Pegadaian.

Baca info lebih lengkap di sini

Nvidia Gunakan AI Untuk Ciptakan Versi Digital dari Dunia Nyata

Dukungan kecerdasan buatan ialah salah satu fitur yang Nvidia tawarkan di GeForce RTX. Di lini kartu grafis anyar itu, sang perusahaan memperkenalkan DLSS, yaiu sebuah fitur ala anti-aliasing yang memanfaatkan deep learning untuk ‘melatih’ GPU sehingga visual tampil lebih tajam serta bekerja dua kali lebih cepat dibanding produk-produk generasi sebelumnya.

Tapi jauh sebelum resmi memperkenalkan GeForce RTX, Nvidia sudah lama mengeksplorasi penerapan artificial intelligence di berbagai ranah. Dan di acara Neural Information Processing Conference di Montreal, sang produsen asal Santa Clara itu mendemonstrasikan kemampuan AI mereka dalam me-render lingkungan dan objek-objek sintetis secara realistis dan detail, cuma berbekal rekaman video.

Di presentasi, Bryan Catanzaro selaku vice president dari Nvidia Applied Deep Learning menjelaskan bahwa yang mereka perlihatkan ini adalah teknik baru rendering menggunakan neural networks (jaringan saraf). Lewat eksperimen tersebut, para peneliti Nvidia ingin mencari tahu bagaimana cara mengimplementasikan AI untuk membuat grafis komputer lebih baik, dan jalan keluarnya adalah memakai video sesungguhnya sebagai acuan.

nvidia-ai-scene-rendering-720x720

Dalam mengerjakan misi mereka, Nvidia membangun sistem yang bisa mentransformasi video menjadi ‘versi render digital’. Sistem mereka itu mampu memahami rincian informasi di dunia nyata, dan dari sana, ditambahkanlah detail tekstur dan pencahayaan. Nvidia memanfaatkan machine learning untuk menganalisis video serta teknik computer vision buat melabelkan objek-objek serta karakteristiknya.

Itu berarti, kecerdasan buatan dapat mengenal tata ruang perkotaan serta memahami bahwa objek-objek di sana terdiri dari pohon, mobil, serta bangunan. Teknologi ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari riset yang pernah dilangsungkan – misalnya oleh University of California di Berkeley.

Sebelumnya, para peneliti berhasil me-render grafis secara real-time dengan menggunakan GPU Tensor Core; namun dalam konferensi tersebut, Nvidia mencoba memperlihatkan kapabilitas dari kartu Titan V mereka.

Menurut Nvidia, metode ini berpotensi membantu pengembangan di bermacam-macam bidang, dari mulai gaming, otomotif, arsitektur, robotik sampai virtual reality. Neural network bisa menciptakan suatu pemandangan/adegan berdasarkan lokasi sesungguhnya, dan kemampuan ini dapat diterapkan di ranah hiburan ataupun produktif.

Contohnya di bidang pengembangan game. Berbekal teknologi tersebut, developer bisa mudah me-remaster pada judul-judul permainan lawas – cukup dengan melakukan rendering ulang, kemudian tinggal menambahkan tekstur high-definition. Selain itu, proses pembuatan atau penambahan level juga menjadi jauh lebih sederhana.

Via Digital Trends & Nvidia.

Robot Anki Vector Bakal Kedatangan Kepribadian Baru dalam Wujud Integrasi Alexa

Salah satu kelebihan utama robot Anki Vector dibandingkan pendahulunya adalah kemampuannya untuk memahami perintah suara yang diberikan orang-orang di sekitarnya. Hal tersebut jelas membuatnya sangat ideal untuk berperan sebagai asisten, dan pengembangnya sadar betul akan itu.

Sebulan pasca pemasaran Vector, Anki merilis teaser yang mempertontonkan integrasi Amazon Alexa pada robot mungil tersebut. Alexa pada robot seharga $250 itu ibarat kepribadian keduanya. Saat pengguna memanggil “Alexa”, seketika itu juga Vector akan berhenti melakukan apapun yang sedang ia kerjakan, lalu ganti Alexa yang mendengarkan ucapan sang pengguna.

Video di bawah menunjukkan bagaimana pengguna dapat mengontrol beragam perangkat smart home melalui Vector yang menjadi ‘rumah’ baru buat Alexa. Anki mengaku bahwa integrasi Alexa ini merupakan salah satu fitur yang paling banyak diminta oleh konsumennya, dan Anki sudah siap mewujudkannya sebelum musim liburan tiba tidak lama lagi.

Dalam kesempatan yang sama, Anki juga merilis update yang membawa sejumlah penyempurnaan untuk Vector. Yang paling utama adalah tambahan ratusan animasi dan reaksi yang bisa diterapkan oleh Vector, termasuk ketika merespon frasa-frasa seperti “good robot”, “good morning”, “I love you”, dan “be quiet”.

Terakhir, performa Vector turut dibenahi lewat update ini, spesifiknya kemampuannya untuk mendeteksi ujung meja, sehingga ia bisa langsung mundur dan tidak terjatuh dari atas meja. Dibandingkan sebelumnya, Vector kini dapat bereaksi dengan lebih sigap berkat algoritma pemetaan ruang yang lebih baik.

Sumber: VentureBeat.

Mengadopsi Teknologi AI, Machine Learning, dan IoT untuk Bisnis

Tidak bisa dipungkiri teknologi artificial intelligence, IoT, dan machine learning sudah mulai banyak digunakan startup dan perusahaan teknologi secara global. Tidak hanya membantu mempermudah pekerjaan, memangkas waktu, hingga memberikan hasil pekerjaan yang akurat, teknologi-teknologi tersebut juga diprediksi akan menggantikan pekerjaan manusia secara umum dan menghapus pekerjaan yang sebelumnya banyak dilakukan.

Menurut Product Marketing Manager Data & AI Microsoft Indonesia Marsya Juwita Aderizal yang menjadi pembicara dalam sesi #SelasaStartup, kekhawatiran tersebut menjadi tidak relevan dilihat dari banyaknya peluang baru yang bisa dihasilkan dari AI, IoT, dan machine learning. Masing-masing memiliki keunikan tersendiri dan bagaimana kreativitas dari individu untuk bisa mengadopsi perubahan tersebut.

“Intinya kita harus berpikir lebih kreatif, dan bagaimana teknologi tersebut bisa membuka lapangan pekerjaan baru untuk Anda dan orang banyak,” kata Marsya.

IoT, machine learning, dan AI

Salah satu keunggulan teknologi IoT adalah dengan hanya menggunakan data bisa memprediksi sebuah proyek. Dalam hal ini yang berkaitan dengan industri otomotif hingga agrikultur. Untuk yang terakhir, yaitu pertanian, sudah mulai banyak ditinggalkan kalangan muda, karena sifatnya yang masih sangat tradisional dan konvensional.

Dengan teknologi IoT, semua pekerjaan tersebut justru bisa lebih menyenangkan sekaligus memberikan hasil yang lebih akurat. Pertanian, perikanan, dan sektor agrikultur lainnya merupakan salah satu sektor yang bisa bertransformasi menjadi lebih baik mengandalkan teknologi IoT.

Sementara itu jika berbicara tentang machine learning, sektor yang paling banyak diuntungkan adalah perbankan dan fintech. Mulai dari melakukan credit scoring hingga risk analytics, semua bisa lebih mudah dilakukan dengan menerapkan machine learning.

Dulu sebelum teknologi ini hadir, proses credit scoring masih dilakukan secara manual. Kini, dengan menerapkan proses scrawling di media sosial hingga eksistensi pengguna secara online, proses tersebut sudah bisa dilakukan dengan mudah dan cepat. Machine learning juga bisa membantu perbankan, instansi keuangan hingga fintech untuk meminimalisir fraud.

Yang terakhir yaitu AI, paling banyak dimanfaatkan startup dan perusahaan teknologi. Salah satu fitur yang menjadi favorit adalah chatbot. Bukan hanya layanan e-commerce saja yang banyak memanfaatkan chatbot, namun juga jasa, keuangan dan lainnya. Teknologi AI juga bisa dimanfaatkan untuk pengembangan permainan VR dan AR, dibantu dengan Natural Language Processing (NLP).

“Pada akhirnya semua teknologi tersebut bisa diterapkan oleh semua industri, tentunya dengan pendekatan dan kebutuhan yang berbeda. Microsoft sendiri sebagai perusahaan yang sudah besar, masih memanfaatkan teknologi-teknologi tersebut untuk menghasilkan performance yang lebih baik, mengurangi biaya dan otomasi,” kata Marsya.

Huawei Singkap Smart Speaker Berdesain Amat Mirip Seperti HomePod

Belum lama ini, Huawei resmi memperkenalkan smartphone flagship terbarunya, Mate 20 Pro. Sekarang coba Anda buka laman resminya, lalu scroll sampai ke bagian “3D Face Unlock”. Kemudian coba Anda buka laman resmi iPhone XS. Seperti yang bisa Anda lihat, keduanya punya cara visualisasi yang sama buat fitur pengenal wajahnya.

Huawei memang termasuk yang paling getol menjadikan Apple sebagai inspirasinya, dan ini tidak berlaku di ranah smartphone saja. Baru-baru ini, mereka menyingkap sebuah smart speaker untuk pasar Tiongkok dengan desain silindris yang luar biasa mirip seperti Apple HomePod, lengkap sampai dua pilihan warnanya.

Ini merupakan smart speaker kedua Huawei setelah Huawei AI Cube yang dirilis di bulan September, yang sebetulnya juga cukup mirip dengan produk lain, yakni Google Home. Menurut laporan Engadget, nama Tionghoa speaker ini kalau diterjemahkan berarti “Huawei AI Speaker”, dan fitur-fitur berbasis artificial intelligence memang menjadi suguhan utamanya.

Huawei AI Speaker

Namun ketimbang menggunakan Alexa seperti AI Cube, AI Speaker mengemas integrasi voice assistant besutan Huawei sendiri yang dijuluki Xiaoyi. Yang menarik adalah, speaker ini mampu mengenali suara dari pengguna yang berbeda (voiceprint recognition). Satu kemampuan yang belum dimiliki HomePod hingga kini.

Untuk menangkap perintah suara dari pengguna, perangkat mengandalkan enam buah mikrofon. Kinerja audionya sendiri ditopang oleh driver 2,25 inci, dengan output daya 10 W dan sepasang passive bass radiator. Dalam pengembangannya, Huawei bekerja sama dengan pabrikan audio asal Denmark, Dynaudio.

Meski mirip, banderol harganya jauh berbeda dari HomePod. Di Tiongkok, Huawei AI Speaker dipasarkan seharga 399 yuan (± Rp 875 ribu) saja. Sayang sejauh ini belum ada informasi apakah Huawei juga berniat memasarkannya di negara lain.

Sumber: Engadget via The Verge.

Honda Gandeng SoundHound untuk Kembangkan Asisten AI Buat Mobil

Setahun yang lalu, Honda memperkenalkan dua mobil konsep bermesin elektrik yang cukup menarik. Menarik bukan hanya karena desainnya yang kelihatan retro sekaligus futuristis, tapi juga klaim Honda bahwa keduanya bakal mengunggulkan asisten virtual yang canggih.

Honda kala itu enggan menjelaskannya lebih lanjut. Namun sekarang kita tahu bahwa mereka tidak sendirian mengerjakan sistem kecerdasan buatan tersebut. Ketimbang memulai dari nol, Honda memilih untuk memanfaatkan platform yang sudah matang, yakni Houndify buatan SoundHound.

Bagi yang tidak tahu, SoundHound memang sudah mengalihkan fokusnya ke pengembangan AI sejak meraih pendanaan sebesar $75 juta tahun lalu. Kelebihan platform Houndify adalah kemampuannya memahami perintah suara secara alami, tanpa perlu mengandalkan kata atau frasa tertentu.

Tampilan Houndify dalam aplikasi smartphone-nya / SoundHound
Tampilan Houndify dalam aplikasi smartphone-nya / SoundHound

Lebih lanjut, AI Houndify juga mampu mengenali konteks dengan baik, sehingga percakapan antar pengguna dan asisten virtual bisa berlangsung secara alami. Kelebihan seperti ini tentunya sangat ideal untuk sistem yang dimaksudkan untuk menemani seorang pengemudi, yang perlu berkonsentrasi ke jalan ketimbang mengulang-ulang pertanyaan.

Penetapan SoundHound sebagai mitra strategis Honda ini membuat saya bertanya-tanya mengenai kemitraan Honda dengan SoftBank yang dijalin dua tahun lalu. Kala itu Honda bilang bahwa keduanya bakal mengembangkan AI untuk dijadikan asisten pribadi bagi pengemudi mobil.

Apakah Honda menyimpulkan bahwa garapan SoundHound lebih cocok dengan arahan mereka? Atau mereka berniat menggabungkan keduanya demi menciptakan asisten dengan keunikan tersendiri? Pertanyaan-pertanyaan ini penting mengingat Honda bukan yang pertama memilih AI garapan SoundHound. Sebelumnya, Hyundai sudah lebih dulu mengumumkan bahwa AI racikan mereka juga mengambil Houndify sebagai basisnya.

Sumber: Business Wire.

Sektor Digital Membawa Optimisme Perkembangan Ekonomi Indonesia

Di sela-sela pertemuan IMF-WB Annual Meeting beberapa waktu lalu di Bali, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan banyak hal seputar hasil diskusi di forum. Salah satunya tentang bagaimana teknologi digital berperan dalam perkembangan ekonomi Indonesia, sekaligus mendisrupsi berbagai bidang. Ia mencontohkan, bagaimana usaha rumahan atau UMKM kini dapat menjangkau pasar di seluruh Indonesia berkat platform seperti Bukalapak atau Tokopedia. Dengan dukungan finansial dan teknologi yang kuat sebagai platform, para unicorn memberikan solusi yang sangat riil.

Pendapat tersebut makin memantapkan Menkominfo Rudiantara, melalui lembaganya ia ingin mendukung perkembangan startup digital secara lebih optimal. Salah satunya melalui Nexticorn, sebuah forum mempertemukan pelaku startup dengan calon investor potensial dari dalam dan luar negeri. Dengan demikian regulator sepakat untuk mengarahkan regulasi yang memperlancar akselerasi pertumbuhan industri digital di tanah air, khususnya yang menggarap sektor riil seperti perdagangan, keuangan, pendidikan, dan lain sebagainya.

Kendati demikian, mereka juga sadar betul bahwa hadirnya teknologi juga memberikan implikasi buruk. Salah satu yang disampaikan berkaitan dengan kemungkinan hilangnya banyak lapangan pekerjaan. Misalnya, jika nanti beli barang di toko sudah menggunakan konsep “New Retail” dengan pengalaman yang seamless digital, maka pekerja seperti kasir sudah tidak diperlukan lagi. Terlebih saat berbicara tentang implementasi tingkat lanjut dari teknologi seperti Artificial Intelligence dan Internet of Things.

Tidak hanya regulator saja, namun para pemain di industri digital cukup optimis. Hal ini seperti yang disampaikan Teddy Oetomo (CSO Bukalapak) saat menjawab pertanyaan tentang Indonesia di masa depan. Ia meyakini bahwa akan banyak hal yang mengejutkan terkait growth di industri, khususnya berkaitan dengan inklusi ekonomi dari sektor digital. Aldi Haryopratomo (CEO GO-PAY & Founder Mapan) turut menyampaikan hal serupa. Ia mengatakan kolaborasi yang ada saat ini, baik antar startup, regulator, hingga investor akan menjadi awal yang baik dalam membentuk kematangan ekonomi digital di Indonesia.

“Pemikiran founder sekarang sudah bagus. Melahirkan startup bukan semata-mata untuk menjadi unicorn, tapi fokus untuk terus berinovasi menghasilkan pemecahan masalah,” ujar Teddy sesi panel pembuka di Nexticorn 2018.

Nexticorn 2018
Sesi panel yang menyuguhkan perspektif dari para startup unicorn Indonesia / DailySocial

Sukarela Batunanggar, Komisioner OJK, di sesi panel lain mengungkapkan. Startup tidak lagi selalu “lemah” ketika berhadapan dengan regulasi. Karena startup digital itu memiliki model bisnis yang unik, dengan mengadopsi strategi yang tangkas dan fleksibel. Hal tersebut dinilai membuat akhir-akhir ini otoritasnya memang mengeluarkan cukup bayak izin untuk fintech, kendati dengan persyaratan yang cukup ketat.

Lantas bagaimana dengan kesiapan persaingan global

Boleh saja kita optimis melihat perkembangan yang ada, namun yang harus dipastikan kita tidak boleh lengkah terhadap persaingan global. Terlebih di era teknologi nantinya sekat-sekat pembatas tersebut akan semakin samar, inovasi tidak hanya bisa mendisrupsi negara asalnya, melainkan bisa juga ke berbagai belahan dunia. Melihat tren teknologi yang berkembang, hampir setiap pelaku di sektor teknologi sepakat, bahwa AI akan mendominasi ke depannya. Banyak transformasi yang akan disebabkan dari aplikasi berbasis AI. Lantas pertanyaannya, sesiap apa Indonesia menghadapi era tersebut?

Dalam sebuah data yang diterbitkan World Economic Forum, disajikan tentang peringkat negara dengan kemampuan AI tertinggi. Amerika, Tiongkok, dan India berada di peringkat teratas. Sayangnya Indonesia belum masuk peringkat besar yang digambarkan. Talenta menjadi penting, pasalnya akan mendorong perkembangan di negara terkait. Lalu untuk meningkatkannya perlu sinergi yang baik antara berbagai pihak, tidak hanya industri saja, melainkan perlu peran dominan dari regulator hingga sektor akademik.

Peringkat AI
Peringkat negara dengan kemampuan AI / WEF

Sehingga sampai sini dapat diambil sebuah kesimpulan. Perkembangan digital yang ada boleh jadi membuat kita sangat optimis menyambut kemajuan – menggenggam visi menjadi digital energy of Asia – melihat ke luar untuk menilik seberapa jauh negara lain sudah berkembang juga diperlukan. Tujuannya agar dapat belajar, mengidentifikasi kekurangan, dan mempersiapkan diri, agar populasi masyarakat digital yang besar tidak hanya menjadi pangsa pasar produk luar negeri.