Laporan DSResearch: Potensi Kolaborasi Startup Unicorn dan Centaur dengan Institusi Finansial

Dalam ekosistem startup digital, gelar unicorn (valuasi di atas $1 miliar) dan centaur (valuasi antara $100-999 juta) penting untuk menjadi sebuah legitimasi bisnis. Membuktikan model bisnis yang diadaptasi mampu berkembang dan solusi yang dihadirkan fit dengan pangsa pasar.

Kehadiran unicorn dan cetanur juga memberikan dampak langsung terhadap ekonomi digital di negara asalnya. Ambil contoh kehadiran Tokopedia dan Bukalapak di Indonesia berhasil berikan kanal baru bagi UKM untuk dapat tumbuh dan berkembang secara efisien dan berkelanjutan.

Selain itu, inisiatif kolaborasi yang dicanangkan juga membuka peluang baru bagi bisnis-bisnis lain untuk melakukan ekspansi. Tak terkecuali dengan institusi finansial, banyak skenario yang sudah diterapkan untuk membentuk sinergi mutualisme yang menguntungkan masing-masing pihak.

Untuk melihat sejauh mana startup unicorn/centaur bersinergi dengan institusi finansial, DSResearch bersama dengan Mandiri Capital Indonesia (MCI) merilis sebuah laporan bertajuk “Unicorns & Centaur Collaboration with Financial Institutions”.

Ada dua bahasan utama yang dirangkum dalam laporan tersebut, meliputi:

  • Tren startup unicorn/centaur di Asia dan Indonesia, merangkum daftar pemain yang ada sejauh ini. Dan memetakannya sesuai model bisnis yang dijalani.
  • Mendaftar beberapa studi kasus kolaborasi startup unicorn/centaur bersama institusi finansial.

Selengkapnya, silakan unduh laporan tersebut melalui tautan berikut ini: “Unicorns & Centaur Collaboration


Disclosure: Dalam penyusunan white paper ini, DSResearch bermitra dengan Mandiri Capital Indonesia (MCI) yang merupakan corporate venture capital milik Bank Mandiri. MCI aktif berinvestasi ke startup digital di sektor fintech dan pengembang solusi-solusi untuk UKM di Indonesia.

Laporan DSResearch: Kolaborasi Pemberdayaan UKM 2020

Usaha Kecil, dan Menengah (UKM) menjadi komponen penting dalam perekonomian di banyak negara, tak terkecuali di Indonesia. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, per tahun 2018 tercatat ada lebih dari 64 juta UKM yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Mereka berhasil menyerap 95% dari total tenaga kerja nasional.

Melihat dampak yang diberikan, maka terlihat jelas bahwa UKM memiliki peranan yang krusial, sehingga layak untuk dijaga penetrasinya. Namun pada kenyataannya bisnis di skala tersebut banyak yang masih rentan, disebabkan oleh banyak faktor. Misalnya dari sisi internal, operasional bisnis yang belum tangkas sehingga menyulitkan untuk melakukan ekspansi. Kemudian faktor eksternal, contohnya terkait disrupsi teknologi.

Beberapa inisiatif lantas digulirkan oleh berbagai pihak, dengan menghadirkan inovasi untuk pecahkan masalah spesifik UKM, khususnya menggunakan pendekatan berbasis teknologi. Guna melihat sejauh mana upaya pemberdayaan tersebut, DSResearch berkolaborasi dengan Mandiri Capital Indonesia melakukan sebuah riset bertajuk “Small-Medium Enterprise Empowerment”.

Adapun pembahasan yang dirangkum dalam laporan mencakup:

  1. Lanskap UKM Global; membahas tren pertumbuhan UKM di dunia, termasuk inovasi dan adopsi teknologi yang dilakukan untuk optimalkan laju bisnis.
  2. Lanskap UKM di Indonesia; membahas perkembangan UKM di Indonesia, mengenai sektor populer, distribusi & klasifikasi bisnis, hingga adopsi teknologi sejauh ini.
  3. Tantangan UKM di Indonesia; membahas berbagai tantangan umum yang ditemui pelaku UKM di Indonesia, beberapa yang diutarakan terkait isu finansial, operasional, dan ekspansi.
  4. Solusi Strategis untuk UKM; mendalami solusi yang telah dihadirkan untuk UKM di Indonesia, dengan memetakan startup, produk, dan layanan digital yang sudah mulai diaplikasikan.

Studi kasus turut dibubuhkan ke dalam laporan, untuk memberikan perspektif langsung dari para pelaku UKM.

Untuk pembahasan selengkapnya, silakan unduh laporan tersebut melalui tautan berikut ini: “SME Empowerment Report”.


Disclosure: Dalam penyusunan white paper ini, DSResearch bermitra dengan Mandiri Capital Indonesia (MCI) yang merupakan corporate venture capital milik Bank Mandiri. MCI aktif berinvestasi ke startup digital di sektor fintech dan pengembang solusi-solusi untuk UKM di Indonesia.

Bank Mandiri Rilis Aplikasi Khusus Kredit Usaha Mikro

Bank Mandiri merilis aplikasi Mandiri Pintar (Pinjaman Tanpa Ribet) khusus menyasar pengusaha mikro. Melalui aplikasi tersebut, pengajuan kredit hanya akan membutuhkan waktu sekitar 15 menit.

Direktur Utama Bank Mandiri Royke Tumilaar mengatakan, aplikasi ini adalah bagian dari inovasi perseroan dalam mendongkrak kredit mikro produktif di tengah pandemi. Proses pengajuan jauh lebih cepat karena nasabah tidak perlu direpotkan dengan permintaan data dan dokumen.

Aplikasi didesain untuk tenaga pemasar internal Bank Mandiri sehingga tidak bisa diunduh oleh publik melalui App Store atau Play Store. Nasabah yang butuh kredit bisa menghubungi agar langsung didatangi oleh tim dan langsung diajukan melalui aplikasi tersebut.

Nasabah, lanjut Royke, juga tidak perlu mendatangi kantor cabang Bank Mandiri untuk mengajukan kredit mikro. Sebab, melalui aplikasi ini, tenaga pemasar mikro Mandiri yang saat ini berjumlah lebih dari 6.700 orang yang tersebar di seluruh Indonesia, dapat memproses kredit langsung dari lokasi nasabah berada.

“Melalui aplikasi ini, tenaga pemasar mikro dapat langsung memproses pengajuan kredit melalui smartphone kepada nasabah dalam waktu lebih cepat, yaitu hanya 15 menit setelah tenaga pemasar mengajukan data debitur melalui Mandiri Pintar,” ujar Royke dalam keterangan resmi, kemarin (30/6).

Dalam tahap pengembangannya, Mandiri Pintar baru dapat menerima nasabah existing untuk pengajuan pinjaman dengan limit Rp100 juta. Meski demikian, nantinya aplikasi tersebut akan diperluas cakupannya untuk menyasar nasabah baru.

Sejak tahun 2008, Bank Mandiri telah menyalurkan KUR kepada sekitar 1,65 juta Debitur dengan jumlah kredit mencapai Rp97,65 triliun. Selain KUR, selama tahun 2020, Bank Mandiri juga telah menyalurkan KUM (kredit usaha mikro) kepada 301.453 Debitur dengan nilai sebesar Rp13,2 triliun.

Digitalisasi dipercepat

Pandemi membuat semua perusahaan mempercepat proses digitalisasi agar bisnis lebih efisien dan memperluas cakupan bisnis. Inovasi dari Bank Mandiri, tentunya bukan satu-satunya yang dilakukan perbankan Indonesia untuk menjangkau lebih banyak nasabah baru dengan proses lebih singkat.

Sebelumnya, dengan konsep yang mirip BRI yang membuat aplikasi Brispot. Aplikasi tersebut dikhususkan untuk tenaga pemasar atau Mantri BRI untuk memproses pinjaman mikro secara digital tanpa dokumen fisik. Karena tetap mengedepankan konsep kehati-hatian, maka model penyaluran kredit dan assessment dari bank berbeda dengan apa yang ditawarkan oleh pemain fintech lending.

Di sisi lain, pemain fintech lending dan institusi keuangan konvensional terus memperkuat kerja sama melalui program channeling dan assessment terhadap credit scoring atau alternative scoring dalam menyalurkan pinjaman.

Beberapa kerja sama tersebut di antaranya, Investree bersama Bank Danamon, BRI Syariah dan BRI, untuk loan channeling. Lalu, kerja sama serupa antara Akseleran dengan Mandiri Tunas Finance. Selanjutnya, Modalku dan Bank Sinarmas yang bertindak sebagai pemberi pinjaman institusi serta BCA untuk loan channeling, dan masih banyak lagi kerja sama sejenis. Bagi kedua belah pihak model ini tentunya saling menguntungkan satu sama lain.

With Rp50 Billion In Hand, Mandiri Capital Indonesia Aims for Three Indonesian Startups Next Year

As a CVC under Bank Mandiri focusing on investment for fintech startups and its supports, Mandiri Capital Indonesia (MCI) claims to have around Rp50 billion funding ready to pour on Indonesian startups.

MCI’s CEO, Eddi Danusaputro said at the announcement of funding to Halofina, that startups focusing on fintech and insurtech have become the main priority. In fact, it’s to be integrated with Bank Mandiri ecosystem and its subsidiaries.

Invested in 13 fintech startups

In total, MCI has invested in 13 fintech startups, including Amartha, PrivyID, Moka, and Investree. In 2020 MCI has plans to invest in 2 or 3 more startups.

“From the beginning we’re not to be very aggressive investing in many startups. Therefore, we only choose the finest local startups interested in developing fintech and insuretech by focusing on product innovation and processing,” he said.

Despite the lack of local players in this sector, MCI has been interested in local remittance services that is to provide relevant services and technologies. Eddie thought, this is quite a great potential, considered the number of migrant workers in need for these services.

“It is probable that we will start focusing on this potential at MCI. For this reason, we are still looking for local startups that have this potential,” he added.

Meanwhile, a service like Halofina that offers digital investment assistant is expected to be implemented into groups or subsidiaries.

“With Halofina, we’re planning to embed the technology into all services available in the ecosystem of Mandiri subsidiaries. One of which is Mandiri Investment Management,” Eddie said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Siapkan Rp50 Miliar, Mandiri Capital Indonesia Bidik Investasi ke Tiga Startup Indonesia Tahun Depan

Sebagai CVC kelolaan Bank Mandiri yang fokus berinvestasi ke startup fintech dan pendukungnya, Mandiri Capital Indonesia (MCI) mengklaim masih memiliki dana sekitar Rp50 miliar yang siap digelontorkan bagi startup Indonesia.

Ditemui saat pengumuman pendanaan ke Halofina, CEO MCI Eddi Danusaputro menyebutkan, startup yang menyasar fintech dan insurtech masih menjadi prioritas utama mereka. Tentu saja agar bisa diintegrasikan ke dalam ekosistem Bank Mandiri dan anak-anak perusahaannya.

Telah berinvestasi di 13 startup fintech

Secara keseluruhan, MCI telah melakukan penyertaan modal di 13 startup fintech, termasuk Amartha, PrivyID, Moka, dan Investree. Tahun 2020 mendatang MCI memiliki rencana untuk berinvestasi kepada 2 atau 3 startup lagi.

“Sejak awal kita memang tidak mau agresif untuk berinvestasi kepada banyak startup. Untuk itu kita sengaja memilih startup lokal terbaik yang tertarik untuk mengembangkan layanan fintech hingga insuretech dengan memfokuskan kepada inovasi produk dan processing,” kata Eddie.

Meskipun masih belum banyak pemain lokal yang bermain dalam sektor ini, MCI juga mulai melirik layanan remittance lokal yang bisa menyediakan layanan dan teknologi yang relevan. Menurut Eddie, potensi tersebut dinilai cukup besar, dilihat dari jumlah TKI dan TKW yang membutuhkan layanan tersebut.

“Besar kemungkinan potensi tersebut akan mulai kita fokuskan di MCI. Untuk itu kita masih mencari startup lokal yang memiliki potensi tersebut,” kata Eddie.

Sementara layanan seperti Halofina yang menawarkan asisten digital investasi diharapkan bisa diimplementasikan ke dalam grup atau anak perusahaan.

“Dengan Halofina saja rencananya kami akan menyematkan teknologi tersebut ke dalam semua layanan yang tersedia di anak perusahaan Mandiri. Salah satunya adalah Mandiri Investment Management,” kata Eddie.

Mandiri Capital Debut Galang Investasi Eksternal, Targetkan Dana 1,4 Triliun Rupiah

Mandiri Capital Indonesia, ventura korporasi dari Bank Mandiri, mengungkapkan sedang dalam proses pengumpulan dana investasi perdana. Target dana yang akan dihimpun adalah $100 juta (lebih dari 1,4 triliun) dan bakal rampung pada tahun depan.

CEO MCI Eddi Danusaputro menerangkan, perubahan strategi ini [membuka kesempatan LP dari luar terlibat] dilakukan karena ada kebutuhan investasi yang besar di Indonesia, terutama untuk startup fintech. Hal ini tidak bisa sepenuhnya dipenuhi apabila sumber investor dari Bank Mandiri saja, butuh investor dari luar untuk menyokongnya.

“Tidak bisa terus-menerus mengandalkan dana dari Bank Mandiri saja. Sekarang masih fundraising, sudah keliling ke Jepang dan Korea Selatan, mereka berminat untuk masuk ke Indonesia,” terang Eddi saat ditemui di sela-sela NextICorn 2019, Jumat (15/11).

Dia juga meyakini reputasi Bank Mandiri sebagai bank pelat merah, tentunya akan memberikan nilai lebih buat para investor luar negeri untuk memercayakan dananya dikelola oleh MCI.

Menurutnya, tidak ada perbedaan mencolok antara mengelola dana dari kantong sendiri dengan eksternal. Selama ini Bank Mandiri selalu mengutamakan bagaimana startup yang didanai bisa memberikan sinergi buat grup dan imbal hasil yang diberikan.

Sedangkan, investor eksternal kurang mengedepankan sinergi, lebih kepada bagaimana MCI bisa memberikan imbal hasil yang baik dari dana yang diberikan.

Dalam fundraising ini, Eddi menargetkan setidaknya dapat menghimpun dana sebesar $100 juta. Bank Mandiri akan turut berpartisipasi dalam putaran tersebut, diperkirakan hanya 10% atau sekitar $10 juta (setara 140 miliar Rupiah).

Tahun depan diharapkan MCI sudah mulai berinvestasi lewat fund terbaru tersebut. Startup yang diincar 80% bergerak di fintech, sisanya bergerak di sektor pendukung fintech. Tahapan pendanaannya tetap di seri A.

“Tetap di hipotesa awal kita bermain di early stage, seri A. Tapi tidak menutup kemungkinan bila ada yang bagus masuk ke seri B.”

MCI telah beroperasi sejak 2016 dan sepenuhnya menggantungkan sumber pendanaannya lewat suntikan dari Bank Mandiri tiap tahun. Total pendanaan yang disalurkan mencapai Rp980 miliar untuk 13 startup fintech.

Hampir sepenuhnya dilakukan pendanaan seri A dan co-invest dengan investor lain. Akan tetapi, ada satu pengecualian. MCI pernah ikut dalam penggalangan seri B untuk Investree pada 2018.

Menjelang akhir tahun ini, MCI akan mengumumkan satu investasi teranyar untuk startup yang bergerak di bidang wealth management. Eddi belum bersedia memberikan info terkait hal ini.

Pendanaan yang terakhir diumumkan adalah pendanaan pra seri A untuk Crowde sebesar $1 juta (sekitar 14 miliar Rupiah).

Pemilihan strategi serupa sebelumnya juga dilakukan oleh MDI Ventures untuk dana investasi ketiga. Target dananya juga sama, sebanyak $100 juta. Salah satu nama investor yang sudah terkuak adalah Kookmin Bank dari Korea Selatan.

MDI Ventures juga menjajaki investor lainnya dari Timur Tengah dan beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Thailand dan Singapura.

Gandeng Alipay, Bank Mandiri Ajukan Izin “Cross Border E-Wallet” ke Bank Indonesia

Bank Mandiri diketahui sedang mengajukan izin sebagai penyelenggara dompet elektronik lintas negara (cross border e-wallet) ke Bank Indonesia. Pihaknya menggandeng Alipay yang disebut raksasa finansial digital Tiongkok Ant Financial.

“Untuk Alipay saat ini masih pembicaraan, nanti kami akan menjadi acquirer, sedangkan Alipay akan jadi issuer. Saat ini kami juga sedang mengajukan izin cross border e-wallet ke Bank Indonesia,” ucap SEVP Consumer and Transaction Bank Mandiri Jasmin seperti dikutip dari Kontan.

Menurut Jasmin, kerja sama dengan Alipay ini adalah wujud implementasi Peraturan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia Nomor 21/18/PADG/2019 tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Indonesia Standard (QRIS).

Di samping itu, kerja sama ini sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang mewajibkan setiap prinsipal menggandeng Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 4 atau bank dengan modal inti minimal Rp30 triliun.

Dalam aturan ini, BI mewajibkan prinsipal asing menempatkan dana float minimal 30 persen berbentuk kas atau giro di BUKU 4 dan maksimal 70 persen dana floating pada instrumen keuangan yang diterbitkan pemerintah.

Besarnya arus kedatangan turis asal Tiongkok jadi penyebab getolnya Alipay dan WeChat Pay menghadirkan layanannya di Indonesia. Pada akhir 2018, kunjungan pelancong asal Tirai Bambu ke Indonesia tercatat sudah naik 275 persen dalam lima tahun terakhir. Tak heran jika Menteri Pariwisata Arief Yahya menargetkan tahun ini dapat menarik 3,5 juta turis Tiongkok. Pihak Bank Mandiri membenarkan kerja sama ini bertujuan mempermudah transaksi turis tersebut.

“Benar, salah satunya untuk turis,” ucap Corporate Secretary Mandiri Rohan Hafas kepada Dailysocial.

Raksasa fintech asal Tiongkok, Alipay dan WeChat Pay, diketahui sudah mengincar kerja sama dengan bank-bank besar di Indonesia sejak akhir tahun lalu. CIMB Niaga sendiri diketahui juga telah mengajukan izin bermitra dengan Alipay pada awal tahun ini.

Mandiri Capital Leads Crowde’s Pre Series A Funding

Mandiri Capital Indonesia, the Mandiri backed CVC, leads the Pre Series A funding for the agriculture p2p lending, Crowde, worth of $1 million (around 14 billion Rupiah). In the meantime, Bank Mandiri also participated as an institutional lender for credit loan through Crowde for 100 billion Rupiah.

MCI’s CEO, Eddi Danusaputro said, Crowde is selected based on Bank Mandiri’s need and the same vision with MCI. Bank Mandiri is currently making an effort to increase productive credit to SME, micro in particular.

Crowde fits the requirements as they running a business in the productive sector for farming, fishing, and trading. Soon, MCI is to announce another funding led in the financial sector.

“MCI usually has an appetite for Series A, this time might be different for Crowde has shown a good capacity to complete Bank Mandiri,” Eddi said on Thursday (9/19).

Crowde’s CEO, Yohanes Sugihtononugroho stated MCI as a strategic investor to have symbiotic mutualism with for the sake of Crowde’s future and Mandiri as in a group.

Funding collected in this round will be fully distributed to build technology for Indonesian farmers. He thought there is enough technology around but ineffective for Indonesia’s farmers.

“Our focus is not far from farmers acquisition, in a way to build technology for Indonesian farmers. This is very segmented therefore challenging,” he said.

The pre-Series A isn’t close yet, said Yohanes. They’re still looking for other strategic investors. However,  he’s not willing to leak the target amount and when to stop.

Crowde’s previous investor was Gree Ventures, the number is still undisclosed last year.

Credit loan from Bank Mandiri

Bank Mandiri is now the first national-scale institutional lender of Crowde with the amount of Rp100 billion credit loan. In this partnership, Crowde is to refer some potential debtors for selection based on individual criteria and to manage loans for each debtor.

Based on the selection, Bank Mandiri is to proceed with the loan submission. The maximum number to access by micro SMEs is up to Rp200 million.

Bank Mandiri’s Retail Banking Director, Donsuwan Simatupang said, the scheme between two companies is very strategic. It can guarantee the quality of distributed funding by the bank, also an additional value from Crowde to the business player.

“In addition, the partnership scheme is to accelerate the credit approval process for the debtors can have the momentum to grow the business,” he added.

The company itself can have broaden access towards SME segments on the agriculture sector to accommodate farmers for banking access in terms of funding.

In August 2019, Bank Mandiri has distributed productive microcredit funding worth of Rp23.51 trillion for micro-business players in the region. In fact, Crowde has channeled Rp90 billion funding to 17 thousand small-to-middle size farmers located in Java, Sumatera, and Eastern Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Mandiri Capital Pimpin Pendanaan Pra Seri A untuk Crowde

Mandiri Capital Indonesia, CVC kelolaan Bank Mandiri, memimpin pendanaan Pra Seri A untuk startup p2p lending khusus agrikultur, Crowde, sebesar $1 juta (sekitar 14 miliar Rupiah). Di saat yang bersamaan, Bank Mandiri turut berpartisipasi sebagai lender institusi untuk penyaluran kredit melalui Crowde senilai 100 miliar Rupiah.

CEO MCI Eddi Danusaputro menjelaskan, perusahaan memilih Crowde lantaran sesuai dengan kebutuhan yang dicari Bank Mandiri dan sejalan dengan misi awal didirikannya MCI. Saat ini Bank Mandiri sedang berupaya untuk meningkatkan penyaluran kredit produktif di UMKM terutama mikro.

Crowde dianggap sebagai kandidat yang cocok karena bergerak di sektor produktif untuk pertanian, perikanan, dan perdagangan. Dalam waktu dekat, MCI akan segera mengumumkan pendanaan lain yang juga dipimpinnya di bidang manajemen keuangan.

“Biasanya appetite MCI untuk investasi di Seri A, tapi ini kali ini sedikit beda karena Crowde punya kapasitas yang baik untuk memenuhi kebutuhannya Bank Mandiri,” terang Eddi, Kamis (19/9).

CEO Crowde Yohanes Sugihtononugroho menerangkan, MCI adalah investor strategis yang secara langsung bisa membawa hubungan simbiosis mutualisme untuk perkembangan Crowde ke depannya dan Bank Mandiri secara grup.

Dana yang didapat dari putaran ini sepenuhnya akan dipakai untuk bangun teknologi yang bisa digunakan oleh petani di Indonesia. Menurutnya, ada banyak teknologi bertebaran, akan tetapi yang bisa digunakan dengan segmentasi petani Indonesia tidak banyak.

“Fokus kita tidak akan jauh-jauh dari jangkau lebih banyak petani, caranya dengan bangun teknologi yang bisa dipakai oleh petani Indonesia. Ini yang segmented banget sehingga jadi challenging,” kata Yohanes.

Putaran pra Seri A belum ditutup menurut Yohanes. Pihaknya masih mencari investor strategis lainnya untuk masuk. Sayang, dia belum bersedia membeberkan target dana yang dibidik dan kapan putaran akan ditutup.

Investor Crowde sebelumnya adalah Gree Ventures dengan nominal pendanaan yang tidak disebutkan tahun lalu.

Pinjaman kredit dari Bank Mandiri

Bank Mandiri kini menjadi lender institusi skala nasional pertama buat Crowde dengan nilai komitmen penyaluran kredit Rp100 miliar. Dalam kerja sama ini, Crowder akan mereferensikan calon debitur potensial untuk mengikuti proses seleksi berdasarkan kriteria calon debitur perseroan dan menentukan pinjaman untuk tiap calon debitur.

Berdasarkan proses seleksi tersebut, Bank Mandiri akan memroses pengajuan pinjaman tersebut. Plaform maksimal yang bisa diakses setiap pelaku mikro adalah Rp200 juta.

Direktur Retail Banking Bank Mandiri Donsuwan Simatupang menerangkan, skema antara kedua perusahaan ini sangat strategis karena dapat membantu bank menjaga kualitas pembiayaan yang disalurkan, serta meningkatkan nilai tambah yang bisa diberikan Crowde kepada pelaku usaha tersebut.

“Di samping itu, skema kerja sama ini juga dapat mempercepat proses persetujuan kredit sehingga debitur yang dibiayai dapat memanfaatkan momentum yang ada dalam mengembangkan usaha,” tutur Donsuwan.

Perseroan sendiri akan mendapat akses yang lebih luas terhadap segmen UMKM di sektor agrikultur sehingga dapat mengakomodasi kebutuhan para petani dan peternak terhadap akses permodalan perbankan.

Hingga Agustus 2019, Bank Mandiri telah menyalurkan pembiayaan kredit mikro produktif sebesar Rp23,51 triliun kepada pelaku usaha mikro di tanah air. Adapun Crowde telah menyalurkan pembiayaan hingga Rp90 miliar ke 17 ribu petani kecil dan menengah yang berlokasi di Jawa, Sumatera, dan Indonesia bagian Timur.

Application Information Will Show Up Here

Tokopedia Announces Special Channel for “Official Store”

Tokopedia announces special channel for Official Store in its platform that focuses on authentic products of trusted brands. There are many updates for feature, logo, and UI/UX appearance for better experience.

The channel is separated from Tokopedia marketplace platform. There are more than 2 partners offering millions of high quality and branded products through Official Store. In the category of utensils, gadgets, the latest electronics, and others.

Tokopedia‘s VP of Merchants, Inna Chandika said, Official Store is part of consumer’s demand. They want a convenient and secure online shopping experience. However, the latest grand launching was held because they’re ready in terms of product’s originality, availability, and guarantee.

“Official Store on Tokopedia is the right option to complete the increasing customer’s demand for better shopping experience of certain brands.” he said, Fri (3/29).

Previously, the Official Store concept has existed since few years ago. There are tight curation process to complete for a brand to get into Official Store, such as submitting NPWP, SIUP, product license, and others.

Inna is open for opportunity to present Official Store in the form of offline store. However, they still want to put the overall shopping experience forward. There is consumer’s demand to touch the product.

In the same occasion, Bank Mandiri presents as supporting team of the Official Store. BankMandiri’s SVP, Muhamad Gumilang M said Tokopedia is the most used marketplace platform for corporate’s online transaction. Last year, it has reached 18% – 20% of the total e-commerce transaction at Rp4.58 trillion.

Therefore, shopping on e-commerce platform has become the trend for Bank Mandiri customers. It appears on the Mandiri card’s transaction frequency data, either debit or credit, which increases 80% in 2019 compared to the previous year.

“We partnered up with Tokopedia because its transaction is at the top of the table to other platforms. Therefore, we boost transaction with marketing campaign for Bank Mandiri’s customers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here